Diusulkan Oleh:
GENIS LILONINGTYAS WINARDI
NIM : 20166323040
i
LITERATUR RIVIEW
Diusulkan Oleh:
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
LITERATUR RIVIEW
EFEKTIVITAS RANGE OF MOTION (ROM) PASIF PADA PEMULIHAN
KEKUATAN OTOT PASIEN STROKE NON HAEMORAGIC
2020
Diusulkanoleh :
PembimbingUtama, PembimbingPendamping,
BIODATA PENULIS
iii
Nama : Genis Liloningtyas Winardi
Tempat,TanggalLahir : Arang Limbung,30 May
1997
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat :Jl.Ayani 2 gg. Dharma bhakti, komplek arwana
Nama Orang Tua : Ayah : Nardi
Ibu : Suci Jami’ah
Alamat Orang Tua : Jl.Ayani 2 gg. Dharma bhakti, komplek arwana
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. TK Yayasan Kartika Jaya VI-50 2003
2. SDS Kartika Jaya Pontianak 2003 sampai 2007
3. SD Negeri 14 Pontianak 2007 sampai 2009
4. SMP Negeri 2 Pontianak 2009 sampai 2012
5. SMA Negeri 2 Pontianak 2012 sampai 2015
6. Universitas Muhammadiyah Pontianak 2015 sampai 2016
7. Poltekkes Kemenkes Pontianak 2016 sampai 2020
KATA PENGANTAR
iv
“Efektifitas Range Of Motion (ROM) Pasif ada Pemulihan Kekuatan Otot Pasien
Stroke Non Hemorrhagic tahun 2020”.
Penulisan skripsi ini semata-mata bukan murni usaha penulis melainkan
banyak pihak yang telah memberikan banyak doa, dukungan dan bimbingan.
Maka dengan terselesaikannyaskripsi ini perkenankan pula saya untuk
mengucapkan terima kasih kepada keluarga tersayang, terutama ibunda saya
tercinta Suci Jami’ah dan bapak saya Nardi yang selalu memberikan dukungan
moril dan materi yang sampai saat ini belum bisa terbalaskan, serta keluarga saya
tersayang yang teus memberikan saya motivasi dan semangat. Dan tidak lupa
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada:
1. Bapak Didik Haryadi, S.Gz M.Si, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
2. Ibu Ns. Nurbani, M.Kep, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Singkawang
Poltekkes Kemenkes Pontianak.
3. Bapak Ns. Raju Kapadia,S.Kep.M.Med.Ed, selaku Ketua prodi D-IV
Keperawatan Singkawang Poltekkes Kemenkes Pontianak, sekaligus
Pembimbing Pendamping yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
sumbangan pikirannya dalam memberikan arahan kepada penulis dari awal
hingga selesainya penyusunan penelitian ini.
4. Bapak Drs.Usman.S,M.Kes selaku Dosen Pembimbing utama yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan sumbangan pikirannya dalam memberikan
arahan kepada penulis dari awal hingga selesainya penyusunan penelitian
ini.
v
8. Teman-teman sejawat angkatan 2016 yang telah memberi support serta
berjuang bersama.
9. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Tugas literatur riview ini disadari masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan demi
kesempurnaanskripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
peneliti dan pihak lain yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................iii
BIODATA PENULIS.........................................................................................iv
KATA PENGANTAR........................................................................................v
INTISARI ...........................................................................................................vii
ABSTRACT........................................................................................................viii
vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................ix
DAFTAR TABLE..............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................4
C. Tujuan Penelitian........................................................................................4
1. Tujuan Umum........................................................................................4
2. Tujuan Khusus.......................................................................................4
D. Manfaat Penelitian......................................................................................4
1. Bagi Profesi Keperawatan....................................................................4
2. Bagi Institusi Jurusan Keperawatan ....................................................5
3. Bagi Pasien Stroke Non Haemoragic...................................................5
4. Bagi Peneliti Selanjutnya.....................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Stroke............................................................................................6
B. Konsep ROM..............................................................................................17
C. Efektivitas Range Of Motion Pada Pemulihan Pasien Stroke Non
Haemoragic................................................................................................25
D. Kerangka Teori..........................................................................................27
vii
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Secara patologi stroke ada 2 macam yaitu stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik (iskemik). Proporsi stroke non hemoragik (iskemik) pada umumnya
mencapai 85% kasus sedangkan pada stroke hemoragik pada umumnya 15%
(Nurimaba, 2009). Dampak yang diakibatkan oleh stroke tergantung otak
bagian mana yang mengalami kerusakan, namun secara umum stroke
menyebabkan kelumpuhan sebelah tubuh (hemiplegia). Apabila stroke
menyerang bagian kiri otak maka akan terjadi hemiplegia kanan yaitu
kelumpuhan yang terjadi dari wajah sebelah kanan hingga kaki sebelah kanan
termasuk tenggorokan dan lidah. Apabila stroke menyerang bagian kanan otak
maka akan terjadi hemiplegia kiri. Jika dampaknya lebih ringan biasanya hanya
dirasakan tidak bertenaga pada bagian yang tubuh yang lesi (hemiparesis).
Apabila kerusakan terjadi pada bagian bawah otak (cerebellum) maka akan
terjadi penurunan kemampuan koordinasi gerakan tubuhnya. Semuanya itu
akan menyebabkan pasien mengalami kesulitan melaksanakan kegiatan sehari-
hari seperti bangun dari tidur ke duduk, berjalan, berpakaian, makan, atau
minum (Yastroki, 2011)
Salah satu cara rehabilitasi pasien Stroke yaitu dengan memberikan terapi
Range Of Motion (ROM) . Range Of Motion (ROM) adalah kemampuan
maksimal seseorang dalam melakukan gerakan. Merupakan ruang gerak atau
batas-batasan gerakan dari kontraksi otot dalam melakukan gerakan. Jenis
mobilisasi atau rentang gerak di bagi menjadi dua, yaitu Range Of Motion
(ROM) aktif dan Range Of Motion (ROM) pasif. Range Of Motion (ROM)
aktif adalah kemampuan pasien dalam melakukan pergerakan secara mandiri,
sedangkan Range Of Motion (ROM) pasif adalah pergerakan yang di lakukan
dengan bantuan orang lain yakni bisa perawat dan juga anggota keluarga
pasien ( Lukman & Ningsih ,2012)
Latihan Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan
dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada pasien dengan stroke. Latihan ini adalah salah satu
bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk
keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya pencegahan
2
terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien paska perawatan di rumah sakit
sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga (KIN
Rahayu, 2016).
Lewis (2007) mengemukakan bahwa sebaiknya latihan pada pasien stroke
dilakukan beberapa kali dalam sehari untuk mencegah komplikasi. Semakin
dini proses rehabilitasi dimulai maka kemungkinan pasien mengalami defisit
kemampuan akan semakin kecil (National Stroke Association, 2009).
Menurut Surono (2013) dengan judul “Hubungan Antara Dukungan
Keluarga Dengan Motivasi Dengan Melakukan Range Of Motion (ROM) Pada
Pasien Pasca Stroke Di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar Kabupaten
Pekalongan” yang menyatakan bahwa Range Of Motion (ROM) sangat
membantu mobilisasi pasien Stroke dengan nilai p 0,000 (p< 0,05).
Menurut Nurul (2013) dengan judul “Hubungan Fisioterapi Dengan
Peningkatan Kemampuan Fungsi Motorik Pada Pasien Stroke Ischemic Di RS
PKU Muhammadiyah Surakarta”menyatakan ada hubungan yang bermakna
antara fisioterapi dengan peningkatan kemampuan fungsi motorik pada pasien
stroke iskemik.
Menurut Heny(2018) dengan judul “Pengaruh Range Of Motion (ROM)
Pasif Pada Ekestremitas Bawah Terhadap Keseimbangan Berjalan Pada Pasien
Pasca Stroke di Rs. Stella Maris Makasar”menyatakan adanya pengaruh yang
signifikan setelah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) Pasif selama 7
hari.
Dengan dukungan teori, pengamatan dan study literature yang dilakukan
pada pasien Efektifitas Range Of Motion (ROM) Pasif Pada Pemulihan
Kekuatan Otot Pasien Stroke Hemoragic, maka penulis tertarik untuk menggali
lebih dalam mengenai pengaruh efektifitas range of motion (ROM) pasif pada
pemulihan kekuatan otot pasien strok hemoragic.
B. Rumusan Masalah
3
Berdasarkan latar belakang dan study literature masalah diatas, maka
peneliti mengajukan masalah berupa ”Bagaimana efektifitas Range Of Motion
(ROM) pasif pada pemulihan kekuatan otot pasien Strokenon hemorrhagic
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Membandingkan berbagai intervensi efektivitias Range Of Motion
(ROM) Pasif pada pemulihan kekuatan otot pasien Strokenon
hemorrhagic, sebagai informasi dan pembaharuan bagi pelayanan
kesehatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kekuatan otot pasien Stroke non hemmoraghic sebelum
diberikan Range Of Motion (ROM) Pasif
b. Mengetahui kekuatan otot pasien Stroke non hemmoraghic sesudah
diberikan Range Of Motion (ROM) Pasif
c. Menganalisaefektifitas Range Of Motion (ROM) Pasif sebelum dan
sesudah diberikan terhadap peningkatan kekuatan otot pasien Stroke
non hemmoraghic.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi profesi keperawatan
Memberikan kontribusi dalam mengembangkan kemandirian
perawat dalam memberikan intervensi keperawatan medikal bedah dan
sebagai bahan referensi dan menambah masukan untuk
mengembangkan penelitian tentang keberhasilan pemberian Pasif pada
peningkatan kekuatan Range Of Motion (ROM) otot pasien Stroke non
hemmoraghic.
2. Bagi Instansi Kesehatan
Membantu meningkatkan mutu pelayanan khususnya pelayanan
keperawatan dengan memberi masukan tentang pentingnyamelakukan
4
Range Of Motion (ROM) pasif oleh fisioterapispada pasien Stroke non
hemorrhagic.
3. Bagi Institusi Jurusan Keperawatan Singkawang
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pengembangan materi
pembelajaran di institusi pendidikan dan dapat menjadikan acuan
untuk peneliti selanjutnya terkait tentang pengaruh kekuatan otot
pasien Stroke non hemmoraghic setelah diberikan Range Of Motion
(ROM) pasif yang dilakukan fisioterapis.
4. Bagi Pasien Stroke Non Hemorrhagic
Sebagai dukungan bagi respondendan keluarga untuk
meningkatkan kekuatan otot dan mengetahui mengenai Pasif yang
dilakukan Range Of Motion (ROM) secara rutin bertujuan dalam
memulihkan kekuatan otot
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pengembangan materi
pembelajaran di institusi pendidikan dan dapat menjadikan acuan
untuk peneliti selanjutnya terkait dalam melakukan intervensi Range
Of Motion (ROM) Pasif pada pasien Stroke non hemmoraghic.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Stroke
1. Definisi Stroke
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya
fungsi otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World
Health Organization [WHO], 2014).
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perubahan neurologis yang disebabkan adanya gangguan suplai darah
ke bagian otak. Stroke menurut World Health Organization (WHO)
adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain selain vaskuler (Rumantir, 2007 dalam Hidayat, 2015).
Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah dan
oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan
oksigen menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang dikendalikan
oleh otak tidak berfungsi (American Heart Association [AHA], 2015)
2. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan mekanisme terjadinya stroke digolongkan menjadi dua
kelompok, yaitu stroke penyumbatan (iskemik) dan stroke perdarahan
(hemoragik).
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian besar atau keseluruhan
terhenti. Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak
berkurang karena sumbatan sehingga oksigen yang sampai ke otak
juga berkurang. Iskemik otak terjadi bila aliran darah ke otak
kurang dari 20 ml per 1000 gram otak per menit (Junaidi, 2011).
6
Stroke iskemik secara umum diakibatkan oleh aterosklerosis
pembuluh darah serebral, baik yang besar maupun yang kecil.
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak.
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk dalam pembuluh
darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan
mengalir dalam darah kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil
(Yueniwati, 2016). Hampir sebagian besar pasien sekitar 83 persen
mengalami stroke iskemik. Kerusakan saraf yang diakibatkan oleh
gangguan stroke dapat menimbulkan berbagai masalah, termasuk
gangguan fungsi (Pudiastuti, 2011). Menurut Irfan (2010), stroke
iskemik berdasarkan perjalanan defisit neurologisnya
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Transisten Ischemic Attack (TIA) Gangguan pembuluh darah
otak yang menyebabkan defisit neurologis akut yang
berlangsung kurang dari 24 jam. TIA merupakan peringatan
akan serangan stroke selanjutnya.
2) Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Kondisi
RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung lebih
lama, maksimal satu minggu. RIND tidak meninggalkan gejala
sisa.
3) Complete Stroke Gangguan pembuluh darah otak yang
menyebabkan defisit neurologis akut yang berlangsung lebih
dari 24 jam. Stroke ini meninggalkan gejala sisa.
4) Stroke in Evolution (Progressive Stroke) Stroke ini merupakan
jenis yang terberat dan sulit ditentukan prognosanya. Hal ini
disebabkan kondisi pasien cenderung labil, berubah – ubah,
dan mengarah ke kondisi yang lebih buruk.
b. Stroke Hemoragik
7
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan dalam jaringan
otak atau dalam ruang subaraknoid. Ini adalah jenis stroke yang
mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian kecil dari
stroke total 10 – 15 persen untuk perdarahan intraserebrum dan
lima persen untuk pedarahan subarahnoid ( Yueniwati, 2016).
Menurut Junaidi (2011) stroke hemoragik (perdarahan) dibagi lagi
sebagai berikut :
1) Perdarahan subaraknoid (PSA), terdapat darah yang masuk ke
selaput otak.
2) Perdarahan intraserebral (PIS) biasa dikenal dengan
intraparenkim atau intraventrikel, terdapat darah yang masuk
dalam struktur atau jaringan otak.
3. Etiologi Stroke
Menurut Smeltzer dan Bare (2012) stroke biasanya diakibatkan oleh
salah satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :
a. Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis,
yang adalah penyebab paling umum dari stroke. Secara umum,
thrombosis tidak terjadi secaratiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada setengah tubuh dapat
mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang
dibawa keotak dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya 12
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang
merusak sirkulasi serebral (Valante et al, 2015).
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia
terutama karena konstriksi atheroma padaarteri yang menyuplai
darah keotak (Valante et al, 2015).
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien
dengan perdarahan dan hemoragi mengalami penurunan nyata pada
8
tingkat kesadaran dan dapat menjadi stupor atau tidak responsif.
Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi penghentian
suplai darah keotak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau
permanen fungsi otak dalam gerakan, berfikir, memori, bicara, atau
sensasi.
4. Gejala Stroke Non Hemmorhagic
Gejala Strokenonhemmorhagic yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darahdan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi,
maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
1) Buta mendadak (amaurosis fugaks).
2) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
3) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan(hemiparesis
kontralateral)dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan.
4) Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
a) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai
lebih menonjol.
b) Gangguan mental.
c) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
d) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
e) Bisa terjadi kejang-kejang.
5) Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
a) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang
lebih ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih
menonjol.
b) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
c) Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
6) Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
9
a) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
b) Meningkatnya refleks tendon.
c) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
d) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan
(tremor), kepala berputar (vertigo).Ketidakmampuan untuk
menelan (disfagia).
e) Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria).
f) Kehilangan kesadaran sepintas (syncope),penurunan
kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing,
gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disoriented).
g) Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak
mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan
kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
h) Gangguan pendengaran.
i) Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
j) Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
k) Koma
l) Hemiparesis kontra lateral
m) Ketidakmampuan membaca (aleksia).
n) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
7) Gejala akibat gangguan fungsi luhur
a) Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa.
Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah
ketidak mampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran
melalui perkataannya sendiri,sementara kemampuannya
untuk mengerti bicara orang lain tetap baik.Aphasia
sensorik adalah ketidak mampuan untuk mengerti
10
pembicaraan orang lain,namun masih mampu mengeluarkan
perkataan dengan lancar,walau sebagian diantaranya tidak
memiliki arti,tergantung dari luasnya kerusakan otak.
b) Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena
kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memangada
secara kongenital), yaitu verbal alexia adalah ketidak
mampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf.
Lateral alexia adalah ketidak mampuan membaca
huruf,tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidak
mampuan keduanya disebut Global alexia.
c) Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat
adanya kerusakan otak.
d) Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan
mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
e) Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image)
adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat
kompleks,seperti penamaan,melakukan gerakan yang sesuai
dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan
tertentu.Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari
(dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang
disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
f) Hemispatial neglect (Viso spatial agnosia)adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang
berhubungan dengan ruang.
g) Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah
laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari
hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya
gangguan bicara.
h) Amnesia adalahgangguan mengingat yangdapat terjadi pada
trauma capitis, infeksi virus,Stroke,anoxia dan pasca
operasi pengangkatan massa di otak.
11
i) Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang
mencakup sejumlah kemampuan.
12
Komponen kimia darah, gas, elektrolit, droppler,
Elektrocardiograf (ECG).
13
Pembuluh darah di otak menjadi lebih cenderung untuk mengalami
penyumbatan dan peningkatan pembekuan darah setelah berulang
kali terkena paparan bahan kimia yang dihirup melalui rokok(AHA,
2015).
14
Pada tubuh tertentu pada pasien Stroke sering kali
mengecil, misalnya tungkai atau lengan yang lumpuh menjadi lebih
kecil dibandingkan dengan yang tidak lumpuh. Kelumpuhan pada
salah satu sisi tubuh menyebabkan pasien malas menggerakan
tubuhnya yang sehat sehingga persendian akhirnya menjadi kaku.
Untuk mencegah hal tersebut, pasien perlu melakukan latihan fisik
secara rutin (Lingga, 2013).
b. Darah beku
Akibat sumbatan darah pada sisi tubuh yang mengalami
kelumpuhan, maka bagian tersebut akan membengkak. Pembekuan
darah bukan hal yang pantas untuk diremehkan, jika terjadi pada
arteri yang mengalir ke paru-paru akan menyebabkan pasien sulit
bernapas (Lingga, 2013).
c. Memar
Ketidakmampuan untuk menggerakkan tubuh menyebabkan
pasien Stroke akhirnya berbaring pada posisi tetap sepanjang hari,
bagian tubuh yang tidak digerakan/bergeser sepanjang hari
mengalami tekanan hingga menyebabkan memar atau lecet
sehingga peka terhadap infeksi, seperti ruam pada punggung dan
lipatan tubuh, kulitnya melepuh, atau menderita gangguan
dermatitis lain karena sepanjang hari selama berbulan-bulan
terbaring diatas ranjang. Untuk mencegah haltersebut, posisi tidur
pasien harus sering digeser, selain itu tubuh pasien juga harus
dirawat dengan menjaga kebersihannya (Lingga, 2013).
d. Nyeri dibagian pundak
Kelumpuhan menyebabkan pasien mengalami nyeri
dibagian pundaknya, tangan yang lemas terkulai tidak mampu
mengontrol otot dan sendi disekitar pundak sehingga terasa nyeri
ketika digerakkan. Untuk mengatasi nyeri pundak ada baiknya jika
tangan pasien yang mengalami kelumpuhan digendong agar
bertahan pada posisi yang benar (Lingga, 2013).
15
e. Radang paru-paru (Pneumonia)
Kesulitan menelan yang dialami pasien menyebabkan
terjadinya penumpukan cairan di dalam paru-paru, batuk-batuk
kecil yang sering mereka alami setelah minum dan makan
menandakan adanya tumpukan cairan atau lendir yang menyumbat
saluran napas. Jika cairan tersebut terkumpul di paru-paru maka
menyebabkan pneumonia (Lingga, 2013).
f. Fatigue
Kelelahan kronis merupakan masalah umum yang dihadapi
setiap pasien paska Stroke, sekitar 30-70% pasien paska Stroke
mengalami fatigue. Faktor yang menyebabkan cukup beragam,
antara lain penyakit jantung yang dideritanya, penurunan nafsu
makan, gangguan berkemih, infeksi paru-paru (pneumonia), dan
depresi. Ada beberapa solusi untuk mengatasi fatigue, yaitu dengan
pengaturan diet tepat agar nafsu makan terjaga, pemilihan makanan
padat gizi berguna untuk memelihara stamina tubuh, mengatur
jadwal tidur dengan baik, relaksasi, dan berolahraga jika pasien
mampu melakukannya (Lingga, 2013).
9. Penatalaksanaan Pasien Stroke
Penanganan pasien Stroke merupakan tanggung jawab dari semua
pihak, baik dari tenaga kesehatan, pasien dan juga keluaraga. Adapun
saat pasien dirawat di rumah sakit pemegang peranan terbesar dalam
penanganan pasien Stroke adalah pemberi pelayanan medis dan
keperawatan, selain tim kesehatan lain yang peranannya tidak bisa
dianggap sedikit, misalnya bagian rehabilitasi, gizi dan farmasi.
a. Penatalaksanaan medis
b. Terapi Strokehemmorhagic pada serangan akut
c. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
d. Masukan klien ke unit perawatan saraf untuk di rawat di bagian
bedah saraf
e. Penatalaksanaan umum di bagian saraf
16
1) Neurologis
a) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
b) Kontrol yang dapat mengakibatkan kematian
2) Terapi perdarahan dan perawatan pembuluhdarah
a) Perawatan umum klien dengan serangan Stroke akut
b) Pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18-20oC
c) Pemantauan (monitoring) keadaan umum klien (EKG, nadi,
saturasi 02 P02 ,PCO2)
d) Pengukuran suhu tubuh tiap dua jam
3) Penanganan dan perawatan Stroke di rumah
a) Berobat secara teratur kedokter
b) Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis
obat tanpa petunjuk dokter
c) Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk
memulihkan kondisi fisik yang lemah atau lumpuh
d) Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah
e) Bantu kebutuhan pasien
f) Motivasi pasien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik
g) Periksa tekanan darah secara teratur
h) Segera bawa klien kedokter atau rumah sakit jika timbul
tanda dan gejala Stroke
i) Perubahan gaya hidup dalam melakukan pengendalian factor
resiko.
17
istilah baku untuk mengambarkan batasan/ besarnya gerakan pada bagian
sendi (Helmi, 2012). Latihan ROM sendiri terbukti dapat menstimulus
dalam meningkatkan kekuatan otot (Into & Omes, 2012)
Latihan ROM sendiri terbukti dapat meningkatkan kekuatan fleksi
pada sendi, persepsi nyeri, serta gejala-gejala depresi. Pada dasarnya
gerakan ROM terdapat pada 6 sendi utama yaitu siku, bahu, pinggul,
pergelangan tangan, pergelangan kaki dan lutut, gerakan ini meliputi
fleksi, ekstensi, adduction, internal, dan eksternalrotasi, dorsal serta
plantar fleksi (Ellis & Bentz, 2007) Pemulihan fungsi ektremitas atas
biasanya terjadi dalam rentang waktu 4 minggu, latihan yang dapat
dilakukan dalam meningkatkan fungsi ekstremitas atas yaitu
menggenggam, mencengkram, bergerak, dan melepaskan beban
(Ghaziani et al., 2017).
2. Fungsi ROM(Range Of Motion)
Melakukan mobilisasi persendian dengan latihan ROM (Range Of
Motion) dapat mencegah berbagai komplikasi seperti infeksi saluran
perkemihan, pneumonia aspirasi, nyeri karena tekanan, kontraktur,
tromboplebitis, dekubitas sehingga mobilisasi dini penting dilakukan
secara rutin dan berlanjut.Memberikan latihan ROM (Range Of Motion)
secara dini dapat meningkatkan kekuatan otot karena dapat menstimulasi
motor unit sehingga semakin banyak motor unit yang terlibat maka akan
terjadi peningkatan kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian,
merangsang sirkulasi darah (Suratun, Heryati, Manurung, & Raenah,
2008.).
3. Prinsip Dasar Latihan ROM(Range Of Motion)
a) ROM(Range Of Motion) harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan
minimal 2 kali sehari.
b) ROM(Range Of Motion) dilakukan perlahan dan hati-hati agar tidak
melelahkan pasien.
18
c) Dalam merencanakan program latihan ROM(Range Of Motion),
perhatikan umur pasien, diagnosis, tanda-tanda vital, dan lamanya
tirah baring.
d) ROM (Range Of Motion) sering diprogramkan oleh dokter dan
dikerjakan oleh fisioterapi atau perawat.
e) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM (Range Of Motion)
adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan
kaki
f) ROM(Range Of Motion) dapat dilakukan pada semua persendian atau
hanya pada bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit
g) Melakukan ROM(Range Of Motion) harus sesuai dengan waktunya,
misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan.
4. Latihan gerak sendi ROM (Range Of Motion)
Latihan gerak sendi aktif adalah klien menggunakan ototnya untuk
melakukan gerakan (Hoeman, 2010) dan intinya tidak ada
ketidaknyamanan. Menggambarkan gerakan sistematis, dengan rangkaian
urutan selama atau setiap tahap. Menampilkan setiap latihan 3x dan
rangkaian latihan 2x sehari (Kozier, 2009)
Latihan gerak sendi pasif adalah perawat menggerakkan anggota
gerak dan memerintahkan keikutsertaan klien agar terjadi gerakan penuh
(Hoeman, 2010).
Latihan gerak sendi pada anggota gerak atas menurut Hoeman
(2010) adalah :
a) Fleksi/Ekstensi
Dukungan lengan dengan pergelangan tangan dan siku, angkat
dengan lurus melewati kepala kalian diistirahatkan lengan terlentang
diatas kepala di tempat tidur.
19
b) Abduksi/Adduksi
Dukungan lengan di pergelangan dengan telapak tangan dan siku
dari tubuhnya klien, geser lengan menjauh menyamping dari badan,
biarkan lengan berputar dan berbalik sehingga mencapai 90° dari
bahu.
c) Siku Fleksi/Ekstensi
Dukungan siku dan pergelangan tangan, tekuk lengan klien
sehingga lengan menyentuh ke bahu, luruskan lengan ke depan
20
5. Klasifikasi Latihan ROM
a) Latihan ROM(Range Of Motion)pasif adalah latihan ROM(Range Of
Motion)yang dilakukan pasien dengan bantuan fisioterapis dan
perawat setiap gerakan
b) Latihan ROM(Range Of Motion)aktif adalah latihan ROM(Range Of
Motion)yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat di
setiap gerakan yang dilakukan. Cara untuk meminimalkan kecacatan
setelah serangan Stroke adalah dengan rehabilitasi. Rehabilitasi pasien
Stroke salah satunya adalah dengan latihan gerak sendi atau ROM
(Range Of Motion)(Wina, 2009).
6. Proses Pelaksanaan MMT (Manual Muscle Test)
a) Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga otot mudah
berkontraksi sesuai dengan kekuatannya. Posisi yang dipilih harus
memungkinkan kontraksi otot dan gerakan mudah diobservasi
b) Bagian tubuh dites harus terbebas dari pakaian yang menghambat
c) Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan
d) Pasien mengontraksikan ototnya dan stabilisasi diberikan pada
segmen proksimal
e) Selama terjadi kontraksi, gerakan yang terjadi diobservasi baik
palpasi pada tendon atau otot perut
f) Memberikan tahanan pada otot yang dapat bergerak dengan gerakan
sendi penuh dan dengan melawan gravitasi
g) Melakukan pencatatan hasil MMT (Manual Muscle Test)
7. Kriteria hasil pemeriksaan MMT(Manual Muscle Test)
a) Normal (5) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh melawan
gravitasi, dan melawan tahanan maksimal
b) Good (4) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh melawan
gravitasi dan menahan tahanan sedang (moderate)
c) Fair (3) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh melawan
gravitasi tanpa tahanan
21
d) Poor (2) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa
melawan gravitasi
e) Trace (1) tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi
f) Zero (0) kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi
8. Frekuensi Latihan
Latihan ROM dilakukan 5 kali dalam seminggu selama 6 minggu.
Pada minggu pertama latihan dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap
gerakan dan selanjutnya pada minggu kedua dilakukan 6 kali setiap
gerakan hingga pada minggu keenam gerakan dilakukan sebanyak 10
kali. Latihan ROM dilakukan pada bidang sagital dengan posisi duduk
atau berdiri. Untuk melihat adanya perbedaan peningkatan yang
bermakna antara pengukuran pertama dan kedua, kedua dan ketiga,
pertama dan ketiga dilakukan uji analisis Wilcoxon Signed Rank Test.
ROM (Range Of Motion) merupakan salah satu indikator fisik yang
berhubungan dengan fungsi pergerakan (Easton,2010).
Pelaksanaan ROM (Range Of Motion) harus disesuaikan dengan
kondisi pasien, untuk pasien Stroke akibat trombus dan emboli jika tidak
ada komplikasi lain dapat dimulai setelah 2-3 hari setelah serangan dan
bila terjadi perdarahan subarachnoid dimulai setelah 2 minggu, pada
trombosis atau emboli yang ada infark miocard tanpa komplikasi yang
lain dimulai setelah minggu ke 3 dan apabila tidak terdapat aritmia mulai
hari ke 10. Pelaksanaan dilakukan secara rutin dengan waktu latihan
antara 45 menit yang terbagi dalam tiga sesi dan tiap sesi diberikan
istirahat 5 menit namun apabila pasien terlihat lelah, ada perubahan
wajah dan ada peningkatan menonjol tiap latihan pada vital sign, maka
dengan segera harus dihentikan (Sodik, 2012)
Menurut Bandy &Bringgle(2009), latihan untuk meningkatkan
Range Of Motion (ROM)dapat dilakukan 5 hari dalam setiap minggu
selama 6 minggu yang dilakukan sebanyak 1 atau 3kali dalam sehari
dengan latihan peregangan pasif dan statik. Menurut Nelson dan Bandy
(2004), Terdapat peningkatan Range Of Motion (ROM)fleksi sendi lutut
22
setelah dilakukan latihan peregangan statik atau latihan eksentrik selama
6 minggu. Range Of Motion (ROM) sendi lutut juga meningkat setelah
protokol peregangan selesai (Spernoga et al,2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lukas (2008) yang meneliti
tentang efektifitas mobilisasi persendian dengan latihan Range Of
Motion (ROM) aktif dan pasif terhadap kekuatan otot lengan pada pasien
paska Stroke di ruang Wijaya Kusuma RSU Dr. Soedono. Pelaksanaan
mobilisasi persendian dengan latihan Range Of Motion (ROM) aktif dan
pasif pada penelitian ini dimulai pada hari ke 2 dan dilaksanakan selama
2 minggu, dimulai dengan pelaksanaan Range Of Motion (ROM) pasif
selama 6 hari sebanyak 2 kali pagi dan sore hari setelah pelaksanan
Range Of Motion (ROM) pasif dilanjutkan dengan pelaksanaan Range Of
Motion (ROM) aktif selama 6 hari sebanyak 2 kali yaitu pagi dan sore
hari. Hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan signifikan rata-rata
selisih kekuatan otot lengan sebelum dan setelah terapi pada kelompok
intervensi (p = 0,020). Kelompok intervensi memiliki rerata kekuatan
otot lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
Latihan Range Of Motion (ROM) dilakukan 5 kali dalam seminggu
selama 6 minggu. Pada minggu pertama latihan dilakukan sebanyak 5
kali untuk setiap gerakan dan selanjutnya pada minggu kedua dilakukan
6 kali setiap gerakan hingga pada minggu keenam gerakan dilakukan
sebanyak 10 kali.
Latihan Range Of Motion (ROM) dilakukan pada bidang sagital
dengan posisi duduk atau berdiri. Untuk melihat adanya perbedaan
peningkatan yang bermakna antara pengukuran pertama dan kedua ;
kedua dan ketiga ; pertama dan ketiga dilakukan uji analisis Wilcoxon
Signed Rank Test Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu
indikator fisik yang berhubungan dengan fungsi pergerakan (Easton,
2010). Menurut Kozier (2009), Range Of Motion (ROM) dapat diartikan
sebagai pergerakan maksimal yang dimungkinkan pada sebuah
persendian tanpa menyebabkan rasa nyeri. Latihan Range Of Motion
23
(ROM) merupakan salah satu alternatif latihan yang dapat dilakukan oleh
lansia dengan keterbatasan gerak sendi. Latihan ROM dapat dilakukan
dengan posisi duduk dan berdiri serta pada posisi terlentang di tempat
tidur (Wold, 2009).Menurut Durstine et al, (2008) dalam Brown (2010),
ada tiga tujuan utama latihan, khususnya bagi wanita yang mengalami
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik, yaitu
memulihkan kondisi dari bedrest atau keterbatasan aktivitas,
mengoptimalkan fungsi fisik dan meningkatkan kesehatan dan dari
peneltian sebelumnya oleh (Surono, 2013) dengan judulPengaruh Latihan
ROM (Range of Motion)Pasif Terhadap Peningkatan Kemampuan
Motorik Pada Pasien CVA Infark Di Ruang Pajajaran RSUD
Prof.Dr.Soekandar Mojosari Mojokerto
a) Kemampuan Motorik Pasien CVA Infark Sebelum Diberikan
ROM(Range of Motion)Pasif
kekuatan
otot 0
47%
53% kekuatan
otot 1
Gambar 2.1
Kemampuan Motorik Pasien CVA Infark Sebelum Diberikan
Range Of Motion (ROM) Pasif
Hasil penelitian diatas pada gambar menunjukkan dari 15 orang,
sebelum diberi latihan ROM pasif sebanyak 8 orang (53,3%)
mempunyai skala kekuatan otot 1, dan sisanya sebanyak 7 orang
(46,7%) mempunyai skala kekuatan otot 0
b) Kemampuan Motorik Pasien CVA Infark Sesudah Diberikan Range
Of Motion (ROM) Pasif
24
27% 13%
kekuatan otot
0
kekuatan otot
60% 1
kekuatan otot
2
Gambar 2.2
25
Pasca Stroke Di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar Kabupaten
Pekalongan” yang menyatakan bahwa Range Of Motion (ROM) sangat
membantu mobilisasi pasien Stroke dengan nilai p 0,000 (p< 0,05).
Menurut Fitria dengan judulKeefektifan Range Of Motion (ROM)
Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Terdapat perbedaan
(peningkatan) derajat kekuatan otot pasien sebelum dan sesudah terapi ROM
dengan nilai p = 0,003 < 0,05. Terapi ROM dinyatakan efektif dalam
meningkatkan kekuatan otot ekstremitas penderita stroke.
Menurut Kin Rahayu derngan judul “Pengaruh Pemberian Latihan
Range Of Motion (ROM) Terhadap Kemampuan Motorik Pada Pasien Post
Stroke Di RSUD Gambiran” Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
pemberian latihan Range Of Motion (ROM) terhadap kemampuan motorik
pada pasien post stroke di RSUD Gambiran Kediri tahun 2014. Mengingat
bahaya dari penyakit Stroke maka hal yang lebih penting adalah dengan
melakukan pencegahan dengan pengurangan berbagai factor risiko, seperti
hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, hiperlipidemia, merokok, dan
obesitas saat serangan stroke pertama dapat mencegah serangan stroke
berulang demikian diharapkan Rumah Sakit bias memberikan layanan
keperawatan yang lebih prima dengan meningkatkan pelaksanaan edukasi
secara teratur dengan struktur yang lebih baik terutama dengan menggunakan
media yang bervariasi seperti penggunaan booklet tentang pelaksanaan ROM
dengan demikian kesadaran pasien dan keluarga untuk mau dan mampu
melakukan latihan Range Of Motion (ROM) akan meningkat.
26
D. Kerangka Teori
Faktor Ireversible:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Ras/bangsa
4. Hereditas
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library resarch),
yaitu serangkaian penelitian yang berkenaan dengan metode pengumpulan
data pustaka, atau penelitian yang obyek penelitiannya digali melalui
beragam informasi kepustakaan (buku, ensiklopedia, jurnal ilmiah, koran,
majalah, dan dokumen). Penelitian kepustakaan atau kajian literatur
(literature review, literature research) merupakan penelitian yang mengkaji
atau meninjau secara kritis pengetahuan, gagasan, atau temuan yang
terdapat di dalam tubuh literatur berorientasi akademik (academic-oriented
literature), serta merumuskan kontribusi teoritis dan metodologisnya untuk
topik tertentu. Fokus penelitian kepustakaan adalah menemukan berbagai
teori, hukum, dalil, prinsip, atau gagasan yang digunakan untuk
menganalisis dan memecahkan pertanyaan penelitian yang dirumuskan.
Adapun sifat dari penelitian ini adalah analisis deskriptif, yakni penguraian
secara teratur data yang telah diperoleh, kemudian diberikan pemahaman
dan penjelasan agar dapat dipahami dengan baik oleh pembaca.
Alasan mengapa peneliti menggunakan desain penelitian literature
review, yaitu karena adanya suatu kendala yang mengharuskan peneliti tidak
melakukan penelitian secara langsung guna mendapatkan data primer dan
agar peneliti mendapatkan landasan teori serta gambaran yang berkenaan
dengan apa yang sudah pernah dikerjakan oleh peneliti terdahulu.
B. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung.
Akan tetapi data tersebut diperoleh dari hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang
dimaksud berupa buku dan laporan ilmiah primer atau asli yang terdapat di
28
dalam artikel atau jurnal (tercetak dan/atau non-cetak) berkenaan dengan
efektifitas Range Of Motion (ROM) pasif pada pemulihan kekuatan otot
pasien Strokenon hemorrhagic.
Sumber utama penelitian ini adalah sebuah studi yang dari peniliti
Destya Aryanti (2017) yang berjudul Evektifitas Active Asistive Range Of
Motion Terhadap Kkekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Non
Haemoragic Di RSUD Tugurejo Semarang merekrut 28 responden yang
akan melakukan latihan active asistive, yaitu dimana 28 responden tersebut
akan diukur kekuatan otot sebelum dan seusudah diberikan intervensi, hal
tesebut menunjukkan hasil bahwa active asistive range of motion efektif
terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke non haemoragic.
Artikel tersebut dipilih oleh peneliti berdasarkan beberapa pertimbangan
yaitu relevansi jurnal dengan variabel independen dan variabel dependen
dalam penelitian ini.
Sumber utama lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah
beberapa jurnal dibidang kesehatan lain khususnya terhadap efektifitas
Range Of Motion (ROM) pasif pada pemulihan kekuatan otot pasien Stroke
non hemorrhagic , seperti: Elsi Rahmadani (2019), berjudul Evektifitas
Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Haemoragic Dengan Hemiparase Melalui
Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif; M.Syikir (2017), berjudul
Pengaruh Range Of Motion (ROM) Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot
Pada Pasien Stroke Di Ruang Perawatan RSUD Ponorogo.
Nesya Osqila (2019), berjudul Pengaruh Latihan Range Of Motion
(ROM) Terhadap Tingkat Kemandirian Pasien Stroke Non Haemoragic
Stadium Recovery di RSUD Dr Chasbullah Kota Bekasi; Andriani (2019),
berjudul Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Ekstrimitas Bawah Lansia; Kusgiarti(2017),
berjudul Pengaruh Mirror Therapy Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke
Non Haemoragic; Widya Ningrum(2018) Efektifitas Range Of Motion
(ROM) Aktif Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Penderita Stroke
Dusun Jaten Kedunggupit Sidoarjo; Sulaiman (2018), berjudul Pengaruh
29
ROM (Range Of Motion) Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien
Stroke Non Haemoragic Di RSUP H. Adam Malik Medan; Wahyuddin
Arief (2017), berjudul Pengaruh Pemberian Pnf Terhadap Kekuatan Fungsi
Prehension Pada Pasien Stroke Haemoragic Dan Non Haemoragic; Kun Ika
Nurrahayu (2015), berjudul Pengaruh Pemberian Latihan Range Of Motion
(ROM) Terhadap Kemampuan Motorik Pada Pasien Post Stroke Di RSUD
Gambiran. Kesembilan jurnal tersebut, membahas tentang efektifitas Range
Of Motion (ROM) pasif pada pemulihan kekuatan otot pasien Strokenon
hemorrhagic.
30
pengumpulan data dengan cara mencari atau menggali data dari literatur
yang terkait dengan apa yang dimaksudkan dalam rumusan masalah. Data-
data yang telah didapatkan dari berbagai literatur dikumpulkan sebagai
suatu kesatuan dokumen yang digunakan untuk menjawab permasalahan
yang telah dirumuskan.
31
merujuk kepada populasi dan sampel dalam karya ilmiah, I (Intervention)
merujuk kepada rencana tindakan yang akan dilakukan dalam karya ilmiah,
C (Comparison) merujuk kepada ada tidaknya intevensi perbandingan yang
akan dilakukan dalam karya ilmiah, dan O (Outcome) merujuk kepada
target atau hasil yang ingin diukur dalam karya ilmiah.
F. Prosedur Penelitian
Terdapat tiga prosedur yang digunakan dalam penelitian ini. Tiga
prosedur tersebut, yakni: (1) Organize, yakni mengorganisasi literatur yang
akan ditinjau/di-review. Literatur yang di-review merupakan literatur yang
relevan/sesuai dengan permasalahan. Adapun tahap dlam mengorganisasi
literatur adlah mencari ide, tujuan umum, dan simpulan dari literatur dengan
membaca abstrak, beberapa paragraph pendahuluan dan kesimpulannya,
serta mengelompokkan literatur berdasarkan kategori-kategori tertentu; (2)
Synthesize, yakni menyatukan hasil organisasi literatur menjadi suatu
ringkasan agar menjadi satu kesatuan yang padu dengan mencari keterkaitan
antar literatur; dan (3) Identify, yakni mengidentifikasi isu-isu kontroversi
dalam literatur. Isu kontroversi yang dimaksud adalah isu yang dianggap
sangat penting untuk dikupas atau dianalisis, guna mendapatkan suatu
tulisan yang menarik untuk dibaca.
G. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti menekankan pada masalah etika,
yang meliputi:
1. Proses yang berorientasi hak-hak pastisipan, mulai dari tahap
pengumpulan data, analisa data, hingga publikasi hasil penelitian.
2. Hindari fake data yang ada.
3. Hindari sumber data yang meragukan keorisinalitasnya atau sulit
dibuktikan kebenarannya.
4. Hindari copy-paste atau biasa disebut salin tempel.
32
5. Tunjukkan secara jelas antara tulisan pribadi dengan tulisan yang dikutip
dari karya orang lain.
6. Tulis sumber referensi yang jelas dan baik. Jelas adalah menulis sumber
tulisan yang dikutip dan baik berarti sesuai kaidah penulisan sumber
yang disepakati bersama.
7. Pilih sumber kutipan yang kredibel (keterhandalan dan keterpercayaan).
Penulis harus mengutip atau memilih sumber berita sebagai berikut:
a. Jurnal Internasional dan Nasional (baik online maupun printed)
b. Buku-buku ber-ISBN
c. Hasil-hasil seminar yang dipublikasikan dan yang tidak.
d. Berita-berita media massa.
8. Hindari mengambil atau mengutip tulisan yang berasal dari blog,
wordpress, .net, dan lain-lain.
33
BAB IV
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (literature review)
yang dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi tumor mamae dengan menggunakan metode
analisis PICO (Population, Intervention, Comparison, dan Outcome).
1. Destya Aryanti (2017), berjudul Evektifitas Active Asistive Range Of
Motion Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Non
Haemoragic di RSUD Tugurejo Semarang
P : Dengan sampel sebanyak 28 responden.
I : Wawancara Pengetahuan dan Lembar Observasi
C : Pre and Post Test Design
O : Pada penelitian ini, ada perbedaan bermakna kekuatan otot
sebelum dan sesudah pemberian latihan. Dilakukan uji paired
Sample T-test ρ value ≤ 0,05 maka Ha diterima H0 ditolak, dapat
disimpulkan ada perbedaan bermakna active asistive range of
motion terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke
non haemoragic di RSUD Tugurejo Semarang.
34
tidak ada pengaruh pada kelompok kontrol sedangkan pada
kelompok intervensi p= 0,008 terdapat pengaruh latihan ROM
terhadap kekuatan otot.
35
5. Andriani (2019), berjudul Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM)
Aktif Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstrimitas Bawah Lansia
Di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2018.
P : Dengan sampel sebanyak 6 responden
I : Lembar observasi MMT dan Lembar SOP
C : One group pretest-posttest design
O : Pada penelitian ini, menunjukkan latihan ROM dapat
meningkatkan kekuatan otot. Dilakukan uji paired t test
dapatkan hasil ROM aktif regio hip=3,03317, regio
knee=3,44433, regio ankle= 3,24300, regio toe= 3,31950,
sedangkan kekuatan ototo ekstremitas bawah setelah latihan
ROM aktif adalah regio hip= 3,22117, regio knee=3,76367,
regio ankle= 3,51383, regio toe= 3,86800, dengan nilai hip
p=0,,028, knee p= 0,002, ankle p=0,002, toe p=0,000,
disimpulkan terdapat pengaruh latihan range of motion (ROM)
aktif terhadap peningkatan kekuatan otot lansia.
6. Kusgiarti(2017), berjudul Pengaruh Mirror Therapy Terhadap
Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Haemoragic Di RSUD Kota
Semarang.
P : Dengan sampel sebanyak 10 responden
I : Skala Visual dan Lembar Mmt
C : One Group pretest-posttest
O : Pada penelitian ini, ada pengaruh terhadap responden yang
signifikan. Dilakukan uji paired t test, didapatkan hasil t
hitung=-2.428 dengan p value= 0,015 disimpulkan terdapat
pengaruh yang signifikan latihan mirror therapy terhadap
kekuatan otot pasien stroke non haemoragic.
7. Widya Ningrum(2018) Efektifitas Range Of Motion (ROM) Aktif
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Penderita Stroke Dusun
Jaten Kedunggupit Sidoarjo.
P : Dengan sampel sebanyak 2 responden
36
I : Wawancara TAK dan Lembar SOP
C : Deskriptif
O :Pada penelitian ini, mayoritas responden mengatakan
kelemahan otot berkurang. Dilakukan uji analisa data tau
dapatkan hasil perbedaan perubahan skala kekuatan otot pada
minggu ketiga yaitu sebelum diberikan latihan ROM aktif skala
kekuatan otot responden 1 sudah menjadi skala 3 sedangkan
responden 2 masih skala 2 itu semua disebabkan karena kurang
latihan yang rutin pada responden 2.
8. Sulaiman (2018), berjudul Pengaruh ROM (Range Of Motion)
Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Non
Haemoragic Di RSUP H. Adam Malik Medan.
P : Dengan sampel sebanyak 90 responden
I : Lembar SOP dan Lembar ROM
C : One Group Pre-test Post-test
O : Pada penelitian ini, menunjukkan terdapat perbedaan kekuatan
otot sebelum dan sesudah pemberian ROM. Dilakukan uji
wilcoxon dapatkan hasil terdapat perbedaan kekuatan otot
tangan sebelum dan sesudah pemberian ROM sebesar 0,000,
dan nilai signifikasi kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah
pemberian ROM sebesar 0,000 artinya terdapat perbedaan
kekuatan otot.
9. Wahyuddin Arief (2017), berjudul Pengaruh Pemberian Pnf Terhadap
Kekuatan Fungsi Prehension Pada Pasien Stroke Haemoragic Dan
Non Haemoragic
P : Dengan sampel sebanyak 30 responden
I : Wawancara Pengetahuan dan Lembar SOP
C : Quasi Experimental
O : Pada penelitian ini,ada perbedaan pengaruh pemberian metode
PNF terhadap kekuatan prehension. Dilakukan uji mann whitney
dapatkan hasil ρ value = 0,185 dengan demikian tidak terdapat
37
perbedaan pengaruh yang bermakna tindakan terapi PNF pada
kasus stroke hemoragic dan stroke non hemoragic fase
penyembuhan terhadap peningkatan kekuatan fungsi prehension.
10. Kun Ika Nurrahayu (2015), berjudul Pengaruh Pemberian Latihan
Range Of Motion (ROM) Terhadap Kemampuan Motorik Pada Pasien
Post Stroke Di RSUD Gambiran
P : Dengan sampel sebanyak 16 responden
I : Wawancara Pengetahuan dan Kuesioner Kecemasan
C : Cross Sectional
O : Pada penelitian ini, adanya pengaruh pemberian latihan range
of motion pada responden. Dilakukan uji paired sample t-test
didapatkan hasil nilai p- value<0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak dan H1 gagal ditolak yang artinya ada pengaruh
latihan Range Of Motion (ROM) terhadap kemampuan mototrik pada
pasien stroke.
B. Pembahasan
38
kegiatan sehari-hari seperti bangun dari tidur ke duduk, berjalan, berpakaian,
makan, atau minum (Yastroki, 2011)
Salah satu cara rehabilitasi pasien Stroke yaitu dengan memberikan
terapi Range Of Motion (ROM) . Range Of Motion (ROM) adalah kemampuan
maksimal seseorang dalam melakukan gerakan. Merupakan ruang gerak atau
batas-batasan gerakan dari kontraksi otot dalam melakukan gerakan. Jenis
mobilisasi atau rentang gerak di bagi menjadi dua, yaitu Range Of Motion
(ROM) aktif dan Range Of Motion (ROM) pasif. Range Of Motion (ROM)
aktif adalah kemampuan pasien dalam melakukan pergerakan secara mandiri,
sedangkan Range Of Motion (ROM) pasif adalah pergerakan yang di lakukan
dengan bantuan orang lain yakni bisa perawat dan juga anggota keluarga
pasien ( Lukman & Ningsih ,2012).
39
bertemakan Efektifitas Range Of Motion (ROM) Pada Pemulihan Kekuatan Otot
Pasien Strokenon Haemoragic menuliskan bahwa hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa latihan ROM pasif mempengaruhi rentang sendi pada
ekstremitas atas dan bawah pada pasien stroke.
Pada review ini terdapat 10 jurnal yang sesuai dengan kriteria hasil dalam
penelitian (Elsi Rahmadani, 2019) di simpulkan bahwa latihan ROM merupakan
salah satu bentuk latihan dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup
efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien stroke, latihan ROM
merupakan sekumpulan gerakan yang dilakukan pada bagian sendi yang bertujuan
untuk meningkatkan fleksibelitas dan kekuatan otot (potter,perry,2010).
Dari kesepuluh jurnal yang telah dijabarkan diatas, masing-masing peneliti
mengungkapkan bahwa hasil penelitiannya tentang Efektifitas Range Of Motion
(ROM) Pada Pemulihan Kekuatan Otot Pasien Strokenon Haemoragic
menghasilkan hasil yang sama, yaitu adanya peningkatan kekuatan otot. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa latihan Range Of Motion (ROM) dapat mempengaruhi
pemulihan kekuatan otot.
40
BAB V
A. Kesimpulan
B. Saran
41
Setelah dilakukan ROM (Range Of Motion) pasif pasien stroke non
hemmoraghic diharapkan kekuatan otot pasien yang melemah akan
membaik.
42
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
43
tangan lainnya.
d) Tekuk sku pasien
sehingga
tangannya
mendekat bahu.
e) Lakukan dan
kembalikan ke
posisi
sebelumnya.
f) Catat perubahan
yang terjadi.
3. Pronasi dan Supinasi
lengan bawah
Cara :
a) Menjelaskan
prosedur yang
akan dilakukan.
b) Atur posisi lengan
bawah mejauhi
tubuh pasien
dengan siku
menekuk.
c) Letakkan satu
tangan perawat
pada pergelangan
pasien dan pegang
tangan pasien
dengan tangan
lainnya.
d) Putar lengan
bawah pasien
hingga telapaknya
menjauhinya.
e) Kembalikan ke
posisi semula.
f) Catat perubahan
yang terjadi.
44
4. Pronasi Flexi bahu
Cara :
a) Menjelaskan
prosedur yang
akan dilakukan.
b) Atur posisi tangan
pasien disisi
tubuhnya.
c) Letakkan satu
tangan perawat di
atas siku pasien
dan pegang tangan
pasien dengan
tangan lainnya.
d) Angkat lengan
pasien pada posisi
semula.
e) Catat perubahan
yang terjadi.
5. Abduksi dan Adduksi
Cara :
a) Menjelaskan
prosedur yang
akan dilakukan.
b) Atur posisi lengan
pasien disamping
badannya.
c) Letakkan satu
tangan perawat di
atas pasien dan
pegang tangan
pasien dengan
tangan lainnya.
d) Gerakkan lengan
pasien menjauhi
tubuhnya kearah
perawat.
e) Kembalikan ke
posisi semula
f) Catat perubahan
yang terjadi
45
6. Rotasi Bahu
Cara
a) Menjelaskan
prosedur yang
akan dilakukan.
b) Atur posisi lengan
pasien menjauhi
tubuh dengan siku
menekuk.
c) Letakkan satu
tangan perawat di
lengan atas pasien
dengan tangan
yang lain.
d) Gerakkan lengan
kebawah sampai
menyentuh tempat
tidur, telapak
tangan menghadap
kebawah.
e) Kembalikan ke
posisi lengan ke
posisi semula.
f) Gerakkan lengan
bawah kebelakang
sampai menyentuh
tempat tidur,
telapak tangan
menghadap ke
atas.
g) Kembalikan
lengan ke posisi
semula
h) Catat perubahan
yang terjadi.
46
7. Fleksi dan Extensi
Jari-jari
Cara :
a) Menjelaskan
prosedur yang
akan dilakukan.
b) Pegang Jari-jari
kaki pasien
dengan satu
tangan sementara
tangan lain
memegang kaki.
c) Bengkokkan
(tekuk) jari-jari
kebawah.
d) Luruskan Jari-jari
ke belakang.
e) Kembalikan ke
posisi semula.
f) Catat perubahan
yang terjadi .
8. Infersi dan Efersi
Kaki
Cara :
a)Menjelaskan
prosedur yang akan
dilakukan.
b)Pegang separuh
bagian atas kaki
pasien dengan satu
jari dan pegang
pergelangan kaki
dengan tangan
satunya.
c)Putar kaki ke dalam
sehingga telapak kaki
menghadap ke kaki
lainnya.
d)Kembalikan ke
posisi semula
e)Putar kaki keluar
sehingga bagian
telapak kai menjauhi
kaki yang lain.
f)Kembalikan ke
posisi semula
47
g) Catat perubahan
yang terjadi
9. Fleksi dan Extensi
Pergelangan Kaki
Cara :
a)Menjelaskan
prosedur yang akan
dilakukan.
b)Letakkan satu
tangan perawat pada
pergelangan kaki dan
satu tangan yang lain
diatas lutut.
c)Putar kaki menjauhi
perawat.
d)Putar kaki ke arah
perawat.
e)Kembalikan ke
posisi semula.
f)Catat perubahan
yang terjadi.
48
f) Kembalikan ke
posisi semula
g) Catat perubahan
yang terjadi
11. Rotasi Pangkal Paha
Cara :
a)Menjelaskan
prosedur yang akan
dilakukan.
b)Letakkan satu
tangan perawat pada
pergelangan kakindan
satu tangan yang lain
diatas lutut.
c)Putar kaki menjauhi
perawat.
d)Putar kai ke arah
perawat.
e)Kembalikan ke
posisi semula.
f)Catat perubahan
yang terjadi.
Sumber : Kathleen Hoerth Belland dan Mery Ann Wells, 1986
49
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
NIM : 20166323040
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat. Maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Demikian surat
pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Peneliti,
GENIS LILONINGTYAS W
50
NIM: 20166323040
51