Anda di halaman 1dari 150

FAKTA SEJARAH DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN


SASTRA INDONESIA

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd

Oleh

Devi Ramadhani
1111013000002

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2016
LEM BAR PENGESAHAN SKRIPSI

FAKTA SEJARAH DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI


DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi

Penyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Devi Ramadhaui
NIM : 1111013000002

Mengetahui
Dosen Pembimbing

Ahmad Bahtiar. )VLHum


NIP. 197601182009121002

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

2016
LEMBARPENGESAIIANPANTMAUMAN

Skripsi be udul Fakta Sejarah dalam Novel Saman Karyn Ayn Utami dan
Inqilikasinya terhadap Peuf›elajaran Bahasa dan Sastra Indonesia disusun oleh Devi
Raniadhani Nomor Induk Mahasiswa 1111013000002. Diajukan kepada Fakultas llrini
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dipyatakan lulus dalam
Ujian Mimaqasah pada tanggal 15 September 2016 dihadapan dewan pengqji. Karena itu,
penulis berhak wmperoleh gelar Saijana Sl (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.

Jakarta, 15 September 2016

Tanggal Tanda Tangan


Ketua Sidapg (Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Makyun Subuki, M. Hum
NIP 19800305 200901 1 015

Penguji 1
Rosida Erowati, M.Hunx
NIP 19771030 200901 1 015

Penguji II
Nuryab Djibadah, UL Pd,
NIP 19660829 199903 2 003

Mengetahui
Dekan F tas Tarbiyah dan Keguruan

ib Raya, M.A)
âB421 8203 1 007
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen F I I K-F R-AKD-(169
UIN JAKARTA Tgl. Terbit 1 Maret 2010
FORM (FR) No. Revisi: 01
l/l
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : Devi Ramadhani
Tempat/Tgl.Lahir : Gusting Saga / 25 Februari
1993 NIM 1111013000002
Jurusan / Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Skripsi : Fakta Sejarah dalam Novel Saman Karya Ayn Utami
dan lmplikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia.
Dosen Pembimbing : Ahmad Bahtiar, M.Hum

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya
sendirj dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah sam syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, Februari 016


hasisw Yhs.

Devi Ramadhani
NIM. 1111013000002
ABSTRAK
Devi Ramadhani, 1111013000002, “Fakta Sejarah Dalam Novel Saman Karya Ayu Utami
dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”, Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dosen Pembimbing Ahmad Bahtiar, M. Hum.

Penelitian ini beranjak dari masalah yaitu bagaimana fakta sejarah dalam novel Saman karya
Ayu Utami dideskripsikan serta bagaimana implikasi fakta sejarah dalam novel Saman karya
Ayu Utami terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dan untuk
mengetahui implikasi fakta sejarah terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif untuk mendeskripsikan
unsur-unsur pembangun novel dan fakta sejarah yang terkandung dalam novel Saman karya
Ayu Utami. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan mencatat
informasi fakta sejarah yang ada didalam novel. Teknik penelitian yang digunakan adalah
analisis dokumen yaitu novel Saman karya Ayu Utami dan studi pustaka untuk mencari dan
mengumpulkan literatur yang mendukung penelitian mengenai fakta sejarah dalam novel
Saman karya Ayu Utami dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia.

Hasil penelitian yang diperoleh yakni unsur instrinsik novel Saman terdiri dari tema, tokoh
dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa yang digunakan Ayu Utami.
Fakta sejarah yang diperoleh berupa kebijakan kapitalisme ekonomi orde baru, pers
pemerintahan orde baru, kolusi dan nepotisme rezim soeharto, pemogokan buruh di Medan,
Penangkapan aktivis dan kebebasan pendapat LSM terhadap kebijakan orde baru. Penelitian
mengenai fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dapat di implikasikan pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA kelas XI semester 2. Standar
Kompetensi yang sesuai yakni aspek mendengarkan dengan memahami pembacaan novel.
Kompetensi dasar yang sesuai yakni menemukan fakta sejarah dalam novel yang dibacakan.
Indikator yang harus dikuasai oleh siswa diantaranya adalah menemukan fakta sejarah dalam
novel Saman karya Ayu Utami dan mendiskusikan fakta-fakta sejarah dalam novel Saman
karya Ayu Utami.

Kata Kunci : Sejarah, novel, Saman, Ayu Utami

i
ABSTRACT

Devi Ramadhani, 1111013000002, The Historical value of the Novel Saman by Ayu Utami
and Implications on Learning of Indonesia’s Language and Literature, Indonesia’s
Languange and Literature Education Majors, Faculty of Science Education and Teaching,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Supervisor: Ahmad Bahtiar, M. Hum.
This research intends to answer the problem of how the historical fact described in the novel
Saman by Ayu Utami and its implication in learning Indonesian language and literature. The
purpose of this research is to find out the historical fact of the novel Saman by Ayu Utami
and to find out the implications of historical facts in the novel Saman by Ayu Utami in
learning Indonesian language and literature.
The method of this research is qualitative method to describe the constructive elements and
the historical values of the novel Saman by Ayu Utami. The technique data analysis of this
research is making a note of important information that is related to the historical facts of the
novel. The technique of the research that is being used is analyze the text, Saman by Ayu
Utami, and library research to find and to collect data that is related to historical facts in the
novel Saman by Ayu Utami and its implication in learning Indonesia language and literature.

The result of this study is the intrinsic elements of the novel Saman consists of theme,
character and characterization, plot, setting, point of views, and language style of Ayu Utami.
The historical facts that is found through this research is the policy of economic capitalism of
Indonesia’s new era, the journalism policy during Indonesia’s new era, collusion and
nepotism under the regime of Soeharto, laborer strike in Medan, and the arrestment of
Indonesia activist. The research regarding historical facts of the novel Saman by Ayu Utami
can be implicated to Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) of the senior high school
grade XI on the second semester. The standard competence that is appropriate is the aspect of
listening by understanding the novel trough reading. The basic competence that is appropriate
is finding the historical facts through reading the novel. The indicators that the must be
mastered by student are finding and discussing the historical facts in the novel Saman by Ayu
Utami.

Keywords : Historical, novel, Saman, Ayu Utami

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt karena berkat rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat beserta salam semoga senantiasa
terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, para sahabatnya
hingga kepada umat hingga akhir zaman. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana pada program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Judul yang penulis ajukan adalah
“Fakta Sejarah dalam Novel Saman Karya Ayu Utami dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan , bimbingan
serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A,. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Makyun Subuki, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
3. Dona Aji Kurnia, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
4. Ahmad Bahtiar, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah mencurahkan
perhatian, bimbingan, doa dan nasihat yang sangat berarti bagi penulis;
5. Rosida Erowati, M. Hum, selaku dosen penguji 1 skripsi penulis;
6. Nuryati Djihadah, M. Pd.,MA, selaku dosen penguji 2 skripsi penulis;
7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu
pengetahuan selama perkuliahan;
8. Ayahanda dan Ibunda penulis, Bapak Suyanto dan Ibu Saminah yang telah mendidik,
memperjuangkan dan mencurahkan kasih sayangnya terhadap penulis. Abang dan kakak
penulis, Azla Hendrovi, Dedi Irwanto, Andi Pranata, Rini, Miswinda dan Reza Sylvia
Rangkuti;
9. Mentor penulis di dunia Trainer Arry Rahmawan dan Maradika Malawa selaku
Founder Cerdas Mulia dan Young Trainer Academy dan mentor Public Speaking
Winning Indonesia Krishadi Nugroho;

iii
10. Mentor dan sahabat penulis di bidang pengembangan diri lets grow up Mochammad
Syafril, Ardhian Bangga, Dhiva Putra Pratama, dan Maritsa Nauva;
11. Sahabat yang penulis cintai Siti Nurpadillah, Nurfi Laeli Azzahra, Zikrina Aulia, Syahid
Maulana serta keluarga besar Cerdas Mulia Institute yang telah mendukung dan
mendoakan dengan cinta disaat penulis mengerjakan skripsi ini;
12. Mentor penulis di Mental Coaching Character kak Anrio Marfizal;
13. Sahabat seperjuangan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kelas A angkatan 2011;
14. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan
dan doa dalam penyelesaian skripsi ini.
Jakarta Desember 2015

Penulis

iv
DAFTAR ISI

ABSTRACT.............................................................................................................i
ABSTRAK..............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Identifikasi Masalah............................................................................5
C. Pembatasan Masalah...........................................................................6
D. Rumusan Masalah...............................................................................6
E. Tujuan Penelitian................................................................................6
F. Manfaat Penelitian...............................................................................6
G. Metode Penelitian...............................................................................7
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................11
A. Hakikat fiksional dan faktual............................................................11
B. Hubungan Sastra dan Sejarah...........................................................12
C. Pendekatan Mimetik.........................................................................15
D. Hakikat Novel...................................................................................18
E. Unsur Intrinsik Novel........................................................................19
H. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia......................................27
I. Penelitian yang Relevan.....................................................................30
BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN PENGARANG ......................... 33
A. Biografi Ayu Utami ..................................................................... 33 .
B. Pemikiran Ayu Utami .................................................................. 29
B. Konteks Historis dalam Novel Saman ......................................... 38
1. Kebijakan Kapitalisme Ekonomi Orde .................................... 38
2. Pers Pemerintahan Orde Baru.................................................. 42
3. Kolusi dan Nepotisme Rezim Soeharto ................................... 47
4. Pemogokan Buruh di Medan ................................................... 49
5. Penangkapan Aktivis....................................................................50
6. Kebebasan pendapat LSM terhadap Orde Baru...........................51

v
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................54
A. Unsur Instrinsik Novel Saman Karya Ayu Utami............................54
1. Tema.............................................................................................54
2. Tokoh dan Penokohan...................................................................56
3. Alur...............................................................................................68
4. Latar..............................................................................................74
5. Sudut Pandang..............................................................................87
6. Gaya Bahasa..................................................................................89
B. Fakta Sejarah dalam Novel Saman Karya Ayu Utami......................92
1. Kebijakan Kapitalisme Ekonomi Orde Baru................................92
2. Pers Pemerintahan Orde Baru.......................................................98
3. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Rezim Soeharo........................104
4. Pemogokan Buruh.......................................................................107
5. Penangkapan Aktivis..................................................................110
6. Kebebasan Pendapat LSM Terhadap Orde Baru………. 114
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. 116
BAB V PENUTUP............................................................................................121
A. Simpulan.........................................................................................121
B. Saran...............................................................................................122
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................124
LAMPIRAN........................................................................................................127

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan sebuah karya seni yang mengungkapkan pemikiran,
perasaan, pengalaman, dan ide dari manusia untuk menggambarkan kehidupan
baik lewat bahasa dan tulisan. Sebuah karya sastra pengarang mengungkapkan
suka dan duka kehidupan mereka dalam masyarakat. Hubungan sastra dan
masyarakat adalah hubungan dengan mempertimbangkan hakikat sastra dan
masyarakat, kondisi-kondisinya sebagai gejala alamiah. 1
Implikasi-implikasi yang berkaitan dengan masyarakat dan sastra
sebagaimana yang telah dikemukakan Plato dan Aristoteles mengenai karya seni
meniru kenyataan, tidak jauh berbeda dengan penjelasan mengenai persamaan dan
kesejajaran antara masyarakat dan sastra. Oleh karena itu, karya sastra mewakili
potret kehidupan yang menyangkut baik itu persoalan sosial atau wujud
representasi sejarah dalam masyarakat, setelah mengalami berbagai proses maka
lahirlah pengalaman kehidupan dalam bentuk karya sastra.
Sebuah karya sastra sebagaimana setiap karya seni lainnya, merupakan suatu
kebulatan yang utuh, khas dan berdiri sendiri, satu dunia keindahan dalam wujud
bahasa yang dari dirinya sendiri telah dipenuhi dengan kehidupan realitas. Tetapi
juga merupakan suatu fenomena atau gejala sejarah, yakni sebagai hasil karya
seorang seniman, dari aliran tertentu, zaman tertentu dan kebudayaan tertentu
pula yang tidak lepas dari rangkaian sejarah.
Karya sastra hadir sebagai wujud nyata imajinasi kreatif dari seorang
sastrawan dengan proses yang berbeda-beda antara pengarang yang satu dengan
pengarang yang lain terutama dalam penciptaan cerita fiksi. Penciptaan tersebut
bersifat individualistis artinya cara yang digunakan oleh tiap-tiap pengarang dapat
berbeda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal di antaranya bisa saja metode yang
digunakan munculnya proses kreatif seorang pengarang dan bagaimana cara

1
Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Cultural Studi Representasi Fiksi
dan Fakta,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),Cet.2, h. 285.
1
2

mengekspresikan apa yang ada jauh di dalam diri pengarang hingga bagaimana
penyampaian bahasa yang digunakan.
Sastra adalah hasil kebudayaan yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan
masyarakat. Pada dasarnya karya sastra bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Melalui karya sastra pembaca dapat menimba permasalahan baik yang berkaitan
dengan kehidupan pribadi maupun golongannya. Di samping itu, melalui karya
sastra sastrawan dapat menyampaikan nilai-nilai kehidupan pembacanya karena
karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami dan
dimanfaatkan oleh masyarakat.
Fiksi dan fakta sebagai ciri utama sastra dan sejarah, bukanlah perbedaan
mutlak. Melalui medium bahasa, sastra secara terus menerus menelusuri proses
pemahaman sehingga menghasilkan fakta. Dilain pihak fakta sejarah
merenkrontuksi fakta-fakta hanya dapat dipahami semata melalui arsip, dokumen,
literatur. Dengan memperbandingkan antara sastra dan sejarah, sastralah yang
paling banyak mempermasalahkan hakikat sejarah daripada sebaliknya.
Secara umum objek penulisan sejarah adalah masa lampau umat manusia
dengan segala kegiatannya yang tampak pada bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya sedangkan secara khusus objek penulisan sejarah adalah bidang-bidang
tertentu, seperti politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, kesenian dan sastra. Sastra
dan sejarah memiliki hubungan yang sangat erat. 2Sastra memiliki hubungan
timbal balik dengan bidang sejarah. Sastra dikategorikan sebagai sastra yang
bernuansa sejarah karena faktor cerita yang kental dengan peristiwa-peristiwa
sejarah di dalamnya. Selain itu, sastra bisa dijadikan rujukan atau bahan untuk
data-data peristiwa sejarah. Hubungan timbal balik ini memiliki teori dan metode
yang berbeda, namun tetap menjadikan bidang yang sama dalam kajian yakni,
sastra dan sejarah.
Sejumlah karya sastra Indonesia telah menunjukkan adanya hubungan yang
tak terpisahkan antara isi (muatan) karya dengan realitas yang terjadi dalam
masyarakatnya. Novel Siti Nurbaya (Marah Rusli, 1920), misalnya
menggambarkan keadaan masyarakat Minangkabau pada masa kolonial Belanda.

2
Yudiono K.S, Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta:Grasindo, 2007),h. 25
Novel Para Priyayi (Umar Kayam, 1999) menggambarkan keadaan masyarakat
Jawa pada masa kolonial Belanda sampai awal Orde Baru. Novel Saman (Ayu
Utami, 1998), menggambarkan keadaan masyarakat Indonesia pada akhir
pemerintahan Orde Baru.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk memahami sebuah karya sastra diperlukan
sebuah kajian yang mampu menghubungkan antara karya sastra dan dengan segi-
segi kemasyarakatan. Dengan memahami bahwa karya sastra memiliki hubungan
dengan sejarah, realitas sosial dan politik maka tidak dapat dipungkiri seorang
pembaca sastra akan menemukan realitas sejarah di dalam sebuah karya sastra.
Realitas sejarah tidak hanya dapat ditemukan dalam teks-teks sejarah saja tetapi
dapat ditemukan pula pada karya sastra misalnya novel.
Novel dalam ilmu kesusastraan merupakan salah satu bentuk prosa. Novel
memiliki ciri khas yaitu jalan cerita yang kompleks. Novel adalah karya fiksi yang
menceritakan peristiwa atau nilai dalam masyarakat yang merupakan hasil
pengamatan pengarang terhadap realita kehidupan. Cerita yang dihadirkan dalam
novel tak ubahnya sebagai sebuah catatan sejarah dari kehidupan tokoh dan juga
tokoh dapat memasuki peristiwa penting yang menjadi sejarah.
Beberapa peristiwa sejarah di dalam novel Saman merupakan sebuah fakta
yang diungkapkan oleh Ayu Utami melalui novelnya. Ia merepresentasikan fakta
sejarah melalui tokoh di dalam novel Saman. Novel Saman merupakan sebuah
novel yang sangat menarik untuk diteliti terutama mengenai fakta sejarah di
dalamnya. Sebagai seorang jurnalis, Ayu Utami paham gejolak politik yang
terjadi pada masa Orde Baru sehingga data dan fakta yang disampaikan melalui
Saman dapat diteliti keakuratan datanya.
Ketika memenangi lomba penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta
(DKJ)1998, banyak keraguan ditimpakan kepadanya. Saman oleh banyak kritikus
dinilai sebagai novel yang sangat berbobot. Mulai dari gaya bercerita, tema hingga
soal-soal kecil seperti penggambaran adegan seks menjadi perbincangan serius di
berbagai media. Saman ditulis menggunakan imajinasi dan pengalaman empiris
pengarang. Ayu mengaku ketika menulis Saman di Perabumulih, ia terlebih
dahulu meriset nama-nama pohon dan sebagainya juga waktu di pengeboran
minyak. Hanya pada bagian Shakuntala ia tidak perlu riset, hanya perlu imajinasi.
Pendekatan yang digunakan Ayu Utami merupakan pendekatan yang meluruhkan
diri ke dalam karakter tokoh. Ia mencoba mengubah diri menjadi berbagai
karakter. Dalam dunia tari atau dunia perkebunan sebagai contoh yang bukan
merupakan dunia pengarang.
Karya sastra mengajak kita untuk memahami bukan untuk hanya mengetahui.
Jika hanya untuk mengetahui, maka semua orang akan dapat mengetahui hanya
sekedar dengan melihat faktanya. Namun untuk memahami, ia harus menjalani
perjalanan rasionalitas objektif ke empirisme subyektif, dari pengetahuan pada
kearifan kemanusiaan, mengajak untuk lebih bijak dan adil dalam memahami
kehidupan. 3
Fakta sejarah dalam novel Saman juga dapat dipahami dari latar sejarah yang
digunakan Ayu Utami untuk membangun kisah dalam novelnya. Peristiwa
demonstrasi dan pemogokan buruh di Medan sebagai salah satu contohnya yaitu
pada tanggal 1 Maret – 16 April di Medan diintegrasikan dalam cerita melalui
tokoh Wisanggeni (Saman) yang dianggap sebagai salah satu aktor intelektual
yang mendalangi peristiwa tersebut sehingga masuk dalam daftar orang yang
harus ditangkap dan dihukum. Peristiwa tersebut menyebabkan Wisanggeni harus
meninggalkan Indonesia dan tinggal di Amerika Serikat, bekerja di Human Rights
Watch dan mengganti namanya menjadi Saman. Novel ini mengandung fakta
sejarah tetapi dikemas dalam sebuah cerita yang menarik untuk dibaca dan
dinikmati.
Fakta sejarah dalam novel Saman menjadikan novel tersebut memiliki sisi
lebih dalam mencerminkan peristiwa sejarah yang sudah banyak dilupakan oleh
rakyat Indonesia khususnya para siswa di sekolah. Perhatian para pendidik
terhadap fakta sejarah dalam novel karya sastra Indonesia khususnya Saman
sangat diperlukan dalam membimbing siswa-siswa di sekolah dan juga bagaimana
para pendidik mampu mengimplikasikannya terhadap pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia. Tidak hanya perhatian para pendidik dalam pembelajaran fakta

3
Bagus Dharmawan (ed), Warisan (Daripada) Soeharto,(Jakarta: Kompas Media
Nusantara, 2008),h. 595
sejarah khususnya yang masih perlu ditingkatkan, tetapi bagaimana pendidik turut
serta dan aktif terhadap pengajaran fakta sejarah dalam novel Saman.
Oleh karena itu, karya sastra sangatlah penting untuk memberikan
pengetahuan mengenai sejarah Indonesia yang terdapat dalam novel Saman dalam
proses pengajaran sastra di Sekolah. Tujuan pembelajaran sastra sendiri adalah
untuk mewujudkan suasana proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pembelajaran sastra
mengenai fakta sejarah ini akan memberikan dampak penghargaan mereka
terhadap perjuangan serta menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap bangsa dan
negara Indonesia.
Penelitian ini penting karena di dalamnya mencoba mengungkapkan fakta
sejarah di dalam novel Saman serta bagaimana implikasi terhadap proses belajar
dan pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah. Penelitian ini aktual karena
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa lalu bangsa ini harus tetap
diperkenalkan kepada masyarakat terutama peserta didik agar menjadi bangsa
yang besar.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini memfokuskan kajian pada
Fakta Sejarah pada Novel Saman Karya Ayu Utami dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah. Masalah tersebut akan
dipahami dengan pendekatan mimetik.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti paparkan sebelumnya,
maka identifikasi masalah penelitian ini adalah :
1. Belum adanya analisis mengenai fakta sejarah dalam novel Saman dan
implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
2. Kurangnya perhatian terhadap pembelajaran fakta sejarah dalam novel
beserta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
3. Kurangnya peran pendidik terutama guru dalam pengajaran fakta sejarah
yang terdapat dalam novel Saman.

C. Pembatasan Masalah
Dapat dilihat dari sejumlah masalah yang ada, maka dapat diambil simpulan
bahwa karya sastra tidak dapat terlepas dengan realita yang terjadi di masyarakat.
Sejumlah permasalahan yang ada di dalam karya sastra diperoleh dari proses
kreativitas pengarang melalui penggalian objek yang dikajinya. Banyak
permasalahan yang terdapat di dalam novel Saman, maka penulis membatasi dan
memfokuskan penelitian pada implikasi fakta sejarah dalam novel Saman
terhadap pembelajaran dalam konteks bahasa dan sastra Indonesia.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami
dideskripsikan?
2. Bagaimana implikasi pembahasan fakta sejarah dalam novel Saman karya
Ayu Utami terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami.
2. Untuk mengetahui implikasi pembahasan fakta sejarah dalam novel
Saman karya Ayu Utami terhadap pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoretis maupun praktis.
1. Manfaat teoretis dimaksudkan bahwa hasil penelitian dapat dijadikan
sebagai pengembangan dibidang sastra. Selain itu juga diharapkan dapat
memberikan sumbangsih penelitian ilmiah terhadap karya prosa.
2. Manfaat praktis dimaksudkan bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberi gambaran mengenai konsep realitas yang muncul dalam novel
Saman karya Ayu Utami.

G. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode berasal dari kata methodos, bahasa latin, sedangkan methodos itu
berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti,
sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah. Penelitian adalah penerapan
pendekatan ilmiah dalam rangka mempelajari suatu masalah. 4 Dalam penelitian
lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas,
langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat
berikutnya.5
Metode penelitian yang dipakai peneliti adalah metode kualitatif. Metode
kualitatif dilakukan dengan cara memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan
menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah
untuk menyajikan penafsiran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-
fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Cresswell (1998) menyatakan penelitian kualitatif sebagai suatu gambaran
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan responden, dan
melakukan studi pada situasi yang alami. Penelitian kualitatif merupakan riset
yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan
induktif. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian

4
Aminuddin, Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra
(Malang : Y A3), h. 108
5
Nyoman Kutha Ratna. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar), h.34.
kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar focus penelitian
sesuai dengan fakta di lapangan.6
Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam
hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau
hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.
David Williams menulis bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data
pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan
oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Jelas definisi ini memberi
gambaran bahwa peneltian kualitatif mengutamakan latar alamiah, metode
alamiah, dan dilakuikan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah.
Penulis buku penelitian kualitatif lainnya (Denzin dan Lincoln 1987)
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan
dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dari segi pengertian ini, para
penulis masih tetap mempersoalkan latar alamiah dengan maksud agar hasilnya
dapat digunakan untuk menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan untuk
penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian. Dalam penelitian
kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan,
dan pemanfaatan dokumen.
Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu content analysis atau analisis
isi. Penelitian ini berusaha menganalisis dokumen untuk diketahui isi dan makna
yang terkandung dalam dokumen tersebut. Penelitian ini dengan menggunakan
analisis isi mendeskripsikan atau menggambarkan apa yang menjadi masalah,
kemudian menganalisis dan menafsirkan data yang ada. Metode analisis isi
digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen. Dalam penelitian ini dokumen
yang dimaksud adalah novel Saman karya Ayu Utami.

6
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian (Jakarta: Kencana, 2011), h. 34
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen yaitu
berupa novel yang berjudul Saman Karya Ayu Utami. Data tersebut merupakan
novel yang diterbitkan pada cetakan ke 32, September 2014 oleh Kepustakaan
Populer Gramedia, Jakarta.

3. Tehnik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik pengumpulan
data yang dilakukan oleh peneliti adalah :
a. Teknik Inventaris
Dalam teknik ini peneliti melakukan inventarisasi terhadap novel yang
memiliki fakta sejarah yakni novel Saman karya Ayu Utami.
b. Teknik Baca Simak
Dalam teknik ini peneliti membaca, menelaah, memahami, dan
mengidentifikasi fakta sejarah dalam novel tersebut.
c. Teknik Pencatatan
Dalam teknik ini peneliti mencatat hal-hal penting yang mendukung fakta
sejarah dalam novel tersebut.

4. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga
komponen, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
a. Reduksi Data
Pada langkah ini data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang terperinci.
Data-data dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah yang akan dianalisis,
yaitu fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami.
b. Penyajian Data
Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudia disusun secara
teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian di
analisis sehingga diperoleh deskripsi mengenai fakta sejarah yang terkandung
dalam novel Saman karya Ayu Utami.
c. Penarikan Simpulan
i data yang diperoleh sejak awal penelitian. Penarikan simpulan memuat hasil data berupa fakta sejarah apa saja yang disam
BAB II
LANDASAN TEORI

Penelitian terhadap novel Saman karya Ayu Utami tentu saja memerlukan
landasan teori. Penjelasan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian sangat penting dilakukan sebelum menyajikan hasil penelitian. Teori-
teori yang menjadi landasan dalam penelitian terhadap novel Saman ini dapat
dipaparkan sebagai berikut.

A. Hakikat Fiksional dan Faktual


Hakikat fiksional dan faktual sama halnya dengan sastra dan sejarah. Dalam
teori kontemporer kedua disiplin, khususnya dalam kaitannya dengan
pemanfaatan hakikat fiksi dan fakta, terlibat ke dalam kontruksi paradigmatis
yang cenderung simetris, yang disebut sebagai metafiksi historiografi. Dikaitkan
dengan definisi fakta secara umum, pemanfaatan fakta-fakta dalam sejarah dan
novel sejarah pada dasarnya sama yang berbeda adalah bagaimana novelis
mengembangkan sikap, pikiran dan perasaan tokoh-tokoh dalam suatu cerita
secara bebas dan kreatif, sehingga tercipta ruang fiksionalitas.
Aspek lain adalah adalah kenyataan bahwa karya sastra mementingkan cerita,
tokoh dan latar. Ketiga unsur cerita tersebut sangat esensial dalam sejarah. Karya
sastra meskipun merupakan imajinasi, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa
imajinasi mesti berangkat dari kenyataan. Dalam hubungan inilah diperlukan
acuan kenyataan yang pada umumnya tercantum dalam sejarah. Dengan kalimat
lain, sejarah memberikan kompetensi untuk mengembalikan kualitas rekaan pada
kenyataan agar dapat dipahami secara lebih intens oleh pembaca.
Relevansi karya sastra terhadap sejarah, sebagaimana diintroduksi oleh
Taufik Abdullah adalah manfaatnya terhadap penelitian sejarah intelektual. Sesuai
dengan perkembangan metode dan teori usaha untuk menghindarkan sekat
pemisah antar disiplin di pihak yang lain, masalah-masalah sosiologi dan sejarah
dalam sastra justru menemukan tempat yang subur.

11
12

Ada tiga masalah yang perlu dikemukakan dalam kaitannya dengan relevansi
sejarah terhadap sastra, yaitu :1
1. Relevansi fakta-fakta sejarah, dalam hal ini berkaitan dengan isi.
2. Homologi unsur-unsur dalam hal ini berkaitan dengan struktur; dan
3. Relevansi proses kreatif dalam hal ini berkaitan dengan perkembangan
genre sastra.
Keterlibatan fakta-fakta sejarah dapat diidentifikasikan secara jelas, seberapa
jauh sebuah karya mencerminkan sejarah. Hubungan ini dapat dipahami melalui
tokoh, kejadian dan latar. Nama tokoh, nama tempat, dan tahun-tahun kejadian
merupakan unsur-unsur yang sangat mudah untuk dikaitkan dengan sejarah
umum, sisa peninggalan sejarah, dan sumber-sumber tertulis lainnya.
Jadi kesimpulan hakikat fiksional dan faktual adalah hakikat hubungan antara
sejarah dan sastra serta bagaimana hubungan sejarah dalam karya sastra. Dalam
proses kepenulisan sejarah dalam karya sastra tentu penulis memerlukan fakta
atau kenyataan dalam dunia. Berangkat dari hal inilah kemudian penulis karya
sastra menuliskan cerita dengan memanfaatkan tokoh, latar dan kejadian di dalam
cerita untuk menginterpretasikan sejarah.

B. Hubungan Sastra dan Sejarah


Visi kontemporer dalam kaitannya dengan fiksi dan fakta secara tidak
langsung membawa sastra dan sejarah, seniman dan sejarawan pada dua kutub
yang berbeda tetapi saling melengkapi. Hakikat objektivitas dari suatu kenyataan
menjadi sangat relatif sebab objektivitas kenyataan tidak diberikan, melainkan
secara terus menerus harus dibangun, dengan konsekuensi tidak ada kenyataan
yang sesungguhnya.2
Penulisan sejarah pada waktu Aristoteles sudah berkembang sebagai cabang
ilmu pengetahuan dengan Thucydides (460-400) sebagai sejarawan yang
terkenal. Thucydides menulis sejarah perang Peloponesos, antara negara kota
Athena dan Sparta, dan dia pertama kali mencoba secara ilmiah memberi laporan

1
Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Cultural Studi Representasi Fiksi dan Fakta,
(Yogyakarta:
2 Pustaka
Ibid., h. 330Pelajar, 2007),Cet.2,h. 348
dan analisis serta penafsiran peristiwa berdasarkan pengumpulan data yang
selengkap dan secermat mungkin. Dalam hal ini Thucydides menolak pendekatan
Herodotus, yang sebelumnya telah menulis cerita kesejarahan, tetapi yang
terutama ingi menulis bacaan yang menarik dan tidak bersikap kritikal atau
rasional terhadap sejarah dan datanya.3
Hubungan antara sastra dan sejarah di dunia Barat sejak abad klasik tetap
cukup pelik, sampai sekarang. Dalam abad Pertengahan sejarah sebagai cabang
ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan sastra, tidak diketahui lagi tulisan-
tulisan yang nampaknya bersifat sejarah sebenarnya merupakan campuran antara
sejarah dan sastra, persis seperti babad dan sejarah. Tidak kebetulan History dan
Story dalam bahasa inggris berasal dari kata yang sama : historia dalam bahasa
Yunani, diambil dari bahasa latin : berarti cerita, sejarah, penelusuran fakta atau
peristiwa.4
Sejajar dengan perkembangan masyarakat modern, baik sebagai akibat
pengaruh teknologi informasi maupun pergeseran norma-norma masyarakat,
lahirlah para seniman yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
modern. Keterampilan yang dimiliki baik yang diperoleh melalui pengalaman
maupun yang dibawa sejak lahir menyebabkan para seniman memperoleh
kedudukan khusus dalam masyarakat. Meskipun demikian, secara sosiologis di
antara para seniman di atas, sastra melalui medium bahasanya menduduki posisi
utama.5
Berbeda dengan sastrawan, sejarawan semata-mata merupakan proposisi
masyarakat modern. Sebagai ilmuwan, sejarawan berfungsi untuk mengubah
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, sejajar dengan kritikus dan ahli sastra,
antropolog, sosiolog, filsuf, dan sebagainya. Sastrawan mempunyai epigon-
epigon, sastrawan pada gilirannya menampilkan arus sosial yang pada gilirannya
juga melahirkan aliran, mazhab, periode, angkatan dan sebagainya.
Perdebatan pendapat mengenai hakikat sejarah dan sastra, khususnya dalam
teori kontemporer terjadi sebagai akibat tumpang tindih definisi fakta dan fiksi di

3
4 A.Teeuw,
Ibid.,h. 244Sastra dan Ilmu Sastra, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1984),Cet.1,h.242-243
5
Ratna,op.cit.,h. 331
satu pihak mekanisme pemplotan di pihak yang lain. Menurut Foley sama dengan
sastra agar dapat dipahami, maka fakta-fakta dalam sejarah harus diceritakan.
Penceritalah yang mengorganisasikan sekaligus mengkonstruksi kebenaran
dengan cara memilih fakta yang sesuai. Semata-mata melalui proses penceritaan,
sebagai mekanisme pemplotan cerita sejarah dan cerita sastra dapat dipahami.
Sastra dan sejarah memandang waktu sebagai aspek yang sangat penting.
Sastra dengan seni lukis, misalnya dibedakan sebagai seni waktu dan seni ruang.
Plot dalam cerita disusun atas dasar cerita dan penceritaan, dengan
memutarbalikkan aspek waktu, sebagai waktu, sebagai konstruksi
dekronologisasi. Sejarah disusun berdasarkan fakta-fakta sejarah. Objektivitas
sejarah terletak dalam penemuan dan penyusunan fakta-fakta secara kronologis.
Tanpa dimensi waktu, sastra dan sejarah tidak pernah ada. Kejadian sehari-hari
juga terjadi atas kronologisasi. Meskipun demikian, kejadian sehari-hari hanya
mungkin menjadi sejarah dan tidak bisa menjadi sastra sebab tidak diciptakan oleh
manusia kreator, melainkan oleh manusia itu sendiri atas dasar firman Tuhan
sebagai kejadian adikodrati. Aspek-aspek estetikanya pun bersifat ilahiah.
Sejarawan, antropolog, bercerita tentang kehidupan sehari-hari, sedangkan
sastrawan menciptakan cerita atas dasar kehidupan sehari-hari.6
Peranan sekaligus hubungan erat aspek-aspek sejarah jelas terlihat dalam
kaitannya dengan beberapa aspek terpenting dalam sastra, seperti : sejarah sastra,
sastra sejarah, dan novel sejarah. Sebagai bagian tiga bidang studi, di samping
teori dan kritik, sejarah sastra berfungsi untuk mencatat rangkaian peristiwa sastra
sejak lahir hingga sekarang, yang dengan sendirinya tersusun secara kronologis.
Sejarah sastra adalah ilmu, diperoleh melalui pengumpulan fakta-fakta sejarah.
Oleh karena itu, meskipun objek yang dibicarakan adalah rekaan, hasilnya tetap
objektif. 7
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah sastra merupakan cabang
ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu
bangsa, misalnya sejarah sastra Indonesia, sejarah sastra Jawa, dan sejarah sastra

6
Ibid., h. 335-336
7
Ibid.,340
Inggris. Dengan pengertian dasar itu, tampaklah bahwa objek sejarah sastra adalah
segala peristiwa yang terjadi pada rentang masa pertumbuhan dan perkembangan
sastra suatu bangsa. Telah disinggung di depan bahwa sejarah sastra itu
menyangkut karya sastra, pengarang, penerbut, pengajaran, kritik, dan lain-lain.8
Sastra sejarah adalah karya sastra (hikayat) yang mengandung unsur-unsur
sejarah, seperti babad dan hikayat. Sastra sejarah yang sering juga disebut teks
historis atau teks genealogis subur pada saat masyarakat belum bisa membedakan
secara jelas antara rekaaan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Novel sejarah
sesuai dengan namanya menceritakan tokoh dan peristiwa bersejarah tertentu,
seperti kerajaan majapahit, patih Gajah Mada dan Presiden Soekarno.9
Jadi hubungan sastra dan sejarah adalah erat kaitannya dengan hubungan
sastrawan dan sejarawan, berbeda tapi saling melengkapi. Sastra dan sejarah
merupakan dua kutub yang berbeda terkait dengan objektivitas. Sejarawan
semata-mata mengubah pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, sedangkan
sastrawan mencakup didalamnya sebagai pencipta karya seni dengan ini
menggunakan medium bahasa sebagai medium utama dalam penulisan. Sastra dan
sejarah berhubungan karena keduanya merupakan hal penting dalam penulisan
sastra sejarah, sejarah sastra dan novel sejarah. Dalam penulisan novel sejarah
misalnya tentu penulis akan berangkat dari kenyataan, atau masa lampau dalam
hal ini cakupannya dengan sejarah. Ditangan sastrawan, sejarah memiliki tidak
hanya fakta sejarah tetapi ada nilai estetika melalui tokoh dan jalan cerita
didalamnya yang bisa dinikmati semua kalangan.

C. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik berasal dari bahasa Yunani mimesis yang berarti
peniruan. Dalam sastra, pendekatan mimesis melihat karya sastra sebagai suatu
peniruan, imitasi, refleksi, atau gambaran tentang alam dan kehidupan manusia.
Pengarang harus menciptakan kembali pengalaman manusia dengan
menggunakan kata-kata. Sastra dikaitkan dengan realita atau kenyataan, budaya,

8
Yudiono.K.S.,Pengantar Sejarah Sastra Indonesia (Yogyakarta : Grasindo,2007),h.26
9
Ratna, op,cit.,h.342
sosial, politik, bahkan agama. Plato dan Aristoteles menggunakan istilah mimesis
sebagai imitasi, representasi, peneladanan, peniruan, dan pembayangan.
Pendekatan sosiologi sastra, pada hakikatnya berdasarkan pada pendekatan
mimetik.
Masalah realita bagi Georg Lukas merupakan suatu pencerminan yang lebih
benar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik. Ia menjelaskan,
“mencerminkan” adalah menyusun sebuah struktur mental yang diubah urutannya
ke dalam kata-kata. Pencerminan kenyataan adalah suatu kesadaran kodrat
manusia dan hubungan-hubungan kemasyarakatan. Sebuah pencerminan mungkin
lebih dari yang konkret. Misalnya sebuah novel atau sajak dapat membaca
pembaca pada suatu pandangan yang lebih konkret daripada realitas konkret. Hal
ini sejalan dengan Jan Van Luxemburg yaitu pengarang memilih dari kenyataan
sejumlah unsur lalu disusunnya gambaran yang dapat dipahami yang dibangun
berdasarkan logika dan kemungkinan. Logika dan kemungkinan itu digambarkan
melalui cara khusus, sastra menjelaskan (mencerminkan) hal-hal yang manusiawi-
umum.
Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan
kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.
Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas. Kajian
semacam ini dimulai dari pendapat Plato tentang seni. Plato berpendapat bahwa
seni hanya dapat meniru dan membayangkan hal-hal yang ada dalam kenyataan
yang tampak. Ia berdiri di bawah kenyataan itu sendiri.10
Pendekatan mimetik adalah kritik sastra yang membahas dan menilai karya
sastra dihubungkan dengan realitas atau kenyataan. Dalam kritik ini karya sastra
dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan. Karya sastra dianggap sebagai
refleksi, tiruan, ataupun cermin dari realitas. Dapat disimpulkan bahwa
pemahaman karya sastra dilihat dalam hubungannya dengan realitas.
Kritik mimetik menilai karya sastra dalam hubungannya dengan realitas yang
menjadi sumber dan latar belakang penciptaannya. Kriteria yang dikenakan pada

10
Wahyudi Siswanto. Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grassindo. 2008), h. 188.
karya sastra adalah kebenaran representasi objek-objek yang digambarkan
ataupun yang hendaknya digambarkan. 11
Peneliti dari aliran Marxis dan dari sosiologi (psikologi) sastra beranggapan
bahwa karya seni sebagai dokumen sosial (psikologi). Kenyataan bagi manusia
dalam kehidupan sehari-hari adalah kenyataan yang telah ditafsirkan sebelumnya
dan yang dialaminya secara subjektif sebagai dunia yang bermakna dan koheren.
Hubungan antara seni dan kenyataan bukanlah hubungan searah atau sederhana.
Hubungan itu merupakan interaksi yang kompleks dan tak langsung ditentukan
oleh konvensi bahasa, konvensi sosio-budaya, dan konvensi sastra.12
Marx dan Engels dalam The German Ideology mengatakan, bukan kesadaran
yang menentukan kehidupan, tapi kehidupanlah yang menentukan kesadaran.
Bukanlah kesadaran manusia yang menentukan keberadaan mereka, melainkan
keberadaan sosial yang menentukan keberadaan mereka. Hubungan sosial antar
manusia diikat dengan cara mereka memproduksi kehidupan materialnya.
Hubungan antar kelas kapitalis dan kelas proletar membentuk basis ekonomi atau
infrastuktur.
Dari infrastruktur ini di setiap periode muncul superstruktur, yaitu bentuk-
bentuk hukum dan politik tertentu, negara tertentu, yang berfungsi untuk
melegitimasi kekuatan kelas sosial yang memiliki alat-alat produksi.
Superstruktur juga terdiri atas bentuk-bentuk kesadaran sosial yang riil seperti
politik, agama, etika, estetika, dan seni.13
Seni bagi marxisme merupakan bagian dari ideologi masyarakat. Memahami
masyarakat berarti pemahaman terhadap seluruh proses sosial tempat sastra
merupakan bagiannya. Karya sastra merupakan bentuk persepsi (cara khusus
dalam memandang dunia) dan memiliki relasi dengan cara memandang
realitas yang menjadi ideologi sosial suatu zaman. Memahami karya sastra
adalah memamahami hubungan tak langsung antara karya sastra dengan
dunia ideologis tempat karya itu berada yang muncul pada unsur-unsur karya
sastra.14

11
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesustraan, (Jakarta :Gramedia Pustaka Utama,
1990),
12
h.44
Siwanto,op.cit.,h. 189.
13
Ibid.,h. 189.
14
Ibid.
Ada beberapa kritik yang ditujukan kepada pendekatan ini. Antara lain kritik
yang menyatakan bahwa pendekatan ini terlalu memperhatikan aspek nonsastra.
Jika hal itu terjadi, penelitian yang menggunakan pendekatan ini harus bisa
memadukan analisisnya yaitu analisis terhadap sastra dan analisis di luar
sastra.15Dengan begitu pemahaman terhadap pemikiran pengarang, biografi dan
hal-hal yang menyangkut di luar dari karya sastra itu sangat diperlukan guna
mendukung karya sastra tanpa menghilangkan esensi dari karya sastra tersebut.

D. Hakikat Novel
Prosa dalam bidang sastra sering dihubungkan dengan kata fiksi. Kita sering
mendengar kata prosa fiksi. Kata fiksi berarti khayalan atau tidak berdasarkan
kenyataan. Fiksi adalah istilah umum untuk cerita imajinatif, yaitu suatu karya
walaupun dekat hubungannya dengan kehidupan orang tertentu atau peristiwa
nyata, namun imajinasi pengaranglah yang membentuknya. Fiksi dibedakan dari
fakta, sesuatu yang bukan nyata tetapi ciptaan, membohongi, menghibur, atau
kesan terhadap realitas dengan maksud untuk mendidik.
Realitanya prosa dalam karya sastra diciptakan dengan bahan gabungan
antara kenyataan dan khayalan. Banyak karya prosa yang justru idenya berangkat
dari kenyataan. Oleh karena itu, lebih tepat jika digunakan istilah prosa rekaan.
Prosa yang dibuat tidak hanya berdasarkan khayalan, tetapi juga berdasarkan
kenyataan.16
Prosa rekaan bisa dibedakan atas prosa lama dan prosa modern. Prosa lama
sering berwujud cerita rakyat (folktale). Cerita ini bersifat anonim, tidak diketahui
siapa yang mengarangnya dan beredar secara lisan ditengah masyarakat.
Termasuk prosa lama adalah cerita tentang binatang, dongeng, legenda, mitos
dan sage. Bentuk prosa rekaan modern bisa dibedakan atas novel, novellet dan
cerpen.17
Sebutan novel dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Italia novella. Secara
harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan

15
16 190.
Ibid.,h. 127.
17
Ibid.,h. 140.
sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Dewasa ini istilah novella mengandung
pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novellet (Inggris:novelette), yang
berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang,
namun juga tidak terlalu pendek.18
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia novel diartikan sebagai karangan
prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan
orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
19
Masalah yang dibahas tidak sekompleks roman. Biasanya novel menceritakan
peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-
hari. Meskipun demikian, penggarapan unsur-unsur instrinsiknya masih lengkap,
seperti tema, plot, latar, gaya bahasa, tokoh dan penokohan.
Jadi hakikat novel adalah sebuah karangan prosa fiksi rekaan yang panjang
dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang
disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku atau lebih
lazim dikenal dengan unsur instrinsik yang lengkap mencakup tema, plot, latar,
gaya bahasa, tokoh dan penokohan.

E. Unsur Instrinsik Novel


Berbicara mengenai anatomi fiksi berarti berbicara tentang struktur fiksi atau
unsur-unsur yang membangun fiksi itu. Struktur fiksi itu secara garis besar dibagi
atas dua bagian, yaitu: 1. Struktur luar (ekstrinsik), dan 2. Struktur dalam
(Instrinsik). Struktur luar ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada di
luar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut,
misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosial politik,
keagamaan, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Sedangkan struktur dalam
(instrinsik) adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti
penokohan atau perwatakan, tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar dan gaya
bahasa.20

18
Burhan Nugiyanto, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2007), hal.
19
9.
Siswanto, op.cit., h.141.
20
Atar Semi. Anatomi Sastra. (Padang: Angkasa Raya. 1988), h 35.
Struktur luar dan stuktur dalam ini merupakan unsur atau bagian yang secara
fungsional berhubungan satu sama lainnya. Jika kedua unsur tersebut antara satu
sama lain tidak berhubungan maka ia tidak dapat dinamakan struktur. Dan tentu
saja struktur itu sendiri harus dilihat dari satu titik pandangan tertentu. Struktur
luar atau ekstrinsik dianggap sebagai bagian dari struktur yang membangun
sebuah fiksi bila struktur tersebut kita anggap sebagai pemberi pengaruh terhadap
keseluruhan struktur fiksi itu, terutama bila fiksi atau karya sastra itu dianggap
sebagai mimesis atau pencerminan kehidupan atau interpretasi kehidupan. 21
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra,
unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur
instrinsik sebuah novel adalah unsur yang secara langsung turut serta membangun
cerita. Kepaduan antar berbagai unsur instrinsik inilah yang membuat sebuah
novel tersebut terwujud. Atau sebaliknya jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-
unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel. cerita,
plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa,
dan lain-lain. 22

1. Penokohan dan perwatakan


Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan
sehingga peristiwa itu menjalin suatu peristiwa, sedangkan cara sastrawan
menampilkan tokoh disebut penokohan. Tokoh dalam karya rekaan mempunyai
sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh
suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan. Ditinjau dari peranan dan
keterlibatan dalam cerita, tokoh dapat dibedakan atas; a). Tokoh primer (utama),
b). Tokoh sekunder (tokoh bawahan), c). Tokoh komplementer (tambahan).23
Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat dibedakan atas
tokoh dinamis dan tokoh statis. Bila dilihat dari masalah yang dihadapi tokoh,
dapat dibedakan atas tokoh yang mempunyai karakter sederhana dan kompleks.

21
22Ibid., h 35-36
Nugiyanto, op.cit., h. 23.
23
Siswanto, op.cit., h142-143
Tokoh dinamis adalah tokoh kepribadian nya selalu berkembang. Tokoh statis
adalah tokoh yang mempunyai kepribadian tetap. Tokoh yang mempunyai
karakter sederhana adalah tokoh yang mempunyai karakter atau tunggal.24
Dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh, dapat dibedakan atas tokoh
protagonis dan tokoh antagonis.25Ada beberapa cara memahami watak tokoh. Cara
itu adalah melalui;
a. Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya
b. Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan
kehidupannya maupun cara berpakaiannya
c. Menunjukkan bagaimana perilakunya
d. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri
e. Memahami bagaimana jalan pikirannya
f. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya
g. Melihat tokoh lain berbincang dengannya
h. Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberi reaksi terhadapnya,
dan
i. Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain.26
Penokohan dan perwatakan merupakan salah satu hal yang kehadirannya
dalam sebuah fiksi amat penting dan bahkan menentukan karena tidak akan
mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang bergerak yang akhirnya
membentuk alur cerita.27 Berdasarkan Kamus Istilah Sastra, tokoh adalah orang
yang memainkan peran dalam karya sastra. Penokohan adalah proses penampilan
tokoh dengan pemberian watak, sifat, atau kebiasaan tokoh pemeran suatu cerita.
28

Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab
terhadap pertanyaan: “siapakah tokoh utama novel itu?” atau ada berapa orang
jumlah pelaku novel itu?’ dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter,

24
Ibid.
25
Melani Budianta.,dkk,Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2006),cet.3,h.86.
26
Siswanto, op.cit., h.145.
27
Semi, op.cit., h 36.
28
Zaidan, Abd, Anita K. Rustapa dan Hani’ah. Kamus Istilah Sastra. (Jakarta: Balai
Pustaka. 2007), h 206.
menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca,
lebih menunjukkan pada kualitas pribadi seorang tokoh. 29
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita. Istilah penokohan lebih luas pengertiannya
daripada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh
cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan pelukisannya dalam
sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca.30
2. Tema
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal
tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema
merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan
oleh pengarangnya.31
Seorang pengarang memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum
melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat
memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi
media pemapar tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandung serta
mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.32
Seperti yang diungkapkan Walter Loban dalam Siswanto, dalam
mengungkapkan masalah kehidupan dan kemanusiaan lewat karya prosa,
pengarang berusaha memahami keseluruhan masalah itu secara internal dengan
jalan mendalami sejumlah masalah itu dalam hubungannya dengan keberadaan
suatu individu maupun dalam hubungan antara individu dengan kelompok
masyarakatnya. Perolehan nilai itu sendiri umumnya sangat beragam sesuai
dengan daya tafsir pembacanya.33
Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri sastrawan dan
pembacanya. Dari sudut sastrawan , nilai ini biasa disebut amanat. Amanat adalah

29
30
Nugiyanto,op. cit., h. 165.
Ibid., h 166.
31
Siswanto, op.cit., h 161.
32
Ibid. 161-162
33
Ibid., h 162.
gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang
kepada pembaca atau pendengar. Di dalam karya sastra modern amanat ini
biasanya tersirat, di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat.34
Tema adalah makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian
besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema, menurutnya kurang lebih
dapat bersinonim dengan ide utama dan tujuan utama. Tema dengan demikian
dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel.
Gagasan dasar umum inilah yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita.35
Jadi tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tersebut.
Yang menjadi unsur gagasan sentral, yang kita sebut tema tadi adalah topik atau
pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai oleh pengarang dengan topiknya
tadi.36

3. Alur (plot)
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa
sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu
cerita. Alur sebagai jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek
tertentu, jalinannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh
hubungan kausal (sebab-akibat). Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan
dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah
klimaks dan selesaian.37
Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun
sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-
bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, alur merupakan kerangka dasar
yang amat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian
satu sama lain, bagaimana peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain,

34
Ibid.
35
Nugiyanto, op.cit., h 70.
36
Semi, op. cit.,h. 42
37
Siswanto, op.cit., h 159.
bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang kesemuanya
terikat dalam satu kesatuan waktu.38
Pada umumnya alur cerita rekaan terdiri dari:
a. Alur buka, yaitu situasi mulai terbentang sebagai suatu kondisi permulaan
yang akan dilanjutkan dengan kondisi berikutnya.
b. Alur tengah, yaitu kondisi mulai bergerak ke arah kondisi yang mulai
memuncak.
c. Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa.
d. Alur tutup, yaitu kondisi memuncak sebelumnya mulai menampakkan
pemecahan atau penyelesaian.39
Selain jenis alur di atas yang menekankan jenis alur berdasarkan urutan
kelompok kejadian, kita dapat pula membagi alur berdasarkan fungsinya, yaitu
alur utama dan alur sampingan. Alur utama adalah alur yang berisi cerita pokok,
sedangkan alur sampingan adalah alur yang merupakan bingkai cerita. 40
Unsur alur yang penting adalah konflik dan klimaks. Konflik dalam fiksi
terdiri dari konflik internal, yaitu pertentangan dua keinginan di dalam diri
seorang tokoh dan konflik eksternal yaitu konflik antara satu tokoh dengan tokoh
lain atau antara tokoh dengan lingkungannya. Klimaks dalam sebuah cerita adalah
saat-saat konflik menjadi sangat hebat dan jalan keluar harus ditemukan.41
4. Latar
Abrams mengemukakan latar cerita adalah tempat umum (general locale),
waktu kesejarahan (historical time) dan kebiasaan masyarakat (social
circumtances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat.42
Latar atau landas tumpu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa
terjadi. Stanson mengelompokkan latar, bersama dengan tokoh dan plot kedalam
fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat diimajinasi
oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi.43

38
Semi,op. cit., h. 43-44
39
Ibid., h. 44.
40
Ibid.
41
Ibid., h. 45.
42
Siswanto, op. cit., h.149.
43
Semi, op.cit., h. 46.
Leo Hamalian dan Frederick R. Karrel menjelaskan bahwa latar cerita dalam
karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-
benda dalam lingkungan tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana serta benda-
benda dalam lingkungan tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana yang
berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu
masyarakat dalam menanggapi suatu problem tertentu.44
Unsur latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu
dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan
yang berbeda dan dapat dibicarakan dengan sendirinya, akan tetapi pada
kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya.45
a. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu mungkin lokasi tertentu
dengan nama yang jelas. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh
ketetapan deskripsi, fungsi, dan keterpaduannya dengan unsur latar yang lain
sehingga semuanya bersifat saling mengisi. Keberhasilan penampilan unsur latar
itu sendiri antara lain dilihat dari segi koherensinya dengan unsur fiksi lain dan
dengan tuntutan cerita secara keseluruhan.46
b. Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat
dikaitkan dengan peristiwa sejarah.47
c. Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

44
45
Siswanto,op. cit., h. 149
Ibid., h.151
46
Nugiyanto,op. cit., h. 227-230
47
Ibid., h. 230
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks.48
5. Gaya bahasa
Gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan
makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
Ada tiga masalah yang erat hubungannya dengan pembicaraan masalah gaya.
Pertama, masalah media berupa kata dan kalimat. Kedua, masalah hubungan gaya
dengan makna dan keindahannya. Terakhir seluk beluk eskspresi pengarangnya
sendiri yang akan berhubungan erat dengan masalah individual kepengarangan,
maupun konteks sosial-masyarakat yang melatarbelakanginya.
Dari segi kata, karya sastra menggunakan pilihan kata yang mengandung
makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat konotatif, sedangkan kalimat-
kalimatnya menunjukkan adanya variasi dan harmoni sehingga mampu
menuansakan keindahan dan bukan nuansa makna tertentu saja. Alat gaya
melibatkan masalah kiasan dan majas: majas kata, majas kalimat, majas pikiran,
dan majas bunyi.

6. Titik pandang/sudut pandang


Titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat
itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya
sendiri.49 Menurut Aminuddin, titik pandang adalah cara pengarang menampilkan
para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Titik pandang meliputi; 1).
Narrator omniscient, 2). Narrator observer, 3). Narrator observer omniscient, 4).
Narrator the third person omniscient.50
Harry Shaw menyatakan titik pandang terdiri atas; 1). Sudut pandang fisik,
yaitu posisi dalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam pendekatan
materi cerita, 2). Sudut pandang mental, yaitu perasaan dan sikap pengarang
terhadap masalah dalam cerita, dan 3). Sudut pandang pribadi yaitu hubungan

48
49 Ibid., h. 233.
Siswanto, op. cit., h.151.
50
Ibid.,h 152.
yang dipilih pengarang dalam membawa cerita ; sebagai orang pertama, kedua
atau ketiga. Sedangkan sudut pandang pribadi dibagi atas:
a. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh.
b. Pengarang menggunakan sudut pandang bawahan.
c. Pengarang menggunakan sudut pandang yang impersonal.
Tiga hal tersebut sama sekali berdiri di luar cerita. Sudut pandang berkaitan
dengan unsur-unsur instrinsik prosa rekaan yang lain : tokoh, latar suasana, gaya
bahasa, nilai atau amanat.

F. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia


Secara umum pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam bidang sastra
bertujuan agar;
1. Peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa;
2. Peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai
khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.51
Tujuan tersebut dijabarkan ke dalam kompetensi mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis sastra. Kemampuan mendengarkan sastra meliputi
kemampuan mendengarkan, memahami, dan mengapresiasi ragam karya sastra
(puisi, prosa, drama) baik karya asli maupun saduran/terjemahan sesuai dengan
tingkat kemampuan peserta didik. Kemampuan berbicara sastra meliputi
kemampuan membahas dan mendiskusikan ragam karya sastra di atas sesuai
dengan isi dan konteks lingkungan dan budaya. Kemampuan membaca sastra
meliputi kemampuan membaca dan memahami berbagai jenis dan ragam karya
satra, serta mampu melakukan apresiasi secara tepat. Sedangkan kemampuan
menulis sastra meliputi kemampuan mengekspresikan karya sastra yang diminati
(puisi, prosa, drama) dalam bentuk sastra tulis yang kreatif, serta dapat menulis
kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang sudah dibaca.52

51
Siswanto, op. cit., h.170-171
52
Ibid.
Tujuan umum pembelajaran sastra merupakan bagian dari tujuan
penyelenggaraan pendidikan nasional yaitu mewujudkan suasana dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. 53
Tujuan pembelajaran sastra di sekolah terkait pada tiga tujuan khusus yaitu; 54
1. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.; menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi
pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa;
menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya
dan intelektual manusia Indonesia,
2. Pengajaran sastra membawa siswa pada ranah produktif dan apresiatif.
Sastra adalah sistem tanda karya seni yang bermediakan bahasa. Penciptaan
karya sastra merupakan keterampilan dan kecerdasan intelektual dan
imajinatif,
3. Karya sastra hadir untuk dibaca dinikmati, dimanfaatkan untuk
mengembangkan wawasan kehidupan.
Pengajaran sastra membawa siswa pada ranah produktif dan apresiatif.55
Penciptaan karya sastra merupakan keterampilan dan kecerdasan intelektual
sehingga dengan membaca karya sastra akan memproduksi imajinasi siwa. Karya
sastra hadir untuk dibaca dan dinikmati, dimanfaatkan untuk mengembangkan
wawasan kehidupan. Jadi dengan membaca karya sastra siswa tidak hanya belajar
sastra tetapi menikmati sastra sekaligus mengasah kecerdasan dan imajinasi siswa.
Pengajaran sastra sebenarnya termasuk pengajaran seni. Pengajar setidaknya
adalah pecinta sastra yang sekarang adalah mereka yang belajar bahasa dan sastra.
Pada dasarnya pengajar lebih banyak dibentuk sebagai guru bahasa daripada guru
sastra. Mengajarkan bahasa barangkali dapat dikerjakan seperti orang

53
54 Dindin Ridwanuddin, M.Pd. Bahasa Indonesia (Ciputat :UIN Press.2015), h.,113
Ibid.
55
Ibid.
mengajarkan cabang ilmu lain tetapi mengajar kesenian termasuk di dalamnya
sastra dan memerlukan persyaratan lain.56
Pembelajaran Bahasa Indonesia ini bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut; Pertama, berkomunikasi secara efektif dan efisien
sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; Kedua,
menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
dan bahasa negara; Ketiga, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya
dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; Keempat, menggunakan bahasa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan
emosional dan sosial; Kelima, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa; Keenam, menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia kreativitas guru maupun peserta didik justru lebih menentukan
isi dan jalannya proses belajar. Materi yang tersaji lebih bersifat sebagai pemandu,
maka tetap diperlukan seorang fasilitator maupun motivator. Oleh karena itu,
sangatlah diharapkan guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Proses
pembelajaran tetap berada pada aktivitas peserta didik sebagai subjek.
Pengajaran sastra tidak dapat dipisahkan dari pengajaran bahasa. Namun
demikian, pengajaran sastra tidaklah dapat disamakan dengan pengajaran bahasa.
Perbedaan hakiki keduanya terletak pada tujuan akhirnya. Pengajaran sastra pada
dasarnya mengemban misi afektif (memperkaya pengalaman siswa dan
menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya) yang
memiliki tujuan akhir menanam, menumbuhkan, dan mengembangkan kepekaan
terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap
tata nilai, baik dalam konteks individual maupun sosial.
Sastra memang tidak bisa dikelompokan ke dalam aspek keterampilan
berbahasa karena bukan merupakan bidang yang sejenis tetapi pembelajaran sastra
dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran bahasa baik dengan
keterampilan menulis, membaca, menyimak, maupun berbicara. Dalam

56
Andy Zoeltom(ed.), Budaya Sastra (Jakarta : CV Rajawali),h. 57
prakteknya, pembelajaran sastra berupa pengembangan kemampuan menulis
sastra, membaca sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra.

G. Penelitian yang Relevan


Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yakni Penelitian
berjudul “Representasi Sejarah Sosial Politik Indonesia dalam Novel-Novel Karya
Ayu Utami” yang ditulis oleh Wiyatmi, dari Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Yogyakarta, 2012. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan
dan menginterpretasikan peristiwa sejarah sosial politik yang ditemukan dalam
novel-novel karya Ayu Utami dan wujud representasi peristiwa sejarah sosial
politik dalam novel-novel karya Ayu Utami. Metode yang digunakan adalah
metode New Historicism. New Historicism pertama kali digunakan oleh Stephen
Greenblatt tahun 1982 untuk menawarkan perspektif baru dalam kajian
Renaissance, yakni dengan menekankan keterkaitan teks sastra dengan berbagai
kekuatan sosial, ekonomi, dan politik yang melingkunginya. Karya sastra dalam
perspektif New Historicism tidak dapat dilepaskan dari praksis-praksis sosial,
ekonomi dan politik karena ikut mengambil bagian di dalamnya. Penelitian
penulis berbeda dengan penelitian ini. Perbedaannya terletak dalam metode yang
digunakan dalam menganalisis novel Saman. Penelitian tersebut menggunakan
pendekatan New Historism. New Historicism menawarkan pembaharuan dalam
melihat hubungan sastra dengan sejarah. Sastra dalam hal ini tidak hanya dilihat
sebagai cermin yang secara transparan dan pasif merefleksikan budaya
masyarakatnya, tetapi sastra juga ikut membangun, mengartikulasikan dan
mereproduksi konvensi, norma, dan nilai-nilai budaya melalui tindak verbal dan
imajinasi kreatifnya. Penelitian penulis menggunakan pendekatan mimetik.
Pendekatan mimetik berasal dari bahasa Yunani mimesis yang berarti peniruan.
Dalam sastra, pendekatan mimesis melihat karya sastra sebagai suatu peniruan,
imitasi, refleksi, atau gambaran tentang alam dan kehidupan manusia. Pengarang
harus menciptakan kembali pengalaman manusia dengan menggunakan kata-kata.
Sastra dikaitkan dengan realita atau kenyataan, budaya, sosial, politik, bahkan
agama. Plato dan Aristoteles menggunakan istilah mimesis sebagai imitasi,
representasi, peneladanan, peniruan, dan pembayangan.
Penelitian selanjutnya yang relevan dengan skripsi ini adalah penelitian yang
berjudul “Sastra dan Perubahan Sosial: Studi Kasus Saman karya Ayu Utami”
ditulis oleh Sugihastuti dalam jurnal Humaniora No.10 Januari - April 1999.
Penelitian ini hanya terbatas pada rincian pengenalan Saman sebagai sastra dan
Saman dalam komunikasi sastra. Soal “perubahan sosial” seperti tertera dalam
judul tulisan adalah soal ideologi yang direproduksi pengarang. Penelitian ini
menjabarkan tentang pengenalan Saman sebagai sastra. Pengertian sastra adalah
yaitu karya yang bersifat imajinatif, yaitu artinya secara harfiah dapat dianggap
benar. Hal ini menimbulkan perdebatan karena karya sastra ditulis tidak hanya
berdasarkan fiksi dan imajinasi tetap berdasarkan kenyataan yang dikemas ke
dalam novel yang merupakan karya fiksi. Sehingga dapat di simpulkan bahwa
Saman adalah karya sastra. Selanjutnya penelitian ini berbicara mengenai Saman
dalam model komunikasi sastra. Untuk memaknai Saman dalam kategori ideologi
sosial, teori resepsi digunakan dengan megingat bahwa ada berbagai model
alternatif dan perdebatan-perdebatan tentangnya. Saman adalah pola subjektivitas.
Model subjektivitas tersebut telah didefinisikan kembali atau di evaluasi kembali
olehnya ke dalam model kolektif. Terjadi “perubahan ideologi” sosial terutama
seperti tercermin dari pola subjektivitas wanita dan laki-laki. Dari penjelasan di
atas maka dapat kita simpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian
penulis. Penelitian ini hanya membicarakan “perubahan ideologi” dalam
subjektivitas komunikasi wanita dan laki-laki serta dasar pemikiran Ayu Utami
dalam menulis novel Saman. Dalam penelitian penulis tidak hanya membahas
pemikiran dan ideologi Ayu Utami tetapi juga menjabarkan fakta sejarah dalam
novel Saman karya Ayu Utami.
Penelitian-penelitian lain yang terkait dengan novel Saman yaitu skripsi yang
berjudul “Perilaku Seksual dalam Novel Saman karya Ayu Utami :Tinjauan
Psikologi Sastra” oleh Oktivita pada tahun 2009, penelitian yang berjudul “Sastra
dari Perspektif Kajian Budaya : Analisis Novel Saman dan Larung oleh
Ikhwanuddin Nasution dan penelitian yang berjudul “Analisis Novel Saman karya
Ayu Utami: Sebuah kajian Semiotika Roland Barthes oleh Nurul Nikmah.
Jika melihat penelitian “Representasi Sejarah Sosial Politik Indonesia dalam
Novel-Novel Karya Ayu Utami” yang ditulis oleh Wiyatmi tentu sangat berbeda
dengan penelitian penulis. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan
menginterpretasikan peristiwa sejarah sosial politik yang ditemukan dalam novel-
novel karya Ayu Utami dan wujud representasi peristiwa sejarah sosial politik
dalam novel-novel karya Ayu Utami. Ia meneliti dua novel yaitu Larung dan
Saman menggunakan pendekatan New Historism. Berbeda dengan penelitian ini
hanya meneliti novel Saman dengan pendekatan mimetik untuk mencari fakta di
dalam novel tersebut. Penelitian yang relevan selanjutnya yaitu “Sastra dan
Perubahan Sosial: Studi Kasus Saman karya Ayu Utami” ditulis oleh Sugihastuti
dalam jurnal Humaniora No.10 Januari - April 1999. Penelitian ini hanya terbatas
pada rincian pengenalan Saman sebagai sastra dan Saman dalam komunikasi
sastra. Penelitian ini membicarakan “perubahan ideologi” dalam subjektivitas
komunikasi wanita dan laki-laki serta dasar pemikiran Ayu Utami dalam menulis
novel Saman. Tentu berbeda sekali dengan penelitian penulis yang tidak hanya
melihat Saman sebagai sastra, tetapi Saman sebagai catatan fakta sejarah pada
masa Orde Baru.
Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
berbeda dari penelitian lainnya dan belum pernah ada yang menganalisis fakta
sejarah dalam novel Saman. Penelitian ini menganalisis fakta sejarah dalam novel
Saman karya Ayu Utami dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia.
BAB III
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN
PENGARANG

A. Biografi Ayu Utami


Ayu Utami yang nama lengkapnya Justina Ayu Utami dikenal sebagai novelis
pendobrak kemapanan, khususnya masalah seks dan agama. Ia dilahirkan di
Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968. Ayahnya bernama Johanes Hadi Sutaryo
dan ibunya bernama Bernadeta Suhartina. Ia berasal dari keluarga Katolik.1
Pendidikan terakhirnya adalah S-1 Sastra Rusia dari Fakultas Sastra
Universitas Indonesia (1994). Ia juga pernah sekolah Advanced Journalism,
Thomson Foundation, Cardiff, UK (1995) dan Asian Leadership Fellow Program,
Tokyo, Japan (1999). Ayu menggemari cerita petualangan, seperti Lima
Sekawan, Karl May, dan Tin Tin. Selain itu, ia menyukai musik tradisional dan
musik klasik. Sewaktu mahasiswa, ia terpilih sebagai finalis gadis sampul majalah
Femina, urutan kesepuluh. Namun, ia tidak menekuni dunia model.2
Ayu pernah bekerja sebagai sekretaris di perusahaan pemasok senjata dan
bekerja di Hotel Arya Duta sebagai guest public relation. Akhirnya, ia masuk
dalam dunia jurnalistik dan bekerja sebagai wartawan Matra, Forum Keadilan,
dan D&R. Ketika menjadi wartawan, ia banyak mendapat kesempatan menulis.
Selama 1991, ia aktif menulis kolom mingguan “Sketsa” di harian Berita Buana.
Ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut membangun
Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat kegiatan seni, pemikiran, dan kebebasan
informasi, sebagai kurator. Ia anggota redaktur Jurnal Kalam dan peneliti di
Institut Studi Arus Informasi.3
Setelah tidak beraktivitas sebagai jurnalis, Ayu kemudian menulis novel.
Novel pertama yang ditulisnya adalah Saman (1998). Dari karyanya itu, Ayu
menjadi perhatian banyak pembaca dan kritikus sastra karena novelnya dianggap
sebagai novel pembaru dalam dunia sastra Indonesia. Melalui novel itu pula, ia

1
Hendrawicaksono,”AyuUtami”2015,(http://badanbahasa.kemendikbud.go.id/lamanbahas
a/node/73).
2
Ibid.
3
Ibid.

33
34

memenangi Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel


tersebut mengalami cetak ulang lima kali dalam setahun. Para kritikus
menyambutnya dengan baik karena novel Saman memberikan warna baru dalam
sastra Indonesia. Karyanya yang berupa esai kerap dipublikasikan di Jurnal
Kalam. Karyanya yang lain, Larung yang merupakan dwilogi novelnya, Saman
dan Larung, juga mendapat banyak perhatian dari pembaca.4
Penghargaan yang diraih oleh Ayu Utami yaitu Pemenang Sayembara
Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998 untuk novelnya
Saman, Prince Claus Award dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang
bermarkas di Den Haag tahun 2000, Penghargaan Khatulistiwa Literary Award
tahun 2008 untuk novelnya Bilangan Fu.5
Karya - karya Ayu Utami diantaranya yaitu: Saman (1998), Larung (2001),
Bilangan Fu (2008) dan Manjali dan Cakrabirawa (2010). Kumpulan Esai Si
Parasit Lajang (2003). Biografi di antaranya Cerita Cinta Enrico (2012) dan
Soegija: 100% Indonesia (2012).6
B. Pemikiran Ayu Utami
Ayu Utami dikenal sebagai novelis berbakat dan fenomenal dalam dunia
sastra Indonesia. Novel Saman yang muncul di tengah-tengah krisis moneter
sangat mengejutkan publik, bahkan menuai berbagai kontroversi. Melalui novel
Saman yang sudah mencapai 34 kali cetak, Ayu menghapus mitos bahwa karya
sastra tidak akan laku. Selain itu, Ayu juga dapat dikatakan sebagai motivator bagi
peminat menulis dari kalangan perempuan. Melalui karya-karnyanya Ayu menjadi
inspirator yang berani.7
Sebagai penulis, keberanian Ayu mengungkap sisi erotis perempuan dalam
novel Saman dan Larung, sangat mengejutkan masyarakat Indonesia yang terikat
norma-norma ketimuran. Esainya yang berjudul Parasit Lajang, juga banyak
dibicarakan di kalangan penikmat sastra. Walau demikian, karya Ayu Utami jauh

4
Ibid.
5
Ibid.
6
Ibid.
7
“Mendobrak Mitos dan Norma Ketimuran”, Harian Media Indonesia, Jakarta, 1
Agustus 2004,h. 24
dari kesan pornografi murahan, akan tetapi sebaliknya Ayu berusaha jujur
menceritakan gaya hidup kelas menengah ke atas di perkotaan pada masa itu.
Tidak hanya sampai di situ, Ayu juga menyisipkan unsur magis, religius, dan
politik ke dalam novelnya. 8
Karya lain Ayu Utami yang pernah dipentaskan adalah Laila Tidak Mampir di
New York (2000). Dalam karyanya, Ayu seolah membebaskan diri dari konsep
kesatuan cerita, urutan waktu, maupun hubungan kausal antar peristiwa. Ditangan
Ayu, bahasa menjadi alat ekspresi yang lentur dan indah, terutama dalam
mendeskripsikan luapan emosi dan logika.
Ide Ayu Utami juga bertolak belakang terhadap norma-norma dan aturan yang
berlaku di masyarakat Asia, seperti halnya Indonesia. Ayu dengan tegas mengakui
bahwa dirinya anti dengan lembaga pernikahan, dalam karyanya Parasit Lajang,
Ayu menuliskan 10 alasan untuk tidak menikah. Salah satunya yang penting bagi
Ayu, menikah itu selalu menjadi tekanan bagi perempuan. Meskipun orang selalu
bilang bahwa menikah adalah pilihan, akan tetapi dalam kenyataannya menikah
itu bisa jadi satu-satunya pilihan. Karena kalau tidak menikah, perempuan akan
diejek sebagai perawan tua dan sebagainya, yang pada akhirnya membuat si
perempuan jadi berada dibawah tekanan.9
Perubahan sosial budaya masyarakat akan berpengaruh terhadap pola pikir
seseorang dalam merespon kehidupan secara kritis. Ketimpangan-ketimpangan
sosial yang terjadi dalam masyarakat akibat ideologi, kekuatan, hegemoni, serta
kontruksi budaya seperti dominasi, subordinasi, budaya patriarki merupakan
bagian penting bagi pengarang dalam mengeksplorasi gagasannya melalui karya
sastra.
Ayu Utami memiliki cara tersendiri dalam merespons persoalan-persoalan
sosial terkait dengan beroperasinya gender dalam karyanya. Representasi perilaku
dan orientasi seksual yang demikian beragam dan gugatan bahwa stereotip
perempuan yang pasif menggambarkan bahwa dalam diri perempuan masih

8
Ibid.
9
Dede Marlia, “Ayu Utami: Saya Tidak akan Menikah”, ME, Jakarta, Agustus 2004,h.22
dibebani adanya tata nilai dan kontruksi sosial , misalnya perempuan harus
perawan dan dia harus menjaga dirinya baik-baik.
Seks adalah suatu risiko dalam kesustraan Indonesia modern. Ada semacam
bersikap berhati-hati, ada semacam pretensi yang dipersiapkan baik-baik untuk
tidak menyinggung seks dalam kehidupan percintaan, perkawinan dan kehidupan
ibu-bapak. Keadaan ini memang menarik bila kita bandingkan sebagaimana
Aveling membandingkannya dengan apa yang terdapat dalam kesusatraan modern
lainnya, dan terutama dengan pelbagai hasil sastra lama dalam sejarah kita. Tapi
mungkin soalnya ialah karena hasil sastra modern sedikit-banyaknya cenderung
untuk merupakan sebuah pose.10
Salah satu aliran dalam pemikiran feminis adalah feminis radikal. Asumsi
dasar pemikirannya, mereka menganggap penindasan terhadap perempuan oleh
laki-laki berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi
patriarkinya. Dengan demikian kaum lelaki secara biologis maupun politis adalah
bagian dari permasalahan. Aliran ini menganggap bahwa penguasaan fisik
perempuan oleh laki-laki, seperti hubungan seksual adalah bentuk dasar
penindasan terhadap perempuan. Bagi mereka patriarki adalah dasar dari ideologi
penindasan yang merupakan sistem hirarki seksual dimana laki-laki memiliki
kekuasaan superior dan privilege ekonomi.
Atas dasar asumsinya itu feminisme radikal mempunyai sumbangan besar
yaitu memberi peluang politik bagi perempuan. Hal lain bahwa revolusi
feminisme radikal adalah perjuangan mengatasi laki-laki, karena itu mengubah
gaya hidup merupakan ciri aliran ini. Cara pemikiran feminis radikal dalam
menghadapi laki-laki adalah dengan menghancurkan kekuasaan laki-laki yang
tidak layak atas perempuan dengan pertama-tama menyadari bahwa perempuan
tidak ditakdirkan untuk menjadi pasif, seperti juga laki-laki tidak ditakdirkan
untuk menjadi aktif dan kemudian mengembangkan kombinasi apapun dari sifat
feminin dan maskulin yang paling baik merefleksikan kepribadian unik mereka
masing-masing. Untuk menghilangkan penguasaan oleh laki-laki, perempuan dan

10
Goenawan Mohammad, Seks, Sastra, Kita (Jakarta : Sinar Harapan, 1981),h.1-2
laki-laki harus menghapuskan gender terutama status, peran, dan temperamen
seksual sebagaimana hal itu dibangun dibawah patriarki.
Saman merupakan salah satu novel pemikiran Ayu Utami yang berpaham
feminisme radikal dan berhasil menyuarakan gabungan isu tentang operasi
(ideologis) terhadap perempuan, tubuh, seksualitas, dalam dampak kolonialisme.
Shakuntala merupakan sosok tempat isu itu dieksperimentasikan. Shakuntala
adalah sosok yang merdeka yang membebaskan dirinya sesuka yang dia mau
terutama dalam hubungannya dengan laki-laki. Dia tidak terikat oleh perjanjian
yang mengikat dengan laki-laki. Kita bisa bisa melacak pilihan kebebasan itu di
masa kecilnya.
Perihal yang menonjol dalam novel Saman adalah kuatnya basis ideologi
feminisme. Basis penolakan terhadap cara pandang patriarki terasa sangat
menonjol dan mencapai tahapan pemikiran yang mendasar. Wacana yang
ditawarkan bukan hanya menyangkut kesadaran eksistensial, lebih dari itu dapat
dinyatakan berupa gugatan pemeranan tubuh perempuan dalam sistem sosial yang
mempengaruhinya. Seperti yang dikatakan Ignas Kleden :
Cara Ayu Utami menulis, kepaduan bahasa, konsep berpikir,
berani merambah ke dunia seks merupakan suatu keberanian bagi seorang
perempuan. Segi paling unggul dari Novel Ayu Utami dalam bahasa.
Potensi bahasa Indonesia dikerahkan secara optimal, baik deskriptif
maupun metaforis. Sugesti yang ditimbukannya adalah :kompetensi
bahasa Indonesia rupanya segitu tinggi, tetapi tampilan pemakaiannya
sering terlalu rendah. Novel Saman menyelamatkan dan membuktikan
kompetensi tersebut. Pada beberapa tempat yang merupakan puncak
pencapaiannnya, kata-kata bagaikan bercahaya seperti kristal.11

Berdasarkan pemaparan di atas dapat kita simpulkan pemikiran Ayu Utami


yang menganut feminisme radikal dan sangat bertentangan terhadap norma timur.
Di dalam novel Saman banyak sekali terdapat hal-hal yang menentang budaya,
agama dan adat khususnya di Indonesia. Sikap penulis terhadap pemikiran Ayu
Utami sangat berseberangan dan tidak menyetujui hal ini.

11
“Saman”, Generasi Baru Sastra Indonesia, Harian Kompas, Jakarta, 5 April 1998, h. 99
C. Konteks Historis Novel Saman
Di dalam novel Saman merupakan penggambaran pandangan ideologi serta
pemikiran dari pengarangnya yaitu Ayu Utami. Di bawah ini merupakan konteks
historis yang terdapat dalam novel Saman.
1. Kebijakan Kapitalisme Ekonomi Orde Baru
Kapitalisme adalah istilah yang dipakai untuk menamai sistem ekonomi yang
mendominasi dunia barat sejak runtuhnya feodalisme. Sebagai dasar pada setiap
sistem yang disebut “kapitalis” ialah hubungan-hubungan di antara para pemilik
pribadi atas alat-alat produksi yang bersifat non-pribadi (tanah, tambang,
instalasi, industri dan sebagainya yang secara keseluruhan disebut modal atau
kapital) dengan para pekerja yang biarpun bebas namun tak punya modal, yang
menjual jasa tenaga kerjanya kepada para majikan.12
Ekonomi kapitalis didasarkan pada pencarian keuntungan sebesar-besarnya
bagi kaum kapitalis untuk menunjung kehidupannya yang mewah dan ekspansi
kapitalnya dengan ongkos sekecil mungkin, termasuk pemberian upah kepada
kaum buruh. Kaum buruh yang dipandang sebagai alat produksi, berbeda dengan
alat produksi yang lain modal berupa tanah, bangunan, mesin, uang, teknologi,
informasi, sistem manajemen dan sebagainya. Mereka dapat mengorganisasi diri,
menuntut upah lebih baik serta hak-hak lain bagi kehidupan diri dan keluarganya
secara wajar. Upaya kaum buruh ini terkadang berupa perlawanan sengit terhadap
kaum kapitalis pemillik perusahaan seperti pemogokan dan bentuk perlawanan
lain.13
Modal yang diakumulasi kaum kapitalis dari nilai lebih dalam analisis Karl
Marx atau surplus ekonomi memperluas dan mengembangkan produksi barang-
barang dalam persaingan kapitalis. Dalam situasi zaman Karl Marx dan Lenin
maka ekspansi kolonialisme merupakan perpanjangan logis dari kapitalisme
menjadi imperalisme dunia yang dewasa ini berbentuk neo-kolonialisme ataupun
berjubah ekonomi liberal, ekonomi global, pasar bebas dan sebagainya. Seorang

12
M. Dawam Rahardjo, Kapitalisme Dulu dan Sekarang (Jakarta : LP3ES, 1987), h.15
13
Harsutejo, Kamus Kejahatan Orba (Jakarta : Komunitas Bambu, 2010), h. 147
senimann menyataka siapa mampu dan berani mencegah praktik buruk atau jahat
kapitalisme? Dia menjawab : Tidak seorang pun.14
Pada tahap tertentu, kekuatan daya tekan kaum buruh yang terorganisasi tak
dapat di abaikan. Di pihak lain kaum kapitalis juga belajar dari perkembangan
sejarah dan melakukan berbagai modifikasi akan sistem yang berlaku. Di banyak
negeri kapitalis maju seperti Eropa Barat maka keseimbangan dicapai dengan
dilaksanakannya sistem kesejahteraan sosial yang sedikit banyak dapat meredam
gejolak kaum buruh, sementara di Eropa Utara dengan sistem jaringan koperasi.
Sementara itu kaum buruh tidaklah berhenti dengan pemenuhan hak-hak politik
serta hak-hak demokrasi yang lain. Partai-partai sosialis, sosialis demokrat dan
komunis di Eropa Barat mengklaim diri sebagai mewakili kaum buruh.15
Propaganda dan promosi kaum kapitalis juga dilakukan dengan halus melalui
sistem pendidikan, pertunjukan seni, pemilihan jenis berita dan gambar untuk
media massa cetak dan elektronik yang dapat mempengaruhi selera, pandangan,
kehendak orang banyak, utamanya orang muda. Barang-barang yang secara
objektif tidak dibutuhkan menjadi dicari-cari dan dibeli, makanan instan yang
kurang sehat lebih disukai sementara kebutuhan pokok yang sehat terabaikan.
Rokok dikonotasikan dengan modern dan macho padahal rokok dapat membuat
laki-laki impoten, disamping kanker paru-paru dan penyakit lainnya.16
Di negeri Indonesia sementara orang dengan penuh semangat kadang
mengobarkan retorika tinggi anti kapitalisme tanpa tahu apa yang dimaksud
dengan kapitalisme. Bagaimanapun orang gembar-gembor tentang ekonomi
Pancasila, ekonomi kerakyatan dan yang lain maka sistem ekonomi negeri ini
ialah sistem kapitalis yang sudah berlaku lebih dari satu abad. Terkadang orang
menyebutnya sebagai ekonomi pasar, meski ada benarnya tetapi tidaklah persis
demikian. Ekonomi kapitalis di samping didasarkan pada kepentingan dan
kebutuhan pasar, dia ditopang oleh kepemilikan alat-alat produksi kaum kapitalis.
Pasar di samping terbentuk secara wajar karena bertemunya kepentingan orang
banyak terhadap permintaan barang dengan pasokan dan penawaran barang dan

14
15
Ibid.
16
Ibid.
jasa, juga bisa diciptakan dan direkayasa oleh sistem kapitalis. Kebutuhan
manusia pun kemudian direkayasa dan dimanipulasi oleh sistem ini dengan
berbagai macam cara iklan dan promosi yang terkadang menyesatkan dan menipu
seperti kulit putih atau sosok langsing hampir kering itu indah bahkan ditopang
ilmu pengetahuan yang tinggi serta riset.17
Kaum kapitalis negeri ini pun berkehendak mencari keuntungan sebesar-
besarnya dengan ongkos sekecil-kecilnya. Seperti halnya dalam sejarah
kapitalisme dimanapun bila perlu merusak lingkungan alam, bahkan tanpa
sungkan melanggar hukum dengan menyogok dan memanipulasi. Sementara
selapisan kapitalis beserta pejabat yang dirangkulnya hidup mewah. Hal ini
berlangsung ditengah sebagian rakyat yang kelaparan, kurang gizi, rakyat miskin
mati antre BLT (Bantuan Langsung Tunai). Jika mereka ini berkolusi dengan
kaum berkuasa sipil dan militer, maka negeri bisa dibuatnya bangkrut.18
M Fadjroel Rachman menamai kapitalisme Indonesia ini sebagai kapitalisme
pinggiran yang berpihak pada kaum bangsawan dan semi-kolonial dengan kaum
kapitalis birokrat dan militer sebagai kelas penggeraknya. Jelas praktik
kapitalisme di Indonesia selama beberapa dekade ini tak luput dari komplotan
kapitalis multinasional dan nasional dengan kekuasaan yang berlumur korupsi dan
penjarahan, pendeknya kapitalisme brutal. Dalam kapitalisme brutal ini maka
industri keuangan, industri kimia dan farmasi, industri otomotif, industri rokok,
industri energi dan industri besar lain mengendalikan politik pemerintah dalam
bidang-bidang bersangkutan.19
Kaum buruh yang terorganisasi dengan baik, peraturan-peraturan yang
mendukung serta berbagai institusi penegakan hukum termasuk institusi politik
yang bersih dan adanya partai politik pro rakyat setidaknya akan dapat menjadi
alat penyeimbang. Jika tidak maka akan menjadi alat legitimasi kaum pemodal
nasional maupun multinasional yang berkomplot dengan penguasa. Pada
perkembangannya kaum kapitalis menjadi pengendali ekonomi, kaum kapitalis

17
Ibid.,h. 147
18
Ibid.,h.148
19
Ibid.
berbaju politisi mengendalikan pemerintahan dengan label demokrasi yang diatur
sesuai dengan arus modal, demikian halnya dengan banyak bidang lainnya.20
Kapitalisme baru berumur dua ratus tahun lebih, perdebatan tentang
kesahihan dan kehandalan sistem ini terus terjadi sejak sebelum Karl Marx.
Dalam analisis marxis. Kapitalisme merupakan perkembangan wajar dari sistem
feodalisme, selanjutnya akan menuju sosialisme karena krisis dalam sistem ini
sesuatu yang terelakkan. Ketika sistem sosialisme yang menjadi label negera-
negera Eropa Timur bangkrut, maka kesahihannya dipertanyakan oleh
penganutnya sendiri. Benarkah sistem yang bangkrut itu sosialisme, apa bukan
kapitalisme negara, demikian salah satu pendapat. Salah satu gambaran
kapitalisme primitif dan liberal terekam dalam salah satu karya Charles Dickens,
sastrawan Inggris (1812-1870) dalam buku David Copperfield, juga dalam Ibunda
karya sastrawan Rusia Maxim Gorky (1868-1936). Dalam kapitalisme neo-liberal
merujuk pada pandangan bahwa ekonomi harus dipercayakan pada mekanisme
pasar bebas tanpa ada campur tangan pemerintah apapun.21
Sebagaimana ditulis Budiman Sujatmiko, sosialis demokratis Indonesia
mendambakan negara kesejahteraan yang menghargai kepemilikan pribadi dan
bisnis swasta, tetapi tetap hendak memastikan menghilangkan kesenjangan dan
kemiskinan dengan menerapkan pajak progresif serta jaminan sosial bagi
masyarakat bawah. Sistem ini menerima globalisasi tetapi tetap mengawasi arus
investasi, perdagangan dan keuangan serta mengendalikannya. Model
kesejahteraan negara ini telah diterapkan oleh sejumlah kekuasaan di Eropa Barat
dan Utara yang diusung oleh parta-partai sosialis demokrat. Dalam kenyataannya
rakyat negara-negara ini memang lebih sejahtera, tetapi mereka tetap memiliki
sejumlah masalah mendasar seperti kesenjangan, diskriminasi, dan egoisme sosial.
Jika kita melihat sejarah, maka serentetan dinasti Mesir kuno terentang panjang
selama ribuan tahun sebelum Masehi dengan menerapkan sistem perbudakan.
Seberapa panjang pakar dapat memperhitungkan sistem masyarakat ke depan.
Kapitalisme sistem yang telah diterapkan selama beberapa ratus tahun

20
Ibid.
21
Ibid., h.149
ini, disamping berbagai macam kemajuan dibanyak bidang, juga telah merusak
lingkungan dan menyeret masyarakat manusia dan kehidupan di Bumi menuju
berbagai macam krisis termasuk ancaman bencana ekologi yang akan diderita
oleh seluruh umat manusia, dimulai utamanya oleh masyarakat strata sosial paling
bawah. Bahkan eksistensi manusia pun dapat terancam, karena perang nuklir,
pemanasan global dan perubahan iklim yang disebabkan ulah manusia melalui
sistem yang diusungnya. Negeri kapitalis paling kaya justru dalam kenyataannya
paling abai terhadap sejumlah masalah mendasar tersebut. 22
Indonesia pada tahun 1950-an dan tahun 1960-an tidak memiliki kelas
pemilik modal dalam negeri yang cukup besar, bersatu erat, dan sadar.
Kolonialisme Belanda menghasilkan suatu kapitalisme pedagang yang tetap
mempertahankan sektor perkebunan dan perbankan dalam tangannya sendiri,
Sementara menyerahkan perdagangan kecil dan produksi barang pada kekuatan-
kekuatan lokal. Bagi orang Indonesia pribumi, birokrasi negara tetap menjadi jalur
utama menuju kekuasaan dan kekayaan, seperti pada zaman raja-raja pra-kolonial.
Kekosongan kekuasaan ekonomi sosial sebagai akibatnya di isi pejabat negara,
karena birokrat dapat secara berangsur-angsur pada periode sebelum tahun 1965
mengukuhkan diri sebagai penguasa yang bebas dari kontrol partai kekuasaan non
birokrasi yang lain. Karena itu munculnya kaum borjuis industri dalam negeri
yang cukup berarti pada tahun 1970-an mempunyai arti politik dan arti ekonomi
yang besar. Ada kemungkinan, kelas baru ini dapat muncul sebagai sebuah fokus
kekuatan sosial politik yang pada akhirnya akan mendorong perubahan atas
lembaga politik Indonesia.23
2. Pers Pemerintahan Orde Baru
Bagi banyak orang industri majalah dan surat kabar secara kolektif disebut
sebagai pers adalah yang disebut media. Sejarahnya yang panjang dan
berpengaruh dan persyaratan bahwa konsumennya harus melek huruf,

23
Ruth McVey, Kaum Kapitalis Asia Tenggara : Patronase Negara dan Rapuhnya
Struktur Perusahaan (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1998),h. 107-108
memungkinkan medium ini „mengatur agenda politik‟ lebih daripada medium lain
di Indonesia.
Seperti yang disampaikan oleh Dhakidae, pers di Indonesia berubah di masa
Orde Baru. Kami melihat secara singkat perkembangan pers yang secara politis
bersifat lentur sanggup bertahan di tahun-tahun pertengahan (1970-1980) era Orde
Baru, melewati sensor, korporatisasi, dan investasi. Kami menganggap bagaimana
pun bahwa pada tahun 1990-an, pers kembali di politisasi terutama untuk
merespon munculnya penolakan kelas menengah terhadap pemerintahan Orba.
Namun tak seperti pers di masa Soekarno, politik baru dari pers ini tak tergantung
pada dukungan kelompok-kelompok berkepentingan politik tertentu. Itu
dimungkinkan adanya konglomerat media bermodal besar, memiliki teknologi
canggih, dan memiliki hubungan internasional. Meskipun pers semacam ini
ditumbuhkan oleh Orde Baru, namun itu tak sepenuhnya bergantung pada Orde
Baru untuk bertahan. 24
Pelarangan tiga mingguan berita yang sangat sukses pada tahun 1994
menunjukkan bahwa pemerintah masih memiliki kekuasaan untuk membuat
perusahaan pers besar terhuyung-huyung karena ulah seorang menteri. Namun
pelarangan dan tantangan yang mengikutinya terutama atas struktur perusahaan
pers dengan sendirinya menandai bahwa pers merupakan situs yang signifikan
dari perjuangan politik. Apa yang dapat dan mesti dijalani pers di era pasca orde
Soeharto tergantung pada negosiasi ulang mereka.25
Status dan otonomi pers bukan saja tak bisa dilepaskan, tetapi ditentukan oleh
kerangka sosial politik, sosial ekonomi dan sosial budaya yang berlaku dalam
masyarakat Indonesia. Ketiga lingkungan hidup itu ditentukan dalam sistem
konstitusi. Konstitusi sebaiknya dipandang dari tiga jurusan : latar belakang
sejarah, norma hukum, dan praktek politik yang mencerminkan hubungan-
hubungan kekuasaan secara nyata.26

24
Krishna Send dan David T. Hill, Media, Budaya dan Politik di Indonesia (Jakarta :
Sembrani Aksara Nusantara, 2001), h.62
25
Ibid, h.62
26
Jakoeb Oetama, Perspektif Pers Indonesia (Jakarta : LP3ES, 1987), h. 79
Konstitusi Indonesia adalah hasil produk perjuangan nasional, di mana unsur
kebebasan menjadi kebebasan kolektif sebagai bangsa. Kebebasan individu
diakui, dijamin, dihormati, tetapi dalam keseimbangan dengan kebebasan kolektif
Semangatnya berbeda dengan semangat konstitusi barat yang lebih menjamin
kebebasan individual. Tetapi asas kebebasan tetap merupakan latar belakang
semangat dan motivasi konstitusi kita. Secara normatif, khususnya yang
menyangkut kebebasan terdapat dalam pasal 28 : Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya,
ditetapkan dengan undang-undang.27
Keberadaan pers di Indonesia mengalami pasang surut, di mana pers sempat
mengalami pengekangan-pengekangan, hingga kemudian mendapatkan
kebebasannya. Pengekangan pers di Indonesia ditandai dengan berkuasanya rezim
Orde Baru, yaitu ketika masa pemerintahan Presiden Soeharto yang lebih dikenal
dengan “Bapak Pembangunan”. guna menanamkan dan menyebarluaskan
propaganda yang di lakukan oleh Pemerintahan Orde Baru, media massa dianggap
sebagai alat yang tepat guna merealisasikan wacana pemerintahan kala itu.
Kekuasaan untuk mengatur media sesuai dengan kebutuhan pemerintah kemudian
dianggap sebagai hal yang perlu untuk dilakukan.
Tentunya hal ini menunjukkan bagaimana pemerintahan Orde Baru sangat
teliti dalam memanfaatkan media untuk kepentingannya. Begitupula yang terjadi
pada media cetak. Media cetak, yang lebih identik dengan pers, kala itu setelah
runtuhnya kekuasaan Orde Lama, pers tumbuh dengan pesat. Pemerintah yang
semula berusaha untuk mengkontrol peran media dalam pemerintahan dan
masyarakat, menjadi terusik dengan sifat kritis pers. Pertumbuhan pers yang
tinggi, serta sifat kritis yang makin bertambah, kerap kali membuat pers
bersinggungan dengan kepentingan pemerintah. Ini menyebabkan pers yang
dianggap “nakal” oleh pemerintah, dicabut Surat Izin Terbitnya dan Surat Izin
Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Contohnya seperti yang terjadi pada surat kabar
Sinar Harapan, Tempo, dan Editor.

27
Ibid.
Kebijaksanaan pemerintah terhadap pers di Zaman Indonesia merdeka
mengalami beberapa kali perubahan. Hal itu disebabkan terjadi perubahan dalam
corak pemerintahan. Kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda terhadap pers
yang tertuang dalam “Persbreidel Ordonnantie”, secara formal belum diganti
pada awal pemerintahan Republik Indonesia. Baru pada tahun 1954, tanggal 2
Agustus, berlakulah pencabutan Presbredel ordonantie itu. (UU No.23 tahun
1954, Lembaran Negara 54-77).28
Mengutip dari Tjipta Lesmana dalam Abar, pers kemudian dianggap bukan
lagi sebagai bagian dari “koalisi” kekuasaan Orde Baru yang bisa mendukung
konsolidasi dan perluasan kekuasaannya. Kenyataan ini dapat dilihat dari
serentetan tindakan yang anti pers dilakukan penguasa sejak tahun tersebut.
“Penjinakan” dengan melakukan pencabutan surat izin ini sebenarnya
dimaksudkan untuk menumbuhkan pers yang tidak kritis, tidak bebas, serta tidak
anti kekuasaan. Targetnya, menciptakan pers yang tidak usil atau cerewet pada
kekuasaannya. Hal ini dilakukan pemerintah semata-mata untuk mendapatkan
dukungan penuh dari pers. Pemerintahan Orde Baru menganggap kekuasaan
negara perlu dukungan pers sebagai perpanjangan tangan kekuasaan itu sendiri.
Pemerintah pada masa Orde Baru tersebut, tampaknya menyadari bahwa
media massa mampu membuat dan membentuk bingkai. Bingkai yang dibentuk
oleh media massa inilah yang ditakuti oleh pemerintahan Orde Baru, karena frame
yang dibentuk oleh media massa, dianggap mampu mempengaruhi pemikiran
masayarakat tentang pemerintah yang ada, sehingga dikhawatirkan timbulnya
gerakan menentang pemerintahan yang ada. Melihat keotoriteran pemerintahan
Orde Baru terhadap media massa maupun pada pers, sesuai dengan tipe pers
otoriter. Pers otoriter dilaksanakan oleh pemerintah guna mendukung kebijakan
pemerintah dan mengabdi kepada negara. Para penerbit kemudian diawasi melalui
paten-paten, izin-izin terbit, dan sensor.
Bila aparat keamanan dan intelijen rezim orde baru telah sejak beberapa tahun
anggaran sibuk meneliti gerak-gerik wartawan, dan bahkan telah sampai pada

28
Abdurrahman Surjomiharjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia,
(Jakarta : Kompas, 2002), h.176
tahap menangkap beberapa diantaranya (seperti yang dialami sejumlah aktivis
Asosiasi Jurnalis Independen), maka tidak demikian halnya dengan pakar politik
pemerhati Indonesia. Baru segelintir pakar yang menangkap potensi kelas
menengah wartawan itu dalam kajian mereka mengenai prospek demokratisasi di
Indonesia. 29
Mengenai izin terbit pada tahun 1960 lebih terperinci lagi syarat-syaratnya.
Para peminta izin terbit harus menyetujui dan menandatangani kesanggupan 19
pasal. Sementara ketentuan izin terbit tahun 1958 hanya menyatakan bahwa izin
semacam ini perlu, agar bisa dicegah publikasi yang sensasional dan yang dinilai
bertentangan dengan moralitas. Kesembilan belas pasal itu mencerminkan
kebijaksanaan pemerintah waktu itu. Peraturan Peperti No. 10/1960 ini bersama
dengan Penpers No.6/1963 bisa disebut tulang punggung kebijaksanaa
pemerintah di bidang pers sesuah tahun 1959 sampai dengan lahirnya
UU.No.11/1966 tentang ketentuan pokok pers.30
Ada sejumlah alasan mengapa media massa dan kelompok jurnalis,
memperoleh tempat marjinal dalam analisis seputar demokratisasi atau reformasi.
Media massa dalam berbagai pendekatan, cenderung diamati hanya sekedar
medium bagi beroperasinya berbagai faktor pendorong demokratisasi. Bila
pendekatan struktural menonjolkan peran kelas menengah sebagai kelompok yang
mampu mendesakkan tuntunan demokratisasi. Bila pendekatan struktural
menonjolkan peran kelas menengah sebagai kelompok yang mampu
mendesakkan tuntunan demokratisasi, dan pendekatan kultural menekankan
kontribusi ide-ide demokrasi, maka media massa hanyalah medium di mana
tuntunan kelas menengah dan ide-ide demokrasi tersebut disampaikan kepada
penguasa dan publik yang luas.31
Selain itu, sejarah panjang pembredelan atau pencabutan lisensi, budaya
telepon serta hegemoni ide-ide semacam “pers partner pemerintah” atau
“kebebasan yang bertanggungjawab” dan semakin kuatnya dominasi kroni

29
Selo Soemardjan, Kisah Perjuangan Reformasi (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan),
h.347
30
Surjomiharjo, op. cit., h.181-183
31
Soemardjan, op. cit., h. 348.
Soeharto dalam sekktor industri media (terutama televisi), kesemuanya telah
menurunkan bobot faktor peran media massa dalam analisis-analisis mengenai
prospek demokrasi di Indonesia ataupun kajian tentang kemungkinan jatuhnya
rezim orde baru dalam dasawarsa 1990-an.
Pada awalnya, dalam proses penciptaan kondisi yang mendorong Soeharto
memutuskan untuk lengser bulan Mei 1998, media massa nasional memang
bersikap amat hati-hati. Bahkan banyak di antaranya yang bertiarap sampai pada
titik yang membuat banyak anggota masyrakat sedemikian gemas, frustasi dan
melarikan diri mencari berbagai media alternatif, mulai dari selebaran gelap,
mailing list dan website di Internet, media asing, ataupun memburu informasi
alternatif semacam rumor (tentang berbagai perkembangan politik) dan gosip
tentang kehidupan pribadi figur-figur elite penguasa.32
Sekurangnya pada waktu itu, khususnya sebelum krisis moneter muncul,
tidak ada satupun media massa yang cukup berani secara lugas mengolah topik-
topik tertentu menjadi komoditi informasi. Berbagai ulasan dan penilaian kritis
seputar bisnis keluarga cendana, kepemimpinan soeharto serta kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkannya, perpecahan atau fraksi di kalangan elite penguasa,
serta kontroversi seputar dwifungsi ABRI, merupakan area pemberitaan yang
banyak memuat taboo topics, yang sejauh mungkin dihindari media massa. Nasib
yang menimpa Tempo, detik, dan Editor ketika “era keterbukaan” yang
dianugerahkan soeharto melalui pidato kenegaraan bula agustus 1990 tiba-tiba
dicabut bulan juni 1994, agaknya telah membuat para jurnalis di tanah air semakin
ketat menerapkan self censorship dan menghindar jauh-jauh dari topik-topik tabu.
Keadaan ini terus berlanjut hingga menjelang revolusi mei 98.33
3. Kolusi dan Nepotisme Rezim Soeharto
Soeharto mulai menjabat sebagai Pejabat Presiden setahun sejak
dikeluarkannya Supersemar, 12 Maret 1967. Sejak saat itu, bersama para ahli
ekonomi dari Universitas Indonesia yang dipimpin Widjojo Nitisastro dan Ali
Wardhana, Soeharto merancang sebuah konsep pembangunan ekonomi jangka

32
Ibid., h. 350.
33
Ibid., h.350.
panjang yang terprogram melalui Garis Besar Haluan Negara yang diterjemahkan
ke dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita).34
KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), setiap hari sejak reformasi selalu
menjadi buah bibir orang banyak, para mahasiswa demonstran maupun yang
bukan, para pakar, kaum buruh dan pegawai, kaum kelas menengah dan miskin
kota dan desa, kaum tani yang sadar politik, anggota DPR dan menteri serta para
birokrat, bahkan juga pelaku KKN. Masalahnya menjadi topik seminar, dibahas di
DPR dan badan pemerintah yang lain, dibicarakan dalam peluncuran buku,
dikoran dan majalah, radio dan televisi. Sejarah pemberantasan korupsi
diantaranya dengan Tim Pemberantasan Korupsi 1967 di bawah jaksa Agung,
Komisi Empat 1970 dengan ketuanya Bung Hatta, Operasi Penertiban (ostib)
1997, lalu Tim Gabungan 1982 yang tak jelas, semuanya lewat tak jelas. Soalnya
rezim Orba dilandasi dengan bagi-bagi kekuasaan dan bagi-bagi rezeki jarahan
korupsi.35
Kolusi yang dalam praktiknya komplotan antara birokrat dan pejabat
pemerintah yang membuat aturan, melaksanakan dan mengontrolnya dengan
pengusaha hitam papan atas yang bermain patgulipat dengan sogok sebagai
bagian dari korupsi di balik kesuksesan sang konglomerat. Dengan kata populer
perselingkuhan antara penguasa dengan pengusaha bagi keuntungan keduanya
yang mengakibatkan kebangkrutan Negara dan kehidupan tambah sulit bagi
rakyat luas. Para pengusaha papan menengah dan bawah harus merogoh kocek
lebih dalam untuk membayar pungli agar usahanya dapat berkesinambungan.
Ujung yang lain ialah upah buruh yang tertekan serta harga lebih tinggi yang
ditanggung seluruh rakyat. 36
Nepotisme berupa keluarga yang berkomplot dan komplotan kekeluargaan
para pejabat dan perkawanan yang ujungnya juga korupsi. Penunjukan pejabat
bukan lagi atas dasar kemampuan dan kualitas, tetapi atas dasar kekeluargaan dan
perkoncoan, umumnya sekarang di kalangan partai politik, atas dasar lancar dan

34
Dewi Puspita Sari dkk, 10 Penguasa Terkorup Dunia, (Yogyakarta :Pustaka
Timur,2007),h. 6
35
Harsutejo, op. cit., h.168-169
36
Ibid.
langgengnya perkorupsian. Korupsi tidak sekadar penyalahgunaan jabatan dengan
melawan hukum dengan kerugian Negara, korupsi meliputi juga suap, perbuatan
curang, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, gratifikasi (hadiah). Belakangan
juga apa yang disebut moneys politic, sogokan untuk melancarkan jabatan politik
maupun program politik tertentu yang menggantungkan diri dan gengnya. Unsur
kerugian Negara bukan suatu keharusan yang pasti kerugian bagi rakyat.
Dikatakan korupsi sudah melembaga dan menjadi budaya, bahkan menjadi
cara dan gaya hidup. Rezim orba telah membuat korupsi menjadi budaya dalam
seluruh strata dan aspek kehidupan bangsa. KKN sesungguhnya merupakan
perbuatan pribadi-pribadi, “ada main”, “hubungan baik” tahu sama tahu, yang
dilakukan secara damai, tenang dan manis. Tetapi esensinya amat bertolak
belakang, penuh kekerasan yang tidak terkendali.37
4. Pemogokan Buruh
Istilah “Buruh” tabu buat rezim orde baru, istilah yang dikonotasikan dengan
gerakan kiri dan PKI, yakni kaum buruh dan tani. Pada masanya, bahkan orang
tidak berani menyebut kata buruh, kaum buruh, serikat buruh. Mengenai
pergantian istilah “buruh” menjadi istilah pekerja dilakukan karena istilah buruh
sebenarnya merupakan istilah teknis biasa, yakni tenaga kerja yang bekerja pada
orang lain dengan menerima upah. Pengertian ini kurang menguntungkan karena
dengan adanya kata “buruh” berarti ada kata “majikan” yang memberi kesan
hubungan antara buruh dengan majikan tidak setingkat dan terdapat 2(dua) kelas
yang berbeda kepentingan. 38
Rezim Orba memilih istilah pekerja yang dikatakannya sebagai partner
majikan, atau karyawan. Istilah kedua ini sangat cocok dengan kepentingan politik
rezim Orba yang diusung oleh Golongan Karya alias Golkar. Tentu saja
perubahan istilah atau nama tidak mengubah kenyataan kaum buruh sebagai pihak
yang sering dirugikan dalam hubungan kerja dengan pihak majikan sampai
dewasa ini. Seorang pakar yang menulis representasi sosial tentang buruh

37
HCB Dharmawan dan Al Soni BL de Rosari (ed.), Surga para koruptor, (Jakarta:
Kompas,382004),h. 165.
Judiantoro dan Hartono Widodo, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
(Jakarta : Rajawali Pers, 1989),h. 7
menyatakan sebagian besar kaum buruh merupakan kelompok masyarakat
tertindas, diperlakukan tidak adil, didominasi, terpinggirkan, dicurigai, diperas
tenaganya sedang pemerintah berpihak kepada pengusaha. Ini memang sesuai
dengan kenyataan dan masih berlaku sampai saat ini. Dikatakan bahwa untuk
mengurangi aksi-aksi kaum buruh di masa mendatang maka kenyataan negatif itu
perlu diubah dengan cara memberikan informasi lengkap dan terbuka tentang
kinerja perusahaan secara periodik serta memberikan target dengan insentif
pembagian keuntungan dalam bentuk pembagian saham. 39
Seorang wartawan menulis hal itu sebagai cermin retak kebebasan kaum
buruh dan demokrasi. Menurut Teten Masduki (2009), di masa kejayaan Orba,
ongkos buruh hanya 4% dari seluruh ongkos produksi, sedangkan ongkos pungli
mencapai 30%. Angka luar biasa, tidak berbeda jauh dari hasil penelitian para
ilmuwan dan mahasiswa Gama, ongkos pungli 10 kali lipat ongkos buruh. 40
5. Penangkapan Aktivis
Setidaknya ada 13 orang aktivis yang diculik dan telah dihilangkan oleh
rezim militer Orba pada 1997-1998. Sementara 9 aktivis lainnya yang diculik dan
dibebaskan oleh Instansi militer penculiknya, dilakukan oleh Tim Mawar
Kopassus dengan operasi Intelijen Sandi Yudha. Menurut penelitian Komnas
HAM, dua kelompok itu diculik oleh instansi yang sama. Mungkin kurang
koordinasi atau ada pertentangan internal di kalangan instansi penculik, sehingga
tidak terjadi penyeragaman untuk melenyapkan seluruh korban, yang akan
menghilangkan seluruh jejak. Dengan adanya terculik yang dibebaskan maka
jejak keterlibatan instansi militer itu tidak mungkin lagi dihapus.41
Menurut Tim Mawar Kopassus dalam pengadilan militer, mereka hanya
mengakui penculikan 9 orang yang kemudian dibebaskan itu. Penculikan terjadi
dalam kepemimpinan Jenderal TNI Faisal Tanjung sebagai panglima ABRI yang
pada Februari 1998 digantikan oleh Jenderal TNI Wiranto. Dalam hubungan
penculikan 9 aktivis tersebut telah dibentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP)
yang telah memberhentikan Letjen TNI Prabowo Subianto dan Komandan

39
40 Harsutejo,
Ibid., h.52 op. cit., h.52
41
Ibid., h.11
Jenderal Kopassus Mayjen Muchdi PR. Hal itu tidak diikuti oleh pengadilan
pidana terhadap keduanya. Pertanyaan Usman Hamid dan kita semua apakah hal
itu menghindari tanggung jawab atas mereka yakni Panglima ABRI. Menurut
kesimpulan Komnas HAM penculikan itu dalam rangka upaya rezim militer
mempertahankan kekuasaannya.42
Walaupun Soeharto sudah tak berkuasa, para keluarga korban penculikan
masih menuntut pengadilan terhadap penguasa Orde Baru itu. Para orang tua dan
keluarga korban penculikan yang tak pernah kembali dan tak ketahuan di mana
kuburnya. Menurut Ketua Ikohi Mugiyanto, mereka yakin Soeharto terlibat dalam
kasus penghilangan paksa para aktivis itu. Dalam sebuah wawancara di majalah
Panjimas, bekas Pangkostrad Prabowo Subianto mengaku diberi 28 nama aktivis
yang harus diawasi. Daftar nama itu juga diberikan Soeharto kepada perwira
militer lainnya, dan mereka itu yang termasuk hilang sampai kini.
6. Kebebasan Pendapat LSM Terhadap Kebijakan Orde Baru
Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh presiden Soeharto yang sudah
berjalan semenjak 1968, dibangun atas dasar mekanisme carrot and stick sehingga
dengan demikian tercipta stabilitas politik yang baik. Negara Indonesia yang baru
sejak awal berkeyakinan bahwa pembangunan ekonomi prioritas utama dalam
kehidupan Nasional, maka rakyat Indonesia akan dijauhkan dari kemiskinan dan
keterbelakangan sehingga aman dari bahaya komunisme. Pemerintah Orde Baru
memberikan imbalan yang sebaik-baiknya kepada lembaga, kelompok, dan
individu yang secara jelas memperlihatkan sikap yang akomodatif.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memainkan peranan mengisi ruang
publik dalam masyarakat madani di Indonesia. Organisasi politik lain seperti
partai politik dan kelompok kepentingan yang berdasarkan profesi masih sangat
terbatas peranannya. Peranan LSM berkaitan dengan bentuk hubungannnya
dengan pemerintah Orde Baru, jumlahnya juga sangat bervariasi karena konteks
kehidupan masyarakat yang juga luas dan komplek.
LSM atau dikenal dengan organisasi non pemerintah merupakan organisasi
yang dibentuk oleh kalangan yang bersifat mandiri. Organisasi seperti ini tidak

42
Ibid., h.11-12
menggantungkan diri dengan pemerintah. Organisasi LSM lahir dan tumbuh
dalam masyarakat.
LSM memainkan peranannya dalam pemerintahan Orde Baru diantaranya
yaitu; LSM mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat yang
sanagat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan,
meningkatkan pengaruh politik secara luas melalui jaringan kerja sama dan ikut
mengambil bagian dalam menentukan arah dan pembangunan Negara.
Di zaman Orde Baru kebijaksanaan publik terutama dalam proses
pembentukan agenda dan formulasi kebijaksanaan merupakan domain dari
sejumlah lembaga pemerintahan dan berkolaborasi dengan LSM. Sehingga
kebijaksanaa yang diambil tidak mengalami ketimpangan dan mengikutsertakan
masyarakat.
LSM memiliki karakteristik yang bercirikan: nonpartisan, tidak mencari
keuntungan ekonomi, bersifat sukarela, dan bersendi pada gerakan moral. Ciri-ciri
ini menjadikan LSM dapat bergerak secara luwes tanpa dibatasi oleh ikatan-ikatan
motif politik dan ekonomi. Ciri-ciri LSM tersebut juga membuat LSM dapat
menyuarakan aspirasi dan melayani kepentingan masyarakat yang tidak begitu
diperhatikan oleh sektor politik dan swasta.

Kemunculan LSM merupakan reaksi atas melemahnya peran kontrol


lembaga-lembaga Negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan fungsi
pengawasan ditengah dominasi pemerintah terhadap masyarakat. Sehingga pada
awal sejarah perkembangan lahirnya LSM, terutama yang bergerak dibidang
sosial politik, tujuan utama pembentukan LSM adalah bagaimana mengontrol
kekuasaan Negara, tuntutan pers yang bebas, tuntutan kebebasan berorganisasi,
advokasi terhadap kekerasan Negara dan kebijakan-kebijakan yang merugikan
rakyat.

Pada masa orde baru LSM menjadi sebuah kelompok kritis yang memberikan
tekanan pada pemerintah. Meuthia Ganie-rochman menyebut pola hubungan LSM
pada masa ini sebagai pola hubungan yang konfliktual, dimana dari sisi
pemerintah juga berupaya mencampuri dan mempengaruhi organisasi, cara kerja
dan orientasi LSM.

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan fakta-fakta historis


i dari kebijakan kapitalisme ekonomi Orde Baru, pers pemerintahan Orde Baru, Kolusi dan nepotisme rezim Orde Baru, pem
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Unsur Instrinsik Novel Saman


1. Tema
Tema yang diangkat oleh pengarang dalam novel Saman adalah perjuangan
penegakan hukum yang adil bagi rakyat Indonesia pada zaman Orde Baru. Tema
tersebut ditampilkan melalui tokoh-tokoh dalam novel Saman di bawah ini.
a. Saman
Sebagai tokoh utama yang mewakili tema novel Saman yaitu tentang
perjuangan penegakan hukum yang adil bagi rakyat banyak sekali pengarang
utarakan dalam novelnya. Pengarang memulai kisah tokoh Saman dengan menjadi
Pater hingga menjadi buronan yang dianggap beraliran kiri demi memperjuangkan
keadilan bagi rakyat khususnya warga transmigran Sei Kumbang. Terlihat pada
kutipan di bawah ini.
Wis juga terdiam, kejadian telah begitu ruwet. Siapapun yang memulai,
merekalah yang tetap dipersalahkan oleh hukum. Status mereka kini buron.
Orang-orang yang membakar Upi, menggagahi istri Anson, merusak rumah
kincir, mencabuti pohon-pohon karet muda menjadi tidak relevan untuk
dibicarakan hakim. 1

Kutipan di atas adalah klimaks dari perebutan lahan warga Sei Kumbang
oleh PT ALM yang dilakukan dengan cara curang seperti merampas hak-hak
warga transmigran berlaku semena-mena dengan cara memperkosa tokoh Upi,
merusak kincir angin dan mencabuti pohon-pohon karet. Saman yang telah
berusaha membela warga malah kemudian menjadi buron. Kutipan di atas di
akhiri dengan pernyataan ironi “bahwa itu semua menjadi tidak relevan untuk
dibicarakan hakim” dengan maksud bahwa hukum tetaplah berpihak kepada yang
memiliki modal .
Terlihat juga melalui kutipan di bawah ini yaitu surat-menyurat antara
tokoh Saman dan Yasmin saat penyamaran Saman di New York yang bekerja di
Human Rights Watch. Berikut kutipan isi surat Saman kepada Yasmin.

1
Ayu Utami, Saman, (Jakarta : KPG, 2014), Cet.32,h. 113

54
55

Kukira negeri kita bukan yang seperti kamu bilang, mesin yang menindas
melainkan sesuatu yang penuh ketidakpastian di mana hukum berayun-
ayun sepert bandul jam: disatu sisi ada ketidakefektifan atau mungkin
keengganan. Terserah kamu mau bilang apa, tapi orang menyebutnya
“kebijaksanaan” ditengah-tengah ada “penegakan hukum” dan sisi yang
lain ada “kelewatan” atau over acting. Tak ada perlakuan yang sama bagi
orang yang tidak sama.2

Isi surat di atas adalah balasan Saman terhadap surat Yasmin. Saman
mengatakan bahwa memang keadilan dan hukum di Indonesia seperti bandul jam
yang tidak jelas arahnya. Ini merupakan salah satu kritik Saman terhadap rezim
Orde Baru pada waktu itu. Ia dapat mengatakan hal itu karena tuduhan-tuduhan
yang telah ditudingkan kepadanya tanpa bukti dan pembelaan. Di kalimat terakhir
dia juga mengatakan ” Tak ada perlakuan yang sama bagi orang yang tidak sama”.
Pemikiran serta kritik Ayu Utami dalam novelnya sangat terlihat jelas melalui
kutipan ini. Di mana hukum bisa dibeli dan dipermainkan asal pada mereka yang
berkuasa.
b. Yasmin
Tokoh Yasmin adalah orang yang paling banyak membantu tokoh Saman
dalam perjuangannya menegakkan keadilan hukum yang adil antara si miskin dan
kaya, antara penguasa dan rakyat. Ia sendiri merupakan seorang pengacara yang
bekerja di kantor Ayahnya di Joshua Moningka dan Partners.
Yasmin adalah yang paling berprestasi dan paling kaya diantara teman
terdekat saya. Kami menjulukinya the girl who has everything. Ia kini
menjadi pengacara di kantor Ayahnya sendiri, Joshua Moningka dan Partners.
Namun ia kerap bergabung dalam tim lembaga bantuan hukum untuk orang-
orang miskin atau tertindas.3
Dalam kutipan di atas adalah ucapan Laila ketika pertemuannya dengan
Saman dan Yasmin. Dalam kutipan diatas seakan pengarang menjelaskan
bagaimana representasi tokoh Yasmin yang ini memiliki porsi cukup banyak
dalam membantu perjuangan tokoh Saman. Di kalimat terakhir kutipan di atas
pengarang mengatakan bahwa Yasmin adalah orang yang kerap membantu orang-
orang miskin atau tertindas. Hal ini terlihat pada beberapa cerita Yasmin

2
Ibid., h. 171-172
3
Ibid., h. 24
yang kerap memberikan bantuan hukum kepada mereka tertindas. Seperti kutipan
di bawah ini.
Hari-hari dan bulan berikutnya, kami mengurus perkara ini. Saman dan
Yasmin berhasil mengorganisasi teman-temannya di media massa untuk
membongkar persoalan ini. Memang tidak mudah. Kami semua menduga,
pada permulaan Texcoil berusaha menutupi kasus ini dengan menyogok
polisi dan jaksa agar perkara ini tidak diusut.4

Pada kutipan di atas Yasmin memberikan bantuan hukum atas kasus


kecelakaan kerja di perusahaan Texcoil yang menyebabkan tiga orang meninggal.
Kejadian ini terjadi akibat kecerobohan Rosano petinggi di pertambangan Texcoil,
tempat Sihar dan Laila bekerja. Kasus ini tidak memberikan keadilan hukum yang
seadil-adilnya karena tersangka atas kasus ini dapat berkeliaran dengan leluasa
karena memberikan sogokan terhadap polisi dan jaksa. Hukum terhadap penguasa
yang memiliki uang sangat tidak adil dengan hukum yang diberikan terhadap si
miskin.
Atas penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa tema dari novel
Saman adalah perjuangan penegakan hukum yang adil bagi rakyat Indonesia pada
pemerintahan Orde Baru.

2. Tokoh dan Penokohan


a. Wisanggeni/Saman
Wisanggeni atau Saman merupakan tokoh utama (primer) dalam novel
Saman. Saman dapat dikatakan sebagai tokoh utama karena ia adalah tokoh yang
diutamakan penceritaannnya dalam novel. Ia merupakan tokoh yang paling
banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
Nama Wisanggeni berasal dari bahasa Jawa artinya adalah bisanya api berasal
dari Wisa dan geni. Wisa artinya bisa dan geni artinya adalah api. Nama
Wisanggeni terdapat dalam wiracarita Mahabrata merupakan sosok manusia edan
yang berbicara kebenaran tanpa perduli siapa yang dihadapi. Nama ini merupakan
perlambangan dari sosok Wisanggeni yang edan dalam artian berbicara

4
Ibid.,h. 35
kebenaran. Wisanggeni kemudian berganti nama menjadi Saman ketika menjadi
buronon. Saman artinya adalah dakwaan yang sangat mewakili keadaan tokoh.
Tokoh Saman adalah tokoh dinamis yaitu tokoh yang kepribadiannya
berkembang. Hal ini dapat dilihat dari tuturan narator yang menjelaskan
karakteristik tokoh Saman. Terlihat seperti kutipan di bawah ini :
“Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya
menjadi Pater Wisanggeni, atau Romo Wis. 5

Pada kutipan di atas narator memperkenalkan karakteristik awal Saman


adalah sebagai pelayan umat dan mengabdikan diri sepenuhnya kepada Gereja.
Namun kemudian karakteristik Saman mengalami perubahan. Dari seseorang
yang hanya bertugas pelayan umat Kristen perlahan-lahan mulai memikirkan
keadaab warga Sei Kumbang. Seperti kutipan di bawah ini.
Tetapi hanya tujuh puluh kilometer dari kota minyak Perabumulih,
seorang gadis teraniaya, bukan sebagai ekses keserakahan melainkan karena
orang-orang tak mampu mencapai kemodrenan. Sementara itu aku hanya bisa
berbaring di kasur ini? 6

Kutipan di atas narator mulai menunjukkan karakteristik perubahan tokoh


utama Saman secara perlahan. Bermula dari pertemuannya dengan tokoh Upi,
representasi kesengsaraan warga Sei Kumbang. Hingga kemudian tokoh Saman
menjadi seorang buron karena dianggap sebagai orang yang beraliran kiri yang
mengganggu pemerintahan. Seperti kutipan di bawah ini.
“Kepala Dinas Penerangan Polda Sumbagsel menyebut-nyebut aktor
intelektual di belakang perlawanan warga Sei Kumbang : Ada indikasi
bahwa dalang aksi tersebut adalah seorang rohaniawan yang di susupi
pandangan-pandangan kiri”.7

Kutipan di atas adalah transformasi perubahan Saman dari seorang


rohaniawan menjadi seorang aktivis yang dianggap beraliran kiri yang
membahayakan pemerintah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tokoh Saman
merupakan tokoh dinamis yang kepribadiannya berkembang.

5
Ibid.,h. 40
6
Ibid.,h. 75
7
Ibid.,h. 114
Secara fisik tokoh Saman digambarkan melalui tokoh lain berbicara
tentangnya yaitu melalui tokoh laila. Seperti kutipan di bawah ini.
“Baru saya sadari bahwa Saman, lelaki itu sudah begitu lama hidup di
perkebunan di sana. Sudah begitu panjang perpisahan kami. Karena suatu
peristiwa, beberapa tahun dia menghilang dan surat saya tak pernah di balas.
Saya hampir tak mengenalinya. Ia begitu hitam dan kurus, seperti petani.
Rambutnya yang dulu hampir sebahu kini terpangkas. Dagunya tak tercukur
rapi”.8

Dari kutipan di atas dapat diidentifikasi bagaimana fisik Saman melalui Laila
yang berbicara tentang Saman. Ia berperawakan kurus dan hitam, rambut yang
terpangkas rapi serta dagu tak tercukur rapi. Penggambaran fisik ini tentu untuk
mendukung Saman sebagai Aktivis. Ia yang telah lama tinggal di daerah
pertanian Sei Kumbang dan hidup dalam kesusahan. Dalam penggambaran fisik,
pengarang menggunakan tuturan tokoh sampingan yaitu Laila yang bertalian
dengan tokoh utama cerita.
Watak dan sikap Saman dapat dilihat melalui bagaimana perilakunya
terhadap orang lain. Saman digambarkan oleh narator sebagai orang yang
mempunyai perilaku kepedulian tinggi terhadap masyarakat yang tertindas dan
tertinggal. Dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.
“Saman telah memutuskan : meringankan penderitaan si gadis dengan
membangun sangkar yang lebih sehat dan menyenangkan”.9

Pada kutipan di atas adalah peristiwa di mana saat Saman membantu


membangun tempat yang layak untuk Upi, gadis gila yang mengalami gangguan
mental. Dari sinilah awal mula Saman banyak ikut terlibat ke dalam penderitaan
warga Sei Kumbang hingga ditetapkan menjadi seorang buron. Penyiksaan-
penyiksaan yang dia terima selama di penjara tidak menyurutkan langkahnya
untuk tetap membantu yang lemah dan menegakkan keadilan.
Saman juga digambarkan oleh narator sebagai orang yang begitu teguh dalam
menegakkan keadilan hukum. Baginya hukum yang tidak berkeadilan adalah

8
Ibid.,h. 32
9
Ibid.,75
cacat bagi sebuah bangsa. Maka dari itu ia terus menegakkan keadilan dan hukum
yang seimbang antara pemerintah dan rakyat kecil. Seperti kutipan di bawah ini.
“Kukira negeri kita bukan seperti yang kamu bilang, mesin yang
menindas, melainkan sesuatu yang penuh ketidakpastian di mana hukum
berayun-ayun seperti bandul jam” 10

Kutipan di atas adalah surat Saman kepada Yasmin dari tempat


persembunyiannya di New York. Penggalan surat ini seakan mewakili bagaimana
Saman begitu geram dengan hukum di Indonesia yang penuh ketidakpastian.
Sebagai orang yang pernah terjun langsung dalam penderitaan rakyat di Sei
Kumbang dan mengalami ketidakadilan hukum maka sangat pantas Saman
memperjuangkan hukum yang adil.
Sebagai aktivis Saman digambarkan oleh narator sebagai orang yang analitik,
cerdas dan pemikiran yang mendalam. Hal ini dapat dipahami bagaimana jalan
pikiran Saman melalui penceritaan narator. Tentu ini akan sangat mendukung atau
memperkuat Saman sebagai aktivis yang membutuhkan kecerdasan akal dan
pemikiran yang dalam. Seperti kutipan di bawah ini.
“Memang persoalannya tidak sesederhana pertarungan antara dua kelas,
perusahaan versus petani. Di masing-masing kelompok ada orang-orang rakus
yang mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Saya kira perusahaan
memang ingin memiliki sendiri perkebunan itu agar efisien dan mudah di
kontrol. 11

Kutipan di atas adalah surat Saman kepada bapaknya atas permintaan


maafnya karena telah menjadi buron. Dia menceritakan detail mengapa dia bisa
menjadi buron dari seorang pastor. Dari kutipan ini dapat di pahami bagaimana
pemikiran saman adalah pemikiran yang sangat analitik dan cerdas. Dia begitu
paham dengan jalan licik yang digunakan PT ALM terhadap lahan warga Sei
Kumbang.
Wis juga mempunyai pikiran yang sangat dalam dan penuh pertimbangan. Ia
digambarkan oleh narator bukan sebagai orang yang cepat mengambil keputusan
tanpa melalu pertimbangan logika. Seperti kutipan di bawah ini.

10
Ibid.,h. 171
11
Ibid.,h. 167
“Wis menjadi teramat takut untuk mengambil keputusan yang bukan
menjadi taruhannya. Sementara orang-orang itu tetap menunggu jawabannya.
Ia pun mendongak dan menjawab dengan amat letih : “Kalian rapatkanlah !
Aku akan dukung apapun keputusan kalian. Sebab pertaruhan ini bukanlah
pertaruhanku. 12

Kutipan di atas adalah pertarungan pemikiran di dalam diri Saman. Ia


memikirkan secara matang keputusan yang akan dia ambil terhadap nasib warga
Sei Kumbang. Pada kutipan terakhir dia mengatakan “Sebab pertaruhan ini
bukanlah pertaruhanku”. Hal ini dia katakan sebab dia tidak ingin mengambil
keputusan yang salah hanya berdasarkan rasa amarah.
Penokohan Saman adalah tokoh utama yang dinamis. Hal ini berdasarkan
perubahan karakteristik Saman yang awalnya adalah seorang pastor memilih
berhenti dan menjadi seorang aktivis. Fisik dari Saman seperti dituturkan oleh
Laila yaitu berperawakan kurus dan hitam, rambut yang terpangkas rapi serta
dagu tak tercukur rapi. Pemikiran dari Saman yaitu analitik, cerdas dan pemikiran
yang mendalam. Sikap dan perilaku Saman adalah kepedulian tinggi terhadap
masyarakat yang tertindas dan tertinggal dan orang yang begitu teguh dalam
menegakkan keadilan hukum.
b. Laila
Pemberian nama Laila oleh Ayu juga mempunyai makna tersendiri. Laila
artinya adalah malam. Laila di dalam novel Saman sebagai tokoh sekunder yaitu
tokoh bawahan yang fungsinya menjalin hubungan antar tokoh utama dengan
tokoh lainnya. Ia di dalam novel ini adalah tokoh yang menghubungkan jalinan
tokoh Sihar dengan tokoh utama Saman untuk menangani kasus Rosano. Seperti
kutipan di bawah ini.
“Dan saya punya teman yang bisa mengerjakan itu. “Siapa dia?” Tapi
pertanyaan itu membuat si perempuan termenung. Sebab lelaki yang saya
maksud berasal dari masa lalu. Seseorang yang juga pernah begitu lekat di
hati saya ketika remaja, lalu menghilang bertahun-tahun, dan muncul kembali
sebagai aktivis perburuhan dan lingkungan Sumatera Selatan.” 13

12
Ibid.,h 99
13
Ibid.,h. 23
Kutipan di atas adalah percakapan Sihar dan Laila untuk membantu
menangani kasus Rosana. Laila menawarkan bantuan hukum melalui bantuan
Saman. Hal ini dapat dipahami bahwa Laila adalah tokoh yang hanya
menghubungkan Sihar dan Saman tanpa terlibat ke dalam kasus ini. Kutipan di
bawah ini pengarang memperlihatkan posisi Laila.
14
“Ada satu hal yang mengherankan dan tidak menyenangkan saya dalam
perjalanan itu. Di sebuah restoran di Perabumulih, Saman meminta saya
masuk ke dalam lebih dulu. Saya menolak, tetapi ia terkesan agak memaksa,
sebab mereka perlu berbicara berdua saja. “urusan laki-laki” kata Saman.

Kutipan di atas semakin menegaskan bahwa posisi Laila di dalam novel


hanya sebagai penghubung dan tidak terlibat ke dalam masalah. Dia hanya
melihat dari luar tanpa ikut ke dalam permasalahan.
Tokoh laila adalah tokoh statis yaitu tokoh yang kepribadiannya selalu sama
dari awal cerita sampai akhir. Tokoh Laila digambarkan oleh narator dari awal
masa remaja hingga menjadi dewasa tidak mengalami perkembangan. Seperti
kutipan di bawah ini.
“Laila tetap mungil seperti anak kecil yang belum kenal dosa”15
Kutipan di atas adalah tuturan narator melalui tokoh Shakuntala terhadap
Laila. Ia dikenal sebagai perempuan yang lugu. Di mata Shakuntala tidak ada
yang berubah dari Laila, ia tetap gadis mungil, lucu dan polos.
Dilihat dari watak yang dimiliki oleh Laila, ia merupakan tokoh protagonis
dimana dia merupakan orang yang mendukung jalinan cerita tokoh utama. Watak
Laila dapat dipahami melalui bagaimana jalan pikirannya serta bagaimana
perilakunya terhadap orang lain. Watak Laila adalah perempuan yang cerdas,
inisiatif dan perduli terhadap penderitaan orang lain. Dapat dipahami melalui jalan
pikirannya terhadap kasus Rosano. Ia memberikan ide untuk mengajukan kasus
kematian di pertambangan ke pihak kepolisian serta mengangkat berita ini ke
media masa. Terlihat seperti kutipan di bawah ini.
“Kenapa kasus ini tidak diajukan ke pengadilan saja?‟16

14
Ibid.,h. 33
15
Ibid.,h. 153
16
Ibid.,h. 22
Kutipan di atas adalah ide atau inisiatif yang diberikan Laila kepada Sihar
atas kematian Hasyim dan dua teman lainnya. Ia memberikan saran agar kasus ini
diusut saja karena kasus tersebut merupakan pelanggaran. Kepeduliannya
terhadap orang lain terlihat melalui keterlibatannya dalam menghubungkan Sihar
dengan Saman untuk mengusut tuntas kematian di pertambangan. Terlihat pada
kutipan di bawah ini.
“Hari-hari dan bulan berikutnya kami mengurus perkara ini. Saman dan
Yasmin berhasil mengorganisasi teman-temannya di Media Massa untuk
membongkar persoalan ini.”17

Kutipan di atas adalah keberhasilan Laila dalam membantu Sihar


membongkar kasus kematian Hasyim ke media masa. Dari penjelasan di atas
maka disimpulkan bahwa sosok Laila adalah perempuan cerdas, banyak ide dan
perduli terhadap kesusahan orang lain. Ia merupakan tokoh yang hanya
menghubungkan jalinan cerita Sihar dengan Yasmin dan Saman. Kepribadiannya
bersifat statis yaitu tidak ada perubahan karakteristik hingga yang mengubah
jalan hidupnya.
c. Yasmin
Pemilihan nama Yasmin oleh pengarang menyiratkan sesuatu. Yasmin
artinya adalah tanaman berbunga kuning atau putih, baunya semerbak, digunakan
untuk wewangian. Nama ini sangat mewakili sosok Yasmin yang membuat
banyak orang terkesan akan kecantikannya sebagai wanita. Nama Lengkapnya
Yasmin Moningka, seorang perempuan yang mengesankan banyak lelaki, kulitnya
bersih dan langsing. Gambaran fisik perempuan yang disenangi oleh kaum laki-
laki. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Yasmin Moningka adalah perempuan yang sangat mengesankan
banyak lelaki karena kulitnya yang bersih dan tubuhnya yang langsing”.18

Kutipan di atas adalah penggambaran sosok Yasmin sebagai wanita cantik


menurut masyarakat kebanyakan yaitu bertubuh langsing dan kulit putih. Sosok
Yasmin digambarkan narator melalui tuturan tokoh Laila. Selain itu ia wanita

17
Ibid.,h. 35
18
Ibid., h. 24
yang cerdas dan tekun, bahkan Yasmin masuk UI tanpa tes serta mempunyai
orang tua yang kaya. Sejak SD ia yang terpandai diantara teman-temannya.
Yasmin adalah simbol perempuan yang terdidik dalam lingkungan keluarga. Sejak
kecil ia dibentuk orang tuanya untuk menghabiskan waktunya dengan hal-hal
yang produktif. Ibunya memaksanya berbagai macam kursus. Akhirnya, Ia
menjadi orang yang serba bisa. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
“Ibunya memaksanya kursus balet, piano, berenang, dan bahasa Inggris
sejak kelas dua SD, dan ia menjadi serba bisa. Ia tak pernah mengerjakan
pekerjaan rumah di sekolah. Kadang ia malah mengerjakan pekerjaan sekolah
di rumah, sebelumnya”.19

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana didikan orang tuanya terhadap


Yasmin agar menjadi perempuan sempurna. Ia merupakan pengacara yang
membantu Sihar dan Laila dalam kasus kecelakaan di rig. Ia juga selalu
bergabung dalam tim lembaga bantuan hukum untuk membantu orang-orang
miskin. Tokoh Yasmin pula yang telah membantu Saman dalam pelariannya di
negeri pengasingan, New York.
Yasmin merupakan tokoh Sekunder yaitu tokoh (bawahan) yang mendukung
tokoh utama dalam pencapaiannya tujuan, yaitu memperjuangkan keadilan
hukum. Yasmin mempunyai porsi cerita yang sangat berpengaruh terhadap jalan
cerita tokoh utama. Ia memberikan banyak bantuan dukungan terhadap tokoh
Saman. Seperti kutipan di bawah ini.
“Kini Yasmin telah mengurus segalanya agar aku pergi dari Indonesia”.20

Kutipan di atas adalah buku harian Saman yang dikirimkannya kepada


Yasmin. Berdasarkan kutipan di atas Yasmin adalah orang yang sangat berperan
penting terhadap sepak terjang dari tokoh Saman. Banyak hal yang di atur oleh
Yasmin agar tokoh Saman selamat atas tuduhan yang menimpanya di Indonesia.
Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh Yasmin merupakan tokoh
statis, yaitu tokoh yang perkembangan kepribadiannya tetap dari awal penceritaan
sampai akhir. Dari awal penceritaan narator menggambarkan bahwa Yasmin

19
Ibid., h. 149
20
Ibid.,h. 179
adalah orang yang sering membantu orang-orang yang tertindas dan tidak
mendapat perlakuan yang adil di mata hukum. Hal ini didukung dengan seringnya
ia bergabung bersama lembaga bantuan hukum lainnya. Ia juga bekerja di kantor
ayahnya sendiri yang bernama Joshua Moningka dan Partners. Seperti kutipan di
bawah ini.
“Ia menjadi pengacara di kantor Ayahnya sendiri Joshua Moningka dan
Partners. Namun ia kerap bergabung dengan tim Lembaga Bantuan Hukum
untuk orang-orang miskin dan tertindas”.21

Kutipan di atas adalah tuturan tokoh Laila untuk menggambarkan tokoh


Yasmin. Di awal penceritaan Yasmin sudah di gambarkan sebagai wanita yang
berprofesi sebagai pengacara dan sangat peduli terhadap kaum yang miskin dan
tertindas. Kekonsistenan narator terlihat dari awal hingga akhir. Seperti kutipan di
bawah ini.
“Pagi-pagi Yasmin telah kembali ke persembunyianku bersama seorang
nyonya melayu yang sama pesoleknya.”22

Kutipan di atas adalah isi buku harian Saman yang dia kirimkan kepada
Yasmin. Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa Yasmin sepenuhnya sangat
mendukung keseluruhan cerita Saman. Dia adalah pendukung utama bagi sepak
terjang Saman.
Dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh Yasmin yaitu tokoh yang
memiliki watak protagonis. Hal ini disebabkan karena tokoh Yasmin secara
keseluruhan baik perilaku dan jalan pikirannya adalah untuk mendukung tokoh
utama. Dapat kita ketahui melalui jalan pikiran dan tokoh lain berbicara
tentangnya. Yasmin digambarkan pengarang sebagai sosok perempuan yang
cerdas dan orang yang sangat peduli tentang keadilan semua rakyat di mata
hukum. Hal ini tentu saja didukung oleh profesinya sebagai pengacara dan
kepeduliannya terhadap rakyat miskin dan tertindas. Seperti kutipan di bawah ini.
“Yasmin juga membujuk keluarga dua korban yang lain untuk mendukung
gugatan keluarga Hasyim”23

21
Ibid.,h. 24
22
Ibid.,h. 179
23
Ibid.,h. 33
Kutipan di atas adalah tuturan tokoh Laila terhadap tokoh Yasmin. Ia
digambarkan banyak membantu kasus Rosano bersama Saman hingga masuk ke
dalam pengadilan. Ia juga memberikan bantuan hukum agar keadilan hukum dapat
ditegakkan. Tokoh Yasmin dapat pula dipahami melalui jalan pikirannya. Melalui
jalan pikirannya dapat kita melihat bahwa Yasmin memanglah perempuan yang
perduli dengan keadilan hukum. Seperti kutipan di bawah ini.
“Tiga hari ini aku di Medan. Keadaan mulai normal meski di sana sini
masih banyak tentara berjaga-jaga. Pabrik-pabrik mulai kembali
beroperasi, toko-toko sudah mulai buka lagi.”24

Kutipan di atas adalah surat yang ditulis Yasmin kepada Saman di New
York untuk mengabarkan keadaan di Indonesia. Ia membantu penyelesaian kasus
demo buruh yang berlangsung anarkis hingga berujung kepada kematian.
Atas penjelasan di atas maka dapat disimpulkan tokoh Yasmin merupakan
tokoh sekunder yang mempunyai kepribadian protagonis. Hal ini dapat dilihat
dari perilaku dan jalan pikirannya yang mendukung tokoh utama Saman. Dilihat
dari perkembangan kepribadian tokoh Yasmin merupakan tokoh statis, yaitu
tokoh yang perkembangan kepribadiannya tetap dari awal penceritaan sampai
akhir..
d. Shakuntala
Shakuntala adalah salah satu dari empat sekawan, Laila, Yasmin, Shakuntala,
dan Cok. Nama Shakuntala sendiri artinya adalah burung yang diambil dari
bahasa Sansekerta. Nama ini diambil dari kisah wiracarita mahabrata. Dalam
kisah tersebut Shakuntala adalah permaisuri Raja Duswanta, leluhur pandawa dan
korawa. Ia merupakan ibu dari Raja Bharata yang menurunkan keluarga Bharata.
Ia juga merupakan anak angkat Bagawan Kanwa. Konon ibu kandungnya adalah
bidadari Menaka dari kahyangan.
Ditinjau dari peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh Shakuntala
merupakan tokoh komplementer (tambahan). Ia merupakan tokoh figuran yang
membantu tokoh utama atau tokoh-tokoh lainnya tetapi tidak begitu aktif. Jalinan
cerita Shakuntala merupakan jalinan cerita bawahan yang erat kaitannya dengan

24
Ibid.,h. 176
tokoh Laila, Yasmin, cok dan Saman. Konflik yang dialami oleh Shakuntala
adalah konflik yang menceritakan kilasan-kilasan masa lalu tokoh Laila, Cok,
Yasmin dan Saman. Kilasan masa lalu para tokoh berguna untuk menjalin
keterkaitan antar cerita. Termasuk diantaranya bagaimana jalinan persahabatan
antara Laila, Shakuntala, Cok, dan Yasmin serta bagaimana Saman masuk ke
dalam kehidupan mereka. Dalam beberapa tuturan Shakuntala tampak ia
membicarakan tentang keterkaitannya dengan tokoh utama Saman. Seperti
kutipan di bawah ini.
“Aku tahu mereka terlibat sebuah petualangan romantis di Perabumulih:
Laila, Sihar, Yasmin dan Wisanggeni, lelaki yang kemudia menjadi Pastor.
Ku dengar ia kemudian mengganti namanya. Siapa, Aku lupa.” 25

Kutipan di atas adalah tuturan tokoh ketika membicarakan tokoh Saman. Ia


mengenal Saman ketika menjadi Mahasiswa Seminari yang magang di sekolah
Yasmin, Shakuntala, Cok dan Laila. Jalinan cerita Shakuntala berfungsi untuk
penggambaran hubungan antara Laila dan Saman serta antara Yasmin dan Saman.
Hal ini penting agar semua jalinan cerita saling bertaut. Seperti kutipan di bawah
ini
“Dia jatuh cinta pertama kali pada Wisanggeni. Waktu itu pemuda itu
Mahasiswa Seminari yang ditugaskan membimbing rekoleksi tentang
kesadaran sosial di SMP kami”26

Kutipan di atas adalah penjelasan mengenai keterkaitan antar tokoh. Maka


berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Shakuntala adalah
tokoh komplementer (tambahan) yang berfungsi untuk menjalin cerita antara
antara Laila, Saman dan Yasmin.
Di lihat dari perkembangan kepribadian tokoh Shakuntala, ia merupakan
tokoh statis yaitu tokoh yang kepribadiannya dari awal cerita sampai akhir cerita
tidak mengalami perubahan yang menyebabkan perubahan jalan hidup. Seperti
kutipan di bawah ini.
“Namaku Shakuntala. Ayah dan kakak perempuanku menyebutku sundal.
Sebab aku telah tidur dengan banyak laki-laki dan beberapa perempuan”27
25
Ibid.,h. 135
26
Ibid.,h. 153
27
Ibid.,h. 118
Pada kutipan di atas adalah pernyataan awal tokoh Shakuntala. Ia menyebut
dirinya seorang sundal atau perempuan tidak baik. Dari awal hingga akhir cerita
sikap Shakuntala dan kepribadiannya tidak berubah. Maka dari itu tokoh
Shakuntala adalah tokoh statis yaitu tokoh yang kepribadiannya tidak berubah dari
awal sampai akhir penceritaan.
Dilihat dari watak yang dimilki oleh oleh tokoh Shakuntala, ia merupakan
tokoh protagonis. Hal dapat dilihat dari dukungan yang diberikannya terhadap
tokoh utama yaitu Saman maupun tokoh lainnya yaitu Laila, Yasmin dan Cok.
Watak Shakuntala dijelaskan melalui bagaimana perilakunya.
Tapi aku meminta agar dia mengajak kedua sahabat kami lain : Cok dan
Yasmin. Maksudku agar jika Laila kecewa, atau terjadi apa-apa pada dia, kami
berempat bersama-sama.28

Pada kutipan di atas adalah kebaikan hati Shakuntala terhadap sahabat-


sahabatnya. Pada satu kutipan Ayu menyisipkan tuturan yang dikatakan oleh
Shakuntala tentang kepeduliannya terhadap hukum di Indonesia. Seperti kutipan
di bawah ini.
“Aku pernah membaca tentang Dietje, Peragawati yang dibunuh dekat pagar
kawat kebun karet kalibata. Juga Marsinah, buruh yang dirajam hingga tulang
dalam rahimnya retak 29

Kutipan diatas adalah tuturan Shakuntala terkait tanggapannya mengenai


kekhawatiran Laila apabila Sihar meninggal. Sangat sedikit sekali Shakuntala
menyinggung tentang hukum di Indonesia. Maka berdasarkan penjelasan di atas
maka dapat disimpulkan tokoh Shakuntala adalah tokoh tambahan yang fungsinya
menjalin keterkaitan cerita antara Saman, Yasmin, Cok dan Laila. Cerita
Shakuntala berfungsi untuk memperjelas karakter para tokoh-tokoh lainnya.
e. Cok
Cok salah satu sosok tangguh di antara tiga sahabat lainnya, sama seperti
pemberian nama pada tokoh ini oleh Ayu. Cok artinya adalah alat tambat yang

28
Ibid.,h. 148
29
Ibid.,h. 120
dibuat dari baja tuang biasanya berbentuk tanduk digunakan untuk melewatkan
tali atau tros kapal.
Dilihat dari peranan dan keterlibatan cerita, tokoh Cok merupakan tokoh
komplementer atau tokoh tambahan. Cok berperan sebagai tokoh tambahan yang
banyak membantu tokoh utama tetapi tidak terlalu aktif. Ia banyak membantu
tokoh Saman dalam pelariannya menuju New York yang dibantu oleh Yasmin dan
Laila. Seperti kutipan di bawah ini.
Dan cok dipilihnya menjadi orang yang akan membawaku keluar dari
Medan. Semula agak ragu karena aku tak begitu kenal anak ini. Tapi Yasmin
nampaknya percaya betul pada teman karibnya. 30

Pada kutipan di atas adalah surat Saman kepada Yasmin menceritakan


bagaimana dia bisa keluar dari Medan dibantu oleh Cok. Cok adalah tokoh
pendukung tokoh utama yaitu Saman tetapi tidak masuk ke dalam cerita. Ia hanya
membantu dari luar dan tidak berperan dalam perjuangan penegakan hukum
seperti Saman dan Yasmin.
Dilihat dari perkembangan tokoh, Cok merupakan tokoh Statis. Ia tidak
mengalami perkembangan karakter dari awal sampai akhir. Seperti kutipan di
bawah ini.
Dan kedua sahabatku tetaplah dua sahabat yang dulu. Cok, temanku yang
berdada montok. Dia periang dan ringan hati. Berada bersamanya, orang akan
merasa bahwa hidup enteng dan tak ada yang direnungkan dengan dalam atau
serius.31

Kutipan di atas adalah tuturan tokoh Shakuntala menjelaskan sosok Cok yang
tidak pernah berubah dari awal sampai akhir cerita. Hal ini ini didukung dengan
bantuan yang diberikan oleh Cok kepada tokoh utama Saman.
Dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh Cok yaitu tokoh yang protagonis.
Ia mendukung secara keseluruhan terhadap jalan cerita tokoh utama Saman
maupun Yasmin. Terlihat pada kutipan di bawah ini.

