Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf dan
perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau
komplikasi yang mengancam jiwa. Peralatan standar di Intensive Care Unit (ICU)
meliputi ventilasi mekanik untuk membantu usaha bernafas melalui Endotrakeal Tube
(ETT) atau trakheostomi. Salah satu indikasi klinik pemasangan alat ventilasi
mekanik adalah gagal nafas (Musliha,2010).
Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk
menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga
berfungsi untuk mengembangkan paru dan memberikan oksigen sehingga dapat
mempertahankan fungsi paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO2
atau pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup, maka dapat dipertimbangkan
pemakaian ventilator. Ventilator mekanik merupakan salah satu aspek yang penting
dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang kritis di Intensive Care Unit (ICU)
(Brunner dan Suddarth, 2008).
Peranan ventilator mekanik sebagai salah satu alat terapi gawat nafas sudah tidak
diragukan lagi, sehingga ventilator mekanik merupakan salah satu alat yang relatif
sering digunakan di unit perawatan intensif. Masalah utama pasien dengan alat bantu
nafas atau ventilator mekanik yang sering muncul adalah bersihan jalan nafas
inefektif, salah satu intervensi untuk masalah tersebut adalah dilakukannya tindakan
suction. Namun pada proses dilakukan suction tidak hanya lendir yang terhisap, suplai
oksigen yang masuk ke saluran pernafasan juga ikut terhisap, sehingga
memungkinkan untuk terjadi hipoksemia sesaat yang ditandai dengan penurunan
saturasi oksigen (SpO2). Hiperoksigenasi adalah teknik terbaik untuk menghindari
hipoksemia akibat penghisapan dan harus digunakan pada semua prosedur
penghisapan (Clark, et al, 1990).
Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi adalah dapat
dengan melakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan selang
kateter suction melalui hidung, mulut, Endotrakeal Tube (ETT) maupun Tracheostomi
(TC) yang bertujuan untuk membebaskan jalan napas, mengurangi retensi sputum dan
mencegah infeksi paru. Secara umum pasien yang mengalami obstruksi jalan napas
memiliki respon tubuh yang kurang baik untuk mengeluarkan benda asing, sehingga
sangat diperlukan tindakan penghisapan lendir (suction) (Nurachmah & Sudarsono,
2000).
Menurut Wiyoto (2010), apabila tindakan suction tidak dilakukan padapasien
dengan gangguan bersihan jalan napas maka pasien tersebut akan mengalami
kekurangan suplai oksigen (hipoksemia), dan apabila suplai oksigen tidak terpenuhi
dalam waktu 5 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Cara
yang mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah dengan pemantauan kadar saturasi
oksigen (SpO2) yang dapat mengukur seberapa banyak persentase O2 yang mampu
dibawa oleh hemoglobin.
Mosby (1998, dalam Jevon dan Ewens 2009) menyatakan bahwa perubahan
hemodinamik merupakan komponen utama pada perawatan intensif. Hemodinamik
adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan karakteristik
fisiologis vaskular perifer.
Li Xiaofang et al. (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa saturasi
pasien menurun secara signifikan setelah dilakuan suction untuk aspirasi sputum
dengan tehnik shallow maupaun depth suction, namun terdapat perbedaan yang
signifikan secara statistik pada hal denyut nadi dan Mean Arterial Pressure (MAP)
setelah dilakukan suction. Maggiore, SM et al. (2013) resiko kerusakan mukosa akibat
depth suction dapat dikontrol dengan baik, sehingga dapat membersikan lebih banyak
sekret.
Berdasarkan data di atas maka penyusun merasa tertarik untuk mengambil
tema mengenai pengaruh tindakan suction terhadap kadar saturasi oksigen (SpO2)
pada pasien yang menggunakan ventilator untuk selanjutnya disusun dalam bentuk
EBN.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat diambil
adalah bagaimana pengaruh tindakan suction terhadap kadar saturasi oksigen pada
pasien yang menggunakan ventilator ?
C. Tujuan
Mengetahui pengaruh tindakan suction terhadap kadar saturasi oksigen pada pasien
yang menggunakan ventilator.
BAB II

TINJAUAN JURNAL

A. Hiperoksigenasi

1. Definisi

Hiperoksigenasi adalah teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi (100%)


yang bertujuan untuk menghindari hipoksemi akibat penghisapan lendir (Kozier &
Erb, 2002).

