Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PENGANTAR RISET KEPERAWATAN

Oleh :
Intari Tiba Raestutien
(P07120118065)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MATARAM
2020
ASMA BRONKHIAL

Pendahuluan
Berdasarkan dari WHO (2002) dan GINA (2011), diperkirakan seluruh dunia sebanyak
300 juta penderita asma dan di perkirakan pada tahun 2025 mencapai 400 juta pasien asma
(Kemenkes, 2013).
Hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun 2018, prevalensi
asma di Indonesia 2,4% dari 300.000 Anggota Rumah Tangga (ART). Prevalensi tertinggi
penyakit asma adalah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (4,5%) dan terendah adalah Sumatra
Utara sebesar 1,0%, sedangkan prevelensi di Nusa Tenggara Barat masuk kedalam peringkat
sepuluh besar di Indonesia, tepatnya diurutan ketujuh.
Berdasarkan wawancara dengan perawat di Puskesmas Penujak bahwa frekuensi
kekambuhan yang terjadi pada pasien asma adalah dua kali dalam seminggu. Frekuensi
kekambuhan yang terjadi pada pasien asma biasanya terjadi karena faktor alergen (debu) dan
dingin. Berdasarkan angka kejadian penderita asma di Lombok Tengah pada tahun 2016
sebanyak 55 orang. Intervensi keperawatan yang diberikan oleh petugas Puskesmas Penujak
adalah hanya berupa terapi farmakologis, jenis obat yang diberikan salah satunya adalah
salbutamol dan inhaler. Sementara untuk terapi non farmakologis belum pernah dilakukan,
terutama di Puskesmas Penujak Lombok Tengah, belum ada perhimpunan senam asma.
Yayasan Asma Indonesia (YAI) membuat senam yang disebut dengan Senam Asma
Indonesia. Senam Asma Indonesia mempunyai tujuan melenturkan dan memperkuat otot
pernapasan, untuk melatih cara bernapas secara benar. Senam Asma merupakan salah satu proses
rehabilitasi pernapasan pada pasien asma yang dapat dilakukan secara berkelompok dengan
melibatkan adanya gerakan tubuh (Azhar & Berawi, 2015). Senam ini dapat dilakukan tiga 3-4x
seminggu dengan durasi sekitar 30 menit. Senam akan memberi hasil bila dilakukan sedikitnya
4-7 minggu. Senam asma di lakukan oleh pasien yang tidak sedang dalam Dinamika Kesehatan,
Vol 9 No. 2 Desember 2018 Surangga et al, Pengaruh Senam Asma . . . 400 kondisi terjadi
kambuh, tidak dalam keadaan gagal jantung, tetapi dalam kondisi pasien kesehatan cukup baik
(Azhar & Brawi, 2015).
Senam asma merupakan salah satu penatalaksanaan non farmakologis pada pasien asma
yang tujuannya untuk melatih ekspirasi dan inspirasi dalam mengeluarkan CO2 karena adanya
obstruksi jalan napas. Meningkatnya sirkulasi oksigen ke otot pernapasan menyebabkan
metabolisme aerob dan energi tubuh menjadi meningkat (Antoro, 2016). Apabila senam asma
dilakukan secara rutin maka bermanfaat bagi pasien untuk mencegah kekambuhannya, selain itu
juga pasien dapat mengurangi penggunaan obat-obatan atau farmakologi. Senam asma memiliki
fungsi untuk memperkuat otot pernapasan, menurunkan kadar IgE. IgE merupakan faktor utama
yang menyebabkan adanya inflamasi dalam patofisiologi penyakit asma (Widjanegara et al.,
2015).
Menurut Orem dalam Teory Nursing System tentang Supportive Educative System,
dimana perawatan diri yakni peran perawat dalam memberikan supportive educative dengan
tahap membantu pasien menyelesaikan perawatan diri terapeutik, mengkompensasi
ketidakmampuan pasien untuk terlibat dalam perawatan diri, mendukung dan melindungi pasien,
serta pada akhirnya tindakan perawat selanjutnya mengatur latihan dan pengembangan agen
perawatan diri. Pada penelitian ini peran perawat adalah Supportive Educative System,
diharapkan perawat dapat memberikan kegiatan senam asma bronkhial secara teratur sesuai
kebutuhan pasien. Diharapkan juga agar pasien asma dapat melakukan senam asma tanpa
bantuan orang lain setelah diberikan edukasi senam asma.
BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

Pendahuluan

Berat bayi baru lahir idealnya berada di antara 2,5 – 4 kg. Bayi yang lahir kurang dari
2500 gram dikategorikan sebagai bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Menurut hasil
riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi BBLR di Indonesia adalah sekitar 6,2 persen.

Hasil survei Depkes RI tahun 2009 menunjukkan Angka kematian bayi di Indonesia masih
tergolong tinggi bila di bandingkan dengan negara-negara ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih tinggi
dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand.1 Di
Indonesia AKB berdasarkan Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 mencapai 32
per 1000 KH. Pada Survey Penduduk Antar Sensus (Supas) pada tahun 2015, AKB mencapai
22,23 per 1000 KH. Kejadian BBLR di Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar 10,2%.2 Di
Indonesia, prevalensi bayi BBLR adalah 5 - 27%. Perawatan bayi BBLR membutuhkan
infrastruktur mahal serta tenaga yang memiliki keahlian tinggi sehingga sering menjadi
pengalaman berat bagi keluarga. Perawatan bayi BBLR secara konvensional dengan incubator
sangat mahal dan memerlukan tenaga kesehatan terlatih dan fasilitas peralatan memadai,
sedangkan di Negara berkembang pendapatan dan sumber daya manusia terbatas dalam
perawatan neonatus serta adanya keterbatasan bangsal untuk bayi BBLR. Dengan demikian,
perlu adanya intervensi untuk bayi BBLR dalam mengurangi angka kesakitan dan kematian
neonatus serta menurunkan biaya perawatan. Hal tersebut sangat penting untuk meningkatkan
kesehatan di Negara berkembang.1 Di NTB berdasarkan Profil Kesehatan tahun 2014 Angka
Kematian Bayi (AKB) masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lain, dimana pada
tahun 2013 Angka Kematian Bayi (AKB) meningkat 72/1000 KH, sedangkan tahun 2014
mengalami penurunan menjadi 57/1000 KH. Komplikasi yang sering terjadi pada bayi
diantaranya BBLR sebanyak 289 kasus, asfiksia 103 kasus, pneumonia sebanyak 196 kasus,
sepsis 20 kasus, ikterus 16 kasus, dll.3 Berdasarkan data awal yang didapatkan dari register
BBLR di RSUDP NTB, selama hampir 3 tahun terakhir (2014 sampai September 2016) jumlah
kelahiran BBLR sebanyak 1016 dengan 218 kematian selama rawat inap di rumah sakit. Bila
dilihat dari data pertahunnya itu tahun 2014, 2015 dan 2016 (sampai September 2016), jumlah
kelahiran BBLR masing-masing sebanyak 357, 374, dan 285 bayi dengan kematian selama rawat
inap di rumah sakit berturutturut sebanyak 89 bayi, 74 bayi, dan 55 bayi. Cenderung mengalami
penurunan kematian BBLR dari tahun 2014 sampai September 2016. Berdasarkan data yang
didapatkan dari register BBLR di Ruang NICU RSUDP NTB, selama 2 tahun terakhir (2015
sampai September 2016) jumlah kelahiran BBLR sebanyak 918 bayi dengan 138 kematian
selama rawat inap di Ruang NICU. Bila dilihat dari data pertahun yaitu tahun 2015 sebanyak 359
kasus, BBLR yang meninggal sebanyak 85 kasus dan data terakhir tahun 2016 sampai bulan
September 2016 sebanyak 379 kasus BBLR yang meninggal sebanyak 53 kasus.4 RSUD
Provinsi NTB merupakan rumah sakit rujukan dari semua rumah sakit wilayah NTB, dilihat dari
data kematian BBLR dari tahun 2014 sampai 2016 justru mengalami penurunan dikarenakan
tenaga kesehatan yang sudah terlatih serta standar operasianal prosedur (SOP) juga semakin
lengkap, menurut hasil survey yang telah dilakukan RSUD Provinsi NTB diperoleh bahwa sudah
dilakukan metode kanguru, namun metode ini dilakukan pada saat bayi sehat, reflek hisap dan
menelan sudah kuat serta pada saat bayi akan di pulangkan. Sehingga peneliti mengaharapkan
manfaat perawatan metode kanguru bisa mengurangi masalah pada BBLR terutama kualitas
tidur.4 Efek dari metode kanguru dapat juga dapat memfasilitasi pada bayi BBLR meningkatkan
frekuensi dan durasi tidur tenang, sedikit waktu menangis dan tingkat aktivitas yang lebih rendah
selama PMK menunjukan hasil yang lebih maksimal sesuai dengan kebutuhan tidurnya.5
Berdasarkan penelitian Qori’ila (2010) tentang identifikasi pengaruh perawatan metode 7373
kanguru terhadap kecemasan ibu dan status bangun tidur pada BBLR di Rumah Sakit Surabaya.
Hasil ini didapatkan terdapat pengaruh tentang identifikasi pengaruh perawatan metode kanguru
terhadap kecemasan ibu dan status bangun tidur pada BBLR. Hasil yang didapatkan
diharapkanakan mampu menjadi dasar yang memperkuat peneliti melakukan penelitian.6
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah perawatan metode kanguru efektif
terhadap kualitas tidur pada bayi berat lahir rendah (BBLR) Di RSUD Provinsi NTB Tahun
2017? Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektif itas perawatan metode kanguru
terhadap kualitas tidur pada bayi berat lahir rendah (BBLR) Di RSUD Provinsi NTB Tahun 2017
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan Metode Kanguru
pada pasien yang BBLR sebab pada pasien BBLR sering mengalami masalah tidur.

Anda mungkin juga menyukai