Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

NUSYUZ

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah ……

Dosen Pengampu
…………

Disusun Oleh:

………………….

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ULUM KANDANGAN


JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadhirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga


penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah.
Salam dan shalawat kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta
Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum
muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
Penulis mengharapkan semoga Makalah yang berjudul “NUSYUZ” ini
dapat bermanfaat bagi semua pembaca, baik dikalangan Mahasiswa maupun
dikalangan masyarakat nantinya yang diajukan sebagai bahan diskusi pada tatap
muka perkuliahan.

Kandangan, November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................................i


KATA PENGANTAR .................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................................
2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Nusyuz …………………………………………………………………………3
B. Kriteria Nusyuz ………………………………………………………………………….…4
C. Macam-Macam Nusyuz ………………………………………………………………........5
D. Akibat Nusyuz ………………………………………………………………………….......11
E. Analisis Hukum Tentang Nusyuz …………………………………………………………12
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................................................. 14
B. Saran-Saran ..............................................................................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA 15

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orang yang akan berkeluarga pasti mengharapkan akan terciptanya
kebahagiaan dan keharmonisan dalam rumah tangganya. Namun kenyataanya
tidak selalu sejalan dengan harapan semula. Ketegangan dan konflik kerap kali
muncul, perselisihan pendapat, perdebatan, pertengkaran, saling mengejek, atau
bahkan memaki pun lumrah terjadi. Semua itu sudah semestinya dapat
diselesaikan secara arif dengan jalan bermusyawarah, saling berdialog secara
terbuka. Dan pada kenyataannya banyak persoalan dalam rumah tangga meskipun
terlihat kecil dan sepele namun dapat mengakibatkan terganggunya keharmonisan
hubungan suami isteri. Sehingga memunculkan apa yang biasa kita kenal dalam
hukum Islam dengan istilah nusyuz (kedurhakaan).
Nusyuz bisa terjadi disebabkan oleh berbagai alasan, mulai dari rasa
ketidakpuasan salah satu pihak atas perlakuan pasanganya, hak-haknya yang tidak
terpenuhi, atau adanya tuntutan yang berlebihan dari satu pihak terhadap pihak
yang lain. Bisa juga terjadi karena adanya kesalahan suami dalam menggauli
istrinya atau sebaliknya kesalahan istri dalam memahami keinginan dan hasrat
suami.
Pihak laki-laki (suami) diberi kewenangan untuk melakukan tindakan
dalam menyikapi nusyuznya isteri tersebut. Tindakan pertama yang boleh
dilakukan suami terhadap isterinya adalah menasehatinya, dengan tetap
mengajaknya tidur bersama. Tidur bersama ini merupakan simbol masih
harmonisnya suatu rumah tangga. Apabila tindakan pertama ini tidak
membawakan hasil, boleh diambil tindakan kedua, yaitu memisahi tempat
tidurnya. Apabila dengan tindakan kedua isteri masih tetap tidak mau berubah
juga, suami diperbolehkan melakukan tindakan ketiga yaitu memukulya.

1
Oleh karena itu ketika berbicara persoalan isteri yang nusyuz, maka perlu
dilakukan kajian tentang tindakan apa saja yang menjadi kewenangan suami, dan
perlu juga diajukan batasan-batasan tindakan yang boleh dilakukan oleh suami
yang dilegitimasi oleh syara’ itu sendiri secara jelas. Sehingga pemahaman-
pemahaman yang keliru dalam permasalahan ini dapat diluruskan sesuai
dengan Maqasid Asy-Syari’ah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Nusyuz?
2. Apa saja Kriteria Nusyuz?
3. Apa saja Macam-Macam Nusyuz?
4. Apa Akibat Nusyuz?
5. Bagaimana Analisis Hukum Tentang Nusyuz?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun agar dapat memahami tentang
1. Beberapa Pengertian Nusyuz
2. Beberapa Kriteria Nusyuz
3. Macam-Macam pembagian Nusyuz
4. Akibat dari perbuatan Nusyuz
5. Analisis Hukum Tentang Nusyuz

