Anda di halaman 1dari 5

II.

DASAR TEORI
2.1 Tanaman Lada Hitam
Lada hitam tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, sehingga memiliki
banyak nama daerah seperti merica (Jawa), pedes (Sunda), sa’ang (Madura), lada
(Aceh), lada hitam (Indonesia) (Depkes RI, 1980). Adapun sistem klasifikasi dari
tanaman lada hitam yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Species : Piper nigrum L. (Tjitrosoepomo,2007).
Tanaman lada termasuk dalam anggota dicotil dan memiliki akar tunggang.
Berdasarkan fungsinya, tanaman lada mempunyai dua macam akar yaitu akar
yang berberada dibawah permukaan tanah yang berfungsi menyerap unsur hara
dan akar lekat yaitu akar yang terdapat pada buku-buku sulur panjat, akar lekat
berfungsi untuk melekatkan tanaman pada penegak. Batang berbentuk agak pipih,
berdiameter 4-6 cm, berbenjol benjol, beruas-ruas dan lekas berkayu serta berakar
lekat. Warna pada batang bervariasi antara hijau muda. Daun lada bentuknya
sederhana, tunggal, bentuk bulat telur meruncing pucuknya dan tumbuh disetiap
buku-buku batang. Buah lada merupakan produksi pokok dari hasil tanaman lada
(Akbar, 2010). Buah lada hitam mengandung bahan aktif seperti amida fenolat,
asam fenolat, dan flavonoid yang bersifat antioksidan sangat kuat. Selain
mengandung bahan-bahan antioksidan, lada hitam juga mengandung piperin yang
diketahui berkhasiat sebagai obat analgesik, antipiretik, anti inflamasi, serta
memperlancar proses pencernaan (Meghwal dan Goswami, 2012).

2.2 Piperin
Piperin merupakan kandungan utama serta kavisin yang merupakan isomer
dari piperin. Piperin adalah senyawa alkaloid (Evan, 1997) yang paling banyak
terkandung dalam lada hitam dan semua tanaman yang termasuk dalam famili
Piperaceae. Senyawa amida (piperin) berupa kristal berbentuk jarum, berwarna
kuning, tidak berbau, tidak berasa, lama-kelamaan pedas, larut dalam etanol, asam
cuka, benzena, dan kloroform (Amaliana, 2008). Sifat kimia Piperin adalah
hampir tidak larut dalam air, larut dalam 30 bagian alkohol pada suhu 15 0 C (590
F) dan dalam 1 bagian alkohol yang dipanaskan. Larutan alkohol dari piperin
bersifat netral pada kertas lakmus. Piperin juga larut dalam kloroform, benzen,
karbon disulfida tetapi hampir tidak larut dalam petroleum eter. Piperin
merupakan senyawa amida basa lemah yang dapat membentuk garam dengan
asam mineral kuat. Piperin bisa dihidrolisis dengan KOH-etanolik yang akan
menghasilkan kalium piperinat dan piperidin. Tumbuhan jenis piper selain
mengandung 5-9% piperin juga mengandung minyak atsiri berwarna kuning
berbau aromatis, senyawa berasa pedas (kavisin), amilum, resin dan protein
(Anggrianti, 2008). Berikut ini merupakan struktur dari piperin:

Gambar 1. Struktur Piperin (Shingate et al., 2013).


Piperin memiliki banyak efek farmakologi yaitu sebagai antiinflamasi,
antimikroba, hepatoprotektor,antikanker dan meningkatkan efek antioksidan sel.
Piperin mampu melindungi sel dari kanker dengan mengikat protein di
mitokondria sehingga memicu apoptosis tanpa merusak sel-sel yang normal
melalui peningkatan aktivitas enzim antioksidan seperti superoxide dismutase,
catalase dan glutathione peroxidase. Piperinjuga berkhasiat sebagai antioksidan,
antidiare, dan insektisida (Namara,2005). Lada hitam juga mengandung alkaloid,
flavonoid, dan komposisi aromatik, dan senyawa amida (Agbor, 2006).
2.3 Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah salah satu metode yang paling ampuh untuk pemurnian
zat padat. Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara
zat yang akan dimurnikan dengan zat pengotornya. Karena konsentrasi total
pengotor biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, dalam kondisi
dingin, konsentrasi pengotor yang rendah tetap dalam larutan sementara zat yang
berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Pinalia, 2011).
Dalam rekristalisasi, sebuah larutan mulai mengendapkan sebuah senyawa
bila larutan tersebut mencapai titik jenuh terhadap senyawa tersebut. Saat
pelarutan, pelarut menyerang zat padat dan mensolvatasinya pada tingkat partikel
individual. Saat pengendapan, terjadi tarik menarik antara zat terlarut
meninggalkan larutan. (Oxtoby dkk, 2001).

