Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SYIQAQ DAN HAKAMAIN


Makalah Ini Dibuat Memenuhi Tugas Mata Kuliah
FIQIH MUNAKAHAT
Dosen Pengampun: Dr. LILIK ANDAR YUNI, S.HI, M.SI

Disusun Oleh:

Badrul Ma’arif (1821407023)


Reza Andhika (1821407007)
Ardiansyah (1821407020)

HUKUM EKONOMI SYARIAH


JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
IAIN SAMARINDA
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih dan maha
penyayang, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua,
dan tak lupa sholawat dan salam kita hanturkan kepada nabi Muhammad SAW,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pada mata kuliah Fiqih Munakahat ini
tepat waktu dan dengan materi yang tergolong sangat luar biasa untuk kita
cermati. Makalah yang bertemakan “Syiqaq dan Hakamain” yang di berikan oleh
Dosen pengampu Ibu Dr.Lilik Andar Yuni, S.HI, M.SI
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontrubusi dengan memberikan ide-ide sehingga makalah ini dapat disusun
dengan baik dan rapi.
Semoga dengan terbentuknya dan terselesaikannya makalah ini rekan-
rekan terutama Ibu Dosen menerima dengan segala kekurangan dan kekhilafan
yang diperuntukan kepada makalah ini yang kami buat dengan semangat dan
ikhlas serta dengan adanya makalah ini semoga dapat berguna dan berfaidah
materi-materi yang terkandung didalamnya serta bermanfaat bagi pembaca
sekalian. Wallahul Muwafiq Illa Aqwamit Thoriq.

Samarinda April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah.............................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................1
C. Tujuan penulisan .......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Syiqaq......................................................................................2
B. Dasar Hukum Syiqaq ................................................................................3
C. Hakamain ..................................................................................................6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga merupakan bagian terkecil dari sebuah masyarakat
dimana didalamnya hanya terdiri dari suami, istri, dan sebagian anak. Dan
setiap rumah tangga pasti menginginkan sebuah keluarga yang di
dalamnya terdapat suatu kenyamanan, baik ketika berada di rumah
maupun ketika berada diluar rumah. Dimana seluruh hak dan kewajiban
bisa mereka dapatkan dan laksanakan sebagai konsekuensi dari hidup
bersama.
Dalam realitas sosial yang terjadi di masyarakat zaman sekarang
seperti yang kita ketahui dari media-media yang ada seperti media
elektronik, cetak dan yang lainnya banyak sekali keluarga yang mengalami
perceraian. Diantara sebab-sebab yang mengakibatkan perceraian tersebut
salah satunya adalah tidak terpenuhinya hak-hak dan kewajiban antara
suami istri dan terjadinya pembangkangan (nusyus) seorang istri kepada
suami dan atau suami terhadap istrinya. Hal semacam ini, biasanya tidak
lepas dari adanya suatu kecurigaan antara kedua pihak, kesalahpahaman,
tumbuh pikiran bahwa dirinya lebih baik dan atau merasa lebih memiliki
kekuasaan, dll.
Melihat fenomena tersebut, dalam pembahasan kali ini akan lebih
diuraikan kembali tentang Syiqaq dan Hakamain
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan hukum Syiqaq?
2. Apakah maksud Hakamain itu?
C. Tujuan
1. Dapat memahami dan mengetahui pengertian dan dasar hukum syiqaq.
2. Memahami apa itu hakamain.
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengetian Syiqaq
Syiqaq, berasal dari bahasa Arab “syaqqa” - “yasyuqqu” -
“syiqaaq”, yang bermakna “al-inkisaar”, pecah, berhamburan. Sedang
“syiqaq” menurut istilah oleh ulama fiqhi diartikan sebagai
perpecahan/perselisihan yang terjadi antara suami isteri yang telah
berlarut-larut sehingga dibutuhkan perhatian khusus terhadapnya. Sejalan
dengan pengertian tersebut “syiqaq” menurut penjelasan pasal 76 (1) UU
No. 7/1989 adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami
isteri.
“Syiqaq” berarti “perselesihian” atau “retak”. Menurut istilah
syiqaq dapat berarti krisis memuncak yang terjadi antara suami-istri
sedemikian rupa, sehingga antara suami-istri terjadi pertentangan pendapat
dan pertengkaran. Menjadi dua puhak yang tidak mungkin dipertemukan
dan kedua belah pihak tidak dapat mengatasinya. Sedangkan menurut
istilah fiqih, syiqaq adalah perselisihan suami-istri yang diselesaikan oleh
dua orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang
hakam dari pihak istri.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa syiqaq terjadi apabila
antara suami isteri tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan lahir maupun
kebutuhan batin, sehingga dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi
perselisihan yang tiada akhir. Oleh karena itu, bila terjadi konflik seperti
ini dalam keluarga Allah Swt memberikan petunjuk untuk
1
menyelesaikannya melalui cara-cara tertentu.

