Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

LATAR BELAKANG

Thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang di sebabkan oleh
bakteri salmonellathypi dan salmonella para thypi. Demam thypoid biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala yang umum yaitu gejala yang demam
lebih dari 1 minggu, penyakit demam thypoid bersipat endemik dan merupakan
salah satu penykit menular yang tersebar hampir hampir di sebagian besar Negara
berkembang termasuk Indonesia dan dan menjadi masalah yang sangat penting
(Depkes,2006).

WHO merupakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia mencapai 17


juta kasus demam thypoid. Data surveilans saat ini memperkirakan di Indonesia ada
600.000 – 1,3 juta kasus demam thypoid setiap tahunnya dengan lebih dari 20.000
dengan lebih dari 20 ribu kematian. Rata – rata di Indonesia orang yang berusia 3–19
tahun memberikan angka sebesar 91 % terhadap kasu demam thypoid (Who,2012).

Prpfil kesehatan Indonesia tahun 2011 memperlihatkan bahwa gambaran 10


penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit, prevelensi kasus demam
thypoid sebesar 5,13% penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit dengan case
fatality rate tertinggi sebesar 0.67 %

Pada laporan riset kesehatan dasar nasional tahun2007 memperlihatkan


bahwa prevalensi demam thypoid di jawa tengah sebesar 1.61% yang tersebar di
seluruh kabupaten dengan prevalensi yang berbeda beda di setia tempat.
BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

1. PENGERTIAN
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di
berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan
subtropis. (Simanjuntak, 2009)
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya 
mengenai saluran  pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. (Nursalam,
2005)
Demam thypoid  merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan, 2007)

2. ETIOLOGI
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan
debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 60 0 selama 15-
20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul  yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita
tifoid. (Aru W. Sudoyo, 2009)

3. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana
asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2,
inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi
dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus
halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi
mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel
M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat
internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati
sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella
typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam
folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang
lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun
pejamu makaSalmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus
torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat
mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella
typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan
Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik
secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi
organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan
melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas,
hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella
typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus
dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain.
Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem
vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan
pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik. (Soedarmo, dkk., 2012)

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Sjamsuhidayat, (1998) tanda dan gejala demam typoid
antara lain:
a. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris
reminten, suhu tubuh berangsur meningkat
b. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafaas tidak sedap,bibir kering
pecah-pecah (ragaden), lidah ditutpi selaput putih kotor (coated tongue,
lidah limfoid) ujung dan tepinya kemerahan, biasanya disertai konstipasi,
kadang diare, mual muntah, dan jarang kembung.
c. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak seberapa
dalam, apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah
d. Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan dan
lebih singkat.

5. KOMPLIKASI
1. Komplikasi intestinal
(a) Perdarahan usus
(b) Perporasi usus
(c) Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
(a) Komplikasi   kardiovaskuler   :   kegagalan   sirkulasi   (renjatan   sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
(b) Komplikasi darah  :  anemia  hemolitik,  trobositopenia,  dan syndroma
uremia hemolitik.
(c) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
(d) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
(e) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
(f) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
(g) Komplikasi   neuropsikiatrik   :   delirium,   meningiusmus,   meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan   penunjang   pada   klien   dengan   typhoid   adalah  
pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia   dan   limposistosis   relatif   tetapi   kenyataannya  
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang   terdapat   leukosit   walaupun   tidak   ada  
komplikasi   atau infeksi   sekunder
2.  Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah   negatif tidak  menutup kemungkinan akan  terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor:
a.  Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil   pemeriksaan   satu   laboratorium   berbeda   dengan  
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan
media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi   terhadap   demam   typhoid   di   masa   lampau   dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien  sebelum pembiakan  darah sudah  mendapatkan obat   anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
4.  Uji widal
Uji   widal   adalah   suatu   reaksi   aglutinasi   antara   antigen   dan  
antibodi (aglutinin).   Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang
pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah
suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a.  Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal dari
simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.

7. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
a. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau
kurang lebih dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien.
c. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan dekubitus.
d. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-
kadang terjadi konstipasi dan diare.
2.Diet
a. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari
3.Pengobatan
Obat-obatan yang umumnya digunakan antara lain:
1. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1. Klorampenicol
2. Amoxicilin
3. Kotrimoxasol
4. Ceftriaxon
5. Cefotaxim
2. Antipiretik (Menurunkan panas): Paracetamol
(Smeltzer & Bare. 2002)

8. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1). Identitas klien
Meliputi   nama,   umur,   jenis   kelamin,   alamat,   pekerjaan,  
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register dan diagnosa medik
2). Keluhan utama
Keluhan  utama  demam thypoid adalah panas  atau demam yang  tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
3). Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi   ke
dalam tubuh.
4). Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
5). Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6). Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien   akan   mengalami   penurunan   nafsu   makan   karena  
mual   dan muntah   saat   makan   sehingga   makan   hanya  
sedikit   bahkan   tidak makan  sama sekali.
b) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami  konstipasi   oleh   karena   tirah baring
lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya
warna urine   menjadi   kuning   kecoklatan.    Klien   dengan  
demam   thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat
keringat banyak keluar dan   merasa   haus,   sehingga   dapat  
meningkatkan   kebutuhan   cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakit anaknya.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan
penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak
terdapat suatu waham pada klien.
b. Pemeriksaan fisik
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 41°C muka
kemerahan. Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)   Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
2)   Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh,
intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
3)   Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis atau infeksi

c. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Tujuan Dan Intervensi Rasional
Dx Kriteria Hasil
1 Setelah dilakukan 1.    Pantau suhu tubuh 1.     Mengetahui suhu
tindakan pasien setiap 4 jam tubuh klien
keperawatan 2.    Kolaborasi pemberian 2.     Menurunkan demam.
diharapkan suhu antipiretik sesuai 3.     Meningkatkan
tubuh pasien anjuran kenyaman,
dapat turun, 3.    Turunkan panas menurunkan
kriteria: dengan melepaskan temperatur suhu tubuh
-   Suhu tubuh selimut atau 4.     Perubahan tingkat
stabil 36-37 C menanggalkan pakian kesadaran dapat
-    Tanda-tanda yang terlalu tebal, beri merupakan akibat dari
vital dalam kompres pada aksila hipoksia jaringan
rentang normal dan liatan paha. 5.     Menghindari
4.    Observasi adanya kehilangan air natrium
konfusi disorientasi klorida dan kalium yang
5.    Berikan cairan IV berlebihan.
sesuai yang dianjurkan.
2 Setelah dilakukan 1.    Jelaskan kepada 1.     Agar   pasien   dapat  
tindakan pasien tentag mengetahui   tentang  
keperawatan pentingnya cairan pentingnya   cairan  
diharapkan 2.    Monitor dan catat dan   dapat   memenuhi
kebutuhan cairan intake dan output kebutuhan cairan.
terpenuhi, cairan
2.     Untuk mengetahui
kriteria 3.    Kaji tanda dan gejala
keseimbangan intake da
-       Tidak mual dehidrasi hypovolemik,
output cairan
-       Tidak riwayat muntah,
demam kehausan dan turgor 3.     Hipotensi, takikardia,
-       Suhu tubuh kulit demam dapat
dalam batas 4.    Berikan cairan peroral menunjukkan respon
normal pada klien sesuai terhadap dan atau efek
kebutuhan dari kehilangan caira
5.    Anjurkan kepada
orang tua klien untuk 4.     Cairan peroral akan
mempertahankan membantu memenuhi
asupan cairan secara kebutuhan caira
dekuat 5.     Asupan cairan secara
6.    Kolaborasi pemberian adekuat sangat
cairan intravena diperlukan untuk
menambah volume
cairan tubuh
6.     Pemberian intravena
sangat penting bagi
klien untuk memenuhi
kebutuhan cairan yang
hilang

3 Setelah dilakukan 1.  Lakukan pegkajian 1.      Respon nyeri sangat


tindakan nyeri secara individual sehingga
keperawatan komprehensi penangananya pun
pasien 2.  Observasi  reaksi berbeda untuk masing-
menunjukkan nonverbal dari masing individu.
tingkat ketidaknyamanan. 2.      Menngetahui tingkat
kenyamanan 3.  Kontrol faktor kenyamanan
meningkat, lingkungan yang 3.      Lingkungan yang
kriteria: mempengaruhi nyeri nyaman dapat
-     Pasien dapat seperti suhu ruangan, membantu klien untuk
melaporkan pencahayaan, mereduksi nyeri.
nyeri kebisingan. 4.      Pengalihan nyeri
berkurang 4.  Ajarkan teknik non dengan relaksasi dan
Frekuensi nyeri farmakologis (relaksasi, distraksi dapat
-     Tanda-tanda distraksi dll) untuk mengurangi nyeri yang
vital dalam mengetasi nyeri. sedang timbul.
batas normal 5.  Berikan analgetik 5.      Pemberian analgetik
untuk mengurangi yang tepat dapat
nyeri. membantu klien untuk
beradaptasi dan
mengatasi nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Susilo. (2011). Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika
Mansjoer, Arif. (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Simanjuntak, C. H. (2009). Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan
Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83. Jakarta. Nuha
Sjamsuhidayat. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Soedarmo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI
Widodo, D. (2007). Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai