Anda di halaman 1dari 11

Contoh proposal skripsi

1. 1. PENGARUH PENGAWASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI


PERBANKAN SYARIAH (Studi Kasus BSM Cabang Bogor) PROPOSAL
PENELITIAN Oleh: “MUHAMMAD YUSUF | 41202077 | MPS12B” Diajukan
Sebagai Salah Satu Tugas Pengganti Ujian Akhir Semister (UAS) Pada Materi Kuliah
“Metodologi Penelitian” Setiawan NIM 41102156 PROGRAM STUDI
PERBANKAN SYARIAH SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI 1435 H /
2014 M
2. 2. A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi islam di Indonesia ditandai dengan
hadirnya Bank Muamalat Indonesia yang resmi beroperasi tahun 1992. Pada saat
krisis 1998, bank muamalat sebagai bank syariah pertama bebas bunga mampu
bertahan menghadapi krisis yang menimpa Indonesia, dan sejak saat itu bank syariah
terus mengalami pertumbuhan yang relatif cepat. Kemudian pada krisis global 2008,
bank syariah kembali menunjukkan ketahanannya dengan tidak terlalu terpengaruh
imbas krisis tersebut. Pembiayaan yang masih di dominasi pada aktivitas ekonomi
domestik dan tingkat sofistikasi transaksi yang rendah merupakan dua (2) faktor yang
dinilai menyelamatkan bank syariah dari krisis (BI, 2010). Pada september 2014, telah
ada 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 163 Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang beroperasi. Selain itu, total aset bank
syariah tumbuh relatif stabil, september 2014 total aset bank syariah (BUS dan UUS)
telah mencapai Rp. 252.219 miliar (SPS.BI, 2014). Industri bank syariah mampu
menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata 40,2 % pertahun
dari tahun 2007-2011. Sedangkan rata-rata pertumbuhan aset bank syariah dinegara
lain hanya sekitar 10-15 % pertahun (Alamsyah, 2012). Sekalipun tumbuh pesat,
market share bank syariah masih kecil jika dibandingkan dengan perbankan
konvensional atau masih kisaran angka 4 % (SPS.BI, 2014). Perkembangan bank
syariah merupakan dimensi baru industri perbankan. Bank syariah hadir sebagai
solusi dari sistim perbankan konvensional yang berbasis bunga (Algould & Lewis,
2001). Oleh karena itu, sudah seharusnya bank syariah menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan kepada prinsip-prinsip syariah. Menurut Algould & Lewis
(2001), corporate governance pada bank syariah mempunyai peranan penting untuk
mewujudkan kepatuhan terhadap prinsip syariah. Untuk itu, AAOIFI (2001) dan IFSB
(2009) telah mengeluarkan standar governance dan panduan corporate governance
bagi LKS untuk mewujudkan pemenuhan prinsip syariah pada bank syariah.
Sementara itu di Indonesia, dalam rangka membangun industri perbankan syariah
yang sehat dan tangguh pasca UU No. 21 tahun 2008, BI menetapkan peraturan
pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum Syariah (BUS)
dan Unit Usaha Syariah (UUS). Terdapat perbedaan pelaksanaan antara GCG Bank
Konvensional dan Syariah yaitu keharusan bagi perbankan syariah untuk memenuhi
prinsip syariah (sharia compliance). Hal inilah yang secara fundamental membedakan
antara bank syariah dengan bank konvensional.
3. 3. Bank syariah memiliki tanggung jawab kepada stakeholder untuk menjelaskan dan
meyakinkan bahwa produk, jasa & operasional kegiatannya telah sesuai dengan
prinsip syariah. Tidak terpenuhinya prinsip sharia complience akan menghadapkan
bank syariah pada risiko reputasi (Sharing, 2012). (Izhar, 2010) menjelaskan bahwa
risiko reputasi akan menghadapkan bank syariah pada risiko yang lebih besar yaitu
withdrawal risk dimana deposan-deposan idiologis akan menarik dananya dari bank
syariah yang kemudian akan menyebabkan systemic risk dimana deposan-deposan
rasional juga akan ikut menarik dananya karena hilangnya kepercayaan terhadap bank
syariah. Dalam pandangan masyarakat, pemenuhan prinsip syariah merupakan inti
dari integritas dan kredibilitas bank syariah (IFSB, 2009). Risiko utama bank syariah
adalah kegagalan dalam merepresentasikan kesyariahannya. Risiko tersebut timbul
akibat pelanggaran terhadap ketentuan prinsip syariah yang melekat di seluruh
transaksi perbankan syariah dan berkaitan dengan pengawasan yang dilakukan oleh
pengawas syariah (BI & IAI, 2005). Oleh karena itu, pemenuhan prinsip syariah bagi
bank syariah sangatlah penting. Di Indonesia, kepatuhan terhadap prinsip syariah
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 06/24/PBI/2004 tentang Bank Umum
yang Melaksanakan Kegiatan Berdasarkan Prinsip Syariah, UU No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas & UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Keharusan pemenuhan prinsip syariah berimplikasi pada keharusan adanya
pengawasan terhadap pelaksanaan kepatuhan tersebut. Dimana pengawasan bertujuan
untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan
tugas dan kegiatan, apakah sudah sesuai semestinya (yang ditetapkan) atau tidak
(Harahap, 1992a). Pengawasan sendiri meliputi aspek pembinaan, pengendalian, dan
pemeriksaan terhadap sesuatu yang menjadi objek pengawasan (Wiryanto, 2001).
Dalam UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 12 disebutkan bahwa
prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang syariah. Kemudian dijelaskan dalam pasal 26 ayat 2 bahwa prinsip
syariah yang dimaksud adalah sebagaimana yang di fatwakan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI), dalam hal ini Dewan Syariah Nasional (DSN).
4. 4. Fungsi pengawasan syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 109 ayat 1 dijelaskan
bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain
mempunyai dewan komisaris wajib mempunyai DPS. Kemudian dalam ayat 2
dijelaskan bahwa DPS terdiri dari seorang ahli syariah dan pada ayat 3 dijelaskan
bahwa DPS bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi
kegiatan perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. Peraturan diatas diperkuat oleh
UU No. 21 tahun 2008 dengan menjelaskan bahwa DPS wajib dibentuk oleh bank
umum syariah dan unit usaha syariah DPS memainkan peranan penting dalam
menjamin pemenuhan prinsip syariah pada produk, jasa, dan kegiatan usaha bank
syariah. Menurut (Masliana, 2011), setidaknya ada 3 alasan penting kenapa DPS
berperan dalam mengembangkan bank syariah, yaitu: 1. Menentukan tingkat
kredibilitas bank syariah, 2. Peran utama dalam menciptakan jaminan kepatuhan
syariah (sharia compliance), dan 3. Salah satu pilar pelaksanaan GCG bank syariah.
Oleh karena itu, peran DPS dalam bank syariah harus memiliki kedudukan yang kuat
dan kompetensi yang memadai sehingga mampu menciptakan perbankan syariah yang
sehat dan patuh terhadap prinsip syariah. Kondisi tersebut untuk menjaga citera bank
syariah yang dijalankan sesuai dengan prinsip syariah.menurut (Sutedi, 2009), ada
beberapa indikator kualitatif yang dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan bank
syariah terhadap prinsip syariah, yaitu: 1. Memastikan akad dan kontrak yang
digunakan baik dalam penghimpunan dana ataupun penyaluran dana telah sesuai
dengan prinsip syariah, 2. Memastikan seluruh transaksi dan aktivitas ekonomi
dilaporkan sesuai dengan standar akuntansi syariah yang berlaku, 3. Memastikan
lingkungan kerja dan corporate culture sesuai dengan prinsip syariah, 4. Memastikan
sember dana berasal dari sumber yang sah dan sesuai dengan syariah, 5. Memastikan
bisnis dan usaha yang dibiayai tidak bertentangan dengan prinsip syariah, dan
5. 5. 6. Memastikan dana zakat dihitung, dibayar, dan dikelola sesuai dengan aturan dan
prinsip syariah. DPS dalam melaksanakan kegiatannya mengacu kepada fatwa DSN
untuk menilai apakah bank syariah telah memenuhi prinsip syariah dalam produk, jasa
dan kegiatan usahanya. AAOIFI (2001) telah mengatur peran, penetapan standar
pengangkatan dan komposisi DPS di bank syariah. Dalam standar tersebut,
pengangkatan DPS harus dilakukan melalui rapat pemegang saham dan minimal
anggota DPS terdiri dari 3 orang. Standar tersebut dimaksudkan agar DPS bebas dari
tekanan yang tidak semestinya. Selain AAOIFI (IFSB, 2009) juga sudah
mengeluarkan panduan pelaksanaan prinsip sharia governance dalam bank syariah.
Dalam panduan tersebut dijelaskan bahwa tugas DPS meliputi ex-ante dan ex-post
atas setiap kegiatan bank syariah untuk memastikan pemenuhan prinsip syariah.
Standar dan panduan AAOIFI dan IFSB tidak diterapkan secara penuh di Indonesia,
Indonesia berdasarkan PBI No. 11/33/PBI/2009 telah memiliki aturan tersendiri
tentang peran DPS. Pengawasan ex-ante adalah pengawasan pada saat bank syariah
mempersiapkan produk baru untuk ditawarkan kepada masyarakat dimana produk
tersebut harus dipastikan telah sesuai dengan prinsip syariah, baik dari segi
pengelolaannya, persyaratan, dan akad yang digunakan. Sedangkan pengawasan ex-
post adalah pengawasan setelah produk disetujui dan ditawarkan ke masyarakat untuk
memastikan bahwa produk tersebut telah dijalankan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku (Ilhami, 2009). DPS mempunyai peranan penting dalam mengawasi dan
menciptakan perbankan syariah yang patuh terhadap prinsip-prinsip syariah dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Selain dari pengawasan syariah terhadap perbankan
syariah, tidak kalah pentingnya lagi adalah pengawasan internal Bank itu sendiri,
untuk mencegah terjadinya pentimpangan- penyimpangan yang dilakukah oleh
pegawai itu sendiri. Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, mengatakan kontrol
internal di perbankan harus kuat untuk mencegah terjadinya penyimpangan di
perbankan. "Yang paling utama adalah kontrol internal bank itu sendiri. Yang kedua
adalah audit dari akuntan publik di lapis kedua. Yang ketiga baru pengawasan Bank
Indonesia," kata Darmin di Jakarta, Rabu.