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nusyuz
Kata nusyuz dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar (akar kata)
dari kata ”‫ نشوزا‬-‫ ينشز‬-‫ ”نشز‬yang berarti: ”duduk kemudian berdiri, berdiri dari,
menonjol, menentang atau durhaka.1 Dalam konteks pernikahan, makna nusyuz
yang tepat untuk digunakan adalah “menentang atau durhaka”. sebab makna inilah
yang paling mendekati dengan persoalan rumah tangga.
Arti lain dari nusyuz adalah membangkang. Menurut Slamet Abidin dan
H.Aminuddin, nusyuz berarti durhaka, maksudnya seorang istri melakukan
perbuatan yang menentang suami tanpa alasan yang dapat diterima oleh syara’,
seperti istri tidak menaati suaminya atau menolak diajak ke tempat tidurnya. 2
Menurut Al-Qurtubi, nusyuz adalah: “mengetahui dan meyakini bahwa
isteri itu melanggar apa yang sudah menjadi ketentuan Allah dari pada taat kepada
suami.” Sedangkan menurut istilah, dalam kitab Al-Bajuri dikatakan bahwa
Nusyuz adalah: “keluar dari ketaatan (secara umum) dari isteri atau suami atau
keduanya”.
Dari beberapa definisi di atas dapat penulis simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan nusyuz adalah pelanggaran komitmen bersama terhadap apa
yang menjadi kewajiban dalam rumah tangga. Adanya tindakan nusyuz ini adalah
merupakan pintu pertama untuk kehancuran rumah tangga. Untuk itu, demi
kelanggengan rumah tangga sebagaimana yang menjadi tujuan setiap pernikahan,
maka suami ataupun isteri mempunyai hak yang sama untuk menegur masing-
masing pihak yang ada tanda-tanda melakukan nusyuz.

1 Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka


Progresif, 1994), h. 15-17.

2 Sahrani Sohari Tihami, Fikih Munakahat: Kajian Fiqih Nikah Lengkap, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), h. 185.

3
B. Kriteria Nusyuz
Saleh bin Ganim al-Saldani, menjelaskan secara rinci mengenai kriteria
tindakan istri yang termasuk ke dalam perbuatan nusyuz menurut para ulama
mazhab, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut ulama Hanafi: Apabila seorang istri (perempuan) keluar dari
rumah suami tanpa izin suaminya dan dia tidak mau melayani suaminya
tanpa alasan yang benar.
2. Menurut ulama Maliki : seorang istri dikatakan nusyuz apabila ia tidak taat
terhadap suaminya dan ia menolak untuk digauli, serta mendatangi suatu
tempat yang dia tahu hal itu tidak diizinkan oleh suaminya, dan ia
mengabaikan kewajibannya terhadap Allah SWT, seperti tidak
mandi janabah, dan tidak melaksanakan puasa di bulan Ramadhan
3. Menurut ulama Syafi’i, seorang stri dikatakan nusyuz apabila istri tersebut
tidak mematuhi suaminya dan tidak menjalankan ketentuan-ketentuan
agama yang berkaitan dengan hak-hak suaminya serta tidak menunaikan
kewajiban agama lainnya.
4. Sedangkan menurut ulama Hanbali, seorang istri dikatakan nusyuz apabila
istri melakukan tindakan yang tidak memberikan hak-hak suami yang
wajib diterimanya karena pernikahan.3

Dapat penulis analisis bahwa dari uraian di atas, kriteria nusyuz seorang
istri menurut ulama mazhab adalah sebagai berikut:
1. Istri menolak ajakan suami untuk bersetubuh, tanpa alsan yang dibenarkan
oleh syara’.
2. Istri keluar rumah tanpa izin suami atau tanpa alasan yang benar, serta ke
tempat yang telah dilarang suami.
3. Istri meninggalkan kewajiban agama.
4. Istri tidak berpenampilan menarik seperti yang diinginkan oleh suami.

