Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FIQIH MUNAKAHAT

“Nusyuz,syiqaq,dan haka main”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih munakahat

Dosen Pengampu: Diflizar,MA

DISUSUN OLEH

Kelompok 10

Aprilia eka yanti : 01333.111.17.2020

Hanifah : 01386.123.17.2021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

STAI TUANKU TAMBUSAI

KABUPATEN ROKAN HULU

PASIR PANGARAIAN

TAHUN AJARAN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Nusyuz,syiqaq dan haka
main” makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “FIQIH MUNAKAHAT”.
Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW
yang telah memberi petunjuk kepada umat manusia di muka bumi dan menyempurnakan akhlak
dan budi pekerti yang mulia.

Dalam penyusunan makalah ini kami banyak menemukan kesulitan, kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran khususnya dari dosen pengampu mata
kuliah “Fiqih munakahat” yaitu bapak Diflizar,MA, serta para pembaca yang sifatnya
membangun guna kesempurnaan makalah ini. Demikianlah kata pengantar yang dapat kami
berikan daripada makalah ini, semoga makalah yang telah kami susun ini dapat memberikan
manfaat.

Pasir pangaraian, 16 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan masalah.............................................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................2 

A. Nusyuz............................................................................................................................2
B. Syiqaq..............................................................................................................................7
C. Haka main.......................................................................................................................10

BAB III    PENUTUP ..................................................................................................................12

A. Kesimpulan .....................................................................................................................12

DAFTAR  PUSTAKA .................................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULULUAN

A.    Latar Belakang

Keluarga merupakan bagian terkecil dari sebuah masyarakat dimana di dalamnya hanya
terdiri dari suami, istri dan sebagian anak. Dan setiap rumah tangga pasti menginginkan menjadi
sebuah keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah yang di dalamnya pasti terdapat
kenyamanan, baik ketika berada di rumah maupun berada di luar rumah. Dalam realitas sosial
yang terjadi di masyarakat pada umumnya di zaman sekarang seperti yang sering kita lihat dan
pernah kita dengar dari mana-mana bahkan media yang ada, sepertinya banyak sekali keluarga
yang mengalami perceraian. Di antara perceraian tersebut meliputi berbagai macam faktor salah
satunya adalah tidak terpenuhinya hak-hak dan kewajiban antara suami istri, biasanya istri tidak
menerima akhirnya terjadilah nusyuz (pembangkangan) seorang istri kepada suaminya. Biasanya
perselisihan seperti ini dilatarbelakangi adanya suatu kecurigaan dan tidak ingin bermusyawarah
sebelumnya. Dan akhirnya suami istri tersebut bertengkar dan berselisih sehingga terjadilah
perceraian.

Melihat fenomena tersebut, dalam kesempatan ini penulis akan mencoba menguraikan tentang
konsep nusyuz, syiqaq, dan hakamain.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian nusyuz dan dasar hukumnya?
2.      Bagaimana bentuk/macam-macam nusyuz dan cara penyelesaiannya?
3.      Apa pengertian syiqaq dan dasar hukumnya?
4.      Bagaimana cara penyelesaian syiqaq?
5.      Apa pengertian, syarat, serta tugas-tugas hakamain?
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan
informasi mengenai Nusyuz, Syiqaq, dan Hakamain kepada rekan-rekan pembaca pada
umumnya dan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Fiqh Munakahat pada khususnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Nusyuz

1.      Pengertian Nusyuz

Nusyuz secara bahasa (etimologi), berarti meninggi atau terangkat. Istilah nusyuz ini
diambil dari kata al-nasyaz yang berarti bagian bumi yang tinggi. Adapun menurut terminologis,
nusyuz dimaknai dengan tidak tunduknya istri terhadap suami dalam hal menjalankan apa-apa
yang diwajibkan Allah atasnya.1

Menurut fuqaha Hanafiyah, Ualama mazhad Maliki, berpendapat bahwa nusyuz adalah
saling menganiaya suami istri. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah, nusyuz adalah perselisihan
di antara suami istri, sementara itu ulama Hambaliyah, mendefinisikannya dengan ketidak
senangan dari pihak sitri atau suami yang disertai dengan pergaulan yang tidak harmonis.