6. 6. Selama ini industri perbankan kurang fokus terhadap persoalan manajemen risiko,
seperti risiko operasional yang muncul akibat tidak ketatnya pengawasan mengawal
prosedur standar operasional (Darmin, BI). Menurutnya, BI akan segera
mengkomunikasikan persoalan lemahnya pengelolaan manajemen risiko ini dengan
perbankan, terutama untuk tidak mengabaikan prosedur standar operasional dibalik
kecanggihan pemasaran produk dan layanan perbankan. Dengan banyaknya kasus-
kasus perbankan belakangan ini, BI telah melakukan peninjauan kembali berbagai
kebijakan perbankan karena selama ini hanya fokus pada kesehatan bank namun
melupakan masalah-masalah operasional. Seperti yang terjadi kasus pembobolan
kredit di Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Utama Bogor yang merupakan
kejahatan terorganisir. Kepala Cabang Utama BSM Bogor M Agustinus Masrie
bersekongkol dengan Kepala Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor
Chaerulli Hermawan, serta Accaounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John
Lopulisa untuk memuluskan pencairan uang sebesar Rp 102 miliar. "Sementara yang
bisa disampaikan bahwa dugaan pidana adalah terjadi penyimpangan pemberian
fasilitas pembiayaan terhadap 197 nasabah secara fiktif dengan total kredit Rp 102
miliar dan potensi kerugiannya Rp 59 miliar," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen
Pol Ronny Franky Sompie di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (23/10/2013). Hal
seperti ini tidak hanya terjadi pada Bank Syariah Mandiri Bogor, tapi masih banyak
lagi kasus-kasu yang serupa terjadi pada Bank-bank yang lain. Dari uraian
permasalahan diatas, penulis merasa tertarik untuk membahas permasalahan
mengenai pembobolan perbankan, apalagi hal ini terjadi pada perbankan syariah itu
sendiri dan dilakukan oleh para pengawainya sendiri. Dan salah satu faktor
penyebabnya adalah lemahnya perhatian atau pengawasan internal pada bank, lebih
kepada oprasional sehari-hari. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul:
PENGARUH PENGAWASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PERBANKAN
SYARIAH (Studi Kasus BSM Cabang Bogor)
7. 7. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah; 1. Adakah pengaruh pengawasan terhadap
kinerja pegawai pada perbankan syariah ? 2. Seberapa besar pengaruh pengawasan
terhadap kinerja pegawai pada perbankan syariah ? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang
hendak dan ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh pengawasan terhadap kinerja pegawai pada pada perbankan
syariah. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengawasan terhadap kinerja
pegawai pada pada perbankan syariah. D. Manfaat Penelitian Penelitian yang baik
adalah penelitian yang memiliki manfaat dalam pengembangan suatu bidang
keilmuan baik secara praktis maupun teoritis. Adapun manfaat yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan wadah untuk
mengejawantahkan ilmu yang sudah didapat oleh penulis dan salah satu syarat bagi
penulis untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam
(SEI). 2. Bagi regulator, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan acuan dan
pertimbangan untuk membuat aturan dalam rangka meningkatkan dan menguatkan
system pengawasan pada perbankan syariah. 3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini
bermanfaat sebagai bahan referensi dan kajian mengenai system pengawasan pada
perbankan syariah. E. Batasan Penelitian Batasan penelitian bertujuan untuk
memberikan batasan-batasan pada penelitian sehingga pembahasannya tidak meluas
dan tetap fokus pada menjawab pertanyaan penelitian.
8. 8. Oleh karena itu, penelitian ini terbatas hanya pada sistem pengawasan pada
perbankan syariah. Penelitian ini tidak membahas sistem pengawasan perbankan
syariah di lembaga keuangan syariah non bank sekalipun mungkin memiliki beberapa
persamaan. F. Landasan Teori 1. Pengertian Pengawasan Menurut Moekijat,
pengawasan adalah hal yang dilakukan, artinya hasil pekerjaan, menilai hasil
pekerjaan tersebut, dan apabila perlu mengadakan tindakan-tindakan perbaikan
sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana (Moekijat, 1990:80). Sedangkan
menurut Soewarno Handayaningrat “pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses
untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan
mengoreksinya bila perlu dengan maksud supaya pekerjaan sesuai dengan rencana
semula”. (Handayaningrat, 1985:142). Pengawasan kerja adalah kegiatan manajer
yang mengharuskan atau mengusahakan agar pekerjaan terlaksananya sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Lubis, 1985: 154).
Pendapat lain menyatakan bahwa pengawasan adalah penilaian koreksi atas
pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk mendapatkan
keyakinan untuk menjamin bahwa tujuan perusahaan dan rencana-rencana yang
digunakan untuk mencapainya harus dilaksanakan ( Harold Koontz dan Cyrril
o’Donnel dalam Lubis, 1985:156-157). Pengawasan kerja adalah memilih orang yang
tetap untuk setiap pekerjaan, menimbulkan minat terhadap pekerjaannya pada tiap-
tiap orang dan mengajarkan bagaimana ia harus melakukan pekerjaannya, mengukur
dan menilai hasil kerjanya untuk mendapatkan keyakinan apakah pekerjaan itu telah
dipahami dengan wajar. Dari beberapa pendapat yang memberikan pengertian tentang
pengawasan kerja maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan kerja merupakan salah
satu pekerjaan yang dilaksanakan dalam kegiatan manajerial untuk menjamin
terealisasinya semua rencana yang telah ditetapkan sebelumnya serta pengambilan
tindakan perbaikan bila diperlukan.Tindakan perbaikan diartikan tindakan yang
diambil untuk menyesuaikan hasil pekerjaan dengan standar. Tindakan perbaikan ini
membutuhkan waktu dan proses agar terwujud untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Karena laporan-laporan berkala sangat penting sebab dalam laporan itu dapat
diketahui situasi yang nyata. Apabila terjadi penyimpangan, tindakan
9. 9. perbaikan segera dapat diambil, sehingga kemungkinan resiko dan kerugian
perusahaan dapat diminimalkan. 2. Tujuan pengawasan Tujuan utama dari
pengawasan yaitu mengusahakan supaya apa yang direncanakan menjadi kenyataan.