3 Ibid, h. 22.
4
C. Macam-Macam Nusyuz
1. Nusyuz Perempuan / istri
Dilihat dari sikap isteri kepada suaminya dapat dipilah menjadi
dua, pertama, isteri yang salihah, yaitu yang tunduk dan taat kepada
perintah Allah dan lain lain. Kedua, istreri yang berusaha keluar dari
kewajibannya sebagai isteri, berusaha meninggalkan suami sebagai pucuk
pimpinan rumah tangga, dan menghendaki agar kehidupan rumah tangga
menjadi berantakan. Istri yang demikian disebut isteri yang nusyuz.4
Dalil al-Qur’an mengenai nusyuz perempuan ini ada misalnya pada
surat An-nisa’ ayat 34:
‫َالِّر َج اُل َقَّو اُمْو َن َع َلى الِّن َس ۤا ِء ِبَم ا َفَّض َل ُهّٰللا َب ْع َض ُهْم َع ٰل ى َب ْع ٍض َّو ِبَم ٓا َاْن َفُقْو ا‬
‫ِمْن َاْم َو اِلِه ْم ۗ َف الّٰص ِلٰح ُت ٰق ِنٰت ٌت ٰح ِفٰظ ٌت ِّلْلَغ ْيِب ِبَم ا َح ِفَظ ُهّٰللاۗ َو اّٰل ِتْي َتَخ اُفْو َن ُنُشْو َز ُهَّن‬
‫َف ِع ُظ ْو ُهَّن َو اْه ُجُرْو ُهَّن ِفى اْلَمَض اِج َو اْض ِر ُبْو ُهَّن ۚ َف ِاْن َاَط ْع َن ُك ْم َفاَل َت ْب ُغ ْو ا َع َلْي ِه َّن َس ِبْي اًل‬
‫ِع‬
‫ِۗاَّن َهّٰللا َك اَن َع ِلًّي ا َك ِبْيًر ا‬
Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki)
telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-
perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah)
dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah
telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu
khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada
mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang),
dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka
menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk
menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Maha besar”.
(QS. An-nisa: 34)

4 Supriatna dkk, Fiqh Munakahat II, (Yogyakarta : Bidang Akademik UIN, 2008), h. 5

5
Asbab an-uzul ayat ini turun, berkenaan dengan kasus seorang
suami yang memukul isterinya karena berlaku nusyuz, kemudian dia
mengadu kepada Rasulullah.Selanjutnya Rasulullah menetapkan hukuman
qishas atas suami tersebut, maka turunlah ayat 114 surat Thaha sebagai
teguran kepada Rasulullah karena keputusan yang “tidak pas”. Maka
turunlah ayat an-Nisa’ ayat 34 ini.
Tanda-tanda nusyuz perempuan (isteri) itu antara lain:
a. Tidak cepat menjawab suaminya berdasarkan bukan kebiasaan
b. Tidak nyata atau tidak jelas penghormatan kepada suaminya
c. Mendatangi suami dengan muka yang cemberut.
d. Seorang isteri yang jika diajak untuk berhubungan intim, dia menolak.
Akan tetapi, kita harus lebih adil melihat alasan isteri untuk tidak mau
berhubungan. Kalau alasannya rasional, seperti sedang sakit, kelelahan
atau tidak dalam keadaan siap hatinya, maka suami tidak berhak untuk
memaksakan.

Para Imam mazhab yang empat juga mengemukakan beberapa


tanda nusyuz isteri lainnya:
a. Pertama, Nusyuz dengan ucapan adalah apabila biasanya kalau
dipanggil, maka ia menjawab panggilan itu, atau kalau diajak bicara
dia biasanya bicara dengan sopan dan dengan ucapan yang baik. Tetapi
kemudian dia berubah, apabila dipanggil, maka ia tidak mau lagi
menjawab, atau kalau diajak bicara ia acuh tidak peduli (cuek) dan
mengeluarkan kata-kata yang jelek.
b. Kedua, nusyuz dengan perbuatan adalah apabila biasanya kalau diajak
tidur, maka ia menyambut dengan senyum dan wajah berseri. Tapi
kemudian berubah menjadi enggan, menolak dengan wajah yang
kecut.

6
Tetapi kalau biasanya apabila suaminya datang ia langsung
menyambutnya dengan hangat dan menyiapkan semua keperluannya.
Tetapi kemudian berubah jadi tidak mau peduli lagi.5

