PROPOSAL
SIFA NURSOPA
1115020
2.1 Remaja
2.1.1 Definisi
Tahap remaja biasa ditandai dengan pertumbuhan yang pesat.
Pertumbuhan terkadang tidak seimbang. Sehingga remaja tampak aneh dan
tidak terkoordinasi. Pertumbuhan dan perkembangan remaja putri biasa lebih
dahulu dibandingkan dengan remaja putra. Pinggul membesar, lemak disimpan
di lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan bentuk pada remaja putra
menghasilkan pertumbuhan tulang panjang dan peningkatan massa otot.
Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul lebih sempit. Perkembangan otot
meningkat di dada, lengan, bahu dan tungkai atas. (Potter & Perry, 2005)
Remaja merupakan suatu masa kehidupan individu dimana terjadi
eksplorasi psikologis untuk menemukan identitas diri. Pada masa transisi dari
masa anak-anak ke masa remaja, individu mulai mengembangkan ciri-ciri
abstrak dan konsep diri menjadi lebih berbeda. (Eny Kusmiran, 2012)
Secara etimologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa. Definisi
remaja (Adolescence) menurut Organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah
periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24
tahun. (Eny Kusmiran, 2012)
Menurut beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Remaja
yaitu masa transisi dari anak-anak menuju dewasa dimana mulai menemukan
identitas diri serta berkembang dengan sangat pesat.
2.1.2 Ciri-ciri kejiwaan dan psikososial remaja
2.1.2.1 Usia Remaja Muda (12-15 Tahun)
2.1.2.1.1 Sikap protes terhadap orang tua
Remaja pada usia ini cenderung tidak menyetujui nilai-nilai hidup
orangtuanya, sehingga sering menunjukkan sikap protes terhadap orang tua.
Dalam upaya pencarian identitas diri, remaja cenderung melihat kepada tokoh-
tokoh di luar lingkungan keluarganya, yaitu : guru, figur ideal yang terdapat di
film, atau tokoh idola.
2.1.2.1.2 Preokupasi dengan badan sendiri
Tubuh seorang remaja pada usia ini mengalami perubahan yang cepat
sekali. Perubahan-perubahan ini menjadi perhatian khusus bagi diri remaja.
2.1.2.1.3 Kesetiakawanan dengan kelompok seusia
Para remaja pada kelompok ini merasakan keterikatan dan
kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya mencari kelompok
senasib. Hal ini tercermin dalam cara berperilaku sosial.
2.1.2.1.4 Kemampuan untuk berpikir secara abstrak
Daya kemampuan berpikir seorang remaja mulai berkembang dan
dimanifestasikan dalam bentuk diskusi untuk mepertajam kepercayaan diri.
2.1.2.1.5 Perilaku yang labil dan berubah-ubah
Remaja sering memperlihatkan perilaku yang berubah-ubah. Pada
suatu waktu tampak bertanggung jawab, tetapi dalam waktu lain tampak masa
bodoh dan tidak bertanggung jawab.
2.1.2.2 Usia Remaja Penuh (16-19 Tahun)
a. Kebebasan dari orangtua
Dorongan untuk menjauhkan diri dari orangtua menjadi realitas.
Remaja mulai merasakan kebebasan, tetapi juga merasa kurang
menyenangkan. Pada diri remaja timbul kebutuhan untuk terikat
dengan orang lain melalui ikatan cinta yang stabil.
b. Ikatan terhadap pekerjaan atau tugas
Sering kali remaja menunjukkan minat pada suatu tugas tertentu yang
ditekuni secara mendalam. Terjadi pengembangan akan cita-cita masa
depan yaitu mulai memikirkan melanjutkan sekolah atau langsung
bekerja untuk mencari nafkah.
c. Pengembangan nilai moral dan etis yang mantap
Remaja mulai menyusun nilai-nilai moral dan etis sesuai dengan cita-
cita.
d. Pengembangan hubungan pribadi yang labil
Adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang stabil menyebabkan
terbentuknya kestabilan diri remaja.
e. Penghargaan kembali pada orangtua dalam kedudukan yang sejajar.
(Kusmiran, 2012)
2.1.3 Masa transisi Remaja
Menurut Gunarsa (1978) disertai PKBI (2000) dalam buku Eny Kusmiran
(2012) adalah sebagai berikut
1. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh
Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum
sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa
2. Transisi dalam kehidupan emosi
Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan
peningkatan kehidupan emosi.
3. Transisi dalam kehidupan sosial
Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, dimana
lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting.
4. Transisi dalam nilai-nilai moral
Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju
nilai-nilai yang dianut orang dewasa.
5. Transisi dalam pemahaman
Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai
mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
2.2 Konsep Nyeri
2.2.1 Definisi
Menurut Asosiasi Internasional untuk Peneliti Nyeri ( Internasional
Association for the Study of Pain, IASP) mendefinisikan nyeri sebagai “suatu
sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang
dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan” (Potter & Perry,
2006.
2.2.2 Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara
yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk
menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni : resepsi, persepsi, dan
reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf
perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari
beebrapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di
medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf
inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau
transmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai
korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses
informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter & Perry, 2006).
2.2.3 Kriteria Nyeri
Kriteria nyeri adalah sebagai berikut :
1. Skala 0 tidak ada rasa nyeri yang dialami.
2. Skala 1-3 merupakan nyeri ringan dimana secara objektif, klien masih
dapat berkomunikasi dengan baik. Nyeri yang hanya sedikit dirasakan.
3. Skala 4-6 merupakan nyeri sedang dimana secara objektif, klien
mendesis, menyeringai dengan menunjukkan lokasi nyeri. Klien dapat
mendeskripsikan rasa nyeri, dan dapat mengikuti perintah. Nyeri masih
dapat dikurangi dengan alih posisi.
4. Skala 7-9 merupakan nyeri berat dimana klien sudah tidak dapat
mengikuti perintah, namun masih dapat menunjukkan lokasi nyeri dan
masih respon terhadap tindakan. Nyeri sudah tidak dapat dikurangi
dengan alih posisi.
5. Skala 10 merupkan nyeri sangat berat. Klien sudah tidak dapt
berkomunikasi klien akan menetapkan suatu titik pada skala yang
berhubungan dengan persepsinya tentang intensitas keparahan nyeri
(Potter & Perry, 2005).
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang
mempengaruhi pengalaman nyeri individu.
1. Usia
Usia merupakan Variabel penting yang mempengauhi nyeri, khususnya
pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan
di antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak
dan lansia bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006)
2. Jenis Kelamin
Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang
melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi terhadap nyeri
dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik
pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin (Potter &
Perry, 2006)
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991 dalam Potter &
Perry, 2006).
4. Makna Nyeri
Makna seseorang ang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan
dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2006)
5. Ansietas
Hubungan antara nyeri dengan ansietas bersifat kompleks. Ansietas
seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Individu yang sehat secara
emosional, biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri sedang hingga
berat daripada individu yang memiliki status emosional yang kurang
stabil (Potter & Perry, 2006)
6. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri
sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima
nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang, apabila seorang
klien tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat
mengganggu koping terhadap nyeri (Perry & Potter, 2006).
7. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran orang-
orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien.
2.2.5 Penatalaksanaan Nyeri
2.2.5.1 Farmakologi
Beberapa agen farmakologi digunakan untuk menangani nyeri. Semua
agen tersebut memerlukan resep dokter. Keputusan perawat, dalam penggunaan
obat-obatan dan penatalaksanaan klien yang menerima terapi farmakologis,
membantu dalam upaya memastikan penanganan nyeri yang mungkin dilakukan
(Potter & Perry, 2006)
2.2.5.2 Analgesik
Metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri adalah analgesik. Ada
tiga jenis analgesik, yakni : (1) non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID), (2) analgesik narkotik atau opiat, dan (3) obat tambahan (adjuvan)
atau konalgesik (Perry & Potter, 2006).
2.2.5.3 Nonfarmakologi
Ada sejumlah terapi nonfarmakologi yang mengurangi resepsi dan
persepsi nyeri dan dapat digunakan pada keadaan perawatan akut dan perawatan
tersier sama seperti dirumah dan pada keadaan perawatan restorasi. Dengan cara
yang sama, terapi-terapi ini digunakan dalam kombinasi dengan tindakan
farmakologis.
2.2.5.3.1 Relaksasi
Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa
tidak nyaman atau nyeri. Teknik relaksasi tersebut merupakan upaya pencegahan
untuk membantu tubuh segar kembali dan beregenerasi setiap hari dan
merupakan alternatif terhadap alkohol, merokok, atau makan berlebih. Teknik
relaksasi diajarkan hanya saat klien sedang tidak merasakan rasa tidak nyaman
yang akut hal ini dikarenakan ketidakmampuan berkonsentrasi membuat latihan
menjadi tidak efektif (Potter & Perry, 2006).