2. Cara Pemberian
Hiperoksigenasi bisa dilakukan dengan menggunakan kantong resusitasi manual atau
melalui ventilator dengan meningkatkan aliran oksigen sampai 100% sebelum
penghisapan dan ketika jeda antara setiap penghisapan (Kozier & Erb, 2002)

B. Saturasi Oksigen (SpO2)

1. Definisi
Saturasi oksigen adalah ukuran seberapa banyak prosentase oksigen yang mampu
dibawa oleh hemoglobin. Oksimetri nadi merupakan alat non invasif yang mengukur
saturasi oksigen darah arteri pasien yang dipasang pada ujung jari, ibu jari, hidung,
daun telinga atau dahi dan oksimetri nadi dapat mendeteksi hipoksemia sebelum tanda
dan gejala klinis muncul (Kozier & Erb, 2002).

2. Cara Kerja Oksimeter Nadi


Oksimetri nadi merupakan pengukuran diferensial berdasarkan metode absorpsi
spektofotometri yang menggunakan hukum Beer-Lambert (Welch, 2005). Probe
oksimeter terdiri dari dua diode pemancar cahaya Light Emitting Diode (LED) satu
merah dan yang lainnya inframerah yang mentransmisikan cahaya melalui kuku,
jaringan, darah vena, darah arteri melalui fotodetektor yang diletakkan di depan LED.
Fotodetektor tersebut mengukur jumlah cahaya merah dan infamerah yang diabsorbsi
oleh hemoglobin teroksigenasi dan hemoglobin deoksigenasi dalam darah arteri dan
dilaporkan sebagai saturasi oksigen (Kozier & Erb, 2002).
Semakin darah teroksigenasi, semakin banyak cahaya merah yang dilewatkan dan
semakin sedikit cahaya inframerah yang dilewatkan, dengan menghitung cahaya
merah dan cahaya infamerah dalam suatu kurun waktu, maka saturasi oksigen dapat
dihitung (Guiliano K. , 2006).

3. Nilai Normal Saturasi Oksigen


Kisaran normal saturasi oksigen adalah > 95% (Fox, 2002), walaupun pengukuran
yang lebih rendah mungkin normal pada beberapa pasien, misalnya pada pasien
PPOK (Fox, 2002).

4. Faktor Yang Mempengaruhi Saturasi Oksigen


Faktor yang mempengaruhi ketidakakuratan pengukuran saturasi oksigen adalah
sebagai berikut; perubahan kadar Hb, sirkulasi yang buruk, aktivitas (menggigil/
gerakan berlebihan) ukuran jari terlalu besar atau terlalu kecil, akral dingin, denyut
nadi terlalu kecil, adanya cat kuku berwarna gelap (Kozier & Erb, 2002).

5. Prosedur Pengukuran SpO2


Berikut prosedur pengukuran SpO2 di RS. Roemani Muhammadiyah Semarang ;
a. Jelaskan pasien tentang tujuan tindakan yang akan dilaksanakan,
b. Menyiapkan alat-alat,
c. Cuci tangan,
d. Atur posisi pasien senyaman mungkin,
e. Bersihkan ibu jari / salah satu jari dengan kapas alcohol,
f. Hubungkan probe ke jari pasien yang akan dipasang,
g. Tekan power stanby- ON,
h. Tekan sistem kalibrasi, terlihat pada layar pulse, angka saturasi dan heart rate,
i. Catat hasil pada catatan perawatan/ lembar catatan,
j. Tekan power stanby- OFF,
k. Lepaskan probe dari pasien,
l. Simpan alat-alat pada tempatnya,
m. Cuci tangan.
C. Hisap Lendir (Suctioning)

1. Definisi
Penghisapan lendir adalah suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas
dengan menggunakan suatu catheter suction yang dimasukkan melalui hidung atau
rongga mulut ke dalam pharing atau sampai trachea. Suctioning atau penghisapan
merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan
terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan sekret pada
klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri (Timby, 2009).

2. Indikasi
Indikasi dilakukannya penghisapan adalah adanya atau banyaknya sekret yang
menyumbat jalan nafas, ditandai dengan : hasil auskultasi : ditemukan suara crackels
atau ronkhi, nadi dan laju pernafasan meningkat, sekresi terlihat di saluran napas atau
rangkaian ventilator, permintaan dari klien sendiri untuk dilakukan penghisapan
lender dan meningkanya peak airway pressure pada mesin ventilator (Lynn, 2011)

3. Tujuan
Tujuan penghisapan lendir adalah untuk membersihkan lendir dari jalan nafas,
sehingga patensi jalan nafas dapat dipertahankan dan meningkatkan ventilasi serta
oksigenasi. Penghapusan sekresi tersebut juga meminimalkan risiko atelektasis (Kozier &
Erb, 2002). Selain itu juga untuk mendapatkan sampel lendir dalam menegakkan
diagnosa.

4. Jenis Kanul suction


Jenis kanul suction yang ada dipasaran dapat dibedakan menjadi Open Suction dan Close
Suction. Open Suction merupakan kanul konvensional, dalam penggunaannya harus
membuka konektor sirkuit antara ventilator dengan ETT/ pasien, sedangkan Close
Suction: merupakan kanul dengan sistem tertutup yang selalu terhubung dengan sirkuit
ventilator dan penggunaanya tidak perlu membuka konektor sehingga aliran udara yang
masuk tidak terinterupsi.

5. Ukuran dan Tekanan Suction


Ukuran kanul suction yang direkomendasikan (Lynn, 2011) adalah;
a. Anak usia 2-5 tahun : 6-8F
b. Usia sekolah 6-12 tahun : 8-10F

c. Remaja-dewasa : 10-16F

6. Prosedur Pelaksanaan
Berikut prosedur penghisapan lendir pada pasien yang terpasang ETT di RS. Roemani
Muhammadiyah Semarang ;
a. Siapkan peralatan, antara lain :
1) Mesin suction / suction source / regulator suction dengan botolnya (kontainer),
2) Pipa penyambung,
3) Suction cahteter dengan nomor yang sesuai,
4) Air steril dalam tempat yang steril,
5) 1 Sarung tangan steril, 1 non steril,
6) Goggles (bila perlu),
7) Resuscitation bag yang telah dihubungkan dengan O2 100%,
8) Stetoscope.
b. Cuci tangan,

c. Jelaskan prosedur dan tujuan kepada pasien / keluarga,

d. Pastikan peralatan suction berfungsi dengan baik, atur daya hisap sesuai kebutuhan
pasien, yaitu 110-150 mmHg untuk orang dewasa, 95-110 untuk anak-anak dan 50-
95 mmHg untuk bayi,

e. Buka pembungkus suction catheter,

f. Pakai sarung tangan steril pada tangan yang lebih dominan, non steril pada tangan
yang lain kemudian hubungkan suction catheter dengan selang penghubung ke botol,

g. Lakukan hiperoksigenasi 100 % selama 2-3 menit dengan resuscitator bag atau
fasilitas yang ada di ventilator,

h. Masukkan suction catheter ke dalam ETT dalam keadaan tidak menghisap secara
cepat dan lembut sampai ada reflek batuk, tarik sekitar 1 cm, kemudian ditarik dalam
keadaan menghisap secara rotasi dengan tangan memakai sarung tangan steril,
catheter suction hanya boleh 10-15 detik didalam ETT,

i. Bilas suction cahteter dengan air steril, sementara untuk perawat kedua lakukan
hiperoksigenasi dengan resuscitator bag atau fasilitas yang ada di ventilator,
j. Lakukan kembali pengisapan : bila sekret kental, melakukan bronchial washing (SOP
Bronchial Washing),

k. Buang suction catheter ke tempat yang telah ditentukan,

l. Hubungkan kembali ventilator ke ETT,

m. Periksa pernafasan apakah pengembangan dada kanan dan kiri semetris,

n. Bereskan alat-alat,

o. Cuci tangan,

p. Dokumentasikan kegiatan (catat sputum: banyaknya, kekentalan, warna) dan keadaan


pasien selama prosedur.

7. Komplikasi
Sedangkan komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan hisap lendir/ suctioning
adalah ; hipoksemia, trauma jalan nafas, infeksi nosocomial dan disritmia jantung
respiratory arrest, disritmia Jantung, hipertensi atau hipotensi, bronkhospasme,
perdarahan pulmonal, nyeri dan kecemasan (Kozier & Erb, 2002).

D. Ventilator Mekanik
1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang memberikan bantuan nafas
dengan cara membantu sebagian atau mengambil alih semua fungsi ventilasi guna
mempertahankan hidup (Hudak & Gallo, 1998). Terdapat 2 jenis ventilator yaitu ; tipe
ventilator tekanan negative dan tipe tekanan positif, namun seiring perkembangan
pengetahuan saat ini yang masih digunakan adalah ventilator tipe tekanan positif.

2. Indikasi
Indikasi dari pemasangan ventilator makanik adalah adanya ; gagal nafas akut disertai
asidosis respiratorik yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan biasa, hipoksemia
yang telah mendapat terapi oksigen maksimal, namun tidak ada perbaikan, apnu
(Hudak & Gallo, 1998). Sumber lain menyatakan secara fisiologis memenuhi
kriteria ; tekanan inspirasi maksimal < 25 cmH2O, RR > 35 x/mnt, PaO2 < 50 mmHg
dengan pemberian FiO2 > 60%, PaCO2 > 50 mmHg dengan pH < 7,25, kapasitas
vital paru < 2 kali tidal volum (Smeltzer & Bare, 2004).

3. Prinsip Kerja Ventilator


Secara umum prinsip kerja ventilator terbagi menjadi Start atau initiation, target atau
limited dan cycle. Start merupakan trigger kapan ventilator mulai memberi bantuan
nafas, trigger bisa diatur berdasarkan setting mesin atau berdasarkan usaha nafas dari
pasien. Targert merupakan batasan akhir dari mesin untuk berhenti memberi bantuan
nafas kepada pasien, bisa diatur berdasarkan batasan volume atau batasan pressure.
Cycle merupakan peralihan siklus dari inspirasi ke ekspirasi (Hudak & Gallo, 1998).

4. Parameter Setting Ventilator


Parameter setting yang lazim digunakan adalah dengan mengatur Respiratory Rate
(RR), Tidal Volume (TV), Fraksi Oksigen (FiO2), Inspirasi : Ekspirasi (I:E ratio),
Pressure limite/ Pressure inspirasi (IP), Trigger/ sensitivity, Positif End Ekspirasi
Pressure (PEEP). Respiratory Rate (RR) merupakan jumlah nafas yang diberikan
kepada pasien setiap menitnya. Tidal Volume merupakan jumlah volume udara yang
diberikan oleh ventilator kepada pasien setiap kali nafas. Fraksi Oksigen (FiO2)
merupakan jumlah konsentrasi oksigen yang diberikan oleh ventilator kepada pasien.
Inspirasi : Ekspirasi (I:E ratio) merupakan nilai normal fisiologis perbandingan antara
inspirasi dan ekspirasi. Pressure limite/ Pressure inspirasi mengatur atau membatasi
jumlah pressure yang diberikan dari volume cycle ventilator. Trigger/ sensitivity
berfungsi untuk menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk
memulai/ mentriger inspirasi pada ventilator. Positif End Ekspirasi Pressure (PEEP)
berguna untuk mempertahankan tekanan jalan nafas pada akhir ekspirasi (Hudak &
Gallo, 1998).