Cara penyelesaian
Jika isteri melakukan nusyuz, ada beberapa cara yang bisa ditempuh suami
untuk meredakan nusyuz sang isteri. Surat an- Nisa’ ayat 34 menjelaskan:
“Wanita-wanita yang kamu khawatir nusyuznya, maka nasehatilah mereka
dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka,
kemudian jika mereka mentaatimu maka janganlah mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha
Besar”. (An-Nisa:34).
Bedasarkan ayat tersebut, sekurangnya ada tiga cara menghadapi
isteri yang melakukan nusyuz:
a. Pertama, menasehati dengan tegas agar ia dapat kembali menjalankan
kewajibannya dengan baik sebagai istri. Peringatan yang diberikan
sepatutnya mengarahkan kepada pemulihan hubungan dalam rumah
tangga. Disini suami dituntut bijaksana dalam perkataan dan
perbuatan. Tegas bukan berarti kasar.
b. Kedua, berpisah tempat tidur. Cara ini baru dilakukan jika cara yang
pertama tidak mempan. Kalimat “‫( ”واهجروهن‬pisahkan mereka) dalam
surat An-Nisa ayat 34 ditafsirkan sebagian ulama sebagai tindakan
seorang suami tidak melakukan hubungan seksual atau tidak diajak
bicara sekalipun tetap berhubungan seksual. Bisa juga suami boleh
tidur bersama sampai istri kembali taat. Atau tidak didekatkan
ranjangnya dengan isteri.

5 Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 22.

7
c. Ketiga, jika cara pertama dan kedua tidak bisa membuat isteri berubah
menjadi taat kepada komitmen bersama dalam membangun rumah
tangga, maka jalan terakhir adalah dengan memukulnya. Akan tetapi
pemukulan di sini tidak bisa diartikan sebagai memukul dengan tangan
atau alat secara kasar apalagi melukai.6

2. Nusyuz Laki – Laki / Suami


Suami nusyuz mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah
karena meninggalkan kewajibannya kepada isteri, hal ini terjadi bila ia
tidak melaksanakan kewajiban kepada isterinya, baik meninggalkan
kewajiban yang bersifat materi, seperti memberi nafkah atau non materi
berupa tidak mengauli isterimya. 7
Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 128
sbb:

‫َع َلْيِهَم آ َأن‬ ‫ن َبْع ِلَها ُنُش وًز ا َأْو ِإْع َر اًضا َفاَل ُجَناَح‬
ۢ ‫َو ِإِن ٱْمَر َأٌة َخ اَفْت ِم‬
۟ ‫ٱلُّش َّح ۚ َو ِإن ُتْح ِس ُن‬
‫وا‬ ‫ُيْص ِلَح ا َبْيَنُهَم ا ُص ْلًحا ۚ َو ٱلُّص ْلُح َخْيٌر ۗ َو ُأْح ِضَر ِت ٱَأْلنُفُس‬
‫وا َفِإَّن ٱَهَّلل َك اَن ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َخ ِبيًرا‬
۟ ‫َو َتَّتُق‬
Artinya:
“Dan jika wanita khawatir tentang nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian
yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka
walaupun manusia itu menurut tabiatnya adalah kikir. Dan jika kamu
bergaul dengan isterimu dengan baik dan mereka memelihara dirimu
(dari nusyuz dan sikap acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.An-Nisa’ : 128).

6 Ali Yusuf As Subki, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 312.

7 Supriatna dkk, Fiqh Munakahat II, (Yogyakarta : Bidang Akademik UIN, 2008), h. 9.
8
Untuk mengetahui maksud ayat diatas, maka kita perlu mengetahui
asbab an-Nuzulnya. Ayat ini turun berkenaan dengan kasus yang menimpa
Saudah (isteri Rasulullah). Ketika beliau sudah tua, Rasulullah hendak
menceraikannya, maka ia berkata kepada Rasulullah: “Wahai
Rasulullah:”jangan engkau mencerai aku, bukankah aku masih
menghendaki laki-laki, tetapi karena aku ingin dibangkitkan menjadi
isterimu, maka tetapkanlah aku menjadi isterimu dan aku berikan hari
giliranku kepada Aisyah.”
Maka Rasulullah pun mengabulkan permohonan Saudah. Ia pun
ditetapkan menjadi isteri beliau sampai meninggal dunia, Maka dengan
kejadian tersebut, turunlah ayat an-Nisa’ 128.
Nusyuz suami, pada dasarnya adalah jika suami tidak memenuhi
kewajibannya, yaitu:
a. Memberikan mahar sesuai dengan permintaan isteri
b. Memberikan nafkah zahir sesuai dengan pendapatan suami
c. Menyiapkan peralatan rumah tangga, perlengkapan dapur,
perlengkapan kamar utama seperti alat rias dan perlengkapan kamar
mandi sesuai dengan keadaan dirumah isteri.
d. Menyiapkan pembantu bagi isteri yang dirumahnya memiliki
pembantu;
e. Menyiapkan bahan makanan minuman setiap hari untuk isteri anak-
anak dan pembantu kalau ada.
f. Memasak, mencuci, menyetrika dan pekerjaan rumah;
g. Memberikan rasa aman dan nyaman dalam rumah tangga;
h. Membayar upah kepada isteri, kalau isteri meminta bayaran atas semua
pekerjaan
i. Berbuat adil, apabila memiliki isteri lebih dari satu;
j. Berbuat adil diantara anak-anaknya.8

