Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH PIJAT AROMATERAPI LAVENDER

TERHADAP INTENSITAS NYERI DISMENORE


PADA REMAJA DI SMK TUNAS MEKAR
RANCAEKEK BANDUNG

PROPOSAL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan

SIFA NURSOPA
1115020

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah
remaja. Sebanyak 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di
Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara
tahun 1970 dan 2000, kelompok umur 15-24 jumlahnya meningkat dari 21
juta menjadi 43 juta atau dari 18% menjadi 21% dari total jumlah populasi
penduduk Indonesia. (Kusmiran, 2012)
Remaja merupakan suatu masa kehidupan individu dimana terjadi
eksplorasi psikologis untuk menemukan identitas diri. Pada masa transisi dari
masa anak-anak ke masa remaja, individu mulai mengembangkan ciri-ciri
abstrak dan konsep diri menjadi lebih berbeda. (Kusmiran, 2012)
Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada perempuan.
Menstruasi merupakan perdarahan yang siklik dari uterus sebagai tanda
bahwa alat kandungan telah menunaikan faalnya. Umumnya remaja yang
mengalami Menarche adalah pada usia 12 sampai dengan16 tahun.
(Kusmiran, 2010)
Dismenore yaitu keadaan nyeri hebat dan dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari. Dismenore merupakan suatu fenomena simptomatik meliputi
nyeri abdomen,kram, dan sakit punggung. (Kusmiran, 2012)
Menurut WHO angka kejadian dysmenorrhea di dunia sangat besar,
rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap Negara mengalami dismenore.
Di Swedia sekitar 72%. Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55%
perempuan produktif yang tersiksa oleh dismenore. Di Amerika Serikat
diperkirakan hampir 90% wanita mengalami dismenore, dan 10-15%
diantaranya mengalami dismenore berat, yang menyebabkan mereka tidak
mampu melakukan kegiatan apapun. (Jurnal Occupation And Environmental
Medicine, 2008).
Hasil penelitian Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun 2009 angka kejadian dismenore terdiri
dari 72,89% dismenore primer dan 27,11% dismenore sekunder dan angka
kejadian dismenore sekitar 45-95% dikalangan perempuan usia produktif
(Proverawati dan Misaroh, 2009).
Aromaterapi adalah istilah modern yang dipakai untuk proses
penyembuhan kuno yang menggunakan sari tumbuhan aromatik murni.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh,
pikiran dan jiwa (Primadiati, 2002).
Penatalaksanan dismenore biasanya digunakan manajemen secara
farmakologi atau memakai obat- obatan baik analgesik narkotik/ non-
narkotik. Selain itu, Penatalaksanaan nyeri haid juga dapat dimanajemen
secara non farmakologi, seperti: teknik distraksi, teknik relaxsasi dan teknik
stimulasi kulit (Potter dan Perry, 2005).
Penelitian terdahulu oleh Serap Ejder et all (2012) Hasil penelitian telah
menunjukkan bahwa pijat efektif dalam mengurangi dismenore. Selain itu,
penelitian ini juga menunjukkan bahwa efek dari pijat aromaterapi pada nyeri
adalah lebih tinggi dari pijat plasebo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
metode ini bisa diterapkan oleh perawat dan pasien dengan cara yang aman,
karena tidak memiliki efek samping dan itu murah dan mudah diterapkan.
Penelitian terdahulu oleh Tyseer et all (2013) Bahwa aromaterapi
efektif dalam mengurangi nyeri haid, durasi dan perdarahan menstruasi yang
berlebihan. Aromaterapi dapat diberikan untuk nyeri nonfarmakologi dan
sebagai bagian dari perawatan yang diberikan kepada anak-anak perempuan
yang menderita dismenore, atau perdarahan menstruasi yang berlebihan.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka identifikasi masalahnya
adalah sebagai berikut : Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada
perempuan. Menstruasi merupakan perdarahan yang teratur dari uterus
sebagai tanda bahwa organ kandungan telah berfungsi matang. Umumnya,
remaja yang mengalami menarche adalah pada usia 12 sampai dengan 16
tahun. Siklus menstruasi normal terjadi setiap 22-35 hari, dengan lamanya
menstruasi selaa 2-7 hari. (Kusmira, 2012). Dismenore yaitu keadaan nyeri
hebat dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Dismenore merupakan
suatu fenomena simptomatik meliputi nyeri abdomen,kram, dan sakit
punggung. (Kusmiran, 2012). Massage aromaterapi lavender adalah
kombinasi antara tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak,
biasanya otot, tendon atau ligamen tanpa menyebabkan pergeseran atau
perubahan posisi sendi dengan oil aromaterapi lavender sebagai pelumas
dengan tujuan menurunkan nyeri, relaksasi dan meningkatkan sirkulasi
(Primadiati, 2002).
1.3 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian diatas, rumusan masalah
penelitian ini adalah “Adakah pengaruh pijat aromaterapi lavender dengan
intensitas nyeri dismenore pada remaja?”
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan umum:
Menganalisis pijat aromaterapi lavender terhadap intensitas nyeri dismenore
pada remaja
1.4.2 Tujuan khusus:
1. Mengidentifikasi intensitas nyeri dismenore pada reaja sebelum
dilakukan pijat aromaterapi lavender
2. Mengidentifikasi intensitas nyeri dismenore pada reaja setelah
dilakukan pijat aromaterapi lavender
3. Menganalisis perbedaan intensitas nyeri dismenore pada remaja
sebelum dan sesudah melakukan pijat aromaterapi lavender
1.5 Hipotesis Penelitian
Terdapat penurunan intensitas nyeri dismenore pada remaja setelah dilakukan
pijat aromaterapi lavender
1.6 Manfaat penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dalam
intervensi keperawatan maternitas mengenai pengaruh pijat aromaterapi lavender
terhadap intensitas nyeri dismenore pada remaja.