5. Modus Ventilator
Mode ventilator konvensional secara umum dapat dibedakan menjadi ; Control Mode,
Asist Mode, IMV (Intermitten Mandatory Ventilator), SIMV (Synchronize
Intermitten Mandatory Ventilator), Pressure Support/ Spontan Mode. Control Mode
memungkinkan pasien menerima volume, pressure dan frekuensi sesuai yang telah di
atur, dengan kata lain semua fungsi pernafasan diambil alih oleh mesin. Asist Mode
memungkinkan pasien menerima volume dari mesin dan bantuan nafas, tetapi hanya
sedikit. Pasien diberikan kesempatan untuk bernafas spontan, jumlah pernafasan dan
volume semenit ditentukan oleh pasien. IMV (Intermitten Mandatory Ventilator)
memungkinkan pasien menerima volume dan RR dari ventilator, diantara pernafasan
yang diberikan ventilator, pasien diberi kesempatan untuk bernafas sendiri, dengan
modus ini ventilator memberikan bantuan nafas dimana saja pada saat siklus pasien
bernafas sendiri. SIMV (Synchronize Intermitten Mandatory Ventilator), modus ini
sama dengan IMV, namun pada modus ini bantuan nafas dari ventilator, tidak terjadi
pada saat pasien bernafas sendiri sehingga tidak terjadi benturan antara pernafasan
pasien dengan ventilator. Pressure Support/ spontan Mode, modus ini ventilator
memberikan bantuan ventilasi dengan cara memberikan tekanan positif yang telah
ditentukan pada saat pasien inspirasi. CPAP/ Spontan Mode, pada modus ini
memungkinkan ventilator memberikan tekanan positif pada jalan nafas untuk
membantu ventilasi selama siklus pernafasan, RR dan volume tidal ditentukan oleh
pasien (Hudak & Gallo, 1998).
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Pengaruh Depth Suction Dan Shallow Suction Terhadap Perubahan


Hemodinamik Pada Pasien Dengan Endotracheal Tube Di Ruang Icu Rsud Ulin
Banjarmasin
Berdasarkan jurnal 1 yang telah dianalisis menyatakan bahwa hasil dari penelitian
tersebut adalah Hasil penelitian yang menghubungkan perubahan nilai MAP sebelum
dan sesudah tindakan depth suction didapatkan hasil bahwa nilai MAP mengalami
penurunan yaitu mean 100,1 menjadi mean 98,7. Namun hasil statistik tidak terdapat
perubahan yang bermakna antara nilai MAP sebelum dan sesudah dilakukan Depth
Suction (0,556).

2. Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir Endotrakeal Tube (Ett) Terhadap


Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien Yang Dirawat Di Ruang Icu Rsup Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado
Berdasarkan jurnal 2 yang telah dianalisis menyatakan bahwa hasil dari penelitian
tersebut adalah Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan adanya
perbedaan kadar saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan tindakan
penghisapan lendir. Hasil menunjukkan terjadi penurunan kadar saturasi oksigen dari
responden yaitu adanya selisih nilai kadar saturasi oksigen sebesar 5,174 %. Selain itu
dari hasil uji statistik t-Test pada responden yaitu terdapat pengaruh yang signifikan
dimana nilai p-value =0,000 (α< 0.05).

3. Pengaruh Tindakan Suction Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Perifer


Pada Pasien Yang Di Rawat Diruang Icu Rsud Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
Berdasarkan jurnal 3 yang telah dianalisis menyatakan bahwa hasil dari penelitian
tersebut adalah Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan adanya
perubahan saturasi oksigen perifer sebelum dan sesudah tindakan suction dengan nilai
rata-rata -3,446, standar deviasi 0,895 dan nilai p-value = 0,0001 (α<0,05).
Kesimpulan: Terdapat pengaruh tindakan suction terhadap perubahan saturasi oksigen
perifer pada pasien yang di rawat diruang ICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
4. Efektifitas hiperoksigenasi pada proses suctioning terhadap saturasi oksigen
pasien dengan ventilator mekanik di intensive care unit
Berdasarkan jurnal 4 yang telah dianalisis menyatakan bahwa hasil dari penelitian
tersebut adalah Hiperoksigenasi efektif pada proses suctioning terhadap saturasi
oksigen pasien dengan ventilator mekanik di icu rs. Husada utama surabaya dengan
p-value = 0.001 (α <0.05)