8 Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penerbit UI, 1974),
h. 32.

9
Cara Penyelesaian
Dalam nusyuz suami ini yang ditekankan cara penyelesaiannya
adalah dengan ishlah (perdamaian), akan tetapi jika hal ini tidak berhasil
maka suami dan isteri harus menunjuk hakam dari kedua belah pihak.
Hakam ini bisa datang dari keluarga, tokoh masyarakat atau pemuka
agama. Bisa juga melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 35 sbb: “Dan
jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka angkatlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang hakam tersebut bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami isteri itu,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal”.
Apabila dengan cara tersebut masih belum tercapai kata damai,
maka hakim boleh menjatuhkan ta’zir. Ta’zir dari segi bahasa bermakna
mendidik atau memperbaiki, sedangkan menurut istilah, ta’zir adalah
mengajarkan adab atau mengambil tindakan atas dosa yang tidak
dikenakan hukuman “had” dan tidak ada “kafarah”. Seperti nusyuz suami
ini.
Adapun bentuk-bentuk ta’zir yang bisa dijatuhkan kepada
seseorang yang melakukan kesalahan yang tidak bisa di “had” dan
“kafarah” sepeti dalam kasus nusyuz suami ini, yaitu sbb:
 Pemukulan yang tidak melukai;
 Pemukulan dengan keseluruhan telapak tangan;
 Penahanan (penjara);
 Mencela dengan perkataan;
 Mengasingkan dari daerah asal sampai pada jarak tempuh yang
boleh melakukan qasar;
 Memecat dari kedudukannya;

10
Bentuk dan jenis ta’zir ini diserahkan kepada pemerintah atau
pejabat yang berwenang. pabila degan jalan ta’zir ini suami masih saja
melakukan nuysuz, maka perempuan (isteri) bisa menempuh jalur hukum
juga berupa fasyahk. Hal ini bisa dilakukan apabila suami tidak
memberikan nafkah selama 6 bulan.

D. Akibat Nusyuz
Sebagai akibat hukum dari perbuatan nusyuz menurut jumhur ulama,
mereka sepakat bahwa isteri yang tidak taat kepada suaminya tanpa adanya suatu
alasan yang dapat dibenarkan secara syar’i atau secara ‘aqli maka isteri dianggap
nusyuz dan tidak berhak mendapatkan nafkah. Dalam hal suami beristeri lebih
dari satu (poligami) maka terhadap isteri yang nusyuz selain tidak wajib
memberikan nafkah, suami juga tidak wajib memberikan giliranya. Tetapi ia
masih wajib memberikan tempat tinggal.
Sedangkan untuk nusyuz suami, maka istri boleh melaporkannya kepada
hakim pengadilan untuk memberikan nasehat kepada suami tersebut apabila si
suami belum bisa di ajak damai dengan cara musyawarah. Demikian menurut
pendapat Imam Malik.9

9 Ibid, h. 33.
11
E. Analisis Hukum Tentang Nusyuz
Dalam kompilasi hukum Islam, soal Nusyuz juga diatur. Beberapa pasal
menegaskan hak dan kewajiban suami dan istri.
Pasal 80
1. Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan
tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting
diputuskan oleh suami dan isteri.
2. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup beruma tangga sesuai dengan kemampuannya
3. Suami wajib memberi pendidikan agama kepada isterinya dan memberi
kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi
agama, nusa dan bangsa.
4. Sesuai dengan pengahsilannya suami menanggung :
a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman isteri;
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri
dan anak;
c. Biaya pendidikan bagi anak.