30
Ibid.,h. 180
31
Ibid.,h. 149
21 April. Sore sampai di Pekanbaru. Tinggal di Pedusi Inn, milik Cok.
Menempati satu bungalow terdiri dari dua kamar tidur dan satu living room.
Dari sana mengatur perjalanan selanjutnya. 32

Kutipan di atas adalah isi buku harian Saman yang dia kirimkan kepada
Yasmin. Dapat dilihat bahwa Cok sangat membantu pelarian tokoh Saman ke
New York.
Maka berdasarkan penjabaran di dapat disimpulkan tokoh Cok merupakan
tokoh tambahan dan merupakan pendukung tokoh utama Saman. Dilihat dari
perkembangan tokoh, Cok merupakan tokoh Statis. Ia tidak mengalami
perkembangan karakter dari awal sampai akhir.
3. Alur
Tahapan alur yang digunakan novel Saman adalah alur campuran yaitu alur
maju dan alur mundur. Alur mundur terdapat pada bagian peristiwa berupa
kilasan-kilasan masa lalu Saman yang nantinya saling berkaitan dengan cerita
Shakuntala, Yasmin dan Laila. Berdasarkan fungsinya alur terdiri dari alur utama
dan alur sampingan. Alur utama yaitu alur yang berisi cerita pokok. Dalam novel
Saman, alur utama terdapat pada cerita tentang tokoh Saman yang menggunakan
alur mundur.
Alur utama dalam novel Saman menggunakan alur mundur. Tahap awal/alur
buka diawali pada tahun 1983 saat Wisanggeni mengucapkan kaulnya sebagai
Pater, yang kemudian ia dipanggil Pater Wisanggeni atau Romo Wis. Ia meminta
tugas ke Perabumulih. Tahap ini adalah situasi mulai terbentang sebagai suatu
kondisi permulaan yang akan dilanjutkan dengan kondisi Saman selanjutnya.
Seperti terlihat pada kutipan di bawah ini.
“Sesungguhnya, persoalan itulah yang ingin dibicarakan Wisanggeni.
Dengan hati-hati ia ungkapkan keinginannya. Ia berharap ditugaskan di
Perabumulih. “Saya memang punya ikatan dengan tempat itu, Romo tahu,”
akhirnya is mengaku.”33

Kutipan diatas adalah permintaan Saman untuk dipindah tugaskan ke


Perabumulih. Ia teringat masa kecilnya ketika masih bersama keluarganya. Hidup

32
Ibid.,h. 181
33
Ibid., h. 43
yang penuh misteri. Rumahnya dikelilingi pohon-pohon yang rapat, besar, penuh
binatang buas, dan berhantu. Seorang ibu yang penuh kasih sayang tapi aneh,
kadang ia merasa ada sesuatu yang lain yang begitu dekat dengan ibu, dan itu
bukan ayahnya. Wis semakin yakin ketika kedua adiknya pun meninggal dengan
penuh misteri.
Tahap cerita selanjutnya yaitu mundur pada tahun 1962 di Perabumulih. Pada
tahap ini cerita mundur ke 21 tahun yang silam yang menceritakan tentang masa
kecil Wisanggeni. Jalinan peristiwa disebut dengan hubungan kausal (hubungan
sebab-akibat). Narator menceritakan kembali mengapa Wisanggeni begitu ingin
kembali ke Perabumulih dan ada kisah apa di balik itu semua. Dapat dijelaskan
pada kutipan di bawah ini.
PERABUMULIH 1962.
Barangkali dia beruntung. Dia adalah salah satunya anak yang berhasil lahir
dari Rahim ibunya dan hidup. Dua adiknya tak pernah lahir, satu mati pada
hari ketiga.34

Kutipan di atas adalah kalimat pembuka pada jalinan cerita masa kecil
Saman. Hal ini menceritakan kembali kisah Saman, bapak dan Ibunya serta kisah
mistisme jawa dibalik itu semuanya yang membuatnya begitu merindukan
rumahnya.
Kemudian cerita maju lagi pada tahun 1984. Pada Tahap ini disebut dengan
alur tengah yaitu kondisi mulai bergerak ke arah kondisi yang mulai memuncak.
Peristiwa ini mulai munculnya masalah baru, yaitu saat Pater Wis ke Perabumulih
untuk bertugas. Ia pun melihat rumah kecilnya di sanalah peristiwa bertemu
dengan Upi. Kemudian Saman pun terlibat dalam kehidupan di Perabumulih. Ia
membantu mengatasi semua permasalahan yang terjadi, termasuk tinggal di
rumah Upi dan membantu membuatkan rumah untuknya. Terlihat pada kutipan di
bawah ini.
“1984. Akhirnya ditempuhnya perjalanan itu. Usianya kini dua puluh
enam. Ia telah menyebrangi Selat Sunda dengan kapal feri yang sesak dan

34
Ibid.,h. 35
pikuk oleh orang dan kendaraan dari Merak, turun di Bakeuheni, lalu naik
kreta ke utara. Di Perabumulih Stop.”35

Kutipan di atas adalah perjalanan Saman dari Jakarta ke Perabumulih untuk


bertugas di sana dan untuk melihat rumah masa kecilnya. Pada bagian ini
diceritakan bagaimana Saman bertemu dengan Upi si gadis gila yang
membawanya untuk masuk ke dalam kehidupan petani di Sei Kumbang. Pada
bagian cerita ini dimulailah konflik internal tokoh yaitu pertentangan dua
keinginan di dalam diri Saman. Pertentangan antara mengabdi ke gereja atau
menolong petani di Sei Kumbang. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Malam harinya, di kamar tidur pastoran, kegelisahan membolak-balik
tubuhnya di ranjang seperti orang mematangkan ikan di penggorengan. Ia
telah melihat kesengsaraan di balik-balik kota maju, tetapi belum pernah ia
saksikan keterbelakangan seperti tadi siang. 36

Kutipan di atas adalah kegelisahan Saman melihat kesengsaraan yang


dirasakan oleh Upi, gadis gila yang dibiarkan begitu saja tanpa ada yang
mengurusnya dengan baik. Ini merupakan konflik internal Saman dimana mulai
ada pertentangan dalam dirinya, mempertanyakan dirinya yang tidak mampu
berbuat sesuatu. Cerita berlanjut ke perjuangan Saman membantu warga Sei
kumbang dengan cara membantu menanami pohon karet, membangun kincir
angin dan mendirikan rumah Upi.
Pada tahapan selanjutnya masuklah ke tahap klimaks yaitu tahap dimana saat-
saat konflik menjadi sangat hebat antara Saman dan warga Sei Kumbang dengan
PT ALM (Anugrah Lahan Makmur). Ini disebut juga sebagai alur puncak yaitu
kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa. Saman pun membantu
masyarakat transmigrasi dalam menghadapi berbagai teror, membantu mereka
mempertahankan perkebunan karet yang akan diganti dengan perkebunan sawit
oleh PT Anugrah Lahan Makmur. Seperti kutipan di bawah ini.
Di sana sini bulldozer mulai merobohkan pohon-pohon karet. Kering dan
bau asap menyengat ketika pekerja-pekerja perkebunan menghanguskan
tunggul-tunggul yang tersisa. Mereka terkucil. Teror pun mulai hinggap di
dusun itu. Semula, pada pagi hari semakin sering orang menemukan pohon

35
Ibid.,h. 58
36
Ibid.,h. 72
karet muda roboh seperti diterjang celeng. Kemudian ternak hilang seekor
demi seekor. Jalur kendaraan dihalangi gelondong-gelondong. Kini, rumah
kincir dirusak dan Upi diperkosa. Agaknya orang-orang itu tidak akan
berhenti. Sampai kapan kami sanggup bertahan.37

Klimaks dalam alur utama ini terjadi ketika Saman ditangkap, disiksa, dan di
interogasi karena dituduh menghasut rakyat untuk menentang keputusan
pemerintah. Padahal ia hanya membantu orang miskin dan orang tertindas. Ia
tidak melakukan perbuatan yang menentang pemerintah. Saman juga tidak
menyusun basis petani untuk menyusun kekuatan, yang ia lakukan hanyalah
membantu mereka keluar dari kemiskinan. Penyiksaan yang dia alami membuat
dirinya semakin mantap untuk selalu membantu orang tertindas. Hal ini terlihat
dalam kutipan berikut:
Kadang mereka menyundut tubuhnya dengan bara rokok, menjepit jari-
jarinya, mencambuknya meski tidak di dada, menyetrum lelernya, atau
menggunakan kepalan atau tendangan. Kamu pasti mau membangun basis
kekuatan di kalangan petani! Kamu mau menggulingkan pemerintahan yang
sah! Dan mereka terus menganiaya dia agar mengaku, meskipun
pengakuannya sudah habis.38

Kutipan di atas adalah penyiksaan yang diterima oleh Saman karena dicurigai
telah mempengaruhi petani di Sei Kumbang. Tokoh Saman mengalami konflik
eksternal yaitu konflik antara tokoh dengan PT ALM. Dia mengalami penyiksaan
yang sangat hebat selama di penjara.
Pada tahapan penyelesaian atau alur tutup yaitu kondisi memuncak
sebelumnya mulai menampakkan penyelesaian. Diawali pada 11 Desember 1990,
Saman berkirim surat kepada bapaknya mengabarkan tentang keadaanya dan
minta dana mendirikan LSM yang membantu mengurusi perkebunan. Saman tidak
lagi menjadi pater, ia tidak lagi hanya berdoa dan mengajak, tetapi harus berbuat,
bertindak untuk membantu rakyat tertindas. Untuk menjalankan aksinya tersebut
ia telah berganti nama dengan Saman, pada saat pelariannya ketika menjadi buron.
Pada tanggal 3 Mei 1994 Romo Wis dilarikan ke New York oleh Yasmin dan
Cok. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

37
Ibid., h. 95-96
38
Ibid., h. 106
Agak tegang ketika mobil kami keluar dari garasi. Aku duduk di jok
belakang Honda Accord, berperan sebagai jongos yang polos. Beberapa polisi
yang kami lewati tidak curiga. Hanya berkedip genit pada dua wanita yang
duduk di depan. Kami menginap di Danau Toba Internasional yang mewah.
Besoknya berangkat dengan mobil yang berbeda. Supaya sulit dibuntuti, kata
mereka.39

Kutipan di atas adalah pelarian sama ke New York yang dibantu oleh Yasmin
dan Cok. Akhirnya Saman sampai di New York. Ia bekerja di lembaga Human
Rights Watch, New York. Tanggal 7 Mei 1994 Saman membuat surat pertama di
pengasingan untuk Yasmin, kekasihnya. Akhirnya Saman dan Yasmin saling
berbalas surat sampai tanggal 21 Juni 1994.
Sedangkan alur sampingan yaitu alur yang merupakan bingkai cerita. Alur
sampingan ini yaitu jalinan konflik yang mengiringi keberadaan Laila beserta
sahabat-sahabatnya menggunakan alur maju. Jalinan konflik dalam alur
sampingan adalah jalinan yang berdasarkan hubungan kausal (sebab-Akibat). Hal
ini karena jalinan cerita pertama yaitu Laila bertemu dengan Sihar yang kemudian
membuatnya bertemu dengan Saman dan Yasmin. Setelah pertemuan dengan
Saman, maka cerita masuk ke dalam alur utama dan setelah itu masuk ke dalam
alur sampingan jalinan cerita Shakuntala.
Alur sampingan ini menggunakan alur maju yaitu di mulai dengan pertemuan
pertama Laila dengan Sihar di pertambangan minyak. Ia mendapat kontrak untuk
membuat profil Texcoil dan menulis buku tentang pengeboran di Asia Pasifik.
Tampak pada kutipan di bawah ini,
Laut Cina Selatan, Februari 1993. Dari ketinggian dan kejauhan, sebuah rig
Nampak seperti kotak perak di tengah laut lapis lazuli.40

Kutipan di atas adalah awal pertemuan Laila dengan Sihar. Pada tahap ini
disebut dengan alur buka dimana situasi awal yang akan dilanjutkan dengan
kondisi berikutnya. Jalinan cerita kemudian berlanjut kearah alur tengah dimana
kondisi mulai bergerak kearah mulai memuncak. Peristiwa tersebut adalah saat

39
Ibid.,h. 180
40
Ibid.,h. 7
dimana terjadi perseturuan antara Sihar dengan Rosano terkait dengan hal teknis
dalam pertambangan. Seperti kutipan di bawah ini.
“Bagaimana Sihar? Kami ingin pekerjaan ini cepat selesai. Kami tak berani
mulai sekarang. Resikonya cukup tinggi” Rosano langsung membantah:
“Sekali lagi, bujkan tugas kamu memutuskan. Hubungi mud logger.41

Pada kutipan di atas perseteruan antara Sihar dan Rosano mulai memanas.
Rosano ingin pekerjaan ini selesai tanpa menghiraukan keselamatan kerja. Hingga
kemudian peristiwa ini menggiring menuju klimaks atau alur puncak. Seperti
kutipan di bawah ini.
“Mereka bahkan tak sempat berteriak. Belum habis satu nafas yang ditahan
Laila ketika tubuh Hasyim dan dua yang lain berjatuhan membentur landasan,
lalu terlontar lagi ke laut. Juga sebuah papan bertuliskan “Safety First”.
Lindu, Api, Suara, Alarm” 42

Kutipan di atas adalah kecelakaan kerja yang disebabkan oleh Rosano hingga
menyebabkan Hasyim dan dua orang lainnya meninggal. Hal ini menyebabkan
kegeraman Sihar. Atas peristiwa ini kemudian cerita bergerak menuju Alur tutup
yaitu kondisi memuncak sebelumnya memasuki tahap penyelesaian. Tahap
penyelesaian di mulai ketika Laila mewarkan bantuan ke Sihar untuk membawa
kasus ini ke pengadilan.
Pada tahap ini pula jalinan cerita Laila, Saman dan Yasmin di mulai ketika
memilih bertemu di Perabumulih pada tahun 1993 dan masih pada tahun yang
sama. Penyelesaian kasus ini di mulai ketika Laila meminta bantuan hukum
kepada Saman dan Yasmin seperti pada kutipan dibawah ini.
“Tetapi karena surat kabar terus menulis dan gugatan perdata ke keluarga
korban diterima pengadilan, Rosano akhirnya diperiksa dan disidangkan.
Sihar menjadi salah satu saksi yang memberatkan”43

Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa akhirnya Rosano disidangkan dan
ditahan oleh pihak kepolisian dengan bantuan Saman dan Yasmin. Ini merupakan
tahap penyelesaian pada alur sampingan.

41
Ibid.,h. 14
42
Ibid.,h. 16
43
Ibid.,h. 35
Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa alur utama
yaitu alur cerita tokoh Saman menggunakan alur mundur berupa kilasan masa lalu
Saman. Sementara itu alur yang digunakan untuk menjalin keterkaitan antar cerita
atau yang disebut dengan alur sampingan menggunakan alur maju. Alur
sampingan dalam novel Saman yaitu cerita tokoh Laila dan Shakuntabagai tokoh
yang berfungsi menjalin keterkaitan antar cerita tokoh Saman sebagai tokoh
utama dengan tokoh tambahan yaitu Yasmi, Laila, Shakuntala dan Cok.
4. Latar
a. Latar tempat
1) Laut Cina Selatan
Pertemuan pertama antara Sihar dan Laila, yaitu di Laut Cina Selatan. Laut
Cina selatan merupakan tempat perusahaan minyak yang mendapat konsesi
menggali di perairan Kepulauan Anambas. Pemilihan latar tempat Laut Cina
Selatan oleh Ayu merupakan faktor pendukung penting untuk mendukung latar
pengeboran minyak. Potensi alam Laut Cina Selatan termasuk minyak dan gas
dieksplorasi oleh beberapa Negara yaitu Brunei, Indonesia, Malaysia, Thailand,
Vietnam, dan Filiphina.
Menurut data kementrian RRC memperkirakan bahwa Laut Cina selatan
memiliki 17,7 miliar ton (1, 60 x 1010 kg), lebih besar di banding Kuwait Negara
yang menempati ranking ke-4 yang mempunyai cadangan minyak terbesar dunia
saat ini dengan jumlah 13 miliar ton. Wilayah Laut Cina Selatan merupakan
rawan konflik antara berbagai Negara yang mengelilinginya karena potensi
alamnya yang melimpah. Dengan informasi di atas dapat disimpulkan bahwa
pemilihan tempat Laut Cina Selatan adalah faktor pendukung penting untuk
penggambaran tempat dan suasana pengeboran minyak.
Di tempat ini pertemuan pertama kali Laila dengan Sihar. Laila mendapat
proyek untuk membuat profil perusahaan Texcoil Indonesia. Nama perusahaan
Texcoil sendiri merupakan perusahaan fiktif yang ditulis oleh Ayu. Walaupun
fiktif, tetapi sebenarnya banyak perusahaan asing yang memang kerjasama
dengan pemerintah Indonesia untuk mengeksplorasi kekayaan alam Indonesia.
Laut Cina Selatan, Februari.44
Di tengah Laut Cina Selatan terdapat sebuah tempat pengeboran minyak
dimana tempat Sihar bekerja. Di tempat inilah peristiwa kematian Hasyim dan dua
orang lainnya meninggal akibat keteledoran dari Rosano. Sihar geram dan marah
karenanya. Akibat dari peristiwa inilah Laila menawarkan kepada Sihar untuk
menindaklanjuti kasus ini ke kepolisian dengan bantuan Saman. Jalinan cerita ini
mengawali pertemuan antara Laila, Yasmin, dan Saman.
2) Perabumulih
Latar tempat selanjutnya berlanjut di Perabumulih di mana Laila dan Sihar
meminta bantuan dari Saman untuk mengadukan kasus kematian Hasyim kepada
kepolisian. Di sinilah awal mulanya pertemuan Yasmin dan Saman yang bekerja
sama untuk mengurusi kasus ini. Pemilihan latar tempat Perabumulih oleh Ayu
merupakan faktor pendukung untuk menunjang kekuatan latar. Perabumulih
adalah salah satu kota kecil yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan Indonesia.
Secara geografis kota ini terletak antara 3˚20‟09,1”- 3˚34‟24‟,7” Lintang Selatan
dan 104˚07‟50,4-104˚19‟41,6” Bujur Timur, dengan luas daerah sebesar 434,50
KM2.
Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani hanya
sebagian kecil yang bekerja pada industri dan perdagangan. Adanya Pertamina
pada sektor migas menjadikan Perabumulih menjadi tempat migrasi banyak orang
untuk mencari kehidupan di daerah ini. Dengan fakta di atas, Ayu memilih
Perabumulih menjadi latar tempat dalam novelnya. Perabumulih merupakan kota
kecil yang kaya akan Migas tetapi rakyatnya miskin. Latar tempat Perabumulih
terihat pada kutipan di bawah ini.
Perabumulih, 1993 Ketika saya sadar, ternyata saya lelap dibahunya,
dibawah matanya yang terpejam. Ia begitu kelelahan. Sesaat saya lupa
dimana kami berada. Mobil panther kami terparkir di ceruk jalan yang
menembus tengah-tengah kebun kelapa sawit berhektar-hektar.45

Cerita dengan berlatarbelakang Perabumulih tidak hanya sampai pada


pertemuan antara Sihar dan Laila dengan Saman. Tetapi berlanjut kepada kisah

44
Ibid., h. 7
45
Ibid., h.31
masa lalu saman. Dicerita dan latar tempat ini diperlihatkan mengapa Saman
begitu mencintai Perabumulih, dan ketika menjadi pastor muda dia ingin
mengabdi di sana karena ia ingin kembali mengenang masa kecilnya. Perabumulih
adalah sebuah kota minyak di tengah Sumatra Selatan, sebuah kota kecil di daerah
Palembang, satu satunya hiburan adalah sebuah bioskop. Maka orang-orang lebih
sering mengajak anak-anaknya bertamasya melihat pengeboran minyak.
Lingkungan yang di kelilingi pohon-pohon besar yang banyak lutung atau
siamangnya.
Perabumulih masih kota minyak di tengah Sumatra Selatan yang sunyi
masa itu. Cuma ada satu bioskop, sehingga orang-orang biasa membawa
anak-anak bertamasya ke rig di luar kota, melihat mesin penimba minyak
mengangguk-angguk seperti dinosaurus. Hiburan menegangkan lain adalah
lutung atau siamang yang mendadak turun dari pepohonan.46

Masa kecil Saman juga dihabiskan di latar tempat Perabumulih bersama


dengan keanehan dan hal-hal mistik yang dialami oleh ibu dan adik-adiknya.
Latar ini begitu mempengaruhi jalinan cerita selanjutnya.
Latar tempat Perabumulih ini juga cerita tokoh saman begitu panjang dan
kompleks. Tahun kemudian berganti, setelah begitu lama meninggalkan
Perabumulih kemudian dia kembali ke sana untuk mengabdi sebagai pastor. Dia
kemudian mengenang tempat masa kecil dirumahnya yang kemudian bertemu
dengan Upi. Keibaannya dengan Upi membuatnya terhanyut dalam kehidupan
para petani Sei Kumbang, Perabumulih. Di sini konflik cerita saling terjalin di
mana saman yang mau membantu para petani dari kebijakan kapitalisme
pemerintah pada waktu itu. Di sini jugalah dia mengalami penyiksaan yang berat
baik fisik maupun batin.
3) Gereja
Cerita tentang Wisanggeni/Saman dimulai dari upacara misa pentahbisan
Wisanggeni bersama tiga temannya di gereja. Sebelum memasuki latar tempat
Perabumulih dalam tokoh saman, latar tempat yang pertama adalah Gereja. Fungsi
latar tempat ini untuk mendukung profesi tokoh utama Saman yang mewakilinya

46
Ibid., h. 46
karirnya sebagai seorang Pastor yang nantinya akan menjalin satu cerita hingga
dia bisa sampai di Perabumulih.
Sakramen presbiterat. Tiga lelaki tak berkasut itu lalu telungkup
mencium ubin katedral yang dingin mengucapkan kaulnya. Sejak hari itu,
orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya menjadi Peter
Wisanggeni, atau Romo Wis.47

Ini adalah awal penceritaan tokoh Saman dibaptis menjadi pastor muda. Di
gereja ini pula ia meminta pastor senior untuk mengizinkannya bekerja di
Perabumulih yang akan menjadi titik balik hidupnya di sana dan memutuskan
untuk menjadi seorang aktivis.
4) New York
Pemilihan Latar tempat New York sebagai latar di dalam novel oleh
pengarang adalah untuk mendukung penuh jalinan dan keterkaitan antar cerita.
New York merupakan sebuah Negara simbol kebebasan. New York merupakan
Negara bagian Amerika Serikat yang terletak di wilayah (region) antara Atlantik
tengah, dan timur laut dari Amerika Serikat. New York City dikenal dengan
sejarahnya sebagai pintu gerbang para imigran untuk masuk ke Amerika Serikat
dan statusnya sebagai pusat keuangan, budaya, transportasi, dan manufaktur.
Latar tempat tokoh Saman juga ada di New York. Saman berada di New
York untuk menyembunyikan diri, ia bekerja di Human Rights Watch. Di sana
Saman tetap menjalankan aktivisnya untuk membela kaum miskin maupun
tertindas.
Akhirnya tiba di New York. Mendarat di Airport Jonh F. Kennedy sore
tanggal 3. Basah, dingin, angin. Terasa kosong.48
Ke markas Human Rights Watch di 42 steet dan Fifth Avenue, lembaga
itu bertempat di lantai tiga.49

Surat-menyurat antara Saman dan Yasmin juga berlatar tempat New York
dan Jakarta. New York menjadi tempat pilihan bagi saman agar dirinya aman dari
para pemerintah yang otoriter pada waktu itu. Human Rights Watch yang
bertempat di pusat kota New York adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang

47
Ibid., h. 42
48
Ibid., h. 169
49
Ibid., h. 171
bertugas melakukan penelitian dan pembelaan dalam masalah pelanggaran hak
asasi manusia. Masalah-masalah yang diangkat oleh Human Rights Watch dalam
laporannya termasuk diskriminasi sosial dan gender, penyiksaan, korupsi, politik
dan pelanggaran dalam sistem pengadilan. Ini juga menjadi faktor pendukung Ayu
memilih New York. Human Rights Watch mendokumentasikan dan melaporkan
pelanggaran undang-undang mengenai perang dan hukum kemanusiaan
internasional. Saman sebagai Aktivis tentu yang dia perjuangkan adalah Hak
Asasi Manusia khususnya di Indonesia.
b. Latar Waktu
1) 1993
Pada tahun 1993 pertemuan pertama antara Laila dan Sihar terjadi pada bulan
februari 1993. Pertemuan mereka terjadi saat Laila ditugaskan untuk membuat
profil perusahaan Texcoil.
Laut Cina Selatan, Februari 1993
Dari ketinggian dan kejauhan, sebuah rig Nampak seperti kota perak ditengah
laut lapis lazuli.50

Pada kutipan di atas dapat kita lihat pengarang menuliskan waktu 1993 dan
berlatar tempat di tempat pertambangan minyak. Pada latar waktu 1993 dapat
dikaitkan dengan peristiwa sejarah yaitu kebijakan ekonomi kapital rezim Orde
Baru. Terlihat pada kutipan di bawah ini.
“Membuat profil perusahaan Texcoil Indonesia, patungan saham dalam
negeri dengan perusahaan tambang yang berinduk di Kanada.”51

Kebijakan ekonomi kapital telah mencakup ke berbagai sektor sumber daya


alam Indonesia termasuk Migas. Kebijakan ekonomi Soeharto memberikan
kebebasan penanaman modal asing di Indonesia melalui Undang-undang PMA.
Peraturan paling penting bagi pembentukan struktur kepemilikan kapital di bawah
Orde Baru ialah Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-
Undang Penanaman Modal Dalam Negeri.
2) 1984

50
Ibid., h. 7
51
Ibid., h 8
Latar waktu 1984 atau lebih tepatnya satu tahun setelah dilantik menjadi
pastor dan mendapat izin untuk mengabdi kembali di Perabumulih.
Kepulangannya di Perabumulih dia manfaatkan dengan berkunjung ke rumah
lamanya. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“1984. Akhirnya di tempuhnya perlajanan itu. Usianya kini dua puluh
enam. Ia telah menyeberangi Selat Sunda dengan kapal feri yang sesak dan
pikuk oleh orang dan kendaraan, dari Merak, turun di Bakauheuni, lalu naik
kereta ke arah utara. Di Perabumulih stop. . . yang dia tinggalkan sekitar
sepuluh tahun lampau, saat ayahnya dipindahkan ke Jakarta.52

Pada kutipan di atas dapat dilihat bagaimana dia kembali lagi ke Perabumulih
untuk mengabdi. Pada Tahun ini pulalah, perjalanan panjangnya dimulai. Diawali
pertemuannya dengan perempuan gila bernama Upi yang sempat
mencelakakannya. Keibaannya dengan kehidupan warga transmigran di Sei
Kumbang. Banyak hal yang dilakukan saman untuk membantu warga transmigran
terutama keluarga Mak Argani, Ibu dari Upi. Mulai dari membuat rumah kecil
untuk Upi hingga membantu menggarap tanah keluarga Mak Argani. Banyak
kegelisahan yang dialami oleh tokoh Saman melihat kemiskinan warga Sei
Kumbang, Perabumulih. Jika dikaitkan dengan peristiwa sejarah pada tahun 1984
Perabumulih mengalami keterbelakangan ekonomi sebagai tempat transmigrasi
masyarakat Jawa ketempat tersebut.
3) 1990
1990, Enam tahun setelah 1984 ia bersusah payah membantu keluarga Mak
Argani sambil menjalankan tugas kepastorannya di Perabumulih. Pada Tahun
1990 ini pulalah sesuatu yang berat terjadi pada Saman dan warga Sei Kumbang.
Pada tahun ini banyak kejadian yang dialaminya dengan Pihak PT ALM yang
berusaha untuk merebut lahan warga Sei Kumbang terutama keluarga Mak
Argani.
1990. Sesuatu terjadi pada Upi. Waktu itu petani sudah mulai menakik
getah karet muda yang mereka tanam enam tahun lalu, sebagai ganti pohon-
pohon yang tumbang dimakan kapang.53

52
Ibid., h. 58
53
Ibid., h. 89
Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa kehidupan warga Transmigran
lubuk rantau mengalami perbaikan ekonomi. Tetapi kemudian warga digusur dari
lahannya dan Saman sendiri diculik serta disiksa secara fisik di tahanan karena
dianggap orang kiri. Jika dikaitkan dengan peristiwa sejarah maka dapat kita tarik
kepada tiga bagian sejarah yaitu kebijakan kapitalisme Orde Baru, pers zaman
Orde Baru, dan penyiksaan terhadap aktivis.
Dapat kita ketahui bahwa Intervensi dan campur tangan swasta (pemilik
modal dalam negeri) dalam pengelolaan Sumber Daya Alam Negara Indonesia
pada masa Orde Baru juga turut andil dalam keputusan Kapital. Lahan yang
sebelumnya adalah pemberian dari pemerintah kepada warga transmigran
kemudian hendak diambil paksa oleh para pemilik modal.
Tentang Pers pada masa Orde Baru yaitu pada awal periode 1990-an sejatinya
adalah di mana para jurnalis umumnya menikmati puncak kebebasan politik. Bak
kuda lepas dari kandang, pers tak lagi enggan mengulas topik-topik yang dulunya
tabu di masyarakat. Pada tokoh Saman diceritakan bahwa ia meminta bantuan
pers dan media massa untuk mengangkat kasus yang menimpa warga Sei
Kumbang di angkat ke media massa.
Kemudian peristiwa sejarah selanjutnya yaitu Kasus penculikan dan
penghilangan orang secara paksa yang menimpa para Saman juga terjadi pada
mereka yang ingin menegakkan keadilan dan demokrasi dimasa pemerintahan
Orde Baru. Mereka yang kritis dalam menyikapi kebijakan pemerintah dianggap
sebagai kelompok yang membahayakan dan merongrong kewibawaan Negara.
4) 16 April 1994
Pada tanggal 16 April terjadi peristiwa sejarah yaitu pemogokan buruh besar-
besaran di Medan. Tampak pada kutipan di bawah ini.
“16 April, Medan. Situasi mencekam. Bahkan siang lengang. Orang-orang
takut keluar rumah, taka da yang berani berdagang. Unjuk rasa buruh sudah
dua hari berjalan, dan kelihatannya sedang berakhir dengan kegagalan.”54

Pada kutipan di atas adalah isi diary Saman yang dia kirimkan kepada Yasmin.
Pada tanggal tersebut dapat ditarik peristiwa sejarah yaitu tanggal 16 April 1994,

54
Ibid., h 178
terjadi demontrasi dan pemogokan buruh besar-besaran di Medan, melibatkan
26.000 buruh. Demontrasi yang semula bertujuan menuntut kenaikan gaji dan
Tunjang Hari Raya (THR) tersebut berkembang menjadi demonstrasi anti
keturunan Cina dan menyebabkan terbunuhnya seorang pengusaha Kwok Joe Lip
alias Yuli Kristanto. Setelah peristiwa tersebut pada 2 Mei ketua SBSI (Serikat
Buruh Seluruh Indonesia) cabang Medan Amosi Telaumbanua bersama wakil
ketua dan sekretaris DPC Soniman Lafao dan Fatiwanalo Zega diperiksa di
Mapoltabes Medan sebagai tersangka dalam kasus unjuk rasa buruh dan
perusahaan di kota itu.
c. Latar Sosial
1) Budaya Jawa
Ayu Utami menggunakan latar sosial budaya Jawa dalam novel Saman untuk
mendukung karakter dari tokoh utama Saman. Sebelum menggunakan kata
Saman, nama yang dia gunakan adalah Wisanggeni yang artinya adalah bara api
yang berasal dari bahasa Jawa. Saman/Wisanggeni dilahirkan dalam keluarga
yang mempunyai budaya Jawa yang sangat kental. Ibu Saman seorang raden ayu
yang mempunyai hal-hal mistis yang tidak bisa dijelaskan dengan akal dan
Ayahnya juga keturunan Jawa. Terdapat pada kutipan di bawah ini.
“Ibunya masih raden Ayu adalah sosok yang tak selalu bisa dijelaskan oleh
akal. Ia sering nampak tidak berada di tempat di ada, atau berada di tempat ia
tidak ada.”55
Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa Saman dilahirkan dalam keluarga
Jawa. Latar sosial budaya Jawa ini untuk mendukung dan menjalin keterkaitan
kepada latar tempat dan waktu. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Wisanggeni lahir di sana. Saat umurnya empat tahun, bapaknya di


pindahkan ke Perabumulih sebuah kota sabrang yang panjang jalan utamanya
kira-kira cuma lima kilometer. Perabumulih masih kota minyak ditengah
Sumatera Selatan yang sunyi masa itu”56
Perabumulih merupakan sebuah tempat di daerah Sumatera Selatan yang
masih sedikit penduduknya dan merupakan salah satu tujuan daerah transmigran

55
Ibid., h 45
56
Ibid., h 46
dari pulau Jawa yang berlatar belakang suku Jawa. Hal ini tentu mendukung untuk
kesesuaian latar tempat dan latar waktu. Budaya Jawa dapat juga kita lihat dari
penggunaan bahasa dalam bahasa Jawa guna mendukung latar sosial Jawa dalam
keluarga Saman. Terlihat pada kutipan di bawah ini.

“Lelaki itu mendengar ibu mengumam: Lela lela ledhung”57


“Barangkali suatu ruang yang tidak di mana-mana: suatu suwung” 58

Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa penggunaan dalam bahasa Jawa
untuk mendukung latar sosial budaya Jawa tokoh utama Saman. Maka dapat
disimpulkan bahwa latar sosial budaya jawa adalah untuk mendukung karakter
Saman sebagai orang Jawa yang menjunjung tinggi kesopanan dan
kesederhanaan. Selain mendukung karakter Saman, latar sosial budaya Jawa yang
ditampilkan pengarang untuk mendukung kesesuaian dengan latar tempat dan
latar waktu.