2.2.5.3.2 Bimbingan Antisipasi
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri
menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk menghilangkan nyeri
yang lain. Pengetahuan tentang nyeri membantu klien mengontrol rasa cemas
dan secara kognitif memperoleh penganan nyeri dalam tingkatan tertentu (Potter
& Perry, 2006).
2.2.5.3.3 Distraksi
Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan
demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri. Distraksi bekerja memberi pengaruh paling baik untuk
jangka waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri intensif hanya berlangsung
beberapa menit, misalnya selama pelaksanaan prosedur invasif atau saat
menunggu kerja analgesik (Potter & Perry, 2006).
2.2.5.3.4 Biofeedback
Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan
memberikan individu informasi tentang respon fisiologis untuk melatih kontrol
volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini digunakan untuk menghasilkan
relaksasi dalam dan sangat efekif untuk mengatasi ketegangan otot dan nyeri
kepala migren (Potter & Perry, 2006).
2.2.5.3.5 Hipnosis Diri
Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh
sugesti posiif. Suatu pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan
sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu
memasuki keadaaan rileks dengan menggunakan berbagai ide pikiran dan
kemudian kondisi yang menghasilkan respon tertentu bagi mereka (Potter &
Perry, 2006).
1. Dismenore primer
a. Usia lebih muda, maksimal usia 15-25 tahun
b. Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur
c. Sering terjadi pada nulipara
d. Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
e. Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau
kedua haid
f. Tidak dijumpai patologi pelvik
g. Hanya terjadi pada siklus haid yang ovulatorik
h. Sering memberikan respons terhadap pengobatan medikamentosa
i. Pemeriksaan pelvik normal
j. Sering disertai nausea, muntah, diare, kelelahan, myeri kepala
2. Dismenore sekunder
a. Usia lebih tua, jarang sebelum usia 25 tahun
b. Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur
c. Tidak berhubungan dengan siklus paritas
d. Nyeri tulang terasa terus-menerus dan tumpul
e. Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya
darah
f. Berhubungan dengan kelainan pelvik
g. Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
h. Sering kali memerlukan tindakan operatif
i. Terdapat kelainan pelvik
2.3.6 Penatalaksanaan Dismenore
Agar dapat Mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat antiperadangan
non-steroid (misalnya, ibuprofen, naproxen, dan asam Mefenamat). Obat ini
akan Sangat efektif jika mulai diminum dua hari sebelum menstruasi dan
dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi.
Selain dengan obat-obatan, rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan
istirahat yang cukup, olahraga yang teratur (terutama berjalan), pemijatan, yoga,
orgasme pada aktivitas seksual, dan kompres hangat di daerah perut. mual dan
muntah dapat diatasi dengan memberikan obat antimual. Tetapi, mual dan
muntah biasanya menghilang jika kramnya telah teratasi. Gejala-gejala
dismenore juga dapat dikurangi dengan istirahat yang cukup serta olahraga
secara teratur.
Jika nyeri terus dirasakan dan mengganggu aktivitas sehari hari, Maka
diberikan pil KB dosis rendah yang mengandung estrogen dan progesteron atau
diberikan medroxiprogesteron. Pemberian kedua obat tersebut dimaksudkan
untuk mencegah ovulasi (pelepasan sel telur) dan mengurangi pembentukan
prostaglandin, yang selanjutnya akan mengurangi beratnya dismenore. Jika obat
ini juga tidak efektif, maka dilakukan Pemeriksaan Tambahan, misalnya
laparoskopi.
Jika dismenore sangat berat bisa dilakukan ablasio endometrium, yaitu
suatu prosedur yang mana lapisan rahim dibakar atau diuapkan dengan alat
pemanas. Pengobatan untuk dismenore sekunder tergantung penyebabnya.
(Saraswati, 2010)
Gambar 2.4
Sumber : Saraswati (2010), Potter & Perry (2006)
Penurunan
dismenore
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
R 01 X1 02
Keterangan :
R : Responden
01 : Pre test pada kelompok perlakuan
02 : Post test pada kelompok perlakuan
X1 : Uji coba atau intervensi pada kelompok perlakuan sesuai prosedur