Pasal 83
1. Kewajiban utama bagi seorang isteri adalah berbakti lahir dan batin
kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam;
2. Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga dengan
sebaik-baiknya;

Pasal 84
1. Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak melaksanakan kewajiban-
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan
alasan yang sah;

12
2. Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isteriya tersebut
pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk
kepentingan anaknya.
3. Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali setelah
isteri tidak nusyuz.
4. Ketentuan tentang ada atau tidaknya nusyuz dari isteri harus didasarkan
atas bukti yang sah.
Kompilasi Hukum Islam ini tidak dikenal adanya nusyuz yang dilakukan
suami. Padahal Islam jelas menegaskan nusyuz bia dilakukan suami dan isteri.
Bahkan, dalam banyak riwayat dikatakan suami lebih besar peluangnya untuk
melakukan nusyuz.
Sebagai manusia yang hidup dengan berpegang teguh terhadap agama
dan juga hidup secara sosial dalam suatu negara, maka sudah menjadi suatu
kewajiban menaati aturan yang telah ditetapkan oleh agama dan negara tersebut.
Dalam hal ini maka aturan agama yang telah ditetapkan kemudian disepakati
dalam sebuat aturan yang diundangkan di negara kita yakni berupa Kompilasi
Hukum Islam (KHI) mengenai masalah nusyuz ini sebenarnya tidaklah
bertentangan / relevan dengan undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Lahirnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 di Indonesia ini
dilandasi oleh berbagai pertimbangan, antara lain bahwa setiap warga negara
berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan.
Dengan demikian, segala bentuk kekerasan terutama kekerasan dalam rumah
tangga merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam
undang-undang tersebut yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) adalah: “Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga” (UU No. 23 Tahun 2004).

13
Oleh karena itu perbuatan kekerasan apapun itu karena faktor nusyuz atau
yang lainnya tidak dibolehkan oleh Islam dan Hukum Negara.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nusyuz adalah tindakan istri yang dapat ditafsirkan menentang atau
membandel atas kehendak suami. Begitu pula sebaliknya. Tentu saja sepanjang
kehendak tersebut tidak bertentangan dengan hukum agama. Apabila kehendak
tersebut bertentangan atau tidak dapat dibenarkan oleh agama, maka suami/istri
berhak menolak. Dan penolakan tersebut bukanlah termasuk nusyuz atau
durhaka.
Macam-macam nusyuz adalah nusyuznya istri terhadap suami dan
nusyuznya suami terhadap istri. Jika terjadi nusyuz, maka penyelesaiannya,
pertama dengan nasihat, kedua dengan hijrah tempat tidur (mendiamkannya,
bukan berarti pisah ranjang), ketiga dengan pukulan ringan selain wajah dan
bagian kepala.{apabila yang melakukan nusyuz adalah istri}. Sedangkan apabila
yang melakukan nusyuz adalah suami, maka cara penyelesaiannya adalah dengan
istri yang mengajak suami bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah tersebut
baik-baik. Apabila tidak bisa, maka jalan yang kedua adalah mengahdirkan hakam
dari pihak suami dan istri untuk berunding.

B. Saran
Kita hendaknya bersikap lemah lembut dan sopan terhadap suami/istri, dan
apabila ada masalah yang melanda dalam rumah tangga maka jangan sekali-kali
menggunakan kekerasan. Kita harus memikirkan apa dampak kedepannya, seperti
kata pepatah yang menyatakan “Berfikirlah sebelum bertindak” agar tidak terjadi
penyesalan.

14
DAFTAR PUSTAKA

As Subki Ali Yusuf. Fiqh Keluarga. Jakarta: Amzah, 2010.

Munawir, Ahmad Warsan. Al-Munawir Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta:


Pustaka Progresif, 1994.

Supriatna dkk. Fiqh Munakahat II. Yogyakarta : Bidang Akademik UIN, 2008.

Syuqqah, Abdul Halim Abu. Kebebasan Wanita. Jakarta: Gema Insani. 1999.

Thalib, Sajuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Penerbit UI.


1974.

Tihami, Sahrani Sohari .Fikih Munakahat: Kajian Fiqih Nikah Lengkap. Jakarta:
Rajawali Pers, 2013.

15

Anda mungkin juga menyukai