Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Kata Pengantar
Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik
norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam
filsafat pancasila terkandung didalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang
bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis, dan komperhensif
(menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh kerena
itu, suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-
norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek raksis
melainkan suatu nilai-nilain yang bersifat mendasar.

Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang


bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup
bermasyaarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun manakala nilai-nilai
tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau
kehidupan yang nyata dalam bermasyarakat, bangsa maupun negara maka
nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang
jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Norma-norma tersebut meliputi
(1) Norma moral, yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang
dapat di ukur dari sudut baik maupun buruk. Sopan ataupun tidak sopan,
susila ataupun tidak susila. Dalam kapasitas inilah nilai-nilai Pancasila
telah terjabarkan dalam suatu norma-norma moralitas atau norma-norma
etika sehingga Pancasila merupakan sistem etika dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. (2) Norma Hukum, yaitu suatu sistem aturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah
maka Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum
di negara Indonesia. Sebagai sumber dari segala sumber hukum nilai-nilai
Pancasila yang sejak dahulu telah merupakan suatu cita-cita moral yang
luhur yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari Bangsa Indonesia
sebelum membentuk negara. Atas dasar pengertian inilah maka nilai-nilai
pancasila sebenarnya berasal dari bangsa Indonesia sendiri atau dengan
lain perkataan Bangsa Indonesia sebagai asal mula materi nilai-nilai
Pancasila.
Jadi, sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu
pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan
merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma
baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada gilirannya
harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun
norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian etika ?
2. Etika Pancasila ?
3. Pancasila sebagai solusi problem bangsa, seperti korupsi, kerusakan
lingkungan ?

C. Tujuan

Berdasarkan beberapa rumusan masalah disebut di atas, maka tujuan dari


pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui dan memahami makna dari suatu etika.
b. Mengetahui dan memahami tentang etika Pancasila.
c. Mengetahui dan memahami peran Pancasila dalam memecahkan
problem bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika

Sebagai usaha suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi menjadi beberapa cabang
menurut lingkungan bahasanya masing-masing. Cabang-cabang itu di bagi
menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat raktis.
Kelompok pertama mempertanyakan segala sesuatu yang ada, sedangkan
kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersifat terhadap apa yang ada
tersebut. Jadi filsafat teoritis mempertanyakan dan berusaha mencari jawabannya
tentang sesuatu, misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai
keseluruhan, tentang pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui, tentang yang
transenden dan lain sebagainya. Dalam hal ini filsafat teoritis pun juga
mempunyai maksud-maksud dan berkaitan erat dengan hal-hal yang bersifat
raktis, karena pemahaman yang di cari menggerakan kehidupannya.

Dalam percakapan sehari-hari dan dalam berbagai tulisan sangat sering


seseorang menyebut istilah etika, meskipun sangat sering pula seseorang
menggunakannya secara tidak tepat. Sebagai contoh penggunaan istilah ‘etika
pergaulan, etika jurnalistik, etika kedokteran’ dan lain-lain, padahal yang
dimaksud adalah etiket, bukan etika. Etika harus dibedakan dengan etiket. Etika
adalah kajian ilmiah terkait dengan etiket atau moralitas. Dengan demikian, maka
istilah yang tepat adalah etiket pergaulan, etiket jurnalistik, etiket kedokteran, dan
lain-lain. Etiket secara sederhana dapat diartikan sebagai aturan kesusilaan/sopan
santun.

Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa


Yunani, ethos,  yang artinya watak kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan
moral yang berasal dari bahasa Latin, mos  yang jamaknya mores, yang juga
berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata etika dan moral memiliki kesamaan
arti, dalam pemakaian sehari-hari dua kata ini digunakan secara berbeda. Moral
atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika
digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada. Dalam bahasa Arab, padanan
kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamak khuluk yang berarti
perangai, tingkah laku atau tabiat.