5. Effect Of Open Versus Closed Endotracheal Suctioning System On Vital Signs


Among Mechanically Ventilated Patients In ICU
Berdasarkan jurnal 5 yang telah dianalisis menyatakan bahwa hasil dari penelitian
tersebut adalah Hasil penelitian ini adalah mengenai skor rata-rata tanda vital di antara
sampel yang dipelajari sebelum dan sesudah penyedotan, itu mengamati bahwa ada
perbedaan yang signifikan dalam metode hisap tertutup dalam kaitannya dengan
tingkat pernapasan sebelumnya, setelah dua dan lima menit penyedotan.
Perbedaannya tidak signifikan dalam kaitannya dengan saturasi O2, denyut jantung
dan tekanan darah.

6. Comparison the Effects of Shallow and Deep Endotracheal Tube Suctioning on


Respiratory Rate, Arterial Blood Oxygen Saturation and Number of Suctioning
in Patients Hospitalized in the Intensive Care Unit: A Randomized Controlled
Trial

Berdasarkan jurnal 6 yang telah dianalisis menyatakan bahwa hasil dari penelitian
tersebut adalah HR dan BP meningkat secara signifikan setelah penyedotan pada
kedua kelompok (P <0,05). Tetapi perubahan ini tidak signifikan antara kedua
kelompok (P> 0,05). Jumlah penyedotan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok
penyedotan dangkal daripada dalam kelompok pengisap yang dalam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penghisapan lendir adalah suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran
nafas dengan menggunakan suatu catheter suction yang dimasukkan melalui hidung
atau rongga mulut ke dalam pharing atau sampai trachea. Suctioning atau
penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga
memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara
mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri (Timby,
2009).
Adapun tindakan keperawatan yang dapat disimpulkan dari 6 jurnal yang telah
dianalisis adalah ada pengaruh tindakan suction terhadap perubahan kadar saturasi
oksigen dan status hemodinamik pada pasien yang menggunakan ventilator, dan
dijelaskan dari jurnal yang ke-4 cara mencegah terjadinya perubahan saturasi oksigen
dan hemodinamik adalah dengan cara melakukan hiperoksigenasi terlebih dahulu
sebelum melakukan suction yang bertujuan untuk mencegah terjadinya hipoksemia
padasaat dilakukan suction, karena pada proses penghisapan bukan hanya lendir saja
yang terhisap namun suplai oksigen yang ada disaluran pernafasan juga ikut terhisap.
Dalam hal ini hiperoksigenasi sangat penting pada prosedur penghisapan lendir atau
suctioning.

B. Saran
Mengingat tindakan suction ini dapat menyebabkan bahaya, maka sangat
diperlukan kewaspadaan dini, kepatuhan melakukan tindakan suctioning sesuai
dengan SPO yang benar dan keterampilan yang baik bagi petugas kesehatan yang
melakukan tindakan tersebut, terlebih khusus bagi tenaga perawat. Selain itu juga
melihat data penunjang lain sperti Po2, Suhu Tubuh, Asam Basa, dan 2-3 DPG
dimana apakah pasien ada riwayat hipoksia kronis, anemia, hipertiroid, hipotirois dan
transfuse darah yang multiple. Sebab tanpa adanya hal-hal tersebut, dapat
memberikan dampak yang buruk bagi pasien yang dirawat. Salah satunya bisa terjadi
penurunan kadar oksigen dan jika petugas kesehatan/perawat tidak peka terhadap
masalah yang muncul bisa mengakibatkan pasien mengalami gagal nafas bahkan
sampai kepada kematian.

Anda mungkin juga menyukai