1
Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Dosa-dosa Suami Istri yang Meresahkan Hati, (Solo:
Kiswah, 2011), h. 53.
3

B. Dasar Hukum Syiqaq


Syiqaq merupakan salah satu alternative yang ditawarkan oleh
agama islam untuk menyelesaikan pertengkaran yang terjadi dalam suatu
keluarga, hal ini dijelaskan dalam firman allah surat Annisa Ayat 35:

َ ‫ﯾُﺮِﯾﺪَا إِنْ أَ ْھﻠِﮭَﺎ ﻣِﻦْ َوﺣَ َﻜﻤًﺎ أَ ْھﻠِ ِﮫ ﻣِﻦْ َﺣ َﻜﻤًﺎ ﻓَﺎ ْﺑ َﻌﺜُﻮا ﺑَ ْﯿﻨِ ِﮭﻤَﺎ ِﺷﻘَﺎ‬
ْ‫ق ِﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ َوإِن‬
‫ﻖ إِﺻْ َﻼﺣًﺎ‬
ِ ‫ﷲُ ﯾُ َﻮﻓﱢ‬
‫ﷲَ إِنﱠ ۗ◌ ﺑَ ْﯿﻨَﮭُﻤَﺎ ﱠ‬
‫َﺧﺒِﯿ ًﺮا َﻋﻠِﯿﻤًﺎ ﻛَﺎنَ ﱠ‬

"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka


kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS.
Annisa’:35)
Firman Alloh tersebut menjelaskan, jika terjadi kasus syiqaq antara
suami isteri maka dianjurkan untuk mengutus seorang hakam dari pihak
laki-laki maupun perempuan, dengan tujuan untuk menyelidiki dan
mencari sebab musabab permasalahan antara keduanya, dan allah
menganjurkan agar pihak yang berselisih apabila memungkinkan untuk
kembali membina rumah tangga (hidup bersama) kembali. Dan perlu
diketahui yang dimaksud hakam dalam ayat tersebut adalah seorang bijak
yang dapat atau cakap untuk menjadi penengah dalam menghadapi konflik
yang sedang terjadi.2
Ibnu Qudamah secara kronologis menjelaskan langkah-langkah
yang diambil oleh seorang hakam dalam menghadapi konflik tersebut,
yaitu:
Pertama, hakim mempelajari dan meneliti penyebab terjadinya konflik
tersebut, dan apabila ditemukan penyebabnya adalah nusyuznya isteri

2
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisaa, diterjemahkan Asep Sobari,
Lc., Fiqih Sunah Untuk Wanita. Cet I; (Jakarta: Darul Bayan Al-Haditsah,2010), h. 739.
4

maka penyelesaiannya adalah sebagaiman dalam kasusu nusuz isteri, dan


bila asal permasalahan terjadi karena nusyusnya suami maka yang harus
dilakukan adalah mencari orang yang disegani untuk menasehati sang
suami supaya menghentikan sikap nusyuznya terhadap isteri. Dan apabila
konflik tersebut berasal dari keduanya dan keduanya saling menyalahkan
maka hakim mencarikan orang yang disegani untuk menasehati keduanya.
Kedua, bila langkah-langkah di atas tidak membuahkan hasil, maka hakim
menunjuk seseorang dari pihak suami dan pihak isteri untuk
menyelesaikan konflik tersebut. Kepada kedua orang yang ditunjuk oleh
hakim tersebut diserahi wewenang untuk menyatukan kembali keluarga
yang hampir pecah itu dan apabila hal tersebut tidak memungkinkan maka
diperbolehkan untuk menceraikannya.
Sayuti thalib mengartikan syiqaq dengan keretakan yang sangat
hebat antara suami istri. Menurut istilah fiqih ialah perselisihan suami istri
yang diselesaikan oleh dua orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak
suami dan seorang hakam dari pihak istri. Maksudnya apabila terjadi
perselisihan yang sudah jauh diantara suami istri, maka hendaknya
didatangkan pihak ketiga yang bertindak sebagai hakam(arbiter), dari
keluarga suami dan dari keluarga istri. Rumusan definisi di atas, sama
dengan rumusan Irfan Sidqan yang mendefinisikan Syiqaq secara
terminologis, yakni keadaan perselisihan yang terus-menerus antara suami
istri yang dikhawatirkan akan menimbulkan kehancuran rumah tangga
atau putusnya perkawinan. Oleh karena itu, diangkatlah dua orang penjuru
pendamai(hakam) untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Definisi
syiqaq menurut fuqaha ialah perselisihan antara suami istri yang
dikhawatirkan akan memutus hubungan perkawinan, untuk menyelesaikan
diangkatlah hakamain.3

3
Abu 'Ubaidah Usamah bin Muhammad Al-Jammal, Kitab Al-Mu'minat Al-Baqiyat Ash-
Shalihat fi Ahkam Takhtashshu bihal Mu'minat, diterjemahkan Arif Rahman Hakim, Shahih Fiqih
Wanita Muslimah. Cet. 1; (Surakarta: Insan Kamil,2010), h. 346.
5

Dalam penjelasan pasal 76 ayat 1 UU No. 7 tahun 1989 syiqaq


diartikan sebagai perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami
istri.
Pengertian syiqaq yang dirumuskan dalam peraturan perundang-
undangan tersebut sudah memenuhi pengertian yang terkandung dalam
Surat An Nisa’ ayat 35. Pengertian dalam undang-undang ini mirip
dengan apa yang dirumuskan dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 huruf f UU
No.1 tahun 1974 jis pasal 19 huruf f PP No.9 tahun 1975, pasal 116
kompilasi hukum islam ;”antara suami, dan istri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun
lagi dalam rumah tangga.”
Apabila dalam kasus syiqaq ini keduanya tidak dapat berdamai
maka salah satu hal yang terbaik adalah dengan menceraikan keduanya,
dan kedudukan cerai sebab kasus syiqaq adalah bersifat ba’in , yaitu
pernikahan yang putus secara penuh dan tidak memungkinkan untuk
kembali lagi kecuali dengan mengadakan akad dan mas kawin baru tanpa
harus dinikahi oleh pria lain sebelumnya.
Madzhab Hanafi, Imam Syafi’I dan Madzhab Hanbali tidak
membolehkan terjadinya perceraian jika hanya berdasarkan pertimbangan
telah terjadi syiqaq. Sebab dipandang masih ada kemungkinan jalan lain
untuk mengatasi mudharat yang mungkin akan ditimbulkan oleh syiqaq
tersebut, selain melalui talaq atau perceraian. Salah satu cara
menyelesaikan perselisihan keluarga tersebut bisa dengan diajukan ke
pengadilan. Hakim atau aparat yang berwenang akan menasihati suami
dan istri agar tidak mengulangi sikap dan tindakan yang dapat
menimbulkan perselisihan baru.
Menurut Wahbah az-Zuhaili, perceraian yang diputuskan oleh
hakim sebagai akibat syiqaq berstatus sebagai talaq bain sughra, yakni
suami bisa kembali kepada istrinya itu dengan akad nikah yang baru.
Dengan demikan, tidak ada kesempatan rujuk bagi suami istri yang
dipisahkan karena syiqaq. Hal ini dapat dipahami, karena seandainya talaq
6

itu adalah talaq raj’i, maka suami dapat saja kembali kepada istrinya
dengan cara rujuk selama masa iddah belum habis.