1.6.2 Manfaat praktis


1. Bagi penderita Dismenore
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
mengenai penatalaksanaan dismenore khususnya tentang pijat aromaterapi
lavender.
2. Bagi Lokasi Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu terapi
komplementer untuk menurunkan intensitas nyeri pada penderita dismenore
dengan pijat aromaterapi lavender.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi
peneliti lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pijat
aromaterapi lavender pada remaja penderita dismenore.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja
2.1.1 Definisi
Tahap remaja biasa ditandai dengan pertumbuhan yang pesat.
Pertumbuhan terkadang tidak seimbang. Sehingga remaja tampak aneh dan
tidak terkoordinasi. Pertumbuhan dan perkembangan remaja putri biasa lebih
dahulu dibandingkan dengan remaja putra. Pinggul membesar, lemak disimpan
di lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan bentuk pada remaja putra
menghasilkan pertumbuhan tulang panjang dan peningkatan massa otot.
Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul lebih sempit. Perkembangan otot
meningkat di dada, lengan, bahu dan tungkai atas. (Potter & Perry, 2005)
Remaja merupakan suatu masa kehidupan individu dimana terjadi
eksplorasi psikologis untuk menemukan identitas diri. Pada masa transisi dari
masa anak-anak ke masa remaja, individu mulai mengembangkan ciri-ciri
abstrak dan konsep diri menjadi lebih berbeda. (Eny Kusmiran, 2012)
Secara etimologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa. Definisi
remaja (Adolescence) menurut Organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah
periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24
tahun. (Eny Kusmiran, 2012)
Menurut beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Remaja
yaitu masa transisi dari anak-anak menuju dewasa dimana mulai menemukan
identitas diri serta berkembang dengan sangat pesat.
2.1.2 Ciri-ciri kejiwaan dan psikososial remaja
2.1.2.1 Usia Remaja Muda (12-15 Tahun)
2.1.2.1.1 Sikap protes terhadap orang tua
Remaja pada usia ini cenderung tidak menyetujui nilai-nilai hidup
orangtuanya, sehingga sering menunjukkan sikap protes terhadap orang tua.
Dalam upaya pencarian identitas diri, remaja cenderung melihat kepada tokoh-
tokoh di luar lingkungan keluarganya, yaitu : guru, figur ideal yang terdapat di
film, atau tokoh idola.
2.1.2.1.2 Preokupasi dengan badan sendiri
Tubuh seorang remaja pada usia ini mengalami perubahan yang cepat
sekali. Perubahan-perubahan ini menjadi perhatian khusus bagi diri remaja.
2.1.2.1.3 Kesetiakawanan dengan kelompok seusia
Para remaja pada kelompok ini merasakan keterikatan dan
kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya mencari kelompok
senasib. Hal ini tercermin dalam cara berperilaku sosial.
2.1.2.1.4 Kemampuan untuk berpikir secara abstrak
Daya kemampuan berpikir seorang remaja mulai berkembang dan
dimanifestasikan dalam bentuk diskusi untuk mepertajam kepercayaan diri.
2.1.2.1.5 Perilaku yang labil dan berubah-ubah
Remaja sering memperlihatkan perilaku yang berubah-ubah. Pada
suatu waktu tampak bertanggung jawab, tetapi dalam waktu lain tampak masa
bodoh dan tidak bertanggung jawab.
2.1.2.2 Usia Remaja Penuh (16-19 Tahun)
a. Kebebasan dari orangtua
Dorongan untuk menjauhkan diri dari orangtua menjadi realitas.
Remaja mulai merasakan kebebasan, tetapi juga merasa kurang
menyenangkan. Pada diri remaja timbul kebutuhan untuk terikat
dengan orang lain melalui ikatan cinta yang stabil.
b. Ikatan terhadap pekerjaan atau tugas
Sering kali remaja menunjukkan minat pada suatu tugas tertentu yang
ditekuni secara mendalam. Terjadi pengembangan akan cita-cita masa
depan yaitu mulai memikirkan melanjutkan sekolah atau langsung
bekerja untuk mencari nafkah.
c. Pengembangan nilai moral dan etis yang mantap
Remaja mulai menyusun nilai-nilai moral dan etis sesuai dengan cita-
cita.
d. Pengembangan hubungan pribadi yang labil
Adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang stabil menyebabkan
terbentuknya kestabilan diri remaja.
e. Penghargaan kembali pada orangtua dalam kedudukan yang sejajar.
(Kusmiran, 2012)
2.1.3 Masa transisi Remaja
Menurut Gunarsa (1978) disertai PKBI (2000) dalam buku Eny Kusmiran
(2012) adalah sebagai berikut
1. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh
Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum
sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa
2. Transisi dalam kehidupan emosi
Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan
peningkatan kehidupan emosi.
3. Transisi dalam kehidupan sosial
Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, dimana
lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting.
4. Transisi dalam nilai-nilai moral
Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju
nilai-nilai yang dianut orang dewasa.
5. Transisi dalam pemahaman
Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai
mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
2.2 Konsep Nyeri
2.2.1 Definisi
Menurut Asosiasi Internasional untuk Peneliti Nyeri ( Internasional
Association for the Study of Pain, IASP) mendefinisikan nyeri sebagai “suatu
sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang
dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan” (Potter & Perry,
2006.
2.2.2 Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara
yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk
menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni : resepsi, persepsi, dan
reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf
perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari
beebrapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di
medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf
inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau
transmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai
korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses
informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter & Perry, 2006).
2.2.3 Kriteria Nyeri
Kriteria nyeri adalah sebagai berikut :
1. Skala 0 tidak ada rasa nyeri yang dialami.
2. Skala 1-3 merupakan nyeri ringan dimana secara objektif, klien masih
dapat berkomunikasi dengan baik. Nyeri yang hanya sedikit dirasakan.
3. Skala 4-6 merupakan nyeri sedang dimana secara objektif, klien
mendesis, menyeringai dengan menunjukkan lokasi nyeri. Klien dapat
mendeskripsikan rasa nyeri, dan dapat mengikuti perintah. Nyeri masih
dapat dikurangi dengan alih posisi.
4. Skala 7-9 merupakan nyeri berat dimana klien sudah tidak dapat
mengikuti perintah, namun masih dapat menunjukkan lokasi nyeri dan
masih respon terhadap tindakan. Nyeri sudah tidak dapat dikurangi
dengan alih posisi.
5. Skala 10 merupkan nyeri sangat berat. Klien sudah tidak dapt
berkomunikasi klien akan menetapkan suatu titik pada skala yang
berhubungan dengan persepsinya tentang intensitas keparahan nyeri
(Potter & Perry, 2005).
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang
mempengaruhi pengalaman nyeri individu.

1. Usia
Usia merupakan Variabel penting yang mempengauhi nyeri, khususnya
pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan
di antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak
dan lansia bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006)
2. Jenis Kelamin
Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang
melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi terhadap nyeri
dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik
pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin (Potter &
Perry, 2006)
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991 dalam Potter &
Perry, 2006).
4. Makna Nyeri
Makna seseorang ang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan
dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2006)
5. Ansietas
Hubungan antara nyeri dengan ansietas bersifat kompleks. Ansietas
seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Individu yang sehat secara
emosional, biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri sedang hingga
berat daripada individu yang memiliki status emosional yang kurang
stabil (Potter & Perry, 2006)
6. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri
sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima
nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang, apabila seorang
klien tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat
mengganggu koping terhadap nyeri (Perry & Potter, 2006).
7. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran orang-
orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien.
2.2.5 Penatalaksanaan Nyeri
2.2.5.1 Farmakologi
Beberapa agen farmakologi digunakan untuk menangani nyeri. Semua
agen tersebut memerlukan resep dokter. Keputusan perawat, dalam penggunaan
obat-obatan dan penatalaksanaan klien yang menerima terapi farmakologis,
membantu dalam upaya memastikan penanganan nyeri yang mungkin dilakukan
(Potter & Perry, 2006)
2.2.5.2 Analgesik
Metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri adalah analgesik. Ada
tiga jenis analgesik, yakni : (1) non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID), (2) analgesik narkotik atau opiat, dan (3) obat tambahan (adjuvan)
atau konalgesik (Perry & Potter, 2006).

