Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH GAGAL GINJAL

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Kelompok 1
Kelas 4.1

1. APRILIA IRAWATI SIHOMBING


2. FEBRINA SIHOMBING
3. MARDIATI S
4. RIRIN SITINJAK
5. DESI CRISH NATASYA SIMANJUNTAK

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN 2020

1
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kehadiran tuhan yang maha esa atas berkat dan
rahmat karunianya sehingga kami dapat menyusun makalah “Gagal Ginjal ”
dengan baik selesainya penyusunannya berkat bantuan moral maupun material
dari berbagai pihak pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terimakasih
kepada :

1. Parlindungan purba, SH, MM, selaku ketua yayasan sari mutiara Medan
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.kes, selaku Rektor universitas sari mutiara
Indonesia
3. Taruli Sinaga. SP, M.KM, selaku Dekan Fakultas farmasi dan ilmu
kesehatan
4. Ns, Rinco Siregar, M. kep, M.NS selaku ketua program studi ners fakultas
farmasi dan ilmu kesehatan universitas sari mutiara Indonesia
5. Ns,Endriyani yonlafado Simajuntak , M. kep,selaku dosen pengajar yang
telah memberikan bimbingan,arahan, dan saran kepada kelompok dalam
menyelesaikan makalah ini.

Tim penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dari isi maupun susunannya, untuk itu tim penulis membuka diri
terhadap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang
keperawatan, akhir kata tim penulis mengucapkan terimakasih.

Medan
November2020

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..............................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................


2.1 Konsep Teori Gagal Ginjal Akut.....................................................6
2.1.1 Defesini Gagal Ginjal Akut.......................................................6
2.1.2 Etiologi Gagal Ginjal Akut........................................................6
2.1.3 Klasifikasi Gagal Ginjal Akut..................................................7
2.1.4 Patofisiologi...............................................................................8
2.1.5 Perjalanan Klinis........................................................................9
2.1.6 Pemeriksaan Laboratorium........................................................10
2.1.7 Pencegahan................................................................................12
2.1.8 Penatalaksanaan.........................................................................12
2.1.9 Pathway Gagal Ginjal Akut.......................................................13
2.2.2 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik.....................................................15
2.2.3 Etiologi..........................................................................................16
2.2.4 Patofisiologi...................................................................................18
2.2.5 Manifestasi Klinik Gagal Ginjal Kronik........................................19
2.2.6 Penatalaksanaan.............................................................................19
2.2.7 Penatalaksanaan Keperawatan.......................................................24
2.3.1 Pemeriksaan Penunjang..................................................................24
2.3.2 Komplikasi.....................................................................................25
2.3.3 Pathway Gagal Ginjal Akut............................................................26
BAB III PENUTUP.............................................................................................
3.1 Kesimpulan.......................................................................................
3.2 Saran.................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-
communicablediseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi,
diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit
menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat
utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem
vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini
sebelum pasienmengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke,
penyakit jantung koroner,gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah
perifer.
Gagal ginjal atau acute kidney injury (AKI) yang dulu disebut injury
acuterenal failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba
atau parah padafungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh
peningkatan konsentrasikreatinin serum atau azotemia (peningkatan
konsentrasi BUN (blood Urea Nitrogen).Setelah cedera ginjal terjadi,
tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan
adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.
Angka kematian di AS akibat gagal ginjal akut berkisar antara 20-
90%.Kematian di dalam RS 40-50% dan di ICU sebesar 70-89%.
Kenaikan 0,3 mg/dL kreatinin serum merupakan prognostik penting yang
signifikan. Peningkatan kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-
obatan (misalnya cimetidin dantrimehoprim) yang menghambat sekresi
tubular ginjal. Peningkatan nilai BUN juga dapat terjadi tanpa disertai
kerusakan ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau saluran pencernaan,
penggunaan steroid, pemasukan protein. Oleh karena itudiperlukan
pengkajian yang hati-hati dalam menentukan apakah seseorang terkena
kerusakan ginjal atau tidak.