2) Agama Katolik
Saman sebagai tokoh utama novel Saman menganut agama katolik. Hal ini
dapat diketahui melalui pengabdiannya terhadap agama katolik dengan menjadi
pastor yaitu pemuka atau pemimpin agama katolik. Terlihat pada kutipan di
bawah ini.
“Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya
menjadi Pater Wisanggeni” 59
Pada kutipan di atas latar sosial keagamaan tokoh utama adalah seorang
pastor agama katolik. Hal ini saling keterkaitan dengan latar tempat yang
digunakan oleh pengarang dalam novel yaitu gereja. Latar sosial keagamaan ini
berpengaruh pula terhadap pandangan hidup dan sikap hidup tokoh utama. Selain
itu, Saman juga dilahirkan dalam keluarga yang katolik yang taat. Seperti kutipan
di bawah ini.

57
Ibid., h 53
58
Ibid., h 54
59
Ibid., h 42
“Bapaknya tak punya darah ningrat dan memilih nama Sudoyo ketika
dewasa. Lelaki itu berasal dari Muntilan dan beragama ketat, agak berbeda
dari sang Ibu yang meski ke gereja setiap hari minggu.”60
Kutipan di atas adalah latar keagamaan yang taat terhadap agama katolik
yang Saman dapatkan dari bapaknya. Ia dilahirkan dalam keluarga yang budaya
Jawa kejawen dan taat terhadap agamanya. Jalinan antara latar sosial dan latar
tempat serta sikap dan pandangan hidup tokoh Saman mengalami keterkaitan
yang sangat erat hubungannya. Hal ini berpengaruh terhadap jalan cerita tokoh
utama yang artinya bahwa satu sama lain saling mempengaruhi.

3) Kehidupan New York


Latar sosial yang digunakan oleh Ayu selanjutnya adalah kehidupan sosial di
New York. New York adalah tempat pengasingan Saman selama menjadi
buronan. Hal ini menjadi keterkaitan dengan Latar tempat New York dan latar
waktu yang digunakan oleh pengarang. New York merupakan salah satu tempat
berdirinya Human Rights Watch yaitu sebuah lembaga yang mendokumentasikan
dan melaporkan pelanggaran undang-undang mengenai perang dan hukum
kemanusiaan internasional.
Dengan didirikannya Human Right Watch yang berpusat di New York
menjadikan kota ini sebagai kota yang sangat menjunjung hak asasi manusia dan
memberikan perlindungan terhadap orang-orang yang tertindas. Pengarang
memilih New York sebagai kota pelarian Saman adalah untuk mendukung sepak
terjang Saman dalam membantu perjuangan hak asasi manusia serta perjuangan
keadilan hukum di Indonesia. New York menjadi kota yang sangat terbuka
terhadap berbagai budaya di dunia. Kota ini kota yang maju dan sangat terbuka
terhadap berbagai persoalan HAM di dunia. Hal ini didukung seperti kutipan di
bawah ini.

“Ke luar dari gorong-gorong tangga, New York tampak permukaannya :


kota meriah. Ke markas Human Rights Watch di 42nd street dan fifth Aveneu.
Lembaga itu bertempat di lantai tiga, berbagai lantai dengan satu atau dua
organisasi lain. keduanya concerned dengan perkara serupa: hak asasi,

60
Ibid., h 45-46
demokrasi, kebebasan, pers yang umunya menjadi masalah di dunia ketiga.”
61

Pada kutipan di atas dapat dijelaskan bagaimana New York menjadi kota
pusatnya permasalahan hukum HAM dan lainnya di dunia. Human Right Watch
sebuah lembaga yang bertugas menerbitkan laporan-laporan penelitian tentang
berbagai pelanggaran norma-norma hak asasi manusia seperti yang ditetapkan
dalam deklarasi hak-hak manusia se-Dunia dalam norma hak asasi lainnya yang
diakui dunia. Latar sosial yang diangkat pengarang juga menyangkut bagaimana
kehidupan kota New York yang dikenal sebagai Negara super power seperti
kutipan di bawah ini.

„Sebelumya, pesawat memasuki teritori US lewat Los Angeles, di mana


semua penjaga bertampang curiga-barangkali inilah wajah angker dari Negara
super power terhadap pendatang (beberapa hari disini, setiap kali pergi ke
mini market kasirna selalu meneliti apakah aku membayar dengan dolar
kertas palsu.62
Pada kutipan di atas pengarang memperlihatkan bagaimana kehidupan sosial
dari kota New York guna mendukung kesesuaian cerita. New York merupakan
kota terpadat di Amerika Serikat dan pusat wilayah metropolitan New York yang
merupakan salah satu wilayah metropolitan terpadat di dunia. Sebagai sebuah kota
global terdepan, New York memberi pengaruh besar terhadap perdagangan,
keuangan, media, budaya, dan hiburan dunia.

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan latar sosial


kehidupan kota New York sangat berhubungan latar tempat dan latar waktu yang
ditampilkan pengarang guna mendukung kesesuaian cerita dari tokoh utama.

4) Mata Pencaharian daerah Perabumulih

Sebagian besar keadaan tanah Perabumulih berasal dari jenis tanah potsolik
merah kuning dengan derajat kemiringan Perabumulih antara 0-40% pada
ketinggian antara 34 meter dari permukaan laut. Perabumulih termasuk daerah
tropis basah dengan curah hujan 204,45 m3 dan suhu rata-rata 270 C. Struktur

61
Ibid., h 171
62
Ibid., h 170
tanah yang cocok untuk ditanami tanaman keras seperti karet dan sawit membuat
mata pencaharian utama penduduknya adalah petani. Dapat dilihat pada kutipan di
bawah ini.

“Empat hari di desa ini, Wis mencatat beberapa hal yang dilakukan petani.
Mereka pergi menyadap setiap hari sebab hanya dengan begitu mereka bisa
menjual lebih banyak getah dan berharap lebih banyak penghasilan” 63

Pada kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa mata pencaharian warga


transmigran Sei Kumbang Perabumulih adalah sebagai petani karet. Banyaknya
penduduk Perabumulih yang bekerja di bidang pertanian tidak bisa dilepaskan
dari kualitas tanah yang mendukung.

Pada novel Saman digambarkan keadaan Perabumulih pada tahun 1984 di


bawah pemerintahan Soeharto. Pada tahun ini masyarakat Jawa banyak yang
kemudian memilih untuk bertransmigrasi ke Sumatera salah satunya adalah
Perabumulih, Sumatera Selatan. Para transmigran kemudian memilih untuk
bertani di Perabumulih. Di dalam novel ini digambarkan keadaan mereka sangat
memprihatinka dan dalam kemiskinan yang diwakili oleh keluarga Mak Argani
yang dibantu oleh tokoh utama. Seperti kutipan di bawah ini.

“Dusun itu rumpang, sekitar seratus rumah petak tiga kali enam meter
berserakan di daerah itu. Namun lebih dari sepertiganya telah ditinggalkan.
Dan lahan pohon-pohon karet yang berjajar hingga keujung pandangan
Nampak seperti lelaki yang tak bercukur, penuh dengan gulma yang tak
terpangkas” 64
Pada kutipan di atas digambarkan bagaimana status sosial yang rendah warga
Sei Kumbang, Perabumulih. Hal ini tentu untuk menjalin keterkaitan dengan latar
tempat dan latar waktu. Perabumulih pada tahun 1984 masih dalam keadaan yang
sangat memprihatinkan dimana kesenjangan ekonomi masih sangat terlihat

Sektor kedua mata pencaharian di Perabumulih adalah bidang industri migas.


Hal itu terlihat melalui tokoh Laila. Pengarang menggambarkan keadaan sosial

63
Ibid., h 79
64
Ibid., h 74
masyarakat yang bermata pencaharian di bidang industri. Terlihat seperti kutipan
di bawah ini.

“Ia disini sebagai sebagai representatif Texcoil, perusahaan minyak yang


mendapat konsesi menggali perairan kepulauan Anambas, sehingga bisa
dibilang bahwa dialah tuan rumah bangunan ini.”65

Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa latar sosial dari Perabumulih selain
bermata pencaharian di bidang industri migas. Keberadaan industri migas yang
memberikan alternatif lapangan pekerjaan selain sektor pertanian. Kehadiran
migas ini juga mendorong migrasi ke Perabumulih untuk bekerja untuk bekerja di
sektor industry dan perdagangan. Atas penjelasan di atas maka dapat disimpulkan
latar sosial mata pencaharian di Perabumulih sangat mendukung terhadap Latar
tempat dan Latar waktu yaitu pada tahun 1993 dan 1984.

5. Sudut Pandang
Penggunaan sudut pandang dalam novel Saman menggunakan lebih dari satu
teknik. Pengarang menggunakan teknik berganti-ganti dari teknik yang satu ke
teknik yang lain untuk cerita yang dia tuliskan. Penggunaan sudut pandang yang
digunakan oleh pengarang dalam novel Saman yaitu sudut pandang campuran
dengan teknik “dia” mahatahu dan persona pertama dengan teknik “aku” tokoh
tambahan serta persona “aku” tokoh utama.
Dalam sudut pandang persona ketiga mahatahu, novel Saman dikisahkan dari
sudut “dia”, namun narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut
tokoh “dia” dalam hal ini tokoh utama yaitu Saman. Dapat dilihat pada kutipan di
bawah ini.
“Ketika bohlam dipadamkan, ia merasakan sesuatu. Bukan suara, bukan
pula bunyi, tetapi perasaan ambang inderawi bahwa ada orang lain di ruang
itu, di dekatnya. Saraf-saraf refleksnya mencuatkan cemas, jari-jarinya
kembali menyalakan lampu. 66

Pada kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan teknik “dia” mahatahu.


Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan. Ia bebas

65
Ibid., h 8
66
Ibid., h 63
bergerak dari dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita,
menceritakan atau menyembunyikan ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga
yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas.
Pilihan kediaan diambil penulis berdasarkan kebutuhan. Saman adalah tokoh yang
tak suka bercerita tentang dirinya sendiri lebih suka dengan beraktivitas. Ia adalah
orang yang mempunyai prinsip banyak kerja sedikit bicara karena itu tidak
disampaikan dalam bentuk aku.
Dalam sudut pandang tokoh “aku” sebagai tokoh tambahan dalam novel
Saman digunakan oleh tokoh Laila. Tokoh “aku” yaitu Laila hadir untuk
membawakan cerita Saman kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan
itu kemudian “dibiarkan” untuk mengisahkan ceritanya. Tokoh cerita yang
dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama. Seperti
kutipan di bawah ini.
“Sedang teman saya seorang lagi, ia kini bernama Saman. Ia mengganti
namanya, ia mengganti penampilannya. Ia kini mengelola LSM” 67

Pada kutipan di atas dapat kita lihat bagaimana tokoh Laila sebagai tokoh
“aku” tambahan yang berfungsi membingkai dan mengantar cerita kepada cerita
tokoh utama yaitu Saman. Dalam hubungannya dengan keseluruhan novel tokoh
Laila muncul dan berfungsi sebagai “bingkai” cerita.
Dalam sudut pandang teknik “aku” tokoh utama yaitu Saman dalam novel
Saman, si “aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang
dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik,
hubungan dengan sesuatu yang di luar dari dirinya. Si “aku” menjadi fokus pusat
cerita dan pusat kesadaran. Segala sesuatu yang di luar dari diri si “aku”
diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya atau dipandang penting.
Pengarang menggunakan sudut pandang teknik “aku” melalui tokoh utama Saman
terdapat pada bagian surat-menyurat antara Saman dengan Yasmin. Terdapat pada
kutipan di bawah ini.
“Yasmin,

67
Ibid., h 24
“Surat ini ditulis dan dikirim dari apartemen Sidney. Aku masih menumpang
dia. Minggu depan pindah.68

Pada kutipan di atas dapat dilihat pengarang menggunakan sudut pandang si


“aku” pada tokoh Saman. Sudut pandang si “aku” pada tokoh Saman
menggunakan media pembicaraan seperti surat-menyurat serta buka harian yang
dia kirimkan kepada Yasmin. Penggunaan sudut pandang si “aku” juga digunakan
dalam penceritaan tokoh Shakuntala.
Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam novel
Saman, Pengarang menggunakan beberapa teknik. Teknik yang digunakan yaitu
diantaranya sudut pandang campuran dengan teknik “dia” mahatahu dan persona
pertama dengan teknik “aku” tokoh tambahan serta persona “aku” tokoh utama.
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Saman berhubungan dengan
asosiasi lainnya. Kelebihan gaya bahasa Ayu Utami dalam novel Saman adalah
kelihaiannya dalam meramu bahasa. Kata dan bahasa tidak hanya menjadi sarana
dalam penyampaian tetapi menjadi bagian keseluruhan yang utuh.
Laut Cina Selatan merupakan tempat pengeboran minyak Texcoil yang
berada ditengah lautan. Tempat ini diisi oleh lelaki yang jauh dari keluarga dan
sudah pasti kehidupan di sana keras. Salah satu lelaki diantara mereka adalah
Sihar. Ia adalah pria suku batak yang terkenal dengan bahasanya yang terkesan
kurang sopan. Seperti kutipan di bawah ini.
Mestilah mereka berselisih hebat, sebab Sihar kini tak lagi berbicara
dengan “Bapak” Rosano. Tetapi saya mulai merasa tidak nyaman. Sebab saya
khawatir ia akan menghadapi masalah yang bertambah. Lalu saya bisa
mendengar suaranya, kali ini dengan logat Batak. 69

Di atas terlihat bagaimana Sihar sebagai suku batak yang terkenal dengan
tutur katanya yang keras berbicara dengan atasannya. pengarang tahu betul
bagaimana karakter dan watak orang batak. Dia perlihatkan dalam dialog-dialog
Sihar dengan Rosano. Misalnya lagi dalam kutipan dibawah ini.

68
Ibid., h 174
69
Ibid., h. 14
Sekali lagi resikonya tinggi. Kau boleh coret namaku dari kontrak ini kalau
mau terus.
Ia menyebut dia “Kau”
Kau Gila, Cano”70

Lihatlah penggunaan kata “kau” dalam tata bahasa sehari-hari ini akan
terlihat kasar sekali apalagi bila digunakan untuk menyebut atasan. Tapi tidak
bagi Sihar, Kata “ kau” akan sangat biasa digunakan dalam keseharian orang
batak atau masyarakat di daerah Sumatera Utara.
Selain dari gaya bahasa yang digunakan oleh Sihar, kita juga dapat melihat
istilah-istilah yang digunakan dalam dunia pertambangan. Istilah dalam
pertambangan tentu saja untuk mendukung suasana yang tercipta di
pertambangan. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Mereka berbicara lewat telepon dengan mud logger, yang pekerjaannya


menganalisa kondisi tanah sumur.”Masa peralatan Seismoclype tidak bisa
bekerja dalam tekanan tinggi seperti ini? Oil service yang lain bisa.71
Istilah-istilah mud logger, seismoclype dan oil service kesemuanya
merupakan istilah yang sering digunakan dalam dunia pertambangan. Dengan
gaya bahasa seperti ini akan semakin menyakinkan bahwa latar tempat serta
dialog yang digunakan tokoh-tokohnya memang berlatar pertambangan.
Selanjutnya penggunaan bahasa dalam latar sosial budaya Jawa. Pengarang
seperti sudah melakukan riset untuk mengetahui penggunaan bahasa, baik tempat,
rasa ataupun suku. Dalam novel Saman, Masa kecil Wisanggeni/Saman dia
habiskan di daerah Perabumulih. Lingkungan keluarga Jawa menjadi latar dalam
masa kecilnya. Lihatlah kutipan dibawah ini.
Ibunya masih raden Ayu adalah sosok yang tak bisa dijelaskan oleh akal.
Ia sering Nampak tidak berada ia ada, atau berada ditempat ia tidak ada.72
Bapaknya tak punya darah Ningrat dan memilih nama Sudoyo ketika dewasa.
Lelaki itu berasal dari Muntilan yang beragama dengan ketat agak berbeda
dari sang Ibu yang meskipun ke Gereja pada hari Minggu, juga merawat keris
dan barang-barang kuno dengan khidmat. 73

70
71
Ibid.,h. 14-15
Ibid.,h. 14
72
Ibid.,h. 45
73
Ibid.,h. 45-46
Untuk mendukung latar keluarga Jawa Saman, pengarang menggunakan
beberapa bahasa Jawa dalam ceritanya. Kata suwung yang berarti rumah tanpa
penghuni atau nyanyian Jawa “Lela Ledhung” yang sering didendangkan Ibu
Saman ketika ia masih kecil. Lagu itu merupakan nyanyian Jawa.
Kadang kebisuannya diakhiri dengan pergi ke tempat yang tidak diketahui
orang, barangkali suatu ruang yang tidak dimana-mana : suatu Suwung.74

Penggunaan bahasa digunakan Ayu untuk menggambarkan masa kecil yang


bernuasa mistis jawa sehingga dia menggunakan beberapa bahasa Jawa untuk
mendukung keterkaitan cerita.
Selain masa kecil Saman yang dihabiskan di Perabumulih, Ia juga kemudian
memilih untuk membantu warga miskin di tempat tersebut. Latar sosial mata
pencaharian di Perabumulih kebanyakan bertani karet. Status sosial para petani
pun status sosial yang rendah. Pengarang menggunakan gaya bahasa yang
mendukung hal tersebut yaitu dengan gaya bahasa yang banyak menggunakan
bahasa-bahasa pertanian. Seperti kutipan di bawah ini.

“Bibit-bibit PR dan BPM itu sebagian dibeli Wis dan dibiakkannya


sendiri. Sebelumnya, ketika pohon-pohon belum siap disadap, orang-orang
menderes tanaman tua serta memanen kedele dan tumbuhan tumpang sari.”75
Pada kutipan di atas dapat dilihat bahasa-bahasa yang sangat berhubungan
dengan perkebunan karet. bahasa seperti menderes dan disadap yang artinya
adalah mengambil air (getah) dari pohon dengan menoreh kulit atau memangkas
mayang atau akar.

Selanjutnya gaya bahasa yang berkaitan dengan agama katolik. Saman


merupakan seorang Pastor. Ayu mendukung itu semua dengan latar tempat
Gereja. Pada penceritaan awal tokoh Saman dibuka dengan latar tempat Gereja.
Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Tiga pemuda itu berjubah putih, lumen de lumine, dan bapak uskup
dengan mitra keemasan nama mereka satu persatu. Juga namanya : Athanius
Wisanggeni.76

74
Ibid., h.45
75
Ibid., h. 89
76
Ibid.,h. 41
Tidak hanya didukung oleh latar atau alur cerita tempat tetapi juga sangat
terlihat sekali dalam surat-menyurat antara Saman dan Yasmin. pengarang sangat
banyak menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan keagamaan. Ia
menggunakan cerita Adam dan Hawa untuk menggambarkan kecintaannnya pada
Yasmin atau cerita nabi-nabi lainnya.
Seks terlalu indah. Barangkali karena itu Tuhan begitu cemburu sehingga
Ia menyuruh Musa menyuruh merajam orang-orang yang berzina.77
Aku menyesal sekali. Apakah kamu menganggap aku hawa yang menggoda
Adam. 78

Dapat dilihat pada kutipan di atas pengarang menggunakan cerita-cerita yang


ada dalam cerita keagamaan untuk semakin menguatkan tokoh Saman yang
sebelum berganti menjadi aktivis adalah seorang pastor.
Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan
bahasa oleh pengarang saling berkaitan dan mendukung antara keseluruhan unsur.
Kelihaian pengarang dalam menulis Saman sangat diakui oleh kritikus sastra.
Permainan kata, diksi, dan pemilihan katanya sangat mendukung terhadap semua
unsur baik itu penokohan, latar tempat, alur, gaya bahasa semua merupakan satu
kesatuan yang saling menguatkan.

B. Fakta Sejarah dalam Novel Saman karya Ayu Utami


1. Kebijakan Kapitalisme Ekonomi Orde Baru
Kapitalisme adalah sebuah sistem perekonomian yang memberikan
kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan perekonomian.
Seperti memproduksi barang, menjual barang, dan menyalurkan barang. Dalam
perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai
dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing untuk dalam bisnis untuk
memperoleh laba sebesar-besarnya. Dalam novel Saman banyak penjabaran
mengenai kebijakan ekonomi kapital rezim Orde Baru. Kebijakan kapital sendiri
telah menyebabkan banyak kesengsaraan bagi rakyat kecil. Kebijakan ekonomi

77
Ibid.,h. 188
78
Ibid., 187
kapital telah mencakup ke berbagai sektor sumber daya alam Indonesia. Dalam
kutipan di bawah ini, kebijakan kapital telah mencakup kedalam sektor
pertambangan.
Perempuan itu dipanggil Laila. Lelaki itu Toni. Keduanya datang setelah
rumah produksi kecil yang mereka kelola CV, buka PT mendapat kontrak
untuk mengerjakan dua hal yang berhubungan. Membuat profil perusahaan
Texcoil Indonesia, patungan saham dalam negeri dengan perusahaan tambang
yang berinduk di Kanada. Juga menulis buku tentang pengeboran di Asia
Pasifik atas nama Petroleum Extension service. 79
Peraturan paling penting bagi pembentukan struktur kepemilikan kapital di
bawah Orde Baru ialah Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) No.1
Januari 1967 dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Juli
1968. Undang-undang Penanaman Modal Asing di antaranya yaitu Jaminan
bahwa tidak ada kehendak untuk menasionalisasikan milik asing dan jaminan
adanya kompensasi pembayaran jika terjadi nasionalisasi serta kebebasan
melakukan pemindahan keuntungan, dana depresiasi dan hasil penjualan saham
kepada warga Negara Indonesia. Kebijakan ekonomi Soeharto memberikan
kebebasan penanaman modal Asing di Indonesia melalui Undang-undang PMA.
Setiap perusahaan diatur kebijakannya melalui Undang-undang tersebut. Hal ini
tentu membuat kesempatan negara-negara asing untuk mengeksploitasi kekayaan
Sumber Daya Alam Indonesia terutama pertambangan semakin terbuka lebar.
Semakin luas terbentang jarak kemiskinan antara si pemilik modal dengan rakyat
miskin yang tidak dapat berbuat banyak.
Pemerintah memainkan peran sangat penting dalam pembentukan dan
perkembangan kapitalisme Indonesia pasca zaman kolonial. Pengaruhnya bersifat
menentukan, bukan saja dalam memberikan kondisi politik bagi pertumbuhan
kaum kapitalis tetapi juga menyediakan kerangka pendapatan negara dan bahkan
investasi kapital yang sangat besar. Kaum kapitalis tumbuh subur di negeri ini
zaman pemerintahan Soeharto. Terbuka lebarnya kesempatan pihak swasta dan
modal Asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia terlihat dalam kutipan
novel di bawah ini.

79
Ibid.,h. 8
Di Bantargebang manusia hidup bersama sampah-sampah Jakarta yang
kaya dan rakus, dan orang-orang gila bisa berjalan-jalan di Taman Suropati
yang rapi dan teduh. Tetapi hanya tujuh puluh kilometer dari kota minyak
Perabumulih, seorang gadis teraniaya, bukan sebagai ekses keserakahan
melainkan karena orang-orang yang tak mampu mencapai kemodernan.
Sementara itu aku hanya bisa berbaring dikasur ini. 80

Kutipan novel di atas menceritakan kesenjangan ekonomi di kota


Perabumulih yang membuat Indonesia ketinggalan adalah, selain angka awal
(starting base)-nya rendah, kualitas sumber daya manusia serta pendidikan jauh
terbelakang oleh karena sejak kemerdekaan tidak banyak dikucurkan dana dan
daya kepada sektor yang sangat strategis ini. SDM Indonesia kekurangan dasar,
maka industrialisasi di Indonesia juga tidak bisa bersifat "mandiri" (kurang
tergantung dari impor) seperti di Taiwan dan Korea Selatan. Kedua negara itu
mewarisi kultur yang lebih pro-pendidikan (dasar) dari penjajah Jepangnya
sebelum Perang Dunia Kedua.
Gambaran jelas dari rezim Orde Baru dalam perkembangannya selama 18
tahun ialah pemerintahan militer yang otoriter, pengambil alihan Negara oleh para
pejabat dan di singkirkannya partai-partai politik dari proses pengambilan
keputusan. Disebabkan karena tidak adanya partai politik yang kuat dominasi
politik dipegang oleh pemerintahan pada saat itu. Karena dominasi politik
tersebut, maka tindakan serta pengambilan keputusan ekonomi berada ditangan
petinggi yang berkuasa. Sumber Daya Manusia yang tidak mendukung juga
menyebabkan rakyat Indonesia tidak mampu mencapai kemajuan hidup walaupun
dihadapkan dengan Sumber Daya Alam yang berlimpah.
Intervensi dan campur tangan swasta (pemilik modal dalam negeri) dalam
pengelolaan Sumber Daya Alam Negara Indonesia juga turut andil dalam
keputusan Kapital. Kaum pemilk modal dalam negeri berawal dari basis yang
sangat kecil. Perkembangannnya sangat pesat selama tahun 1970-an. Beberapa
kelompok perusahaan lahir dalam beragam industri, terutama dalam industri
subtitusi impor, seperti logam dan teknik, mobil komponen, ban dan aki, bahan
makanan dan minuman, elektronik, dan tekstil. Menjelang tahun 1980, investasi

80
Ibid., h.75
dalam negeri naik hingga mencapai hampir 50 persen dari total investasi di sektor
industri yang cepat tumbuh Tetapi pertumbuhan ini berkait erat dengan
lonjakannya harga minyak dan arus pendapatan dari minyak yang dinikmati
Indonesia pada tahun 1970-an, berupa penerimaan devisa dan pajak atas
perusahaan minyak. Kelompok-kelompok perusahaan baru itu juga sangat
bergantung pada kebijaksanaan proteksi dan subsidi Negara, dan pada
perlindungan oleh pusat kekuasaan birokrasi-politik. Akhirnya, kapitalis dalam
negeri sangat mengandalkan peranan Negara untuk mendukung mereka dalam
menghadapi modal asing. Ada alasan kuat untuk mengatakan bahwa kaum borjuis
industri Indonesia tidak mungkin dapat diharapkan akan memainkan peran
penting dalam perubahan politik dan ekonomi. Intervensi swasta dalam kebijakan
kapital telah memainkan peran cukup penting dalam pemerintahan Soeharto.
Seperti kutipan dibawah ini :
Lalu mereka berbicara singkat saja. “kami menjalankan tugas dari
Bapak Gubernur.” Salah satunya mengacungkan selembar kertas berkop
pemda, tapi tidak menyerahkan kepada Anson. “Menurut SK beliau tahun
1989, lokasi transmigrasi Sei Kumbang ini harus dijadikan perkebunan sawit.
Perusahaan intinya sudah ditunjuk, yaitu PT Anugrah Lahan Makmur”. Ia
berhenti sebentar, memandang rumah pengolahan itu, melongok keluar dari
jendela, dan menoleh lagi pada Anson.”Kami melihat bahwa dusun ini saja
yang belum patuh untuk menandatangani kesepakatan dengan perusahaan.81

Kutipan di atas adalah percakapan antara Anson dan pihak PT ALM ketika
sebagian warga memilih untuk bertahan. Mereka mendatangi desa Sei Kumbang
karena dianggap sebagai pembangkang dan tidak menuruti kecurangan yang
dilakukan oleh utusan PT ALM. Terlihat bagaimana intervensi swasta dalam
pengambil-alihan lahan dari pemerintah. Kapitalisme Orde Baru semakin
menimbulkan kesenjangan dalam dunia ekonomi. Sementara orang-orang yang
tidak memiliki modal tertindas oleh kebijakan-kebijakan tersebut. Dalam proses
ini tampak bahwa kapital maupun Negara bukanlah entitas monolitik. Kapital
terdiri atas berbagai macam elemen yaitu Internasional dan domestik, skala besar
dan kecil, golongan cina dan pribumi. Sementara itu Negara terbagi dalam
berbagai kelompok politik yang saling bersaing. Di samping itu juga faksi-faksi

81
Ibid., h. 92
politik yang saling bersaing, masing-masing punya hubungan tertentu dengan
berbagai elemen kapital dan jaringan strategi ekonomi. Ada banyak tangan-tangan
rakus baik dari pihak pemerintah maupun asing atau pemilik modal yang ingin
mengeruk kekayaan sumber daya alam Indonesia dengan menggunakan cara-cara
yang tidak lazim. Kutipan di bawah ini menjabarkan tindakan kekerasan yang
digunakan pihak perusahaan untuk mengambil alih lahan karet yang digantikan
dengan sawit.
Ia memberitahu bahwa perusahaan memang menipu orang-orang,
karena isi kesepakatan itu adalah penyerahan lahan kepada Anugrah Lahan
Makmur dengan uang pengganti. Memang persoalannya tidak sesederhana
pertarungan antara dua kelas, perusahaan versus petani. Di masing-masing
kelompok ada orang-orang rakus yang mengeruk keuntungan sebanyak-
banyaknya. Saya kira, perusahaan memang ingin memiliki sendiri
perkebunan itu agar efisien dan mudah dikontrol. 82

Kutipan di atas adalah perkataan Saman kepada warga Sei Kumbang yang
ditipu oleh PT ALM. Dalam kutipan di atas dapat kita lihat bagaimana PT ALM
menipu dengan semena-mena kepada warga Sei Kumbang. Saman juga
mengatakan bahwa permasalahannya tidak sesederhana itu tapi selalu ada pihak
lain yang ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari permasalahan
ini.
Sistem kapitalis berubah sejak adanya krisis minyak pada 1980. Hal ini
memaksa pemerintah menetapkan berbagai kebijakan ekonomi yang bertolak
belakang dalam proteksi industri domestik. Dengan meningkatnya ketergantungan
pemerintah pada hutang dan bantuan asing mendorong pemerintah memberikan
perhatian lebih banyak pada kepentingan IMF, Bank Dunia dan perusahaan swasta
dan Internasional. Selain itu dengan adanya restrukturasi pasar modal yang
memungkinkan modal asing untuk menanam kapitalnya di sektor perbankan
maupun pasar modal. Peran Negara tergradasi oleh peran swasta dalam
menjalankan dan menguasai pasar. Sehingga dalam hal ini, hanya pihak pemilik
modal besar yang menguasai jalannya roda perekonomian Negara.

82
Ibid.,h. 63
Pasar bebas ideologi pintu terbuka mampu memberikan hasil baik pada Orde
Baru. Indonesia mempunyai pilihan politik terbuka terhadap rezim kontra-
revolusi, menghadapi ekonomi yang dijauhi pengutang di Negara dalam keadaan
kacau dan bangkrut serta berusaha melakukan renegosiasi utang-utangnya dan
menarik investasi asing. Hanya ada sedikit pilihan tetapi harus menerima
kebijakan berdasarkan resep IMF/IGGI. Sebelum IGGI dan IMF bersedia
melakukan renegosiasi pinjaman dan modal asing bersedia masuk kembali ke
Indonesia, para pembuat kebijakan harus membujuk kreditor dan investor
potensial asing bahwa mereka memberikan prioritas tinggi terhadap penjadwalan
kembali utang-utang. Demikian halnya dengan rehabilitasi infrastruktur dan
stabilisasi swasta, membatasi kegiatan BUMN serta badan-badan yang membuat
aturan mereka sendiri seperti OPS dan GPS serta memberikan jaminan kepada
investor asing. Pada 1966, sejumlah pernyataan resmi dikeluarkan yang
menandakan penerimaan prioritas tersebut.
Pemerintah Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto yang mulai memegang
kekuasaan pemerintahan pada bulan maret 1966 memberikan prioritas utama bagi
pemulihan roda perekonomian. Sejumlah ahli ekonomi dari Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia di tarik sebagai penasehat ekonomi pemerintah, dan
beberapa di antaranya kemudian menduduki jabatan penting dalam kabinet.
Menjelang tahun 1969 stabilitas moneter sudah tercapai dengan cukup baik, dan
pada bulan april tahun itu Repelita I dimulai. Dasawarsa setelah itu penuh dengan
peistiwa-peristiwa penting bagi perkembangan ekonomi di Indonesia.
Perekonomian tumbuh lebih cepat dan lebih mantap dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya; pergeseran-pergeseran telah terjadi dalam struktur
perekonomian dan komposisi output nasional. Kalau kita menengok ke belakang
ketahun 60-an. Nampak jelas bahwa telah terjadi perubahan-perubahan besar di
berbagai sektor perekonomian, selanjutnya perubahan-perubahan tersebut telah
menimbulkan pula akibat-akibat luas bagi pola kemasyarakatan pada umumnya.
Pendukung strategi pembangunan ekonomi pemerintah mengatakan bahwa
dalam sejarah Republik Indonesia baru sekarang ini suatu tindakan menyeluruh
dan terpadu betul-betul dilaksanakan untuk mengatasi masalah kemiskinan.
Sebaliknya para kritikus mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah
terjadi hanya memberikan manfaat kepada segolongan kecil masyarakat yang
memiliki kekuasaan politik dan ekonomi, sedangkan sebagian besar masyarakat
lainnya masih belum memperoleh manfaatnya dan bahkan mungkin dirugikan. 83

2. Pers Pemerintahan Orde Baru


Sejarah pers Indonesia diwarnai oleh sekian banyak peristiwa-peristiwa penting
bahkan tragis dari tiap fase perkembangan bangsa ini. Serentetan kejadian
pembredelan pers, tidak hanya mewarnai pasca kemerdekaan Indonesia. Namun
jauh sebelumnya di masa kolonialisme berlangsung, pers telah menuai sederet
kasus pembredelan dan larangan terbit.
Tidak heran saat kemerdekaan dikumandangkan, pers Indonesia masih
merangkak sedemikian rupa agar tetap dapat bersuara, meski dengan amat lirih.
Seperti ditegaskan oleh Siebert Peterson, dan Scahramm, bahwa pers memiliki
kemampuan bergerak cepat dan efisien terhadap struktur sosial-politik dimana ia
beroperasi. Bagi insan pers di Indonesia, kecuali dimasa singkat di tahun 1950-an
ketika pers Indonesia berada pada kerangka kerja yang disebut Sistem Pers
Otoriter, kemampuan bergerak cepat dan efisien pers masih dapat dirasakan
terjadi. Pada awal waktu sistem politik Ode Baru di bawah kepemimpinan
Soeharto, misalnya, tampak sekali peranan Soeharto dengan partai tunggal
Golongan Karya (Golkar) dan militer menjadi pilar utama kekuasaan pada waktu
itu. Hubungan antara militer, Golkar, Pers dan mahasiswa yang menjadi pilar
demokrasi di awal orde baru terlihat sangat harmonis.
Keadaan segera berubah secara drastis dalam masa bulan madu pers dan
pemerintah yang sangat singkat. Alhasil yang tampak pada setiap masa hanya
tindakan pembredelan pers dan kemelut yang berkepanjangan antara nominasi
Negara atas insan pers di Indonesia. Yazuo Hanazaki menyatakan bahwa
perkembangan hubungan antara pers dan pemerintah Orde Baru dapat di bagi
dalam dua periode. Pertama semakin bebasnya pers dari kontrol Negara hingga

83
Anne Booth dan Peter McCawley, Ekonomi Orde Baru (Malaysia : LP3ES, 1982), h. 1
tahun 1957. Kedua semakin luasnya kontrol Negara terhadap pers yang membuat
pers menciut nyalinya. 84
Pilar pemerintah pada masa orde baru seperti yang telah disebutkan di atas
yaitu, pers, mahasiswa dan pemerintah pada awalnya bersinergi dengan baik,
saling mendukung dan harmonis. Di dalam novel Saman, terlihat harmonisasi itu
tercipta. Di mana peranan pers tidak hanya menyampaikan tetapi saling
mengawasi terhadap kinerja pemerintah. Seperti pada kutipan di bawah ini.
Ia mengunjungi kantor-kantor surat kabar dan LSM. Pada setiap orang
yang menerimanya, ia bercerita panjang lebar dengan bersemangat dan
menyerahkan materi berita. Ia membujuk : kalau bisa, datanglah sendiri dan
lihatlah desa kami. Setelah Koran-koran mulai menulis serta mengirim
wartawannya ke lahan terpencil itu, empat lelaki itu tidak lagi bolak-balik
dengan lembaran blanko kosong. Usaha menggusur dusun memang jadi
tertunda, berbulan-bulan, bahkan hampir setahun.85

Pada kutipan di atas peristiwa ketika Saman mencoba membuka fakta desa Sei
Kumbang yang begitu tertinggal dan sebagai desa yang miskin. Saman mencoba
mengajak pers dan LSM agar desa tersebut diberi pertolongan oleh pemerintah.
Konteks teks di atas Ayu mencoba menggambarkan keharmonisan antara pers dan
pemerintah dalam masa tahap awal pemerintahan. Setelah lama bergulir,
pemerintah menganggap bahwa pers pengganggu stabilisasi pemerintahan
Soeharto.
Pers begitu punya peran terhadap berbagai kebijakan yang diputuskan oleh
pemerintah. Sebelum Soeharto melakukan konsolidasi kekuasaannya, Pers
mendapat ruang yang cukup bebas. Pada penjelasan di atas, ini menggambarkan
bahwa memang pers mendapat tempat sesuai dengan fungsinya. Tokoh Saman
yang pada saat itu membantu para petani yang tertindas oleh kebijakan pemerintah
daerah setempat. Salah satu cara agar aspirasi masyarakat Sei Kumbang
Perabumulih didengar dan dilihat oleh orang banyak salah satunya adalah melalui
media massa.