C. Hakamain
1. Pengertian Hakamain dan Tugasnya
Hakam artinya juru damai. Jadi, hakamain adalah juru damai yang
dikirim oleh dua belah pihak suami istri apabila terjadi perselisihan antara
keduanya, tanpa diketaui keadaan siapa yang benar dan siapa yang salah
diantara kedua suami istri tersebut.
Hakamain yang ditetapkan Al-Qur'an adalah juru damai. Mereka
mengupayakan mendamaikan buka upaya memperkeruh keadaan, apalagi
dengan adanya juru damai malah membuat kedua belah pihak semakin
menjelek-jelekkan dan membuka rahasia masing-masing selama berumah
tangga. Hal tersebut sangat dilarang oleh islam.4
Para ahli fikih berbeda pendapat tentang arti hakam dalam QS. An-Nisa’
ayat 35 tersebut.
a. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'I serta pengikut
keduanya berpendapat, hakam berarti wakil atau sama halnya
dengan wakil. Hakam tidak boleh menjatuhkan talak kepada istri
sebelum mendapat persetujuan dari suami. Begitu pula hakam
dari pihak perempuan tidak boleh mengadakan khulu' sebelum
mendapat persetujuan suami. Hakam hanya mewakili pihak yang
berselih dan bertugas menyampaikan keinginan-keinginannya,
jika suami berkeinginan cerai maka hakam menyampaikan
keinginan tersebut, kecuali jika suami menyerahkan pemisahan
tersebut kepada juru damai. Alasannya adalah bahwa pada
dasarnya talak tidak berada di tangan siapapun, kecuali suami
atau seorang yang diberi kuasa olehnya. Dan yang berhak
mengangkat hakam adalah dari puhak suami dan istri.

4
Tihami, dan Sahrani Sohari, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Nikah Lengkap, Cet. 1;
(Serang: Rajawali Pers, 2008), h. 185
7

b. Menurut Imam Malik dan para pengikutnya berpendapat,


hakamain itu sebagai hakim sehingga boleh memberi keputusan
sesuai dengan pendapat keduanya mengenai hubungan suami-istri
yang sedang berselisih itu, apakah mereka memberi keputusan
berdamai atau bercerai tanpa pemberian keluasaan atau
persetujuan dari kedua belah pihak. Jadi, kerelaan sorang suami
sangat diperlukan disini. Alasan Imam Malik adalah apa yang
diriwayatkannya dari Ali bin Abi Thalib ra. bahwa ia mengatakan
tentang kedua juru damai itu:

‫َﲔ وَاﳉَ ْﻤ ُﻊ‬


ِ ْ ‫َﲔ ﻟﺰْﱠوﺟ‬
َ ْ ‫اِﻟَْﻴ ِﻬﻤَﺎ اﻟﺘﱠ ِﻔ ِﺮ ﻗَﺔُ ﺑـ‬

"Kepada kedua juru damai itu hak memisahkan dan


mengumpulkan kedua suami-istri".

Ibnu sirin menyebutkan bahwa ‘Ubaidah berkata: “Seorang suami


dan istri datang kepada Ali ra, masing-masing dari mereka berdua
membawa sekelompok orang banyak. Ali pun memerintahkan mereka
untuk menunjuk seorang hakam dari keluarga suami dan seorang
hakam dari keluarga istri. Setelah itu, Ali berkata kepada kedua
hakam,’’jika kalian memandang bahwa mereka berdua bisa bersatu,
maka satukanlah, dan jika kalian memandang bahwa mereka
berdua harus berpisah maka pisahkanlah. Sang istri berkata: “aku
ridho dengan kitab Allah swt, apa yang menjadi kewajibanku dan pa
yang menjadi hakku”. Dan sang suami berkata: “adapun untuk
berpisah, maka aku tidak mau”. Lalu Ali berkata: “Demi Allah,
engkau berbohong, sampai engkau memutuskan seperti apa yang telah
dia putuskan”.5

5
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 2, Cet.VI; (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 49
8

Dan menanggapi alasan yang di ungkapkan oleh Imam Abu


Hanifah dan Imam Syafi'I, Imam Malik berbeda pendapat tentang
kedua juru dalam menjatuhkan talak tiga. Dan yang berhak
mengangkat hakam adalah dari hakim atau pemerintah.
Jika kedua juru damai berbeda pendapat, salah satunya menetapkan
talak satu sedang juru damai yang lainya mengatakan talak dua. Maka
putusan keduanya tidak dapat di ambil, dan perlu mendatangkan
seorang hakim lagi, hingga kedua juru damai tersebut bisa
menghasilkan putusan yang sama. Jika tidak bisa mendapatkan juru
damai dari keluarga masing-masing untuk menyelesaikan perselisihan
pasangan suami-istri, maka mayoritas ulama, selain mazhab Maliki,
membolehkan mengutus dua juru damai orang lain yang bukan
keluarga suami atau istri. Putusan kedua juru damai itu bisa di terima,
selama keduanya tidak berbeda pendapat.6

2. Syarat-Syarat Hakamain
a. Berlaku adil diantar pihak yang bersengketa
b. Mengadakan perdamaian antar kedua suami istri dengan ikhlas
c. Disegani oleh kedua pihak suami istri
d. Hendaklah berpihak kepada pihak yang teraniaya, apabila pihak
yang lain tidak mau berdamai.

6
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisaa, diterjemahkan Asep Sobari,
Lc., Fiqih Sunah Untuk Wanita. Cet I;( Jakarta: Darul Bayan Al-Haditsah,2010), h. 751
9

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
“Syiqaq” berarti “perselesihian” atau “retak”. Menurut istilah
syiqaq dapat berarti krisis memuncak yang terjadi antara suami-istri
sedemikian rupa, sehingga antara suami-istri terjadi pertentangan pendapat
dan pertengkaran. Menjadi dua puhak yang tidak mungkin dipertemukan
dan kedua belah pihak tidak dapat mengatasinya. Sedangkan menurut
istilah fiqih, syiqaq adalah perselisihan suami-istri yang diselesaikan oleh
dua orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang
hakam dari pihak istri.
Syiqaq merupakan salah satu alternative yang ditawarkan oleh
agama islam untuk menyelesaikan pertengkaran yang terjadi dalam suatu
keluarga, hal ini dijelaskan dalam firman allah surat Annisa Ayat 35.
Hakamain yang ditetapkan Al-Qur'an adalah juru damai. Mereka
mengupayakan mendamaikan buka upaya memperkeruh keadaan, apalagi
dengan adanya juru damai malah membuat kedua belah pihak semakin
menjelek-jelekkan dan membuka rahasia masing-masing selama berumah
tangga. Hal tersebut sangat dilarang oleh islam.
DAFTAR PUSTAKA

Kamal Abu Malik bin Salim Sayyid, Fiqhus Sunnah Lin Nisaa, diterjemahkan
Asep Sobari, Fiqih Sunah untuk Wanita, Cet I, (Jakarta: Darul Bayan Al-
Haditsah, 2010)

Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Dosa-dosa Suami Istri yang Meresahkan Hati,
(Solo: Kiswah, 2011)

Saebani, Beni Ahmad, Fiqh Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 2010)

Tihami, dan Sahrani Sohari, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Nikah Lengkap, Cet.
1; (Serang: Rajawali Pers, 2008)

Usamah Abu 'Ubaidah bin Al-Jammal Muhammad, Kitab Al-Mu'minat Al-Baqiyat


Ash-Shalihat fi Ahkam Takhtashshu bihal Mu'minat, diterjemahkan Arif
Rahman Hakim, Shahih Fiqih Wanita Muslimah, Cet. 1, (Surakarta: Insan
Kamil, 2010)

Anda mungkin juga menyukai