4
1.2 Tujuan
a. Tujuan umum
Mengetahui tentang konsep medis Gagal Ginjal Akut dan Gagal Ginjal
Kronik
b. Tujuan khusus

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori Gagal Ginjal Akut


2.1.1 Defenisi gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi
mensekresi produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena
hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu
akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan oliguria dimana
haluaran urine kurang dari 400 ml/24 jam.
Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah sekumpulan gejala yang
mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. Gagal Ginjal Akut
(GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik
pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan
atau tanpa oliguria sehinggamengakibatkan hilangnya kemampuan
ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh.
2.1.2 Etiologi gagal ginjal akut
Sampai saat ini para praktisi klinik masih membagi etiologi Gagal
Ginja Akut dengan tiga katagori meliputi: pra renal, renal dan pasca
renal. Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah :
a. Kondisi Pra Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi
ginjal dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang
umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
1) Hipofolemik (perdarahan post partum, luka bakar, kehilangan
cairan dari gastro intestinal, pankreatitis, pemakaian diuritik
berlebihan).
2) fasodilatasi (sepsis atau anfilaksis).
3) penurunan curah jantung (distritmia, infak miokardium, gagal
jantung konghesif, shok kardiogenik, emboli paru).
4) obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombopsis).

6
b. Kondisi Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus
atau tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
1) trauma langsung pada ginjal dan cedra akibat terbakar
2) iskemia (pemakaian NSAID, kondisi syok pasca bedah).
3) reaksi transpusi (DIC akibat transfusi tidak cocok).
4) penyakit glumerofaskular ginjal: glumerulunefritis, hipertensi
maligna.
5) nefritis interstitial akut: infeksi berat, induksi obat-obat
nefrotoksin.
c. Kondisi pascaRenal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya
akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat
disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
1) obstruksi muara pesika urinaria: hipertropi prostat, karsinoma.
2) obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih,
bekuan darah atau sumabatan dari tumor.

Gambar 2.2: etiologi dari Gagal Ginjal Akut

2.1.3 Klasifikasi gagal ginjal akut


Gagal ginjal akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai
berikut :
1. Gagal ginjal akut prarenal GGA Prarenal adalah terjadinya
penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang
mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan
kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat
reversibel apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA

7
prarenal aliran darah ginjal walaupun berkurang masih dapat
memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup
kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera
diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal
merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan
histologik atau morfologi pada nefron.
2. Gagal ginjal akut renal GGA renal yaitu kelainan yang berasal
dari dalam ginjal dan yang secara tiba-tiba menurunkan
pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi
menjadi :
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau
pembuluh darah kecil ginjal lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal,
c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium
ginjal. Tubulus ginjal merupakan tempat utama
penggunaan energi pada ginjal, yang mudah mengalami
kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat
nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang
disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan
penyebab terbanyak GGA renal.
3. Gagal ginjal akut postrenal GGA postrenal adalah suatu
keadaan di mana pembentukan urin cukup, namun alirannya
dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah
obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan
kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga
dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung
berat dan lamanya obstruksi.

2.1.4 Patofisiologi
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut sebagai berikut :
a. Periode Awal
Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya
oliguria.
b. Periode Oliguri

8
Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai
dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya
diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, kalium dan
magnesium).Pada tahap ini untuk pertama kalinya gejala uremik
muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia
terjadi.
c. Periode Diuresis
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap,
disertai tanda perbaikan glumerulus.Nilai laboratorium berhenti
meningkat dan akhirnya menurun.Tanda uremik mungkin masih
ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih
diperlukan. Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi
selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya
meningkat.
d. Periode Penyembuhan
o Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal danberlangsungselama
3 - 12 bulan
o Nilai laboratorium akan kembali normal
o Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% - 3%

Gambar 2.3: Gagal Ginjal Akut

2.1.5 perjalanan klinis


Ada 3 stadium dalam perjalanan klinis pada gagal ginjal akut:
a. stadium Oliguria
b. stadium Diuresis
c. stadium Pemulihan
 Stadium Oliguria

9
Sering terjadi pada paska operasi biasanya timbul setelah 24-48
jam setelah trauma oleh sebab nefrotoksik
 Stadium Diuresis
Dimana pengeluaran kemih >400 cc /hr – tidak melebihi 4liter/hr
berlangsung 2-3 minggu
Penyebab diuresis adalah diuresis osmotik karena tingginya
kadar urea darah atau kegagalan tubulus utk mempertahankan
garam dan air yg difiltrasi
 Stadium Penyembuhan
Berlangsung s/d setahun membaik sedkit demi sedikit

2.1.6 Pemeriksaan Laboratorium


a. Urin
1) Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2) Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3) Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam
urat.
4) Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5) Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia,
hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan
hiperfosfatemia.
6) Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi
dalam 24 jam setelah ginjal rusak.
7) Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya
darah, Hb, Mioglobin, porfirin.
8) Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit
ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan
kehilangankemampuan untuk memekatkan; menetap pada
1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
9) PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular
ginjal, dan gagal ginjal kronik.
10) Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan
kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.

10
11) Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun
sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan
bermakna.
12) Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40
mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
13) Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14) SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor,
atau peningkatan GF.
15) Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan
kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada.
Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi
atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria
minimal.
16) Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi.
Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan
sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA.
Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
b. Darah :
1) Hb. : menurun pada adanya anemia.
2) Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan/penurunan hidup.
3) PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena
penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen
dan hasil akhir metabolisme.
4) BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5) Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama
dengan urine.
6) Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah merah).
7) Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
8) Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9) Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10) Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan

11
pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam
amino esensial
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan bila ada kecurigaan adanya
sumbatan pada saluran kemih. EKG mungkin abnormal
menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa
Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan vena) dilakukan
jika diduga penyebabnya adalah penyumbatan pembuluh darah.
Pemeriksaan lainnya yang bisa membantu adalah CT scan dan MRI.
Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan penyebab dari
gagal ginjal akut, maka dilakukan biopsi (pengambilan jaringan
untuk pemeriksaan mikroskopis)

2.1.7 Pencegahan
Untuk mengurangi risiko gagal ginjal kronis, cobalah untuk:
a. Jika anda minum minuman beralkohol maka minumlah dengan
tidak berlebihan akan tetapi sebaiknya anda menghindarinya
b. Jika anda menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas. Ikuti
petunjuk yang ada pada kemasannya. Menggunakan obat dengan
dosis yang terlalu tinggi dapat merusak ginjal. Jika anda memiliki
sejarah keluarga dengan penyakit ginjal, tanyalah dokter anda obat
apa yang aman bagi anda
c. Jaga berat badan sehat anda dengan berolahraga rutin.
d. Jangan merokok dan jangan memulai untuk merokok
e. Kontrol kondisi medis anda dengan bantuan dokter jika kondisi
tersebut meningkatkan risiko gagal ginjal.

2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus ditujukan kepada penyakit primer yang
menyebabkan gagal ginjal akut tersebut, dan berdasarkan keadaan
klinis yang muncul.
a. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada pengukuran
berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi

12
urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah, dan status klinis
pasien.

Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase


lambung, feses, drainase luka, dan perspirasi dihitung dan
digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.

b. Penanganan hiperkalemia :
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan hal-hal berikut :
1) Glukosa, insulin, kalsium glukonat, natrium bikarbonat
(sebagai tindakan darurat sementara untuk menangani
heperkalemia)
2) Natrium polistriren sulfonat (kayexalate) (terapi jangka pendek
dan digunakan bersamaan dengan tindakan jangka panjang lain)
3) Pembatasan diit kalium
4) Dialisis
c. Menurunkan laju metabolisme
1) Tirah baring
2) Demam dan infeksi harus dicegah atau ditangani secepatnya
d. Pertimbangan nutrisional
1) Diet protein dibatasi sampai 1 gram/kg selama fase oligurik.
2) Tinggi karbohidrat
3) Makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jus jeruk,
kopi) dibatasi, maksimal 2 gram/hari
4) Bila perlu nutrisi parenteral
e. Merawat kulit
1) Masase area tonjolan tulang
2) Alih baring dengan sering
3) Mandi dengan air dingin
f. Koreksi asidosis
1) Memantau gas darah arteri
2) Tindakan ventilasi yang tepat bila terjadi masalah pernafasan
3) Sodium bicarbonat, sodium laktat dan sodium asetat dapat
diberikan untuk mengurangi keasaman
g. Dialisis

13
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia,
perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas
biokimia, menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan
membantu penyembuhan luka.
Hal-hal berikut ini dapat digunakan sebagai pertimbangan
untuk segera dilakukan dialisis :
Volume overload
1) Kalium > 6 mEq/L
2) Asidosis metabolik (serum bicarbonat kurang dari 15 mEq/L)
3) BUN > 120 mg/dl
4) Perubahan mental signifikan