84
Mansyur Semma, Negara dan Korupsi : Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara,
Manusia Indonesia, dan Perilaku politik. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), h.113.
85
Utami,op.cit., h. 95.
Tidak hanya sampai disitu Ayu menceritakan “kemesraan” antara pers dan
pemerintah. Lagi-lagi pada cerita lainnya yaitu tentang Laila yang
merepresentasikan kebebasan pers ditahun 1993-an. Terlihat pada kutipan
dibawah ini.
Laila seperti tertular kekhawatirannya, menengok sekeliling, melihat
orang-orang yang terkantuk oleh panas, sebelum melanjutkan. Disamping
menggugat texcoil, kasus ini harus dibuka dan dikampanyekan di media massa.
Harus ada orang-orang yang mau mendukung keluarga korban jika terjadi
tekanan-tekanan. Harus ada LSM-LSM yang memprotes dan mengusiknya
terus. Dan saya punya teman yang bisa mengerjakan itu.86

Kutipan di atas adalah percakapan orang ketiga serba tahu yang


mengungkapkan perasaan Laila ketika berbicara dengan Sihar dalam kasus
texcoil. Sebuah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat pengeboran minyak,
Laut Cina Selatan yang telah menewaskan Hasyim dan dua orang lainnya. Laila
mengatakan “Disamping menggugat texcoil, kasus ini harus dibuka dan
dikampanyekan di media massa”. Betapa peranan media massa atau pers begitu
penting. Kasus-kasus yang ditutupi memang terkadang kurang ditanggapi oleh
pemerintah terkecuali apabila sudah terkuak luas maka akan banyak masyarakat
yang tau dan semakin banyak desakan untuk menyelidiki kasus tersebut.
Kalau kita menoleh kembali sejarah tentang pers sebelum bulan madunya
dengan pemerintah kita akan melihat memang terkadang terjadi kekangan
terhadap pers di Indonesia. Pers pada periode awal Orde Baru, 1966-1974 dapat
digambarkan secara kuantitatif dari hasil penelitian Judith B.Agassi (1969)
sebagai berikut : pada tahun 1966 terdapat 132 harian di Indonesia dengan total
tiras 2 juta eksemplar dan mingguan sebanyak 114 buah dengan total tiras
1.542.200 eksemplar. Angka ini menunjukkan kuantitas pers mengalami kenaikan
dibandingkan dengan masa demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965 terdapat 111
harian dengan total tiras 1.432.850 eksemplar dan mingguan 84 buah dengan total
tiras 1.153.800 eksemplar.
Tahun 1965 adalah kala terburuk di sepanjang sejarah Pers sepanjang
Indonesia merdeka. Pada bulan februari dan maret tahun itu Koran dilarang terbit

86
Ibid.,h.23
karena mendukung kubu anti komunis bernama Badan Pendukung Soekarno
(BPS). Sementara itu 46 dari 163 surat kabar ditutup tanpa alasan jelas dalam
serangan balasan pasca kekacauan politik tanggal 1 Oktober 1965. Penutupan itu
dilakukan lantaran karena sederetan surat kabar tersebut diduga simpatisan PKI.
Para pendukung “kiri” ditendang dari Persatuan Wartawan Indonesia dan
kantor berita Antara. Setelah peristiwa 1 oktober 1965, Antara limbung berat
kantor berita ini ditempatkan dibawah komando daerah militer. Tiga puluh persen
staf redaksinya masuk penjara. Sederatan peristiwa penangkapan dan pembunuhan
sejumlah jurnalis, baik yang komunis sejati maupun sekadar simpatisan, menjadi
kepingan-kepingan rangkaian teka-teki seputar pembataian massal yang terjadi
diberbagai wilayah pada tahun 1965-1966 sampai puluhan tahun kemudian ,
pembantaian massal ini tetap menghantui pers Indonesia.
Karena merasa persoalan tak akan segera selesai, Wis pergi ke Palembang,
Lampung, dan Jakarta, setelah memotret desa dan mengumpulkan data-data
tentang dusun mereka yang tengah maju. Ia mengunjungi kantor-kantor surat
kabar dan LSM. Pada setiap orang yang menerimanya, ia bercerita panjang
lebar dengan bersemangat dan menyerahkan materi berita. Ia membujuk: kalau
bisa, datanglah sendiri dan tengok desa kami. Setelah Koran-koran mulai
menulis serta mengirim wartawannya ke lahan terpencil itu, empat lelaki itu
tidak lagi bolak-balik dengan lembaran blanko kosong. Usaha menggusur
dusun memang jadi tertunda, berbulan-bulan bahkan hampir setahun.87

Kutipan di atas dapat kita pahami bagaimana peran pers atau media massa
punya posisi yang sangat penting terhadap isu-isu yang mungkin tidak terlihat
atau tidak diketahui oleh masyarakat luas. Disisi lain, tentu hal ini dapat
mengganggu kekuasaan rezim Soeharto dalam berbagai kebijakan yang telah
dilakukan pemerintahan. Pers dianggap dapat menggangu stabilitas Negara
Republik Indonesia. Pers dan Pemerintah mempunyai masa-masa kelam dan
masa-masa indah dan bulan madu antara keduanya.
Undang-undang (No.11) tahun 1966 tentang Prinsip-Prinsip Dasar Pers
menyatakan bahwa “Pers Nasional tidak dapat disensor atau dikendalikan” (bab 2,
pasal 4) dan kebebasan pers dijamin sebagai bagian dari hak-hak dasar warga
Negara (pasal 5.10 serta penerbitan tidak dapat memerlukan surat izin apapun

87
Ibid.,h. 95
(bab 4, pasal 8.2). pada kenyatannnya, semua adalah guyonan belaka. Selama
“masa peralihan” yang tak jelas ujungnya (bab 9, pasal 20, 1.a) para penerbitan
surat kabar wajib memiliki dua izin yang saling terkait. Dua izin tersebut adalah
surat izin terbit (SIT) dari Departemen Penerangan yang nyata-nyata sebuah
lembaga sipil dan surat Izin Cetak (SIC) dari lembaga keamanan militer KOPKA
MBIT tanpa kedua izin tersebut, secara hukum sebuah media niscaya tak mungkin
terbit. Apabila salah satu atau kedua lembaga tersebut mencabut izin, secara
media itu dibredel.
Pers dengan segala belenggu yang membatasi ruang geraknya, telah lama
menggerogoti kekuasaan rezim orde baru. Itu dilakukan pers sampai ke titik di
mana banyak kelompok-kelompok masyarakat menjadi berani secara terbuka
menyatakan sikap penolakan mereka terhadap rezim Orde baru. Dengan kata lain,
pers sebenarnya telah berfungsi menciptakan prakondisi dimana kejatuhan yang
dialami Orde Baru telah sedemikian rupa, sehingga justru memberi kekuasaan
bagi unsur-unsur masyarakat yang menentang rezim orde baru terlebih lagi ketika
krisis moneter mulai menggoyang sumber utama kekuasaan Orde baru, yakni
pertumbuhan Ekonomi. Ketakutan-ketakutan yang menghantui Orde Baru yang
diakibatkan oleh kebebasan pers, baik daerah maupun kota telah menimbulkan
polemik baru. seperti yang terlihat pada kutipan dibawah ini.
…..Di Jakarta, hampir tidak ada wartawan diculik dan disiksa. Tapi itu
terjadi di daerah. 88

Pada kutipan di atas terlihat bahwa penculikan dan penyiksaan terhadap


insan pers bukanlah lagi hal yang baru pada masa pemerintaha orde baru. Ayu
mengatakan diculik dan disiksa terjadi pada wartawan-wartawan didaerah. Contoh
kasus lainnya adalah Penangkapan tiga aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
dan seorang aktivis Yayasan Pusat Informasi dan Jaringan Aksi untuk Reformasi
(PIJAR) pada maret 1995. Keempat aktivis itu ditahan polisi di Jakarta karena
keterlibatan mereka dalam penerbitan media cetak tanpa SIUPP. AJI menerbitkan
majalah tiga mingguan Independen dengan tiras antara 6.000 dan 12.000
eksemplar, sementara PIJAR menerbitkan bulletin kabar dari PIJAR. Mereka

88
Ibid.,h.174
kemudian dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan antara satu setengah tahun
dan tiga tahun.
Terlepas dari penyiksaan dan penculikan terhadap insan pers atau, Ayu
kembali menguak satu fakta yaitu tentang pembredelan yang dilakukan
Pemerintah terhadap Tempo, Editor dan Detik.
Jangan terlalu merasa bersalah karena melarikan diri. Kemaren saya baca
wawancara Amosi dengan Tempo dari suatu tempat persembunyian. 89

Kutipan di atas terlihat bagaimana Pers rezim Soeharto mengalami


pembredelan salah satunya adalah Koran Tempo dan dua lainnya yaitu majalah
Editor dan tabloid politik Detik pada 21 Juni 1994.
Awal periode 1990-an sejatinya adalah di mana para Jurnalis umumnya
menikmati puncak kebebasan politik. Bak kuda lepas dari kandang, pers tak lagi
enggan mengulas topik-topik yang dulunya tabu di masyarakat. Di masa ini
industri pers berkembang pesat, sementara kekuatan-kekuatan Negara Orde Baru
tengah terbaur dan terburai. Sampai-sampai kala itu timbul kesan bahwa
pemerintah tak lagi mampu mencabut izin penerbitan secara massal, seperti yang
terjadi di tahun 1970-an. Setidaknya bredel tidak terjadi begitu saja.
Ternyata drama perbenturan antara pers-pemerintah seperti tahun 1970-an
terulang kembali. Tanggal 21 Juni 1994, Menteri Penerangan mencabut izin terbit
tiga mingguan berita ternama negeri ini, yaitu majalah tertua yang paling
bergengsi Tempo (Perkiraan angka penjualan sebelum ditutup adalah sekitar
187.000), tabloid Politik terkritis dan terlaris sepanjang periode 1990-an DeTIK
(mengklaim memiliki angka penjualan sampai 400.000) dan Editor majalah
mingguan bergaya Tempo (dengan angka penjualan sekitar 80.000). Media-media
tersebut menurunkan aneka tulisan tentang bisnis keluarga presiden, pelanggaran
Hak Asasi Manusia, penyalahgunaan kekuasaan, cacat administrasi pada
anggaran pemerintahan dan pecahnya kelompok-kelompok sempalan dalam tubuh
pemerintah maupun tentara.
Dari penggambaran di atas bisa disimpulkan bahwa media massa, cetak
ataupun elektronik, tidak hanya memainkan peran pasif sekadar medium yang

89
Ibid.,h. 176
memberikan peristiwa atau sekedar merefleksikan realitas sosial-politik seputar
aksi-aksi reformasi. Media massa secara aktif berperan mendefenisikan dan
menciptakan realitas sosial-politik yang berkaitan dengan reformasi tersebut.
Dalam garis besar, ada sejumlah peran aktif yang telah dijalankan media massa,
khususnya dalam konteks aksi-aksi reformasi selama periode akhir 1997 hingga
mei 1998.
Pertama media massa bisa diamati sebagai “issue manager” mendefinisikan
kondisi sosial-politik yang ada dan menerjemahkannya menjadi isu-isu utama
dalam publik agenda (ranking urutan isu-isu yang dinilai penting oleh public).
Kedua, media menempatkan diri sebagai delegitimizing agency atau bagian dari
mekanisme proses delegitimasi yang berangsur-angsur menempatkan rezim
soeharto dalam posisi sebagai batu penghalan kea rah demokrasi atau bagian dari
masalah untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur. Ketiga, media massa
juga mengambil peran sebagai social organizer dalam menggalang koordinasi
gerakan reformasi dalam skala luas, baik yang meliputi koordinasi aksi atau
tindakan ataupun isu-isu atau ide pemikiran.

3. Kolusi dan Nepotisme Rezim Soeharto


Dari Orde Baru sampai dengan Orde Reformasi perkembangan kolusi dan
nepotisme di Indonesia sangat memprihatinkan karena semakin sistematis, subur
dan berkembang dimana-mana terutama dilingkungan penyelenggara negara
(Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, BUMN). Disisi lain para politisi (Caleg,
Capres/Cawapres) selalu menggunakan slogan anti korupsi untuk mendapatkan
dukungan suara sebanyak mungkin dalam pemilu legislatif dan Presiden. Para
pejabat Negara juga mengguankan slogan yang sama untuk meraih jabatan yang
lebih tinggi. Berlomba-lomba membuat slogan Anti kolusi dan nepotisme pada
masa kampanye.
Praktik kolusi dan nepotisme berkembang biak semenjak masa pemerintahan
Orde Baru. Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan/perjanjian yang
diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala
urusannya menjadi lancar. Seringkali kolusi ini dimaksudkan untuk menjatuhkan
atau setidaknya merugikan lawan pihak-pihak yang berkolusi. Nepotisme berarti
lebih memilih (mengedepankan) saudara atau teman akrab berdasarkan
hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya.
Novel Saman karya Ayu Utami, banyak disinggung praktik-praktik KKN di
rezim Soeharto yang telah banyak merugikan rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan
oleh lamanya Soeharto memegang tampuk kekuasaan di Indonesia. Tidak hanya
terjadi di pemerintahan pusat, KKN terjadi dan menyebar bahkan sampai
pemerintah daerah. Seperti kutipan dibawah ini.
Ini bukan foto untuk kampanye perburuhan kan? Rosano menyapa dengan
gayanya yang khas : ramah, manis angkuh. Belakangan laila mendengar dari
Sihar, bahwa lelaki itu adalah putra seorang pejabat Departemen
Pertambangan “Dia disekolahkan oleh Texcoil ke Amerika dan di titipkan
dengan imbalan permohonan konsensi di Natuna dilicinkan kata Sihar. Tapi
Laila tidak tahu apakah ia berpendapat begitu untuk mengejek Rosano. Ia tak
bisa lagi menilai dengan obyektif. Ia juga tidak begitu peduli. 90

Pada kutipan di atas, kita bisa melihat bagaimana praktik kolusi dan
nepotisme begitu banyak dan menjamur di pemerintahan Soeharto. Kejahatan
suap-meyuap banyak terjadi pada Orde baru yang di lakukan oleh para pejabat-
pejabat pemerintahan. Dalam novelnya, Ayu menggunakan sosok Rosano untuk
menyindir praktik kolusi dan nepotisme. Rosano digambarkan sebagai anak
pejabat Departemen Pertambangan yang sombong dan angkuh. Kata “di titipkan”
dengan imbalan permohonan konsensi di Natuna dilicinkan” menyiratkan adanya
Kolusi dan Korupsi didalamya.
Ada beberapa hal ciri pokok dari Orde Baru yang menyebabkan kasus kolusi
dan nepotisme begitu banyak terdapat dalam lapisan pemerintahan : Pertama,
negara Orde Baru adalah negara yang kuat dan dominan. Gejala ini dapat di lihat
oleh beberapa ahli dalam bidang politik sebagai gejala kebangkitan Negara serta
kemenangan vis a vis masyarakat. Kedua, Negara Orde Baru adalah Negara yang
dipimpin serta didukung oleh kekuatan militer yang bekerja sama dengan teknorat
dan birokrat sipil. Ketiga, selain aparat represif, rezim Orde baru juga

90
Ibid.,h. 13.
menyediakan perangkat lain untuk jenis penjajahan dengan efek yang lebih kuat,
lama, dapat mereproduksi dan melestarikan kekuasaan serta dapat diarahkan
untuk mencapai tujuan yang sangat khusus.keempat, rezim Orde Baru tela
menyusun sederet dukungan dari kapitalisme internasional untuk mengesahkan
segala kebijakan pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Kelima, bila terjadi
inkonsistensi dan instabilitas di dalam Negara maka jawabannya kurang bisa
dibawa pada perubahan atau menguatnya posisi politik masyarakat. Terlihat
dalam kutipan dibawah ini.
Kenapa kasus ini tidak diajukan ke pengadilan saja? Kelalaian yang
menyebabkan kematian juga termasuk pidana”. Tetapi lelaki itu tertawa sinis.
“kamu pikir Rosano itu siapa? Saat itulah ia menceritakan bahwa Rosano
punya Ayah seorang pejabat. “Texcoil punya uang lebih dari yang diperlukan
untuk membungkam keluarga Hasyim dan polisi. 91

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana sistem kolusi yang disindir oleh Ayu
Utami melalui tokoh Rosano dan perusahaan texcoil. Kolusi dan Nepotisme
dilakukan oleh oligarki dengan tiga kaki yakni istana, tangsi, dan partai. Kutipan
Novel Saman karya Ayu Utami diatas, menggambarkan bagaimana para penegak
hukum (Polisi) yang seharusnya menegakkan keadilan seadil-adilnya masih punya
celah untuk dibungkam atas tindak pidana. Mafia peradilan di Indonesia lahir dari
rahim lembaga Negara yakni badan-badan peradilan. Mereka ini
memperdagangkan hukum dan perkara, siapa yang akan kalah dan menang dalam
peradilan perdata, atau siapa dihukum berapa dalam peradilan pidana sering sudah
diatur terlebih dahulu dengan mekanisme kekuatan uang. Hal ini membuat
lembaga penegak hukum dan sistem peradilan membusuk, maka jadilah KUHP
(Kasih Uang Habis Perkara).
ICW (Indonesian Corruption Watch) mengklaim bahwa pemerintahan di
bawah tangan Soeharto sebagai pimpinannya, keluarga, sahabat serta kroni-
kroninya mewarisi segudang masalah kolusi dan nepotisme yang gawat. Realitas
ini diterima sebagai bagian dari kebudayaan yang menyimpang. Kehidupan
ekonomi yang nyaris melumpuhkan kehidupan masyarakat Indonesia pada tahun

91
Ibid.,h. 13.
1997, banyak yang menuding dipicu atau diperburuk oleh masalah kolusi dan
nepotisme.
Monopoli, proteksi, dan sumber daya ekonomi yang vital diberikan atas nama
kepentingan nasional kepada kerabat dan konco penguasa. Birokrasi dan hukum
hanya melayani penguasa dan mereka sanggup membelinya, sementara rakyat
harus membayar mahal untuk pelayanan umum yang buruk. Korupsi ditingkat
elite ditimbulkan oleh adanya sentralisasi kekuasaan politik dan ekonomi di
tangan presiden, tanpa adanya transparasi dan akuntabilitas publik. Kekuatan
presiden tidak bisa dikontrol karena DPR telah tersubordinasi dan kekuatan civil
society menjadi tidak berdaya karena mendapat regimentasi yang begitu dahsyat.

4. Pemogokan Buruh
Dalam sejarah Indonesia, buruh adalah sebuah kata yang tidak semua orang
dapat menerimanya dengan baik karena berbagai alasan subjektif masing-masing.
Pada masa ketika sebuah rezim paranoid yang selalu mengalami ketakutan dan
kecurigaan yang berlebihan terhadap masa lalu Orde Baru misalnya, kata buruh
sama sekali tidak memiliki hak hidup secara formal karena bayang-bayang
tentang kelompok sosial ini yang selalu dikaitkan dengan ideolog kiri revolusioner
atau komunis yang dianggap musuh utama rezim yang sedang berkuasa waktu itu.
Demonstrasi pemogokan buruh yang terjadi di Medan dari tanggal 1 Maret
sampai 16 April 1994 digambarkan dalam novel Saman, terutama dalam
hubungannya dengan tokoh Wisangeni (Saman). Dalam novel tersebut Saman
dituduh terlibat sebagai aktor intelektual demontrasi buruh besar-besaran di
Medan pada bulan April 1994. Dia menjadi salah seorang yang masuk dalam
daftar orang yang paling banyak dicari oleh aparat pemerintah. Namun, atas
pertolongan Yasmin, dia berhasil diselamatkan dengan melarikan diri ke Amerika.
Peristiwa demonstrasi dan pemogokan buruh besar-besaran yang terjadi di Medan
1994 dalam novel Saman digunakan untuk memberi konteks cerita yang
menyebabkan Saman menjadi salah satu tokoh yang dikejar-kejar oleh aparat
keamanan. Melalui peristiwa yang dialami oleh Saman novel ini mencoba
memaknai dan memberikan tanggapannya terhadap peristiwa sejarah tersebut.
Tanggal 1 Maret 1994 sampai dengan 16 April 1994, terjadi demontrasi dan
pemogokan buruh besar-besaran di Medan, melibatkan 26.000 buruh. Demontrasi
yang semula bertujuan menuntut kenaikan gaji dan Tunjang Hari Raya (THR)
tersebut berkembang menjadi demonstrasi antiketurunan Cina dan menyebabkan
terbunuhnya seorang pengusaha Kwok Joe Lip alias Yuli Kristanto. Setelah
peristiwa tersebut pada 2 Mei ketua SBSI (Serikat Buruh Seluruh Indonesia)
cabang Medan Amosi Telaumbanua bersama wakil ketua dan sekretaris DPC
Soniman Lafao dan Fatiwanalo Zega diperiksa di Mapoltabes Medan sebagai
tersangka dalam kasus unjuk rasa buruh dan perusahaan di kota itu. 92 Dalam
Saman peristiwa tersebut digambarkan melalui surat Saman yang dikirimkan
kepada Yasmin sebagai berikut.
Sekarang bagaimana keadaan di tanah air, terutama Medan? Aku baru mulai
memeriksa laporan dan file tentang unjuk rasa yang rusuh dua pekan lalu itu,
yang akhirnya membikin aku terdampar di sini. Nampaknya banyak orang
tidak begitu faham apa yang terjadi dan menjadi canggung untuk bersikap.
Demonstrasi buruh yang diikuti enam ribu orang sebetulnya adalah hal yang
simpatik dan luar biasa untuk ukuran Indonesia di mana aparat selalu
terserang okhlosofobia cemas setiap kali melihat kerumunan manusia.
Namun, simpati orang segera berbalik setelah unjuk rasa itu menampilkan
wajah rasis dan memakan korban. Aku amat sedih dan menyesali kematian
pengusaha Cina itu…93

Kutipan diatas berisikan cerita Saman kepada Yasmin tentang kerusuhan


yang terjadi di Medan yang bermula sebagai unjuk rasa yang dilakukan oleh
buruh. Namun kemudian berubah menjadi tindakan anarkis yang menyebabkan
terbunuhnya pengusaha cina. Ini adalah surat Saman yang diberikan kepada
Yasmin yang menyebabkan dirinya dituduh biang keladi atas kasus tersebut.
Dalam novel tersebut diceritakan bahwa sebagai aktivis yang memiliki
hubungan dengan Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI), Saman dianggap
sebagai salah satu aktor intelektual dan masuk dalam daftar pencarian orang. Para
aktivis yang ditangkap dalam aksi-aksi sosial di Indonesia pada masa Orde Baru
di adili di pengadilan militer, prosesnya tertutup, tidak transparan, dan tidak

92
John MacDougall “Pengurus SBSI Medan di Periksa”, Suara Pembaruan, Senin 2 Mei
1994
93
Utami,op.cit., h. 172
mengakomodasi kepentingan korban. Akibatnya, pelaku yang di adili hanyalah
pelaku lapangan, hukuman rendah sementara kebenaran tidak terungkap. Di
samping itu, hak-hak korban juga tak kunjung dipenuhi. Oleh karena itu, untuk
menghindarkan Saman yang dituduh sebagai aktor intelektual demonstrasi buruh
di Medan 1994 dari sistem peradilan militer yang melanggar hak azasi manusia
tersebut, Yasmin yang memiliki hubungan dengan Human Rights Watch
menolong Saman untuk melarikan diri ke luar dari Indonesia. Perjuangan Yasmin
dalam menyelamatkan Saman tampak dari catatan harian yang ditulis oleh Saman
yang dikirimkan kepada Yasmin, misalnya pada kutipan berikut.
18 April - Segelintir penduduk mulai merasa aman karena patroli rutin.
Warung-warung mulai buka. Tiba-tiba Yasmin datang dari Palembang, baru
dari sidang Rosano.

Kutipan tersebut tampak bahwa Wisanggeni (Saman) yang namanya masuk


dalam daftar pencarian orang yang harus “diamankan” pada masa Orde Baru
ditolong oleh Yasmin dan kawan-kawannya untuk keluar dari Indonesia. Dengan
kecerdasan dan koneksinya, Yasmin memiliki peran yang cukup besar untuk
menyelamatkan Saman dari target operasi keamanan pemerintah Orde Baru.
Yasmin, bahkan telah mempersiapkan dengan rapi strategi dan penyamaran
Saman agar berhasil berangkat ke Amerika.
Kini Yasmin telah mengurus segalanya agar aku pergi dari Indonesia. dan
Cok dipilihnya sebagai orang yang akan membawaku dari Medan. Semua aku
ragu karena aku tak begitu kenal anak ini. tapi Yasmin nampaknya percaya
betul pada teman karibnya. Dan ternyata mereka mendandaniku dengan
serius, menempel kumis palsu, mencukur rambutku, dan mencabuti alisku
agar bentuknya berubah. Lalu mereka mencocok-cocokkan wajahku dengan
foto pada sebuah KTP, kartu identitas salah seorang pesuruh Cok di sebuah
hotelnya di Pekanbaru. Yasmin memang telah menyiapkan segala hal dengan
rapih seperti ia biasa bekerja.94

Dari pembahasan tersebut tampak digambarkan peristiwa sejarah masa Orde


Baru, khsususnya demonstrasi dan pemogokan buruh di Medan 1 Maret 1994
sampai dengan 16 April 1994. Dengan menggambarkan peristiwa tersebut dapat
dikatakan bahwa Saman menggambarkan represi kekuasaan Orde Baru terhadap

94
Ibid.,h. 179-180
para buruh yang berdemonstrasi dan menuntut kenaikan gaji dan tunjangan hari
raya (THR).

5. Penangkapan Aktivis
Hak Asasi Manusia (HAM) begitu banyak diucapkan dan ditulis sejak masa
reformasi, kulit tanpa isi. dalam kenyataannya seperti dirumuskan oleh pakar
hukum dan ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara pada 2006,
Indonesia punya pengalaman dalam melanggar hak asasi manusia rakyatnya,
tetapi tidak punya pengalaman menyelesaikan kasus pelanggaran itu ketika rezim
represif tumbang dan muncul pemerintahan demokratis. Ketika tanggung jawab
dituntut, yang ada kegamangan. Itulah kenyataan yang kita alami sampai saat ini.
Pelanggaran HAM termasuk penyiksaan dan penculikan yang dialami para aktivis
rezim Soeharto kasusnya cukup banyak.
Kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa, menimpa para
aktivis, pemuda dan mahasiswa yang ingin menegakkan keadilan dan demokrasi
dimasa pemerintahan Orde Baru. Mereka yang kritis dalam menyikapi kebijakan
pemerintah dianggap sebagai kelompok yang membahayakan dan merongrong
kewibawaan Negara. Gagasan-gagasan dan pemikiran mereka dipandang sebagai
ancaman yang dapat menghambat jalannya roda pemerintahan. Dalam novel
Saman, tokoh Wisanggeni (Saman) merupakan seorang aktivis yang membantu
warga Transmigran Sei Kumbang yang sedang memperjuangkan hak-haknya dari
Perusahaan yang hendak mengambil lahan pohon karet. Dapat dilihat dalam
kutipan di bawah ini.
Ia merasa telah mati. Dan ia amat sedih karena Tuhan rupanya tidak ada.
Kristus tidak menebusnya sebab ia kini berada dalam jurang maut, sebuah
lorong gelap yang sunyi mencekam, dan ia dalam proses jatuh dalam sumur
yang tak berdasar dengan kecepatan tinggi. Ngilu di sekujur badannya.
Tangannya digerakkan seperti telah lama terbujur kaku, meski tak dapat
terbelenggu. 95

Pada kutipan di atas dapat kita lihat bahwa penyiksaan terhadap Saman
yang disini sebagai aktivis yang sedang memperjuangkan hak-hak rakyat kecil

95
Ibid.,h. 105
disiksa begitu pedih. Penyiksaan diatas terjadi ketika dia memperjuangkan hak-
hak dari warga Sei Kumbang yang tidak mau menyerahkan lahnnya kepada pihak
PT ALM. Dapat kita lihat bagaimana pada rezim Soeharto, kekerasan terhadap
orang-orang yang dianggap sebagai pembangkang atau aliran kiri akan menerima
perlakuan kasar dari pihak keamanan. Ada banyak kasus yang dapat kita temukan,
misalnya kasus penculikan, kekerasan, penyiksaan serta pembunuhan yang
dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak dikenal.
Kasus penculikan aktivis rezim Soeharto serta pelanggaran-pelanggaran
HAM yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia cukup banyak. Peristiwa
Penculikan dan Penghilangan Secara Paksa 1997–1998, peristiwa ini terjadi tidak
terlepas dari konteks politik peristiwa 27 Juli, yakni menjelang Pemilihan Umum
(PEMILU) 1997 dan Sidang Umum (SU) MPR 1998. di masa ini wacana
pergantian Soeharto kerap disuarakan. Setidaknya 23 aktivis pro demokrasi dan
masyarakat yang dianggap akan bergerak melakukan penurunan Soeharto menjadi
korban penculikan dan penghilangan paksa. Komando Pasukan Khusus,
(KOPASSUS) menjadi eksekutor lapangan, dengan nama operasi “Tim Mawar” 9
orang dikembalikan, 1 orang meninggal dunia dan 13 orang masih hilang.
Buruh merupakan kaum marjinal dulunya. Marsinah salah satunya yang
merupakan buruh yang proaktif menyuarakan hak-hak buruh yang harus dipenuhi
oleh pemerintah pada waktu itu. Dalam novel Saman disinggung sedikit
bagaimana penyiksaan yang dilakukan terhadapnya karena protes yang dilakukan
bersama teman-teman aktivis. Dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.
Barangkali mereka tak bisa membayangkan bagaimana seorang buruh
dianiaya habis-habisan dan akhirnya dibunuh hanya karena mempersoalkan
upah…96

Kutipan di atas dapat kita tahu penyiksaan terhadap Marsinah. Marsinah


adalah buruh perempuan yang menjadi korban kekerasan aparat militer dalam
catatan sejarah perburuhan di Indonesia. Ia ditemukan mati secara mengenaskan
pada Mei 1993 dalam usia 24 tahun setelah “Hilang” selama tiga hari. Mayatnya
ditemukan di dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk. Hasil otopsi yang

96
Utami, op.cit., 171
dilakukan RSUD Dr.Soetomo, Surabaya menyebutkan bahwa penyebab
kematiannya diakibatkan penganiayaan berat terhadap dirinya.
Marsinah bekerja sejak tamat SMA. Tuntutan hidup menyebabkannya
melepas cita-cita melanjutkan studi di Fakultas Hukum. Sebagai buruh, Marsinah
harus beberapa kali pindah tempat kerja dari satu pabrik ke pabrik satunya.
Gajinya jauh dari cukup. Pada 1990 ia bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS)
Rangkut, Surabaya. Di tempat inilah nalar kritik Marsinah mulai muncul. Ia tidak
pernah menjadi aktivis buruh. Bersama teman-temannya, Marsinah menuntut
pembentukan unit serikat pekerja formal (SPSI). Keterlibatannya dalam aksi itu
menjadikan alasan pemindahannya ke pabrik PT CPS di Porong, Sidoarjo pada
1992.
…atau orang-orang yang disiksa dan direndahkan martabatnya di markas
intelijen agar mengaku membunuh marsinah demi menutupi pembantaian
sesungguhnya.97
Kutipan di atas menyinggung soal penyiksaan terhadap orang-orang yang
dipaksa untuk mengaku membunuh Marsinah. Di Sidoarjo Marsinah aktif
membela hak buruh yang terlibat pemogokan. Ia mengirim surat ke pihak
perusahaan atas pemanggilan oleh pihak Kodim yang berujung pemecatan secara
paksa terhadap 11 orang buruh. Ia berencana mengadukan kasus itu kepada
pamannya yang berprofesi sebagai jaksa di Surabaya. Tetapi rencananya tidak
sempat terwujud karena pembunuhan terhadap dirinya. Kematian marsinah
meninggalkan misteri. Yudi Susanto sebagai pemilik perusahaan tempat Marsinah
bekerja dan beberapa orang staf yang dituduh membunuhnya, divonis bebas murni
dari hukuman oleh Pengadilan tinggi Surabaya dan Mahkamah Agung. Hasil
penyidikan menyebutkan bahwa tiga hari sebelum dinyatakan tewas, Marsinah
sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-
rekannya yang ditahan pihak Kodim.
Sekitar pukul 10 malam tanggal 6 Mei 1993, Marsinah Hilang sampai
kemudian ditemukan dalam keadaan tewas. Kasus Marsinah menjadi salah satu
bentuk pelanggaran HAM berat yag terjadi selama pemerintahan Orde Baru.

97
Ibid.
Tidak hanya kasus kematian Marsinah yang ada dalam novel Saman.
Peristiwa 15 Januari 1974 atau yang kita kenal dengan peristiwa Malari
menyisakan begitu banyak pertanyaan. Mahasiswa turun ke jalan. Mereka
berdemonstrasi menentang kedatangan Perdana Menteri Kakuei Tanaka dari
Jepang. Tanaka dianggap sebagai simbol modal asing yang mesti dienyahkan.
Aksi berupa long march dari Salemba menuju Univeritas Trisakti di Grogol,
Jakarta Barat, itu mengusung tiga tuntutan: pemberantasan korupsi, perubahan
kebijakan ekonomi mengenai modal asing, dan pembubaran lembaga Asisten
Pribadi Presiden. Ratusan ribu orang ikut turun ke jalan. Tetapi aksi ini kemudian
berujung pada kerusuhan. Hal itu juga disinggung dalam novel Saman seperti
terlihat dalam kutipan dibawah ini.
Bukankah sudah sering kita mengatakan bahwa itu yang terjadi dalam
peristiwa Malari? Ada yang berteriak bakar toko-toko cina atau hancurkan
mobil-mobil Jepang dan ratusan orang ramai-ramai melakukannya. Kita
memang bekerja dalam suasana yang sulit, sebab kita tidak menyukai
kekerasan. Dan kita pun tak punya alat pembenar untuk melakukannya,
sehingga kekerasan hanya akan menjadi senjata makan tuan.98

Kutipan di atas menggambarkan peristiwa Malari yang diceritakan oleh


Saman kepada Yasmin tentang penyiksaan terhadap banyak aktifis semasa Orde
Baru. Peristiwa Malari awalnya adalah peristiwa terhadap penolakan kedatangan
PM Jepang yang kemudian berujung pada kekerasan serta pembakaran gedung
yang memakan korban jiwa dan kerugian.
Kekerasan di Indonesia hanya dapat dirasakan, tidak untuk diungkap tuntas.
Berita di koran hanya mengungkap fakta yang bisa dilihat dengan mata telanjang.
Pada kasus 15 januari 1974 yang lebih dikenal “Peristiwa Malari” tercatat
sedikitnya 11 orang meninggal, 300 luka-luka, 775 orang ditahan. Sebanyak 807
mobil dan 187 sepeda motor dirusak/dibakar, 144 bangunan rusak. Sebanyak 160
kg emas hilang dari sejumlah took perhiasan.
Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka sedang
berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1974). Mahasiswa merencanakan
menyambut kedatangannya dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim

98
Ibid.,h. 173
Perdana Kesuma. Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil
menerobos masuk pangkalan udara.99
Usai terjadi demontrasi yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan,
Jakarta berasap. Soeharto menghentikan Soemitro sebagai Pamkomtib, langsung
mengambil alih jabatan itu. Aspri presiden dibubarkan. Kepala BAKIN Soetopo
Juwono “didubeskan” diganti Yoga Sugama. Dari sudut ini, peristiwa 15 Januari
1974 dapat disebut sebagai salah satu tonggak sejarah kekerasan Orde Baru. Sejak
itu represi dijalankan secara lebih sistematis.100

6. Kebebasan Pendapat LSM Terhadap Kebijakan Orde Baru


Lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau sering disebut dengan nama lain
Non Government Organization (NGO) atau organisasi non pemerintah (Ornop)
dewasa ini keberadaanya sangat mewarnai kehidupan politik di Indonesia.
Diperkirakan saat ini lebih dari 10.000 LSM beroperasi di Indonesia baik
ditingkat nasional, propinsi maupun di tingkat kabupaten/kota, dimana dari tahun
ke tahun jumlah ini semakin bertambah. Perkembangan politik, demokrasi,
pembangunan ekonomi dan kemajuan teknologi informasi merupakan faktor-
faktor yang mendorong terus bertambahnya jumlah LSM di Indonesia.

Bergulirnya era reformasi menggantikan era Orde Baru dikuti pula dengan
peningkatan jumlah LSM. Jika pada tahun 1997 ditaksir ada sekitar 4000-7000
LSM, maka pada tahun 2002 jumlah LSM menurut Departemen Dalam Negeri
menjadi sekitar 13.500 LSM. Di dalam novel Saman Ayu banyak sekali
menyinggung tentang LSM menggunakan tokoh Saman yang merupakan
seorang aktivis dalam memperjuangkan hak petani karet di Sei Kumbang. Terlihat
pada kutipan dibawah ini.

“Karena merasa persoalan tak akan segera selesai, Wis pergi ke


Palembang, Lampung, dan Jakarta, setelah memotret desa dan

99
Asvi Warman Adam, Membongkar Manipulasi Sejarah, (Jakarta: Kompas, 2009),h.
126
100
Ibid.,h. 127
mengumpulkan data-data tentang dusun mereka yang tengah maju. Ia
mengunjungi kantor-kantor surat kabar dan LSM.101
Kutipan di atas adalah salah satu pernyataan tokoh Saman ketika konflik
antara petani Sei Kumbang dengan PT ALM dalam proses kepemilikan lahan. Dia
merasa bahwa persoalan yang cukup pelik ini harus dibantu oleh LSM dan pers
agar dia mendapat dukungan hukum yang mampu menyelesaikan persoalan warga
dan pihak swasta yang menggunakan kekerasan. Dalam kutipan ini terlihat Ayu
mengatakan bahwa LSM cukup punya peran penting dan dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan pemerintah Orde Baru. Kebebasan menyampaikan
pendapat, berekspresi, berserikat dan berkumpul dijamin penuh oleh undang-
undang.

Dominasi pemerintah pada masa orde baru yang dijalankan melalui


depolitisasi atau partisipasi terkontrol yang bertujuan untuk menjamin hegemoni
pemerintah dan mengontrol masyarakat melalui pembatasan kegiatan partai
politik dan organisasi sosial dengan tujuan menciptakan kestabilan politik. Di lain
pihak meningkatkan kemandirian masyarakat dalam segala aspek kehidupan yang
meliputi bidang politik, ekonomi, sosial-budaya dan bidang-bidang lainnya. Pada
kutuipan dibawah ini terlihat kebebasan mendirikan LSM yang dilakukan oleh
Saman.

“Saya sedang melobi beberapa organisasi diluar negeri untuk mendanai


sebuah lembaga swadaya masyarakat yang saya hendak dirikan bersama
beberapa kawan. LSM yang mengurusi perkebunan.102

Kutipan di atas adalah surat Saman terhadap Ayahnya dalam menjelaskan


mengapa dia sudah lama tidak juga pulang. Saman mengatakan bahwa ia sedang
berusaha untuk mendirikan LSM bersama teman-temannya. Hal ini jelas Ayu
merepresentasikan bahwa mendirikan LSM pada masa Orde Baru punya
kesempatan seluas-luasnya. Ini artinya bahwa pemerintahan Orde Baru
membebaskan kesempatan berpendapat melalui organisasi LSM.

101
Ibid.,h. 95
102
Ibid.,h. 167
Ruang politik yang semakin terbuka lebar pada era Orde Baru, seiring dengan
diberikannya kebebasan yang luas memberikan kesempatan pada kelompok-
kelompok masyarakat untuk berekspresi dalam berbagai bentuk organisasi sosial
politik non pemerintah dengan mengusung berbagai asas dan tujuan masing-
masing. Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi setiap organisasi seperti pada
masa orde baru yang menyebabkan aktifitas LSM dan organisasi sosial politik
lainnya berada dalam ruang yang lebih luas., Partai-partai politik dengan latar
belakang berbagai ideologi bermunculan, dengan dimulainya era kebebasan ini.
Organisasi-organisasi sosial politik termasuk LSM tumbuh dengan subur. Pada
kutipan di bawah ini terlihat bagaimana kebebasan LSM tumbuh begitu cepat
pada masa Orde Baru.

Dinamika perkembangan LSM lahir seiring dengan lahirnya Orde Baru awal
tahun 1970-an. Lahirnya Orde Baru ini dengan paradigma pembangunan ekonomi
sebagai mainstreamnya serta memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi,
membawa dampak pada rencana jangka pendek, menengah, dan panjang
pembangunan nasional yang diimplementasikan dalam repelita. LSM sebagai
salah satu partner pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan nasional
dalam segala bidang. Pertumbuhan dan peran LSM di Indonesia semakin
berkembang dengan menguatnya proses demokratisasi yang ditandai dengan
penguatan masyarakat sipil dalam transformasi pembangunan.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa kebebasan


mendirikan serta menyatakan pendapat melalui lembaga swadaya masyarakat
pada Orde Baru mempunyai kesempatan yang sama bagi semua masyarakat yang
hal ini terpresentasikan melalui novel Saman.

C. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia


Kesusastraan suatu bangsa adalah hasil buah pikiran, lukisan, jiwa, getaran
sukma suatu bangsa yang berkebudayaan dan berkepribadian sendiri, bangsa yang
ingin meninggikan derajat bangsanya masa kini dan masa yang akan datang.
Beberapa tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia yang salah
satunya menyebutkan bahwa tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia
adalah agar siswa mampu mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan
sastra, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Tujuan umum
tersebut dijabarkan lagi dalam tujuan khusus yaitu agar siswa mampu menikmati,
menghayati, dan memahami dan menarik manfaat-manfaat karya sastra.
Cara yang ditempuh guru bahasa Indonesia untuk membimbing dan
mengarahkan kepribadian siswa agar bertingkah laku baik adalah memanfaatkan
karya sastra dan salah satunya membaca karya sastra yang mengandung nilai
sejarah. Melalui peristiwa sejarah yang terdapat dalam novel, siswa dapat
mengetahui peristiwa-peristiwa masa lampau yang terdapat dalam novel. Dengan
berpijak pada fakta sejarah sehingga dapat dianalisis untuk memahami masa kini.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan pembelajaran yang
dapat menambah wawasan peserta didik terhadap permasalahan kehidupan.
Membaca karya sastra seperti novel menjadikan peserta didik lebih peka terhadap
hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Nilai-nilai yang dapat diperoleh peserta didik
dalam membaca karya sastra salah satunya dapat berupa fakta sejarah. Dengan
demikian, mengetahui sejarah dapat dilakukan dengan melakukan pembacaan
terhadap novel.
Kajian terhadap novel sejarah ini membuktikan fakta peristiwa sejarah
dengan novel Saman. Dalam hal ini perlu dituntut secara ilmu pengetahuan
sejarah. Namun bukan berarti novel sejarah itu sebagai buku sejarah melainkan
yang terpenting adalah penciptaan karya seni.
Novel Saman karya Ayu Utami memiliki banyak fakta sejarah yang dapat
menambah pengetahuan siswa mengenai sejarah yang pernah terjadi di Indonesia.
Fakta sejarah yang terdapat dalam novel memiliki kelebihan tersendiri yakni
penarasian yang dapat mengolah kepekaan siswa terhadap rasa kemanusiaan.
Selain itu, siswa mendapatkan pengalaman baru dalam membandingkan penyajian
sejarah. Di sisi lain, guru juga dapat menjelaskan lebih mendetail mengenai.
kaitan unsur ekstrinsik yang membangun sebuah karya sastra. Skripsi tentang
fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dapat diimplikasikan dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas XI SMA semester 2 dengan
standar kompetensi mendengarkan, memahami pembacaan novel dan kompetensi
dasar menemukan nilai-nilai dalam novel yang dibacakan.
Dalam mengapresiasi sastra, guru perlu meningkatkan kemampuan siswa
dalam memahami, menikmati, dan menghayati sebuah karya sastra. Melalui novel
Saman guru mengarahkan agar siswa dapat memahami, menghargai, dan
mempertajam kepekaan terhadap nilai sejarah yang ada dimasyarakat. Guru dapat
membuat diskusi atau menulis dalam bahasa yang mudah dimengerti. Sehingga
pemahaman terhadap peristiwa sejarah dan fakta sejarah diarahkan untuk
mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
Dalam pengajaran fakta sejarah yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu
Utami adalah peserta didik diharapkan untuk mencari dan menganalisis unsur-
unsur instrinsik yaitu Tema, Tokoh dan Penokohan, Alur, Latar tempat dan
waktu, gaya bahasa, sudut pandang dan amanat yang terdapat dalam novel.
Tema yang diangkat oleh Ayu Utami dalam novel Saman adalah perjuangan
penegakan hukum yang adil bagi rakyat Indonesia pada zaman Orde Baru. Tokoh
dalam novel Saman yaitu Saman, Laila, Yasmin, Cok dan Shakuntala. Alur yang
digunakan oleh Novel Saman adalah alur campuran yaitu alur maju dan alur
mundur. Alur mundur terdapat pada bagian peristiwa berupa kilasan-kilasan masa
lalu Saman yang nantinya saling berkaitan dengan cerita Shakuntala, Yasmin dan
Laila. Latar tempat : Central Park, New York, Gereja, Perabumulih dan Laut Cina
Selatan. Latar waktunya yaitu Tahun 1993, 1984, 1990 dan 16 April 1994. Pada
Saman, cerita dipandang dari berbagai sudut. Terkadang pola keakuan yang
digunakan. Lalu, sudut pandang orang ketiga (pola kediaan) serba tahu.
Adapun pengajaran fakta dalam novel Saman yaitu kebijakan kapitalisme
ekonomi Orde Baru. Dalam nilai sejarah kebijakan kapitalisme ekonomi Orde
Baru, Guru dapat memaparkan pengertian kapitalisme dan serta kebijakan-
kebijakan pasar dan ekonomi zaman Orde Baru. Kapitalisme adalah sebuah sistem
perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang
untuk melaksanakan perekonomian.
Fakta sejarah selanjutnya yaitu pers pemerintahan Orde Baru dalam
pengajarannya dapat menjelaskan bahwa Sejarah pers Indonesia diwarnai oleh
sekian banyak peristiwa-peristiwa penting bahkan tragis dari tiap fase
perkembangan bangsa ini. Serentetan kejadian pembredelan pers, tidak hanya
mewarnai dasawarsa pasca kemerdekaan Indonesia. Namun jauh sebelumnya di
masa kolonialisme berlangsung, pers telah menuai sederet kasus pembredelan dan
larangan terbit.
Fakta sejarah yang ketiga yaitu kolusi, dan nepotisme zaman Orde Baru.
Dalam pengajaran dikelas dapat melihat kembali misalnya praktik kolusi dan
nepotisme berkembang biak semenjak masa pemerintahan Orde Baru. Kejahatan
suap-meyuap banyak terjadi pada Orde baru yang di lakukan oleh para pejabat-
pejabat pemerintahan
Fakta sejarah yang keempat yaitu pemogokan buruh di Medan.
Pengajar/Guru dapat mengrepresentasikan bahwa peristiwa Demonstrasi
pemogokan buruh yang terjadi di Medan dari tanggal 1 Maret sampai 16 April
1994 digambarkan dalam novel Saman, terutama dalam hubungannya dengan
tokoh Wisangeni (Saman). Dalam novel tersebut Saman dituduh terlibat sebagai
aktor intelektual demontrasi buruh besar-besaran di Medan pada bulan April 1994.
Dia menjadi salah seorang yang masuk dalam daftar orang yang paling banyak
dicari oleh aparat pemerintah.
Fakta sejarah yang kelima adalah penangkapan aktifis. Pengajar/ Guru dapat
menjelaskan bahwa zaman Orde Baru banyak terdapat Kasus penculikan dan
penghilangan orang secara paksa, menimpa para aktivis, pemuda dan mahasiswa
yang ingin menegakkan keadilan dan demokrasi dimasa pemerintahan Orde Baru.
Mereka yang kritis dalam menyikapi kebijakan pemerintah dianggap sebagai
kelompok yang membahayakan dan merongrong kewibawaan Negara. Gagasan-
gagasan dan pemikiran mereka dipandang sebagai ancaman yang dapat
menghambat jalannya roda pemerintahan.
Fakta sejarah yang terakhir adalah kebebasan pendapat LSM terhadap
kebijakan Orde Baru. Pengajar/guru dapat menjelaskan bahwa LSM zaman Orde
Baru bergulirnya era reformasi menggantikan era orde baru dikuti pula dengan
peningkatan jumlah LSM. Jika pada tahun 1997 ditaksir ada sekitar 4000-7000
LSM, maka pada tahun 2002 jumlah LSM menurut Departemen Dalam Negeri
menjadi sekitar 13.500 LSM. Didalam novel Saman Ayu banyak sekali
menyinggung tentang LSM menggunakan tokoh Saman yang merupakan
seorang aktivis dalam memperjuangkan hak petani karet di Sei Kumbang.
Pengajaran fakta sejarah dalam novel Saman sama halnya dengan mengajarkan karya sastra serta seja
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan terhadap novel Saman karya Ayu Utami, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Fakta sejarah dalam novel Saman dideskripsikan dengan metode kualitatif.
Metode kualitatif dilakukan dengan cara memanfaatkan cara-cara penafsiran
dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Tujuan dari penelitian
kualitatif ini adalah untuk menyajikan penafsiran secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena
yang diselidiki. Hasil Penelitian dapat dideskripsikan yang hasilnya yaitu
terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan gaya
penceritan. Fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami ini terdiri
dari kebijakan kapitalisme ekonomi Orde Baru yang mana pemerintah
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan
kapitalisme Indonesia. Pers Pemerintahan Orde Baru di mana keberadaan
pers di Indonesia mengalami pasang surut dan pers sempat mengalami
pengekangan-pengakangan, hingga kemudian mendapatkan kebebasannya.
Kolusi dan nepotisme rezim soeharto yaitu korupsi tidak sekadar
penyalahgunaan jabatan dengan melawan hukum dengan kerugian Negara,
korupsi meliputi juga suap, perbuatan curang, pemerasan, penggelapan
dalam jabatan, gratifikasi (hadiah), Pemogokan Buruh di Medan
Penangkapan Aktifis zaman orde baru dan kebebasan pendapat LSM
terhadap kebijakan-kebijakan Orde Baru.
2. Penelitian mengenai fakta sejarah dalam novel Saman ini dapat
diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA kelas XI semester 2.
Standar kompetensi yang sesuai yakni aspek mendengarkan dengan
memahami pembacaan novel. Kompetensi Dasar yang sesuai yakni
menemukan fakta sejarah dalam novel yang dibacakan. Kegiatan

121
122

menganalisis fakta sejarah ini di samping menambah pengetahuan terhadap


pengkajian novel, juga menambah pengetahuan siswa terhadap sejarah
bangsa Indonesia yang pernah terjadi. Adapun indikatornya yaitu
menemukan fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami dan
mendiskusikan fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami.
Pembacaan novel Saman ini terhadap siswa sangat diperlukan pendampingan
oleh guru karena novel Saman banyak mengandung unsur-unsur bahasa
seksualitas dan bahasa yang masih tabu terhadap siswa. Pendampingan ini
bertujuan untuk memberikan pemahaman yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran pembacaan terhadap novel Saman.

B. Saran
Pada bagian akhir penelitian ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran
sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan. Adapun saran-saran yang
ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini tidak hanya dapat digunakan dalam pembelajaran sastra,
tetapi juga dapat digunakan dalam pembelajaran menulis novel dari kondisi di
sekitar siswa. Dikatakan demikian, karena ternyata pengalaman-pengalaman
yang terdapat dalam novel Saman Karya Ayu Utami mengandung banyak
sejarah yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut
dapat dijadikan alasan untuk memasukan unsur-unsur pengalaman sebagai
bahan pembelajaran menulis novel. Hal tersebut dilakukan agar siswa tidak
mengalami kesulitan dalam menyampaikan ide, gagasan dan pengalamannya
dalam bentuk bahasa tulis.
2. Peneliti menyarankan agar para peneliti-peneliti yang lain dapat
mengungkapkan berbagai sejarah Indonesia melalui novel-novel yang
berkembang seiring dengan perkembangan sejarah itu sendiri.
3. Guru hendaknya mengkaji pengalaman-pengalaman yang terdapat dalam
karya sastra sebagai acuan ketika akan menentukan bahan pembelajaran
apresiasi sastra. Sebagian besar pengkajian hanya dilakukan pada struktur dan
gaya bahasa suatu karya sastra, tidak mencakup pengalaman-pengalaman
yang terdapat dalam karya sastra.
4. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia semakin diminati oleh siswa
karena memiliki banyak manfaat untuk menambah wawasan sosial, budaya, dan sejarah bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Warman Asvi. Membongkar Manipulasi Sejarah Kontroversi Pelaku dan
Peristiwa. Jakarta: Kompas, 2009.

Aminuddin (ed). Pengembangan Penelitian Kualitatif Dalam Bidang bahasa dan


Sastra. Malang: YA 3 Malang, Cet.1, 1990.

Bertened. Etika, Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama. 2011

Booth, Anne dan Peter McCawley, Ekonomi Orde Baru, Malaysia: LP3ES, 1982

Budianta, Melani.,dkk, Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra Untuk


Perguruan Tinggi, Magelang: IndonesiaTera, 2006.

Dede Marlia, “Ayu Utami: Saya Tidak akan Menikah”, ME, Jakarta: Agustus
2004.

Dharmawan, Bagus (ed), Warisan Daripada Soeharto, Jakarta: Kompas Media


Nusantara. 2008

HCB Dharmawan dan Al Soni BL de (ed). Surga Para Koruptor. Jakarta:


Kompas,Cet.1, 2004

Hamzah, Andi. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya. Jakarta: PT


Gramedia,1984.

Harsutejo, Kamus Kejahatan Orba, Jakarta : Komunitas Bambu, 2010

Hendrawicaksono,”AyuUtami”,http://badanbahasa.kemendikbud.go.id/lamanbaha
sa/node/73, 1 November 2015

John MacDougall ―Pengurus SBSI Medan di Periksa‖ , Suara Pembaruan,


Senin 2 Mei 1994

Judiantoro dan Hartono Widodo. Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan


Perburuhan. Jakarta: Rajawali Pers, Cet.1, 1989.

Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana, 2011.

K.S.,Yudiono. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: PT Grasindo, 2007.

McVey, Ruth (ed). Kaum Kapitalis Asia Tenggara: Patronase Negara dan
Rapuhnya Struktur Perusahaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995.

Mohammad, Goenawan. Seks, Sastra, Kita. Jakarta: Sinar Harapan, Cet. 2, 1981.

124
125

Nugiyanto, Burhan, Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press, 2007

Oetama, Jakob. Pers Indonesia: Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus.


Jakarta: Kompas, 2001.

Pranoto, Suhartono W, Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Graha Ilmu,


2010.

Puspitasari, Dewi., dkk, 10 Penguasa Terkorup Dunia. Yogyakarta: Pustaka


Timur, 2007.

Rahardjo, M.Dawam (ed). Kapitalisme Dulu dan Sekarang. Jakarta: LP3ES,


1987.

Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2007

-------------------------. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. 2, 2007.

Ridwanuddin, Dindin. Bahasa Indonesia. Ciputat :UIN Press. 2015

Semma, Mansyur. Negara dan Korupsi : Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara,
Manusia Indonesia, dan Perilaku politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008.
Semi, Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. 1988

Sen, Krishna dan David T. Hill. Media, Budaya dan Politik di Indonesia. Jakarta:
Institut Studi Arus, Cet.1, 2001.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grassindo. 2008

Sjarkawi. Pembentukan Kepribadian Anak ; Peran Moral Intelektual, Emosional,


dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2008.

Soemardjan, Selo. Kisah Perjuangan Reformasi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Stanton, Robert. Teori Fiksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2007.

Surjomiharjo, Abdurahman., dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di


Indonesia. Jakarta: Kompas, Cet.2, 2002.
Tamburaka, E Rustam. Pengantar Ilmu Sejarah, Sejarah Filsafat, dan Iptek.
Jakarta : Rineka Cipta, 1999.

Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya, Cet.1, 1984.
Putu Arya. Apresiasi Puisi dan Prosa. Flores: Nusa Indah, Cet.IV, 1983.

. Saman. Jakarta : KPG, 2014.

ne dan Austin Warren. Teori Kesusastraan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.

d, Anita K. Ruspata dan Hani’ah. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
ndy (ed). Budaya Sastra. Jakarta: CV Rajawali, Cet.1, 1984. “Mendobrak Mitos dan Norma Ketimuran”, Harian Media Indone
04

Generasi Baru Sastra Indonesia, Harian Kompas, Jakarta: 5 April 1998


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

SEKOLAH : SMA/MA

MATA PELAJARAN : Bahasa Indonesia

KELAS : XI

SEMESTER :2

TAHUN PELAJARAN : ………..

A. STANDAR KOMPETENSI :
Mendengarkan : Memahami pembacaan novel

B. KOMPETENSI DASAR :
Menemukan fakta sejarah dalam novel yang dibacakan

C. INDIKATOR :
Indikator Pencapaian Kompetensi Nilai Budaya dan
No. Karakter Bangsa

Menemukan fakta sejarah dalam novel


Saman

Karya Ayu Utami

Mendiskusikan fakta sejarah dalam novel


Saman

Karya Ayu Utami

127
128

D. TUJUAN PEMBELAJARAN :
Siswa dapat:
 Menemukan fakta sejarah dalam novel novel Saman Karya Ayu Utami
Mendiskusikan fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami

E. MATERI PEMBELAJARAN :
Novel yang dibacakan yakni novel Saman Karya Ayu Utami
Fakta sejarah dalam novel Saman Karya Ayu Utami

F. METODE PEMBELAJARAN :
Penugasan
Diskusi
Tanya Jawab
Ceramah
G. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN :
No. Kegiatan Belajar Alokasi Waktu

1. Kegiatan Awal : 15 menit

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran


hari ini.

2. Kegiatan Inti : 60 menit

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, siswa:

a. Membaca novel Saman Karya Ayu


Utami
b. Menemukan fakta sejarah dalam
novel Saman Karya Ayu Utami

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, siswa:

Mendiskusikan fakta sejarah dalam


novel Saman Karya Ayu Utami

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, siswa:

a. Menyimpulkan tentang hal-hal yang


belum diketahui.
b. Menjelaskan tentang hal-hal yang
belum
diketahui.

3. Kegiatan Akhir: 15 Menit

Refleksi

hari ini.

H. ALOKASI WAKTU :
2 x 40 menit

I.SUMBER BELAJAR/ALAT/BAHAN :
Novel Saman karya Ayu Utami

PENILAIAN :
Jenis Tagihan:
tugas individu
ulangan Bentuk Instrumen:
uraian bebas
pilihan ganda
jawaban singkat

Mengetahui,

Ciputat,

Kepala SMA/MA............ Guru Mata Pelajaran,


SINOPSIS NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI
Cerita dalam novel Saman diawali dengan latar tempat Central Park
bertanggal 28 Mei 1996. Ayu menggunakan salah satunya adalah tokoh Laila
untuk merepresentasikan sistem kapitalisme Orde Baru. Pertemuannya dengan
Sihar di rig bertempat di Laut Cina Selatan tempat Laila membuat profil
perusahaan Texcoil Indonesia, patungan saham dalam negeri yang berinduk di
Kanada.
Selain bertemu dengan Sihar, Laila juga bertemu dengan Rosano, salah satu
putra seorang pejabat Departemen Pertambangan. Ayu menggunakan tokoh
Rosano untuk mewakili sistem nepotisme pemerintahan Orde Baru. Insiden di
rig/tempat pengeboran yang menewaskan Hasyim dan dua teman lainnya yang
merupakan rekan kerja dari Sihar semakin mendukung cerita bagaimana proses
hukum selalu berpihak kepada yang berkuasa, yaitu Rosano. Hukum sudah tidak
lagi adil terhadap yang bersalah dalam hal ini Rosano merupakan tersangka, tetapi
hukuman yang diberikan sangat ringan.
Jengah dengan hukum yang tidak adil, kemudian Laila dan Sihar mencoba
dengan cara lain agar hukum tetap adil. Melalui proses inilah kemudian Ayu
mempertemukan tokoh Saman dan Yasmin yang mempunyai pengalaman dalam
bidang hukum dengan Laila dan Sihar. Saman dan Yasmin Ayu gunakan untuk
mewakili banyak hal dalam fakta sejarah yang salah satunya adalah bagaimana
pers mengalami masa kebebasan dan pengekangan. Yasmin merupakan salah satu
pendiri LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang pada waktu pemerintahan
Orde Baru, LSM punya porsi cukup dipertimbangkan dalam pengambilan
kebijakan.
Kemudian cerita berlanjut kepada Saman dalam prosesi Sakramen Presbiterat
di Gereja yang nantinya cerita ini menjadi titik awal mula cerita Saman. Melalui
tokoh Saman, Ayu banyak merepresentasikan fakta sejarah. Setelah resmi menjadi
seorang Pater, Saman meminta berpindah tugas ke Perabumulih masa kecilnya
dulu. Awal pertemuannya dengan Upi yang membawanya untuk membantu warga
transmigran di Sei Kumbang. Di dalam perjalanannya ini, Ayu memasukkan fakta
sejarah sistem kapitalisme Orde baru, pengaruh pers zaman Orde Baru, serta

131
132

bagaimana disiksanya aktivis atau orang-orang yang berjuang dalam membela


rakyat kecil. Sistem kapitalisme terlihat pada penggusuran lahan milik warga
secara paksa terhadap perusahaan PT. ALM. Saman mencoba melibatkan pers
agar berita penggusuran ini dilihat masyarakat luas. Tetapi hanya sebentar dan
tidak berlangsung lama karena Saman dianggap biang keladi atas kerusuhan dan
pemberontakan warga terhadap penggusuran lahan. Saman kemudian disiksa dan
dipaksa untuk mengaku sebagai orang yang bersalah atas kerusuhan yang terjadi.
Ia kemudian bisa keluar dari tempat penyiksaan dan kabur dari Indonesia dengan
bantuan Yasmin dan beberapa teman lainnya.
Saman kemudian bekerja di Human Rights,Watch di New York dengan
dibantu oleh Yasmin. Fakta sejarah selanjutnya Ayu jabarkan melalui surat
menyurat antara Yasmin dan Saman di antaranya adalah penyiksaan terhadap
aktivis, pembunuhan terhadap aktivis buruh Marsinah dan Pemogokan buruh di
Medan.
UJI REFERENSI

Nama Devt Ramadhani


NIM 1111013000002
Fakultas Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi Fakta Sejarah dalam Novel Semen Karya Ayn Utaini dan
linplikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia.
Dosen Peinbimbing : Ahmad Bahtiar, M. Hum
No. Judul Buku Halaman Halaman Paraf
dalam dalam Pembimbing
Skripsi Buku
1. Adam, Wan Asvi. Membotigkni 104 126
Manipulasi Sejarah Kontro›'ersi
Pelaku dan Peristiwa. Jakarta:
Kompas, 2009.
2. Aminuddin (ed ). Pengemhuug m 7 108
Peneliticui Kiuilitatif Dcikim Bidang
bnhasci ‹fun Sastra. Malang: YA 3
Mahng, Cet.l, 1990.
3. Bagus Dharmawan (ed), Warisan 4 595
Daripada Soeharto, Jakarta:
Kompas Media Nusantara. 2008
4. Bertened. Etika, Jakarta; PT 10 149
Gramedia Pustaka Utama. 2011
5. Booth, Anne dan Peter McCawley, 90 i
Ekonomi Orde Baru, Malaysia:
LP3ES, 1982
6. Budianta, Melani.,et al., Mem6nco 21 86,
Sastru. Pengantar Memahami Sastra
Untuk Perguruan Tinggi, Magelang:
IndonesiaTera, 2006.
7. Dede Marlia, *Ayn Utami: Saya 36 22
Tidak akan Menikah”, ME, Jakarta:
Agustus 2004.
Ilmu Sejarah, Sejarah Filsafat, dan
Iptek. Jakarta : Rineka Cipta, 1999.
37. Teeuu'. A. Niis/rri driii Hmu Sff.S’iJ’fL’ 12, 13 242-243,
Peiigaiita t Tent i Sf/.sfr i. Jakarta: 244,
Dunia Pustaka Jaya, Cet.1, 1984
Tirtawirya, Putu Arya. Apresicisi 18 102
Piiisi clam Pi’os‹i. Flores: Nusa Indah,
Cet.IV, 1983.
39. Tuloli, Nani. Kcirya Sastra. 15, 17, 19, 25
Gorontalo: BMT Nuiul Jannah, 2000
40. Utarni, Ayu. Saman. Jakarta : KPG, 55, 56, 57, 3,84,40, 59,
2014. 58, 59, 60, 75, 93, 105,
61, S2, 63, 1 11, 117,
64, 65, 66, 169, 8, 14,
67, 68, 69, 24, 149,
75, 71, 72, 180, 127,
73, 74, 75, 118, 140,
76, 77, 78, 141, 123,
79, 80, 81, 154, 180,
82, 83, 84, 43, 95, 96,
87, 88, 90, 106, 180, 2,
91, 93, 94, 4, 5, 6, 30,
96, 97, 98, 7, 31, 46,
99, 101, 42, 143,
169, 171, 1,
2, 7, 41, 45,
58, 89, 169,
4, 169, 175,
1, 127, 1,
19, 121,
119,2, 14,
15, 45, 46,
128, 41,
29. Sen, Krishna dan David T. Hill. 46 62
Mc•rlici, Bit 1 iva clviii Politic rfi
Iii‹l‹›iie.sin. .Jakarta: Institut Studi
Pcs, Cet, l, 2001 .
Siswanto, Wahyudi. Peng /nror Te‹›ri

30 Siswanto, Wahyudi. Pc•itgantar Teori 16, 17, 18, 188, 189,


Sastra. .Jakarta: Grassindo. 2008 19, 20, 21, 190, 127,
22, 23, 25, 140, 141,
24, 25, 26, 35, 142,
28, 143, 145,
161, 162,
159, 149,
151, 152,
212
31. Sjarkaw’i. Pemb‹•iitiik£f H Ke•priha diam 10 29
Anak ,‘ Pei‘uu Moral Intelektual,
Einosional, clan Sosicil .vc•hugcii
Wtijud Integritas Membanguu Jati
Diri. Jakarta: PT Burnt Aksara, 2008.
32. Soemardjan, Selo. Kisah Peijuangan 48, 49, 347, 348,
Reformasi. Jakarta Pustaka Sinar 550
Harapan
33. Stanton, Robert. Teori Fiksi. 4 9
Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2007.
34. Sulastri, Ems Dkk, Bahasa dan 30 lV

Sastra Indonesia 2. Jakarta: Pusat


Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasiona 2008.
35. Suijomihnjo, Abdurahman.,et 47, 49, 176, 181,
al.,Beberapa Segi Perkembangan 183,
Sejarah Pers di Indonesia. Jakarta:
Kompas, Cet.2, 2002.
36. Tamburaka, E Rustam Pengantar i1 27
Sastra, Kitci. .Jakarta: Sinar Hai‘apan,
Cet. 2, 1981.
19. Moleong, Lexy J. Metoclologi 4,
P‹•iielitiuu Kii‹ilit‹itiJ.“ Bandung:
Rosda Kaiya. 2011
Nugiyanto, Burhan, Teoi 18, 20, 21, 9, 23, 24,
i
PengkaJi6fll Fiksi. Yogyakarta: Gajah 22, 25, 27, 165, 70,
Mada University Press, 2007 28, 227, 230,
233, 212
Oetaina, Jakob. Pers Indonesia: 46 79
Berkomunikasi dalam Masy‹irakat
Ti’dak Tot his. Jakarta: Kompas,
2001
22. Pranoto, Suhartono W, Teori dan 12 6
Metodologi Sejarah . Yogyakarta
Graha Ihuu, 2010.
23. Puspitasari, Dewi.,et al.,70 PeiigHa. u 5 I
Terkorup Dunia. Yogyaktufc
Pustaka Timur, 2007.
24. Rahardjo, M.Dawam (ed). 41 15
Kapitalisine Diilti dari Sekarang.
Jakarta: LP3ES, 1987.
25. Ratna, Nyoman Kutha. Teori, 12 330
Metode, dan Tekiiik Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2007
26. Ratna, Nyoman Kutha. Sastra dan 1, 7 285, 287,
Cultural Studies. Representusi Fiksi 34, 335,
dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka 336, 342,
Pelajar, Cet. 2, 2007.
27. Ridwanuddin, Dindin. Bahasa 29 133
Indonesia. Ciputat :UIN Press. 2015
28. Semi, Atar. Anatomi Sastrn. Padang: 19, 21, 22, 35, 36, 35,
Angkasa Raya. 1988 23, 24, 26 43, 44, 46,
,45, 47,
8. Dhanuawan (ed). 5iir@ff Péff’ff 52 165
Koriiptc» . Jakarta: Koinpas,Cet.I,
2004
9. Hainzah, Andi. Koruysi ‹/i liicloli ester 50 9
Ma›‹i la li d‹m Pemc•c’a hmmya .
Jakarta: PT Gramedia, 1984
10. HdfSutejo, Kamii.s Kejali utan 40, 41, 42, 147, 148,
Orbci,
44, 51, 53, 168, 169,
Jakarta : Koirunitas Bambu, 2010
11 52, 11, 1. 2
11. Hendrawicaksono,”AyuUtami”,http:/ 34, 35
/badanbahasa.kemendikbud.go.id/la
manbahasa/node/73, 1 November
2015
12. John Mac Dotigall —Pengurus SBS1 99 11
Med an di Periksal. Suam
Peinfior/fn›i, Senin 2 Mei 1994
Judiantoro dan Hartono Widodo. 52 7
Segi Hukum Penyelesaian
Perselisilta o Perburuhan. Jakarta:
Rajawali Pers, Cet.1, 1989.
14. Juliansyah Noor, Metodologi 8,9 22, 34, 138
Penelitian. Jakarta: Kencana, 2011.
15. K.S.,Yudiono. Peng‹uuar Sejarah 2, 14 25, 26,
Sastra Indonesia. Jakarta: PT
Grasindo, 2007.
16. Kosasih. Dasar-dasar Keterampilan 10, 11 46,27
Bersastra. Bandung: Yrama Widya.
2012
17. McVey, Ruth (ed). Kaum Kapitalis 45 107, 108,
Asia Tenggara. Patronase Negara
dan Rapuhnya Struktur Penisahaan .
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1995.
18. Mohammad, Goenan!an. Seks, S7 l
188, 187,
196, 8, 75,
92, 63, 95,
23, 174,
176, 13,179,
180, 105,
171, 173
Wellek, Rene dan Austin Warren. 16 44
Tenri Kesiisastraait, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1993.
42. Widada, Saiissitte untuk 16 4
sastra ,¥ ogyakana : Jalasutra, 2009.
43. Yud i Utomo. “Kritik Sastra Novel 37, 38 5
Sanian dalam Perspektif Feminisme
Radikal, ”Tests pada Pascasarjana
Universitas Suryakancana, Cianjur:
2010, tidak dipublikasikan
44. Zaidan, Abd., dkk. KaZZflfS JStllah 21 206
Sastra. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
45. Zoeltom, Andy (ed). Biiday‹i Sustru. 29 57
Jakarta: CV Rajawali, Cet 1, 1984.
46. “Mendobrak Mitos dan Norma 35 24
Ketimuran”, Hcirian Mediu
lii Joiiesia, Jakarta, I Agustus 2004
47. Saman”, Generasi Baru Sastra 38 99
Indonesia, Harian Kompas, Jakarta: S
April 1998

Jakarta, November 2016


RIWAYAT PENULIS
DEVI RAMADHANI, Lahir di Medan, 25
Februari 1993. Menuntaskan pendidikan dasar
di SD Negeri 112286 Membang Muda Kualuh
Hulu Labuhan Batu Utara. Kemudian menuntut
ilmu di SMP Negeri 1 Kualuh Selatan
kabupaten Labuhan batu Utara, melanjutkan ke
jenjang sekolah menengah di SMA
Muhammadiyah 09 Kualuh Hulu Labuhan Batu
Utara. Tahun 2011 meneruskan pendidikannya
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengamb il Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Anak dari Bapak Suyanto dan Ibu Saminah ini sejak kecil tinggal bersama
orang tuanya di Gunting Saga kecamatan Kualuh Selatan kabupaten Labuhan
Batu Utara, Sumatera Utara dan kemudian memilih kuliah di Jakarta. Dia anak
terakhir dari empat bersaudara kandung, abang-abangnya yaitu Azla Hendrovi,
Dedi Irwanto dan Andi Pranata.

Selain Kuliah, Travelling dan kegiatan organisasi di bidang public


speaking merupakan hal yang dia sukai. Organisasi public speaking yang dia ikuti
yaitu High Voltage Public Speaking sebagai Trainer, Cerdas Mulia Institute dan
Public Speaking Coaching. Pernah menjadi MC di beberapa acara salah satunya
yaitu MC Seminar Internasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan MC
acara penghargaan Festival Teater Indonesia di Purwakarta. Pernah mengajar di
Sekolah Lentera Internasional program internship UN dan mengajar di Khalifa
IMS Primary Bintaro.

Anda mungkin juga menyukai