Menurut Slamet Abidin dan Aminuddin, secara terminologis nusyuz berarti durhaka.


Maksudnya, seorang istri melakukan pebuatan yang menantang suami tanpa alasan yang dapat
diterima oleh syarak. Ia tidak menaati suaminya atau menolak diajak ke tempat tidurnya.2

Dan sebagai kesimpulannya, nusyuz adalah suatu fenomena yang sebenarnya berasal dari
perempuan, tetapi ada kalanya juga ditimbulkan dari laki-laki, walaupun bisa jadi berawal dari
keduanya dengan saling menuduh  dan saling menghujat terhadap salah satunya.

2.      Dasar Hukum Nusyuz

Dasar hukum nusyuz, sebagaimana Allah menjelaskan dalam firman-Nya pada surat An-
Nisaa’ ayat 34:

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita saleh, ialah
1 Prof.Dr.Amir Syafruddin.Hukum perkawinan islam diindonesia antara fiqih munakahat dan undang-undang
perkawinan.(Jakarta:kencana group,2011).hlm.190
2 Prof.Dr.H.M.A.Tihami dan Drs.sohari sahrani.Fiqih munakahat;kajian fiqih nikah lengkap.(Jakarta:Rajawali
Gravindo Pres,2009).hlm.185

2
yang taat kepada Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirjan
nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkan mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkan. Sungguh Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Ayat ini sering kali dikutip dan digunakan sebagai landasan tentang nusyuznya istri
terhadap suami, meskipun secara tersurat tidak dijelaskan bagaimana awal mula terjadinya
nusyuz istri tersebut melainkan hanya sebatas solusi atau proses penyelesaiiannya saja yang
ditawarkan. Atau dapat juga ditarik beberapa pemahaman mengenai kandungan ayat tersebut,
yaitu:

1.      Kepemimpinan rumah tangga

2.      Hak dan kewajiban suami istri

3.      Solusi tentang nusyuz yang dilakukan oleh istri

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) aturan mengenai persoalan nusyuz KHI berangkat
dari ketentuan awal tentang kewajiban bagi istri, yaitu bahwa dalam kehidupan rumah tangga
kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami dalam batas-batas
yang dibenarkan oleh hukum Islam. Dan istri dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan
kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud tersebut.

Walaupun dalam masalah menentukan ada atau tidak adanya nusyuz istri tersebut
menurut KHI harus di dasarkan atas bukti yang sah. 

3.      Macam-Macam Nusyuz dan Cara Penyelesaiannya

Pada dasarnya nusyuz dikategorikan menjadi dua, yakni nusyuznya istri dan nusyuznya
suami. Karena watak mereka berdua pada dasarnya berbeda, maka berbeda pula cara
penyelesaiannya.

a.       Nusyuz Istri

3
Nusyuz hukumnya haram. Allah telah menetapkan hukuman bagi wanita yang melakukan
nusyuz jika ia tidak bisa lagi untuk dinasehati. Hukuman tidak akan diberikan kecuali karena
adanya pelanggaran terhadap hal yang diharamkan, atau karena meninggalkan perbuatan yang
wajib dilakukan.

Adapun beberapa perbuatan yang dilakukan istri, yang termasuk nusyuz, misalnya:

1)       Suami menyediakan rumah yang sesuai dengan kemampuan suami, tetapi istri tidak mau
pindah ke rumah tersebut. Atau istri meninggalkan rumah tanpa seizin suami.

2)       Penolakan istri ketika suami mengajak berjima’ tanpa adanya alasan yang syar’i.

3)       Apabila istri bepergian tanpa suami atau mahramnya walaupun perjalanan itu wajib,
seperti haji, karena perjalanan perempuan tidak dengan suami atau mahramnya termasuk
maksiat.3

Bagi suami, jika telah jelas bahwa istrinya nusyuz karena dengan berpalingnya perilaku
istri sehingga ia membangkang dan durhaka dengan melakukan dosa dan permusuhan,
kesombongan dan tipu daya, Islam mewajibkan suami untuk menempuh tiga tahapan berikut:

1)      Menasehati

Yakni, suami memberi nasehat kepada istri untuk ingat pada Allah dan takut kepada-Nya, serta
mengingatkan tentang kewajiban istri untuk taat kepada suaminya, dan memberi pandangan
tentang dosanya berselisih dengan suami dan membangkang terhadapnya, dan hilangnya hak-hak
istri baik dari suami baik berupa nafkah dan lain-lain.