2.4 KOH-Alkoholis 10%


Larutan kalium hidroksida P 10%, terdiri dari 10 gram KOH dalam 100 ml
etanol 95%. KOH merupakan basa kuat dan KOH sebagai aktivator dapat bereaksi
dengan karbon sehingga dapat menghilangkan zat-zat pengotor dalam karbon
sehingga membuat karbon lebih berpori (Apriani dkk., 2013). Larutan kalium
hidroksida mengandung ion K+ dan ion OH-. Ion K+ dapat melewati membran
sedangkan ion OH- terseleksi oleh membran. Pada konsentrasi tinggi, larutan
kalium hidroksida mengandung ion OH- lebih banyak. Ion OH- melepaskan
elektron yang bermuatan negatif. Peningkatan ion OH- pada lapisan permukaan
membran menyebabkan peningkatan muatan. Hal ini yang megakibatkan
kapasitansi meningkat (Azizah, 2008). Etanol adalah campuran etilalkohol dan air
(BM = 46,07), berupa cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, bau khas,
dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Etanol mudah menguap walaupun
suhu rendah dan mendidih pada suhu 78o, mudah terbakar, dapat bercampur
dengan air, dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik (Depkes RI,
1995).

DAFTAR PUSTAKA
Agbor, G.A., J.A.Vinson, J.E.Oben dan J.Y.Ngogang. 2006. Comparative
Analysis of the in Vitro Antioxidant Activity of White and Black Pepper.
Nutrition Research. Vol. 26(12): 659-663.
Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi
sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta: Adabia Press
Amaliana, L.N. 2008. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol 70 % Buah Merica Hitam
(Piper nigrum L.) terhadap Sel Hela. Skripsi. Surakarta : Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 127.
Anggrianti, P.. 2008 . Uji sitotoksik ekstrak etanol 70% buah kemukus (Piper
cubeba L.) terhadap Sel Hela. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Hal 6-7
Apriani, R., I.D. Faryuni, dan D. Wahyuni. 2013. Pengaruh Konsentrasi Aktivator
Kalium Hidroksida (KOH) terhadap Kualitas Karbon Aktif Kulit Durian
sebagai Adsorben Logam Fe pada Air Gambut. Prisma Fisika. Vol.1(2): 82-
86.
Azizah, F. 2008 Kajian Sifat Listrik Membran Selulosa Asetat yang Direndam
dalam Larutan Asam Klorida dan Kalium Hidroksida. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Hal. 12
Evan, W.C. 1997. Trease and Evan’s Pharmacognosy. Edition 14. London: W.B.
Saunders.
Depkes RI. 1980. Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Meghwal, M. dan T.K. Goswami. 2012. Nutritional Constituent of Black Pepper
as Medicinal Molecules: A Review. Open Access Scientific Reports.
Vol.1(2): 1-7.
Namara, F. M. 2005. Effects of Piperine, the Pungent Component of Black
Pepper, at the Human Vanilloid Receptor (TRPV1). British Journal of
Pharmacology. Vol. 144(6): 781–790.
Oxtoby, D.W., H.P. Gillis, dan N.H. Nachtrieb. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia
Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Pinalia, A. 2011. Penentuan Metode Rekristalisasi yang Tepat untuk
Meningkatkan Kemurnian Kristal Amonium Perklorat (AP). Majalah Sains
dan Tekologi Dirgantara. Vol.6(8): 64-70.
Shingate, P.N., P.P. Dongre, and D.M. Kannur. 2013. New Method Development
for Extraction and Isolation of Piperine from Black Pepper. International
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. Vol. 4(8): 3165-3170.
Tjitrosoepomo, G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta:
Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai