Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FIQIH MUNAKAHAT

NUSYUZ

Dosen Pengampu :
Dr. Iim Fahimah, Lc,. MA

Disusun Oleh :
1. Sari (2011120016)
2. Wina Denata (2011120002)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARI`AH


FAKULTAS SYARI`AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO
BENGKULU 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini berhasil diselesaikan tepat
pada waktunya. Adapun judul makalah ini adalah “Nusyuz”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Munakahat.
Diharapkan makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai Nusyuz.
Sehingga dapat dijadikan bahan Referensi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah ini. Akhir kata kami ucapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk ke depan.

Bengkulu,

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................1

C. Tujuan ..........................................................................................................1

BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................................2

A. Pengertian Nusyuz .......................................................................................2

B. Macam-Macam dan Dasar-Dasar Hukum Nusyuz ......................................3

C. Cara Mengatasi Nusyuz ..............................................................................9

D. Kosenkuensi Nusyuz .................................................................................11

BAB III. PENUTUP .............................................................................................12

A. Kesimpulan ...............................................................................................12

B. Saran .........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebahagiaan dalam keluarga merupakan keinginan yang diharapkan semua
manusia, dan semua itu akan terasa disaat sebuah keluarga menjalankan apa yang menjadi
kewajiban dan hak masing – masing baik suami ataupun istri dalam sebuah keluarga.
Oleh karena itu, segala tingkah laku, gerak langkah, selalu berorientasi kearah itu
walaupun dalam aplikasi memakai cara yang berlawanan dengan tujuan tadi.
Namun pada kenyataannya tidak sedikit dalam sebuah keluarga tidak selalu tenang
dan menyenangkan.ada kalanya kehidupannya begitu ruwet dan memusingkan. Hal
tersebut terjadi karena peran dan fungsi mereka khususnya bagi suami ataupun istri sudah
tidak melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab mereka masing – masing.
Terlepas dari kewajiban dan hak seorang istri terhadap suami atau sebaliknya,
penyusun pada kesempatan kali ini tidak akan membahas mengenai kewajiban dan hak
tersebut akan tetapi akan membahas mengenai nusyuz. Ketiga masalah diatas akan terjadi
disaat suami atau istri tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajiban dan hak mereka
masing - masing dalam sebuah keluarga.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Nusyuz?
2. Bagaimana Macam-Macam dan Dasar-Dasar Hukum Nusyuz?
3. Bagaimana Cara Mengatasi Nusyuz?
4. Bagaimana Kosenkuensi Nusyuz?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Nusyuz
2. Untuk mengetahui Macam-Macam dan Dasar-Dasar Hukum Nusyuz
3. Untuk mengetahui Cara Mengatasi Nusyuz
4. Untuk mengetahui Kosenkuensi Nusyuz

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nusyuz
Kata nusyuz dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar (akar kata) dari
kata ”‫ن شس‬- ‫ي ن شس‬- ‫ ”ن شوزا‬yang berarti: ”duduk kemudian berdiri, berdiri dari, menonjol,
menentang atau durhaka.1 Dalam konteks pernikahan, makna nusyuz yang tepat untuk
digunakan adalah “menentang atau durhaka”. sebab makna inilah yang paling mendekati
dengan persoalan rumah tangga.
Menurut Al-Qurtubi, nusyuz adalah:
“Mengetahui dan meyakini bahwa isteri itu melanggar apa yang sudah menjadi
ketentuan Allah dari pada taat kepada suami”2
Sedangkan menurut istilah, dalam kitab Al-Bajuri dikatakan bahwa Nusyuz adalah:
“Nusyuz adalah keluar dari ketaatan (secara umum) dari isteri atau suami atau
keduanya”.3
Dari beberapa definisi di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan nusyuz adalah pelanggaran komitmen bersama terhadap apa yang menjadi
kewajiban dalam rumah tangga. Adanya tindakan nusyuz ini adalah merupakan pintu
pertama untuk kehancuran rumah tangga. Untuk itu, demi kelanggengan rumah tangga
sebagaimana yang menjadi tujuan setiap pernikahan, maka suami ataupun isteri
mempunyai hak yang sama untuk menegur masing-masing pihak yang ada tanda-tanda
melakukan nusyuz.
Menurut Hamid (1977 : 250) nusyuz adalah tindakan istri yang dapat ditafsirkan
menentang atau membandel atas kehendak suami. Tentu saja kehendak suami yang tidak
bertentangan dengan hukum agama. Apabila kehendak suami bertentangan atau tidak
dapat dibenarkan oleh agama, maka istri berhak menolaknya. Dan penolakan tersebut
bukanlah sifat nusyuz (durhaka).
Sementara menurut Rasyid ( 1994: 398 ) nusyuz adalah apabila istri menentang
kehendak suami dengan tidak ada alasan yang dapat diterima menurut hukum syara‟,
tindakan itu dipandang durhaka.seperti hal-hal dibawah ini :

1
Ahmad Warsan Munawir, al-Munawir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta, Pustakan progresip, 1994 : 1517.
2
Abu Adillah bin Muhammad al-Qurthubi, Jami‟ ahkami Qur‟an, Dar Al-Fikr, Bairut, Gilid III, hal : 150
3
Ali Ibnu Qasim al-Gozi, al-Bajuri,juz II, hal 129

2
a. Suami telah menyediakan rumah yang sesuai dengan keadaan suami, tetapi istri tidak
mau pindah kerumah itu, atau istri meninggalkan rumah tangga tanpa izin suami.
b. Apabila suami istri tinggal dirumah kepunyaan istri dengan izin istri, kemudian pada
suatu waktu istri mengusir (melarang) suami masuk rumah itu, dan bukan karena
minta pindah kerumah yang disediakan oleh suami.
c. Umpamanya istri menetap ditempat yang disediakan oleh perusahaanya, sedangkan
suami minta supaya istri menetap dirumah yang disediakannya, tetapi istri
berkeberatan dengan tidak ada alasan yang pantas.
d. Apabila istri bepergian dengan tidak beserta suami atau mahramnya, walaupun
perjalanan itu wajib, seperti pergi haji, karena perjalanan perempuan yang tidak
beserta suami atau mahram terhitung maksiat.

B. Macam-Macam dan Dasar-Dasar Hukum Nusyuz


 Nusyuz Perempuan / istri
Dalil al-Qur‟an mengenai nusyuz perempuan ini ada misalnya pada surat An-nisa‟
ayat 34:

Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta
mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasehatilah
mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi
lagi Mababesar.” (QS. an-Nisaa‟: 34) 4.

4
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Depag RI,1989, CV. Toha Semarang, hlm : 123.

3
Asbab an-uzul ayat ini turun, berkenaan dengan kasus seorang yang memukul
isterinya karena berlaku nusyuz, kemudian dia mengadu kepada Rasulullah. 5
Selanjutnya Rasulullah menetapkan hukuman qishas atas suami tersebut, maka
turunlah ayat 114 surat Thaha sebagai teguran kepada Rasulullah karena keputusan
yang “tidak pas”. Maka turunlah ayat an-Nisa‟ ayat 34 ini.
Tanda-tanda nusyuz perempuan (isteri) itu antara lain:
a) tidak cepat menjawab suaminya berdasarkan bukan kebiasaan
b) tidak nyata atau tidak jelas penghormatan kepada suaminya
c) tiada mendatangi suami kecuali dengan bosan, jemu atau dengan muka yang
cemberut.
d) seorang isteri yang jika diajak untuk berhubungan intim, dia menolak. Akan
tetapi, kita harus lebih adil melihat alasan isteri untuk tidak mau berhubungan.
Kalau alasannya rasional, seperti sedang sakit, kelelahan atau tidak dalam
keadaan siap hatinya, maka suami tidak berhak untuk memaksakan.
Para Imam mazhab yang empat juga mengemukakan beberapa tanda nusyuz
isteri lainnya:
Pertama, Nusyuz dengan ucapan adalah apabila biasanya kalau dipanggil, maka
ia menjawab panggilan itu, atau kalau diajak bicara dia biasanya bicara dengan
sopan dan dengan ucapan yang baik. Tetapi kemudian dia berubah, apabila dipanggil,
maka ia tidak mau lagi menjawab, atau kalau diajak bicara ia acuh tidak peduli (cuek)
dan mengeluarkan kata-kata yang jelek”.
Kedua, nusyuz dengan perbuatan adalah apabila biasanya kalau diajak tidur,
maka ia menyambut dengan senyum dan wajah berseri. Tapi kemudian berubah
menjadi enggan, menolak dengan wajah yang kecut. Tetapi kalau biasanya apabila
suaminya datang ia langsung menyambutnya dengan hangat dan menyiapkan semua
keperluannya. Tetapi kemudian berubah jadi tidak mau peduli lagi.6
Dalam kompilasi hukum Islam, soal Nusyuz juga diatur. Beberapa pasal
menegaskan hak dan kewajiban suami dan istri.