2)      Berpisah tempat tidur

3 Dr.Mustofa al-khin,Fiqih syafi’I sistematis (Semarang:As-syifa,1987)hlm.325

4
Hal ini dilakukan dengan memisahkan tempat tidurnya dari tempat tidur istri, dan
meninggalkan pergaulan dengannya. Maksudnya yaitu suami tidak tidur dengan istrinya,
memalingkan punggungnya dan tidak bersetubuh dengannya. Jika istri mencintai suami maka hal
itu terasa berat atasnya sehingga ia kembali baik. Jika ia masih marah maka dapat diketahui
bahwa nusyuz darinya sehingga jelas bahwa hal itu berawal darinya.

3)      Memukul

Jika dengan berpisah tempat tidur istri belum memperlihatkan adanya perbaikan, maka
suami berdasarkan boleh memukul istrinya dengan pukulan yang tidak menyakiti. Pukulan dalam
hal ini adalah dalam bentuk ta’dib atau edukatif, bukan atas dasar kebencian. Suami dilarang
memukul dengan pukulan yang menyakiti.

Bila dengan pukulan ringan tersebut istri telah kembali kepada keadaan semula masalah
telah dapat diselesaikan. Namun bila cara-cara di atas telah ditempuh tapi tidak berhasil, dan
pada akhirnya masing-masing mendakwa berbuat aniaya dan tidak ada bukti bagi keduanya,
maka permasalahan dibawa kepada hakim agar diutuslah dua orang hakam kepada suami istri
tersebut. Seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri untuk
mendamaikan atau memisahkan keduanya.

b.      Nusyuz Suami

Nusyuz suami mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah karena meninggalkan
kewajibannya terhadap istrinya. Nusyuz suami terjadi bila ia tidak melaksanakan kewajibannya
terhadap istrinya, baik meninggalkan kewajiban yang bersifat materi atau nafaqah maupun
meninggalkan kewajiban yang bersifat nonmateri diantaranya menggauli istrinya dengan baik.

Nusyuz suami pada dasarnya adalah jika suami tidak memenuhi kewajibannya, yaitu:

5
1)      Memberikan nafkah zahir sesuai dengan pendapatan suami

2)      Menyiapkan peralatan rumah tangga, perlengkapan dapur, perlengkapan kamar utama


seperti alat rias dan perlengkapan kamar mandi sesuai dengan keadaan di rumah istri.

3)      Memberikan rasa aman dan nyaman dalam rumah tangga

4)      Berbuat adil, apabila istri lebih dari satu.

Adapun tindakan istri bila menemukan pada suaminya sifat nusyuz, dijelaskan Allah
dalam surt an-Nisa ayat 128:

Artinya: “Jika istri khawatir suaminya akan berlaku nusyuz dan berpaling, tidak ada salahnya
jika keduanya melakukan perdamaian dalam bentuk perdamaian yang menyelesaikan. Berdamai
itu adalah cara yang paling baik. Hawa nafsu manusia tampil dalam bentuk pelit. Bila kamu
berbuat baik dan bertakwa maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas apa yang kamu
kerjakan.”

Maka cara penyelesaiannya yaitu dengan ishlah (perdamaian), sebagai suatu solusi


sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas adalah perundingan yang membawa kepada
perdamaian, sehingga suami tidak sampai menceraikan istrinya. Akan tetapi jika hal ini tidak
berhasil maka suami istri harus menunjuk hakam dari kedua belah pihak. Hakam ini bisa datang
dari keluarga, tokoh masyarakat atau pemuka agama. Bisa juga melalui Kantor Urusan Agama
(KUA).

6
4.      Implikasi Hukum yang Ditimbulkan

Hukum berbuat nusyuz adalah haram karena menyalahi sesuatu yang telah ditetapkan
agama melalui al-Qur’an dan Hadis Nabi. Dalam hubungannya kepada Allah pelakunya berhak
atas dosa dari Allah dan dalam hubungannya dengan suami dan rumah tangga merupakan suatu
pelanggaran terhadap kehidupan suami istri. Konsekuensi hukum akibat nusyuz istri terhadap
suaminya adalah gugur kewajiban suaminya memberi nafkah kepada istri selama masa nusyuz
itu. Meskipun demikian, nusyuz itu tidak dengan sendirinya memutus ikatan perkawinan. Dan
apabila suaminya meninggal dunia, istri tidak mendapat warisan, terkecuali harta pembawaan
sebelum terjadi akad nikah. Apabila seorang istri murtad, maka terputuslah hak untuk mendapat
warisan, dan jika ada harta pembawaannya, tidak diwarisi namun diserahkan kepada baitul mal.
Alasan dari semua itu adalah karena nafkah dan warisan merupakan nikmat Allah swt. Maka
tidak dibenarkan mendapatkan dari jalan kedurhakaan dan kemaksiatan. Sedangkan untuk
nusyuz suami, maka istri boleh melaporkannya kepada hakim pengadilan untuk memberikan
nasehat kepada suami tersebut apabila si suami belum bisa diajak damai dengan cara
musyawarah.

B.     Syiqaq

1.      Pengertian Syiqaq

Syiqaq mengandung arti perselisihan atau retak. Istilah syiqaq berasal dari bahasa Arab
“syaqqa - yasyuqqu - syiqaaq”, yang artinya pecah, berhamburan. Sedangkan menurut istilah
fiqih, syiqaq berarti perpecahan/perselisihan yang terjadi antara suami istri yang telah berlarut-
larut sehingga dibutuhkan perhatian khusus terhadapnya. Syiqaq adalah krisis memuncak yang
terjadi antara suami istri sedemikian rupa, sehingga antara suami istri terjadi pertentangan
pendapat dan pertengkaran, menjadi dua pihak yang tidak mungkin dipertemukan dan kedua
pihak tidak dapat mengatasinya.4

4 Dr.H.Abd.Rahman Ghazali,MA,Fiqih Munakahat.(Jakarta Kenca Group,2006)hlm 241

7
2.      Dasar Hukum Syiqaq dan Cara Penyelesaiannya

Syiqaq merupakan salah satu alternatif yang ditawarkan oleh agama Islam untuk
menyelesaikan pertengkaran yang terjadi dalam suatu keluarga. Hal ini dijelaskan dalam firman
Allah pada surat an-Nisaa’ ayat 35:

Artinya: “Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka angkatlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua
orang hakam tersebut bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada
suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Memerhatikan.”

Firman Allah tersebut menjelaskan, jika terjadi kasus syiqaq antara suami istri maka
dianjurkan untuk mengutus seorang hakam dari pihak laki-laki maupun perempuan, dengan
tujuan untuk menyelidiki dan mencari sebab musabab permasalahan antara keduanya, dan Allah
meganjurkan agar pihak yang berselisih apabila memungkinkan untuk kembali membina rumah
tangga (hidup bersama) kembail. Dan perlu diketahui, yang dimaksud dengan hakam dalam ayat
tersebut adalah seorang bijak yang dapat menjadi penengah dalam menghadapi konflik keluarga
tersebut.

Dalam penjelasan pasal 76 ayat 1 UU No. 7 Tahun 1989, syiqaq diartikan sebagai
perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami istri. Pengertian syiqaq yang dirumuskan
dalam peraturan perundang-undangan tersebut sudah memenuhi pengertian yang terkandung
dalam surat An-Nisaa’ ayat 35. Pengertian dalam undang-undang ini mirip dengan apa yang
dirumuskan dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 huruf f UU No. 9 Tahun 1974 jis pasal 19 huruf f
PP No. 9 Tahun 1975, pasal 116 kompilasi hukum Islam: “antara suami dan istri terus menerus
terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.”