2.1.9 Pathway Gagal Ginjal Akut

iskemia atau nefrotoksin

penurunan alliran kerusakan sel tubulus kerusakan


darah glumerulus

↑ pelepasan NaCL ke obstruksi tubulus kebocoran filtrasi ↓ultrafiltrasi


aliran darah↓ makula densa glumerulus

penurunan GFR

Gagal Ginjal Akut respon psikologis

penurunan produksi urine kecemasan pemenuhan informasi

metaboli pd ajringan ↑ metabolik pada


retansi cairan deurisis ginjal ekskresi kalium ↓
otot↑ gastrointestinal

edema paru DX: defisit vol ketidak seimbangan keram otot↑ mual muntah
cairan elektrolit

DX: pola nafas tdk kelemahan fisik respon intake nutrisi td


PH pd cairan
efektif hiperkalemi nyeri kadekuat
serebro spinal
perfusi serebral
kerusakan hantaran perubahan kondisi nyeri gangguan
elektrikal jantung ADL DX: pemenuhan
impuls saraf
nutrisi ↓

defisit neurologik
risiko tinggi jantung DX: resiko DX:curah jantung ↓
DX: intoleransi
aritmia 14
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia,
asidosis metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih
cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki,
hipertensi dan edema paru yang menimbulkan kegawatan.

2.2 Konsep Teori Gagal Ginjal Kronik


2.2.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu keadaan menurunnya fungsi
ginjal yang bersifat kronis akibat kerusakan progresif sehingga terjadi
uremis atau penumpukan akibat kelebihan urea dan sampah nitrogen di
dalam darah (Priyanti & Farhana, 2016).

Gagal Ginjal Kronik adalah suatu kondisi dimana tubuh mengalami


kegagalan untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan
elektrolit dikarenakan kemunduran fungsi ginjal yang bersifat
progresif dan irreversible. Kerusakan pada ginjal ini menyebabkan
menurunnya kemampuan dan kekuatan tubuh untuk melakukan
aktivitas, sehingga tubuh menjadi lemah dan lemas dan berakhir pada
menurunnya kualitas hidup pasien (Wijaya & Putri, 2013).

2.2.2 Klasifikasi gagal ginjal kronik


Menurut Wijaya & Putri (2013) dalam buku Keperawatan Medikal
Bedah, gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
1. Stadium 1
Pada stadium 1, didapati ciri yaitu menurunnya cadangan ginjal,
pada stadium ini kadar kreatinin serum berada pada nilai normal
dengan kehilangan fungsi nefron 40 sampai 75%. Pasien biasanya
tidak menunjukkan gejala khusus, karena sisa nefron yang tidak
rusak masih dapat melakukan fungsi–fungsi ginjal secara normal.
2. Stadium 2
Pada stadium 2, terjadi insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75%
jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin
serum meningkat akibatnya ginjal kehilangan kemampuannya
untuk memekatkan urin dan terjadi azotemia.

15
3. Stadium 3 Gagal ginjal stadium 3, atau lebih dikenal dengan gagal
ginjal stadium akhir. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar
BUN (Blood Urea Nitrogen) akan meningkat dengan menyolok
sekali sebagai respon terhadap GFR (Glomerulo Filtration Rate)
yang mengalami penurunan sehingga terjadi ketidakseimbangan
kadar ureum nitrogen darah dan elektrolit sehingga pasien
diindikasikan untuk menjalani terapi dialisis atau bahkan perlu
dilakukan transplantasi ginjal.

Berdasarkan National Kidney Foundation Kidney Dissease Outcomes


Quality Initiative (NKF/KDOQI) merekomendasikan pembagian CKD
(Chronic Kidney Dissease) berdasarkan stadium dari tingkat penurunan
LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) :
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persiten dan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) yang masih normal
(>90 ml/menit/1,73 m2).
2) Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminaria persiten dan LFG
(Laju Filtrasi Glomerulus) antara 60 sampai 89 ml/menit/1,73 m2.
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus)
antara 30 sampai 59 ml/menit/1,73 m2.
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus)
antara 15 sampai 29 ml/menit/1,73 m2.
5) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus)
antara<15ml/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

2.2.3 Etiologi
a. Gangguan pembuluh darah ginjal Salah satu lesi vaskular yang
dapat menyebabkan iskemik pada ginjal dan kematian jaringan
ginjal yang paling sering adalah atreosklerosis pada arteri renalis
besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah.
Hiperplasia fibromuskular dapat menyebabkan sumbatan pada
pembuluh darah. Hipertensi lama yang tidak diobati
mengakibatkan nefrosklerosis yang dicirikan antara lain terjadinya
penebalan, hilangnya elastisistas sistem, perubahan darah ginjal

16
mengakibatkan aliran darah menurun dan akhirnya terjadi gagal
ginjal.
b. Gangguan imunologis Seperti glomerulonefritis (peradangan pada
glomerulo) dan SLE (System Lupus Erythematosus).
c. Infeksi Infeksi ini bisa disebabkan oleh bakteri seperti Echerichia
Coli berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.
Bakteri Echerichia Coli mencapai ginjal melalui aliran darah dari
traktus urinarius lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan irreversible ginjal atau biasa disebut
plenlonefritis.
d. Gangguan metabolik Contoh penyakit gangguan metabolik yaitu
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat kemudian terjadi penebalan membran kapiler dan ginjal
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati
amiloidosis yang disebabkan endapan zat-zat proteinemia
abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius dan
menyebabkan membran glomerulus rusak.
e. Gangguan tubulus primer
Terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarius
Oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan konstriksi uretra.
g. Kelainan kongenital dan herediter
Dapat terjadi karena kondisi keturunan dengan karakteristik kista
atau kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain serta tidak
adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital.

Gambar 2.4: gagal ginjal kronik

17
2.2.4 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak.
Nefronnefron yang utuh menjadi hipertrofi dan produksi dari hasil
filtrasi meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate). Metode adaptif ini dapat
berfungsi sampai ¾ nefron dari nefron-nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul oliguri disertai
retensi produk sisa.Gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal ini bila kira-kira fungsi
ginjal telah hilang 80-90%. Pada tingkat fungsi ginjal dengan nilai
creatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu.

Penurunan fungsi renal menyebabkan produk akhir dari metabolisme


protein (yang biasanya di ekskresikan ke dalam urin) menjadi
tertimbun dalam darah, sehingga terjadilah uremia dam mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah di
dalam darah maka gejala akan semakin berat. Gejala uremia ini
biasanya dapat ditangani dengan tindakan terapi dialisis. Gagal ginjal
kronik dapat disebabkan karena gangguan pembuluh darah ginjal
(penyakit vaskular), gangguan imunologis, infeksi, gangguan
metabolik, gangguan tubulus primer, obstruksi traktus urinarius, dan
kelainan kongenital dan herediter. Adanya lesi vaskular dapat
menyebabkan iskemik pada ginjal dan kematian jaringan ginjal (yang
paling sering adalah atreosklerosis pada arteri renalis besar, dengan
konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah) sehingga dapat
menyebabkan hiperplasia fibromuskular sehingga terjadi sumbatan
pada pembuluh darah. bila tidak segera diatasi akan muncul masalah
yaitu hipertensi. Hipertensi menyebabkan penurunan perfusi renal yang
mengakibatkan terjadinya kerusakan parenkim ginjal hal ini
menyebabkan peningkatan renin dan meningkatkan angiotensin II,
selanjutnya angiotensin II dapat menyebabkan dua hal yaitu :

18
peningkatan aldosteron dan vasokonstriksi arteriol. Pada kondisi
peningkatan aldosteron, akan meningkatkan reabsorpsi natrium,
natrium akan meningkat di cairan ekstra seluler.

Pada gagal ginjal penurunan ekskresi Na menyebabkan retensi cairan


sehingga volume overload dan diikuti edema paru. Edema paru akan
mempengaruhi kemampuan mekanik dan pertukaran gas di paru
dengan berbagai mekanisme. Edema interstitial dan alveoli
menghambat pengembangan alveoli, serta menyebabkan atelaktasis
dan penurunan produsksi surfaktan. Akibatnya, komplians paru dan
volume tidal berkurang. Sebagai usaha agar ventilasi semenit tetap
adekuat, pasien harus meningkatkan usaha pernapasan untuk
mencukupkan volume tidal dan/meningkatkan frekuensi pernapasan.
Secara klinis gejala yang dapat timbul yaitu gejala sesak nafas, retraksi
interkostal pada saat inspirasi, dan perubahan berat badan (Rendy &
Margareth, 2012).

2.2.5 Manifestasi Klinik gagal ginjal kronik


Menurut perjalanan klinisnya gagal ginjal kronik dapat dijabarkan
sebagai sebagai berikut :
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun
Glomerulus Filtration Rate (GFR) dapat menurun hingga 25% dari
normal.
b. Insufisiensi ginjal, pasien mempunyai karakterisitik mengalami
poliuria dan nokturia, prosentase Glomerulus Filtration Rate (GFR)
menurun 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan
BUN (Blood Urea Nitrogen) sedikit meningkat diatas normal.
c. Gagal ginjal stadium akhir atau End Syndrome Renal Dissease
(ESRD) atau sindrom uremik dengan gejala seperti lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan
(volume overload), neuropati perifer, pruritis, uremic frost,
perikarditis, kejang- kejang sampai koma), yang ditandai dengan
Glomerulus Filtration Rate (GFR) kurang dari 5-10 ml/menit,
kadar serum kreatinin dan BUN (Blood Urea Niterogen) meningkat
tajam, sehingga terjadi perubahan biokimia dan gejala yang

19
komplek. Gejala komplikasinya antara lain ; hipertensi, anemia,
osteodistrofi, renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan
keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida) (Nurarif &
Kusuma, 2015). Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001)
antara lain :
I. Tekanan darah tinggi atau hipertensi, (akibat retensi cairan
dan natrium dari aktivitas system renin–angiotensin–
aldosteron).
II. Gagal jantung kongestif dan odem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan
perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut :


a. Gangguan kardiovaskuler Manifestasi klinik pada gangguan
kardiovaskuler yang dapat ditemui yaitu di dapat hipertensi,
nyeri dada, sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardiak,
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, serta gangguan
irama jantung dan edema
b. Gangguan pulmoner Tanda dan gejala yang ditemui yaitu,
nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak,
suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal Pada gastrointestinal didapat
anoreksia, nausea (mual), vomitus (muntah) dan cegukan, yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus,
perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau amonia, kehilangan kemampuan
penghidung dan pengecap, peritonitis.
d. Gangguan muskuloskeletal Manifestasi klinik pada
muskuloskeletal yaitu : resiles Leg sindrom (pegal pada
kakinya sehingga selalu digerakkan), burning feet syndrom
(rasa kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki),
tremor, dan miopati (kelemahan dan hipertropi otot–otot
ekstremitas).

20
e. Integumen Pada integumen didapat tanda dan gejala kulit
berwarna pucat akibat anemia dan kekuning–kuningan akibat
penimbunanurokrom, mengkilat dan hiperpigmentasi, gatal–
gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh, kulit kering, bersisik,
rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
f. Gangguan endokrin Gangguan seksual : libido fertilitas dan
ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan
metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi
kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalemia.
h. Sistem hematologi Anemia yang disebabkan karena
berkurangnya produksi eritropoetin. Sehingga rangsangan
eritopoesis pada sumsum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremik
toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.

2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap yaitu
dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi
konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara
keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa tindakan konservatif yang
dapat dilakukan dengan pengaturan diet pada pasien dengan gagal
ginjal kronik diantaranya yaitu :
1. Diet rendah protein Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
Jumlah protein yang diperbolehkan kurang dari 0,6 g
protein/Kg/hari dengan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari
10 ml/menit.

21
2. Terapi diet rendah Kalium Hiperkalemia (kadar kalium lebih dari
6,5 mEq/L) merupakan komplikasi interdiliatik yaitu komplikasi
yang terjadi selama periode antar hemodialisis. Hiperkalemia
mempunyai resiko untuk terjadinya kelainan jantung yaitu aritmia
yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest yang merupakan
penyebab kematian mendadak. Jumlah yang diperbolehkan dalam
diet adalah 40-80 mEq/hari.
3. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Asupan cairan pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi yang
hati-hati. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan
beban sirkulasi, edem, dan juga intoksikasi cairan. Kekurangan
cairan juga dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan
memburuknya fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan
adalah keluaran urine dalam 24 jam ditambah 500 ml yang
mencerminkan kehilangan cairan yang tidak disadari.
4. Kontrol hipertensi Pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal
kronik, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa
tergantung tekanan darah sering diperlukan diuretik loop, selain
obat antihipertensi.
5. Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal Hiperfosfatemia
dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium
hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat pada setiap
makan.
6. Deteksi dini dan terapi infeksi Pasien uremia harus diterapi sebagai
pasien imunosupresif dan terapi lebih ketat.
7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal Banyak obat-obatan
yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik dan
dikeluarkan oleh ginjal.
8. Deteksi dini dan terapi komplikasi Awasi dengan ketat
kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer,
hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat,
infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga
diperlukan dialisis.
9. Teknis nafas dalam Breathing exercise atau teknis nafas dalam
bertujuan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien

22
serta mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja
bernapas. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan menarik
nafas melalui hidung dengan mulut tertutup tahan selama 3 detik,
kemudian mengeluarkan nafas pelan-pelan melalui mulut dengan
posisi bersiul, purse lips breathing dilakukan dengan atau tanpa
kontraksi otot abdomen selam ekspirasi dan tidak ada udara yang
keluar melalui hidung, dengan purse lips breathing akan terjadi
peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan
diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat
mencegah air trapping dan kolaps saluran nafas kecil pada waktu
ekspirasi (Mu’fiah, 2018)
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal kronik stadium
akhir yaitu pada LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 15
ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa :
1. Hemodialisa Hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan
produk sisa metabolisme melalui membran semipermiabel atau
yang disebutdengan dialisis. Salah satu langkah penting sebelum
memulai hemodialisis yaitu mempersiapkan acces vascular
beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum hemodilasis dengan
tujuan untuk memudahkan perpindahan darah dari mesin ke tubuh
pasien.
2. CAPD (Continuous Ambulatory Peritonial Dyalisis) CAPD dapat
digunakan sebagai terapi dialisis untuk penderita gagal ginjal kronik
sampai 3-4 kali pertukaran cairan per hari. Pertukaran cairan dapat
dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritonial dibiarkan
semalam. Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
dialisis peritonial. Indikasi dialisis peritonial yaitu :
a. Anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun).
b. Pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskuler.
c. Pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan
bila dilakukan hemodialisis.
d. Kesulitan pembuatan AV shunting.
e. Pasien dengan stroke.

23
f. Pasien gagal ginjal terminal dengan residual urin masih
cukup.
g. Pasien nefropati diabetik disertai morbidity dan co-
mortality.
3. Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai
untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Kebutuhan transplantasi
ginjal jauh melebihi ketersediaan ginjal yang ada dan juga
kecocokan dengan dengan pasien (umumnya keluarga dari pasien).
Transplantasiginjal memerlukan dana dan peralatan yang mahal
serta sumber daya yang memadai. Komplikasi akibat pembedahan
atau reaksi penolakan tubuh merupakan keadaan yang timbul akibat
dari transplantasi ginjal.

2.2.7 Penatalaksanaan Keperawatan


a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan
hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam
sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium.
Natrium dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.

2.3.1 Pemeriksaan Penunjang


a. Menurut E Marlynn (2000) pemeriksaan penunjang pada
pasien dengan gagal ginjal kronik dapat dilakukan pemeriksaan
antara lain : Urine Volume biasanya kurang dari 400 ml /24
jam (oliguria) atau anuria. Warna secara abnormal urin keruh
kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau
urat sedimen kotor, bila warna kecoklatan menunjukkan
adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis
kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan ginjal tubular. Klirens kreatinin menurun, natrium
lebih dari 40 mEq/lt, proteinuria dengan nilai 3 sampai 4 lebih.
b. Darah BUN/kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl
diduga tahap akhir. Hitung darah lengkap: Ht menurun, Hb
kurang dari 7-8 gr. Eritrosit : waktu hidup menurun. GDA

24
(Glukosa Darah Acak) : Ph menurun kurang dari 7,2, asidosis
metabolik. Natrium serum menurun, kalium meningkat,
magnesium/fosfat meningkat, protein (khusus albumin) :
menurun.
c. Osmolaritas serum lebh dari 285 mOsm/kg.
d. Pelogram retrograd, mengetahui abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter.
e. Ultrasono ginjal untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi untuk menentukan pelvis ginjal,
keluar batu, hematuria, dan pengangkatan tumor selektif.
g. Arteriogram ginjal untuk mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler, massa.
h. EKG (Elektrokardiogram) : ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
i. Foto kaki, tengkorak, koluna spinal dan tangan :
demineralisasi.
j. Biopsy ginjal : menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologist

2.3.2 Komplikasi
Menurut Prabowo (2014) komplikasi yang dapat timbul dari penyakit gagal ginjal
kronik adalah :
a. Penyakit tulang Penyakit tulang dapat terjadi karena retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
b. Penyakit kardiovaskuler Ginjal yang rusak akan gagal mengatur tekanan
darah. Ini karena aldosteron (hormon pengatur tekanan darah) jadi bekerja
terlalukeras menyuplai darah ke ginjal. Jantung terbebani karena memompa
semakin banyak darah, tekanan darah tinggi membuat arteri tersumbat dan
akhirnya berhenti berfungsi.tekanan darah tinggi dapat menimbulkan
masalah jantung serius.
c. Anemia Anemia muncul akibat tubuh kekurangan entrokosit, sehingga
sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk membentuk darah lama
kelamaan juga akan semakin berkurang.

25
d. Disfungsi seksual Pada klien gagal ginjal kronik, terutama kaum pria
kadang merasa cepat lelah sehingga minat dalam melakukan hubungan
seksual menjadi kurang

2.3.3 Pathway Gagal Ginjal Kronik

berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya


penuruna fungsi ginjal

mekanisme kompensasi dan adaptasi dair nefron menyebabkan kematian


nefron meningkat membentuk jaringan parut dan aliran darah menurun

detruksi struktur ginjal secara progresif


DX: nutrisi kurang
GFR menurun menyebabkan kegagalan dari kebutuhan
memprtahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit kulit kering dan ppecah

penumpukan toksik uremik di dlm darah, DX: gg


ketidak seimbangan cairan dan elektroli integritas kulit

vol cairan↑ aktivitas SRAA asidosis metabolik sindrom uremik

gangguan kondisi DX:


hipertensi sistemik pernafasan kussmaul, letargi,
elektrikal otot kelebihan
kesadaran↓ , edema sel otak,
ventrikal vol cairan
beban kerja jantung↑
aritmia resiko tinggi kejang
DX: curah jantung↓
perubahan proses fikir
penurunan perfusi penurunan curah jantung, penurunan
serebral perfusi jaringan

deposit kalsium osteodistrofi ginjal


tulang↓

DX: intoleransi
kelemahan fisik
aktivitas

Arif Muttaqin, dkk. (2011).

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gagal Ginjal adalah suatu keadaan dimana ginjal tidak mampu
mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya.
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan
hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal dan disfungsi tubular dan
glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volume urin
normal.
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan
hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal dan disfungsi tubular dan
glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volume urin
normal.
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap
yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga
ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala
sakit (Hudak & Gallo, 1996).
3.2 Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai
bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan
asuhan keperawatan yang akan datang, diantaranya :
1. Bagi perawat dan tenaga medis
Askep Gagal Ginjal ini bisa sebagai acuan dalam melakukan peraktek
pada rumah sakit supaya hasilnya sesuai dengan harapan.
2. Bagi masyarakat
Dengan adanya Askep Gagal Ginjal ini masyarakat dapat mengetahui
tindakan hemodialisa.
3. Bagi mahasiswa
Dengan adanya Askep Gagal Ginjal ini dapat digunakan sebagai
pembanding oleh mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.

27
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan.Salemba Medika: Jakarta

Brunner and Suddarth, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Jilid 2, EGC,

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
3. Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep


KllinisProses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI

28
Peny. vaskular infeksi Obst. Saluran kemih Arterio sklerosis Tertimbun ginjal
Retensi urin Suplai darah ginjal turun GFR turun GGK Sekresi eritropoitis turun
Retensi Na & H2O Sekresi protein terganggu Sindrom uremia Produksi Hb turun
pruritis Nyeri, perubahan warna kulit, kerusakan jaringan CES meningkat
Oksihemogl obin turun Perubahan warna kulit (pucat), edema, CRT >3dtk Tek.
Kapiler naik Edema paru Gangguan pert. gas Volume interstitial naik Dipsnea,
PCH, Kerusakan sianosis, integritas kulit Ketidakefektifan perfusi jar. perifer

29

Anda mungkin juga menyukai