2.2.5.3 Nonfarmakologi
Ada sejumlah terapi nonfarmakologi yang mengurangi resepsi dan
persepsi nyeri dan dapat digunakan pada keadaan perawatan akut dan perawatan
tersier sama seperti dirumah dan pada keadaan perawatan restorasi. Dengan cara
yang sama, terapi-terapi ini digunakan dalam kombinasi dengan tindakan
farmakologis.
2.2.5.3.1 Relaksasi
Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa
tidak nyaman atau nyeri. Teknik relaksasi tersebut merupakan upaya pencegahan
untuk membantu tubuh segar kembali dan beregenerasi setiap hari dan
merupakan alternatif terhadap alkohol, merokok, atau makan berlebih. Teknik
relaksasi diajarkan hanya saat klien sedang tidak merasakan rasa tidak nyaman
yang akut hal ini dikarenakan ketidakmampuan berkonsentrasi membuat latihan
menjadi tidak efektif (Potter & Perry, 2006).
2.2.5.3.2 Bimbingan Antisipasi
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri
menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk menghilangkan nyeri
yang lain. Pengetahuan tentang nyeri membantu klien mengontrol rasa cemas
dan secara kognitif memperoleh penganan nyeri dalam tingkatan tertentu (Potter
& Perry, 2006).
2.2.5.3.3 Distraksi
Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan
demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri. Distraksi bekerja memberi pengaruh paling baik untuk
jangka waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri intensif hanya berlangsung
beberapa menit, misalnya selama pelaksanaan prosedur invasif atau saat
menunggu kerja analgesik (Potter & Perry, 2006).
2.2.5.3.4 Biofeedback
Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan
memberikan individu informasi tentang respon fisiologis untuk melatih kontrol
volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini digunakan untuk menghasilkan
relaksasi dalam dan sangat efekif untuk mengatasi ketegangan otot dan nyeri
kepala migren (Potter & Perry, 2006).
2.2.5.3.5 Hipnosis Diri
Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh
sugesti posiif. Suatu pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan
sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu
memasuki keadaaan rileks dengan menggunakan berbagai ide pikiran dan
kemudian kondisi yang menghasilkan respon tertentu bagi mereka (Potter &
Perry, 2006).

2.2.5.3.6 Stimulus Kutaneus


Stimulus kutaneus merupakan salah satu intervensi fisik nonfarmakologi
yang dapat meredakan nyeri sementara secara efektif. Teknik ini mendistraksi
klien dan memfokuskan perhatian pada stimulus taktil, jauh dari sensasi yang
menyakitkan, sehingga mengurangi persepsi nyeri (Berman, Synder, Kozier,
Erb, 2009). Masase, mandi air hangat, kompres menggunakan kantong es, dan
stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS) termasuk kedalam teknik stimulus
kutaneus. Keuntungan stimulasi kutaneus adalah tindakan ini dapat dilakukan di
rumah, sehingga memungkinkan klien dan keluarga melakukan upaya kontrol
gejala nyeri dan penanganannya. Penggunan stimulus kutaneus yang benar dapat
mengurangi persepsi nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot.
Sebaliknya, ketegangan otot ini dapat menigkatkan nyeri (Potter & Perry, 2006).
2.3 Menstruasi
2.3.1 Definisi
Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada perempuan.
Menstruasi merupakan perdarahan yang siklik dari uterus sebagai tanda bahwa
alat kandungan telah menunaikan faalnya. Umumnya remaja yang mengalami
Menarche adalah pada usia 12 sampai dengan16 tahun. (Kusmiran, 2010)
Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada perempuan.
Menstruasi merupakan perdarahan yang teratur dari uterus sebagai tanda bahwa
organ kandungan telah berfungsi matang. Umumnya, remaja yang mengalami
menarche adalah pada usia 12 sampai dengan 16 tahun. Siklus menstruasi
normal terjadi setiap 22-35 hari, dengan lamanya menstruasi selaa 2-7 hari.
(Kusmiran, 2012)
2.3.2 Fisiologi menstruasi
1. Stadium menstruasi (3-7 hari) pada saat itu, endometrium dilepaskan
sehingga timbul perdarahan.
2. Stadium poliferasi (7-9 hari) dimulai sejak berhentinya darah
menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi berakhir, dimulailah
fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari desidua fungsionalis
yang mempersiapkan rahim untuk perletakan janin.
3. Stadium sekresi (berlangsung dalam 11 hari) masa sekresi adalah masa
sesudah ovulasi.
4. Stadium permenstruasi (berlangsung selama 3 hari) ada infiltrasi sel-sel
darah putih, bisa sel bulat. Stroma mengalami disintegrasi dengan
hilangnya cairan dan sekret sehingga akan terjadi kolaps dari kelenjar
dan arteri. Pada saat ini terjadi vasokontriksi, kemudian pembuluh
darah itu berelaksasi dan akhirnya pecah. (Eny Kusmiran, 2012)
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi menstruasi
1. Faktor hormon
Hormon-hormon yang memengaruhi terjadinya haid pada seorang
wanita yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang dikeluarkan
oleh hipofisis, estrogen yang dihasilkan oleh ovarium, Luteinizing
Hormone (LH) yang dihasilkan oleh hipofisis, serta progesteron yang
dihasilkan oleh ovarium.
2. Faktor Enzim
Enzim hidrolik yang terdapat dalam endometrium erusak sel yang
berperan dalam sintesis protein
3. Faktor vaskular
Saat fase proliferasi, terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam
lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut
tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena, dan hubungan diantara keduanya.
4. Faktor prostaglandin
Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. Dengan adanya
desintegrasi endometrium, prostaglansin terlepas dan menyebabkan
kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi
perdarahan pada haid. (Eny Kusmiran, 2012)
2.4 Desminore
2.3.1 Definisi
Dismenore yaitu keadaan nyeri hebat dan dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari. Dismenore merupakan suatu fenomena simptomatik meliputi nyeri
abdomen,kram, dan sakit punggung. (Kusmiran, 2012)
Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi
selama menstruasi. Dikatakan dismenore primer jika tidak ditemukan penyebab
yang mendasarinya. Sementara itu, dikatakan dismenore sekunder jika
penyebabnya adalah kelainan kandungan. Dismenore primer sering terjadi,
kemungkinan lebih dari 50% perempuan mengalaminya dan 15% diantaranya
mengalami nyeri yang hebat. (Saraswati, 2010)
Menurut beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Dismenore
adalah nyeri perut bagian bawah yang dirasakan ketika menstruasi yang berasal
dari kram rahim. Dismenore dapat mengganggu kegiatan sehari-hari karena nyeri
yang hebat pada sebagian orang.
2.3.3 Penyebab dismenore
Penyebab dari dismenore sekunder, antara lain :
1. Endometriosis
2. Fibroid
3. Adenomiosis
4. Peradangan tuba falopi
5. Perlengketan abnormal antara organ di dalam perut
6. Pemakaian IUD
(Saraswati, 2010)
2.3.4 Patofisiologi dismenore
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan dismenore primer, antara
lain prostaglandin uterina yang tinggi, aktivitas uteri abnormal, dan faktor emosi
atau psikologis. Belum diketahui dengan jelas bagaimana prostaglandin
menyebabkan dismenore, tetapi telah diketahui bahwa wanita dismenore
mempunyai prostaglandin 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa
dismenore. Dismenore primer biasanya timbul pada hari pertama atau kedua dari
menstruasi. Nyerinya bersifat kolik atau kram dan dirasakan pada abdomen.
(Jannah dan Rahayu, 2017)
2.3.4 Jenis-jenis dismenore
Smeltzer (2002) menyebutkan bahwa dismenore ada dua yaitu primer dan
sekunder.
1. Dismenore Primer
Dismenore primer adalah menstruasi yang sangat nyeri, tanpa patologi
pelvis yang dapat diidentifikasi, dapat terjadi pada waktu menarche atau segera
setelahnya. Dismenore ditandai oleh nyeri kram yang dimulai sebelum atau
segera setelah awitan aliran menstrual dan berlanjut selama 48 jam hingga 72
jam. Pemeriksaan pelvis menunjukkan temuan yang normal. Dismenore diduga
sebagai akibat dari pembentukan prostaglandin yang berlebihan, yang
menyebabkan uterus untuk berkontraksi secara berlebihan dan juga
mengakibatkan vasospasme arteriolar. Dengan bertambahnya usia wanita,
nyeri cenderung untuk menurun dan akhirnya hilang sama sekali setelah
melahirkan anak (Smeltzer, 2002).
2. Pasien dismenore sekunder sering mengalami nyeri yang terjadi beberapa hari
sebelum haid disertai ovulasi dan kadangkala pada saat melakukan hubungan
seksual (Smeltzer, 2002).
2.3.5 Tanda dan Gejala Dismenore
Menurut Mansjoer (2000), tanda dan gejala dismenore meliputi :

1. Dismenore primer
a. Usia lebih muda, maksimal usia 15-25 tahun
b. Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur
c. Sering terjadi pada nulipara
d. Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
e. Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau
kedua haid
f. Tidak dijumpai patologi pelvik
g. Hanya terjadi pada siklus haid yang ovulatorik
h. Sering memberikan respons terhadap pengobatan medikamentosa
i. Pemeriksaan pelvik normal
j. Sering disertai nausea, muntah, diare, kelelahan, myeri kepala
2. Dismenore sekunder
a. Usia lebih tua, jarang sebelum usia 25 tahun
b. Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur
c. Tidak berhubungan dengan siklus paritas
d. Nyeri tulang terasa terus-menerus dan tumpul
e. Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya
darah
f. Berhubungan dengan kelainan pelvik
g. Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
h. Sering kali memerlukan tindakan operatif
i. Terdapat kelainan pelvik
2.3.6 Penatalaksanaan Dismenore
Agar dapat Mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat antiperadangan
non-steroid (misalnya, ibuprofen, naproxen, dan asam Mefenamat). Obat ini
akan Sangat efektif jika mulai diminum dua hari sebelum menstruasi dan
dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi.
Selain dengan obat-obatan, rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan
istirahat yang cukup, olahraga yang teratur (terutama berjalan), pemijatan, yoga,
orgasme pada aktivitas seksual, dan kompres hangat di daerah perut. mual dan
muntah dapat diatasi dengan memberikan obat antimual. Tetapi, mual dan
muntah biasanya menghilang jika kramnya telah teratasi. Gejala-gejala
dismenore juga dapat dikurangi dengan istirahat yang cukup serta olahraga
secara teratur.
Jika nyeri terus dirasakan dan mengganggu aktivitas sehari hari, Maka
diberikan pil KB dosis rendah yang mengandung estrogen dan progesteron atau
diberikan medroxiprogesteron. Pemberian kedua obat tersebut dimaksudkan
untuk mencegah ovulasi (pelepasan sel telur) dan mengurangi pembentukan
prostaglandin, yang selanjutnya akan mengurangi beratnya dismenore. Jika obat
ini juga tidak efektif, maka dilakukan Pemeriksaan Tambahan, misalnya
laparoskopi.
Jika dismenore sangat berat bisa dilakukan ablasio endometrium, yaitu
suatu prosedur yang mana lapisan rahim dibakar atau diuapkan dengan alat
pemanas. Pengobatan untuk dismenore sekunder tergantung penyebabnya.
(Saraswati, 2010)

2.5 Pijat Aromaterapi


2.4.1 Definisi aromaterapi
Aromaterapi adalah istilah modern yang dipakai untuk proses
penyembuhan kuno yang menggunakan sari tumbuhan aromatik murni.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh,
pikiran dan jiwa (Primadiati, 2002).

Aromaterapi merupakan metode untuk menyembuhkan penyakit dengan


menggunakan wewangian yang berasal dari tumbuhan yang berbau harum.
Menurut Purwanto aromaterapi adalah salah satu metode terapi keperawatan
yang menggunakan bahan cairan tanaman yang mudah menguap atau dikenal
sebagai minyak esensial dan senyawa aromatik lainnya dari tumbuhan yang
bertujuan untuk mempengaruhi suasana hati atau kesehatan seseorang. (Budi
Purwanto, 2013).

Menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Aromaterapi adalah


terapi yang menggunakan ekstrak atau sari minyak murni hasil penyulingan
yang berasal dari bunga, akar, pohon, biji, getah, daun dan rempah-rempah yang
memiliki khasiat untuk mengobati.

2.4.2 Definisi pijat aromaterapi


Efek pengobatan minyak beraroma telah diketahui sejak berabad –abad
yang lalu, ketika digunakan untuk memijat, minyak ini meresap ke dalam kulit
dan menimbulkan keseimbangan harmonis serta rasa nyaman pada pikiran dan
tubuh. (Marlyn Astani, 2003)
Massage aromaterapi lavender adalah kombinasi antara tindakan penekanan
oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya otot, tendon atau ligamen tanpa
menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi dengan oil aromaterapi
lavender sebagai pelumas dengan tujuan menurunkan nyeri, relaksasi dan
meningkatkan sirkulasi (Primadiati, 2002).
Menurut beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pijat
aromaterapi adalah tindakan memijat oleh tangan yang dikombinasikan dengan
oil aromaterapi yang meresap ke dalam kulit sebagai pelumas dengan tujuan
menurunkan nyeri.
2.4.3 Pijat effleurage
Pijat Effleurage adalah kutipan untuk gerakan mengusap yang ringan dan
menenangkan saat memulai dan mengakhiri pijatan. Gerakan ini bertujuan
meratakan minyak yang menghangatkan otot agar lebih rileks. Effleurage
terutama dilakukan dengan telapak tangan dan jemari rapat. Tangan harus
mengikuti kontur tubuh saat meluncur diatasnya. Gerakan effleurage harus
mengalir tanpa putus dan menyambungkan berbagai tahap pemijatan. Biasanya
gerakan ini dilakukan dengan tekanan yang lebih kuat saat mengarah ke jantung.
Ini dimaksudkan untuk membantu peredaran darah dan getah bening. Saat
kembali gerakan harus dilakukan dengan usapan yang lebih ringan dan
menenangkan. (Marlyn Astani, 2003)
2.4.4 Teknik pemijatan Effleurage
2.4.4.1 Usapan ringan
Letakkan kedua telapak tangan di permukaan tubuh, dengan jemari rapat
dan ujung-ujungnya agak mendongak. Dalam sekali gerakan tak terputus.
Luncurkan kedua tangan ke bagian atas tubuh. Kemudian pisahkan tangan dan
kembali ke bawah. Gerakan ini harus mengusap seluas mungkin permukaan
tubuh.
2.4.4.2 Gerakan melingkar lebar
Sekali lagi, letakkan tangan mendatar dengan jemari rapat dan lakukan
gerakan seperti berenang. Buatlah lingkaran-lingkaran yang saling bertumpkan
dengan kedua tangan secara bergantian. Usap seluruh permukaan tubuh hingga
mencapai bagian sisinya. Ketika sampai bagian bawah. Gerakkan tangan
kembali ke atas.

2.4.4.3 Mengurut seperti gelombang


Setelah mengusap ringan permukaan tubuh, misalnya punggung, gerakkan
tangan turun zig-zag bergelombang menuju bagian tengah dan sisi tubuh. Usap
seluas mungkin permukaan tubuh.(Marlyn Astani, 2003)

2.6 Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi nyeri :


1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Kebudayaan
4. Maksa nyeri
Penyebab Dismenore: 5. Ansietas
6. Pengalaman Sebelumnya
7. Dukungan Keluarga dan Sosial
1. Pelepasan hormon
prostagladin
2. Endometriosis NYERI DISMENORE
3. Fibroid / tumor
4. Adenomiosis
5. Peradangan tuba falopi
6. Perlengketan abnormal antara Penatalaksanaan Nyeri :
organ di dalam perut
7. Pemakaian IUD 1. Farmakologi
2. Analgesik
3. Nonfarmakologi

Gambar 2.4
Sumber : Saraswati (2010), Potter & Perry (2006)
Penurunan
dismenore
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang
dibuat peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan
(Nursalam, 2013). Rancangan dalam penelitian ini menggunakan metode
Eksperimens (Quasi-experiment), yaitu penelitian yang menguji coba suatu
intervensi pada kelompok subjek dengan atau tanpa kelompok pembanding
namun tidak dilakukan randomisasi untuk memasukan subjek kedalam kelompok
perlakuan atau control. Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat adanya
pengaruh Pijat Aromaterapi Lavender. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pre and post test without control melakukan penelitian
kepada suatu kelompok tanpa kelompok pembanding (Dharma, 2011).

R 01 X1 02

Gambar 3.1 Desain Penelitian


Sumber : Dharma (2011)

Keterangan :
R : Responden
01 : Pre test pada kelompok perlakuan
02 : Post test pada kelompok perlakuan
X1 : Uji coba atau intervensi pada kelompok perlakuan sesuai prosedur

3.2 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka komsep penelitian adalah satu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel
yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti
(Notoatmodjo, 2012). Maka dari itu peneliti membuat kerangka penelitian sebagai
berikut :

3.3Pijat Aromaterapi Lavender Intensitas Nyeri Dismenore

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

3.3 Variabel Penelitian


Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,
pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).
Variabel independen (independen variable) adalah variabel yang memengaruhi
atau nilaiya menentukan variabel lain. Variabel dependen (dependen variable)
adalah variabel yang dipengaruhi nilainya di tentukan oleh variabel lain
(Notoatmodjo, 2012).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Pijat Aromaterapi


Lavender, Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Intensitas Nyeri
Dismenore.

3.4 Definisi Operasional Variabel


Definisis operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut.
Karakteristik yang diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi
operasional. Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena
yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam, 2013).
Definisi operasional ini disajkian dalam bentuk table di bawah ini :

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala Ukur


Operasional Ukur
1. Intensitas Hasil pengukuran Skala ukur NRS Rasio
nyeri skala nyeri yang menggunaka 1-10
dismenore dilakukan sebelum n skala
sebelum pijat Pijat aromaterapi penilaian
aromaterapi lavender sebanyak numerik
lavender 3x dalam 1 siklus Numeric
menstruasi dengan Rating Scale
gerakan sesuai (NRS)
prosedur.
2. Intensitas Hasil pengukuran Skala ukur NRS Rasio
nyeri skala nyeri yang menggunaka 1-10
dismenore dilakukan sesudah n skala
sesudah pijat Pijat aromaterapi penilaian
aromaterapi lavender sebanyak numerik
lavender 3x dalam 1 siklus Numeric
menstruasi dengan Rating Scale
gerakan sesuai (NRS)
prosedur.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian


3.5.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Nursalam,
2013). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh Remaja yang
sedang mengalami Dismenore.

3.5.2 Sampel Penelitian


Sampel merupakan objek yang diteliti dan di anggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2012). Untuk menentukan jumlah sampel yang diambil,
peneliti menggunakan teknik Total sampling yaitu seluruh jumlah populasi yang
sesuai kriteria inklusi yang telah dibuat peneliti diambil sebagia sampel. Sampel
dalam penelitian ini :
3.5.2.1 Kriteria Sampel
1. Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti
(Nursalam,2013). Kriteria inklusi dari penelitian ini :
a. Remaja usia 15 – 17 Tahun
b. Skala nyeri 3-10
c. Mampu mengikuti pijat aromaterapi lavender
d. Bersedia menjadi responden
2. Kriteria eklusi adalah menghilang/mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,
2013). Kriteria eklusi dalam penelitian yang akan dilakukan ini :
a. Remaja yang memiliki gangguan pada bagian abdomen
b. Remaja yang memiliki gangguan pada sistem reproduksi

3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian


3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.
Langkah-langkah pengumpulan data bergantung pada rancangan penelitian dan
teknik instrument yang digunakan (Nursalam, 2013). Pengumpulan data
dilaksanakan oleh peneliti dengan cara meminta data jumlah remaja yang sedang
menstruasi di Sekolah Menengah Kejuruan yang akan dijadikan populasi dalam
penelitian. Setelah data didapatkan kemudian peneliti melakukan pemilihan
remaja yang akan dijadikan responden sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian
peneliti memberikan lembar pernyataan persetujuan menjadi responden.
Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari pengukuran skala nyeri
menggunakan Numeric Rating Scale yang dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian Pijat aromaterapi lavender.
3.6.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan
data. Instrumen penelitian ini dapat berupa: kuesioner (daftar pertanyaan),
formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data
dan sebagainya. Apabila data yang akan dikumpulkan itu adalah data yang
menyangkut pemeriksaan fisik maka instrument penelitian ini dapat berupa:
stetoskop, tensimeter, timbangan, meteran atau alat antropornetrik lainnya untuk
mengukur status gizi, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini adalah berupa skala penilaian numerik Numeric Rating Scale (NRS), untuk
mengetahui intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi.