Mencari dan memberitahu kelemahankelemahan yang dihadapi. Adapun tujuan
pengawasan menurut (Sukarna, 1993:112) antara lain: a. Untuk mengetahui jalannya
pekerjaan lancar atau tidak b. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat
oleh pegawai c. dan mengusahakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan
yang serupa atau timbulnya kesalahan baru. d. Untuk mengetahui apakah penggunaan
budget yang telah ditetapkan dalam planning terarah kepada sasarannya dan sesuai
dengan yang telah ditentukan. e. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan biaya telah
sesuai dengan program seperti yang telah ditetapkan dalam planning atau tidak. f.
Untuk mengetahui hasil pekerjaan dengan membandingkan dengan apa yang telah
ditetapkan dalam rencana (standar) dan sebagai tambahan. g. Untuk mengetahui
apakah pelaksanaan kerja sesuai dengan prosedur atau kebijaksanaan yang telah
ditentukan. 3. Tipe-tipe Pengawasan a. Pengawasan Pendahuluan (Freedforward
Control) Bentuk pengawasan pra kerja ini dirancang untuk mengantisipasi masalah-
masalah atau penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan korelasi
dibuat sebelum tahap tertentu diselesaikan. Jadi pendekatan pengawasan ini lebih
aktif dan agresif, dengan mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang
diperlukan sebelum suatu masalah terjadi. b. Pengawasan selama kegiatan
berlangsung (Concurrent Control) Pengawasan ini dilakukan selama suatu kegiatan
berlangsung. Pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu dari dari suatu
prosedur disetujui terlebih dahulu sebelum kegiatan-kegiatan dilanjutkan atau menjadi
semacam peralatan “Double Check” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan
suatu kegiatan. c. Pengawasan umpan balik (Feedback Control)
10. 10. Mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab
penyimpangan dari rencana atau standar yang telah ditentukan, dan penemuan-
penemuan diterapkan untuk kegiatankegiatan serupa dimasa yang akan datang.
Pengawasan ini bersifat histories, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi
(Handoko, 1991:361). 4. Proses Pengawasan Proses pengawasan adalah serangkaian
kegiatan didalam melaksanakan pengawasan terhadap suatu tugas atau pekerjaan
dalam suatu organisasi. Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah
pokok) yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan menurut T. Hani handoko :
a. Penetapan standar pelaksanaan/perencanaan Tahap pertama dalam pengawasan
adalah menetapkan standar pelaksanaan, standar mengandung arti sebagai suatu
satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian hasil-hasil.
b. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan Penetapan standar akan sia-sia bila
tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata.Tahap kedua
ini menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat. c. Pengukuran
pelaksanaan kegiatan Ada beberapa cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan
yaitu: 1) Pengamatan. 2) Laporan-laporan baik lisan ataupun tertulis. 3) Metode-
metode otomatis. 4) Pengujian atau dengan pengambilan sampel. d. Perbandingan
pelaksanaan dengan standar analisis penyimpangan Tahap kritis dari proses
pengawasan adalah membandingkan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang
telah direncanakan atau standar yang telah ditetapkan. e. Pengambilan tindakan
koreksi bila diperlukan Bila hasil analisa menunjukkan adanya tindakan koreksi,
tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk.
Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan
bersamaan. Sementara itu Ranu Pandoyo merumuskan proses atau langkah-langkah
pengawasan meliputi: a. Menentukan ukuran atau pedoman baku atau standar. b.
Mengadakan penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan.
11. 11. c. Membandingkan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau pedoman
baku yang telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi. d. Mengadakan perbaikan atau pembetulan atas penyimpangan yang terjadi,
sehingga pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan apa yang direncanakan.
(Pandoyo,1990:109) Dengan beberapa pendapat dari para ahli tersebut cukuplah jelas,
yang dimaksud dengan proses pengawasan yaitu serangkaian tindakan dalam
mengadakan pengawasan. Sedangkan langkah awal dari rangkaian tindakan yang
tercantum dalam proses pengawasan itu adalah menetapkan standar pengawasan dan
yang dimaksud penyimpangan disini adalah penyimpangan terhadap standar. Dari
proses pengawasan tersebut maka dapat diambil beberapa pernyataan dari pendapat
Pandoyo untuk dijadikan sebagai indikator yang dapat mengukur pengawasan yaitu:
1. Menentukan ukuran (pedoman baku standart) pelaksanaan/perencanaan Tahap
pertama dalam pengawasan adalah menetapkan ukuran standar pelaksanaan, standar
mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai
patokan untuk penilaian hasil-hasil. 2. Mengadakan penilaian atau pengukuran
terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan yaitu suatu penilaian yang dilakukan oleh
pengawas dengan melihat hasil kerjanya dan laporan tertulisnya. 3. Membandingkan
antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau pedoman baku yang ditetapkan
untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi saat bekerja. 4.
Mengadakan perbaikan atau pembetulan atas penyimpangan yang terjadi, sehingga
pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan apa yang direncanakan. Melakukan tindakan
koreksi / perbaikan Bila hasil analisa menunjukkan adanya tindakan koreksi, tindakan
iniharus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar
mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan. 5.
Teknik Pengawasan Teknik pengawasan adalah cara melaksanakan pengawasan
dengan terlebih dahulu menentukan titik-titik pengawasan sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan mengenai keadaan keseluruhan kegiatan organisasi. Teknik
pengawasan menurut Manullang sebagai berikut: a. Peninjauan pribadi
12. 12. Peninjauan pribadi adalah mengawasi dengan jalan meninjau secara pribadi,
sehingga dapat dilihat sendiri pelaksanaan pekerjaan. b. Pengawasan melalui laporan
lisan Pengawasan ini dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta melalui laporan
lisan yang diberikan bawahan, dilakukan dengan cara wawancara kepada orang-orang
tertentu yang dapat memberi gambaran dari hal-hal yang ingin diketahui terutama
tentang hasil yang sesungguhnya yang ingin dicapai bawahan. c. Pengawasan melalui
laporan tertulis Merupakan suatu pertanggung jawaban bawahan kepada atasannya
mengenai pekerjaan yang dilaksanakan, sesuai dengan intruksi dan tugas-tugas yang
diberikan. d. Pengawasan melalui hal-hal yang bersifat khusus, didasarkankekecualian
atau control by exeption. Merupakan sistem atau teknik pengawasan dimana ini
ditujukan kepada soal-soal kekecualian. Jadi pengawasan hanya dilakukan bila
diterima laporan yang menunjukkan adanya peristiwa-peristiwa istimewa. 6.
Pengawasan Perbankan Pengawasan dalam konteks perbankan adalah segala usaha
dan kegiatan untuk mengetahui dan menilai pelaksanaan kegiatan perbankan apakah
telah sesuai dengan semestinya (rencana) atau tidak dan usaha untuk menjaga
kegiatan perbankan agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Wiryanto, 2001). Bank adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan
masyarakat. Hilangnya kepercayaan masyarakat akan berdampak pada rush atau
penarikan dana sehingga perbankan tidak bisa beroperasi. Oleh karena itu,
pengawasan bank adalah hal yang penting untuk menjaga kepentingan stakeholder
dan mewujudkan perbankan yang sehat. Menurut Shahdeini (1994) dalam (Wiryanto,
2001), terdapat beberapa alasan kenapa diperlukan pengawasan secara khusus
terhadap lembaga perbankan dibandingkan lembaga keuangan lain, yaitu: 1. Lembaga
perbankan termasuk bank syariah mempunyai posisi yang sangat strategis dalam
pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan, perbankan adalah salah satu penggerak
roda perekonomian dan pendukung utama kebijakan moneter di Indonesia. 2. Bank
adalah lembaga intermediasi yang menghimpun dana dari masyarakat surplus dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat deficit. Jadi dana yang terdapat di
13. 13. perbankan adalah sebagian besar milik masyarakat dimana kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan merupakan modal penting untuk menjaga eksistensi
perbankan. Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan merupakan modal yang penting. Hal ini karena seandainya kepercayaan
masyarakat hilang maka akan menyebabkan hilangnya kesediaan masyarakat untuk
menyimpan uangnya di bank yang berakibat pada melemahnya kemampuan
perbankan dalam menyediakan dana untuk membiayai kegiatan perekonomian
(Wiryanto, 2001). Oleh karena itu, tujuan pengawasan pada perbankan sebetulnya
adalah untuk mewujudkan perbankan yang sehat. Menurut (Hidayati, 2008),
pengawasan pada perbankan syariah dibagi menjadi dua (2), yaitu: 1. Pengawasan
dari aspek keuangan, kepatuhan pada peraturan perbankan secara umum dan prinsip
kehati-hatian. 2. Pengawasan prinsip syariah dalam operasional perbankan. Bank
Indonesia sebagai bank sentral melakukan pengawasan eksternal terhadap bank
termasuk bank syariah terkait kepatuhan terhadap prinsip kehati-hatian. Kemudian
DPS berperan sebagai pengawas internal bank syariah terkait kepatuhan terhadap
prinsip syariah. a. Pengawasan Bank Indonesia Bank Indonesia sebagai bank sentral
mempunyai peran penting dan strategi dalam mewujudkan sistim perbankan yang
sehat dan efisien. Bank Indonesia mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk
membina serta melakukan pengawasan terhadap seluruh kelembagaan dan kegiatan
perbankan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 29 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998
tentang perubaha atas UU No. 7 tahun 1992. Kemudian, dalam UU No. 21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah pasal 50 juga dijelaskan bahwa pembinaan dan
pengawasan bank syariah dan UUS dilakukan oleh Bank Indonesia. Pengawasan
perbankan akan selalu mengandung pengertian pembinaan karena pengawasan
menuntut adanya tindak lanjut dari hasil pengawasan. Oleh karena itu, istilah
pembinaan dan pengawasan dalam UU Perbankan sering digunakan secara
berdampingan (Al Amin, 2006). Tugas pembinaan dan pengawasan BI terhadap
perbankan syariah diatur dalam UU No. 21 tentang Perbankan Syariah pasal 50-54,
dalam pasal 51 disebutkan bahwa:
14. 14. 1) Bank Syariah dan UUS wajib memelihara tingkat kesehatan yang meliputi
sekurang- kurangnya mengenai kecukupan modal, kualitas asset, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, kualitas manajemen yang menggambarkan kabalitias dalam
aspek keuangan, kepatuhan terhadap prinsip syariah dan prinsip manajemen islami,
serta aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha bank syariah dan UUS. 2) Kiteria
tingkat kesehatan dan ketentuan wajib yang harus dipenuhi oleh Bank Syariah dan
UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
Kemudian pada pasal 52 dijelaskan bahwa: 1. Bank Syariah dan UUS wajib
menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya kepada Bank
Indonesia menurut tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia. 2. Bank
Syariah dan UUS atas permintaan Bank Indonesia wajib memberikan kesempatan
bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib
memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari
segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh Bank Syariah dan
UUS yang bersangkutan. 3. Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan
sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2), Bank Indonesia berwenang: 1)
Memeriksa dan mengambil data/dokumen dari setiap tempat yang terkait dengan
Bank, 2) Memeriksa dan mengambil data/dokumen dan keterangan dari semua pihak
bank yang menurut penilaian Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap Bank, dan
3) Memerintahkan bank melakukan pemblokiran rekening tertentu, baik rekening
simpanan atau rekening pembiayaan. Pengawasan perbankan saat ini sedang
mengalami transisi dari BI sebagai bank sentral ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK menggantikan BI dalam mengawasi perbankan yang dianggap gagal (UGM &
UI, 2010). Beralihnya pengawasan bank syariah dari BI ke OJK
15. 15. menimbulkan kehawatiran terhadap perkembangan perbankan syariah. Oleh
karena itu, OJK diminta dukung pengembangan perkembangan perbankan syariah
(MES, IAEI, DSN & ABFI Perbanas, 2012). b. Transisi Pengawasan BI ke OJK Pasca
disahkannya UU No. 21 tahun 2011 tentang OJK maka fungsi pengawasan dan
pengaturan perbankan beralih dari BI ke OJK.Tahun 2013 merupakan tahun transisi
pengawasan perbankan termasuk bank syariah dari BI ke OJK. Dalam struktur
organisasi OJK yang dipresentasikan di (DPR, 2012), struktur kepala eksekutif
perbankan terdiri dari 9 direktorat. Dari 9 direktorat tersebut ada satu direktorat
khusus yang mengawasi perbankan syariah yaitu Direktorat Pengaturan, Perizinan,
dan Pengawasan Perbankan Syariah. Struktur kepala eksekutif perbankan hamper
tidak jauh berbeda dengan struktur direktorat dalam BI kecuali hanya
pemindahtugasan dari BI ke OJK dan penambahan dua direktorat baru dalam OJK
yaitu Direktorat Pengawasan Khusus dan Restrukturisasi Perbankan dan Direktorat
Pengembangan Pengawasan dan CMP (DPR, 2012). Selain adanya Direktorat
Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Perbankan Syariah, OJK juga membentuk
Komite Keuangan Syariah dibawah anggota 9 Ex-Officio Kementerian Keuangan
pada tahun 2013 (Haddad, 2012). Komite Keuangan Syariah meliputi perbankan
syariah, pasar modal syariah, dan keuangan syariah lainnya.Perbankan syariah sebagai
sub komite keuangan syariah menggantikan peran Komite Perbankan Syariah yang
sebelumnya telah ada di BI (Haddad, 2012). Dengan demikian, pengawasan
perbankan syariah selanjutnya berada dibawah Dorektorat Pengaturan, Perizinan, dan
Pengawasan Perbankan Syariah yang berkoordinasi dengan Sub Komite Perbankan
Syariah pada Komite Keuangan Syariah. c. Pengawasan Dewan Pengawas Syariah
Bank syariah berbeda dengan bank konvensional karena selain diharuskan patuh
terhadap peraturan perbankan yang berlaku umum, bank syariah juga diharuskan
patuh terhadap prinsip syariah. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang berbeda
dari bank konvensional agar bank syariah senantiasa patuh terhadap prinsip syariah
berdasarkan fatwa DSN. Pengawasan prinsip syariah yang dimaksud diwujudkan
dengan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap bank syariah. Sedangkan
pengawasan terkait kepatuhan terhadap peraturan perbankan secara umum dan kehati-
hatian dilakukan oleh Bank Indonesia.
16. 16. Dewan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005) diartikan
sebagai badan yang terdiri dari beberapa orang yang bekerja memutuskan sesuatu
melalui perundingan, sedangkan pengawas berasal dari kata awas yang merupakan
proses controlling. Dalam Pasal 1 PBI No. 11/33/PBI/2009 dijelaskan bahwa Dewan
Pengawas Syariah adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam
pasal 2 disebutkan bahwa pelaksanaan GCG salah satunya adalah diwujudkan dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan pengawas syariah. 7. Pengertian
Kinerja Kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual, karena
setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda - beda dalam
mengerjakan tugasnya. Pihak manajemen dapat mengukur karyawan atas unjuk
kerjanya berdasarkan kinerja dari masing - masing karyawan. Kinerja adalah sebuah
aksi, bukan kejadian. Aksi kinerja itu sendiri terdiri dari banyak komponen dan bukan
merupakan hasil yang dapat dilihat pada saat itu juga. Pada dasarnya kinerja
merupakan sesuatu hal yang bersifat individual, karena setiap karyawan memiliki
tingkat kemampuan yang berbeda dalam mengerjakan tugasnya. Kinerja tergantung
pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh. Hal ini
berarti bahwa kinerja merupakan hasil kerja karyawan dalam bekerja untuk periode
waktu tertentu dan penekanannya pada hasil kerja yang diselesaikan karyawan dalam
periode waktu tertentu. (Timpe, 1993, p. 3). Performance is defined as the record of
outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time
period. Performance on the job as a whole would be equal to the sum (or average) of
performace on the critical or essential job functions. The functions have to do with the
work which is performed and not with the characteristic of the person performing.
(Williams, 1998, p. 75). Berdasarkan keterangan di atas dapat pula diartikan bahwa
kinerja adalah sebagai seluruh hasil yang diproduksi pada fungsi pekerjaan atau
aktivitas khusus selama periode khusus. Kinerja keseluruhan pada pekerjaan adalah
sama dengan jumlah atau rata - rata kinerja pada fungsi pekerjaan yang penting.
Fungsi yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut akan dilakukan dan tidak dilakukan
dengankarakteristik kinerja individu. Pendapat di atas didukung oleh pernyataan dari
Sunarto (2003), yaitu : Kinerja yang tinggi dapat tercapai oleh karena kepercayaan
(trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota - anggotanya artinya para anggota
mempercayai integritas,
17. 17. karakteristik, dan kemampuan setiap anggota lain. Untuk mencapai kinerja yang
tinggi memerlukan waktu lama untuk membangunnya, memerlukan kepercayaan, dan
menuntut perhatian yang seksama dari pihak manajemen. 8. Faktor - Faktor yang
Mempengaruhi Kinerja Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja pegawai adalah
: a. Ketrampilan Ketrampilan banyak pengaruhnya terhadap efektivitas kerja pegawai.
Keterampilan pegawai dalam suatu instansi dapat ditingkatkan melalui latihan-latihan.
b. Motivasi Dengan adanya motivasi mendorong seseorang utuk lebih giat dalam
menjalankan tugasnya. c. Disiplin kerja Keadaan yang menyebabkan/memberikan
dorongan kepada pegawai untuk berbuat dan melakukan segala kegiatan sesuai
dengan norma-norma/peraturan yang telah ditetapkan d. Sikap dan etika kerja Etika
dalam hubungan kerja sangat penting karena akan menciptakan hubungan yang
selaras, serasi dan seimbang antara pelaku dalam proses yang akan meningkatkan
efektivitas kerja. e. Gizi dan kesehatan Apabila ada pegawai yang mengalami
gangguan kesehatan dan ia tidak dapat melaksanakan pekerjaannya maka secara
otomatis tidak akan ada efektivitas kerja. f. Tingkatan penghasilan Penghasilan atau
gaji yang cukup berdasarkan prestasi kerja akan memberi semangat sehingga
efektivitas kerja akan tercapai. g. Lingkungan dan iklim kerja Lingkungan dan iklim
kerja yang mendukung akan menambah kerja yang lebih efektif. h. Sarana / alat
Dengan adanya peralatan dan perlengkapan yang memadai dan menunjang akan
meningkatkan efektivitas kerja.
18. 18. i. Manajemen Adanya manajemen yang baik maka pegawai akan terorganisasi
dengan baik yang akan mendukung suatu efektivitas kerja. j. Kesempatan berprestasi
Setiap orang ingin mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, dengan diberikan
kesempatan berprestasi maka pegawai akan dapat meningkatkan efektivitas kerjanya.
(Siagian,1983:154). 9. Pengertian Pegawai Pegawai adalah orang yang bekerja pada
suatu instansi dan mendapatkan gaji setiap bulan. Melapyu S.P Hasibuan dalam
bukunya MSDM (1993 : 13), menyatakan bahwa pegawai adalah orang menjual jasa
(pikiran dan tenaga) dan mendapat kompensasi (balas jasa) yang besarnya telah
ditetapkan terlebih dahulu, dimana mereka wajib dan terikat untuk mengerjakan
pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh gaji sesuai dengan perjanjian.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diasumsikan bahwa pegawai adalah semua
penduduk yang mampu melakukan pekerjaan dan mendapatkan gaji setiap bulan,
kecuali golongan yang terdiri dari : 1. Anak – anak berumur 14 tahun ke bawah 2.
Mereka yang masih berumur 14 tahun ke atas tetapi masih mengunjungi sekolah
untuk waktu penuh 3. Mereka karena usia tinggi, cacat baik jasmani maupun rohani,
tidak mampu melakukan pekerjaan dengan hubungan kerja untuk diri sendiri
(swakarya) maupun dalam hubungan kerja yang mampu bekerja tetapi karena sesuatu
tidak mendapatkan pekerjaan yaitu para penganggur. G. Hipotesis Hipotesis adalah
jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai bukti
melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002 : 164). Berdasarkan kerangka berfikir
pada bab I, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : ”Diduga
tingkat pengawasan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja pegawai bank
pada saat oprasional sehari-hari pada perbankan syariah.
19. 19. H0: tidak ada hubungan antara pengawasan dengan kinerja pegawai perbankan
syariah. H1: ada hubungan antara pengawasan dengan kinerja pegawai perbankan
syariah. H. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang dipakai dalam
penelitian ini adalah Asosiatif, yaitu penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan
Pengaruh pengawasan teerhadap kinerja pegawan perbankan syariah “Bank Syariah
Mandiri Cabang Bogor”. Metode ini memakai dua data dalam proses penelitiannya: 1.
Data primer Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber pertama baik
dari individu atau perseorangan, seperti hasil wawancara atau hasil pengisian
kuisioner (Husein Umar, 2000:130). 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data
primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data
primer atau oleh pihak lain (Husein Umar, 2000:130). 2. Menentukan Sampel Sampel
adalah bagian dari populasi yang dijadikan sebagai obyek penelitian. Karena
keberadaannya merupakan bagian dari populasi, tentulah ia memiliki ciri-ciri yang
dimiliki oleh populasinya. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling dengan jenis sampelnya adalah quota
sampling. Dalam teknik purposive sampling, seseorang atau sesuatu diambil sebagai
sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki
informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Quota sampling artinya bentuk dari
sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak
melainkan secara kebetulan saja. Dalam penelitian ini, respondennya adalah nasabah
yang kebetulan berada di Bank Syariah Mandiri Cabang Sawangan pada saat
pengumpulan data melalui kuesioner. Besarnya sampel yang diperlukan dalam
penelitian ditentukan berdasarkan sifat populasi, tingkat ketepatan yang diperlukan,
dan sumberdaya
20. 20. yang tersedia bagi peneliti. Dengan berdasarkan pertimbangan tersebut, maka
jumlah responden yang dalam penelitian ini, yaitu 100 responden dapat mewakili
pegawai yang berjumlah 300 pegawai. 3. Tekhnik Pengumpulan Data 1. Studi
Kepustakaan Cara ini dilakukan dengan tujuan untuk memperdalam teori yang ada
kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi penulis dalam penelitian ini. 2. Studi
Lapangan Dalam studi ini peneliti melakukan penelitian langsung ke para nasabah
bank syariah mandiri. Adapun teknis pengumpulan data di lapangan ini menggunakan
: a. Interview, ini diperlukan dalam rangka melengkapi data dengan jalan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada pihak yang bersangkutan atau yang berkepentingan. b.
Kuisioner, ini di perlukan dalam rangka melengkapi data yang tidak bisa ditanyakan
kepada nasabah melalui inetrview. Dan untuk lebih memudahkan peneliti. 4.
Instrumen Penelitian No. Variabel Penelitian Indikator No. Item Instrumen Skala 1.
Pengawasan (X) a. Menentukan ukuran/pedoman baku/standart b. Mengadakan
penilaian /pengukuran pekerjaan c. Perbandingan antara pelaksanaan pekerjaan d.
Melakukan tindakan koreksi / perbaikan. - Likert - -
21. 21. 2. Kerja (Y) a. Penyesuaian Diri b. Kepuasan Kerja c. Prestasi Kerja Menurut
Steers. - Likert - 5. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 9
Nopember - 27 Nopember 2013 di Kantor Bank Syariah Mandiri cabang Bogor, .....?
6. Analisis Data Metode analisis data ada dua macam, yaitu: 1. Analisis deskriptif
yaitu analisis yang digunakan untuk menggambarkan profil responden yang meliputi
jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat penghasilan dan yang lainnya. 2.
Analisis kuantitatif yaitu analisis yang bertujuan untuk mengetahui Hubungan
pengawasan terhadap tingkat kinerja pegawan perbankan syariah, pada Bank Syariah
Mandiri cabang Bogor, yang keberadaannya dipengaruhi oleh faktor pengawasan
terhadap Standar Oprasianal Perusahaan (SOP), yaitu pengawasan Internal Bank.
22. 22. 7. Jadwal Penelitian No. Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan November Desember
Januari I II II I IV I II II I IV I II II I IV 1. Persiapan 1. Stuadi Pendahuluan 2.
Penyusunan Proposal 3. Konsultasi ke Pembim. 4. Seminar Proposal 5. Perbaikan
Proposal 2. Pelaksanaan 1. Pengumpulan data 2. Pengolahan data 3. Konsultasi ke
Pembim. 4. Seminar hasil penelitian 5. Perbaikan hasil seminar 6. Konsultasi ke
Pembim. 7. Ujian Skripsi 8. Perbaikan/Finalisasi
23. 23. Angket Penelitian 1. Apakah Pegawai bekerja sesuai dengan SOP perusahaan ? a.
Tidak Pernah b. Jarang sekali c. Sering d. Selalu 2. Evaluasi kerja pegawai sangat
penting bagi oprasional perusahaan. a. Setiap hari b. Sekali sepekan c. Sekali sebulan
d. Tidak perna 3. Apakah efektifitas kinerja pegawai mengalami perubahan ? a. Tidak
Pernah b. Jarang sekali c. Sering d. Selalu 4. Diantara para pegawai saling
memberikan masukan atau ide-ide baru ? a. Tidak Pernah b. Jarang sekali c. Sering d.
Selalu 5. Apakah diantara pegawai saling mengenal ? a. Tdak sama sekali b. Tidak c.
Kenal d. Kenal semua 6. Apakah semua pegawai merasa puas dengan besaran upah ?
a. Tidak sama sekali b. Tidak c. Puasa d. Puas sekali 7. Apakah pegai berprestasi
dalam pekerjaanya ? a. Tidak sama skali b. Tidak c. Berprestasi d. Berprestasi sekali
Sekian & Terimaksih...!!!

Anda mungkin juga menyukai