Etika temaksuk kelompok filsafat raktis dan dibagi menjadi dua kelompok
yaitu Etika Umum dan Etika Khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah
suatu imu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab beradapan dengan bebagai ajaran moral. Etika umum
mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia,
sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam berbagai aspek
kehidupan manusia. Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas
kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang
kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup bermasyarakat, yang
merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.

Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pokoknya
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan
“tidak susila” , “baik” dan “buruk”. Sebagai bahasan khusus etika membicarakan
sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak. Kualitas-
kualitas ini dinamakan kebajkan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti
sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memiliki dikatakan orang yang
tidak susila. Sebenarnya etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip
dasar pembenaran dalam hubungan tingkah laku manusia. Dapat juga dikatakan
bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan degan tingkah
laku manusia.

B. Etika Pancasila

Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan


dengan aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan
tindakan dan pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-
aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian
baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya
apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan
mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun
merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun
adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga
bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.

Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam


kehidupan manusia. Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai
ini bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang
bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan
dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.
Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang
melanggar nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan
antara manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk. Misalnya pelanggaran
akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan
menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk
melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain.

Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik


apabila sesuai dengan nilai-nilai Kemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai
Kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan
keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial,
makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan.
Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain,
yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan
baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep
keadilan dan keadaban.

Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik


apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang
sendiri merupakan perbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belah
persatuan. Sangat mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya
atas nama agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah
persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila bukan
merupakan perbuatan baik.

Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan


ini terkandung nilai lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan
permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang
mengandung nilai kebaikan tertinggi.

Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah


dibanding mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan
tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI
menyetujui tujuh kata tersebut, namun memperhatikan kelompok yang sedikit
(dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka
pandangan minoritas “dimenangkan” atas pandangan mayoritas. Dengan
demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang
banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan
pada konsep hikmah/kebijaksanaan.

Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan
kata adil, maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu.
Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu
perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat
banyak.
Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi
setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner
yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.

Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat


menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat
mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi
dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila
merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang
harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah
Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai
yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan
dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh,
nilai Ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi.
Nilai Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong,
penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan
menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan
menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai
Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama
dan lain-lain.

C. PANCASILA SEBAGAI SOLUSI PROBLEM BANGSA

1. KORUPSI

Korupsi secara harafiah diartikan sebagai kebusukan, keburukan,


kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian (Tim Penulis Buku Pendidikan anti korupsi, 2011: 23). Kasus korupsi
yang terjadi di Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi yang begitu tinggi.
Oleh karenanya, penyelesaian korupsi harus diselesaikan melalui beragam
cara/pendekatan, yang dalam hal ini saya menggunakan istilah pendekatan
eksternal maupun internal. Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah adanya
unsur dari luar diri manusia yang memiliki kekuatan ‘memaksa’ orang untuk tidak
korupsi. Kekuatan eksternal tersebut misalnya hukum, budaya dan watak
masyarakat. Dengan penegakan hukum yang kuat, baik dari aspek peraturan
maupun aparat penegak hukum, akan mengeliminir terjadinya korupsi. Demikian
pula terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti korupsi juga menjadikan
seseorang enggan untuk melakukan korupsi. Adapun kekuatan internal adalah
kekuatan yang muncul dari dalam diri individu dan mendapat penguatan melalui
pendidikan dan pembiasaan. Pendidikan yang kuat terutama dari keluarga sangat
penting untuk menanamkan jiwa anti korupsi, diperkuat dengan pendidikan
formal di sekolah maupun non-formal di luar sekolah.

Maksud dari membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila


adalah membangun mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut
dalam diri masyarakat. Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan
melalui pendidikan kepribadian termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila.
Melihat realitas di kelas bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila sering dikenal
sebagai mata kuliah yang membosankan, maka dua hal pokok yang harus dibenahi
adalah materi dan metode pembelajaran. Materi harus selalu up to date dan
metode pembelajaran juga harus inovatif menggunakan metode-metode
pembelajaran yang dikembangkan. Pembelajaran tidak hanya kognitif, namun
harusmenyentuh aspek afektif dan konatif.

Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan


tentu mampu menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya
sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke
dalam kehinaan dengan melakukan korupsi. Perbuatan korupsi terjadi karena
hilangnya kontrol diri dan ketidak mampuan untuk menahan diri melakukan
kejahatan. Kebahagiaan material dianggap segala-galanya dibanding kebahagiaan
spiritual yang lebih agung, mendalam dan jangka panjang. Keinginan
mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikannya nilai-nilai
agama dikesampingkan.

Kesadaran manusia akan nilai ketuhanan ini, secara eksistensial akan


menempatkan manusia pada posisi yang sangat tinggi. Hal ini dapat dijelaskan
melalui hirarki eksistensial manusia, yaitu dari tingkatan yang paling rendah,
penghambaan terhadap harta (hal yang bersifat material), lebih tinggi lagi adalah
penghambaan terhadap manusia, dan yang paling tinggi adalah penghambaan
pada Tuhan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu
tidak akan merendahkan dirinya diperhamba oleh harta, namun akan menyerahkan
diri sebagai hamba Tuhan. Buah dari pemahaman dan penghayatan nilai
ketuhanan ini adalah kerelaan untuk diatur Tuhan, melakukan yang diperintahkan
dan meninggalkan yang dilarang-Nya.

Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam
konteks Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi
kekuatan moral besar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan dijadikan landasan
moril dan diejawantahkan dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara,
terutama dalam pemberantasan korupsi. Penanaman nilai sebagaimana tersebut di
atas paling efektif adalah melalui pendidikan dan media. Pendidikan informal di
keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian didukung oleh pendidikan
formal di sekolah dan nonformal di masyarakat. Peran media juga sangat penting
karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagi
masyarakat. Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan
membangun karakter masyarakat yang maju namun tetap berkepribadian
Indonesia.

2. KERUSAKAN LINGKUNGAN

Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber


daya air, udara, dan tanah; kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar. Dalam Pasal 1
angka 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup dikatakan, bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan
dan pengendalian lingkungan hidup.

Dalam Pasal 3 undang-undang di atas dijelaskan lebih jauh, bahwa


pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab
negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 ditegaskan lebih
lanjut, bahwa sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah:
1. Tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia
dan lingkungan hidup;
2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang
memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
4. Tercapainya kelesatarian fungsi lingkungan hidup;
5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak
usaha dan/ atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Tujuan pembangunan yang dilakukan bangsa Indonesia adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan mutu hidup rakyat. Proses
pelaksanaan pembangunan di satu pihak menghadapi permasalahan jumlah
penduduk yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi dan di lain pihak
sumber daya alam yang dipunyai sangat terbatas.
Kegiatan pembangunan yang dilakukan dan pertambahan jumlah
penduduk yang semakin banyak mau tidak mau dapat mengakibatkan tekanan
terhadap sumber daya alam. Pendayagunaan sumber daya alam untuk
meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat harus disertai dengan upaya
untuk melestarikan kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang guna
menunjang pembangunan yang berkesinambungan dan dilaksanakan dengan
kebijaksanaan yang terpadu dan menyeluruh serta memperhitungkan kebutuhan
generasi sekarang dan mendatang. Oleh karena itu, pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan mutu kehidupan rakyat itu, baik generasi
sekarang dan mendatang, adalah pembangunan berwawasan lingkungan.
Mengacu pada pengertian yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 23
Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimaksud
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya
sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya,
ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Sebagai konsekwensi pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup ini, maka banyak hal-hal yang harus diperhatikan oleh
pemerintah maupun masyarakat, antara lain yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 yang mengatur Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Dalam Pasal 3 dijelaskan, bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang
diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan dan asas
manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunann berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Pasal 4 diatur mengenai sasaran pengelolaan lingkungan hidup yang
pengaturannya adalah sebagai beirkut :
1. Tercapainya keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara manusia
dan lingkungan hidup;
2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang
memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak
usaha dan atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran
dan atau perusakan lingkungan hidup.

Penjabaran, pengamalan atau aplikasi nilai-nilai Pancasila dalam aspek


pembangunan berwawasan lingkungan tidak bisa dipisahkan, sebab Pancasila ,
seperti dijelaskan dalam Penjelasan Umum Undang- Undang No. 23 Tahun 1997
di atas, merupakan kesatuan yang bulat dan utuh yang memberikan keyakinan
kepada rakyat dan bangsa Indonesia, bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika
didasarkan atas keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik dalam hubungan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan manusia,
manusia dengan alam, dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai
kemajuan lahir dan kemajuan batin. Antara manusia, masyarakat dan lingkungan
hidup terdapat hubungan timbal balik, yang harus selalu dibina dan dikembangkan
agar dapat tetap dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan yang dinamis
(Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 : 575).
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila ke
V yang harus diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup adalah sebagai berikut ( Soejadi, 1999 : 88- 90) :
Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius, antara lain :
1.      Kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala
sesuatu dengan sifat-sifat yang sempurna dan suci seperti Maha Kuasa, Maha
Pengasih, Maha Adil, Maha Bijaksana dan sebagainya;
2. Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua
perintah- NYA dan menjauhi larangan-larangannya. Dalam memanfaatkan
semua potensi yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah manusia
harus menyadari, bahwa setiap benda dan makhluk yang ada di sekeliling
manusia merupakan amanat Tuhan yang harus dijaga dengan sebaik-
baiknya; harus dirawat agar tidak rusak dan harus memperhatikan
kepentingan orang lain dan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengaplikasikan Sila ini dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya menyayangi binatang; menyayangi
tumbuhtumbuhan dan merawatnya; selalu menjaga kebersihan dan sebagainya.
Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa Allah tidak suka pada orang-orang yang
membuat kerusakan di muka bumi, tetapi Allah senang terhadap orang-orang
yang selalu bertakwa dan selalu berbuat baik.
Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab terkandung nilai-nilai
perikemanusiaan yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal
ini antara lain sebagai berikut :
1. Pengakuan adanya harkat dan martabat manusia dengan sehala hak dan
kewajiban asasinya;
2. Perlakuan yang adil terhdap sesama manusia, terhadap diri sendiri, alam
sekitar dan terhadap Tuhan;
3. Manusia sebagai makhluk beradab atau berbudaya yang memiliki daya
cipta, rasa, karsa dan keyakinan.
Dalam hal ini banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk
mengamalkan Sila ini, misalnya mengadakan pengendalian tingkat polusi udara
agar udara yang dihirup bisa tetap nyaman; menjaga kelestarian tumbuh-
tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar; mengadakan gerakan penghijauan dan
sebagainya.
Nilai-nilai Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab ini ternyata
mendapat penjabaran dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1997 di atas, antara
lain dalam Pasal 5 ayat (1) sampai ayat (3); Pasal 6 ayat (1) sampai ayat (2) dan
Pasal 7 ayat (1) sampai ayat (2).
Dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak
yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; dalam ayat (2) dikatakan,
bahwa setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang
berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (3)
dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam Pasal 6 ayat (1) dikatakan, bahwa setiap orang berkewajiban
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan dalam ayat (2)
ditegaskan, bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan
berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan
lingkungan hidup.
Dalam Pasal 7 ayat (1) ditegaskan, bahwa masyarakat mempunyai kesempatan
yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan
hidup; dalam ayat (2) ditegaskan, bahwa ketentuan pada ayat (1) di atas dilakukan
dengan cara :
1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;
2. Menumbuhkembangkan kemampauan dan kepeloporan masyarakat;
3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masya-rakat untuk melakukan
pengwasan sosial;
4. Memberikan saran pendapat;
5. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.
Dalam Sila Persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa, dalam arti
dalam hal-hal yang menyangkut persatuan bangsa patut diperhatikan aspek-aspek
sebagai berikut :
1. Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah
Indonesia serta wajib membela dan menjunjung tinggi (patriotisme);
2. Pengakuan terhadap kebhinekatunggalikaan suku bangsa (etnis) dan
kebudayaan bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan arah dalam
pembinaan kesatuan bangsa;
3. Cinta dan bangga akan bangsa dan Negara Indonesia (nasionalisme).
Aplikasi atau pengamalan sila ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain dengan melakukan inventarisasi tata nilai tradisional yang harus selalu
diperhitungkan dalam pengambilan kebijaksanaan dan pengendalian
pembangunan lingkungan di daerah dan mengembangkannya melalui pendidikan
dan latihan serta penerangan dan penyuluhan dalam pengenalan tata nilai
tradisional dan tata nilai agama yang mendorong perilaku manusia untuk
melindungi sumber daya dan lingkungan (Salladien dalam Burhan Bungin dan
Laely Widjajati , 1992 : 156-158).

Dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan Perwakilan terkandung nilainilai kerakyatan. Dalam hal ini ada
beberapa hal yang harus dicermati, yakni:
1. Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat;
2. Pimpinan kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal
sehat;
3. Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama;
4. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh
wakilwakil rakyat.
Penerapan sila ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain
(Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 : 560) :
1. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan
lingkungan hidup;
2. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup;
3. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kemitraan masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung
nilai keadilan sosial. Dalam hal ini harus diperhatikan beberapa aspek berikut,
antara lain:
1. Perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan terutama di bidang politik,
ekonomi dan sosial budaya;
2. Perwujudan keadilan sosial itu meliputi seluruh rakyat Indonesia;
3. Keseimbangan antara hak dan kewajiban;
4. Menghormati hak milik orang lain;
5. Cita-cita masyarakat yang adil dan makmur yang merata material spiritual
bagi seluruh rakyat Indonesia;
6. Cinta akan kemajuan dan pembangunan.
           
Pengamalan sila ini tampak dalam ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur
masalah lingkungan hidup. Sebagai contoh, dalam Ketetapan MPR RI Nomor
IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Bagian H yang
mengatur aspekaspek pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber
daya alam.
 Dalam ketetapan MPR ini hal itu diatur sebagai berikut (Penabur Ilmu, 1999 : 40)
:
1. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi;
2. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup
dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan pengunaan dengan
menerapkan teknologi ramah lingkungan;
3. Mendelegasikan secara betahap wewenang pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara
selektif dan pemeliharaan ling-kungan hidup, sehingga kualitas ekosistem tetap
terjaga yang diatur dengan undangundang;
4. Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseim-bangan lingkungan
hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya
masyarakat lokal serta penataan ruang yang pengaturannya diatur dengan undang-
undang;
5. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian
kemampuan keterbaruan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Etika memiliki banyak pengertian yang intinya membicarakan masalah


moral dan tingkah laku manusia dalam berkehidupan. Etika pancasila adalah etika
yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila. Peran
Pancasila sebagai solusi problem bangsa dalam mengatasi korupsi yaitu dengan
menanamkan nilai-nilai dari Pancasila pada setiap masyarakat Indonesia dan
diselesaikan melalui beragam cara/pendekatan, yang dalam hal ini saya
menggunakan istilah pendekatan eksternal maupun internal. Dalam aspek
pengelolaan lingkungan hidup tersebut perlu dikaitkan dan dijiwai dengan
pengamalan atau aplikasi nilai-nilai Pancasila, sebab Pancasila adalah norma-
norma yang tidak bisa dipisahkan dalam berbagai kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup mulai dari Sila I sampai Sila V.

B. SARAN

Untuk pengembangan lebih lanjut, kami menyarankan agar pembaca lebih


memahami tentang pentingnya memahami tentang etika Pancasila dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.
Kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Kaelan, M.S , 2004, Pendidikan Pancasila, Paradigma Offset, Yogyakarta.

https://mybelabilqis.blogspot.com/2017/06/makalah-pancasila-pancasila-
sebagai_34.html

http://esminyomanak.blogspot.com/2015/03/pancasila-sebagai-solusi-
kerusakan.html

Anda mungkin juga menyukai