3.6.3 Prosedur Penelitian


3.6.3.1 Tahap Persiapan
3.6.3.1.1 Membuat surat permohonan izin penelitian dari Stikes Rajawali
Bandung yang diajukan kepada tempat yang akan dijadikan tempat
penelitian.
3.6.3.1.2 Mendapatkan izin dari Stikes Rajawali Bandung yang diajukan kepada
tempat yang aka dijadikan tempat penelitian.
3.6.3.1.3 Peneliti melakukan penyaringan pada responden. Peneliti mengambil
responden menggunakan teknik Total sampling yang seluruh jumlah
populasi yang sesuai kriteria inklusi yang telah dibuat peneliti diambil
sebagai sampel.
3.6.3.2 Tahap Pelaksanaan
3.6.3.2.1 Peneliti melakukan inform consent kepada calon responden untuk
kesediaannya menjadi responden penelitian dan menjelaskan tujuan,
manfaat serta prosedur penelitian kepada responden.
3.6.3.2.2 Penelitian akan dilakukan di dalam ruangan.
3.6.3.2.3 Peneliti mengumpulkan responden yang ingin diteliti berdasarkan
kelompok yang dipilih secara total.
3.6.3.2.4 Melakukan pengukuran skala nyeri pada responden pada kelompok
yang dibantu oleh Tim fasilitator.
3.6.3.2.5 Responden dilakukan pengukuran skala nyeri sebelum melakukan pijat
aromaterapi lavender di dalam rungan, selanjutnya dilakukan
pencatatan nama, usia, dan hasil intensitas nyeri sebelum dan sesudah
pijat aromaterapi lavender.
3.6.3.2.6 Responden dilakukan pijat aromaterapi lavender sesuai dengan gerakan
yang dicontohkan dan dilakukan observasi/pengamatan oleh fasilitator.
3.6.3.2.7 Setelah melakukan pijat aromaterapi lavender di diistirahatkan 30 menit
lalu dilakukan pengukuran intensitas nyeri dismenore yang dibantu oleh
Tim Fasilitator.
3.6.3.2.8 Lakukan dokumentasi setelah dilakukan pengukuran intensitas nyeri
disenore. Setelah dilakukan intervensi responden dipersilahkan
meninggalkan ruangan untuk melakukan kegiatan seperti biasanya.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data


3.7.1 Pengolahan Data
3.7.1.1 Editing
Hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan, terlebih dahulu
harus dilakukan penyuntingan (editing). Editing yaitu memeriksa kembali
pemberian isian formulir kuesioner (Notoatmodjo, 2010).
3.7.1.2 Coding
Coding merupakan lembaran atau kartu kode berupa kolom-kolom untuk
merekam data secara manual (Notoatmodjo, 2010).
3.7.1.3 Memasukkan Data (Entry Data)
Entry Data adalah proses memasukkan jawaban-jawaban dari masing-
masing responden dalam bentuk kode (angka/huruf), kedalam “software”
computer (Notoatmodjo, 2010).
3.7.1.4 Pembersihan Data (Cleaning Data)
Bilai semua data dari setiap sumber atau responden selesai dimasukkan,
dilakukan perlu pengecekkan kembali untuk melihat kembali kemungkinan
adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi. Setelah semua data selesai dimasukkan lalu dilakukan
pengecekkan kembali agar tidak terjadi kesalaha dan kurangnya data
(Notoatmodjo, 2010).
3.7.2 Analisis Data
3.7.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari
jenis datanya. Untuk numerik digunakan nilai mean (rata-rata) dan standar deviasi
(Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat dalam penelitian ini digunakan untuk
mendeskripsikan rerata setiap variabel penelitian. Analisis ini menghasilkan nilai
mean, min-max dan standar deviasi dari tiap variabel yaitu intensitas nyeri
dismenore remaja pada kelompok intervensi. Analisis univariat dalam penelitian
ini untuk menunjukkan distribusi frekuensi variabel yang diteliti yaitu skala nyeri
penderita dismenore sebelum dan sesudah diberikan pijat aromaterapi lavender.
3.7.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariate adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian
ini analisis bivariate digunakan untuk menganalisis pengaruh pijat aromaterapi
lavender terhadap intensitas nyeri dismenore pada remaja penderita dismenore.
Analisis data yang digunakan adalah Uji T Berpasangan. Namun jika tidak
terdistribusi dengan normal maka analisis data yang digunakan adalah
menggunakan Uji Wilcoxon.
3.8 Etika Penelitian
Menurut Nursalam (2013) etika penelitian yang diterapkan pada
penelitian ini meliputi :
3.8.1 Infromed Consent atau lembar persetujuan
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan
penelitian yang akan dilakukan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau
menolak menjadi responden.
3.8.2 Confidentiality
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus
dirahasiakan.
3.8.3 Respect For Human Dignity atau menghargai hak asasi manusia
Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden (right to self determination)
responden diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak untuk
memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa ada
sangsi apapun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya.
3.8.4 Anomity atau tanpa nama
Subjek mempunyai hak bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan,
untuk itu perlu adanya tanpa nama.
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

Anda mungkin juga menyukai