5
ibid
6
Lihat al-Bayan syarah al-Muhazzab,Imam Abu al-Husen Yahya bin Abu al-Khair Salim al-Imrany al-Yamany
558 H, Dar al-Minhaj Jedah, Arab Saudi, bab an-Nusyuz, jilid IX, hal 528.

4
Pasal 80
1) suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh
suami dan isteri.
2) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup beruma tangga sesuai dengan kemampuannya.
3) Suami wajib memberi pendidikan agama kepada isterinya dan memberi
kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa
dan bangsa.
4) Sesuai dengan pengahsilannya suami menanggung :
a) nafkah, kiswah dan tempat kediaman isteri;
b) biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan
anak;
c) biaya pendidikan bagi anak.
Pasal 83
1) Kewajiban utama bagi seorang isteri adalah berbakti lahir dan batin kepada
suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam;
2) Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga dengan sebaik-
baiknya;
Pasal 84
1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah;
2) Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isteriya tersebut pasal 80
ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali setelah isteri
tidak nusyuz.
4) Ketentuan tentang ada atau tidaknya nusyuz dari isteri harus didasarkan atas
bukti yang sah.
Sayangnya, dalam Kompilasi Hukum Islam ini tidak dikenal adanya nusyuz
yang dilakukan suami. Padahal Islam jelas menegaskan nusyuz bia dilakukan
suami dan isteri. Bahkan, dalam banyak riwayat dikatakan suami lebih besar
peluangnya untuk melakukan nusyuz.

5
 Cara penyelesaian
Jika isteri melakukan nusyuz, ada beberapa cara yang bisa ditempuh suami
untuk meredakan nusyuz sang isteri. Surat an- Nisa‟ ayat 34 menjelaskan:

Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian
dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka
nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya
Allah Mahatinggi lagi Mababesar.” (QS. an-Nisaa‟: 34)
Bedasarkan ayat tersebut, sekurangnya ada tiga cara menghadapi isteri yang
melakukan nusyuz :
Pertama, menasehati dengan tegas agar ia dapat kembali menjalankan
kewajibannya dengan baik sebagai istri. Peringatan yang diberikan sepatutnya
mengarahkan kepada pemulihan hubungan dalam rumah tangga. Disini suami
dituntut bijaksana dalam perkataan dan perbuatan. Tegas bukan berarti kasar.
Kedua, berpisah tempat tidur. Cara ini baru dilakukan jika cara yang
pertama tidak mempan. Kalimat “‫( ”واهجروهن‬pisahkan mereka) dalam surat An-
Nisa ayat 34 ditafsirkan sebagian ulama sebagai tindakan seorang suami tidak
melakukan hubungan seksual atau tidak diajak bicara sekalipun tetap
berhubungan seksual. Bisa juga suami boleh tidur bersama sampai istri kembali
taat. Atau tidak didekatkan ranjangnya dengan isteri.7
Ketiga, jika cara pertama dan kedua tidak bisa membuat isteri berubah
menjadi taat kepada komitmen bersama dalam membangun rumah tangga, maka

7
al-Thabary Abu Ja‟far, Jami‟ al-Bayan „An Ta‟wil „Ayil Qur‟an, Jilid V, hal : 64

6
jalan terakhir adalah dengan memukulnya. Akan tetapi pemukulan di sini tidak
bisa diartikan sebagai memukul dengan tangan atau alat secara kasar apalagi
melukai.
 Nusyuz Laki – Laki / Suami
Allah SWT berfirman dalam al-Qur‟an surat an-Nisa‟ ayat 128 sbb:

Artinya : “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang
sebenar-benarnya8, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia
itu menurut tabiatnya kikirdan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan
memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Untuk mengetahui maksud ayat diatas, maka kita perlu mengetahui asbab an-
Nuzulnya. Ayat ini turun berkenaan dengan kasus yang menimpa Saudah (isteri
Rasulullah). Ketika beliau sudah tua, Rasulullah hendak menceraikannya, maka ia
berkata kepada Rasulullah:
“Wahai Rasulullah:”jangan engkau mencerai aku, bukankah aku masih
menghendaki laki-laki, tetapi karena aku ingin dibangkitkan menjadi isterimu, maka
tetapkanlah aku menjadi isterimu dan aku berikan hari giliranku kepada Aisyah ”.
Maka Rasulullah pun mengabulkan permohonan Saudah. Ia pun ditetapkan
menjadi isteri beliau sampai meninggal dunia 9 . Maka dengan kejadian tersebut,
turunlah ayat an-Nisa‟ 128.
Nusyuz suami, pada dasarnya adalah jika suami tidak memenuhi
kewajibannya, yaitu :
1) Memberikan mahar sesuai dengan permintaan isteri;
2) Memberikan nafkah zahir sesuai dengan pendapatan suami

8
Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi Asal suaminya mau baik kembali.
9
Jalaluddin as-Syuti, al-Durru al-Mansyur, Bairut, Dar al-Fikr, hal : 711

7
3) Menyiapkan peralatan rumah tangga, perlengkapan dapur, perlengkapan kamar
utama seperti alat rias dan perlengkapan kamar mandi sesuai dengan keadaan
dirumah isteri.
4) Menyiapkan pembantu bagi isteri yang dirumahnya memiliki pembantu;
5) Menyiapkan bahan makanan minuman setiap hari untuk isteri anak-anak dan
pembantu kalau ada
6) Memasak, mencuci, menyetrika dan pekerjaan rumah;
7) Memberikan rasa aman dan nyaman dalam rumah tangga;
8) Membayar upah kepada isteri, kalau isteri meminta bayaran atas semua
pekerjaan.10
9) Berbuat adil, apabila memiliki isteri lebih dari satu;
10) Berbuat adil diantara anak-anaknya.
 Cara penyelesaian
Dalam nusyuz suami ini yang ditekankan cara penyelesaiannya adalah
dengan ishlah (perdamaian), akan tetapi jika hal ini tidak berhasil maka suami
dan isteri harus menunjuk hakam dari kedua belah pihak. Hakam ini bisa datang
dari keluarga, tokoh masyarakat atau pemuka agama. Bisa juga melalui Kantor
Urusan Agama (KUA). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur‟an
surat an-Nisa‟ ayat 35 sbb:

Artinya : “Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya,


maka angkatlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam tersebut bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami isteri itu, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal”.
Apabila dengan cara tersebut masih belum tercapai kata damai, maka hakim
boleh menjatuhkan ta‟zir. Ta‟zir dari segi bahasa bermakna mendidik atau
memperbaiki, sedangkan menurut istilah, ta‟zir adalah mengajarkan adab atau

10
Lihat surat al-Thalaq ayat 6 tentang kewajiban suami memberikan nafkah isteri yang menyusui anak-anaknya
yang masih kecil.

8
mengambil tindakan atas dosa yang tidak dikenakan hukuman “had” dan tidak
ada “kafarah”. Seperti nusyuz suami ini.
Adapun bentuk-bentuk ta‟zir yang bisa dijatuhkan kepada seseorang yang
melakukan kesalahan yang tidak bisa di “had” dan “kafarah” sepeti dalam kasus
nusyuz suami ini, yaitu sbb:
- Pemukulan yang tidak melukai;
- Tempelengan yaitu pemukulan dengan keseluruhan telapak tangan;
- Penahanan (penjara);
- Mencela dengan perkataan;
- Mengasingkan dari daerah asal sampai pada jarak tempuh yang boleh
melakukan qasar;
- Memecat dari kedudukannya;
Bentuk dan jenis ta‟zir ini diserahkan kepada pemerintah atau pejabat yang
berwenang.
Apabila degan jalan ta‟zir ini suami masih saja melakukan nuysuz, maka
perempuan (isteri) bisa menempuh jalur hukum juga berupa fasyahk. Hal ini bisa
dilakukan apabila suami tidak memberikan nafkah selama 6 bulan.

C. Cara Mengatasi Nusyuz


Firman allah Swt dalam Q.s An-Nissa : 34

Artinya: “wanita-wanita yang khawatirkan kedurhakaanya (nusyuz), maka nasihatilah


mereka, dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka danpukullah mereka (dengan pukulan
yang tidak membahayakan). Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari jalan untuk memisahkan mereka. Sesungguhnya Allah Swt Maha Tinggi lagi
Maha Besar.”
Tindakan yang harus dilakukan suami terhadap istri yang durhaka yaitu :
a. Suami berhak memberi nasihat kepada istrinya bila tanda-tanda kedurhakaan istri
sudah tampak.

9
b. Sesudah nyata durhakanya,suami berhak berpisah tidur dari istrinya.
c. Sesudah dua pelajaran tersebut (nasihat dan berpisah tidur), kalau istri masih terus
juga durhaka, suami berhak memukulnya.
Akibat kedurhakaan itu maka hilanglah hak istri yaitu menerima uang belanja,
pakaian dan pembagian waktu.berarti dengan adanya durhaka istri., maka ketiga
perkara tersebut menjadi tidak wajib atas suami dan istri tidak berhak menuntut.
Menurut Hakim dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam (2000 : 108) cara
untuk mengatasi nusyuz adalah dengan mengadakan perundingan antara suami istri
untuk membereskan serta menghilangkan kesalahpahaman dan memecahkan masalah
tersebut bersama. Usaha ini menurut islam disebut dengan istilahishlah, yaitu upaya
perdamaian yang diusahakan oleh kedua belah pihak. Upaya ishlah ini divisualkan
dalam bentuk musyawarah. Dengan musyawarah serta keinginan yang baik, maka
tidak ada masalah yang sulit yang tidak dapat dipecahkan.
Apabila salah satu pihak benci terhadap yang lain, hendaklah jangan
mengharapkan atau melihat kesalahan sedikit pun diantara mereka. Padahal bisa saja
satu atau dua hari saja sudah hilang kesalahannya bahkan mungkin hanya beberapa
saat saja. Selanjutnya, yang timbul justru suatu sebaliknya, yaitu kerinduan. Oleh
karena itu, masalah didalam rumah tangga janganlah terlalu dianggap serius, anggap
saja sebagai bumbu perkawinan.
Perkawinan sebagai sesuatu yang suci hendaklah dipertahankan keutuhan serta
keharmonisan. Ini merupakan tugas mereka yang terlibat didalamnya. Terciptanya
kebahagiaan dan ketenteraman rumahtangga sangat bergantung pada apakah suami
istri telah melaksanakan peran dan kewajibannya masing-masing. Disamping itu
apakah mereka telah berusaha menyelami tabiat, kebiasaan, temperamen, watak, dari
pasangan hidupnya. Apabila semua itu telah mereka lakukan, dapat dipastikan bahwa
kehidupan perkawinan berjalan sesuai dengan yang diinginkan.
Apabila kemelut keluarga diakibatkan oleh suami, maka istri harus mempunyai
strategi yang handal dalam meluluhkan nusyuz suami. Menurut Ghanim ( 1993 : 63 )
cara untuk mengatasi nusyuz suami yaitu dengan cara membaikinya. Misalnya,
dilakukan dengan mengurangi tuntutan - tuntutan material atau hal - hal lain yang
menjadi hak dari suaminya. Sebab, kebanyakan yang menjadi penyebab kejengkelan
dan kesulitan seorang suami adalah tingginya tuntutan istri terhadap hal - hal yang
tidak mungkin diupayakan ( diluar jangkauan ) oleh sang suami.