8
Secara kronologis Ibnu Qudamah dalam menjelaskan langkah-langkah dalam
menghadapi konflik tersebut, sebagai berikut:

Pertama: hakim mempelajari dan meneliti sebab terjadinya konflik tersebut. Bila ditemui
penyebabnya adalah karena nusyuz-nya istri, ditempuh jalan penyelesaian sebagaimana pada
kasus nusyuz tersebut di atas. Bila ternyata sebab konflik berasal dari nusyuz-nya suami, maka
hakim mencari seorang yang disegani oleh suami untuk menasehatinya untuk menghentikan
sikap nusyuznya itu dan menasehatinya untuk tidak berbuat kekerasan terhadap istrinya. Kalau
sebeb konflik timbul dari keduanya dan keduanya saling menuduh pihak lain sebagai perusak
dan tidak ada yang mau mengalah, hakim mencari seorang yang berwibawa untuk menasehati
keduanya.

Kedua: bila langkah-langkah tersebut tidak mendatangkan hasil dan ternyata


pertengkaran kedua belah pihak semakin menjadi, maka hakim menunjuk seorang dari pihak
suami dan seorang dari pihak istri dengan tugas menyelesaikan konflik tersebut. Kepada
keduanya diserahi wewenang untuk menyatukan kembali keluarga yang hampir pecah itu atau
kalau tidak mungkin menceraikan keduanya tergantung pendapat keduanya mana yang paling
baik dan mungkin diikuti.

3.      Implikasi Hukum yang Ditimbulkan

Apabila dalam kasus syiqaq ini keduanya dapat berdamai maka salah atu hal yang terbaik
dapat adalah dengan menceraikan keduanya, dan kedudukan cerai sebab kasus syiqaq adalah
bersifat ba’in, yaitu pernikahan yang putus secara penuh dan tidak memungkinkan untuk kembali
lagi kecuali dengan mengadakan akad dan mas kawin baru tanpa harus dinikahi oleh pria lain
sebelumnya

9
C.    Hakamain

1. Pengertian Hakamain

Hakamain merupakan bentuk tatsniyah dari hakam yang berarti pendamai. Hakam adalah


orang yang dapat menjadi juru damai di antara keduanya baik itu dari keluarganya maupun dari
selainnya. Yakni seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri untuk
menyelesaikan masalah/kasus.

2. Persyaratan Hakamain

Syarat-syarat hakamain di antaranya sebagai berikut:

a.       Berlaku adil diantara pihak yang bersengketa

b.      Mengadakan perdamaian antara kedua suami istri dengan ikhlas

c.       Disegani oleh kedua pihak suami istri

d.      Hendaklah berpihak kepada yang teraniaya, apabila pihak yang lain tidak mau berdamai.

Bagi kedua hakam disyaratkan harus laki-laki, adil, berpengalaman atau cakap dengan
hal-hal yang diharapkan dalam urusan ini. Dan disunnahkan kedua pendamai ini dari keluarga
sendiri, seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri. Jika dari
keluarganya tidak ada yang bisa dijadikan hakam, maka hakim mengutus dua orang laki-laki
lain. Dan sebaiknya dari tetangga suami istri tersebut, yakni orang yang cakap dan mengetahui
hal-hal yang berkaitan dengan suami istri, dan dianggap mampu mendatangkan perdamaian di
antara keduanya. Hakamain tersebut juga harus bebas dari pengaruh-pengaruh yang dapat
merusak suasana dan mempersulit permasalahan. Mereka juga harus menjaga citra suami istri
tersebut serta menjaga rahasia keduanya.

10
3. Tugas dan Wewenang Hakamain

Dalam mengatasi problem yang terjadi di antara suami istri, hakamain yang juga sebagai
mediator mempunyai tugas dan wewenang. Adapun tugas dari hakamain ialah harus bertindak
dengan mempertimbangkan mashlahat, baik berupa tetap atau selesainya pernikahan, bukan
mengedepankan hajat suami, istri atau perwakilannya. Ini pendapat Ali, Ibnu Abbas, Abu
Salamah bin Abdur Rahman, As-Sya’bi, An-Nakho’i, Sa’id bin Jubair, Malik, Al-Auza’i, Ishaq
dan Ibnu Al-Munzir.

Terkait wewenang hakamain terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ulama


Malikiyyah berpendapat bahwa hakamain boleh memutuskan perkara tanpa izin dari suami istri
atau persetujuan hakim setelah hakamain tidak mampu untuk mendamaikan keduanya. Dan jika
mereka memutuskan dengan pisah maka berarti talak ba’in.

Adapun ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa hakamain hanyalah wakil dari
suami istri. Jadi mereka tidak punya wewenang untuk memutuskan pisah dengan menjatuhkan
talak kecuali dengan izin suami istri tersebut. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa
hakamain harus mengajukan perkaranya kepada hakim, lalu kemudian hakim yang menjatuhkan
talak, yakni talak ba’in sesuai dengan yang ditetapkan hakamain. Jadi hakamain tidak punya
wewenang dalam menjatuhkan putusan tersebut.

Baik atas pendapat golongan yang mengatakan hakam berkedudukan sebagai wakil atau
sebagai hakim, keduanya harus memenuhi syarat yang ditetapkan syara’ yaitu keduanya harus
telah dewasa, sehat akalnya, laki-laki dan bersikap adil. Ini adalah syarat umum untuk yang
bertindak bagi kepentingan publik.

Dari penjelasan tersebut jelas bahwa tugas hakam adalah mencari jalan dami sehingga
kemungkinan perceraian dapat dihindarkan. Namun bila menurut pandangan keduanya tidak ada
jalan lain kecuali cerai, maka keduanya dapat menempuh jalan itu.5

5 Prof,Dr.Amir Syarfuddin.Hukum perkawinan islam di Indonesia antara fiqih munakahat dan undang-undang
perkawina.Op,Cit.hlm. 196-197

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang disajikan dalam bab sebelumnya, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1.      Nusyuz dimaknai dengan tidak tunduknya istri terhadap suami dalam hal menjalankan apa-
apa yang diwajibkan Allah atasnya. Hukum berbuat nusyuz adalah haram karena menyalahi
sesuatu yang telah ditetapkan agama melalui al-Qur’an dan Hadis Nabi. Seperti yang dijelaskan
dalam QS. An-Nisaa’ ayat 34 dan ayat 128.

2.      Nusyuz dikategorikan menjadi dua, yakni nusyuznya istri dan nusyuznya suami. Untuk
nusyuz istri, penyelesaiannya dapat dilakukan dengan cara menasehatinya, berpisah tempat tidur,
dan memukulnya. Namun bila dengan ketiga cara tersebut masalah belum dapat terselesaikan
baru diperbolehkan suami menempuh jalan lain yang lebih lanjut, termasuk
perceraian. Sedangkan untuk nusyuz suami, penyelesaiannya yaitu dengan ishlah (perdamaian),
sebagai suatu solusi perundingan yang membawa kepada perdamaian, sehingga suami tidak
sampai menceraikan istrinya.

3.       Syiqaq adalah perpecahan/perselisihan yang terjadi antara suami istri yang telah berlarut-
larut sehingga dibutuhkan perhatian khusus terhadapnya. Dasar hukum syiqaq adalah QS. An-
Nisaa’ ayat 35.

4.       Ketika permasalahan yang dihadapi suami istri masih menemukan jalan buntu, maka perlu
dihadirkan dua orang dari pihak suami maupun istri yang disebut hakamain.

5.       Hakamain adalah orang yang dapat menjadi juru damai di antara keduanya baik itu dari
keluarganya maupun dari selainnya. Yakni seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam
dari pihak istri untuk menyelesaikan masalah/kasus. Syarat hakamain yaitu keduanya harus telah
dewasa, sehat akalnya, laki-laki dan bersikap adil.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khin, Mustofa, dkk. 1987. Fiqih Syafi’i Sistematis. Semarang: As-Syifa.

Rahman Ghazali, Abdul. 2006. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana Group.

Syafruddin, Amir. 2011. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana Group.

Tihami dan Sahrani, Sohari. 2009. Fikih Munakahat; Kajian fikih nikah lengkap. Jakarta:
Rajawali Grafindo Pers.

13

Anda mungkin juga menyukai