10
Dalam menghadapi hal semacam ini, diharapkan istri dapat mengurangi atau
menyederhanakan tuntutan - tuntutan tersebut demi menjaga keutuhan keluarga dan
keselamatan anak - anak ( jika memang ada ). Hal ini adalah salah satu bentuk
pengorbanan sang istri untuk menjaga keutuhan keluarganya. Jika dia telah berusaha
kearah sana, maka tidak ada dosa baginya. Akan tetapi jika dia memilih pisah dari
suami tanpa ada upaya untuk berkorban, berarti dia telah melakukan suatu kesalahan.
Padahaldamai ( istilah ) adalah jalan yang paling baik. Demikian juga, sang suami pun
dituntut untuk bisa menjembatani jurang kesenjangan antara keduanya.

D. Kosenkuensi Nusyuz
Sebagai akibat hukum dari perbuatan nusyuz menurut jumhur ulama, mereka
sepakat bahwa isteri yang tidak taat kepada suaminya (tidak ada tamkin sempurna dari
isteri) tanpa adanya suatu alasan yang dapat dibenarkan secara syar‟i atau secara „aqli
maka isteri dianggap nusyuz dan tidak berhak mendapatkan nafkah. Dalam hal suami
beristeri lebih dari satu (poligami) maka terhadap isteri yang nusyuz selain tidak wajib
memberikan nafkah, suami juga tidak wajib memberikan giliranya. Tetapi ia masih wajib
memberikan tempat tinggal.
Sedangkan untuk nusyuz suami, maka istri boleh melaporkannya kepada hakim
pengadilan untuk memberikan nasehat kepada suami tersebut apabila si suami belum bisa
di ajak damai dengan cara musyawarah. Demikian menurut pendapat Imam Malik.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa :
1. Nusyuz adalah tindakan istri yang dapat ditafsirkan menentang atau membandel atas
kehendak suami. Begitu pula sebaliknya. Tentu sajasepanjang kehendak tersebut
tidak bertentangan dengan hukum agama. Apabila kehendak tersebut bertentangan
atau tidak dapat dibenarkan oleh agama, maka suami/istri berhak menolak. Dan
penolakan tersebut bukanlahtermasuk nusyuz (durhaka).
2. Macam-macam nusyuz adalah nusyuznya istri terhadap suami dan nusyuznya suami
terhadap istri
3. Jika terjadi nusyuz, maka penyelesaiannya, pertama dengan nasihat, kedua dengan
hijrah tempat tidur (mendiamkannya, bukan berarti pisah ranjang), ketiga dengan
pukulan ringan selain wajah dan bagian kepala.{apabila yang melakukan nusyuz
adalah istri}. Sedangkan apabila yang melakukan nusyuz adalah suami, maka cara
penyelesaiannya adalah dengan istri yang mengajak suami bermusyawarah untuk
menyelesaikan masalah tersebut baik-baik. Apabila tidak bisa, maka jalan yang
kedua adalah mengahdirkan hakam dari pihak suami dan istri untuk berunding.
4. Syiqaq adalah putusnya ikatan perkawinan. Hal tersebut mungkin timbul disebabkan
oleh prilaku dari salah satu pihak.
5. Cara menyelesaikanya adalah dihadirkan dua orang dari pihak suami maupun istri
yang disebut hakamain.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam hal penulisan maupun isi makalah. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya
yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita. Amin

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Gozi , Ali Ibnu Qasim. Al-Bajuri,juz II


Al-Qurthubi, Abu Adillah bin Muhammad. Jami‟ ahkami Qur‟an jilid III. Bairut:Dar Al-Fikr
Al-Thabary, Abu Ja‟far. Jami‟ al-Bayan „An Ta‟wil „Ayil Qur‟an, Jilid V.
As-Syuti Jalaluddin. Al-Durru Al-Mansyur. Bairut:Dar al-Fikr
Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur‟an dan Terjemahannya. Semarang: CV. Toha.
Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur‟an dan Terjemahannya. PT. Sari Agung
Mukhtar, Kamal. 1993. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinanan, Cet. III. Jakarta:
Bulan Bintang
Munawir, Ahmad Warsan. 1994. Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta:Pustakan progresip
Thalib, Sayuti. 1986. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: UI Press

13

Anda mungkin juga menyukai