Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kebahagiaan dalam keluarga merupakan keinginan yang diharapkan semua
manusia, dan semua itu akan terasa disaat sebuah keluarga menjalankan apa yang
menjadi kewajiban dan hak masing – masing baik suami ataupun istri dalam sebuah
keluarga. Oleh karena itu, segala tingkah laku, gerak langkah, selalu berorientasi
kearah itu walaupun dalam aplikasi memakai cara yang berlawanan dengan tujuan
tadi.
Namun pada kenyataannya tidak sedikit dalam sebuah keluarga tidak selalu
tenang dan menyenangkan.ada kalanya kehidupannya begitu ruwet dan memusingkan.
Hal tersebut terjadi karena peran dan fungsi mereka khususnya bagi suami ataupun
istri sudah tidak melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab mereka masing –
masing.
Terlepas dari kewajiban dan hak seorang istri terhadap suami atau sebaliknya,
penyusun pada kesempatan kali ini tidak akan membahas mengenai kewajiban dan
hak tersebut akan tetapi akan membahas mengenai nusyuz. Ketiga masalah diatas
akan terjadi disaat suami atau istri tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajiban
dan hak mereka masing - masing dalam sebuah keluarga.

B. Rumusan Masalah
Setelah memperhatikan pemaparan diatas penyusun dapat merumuskan
beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya :
1. Apa pengertian nusyuz ?
2. Bagaimana mengatasi nusyuz tidak terjadi ?
3. Apa saja macam-macam nusyuz ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. NUSYUZ
1. Pengertian Nusyuz
Kata nusyuz dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar (akar kata) dari
kata ”‫ نشوزا‬-‫ ينشز‬-‫ ”نشز‬yang berarti: ”duduk kemudian berdiri, berdiri dari, menonjol,
menentang atau durhaka.[1] Dalam konteks pernikahan, makna nusyuz yang tepat
untuk digunakan adalah “menentang atau durhaka”. sebab makna inilah yang paling
mendekati dengan persoalan rumah tangga.
Menurut Al-Qurtubi, nusyuz adalah:
“Mengetahui dan meyakini bahwa isteri itu melanggar apa yang sudah
menjadi ketentuan Allah dari pada taat kepada suami”[2]
Sedangkan menurut istilah, dalam kitab Al-Bajuri dikatakan bahwa Nusyuz
adalah:
“Nusyuz adalah keluar dari ketaatan (secara umum) dari isteri atau suami atau
keduanya”.[3]
Dari beberapa definisi di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan nusyuz adalah pelanggaran komitmen bersama terhadap apa yang menjadi
kewajiban dalam rumah tangga. Adanya tindakan nusyuz ini adalah merupakan pintu
pertama untuk kehancuran rumah tangga. Untuk itu, demi kelanggengan rumah
tangga sebagaimana yang menjadi tujuan setiap pernikahan, maka suami ataupun
isteri mempunyai hak yang sama untuk menegur masing-masing pihak yang ada
tanda-tanda melakukan nusyuz.
Menurut Hamid ( 1977 : 250 ) nusyuz adalah tindakan istri yang dapat
ditafsirkan menentang atau membandel atas kehendak suami. Tentu saja kehendak
suami yang tidak bertentangan dengan hukum agama. Apabila kehendak suami
bertentangan atau tidak dapat dibenarkan oleh agama, maka istri berhak menolaknya.
Dan penolakan tersebut bukanlah sifat nusyuz ( durhaka ).
Sementara menurut Rasyid ( 1994: 398 ) nusyuz adalah apabila istri
menentang kehendak suami dengan tidak ada alasan yang dapat diterima menurut
hukum syara’, tindakan itu dipandang durhaka.seperti hal-hal dibawah ini :
a. Suami telah menyediakan rumah yang sesuai dengan keadaan suami,
tetapi istri tidak mau pindah kerumah itu, atau istri meninggalkan rumah tangga tanpa
izin suami.
b. Apabila suami istri tinggal dirumah kepunyaan istri dengan izin istri,
kemudian pada suatu waktu istri mengusir (melarang) suami masuk rumah itu, dan
bukan karena minta pindah kerumah yang disediakan oleh suami.
c. Umpamanya istri menetap ditempat yang disediakan oleh perusahaanya,
sedangkan suami minta supaya istri menetap dirumah yang disediakannya, tetapi istri
berkeberatan dengan tidak ada alasan yang pantas.
d. Apabila istri bepergian dengan tidak beserta suami atau mahramnya,
walaupun perjalanan itu wajib, seperti pergi haji, karena perjalanan perempuan yang
tidak beserta suami atau mahram terhitung maksiat.

2. Macam – Macam Nusyuz


· Nusyuz Perempuan / istri
Dalil al-Qur’an mengenai nusyuz perempuan ini ada misalnya pada surat An-
nisa’ ayat 34:
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% ’n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$#
óOßgŸÒ÷èt/ 4’n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4
àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=ø‹tóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4
ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB Æèdy—qà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur ’Îû
ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s?
£`ÍköŽn=tã ¸x‹Î6y™ 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka, kemudian
jika mereka mentaatimu maka janganlah mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar”. (An-Nisa’ : 34 )[4].
Asbab an-uzul ayat ini turun, berkenaan dengan kasus seorang yang memukul
isterinya karena berlaku nusyuz, kemudian dia mengadu kepada Rasulullah.[5]
Selanjutnya Rasulullah menetapkan hukuman qishas atas suami tersebut, maka
turunlah ayat 114 surat Thaha sebagai teguran kepada Rasulullah karena keputusan
yang “tidak pas”. Maka turunlah ayat an-Nisa’ ayat 34 ini.
Tanda-tanda nusyuz perempuan (isteri) itu antara lain:
a. tidak cepat menjawab suaminya berdasarkan bukan kebiasaan
b. tidak nyata atau tidak jelas penghormatan kepada suaminya
c. tiada mendatangi suami kecuali dengan bosan, jemu atau dengan muka
yang cemberut.
d. seorang isteri yang jika diajak untuk berhubungan intim, dia menolak.
Akan tetapi, kita harus lebih adil melihat alasan isteri untuk tidak mau berhubungan.
Kalau alasannya rasional, seperti sedang sakit, kelelahan atau tidak dalam keadaan
siap hatinya, maka suami tidak berhak untuk memaksakan.
Para Imam mazhab yang empat juga mengemukakan beberapa tanda nusyuz
isteri lainnya:
Pertama, Nusyuz dengan ucapan adalah apabila biasanya kalau dipanggil,
maka ia menjawab panggilan itu, atau kalau diajak bicara dia biasanya bicara dengan
sopan dan dengan ucapan yang baik. Tetapi kemudian dia berubah, apabila dipanggil,
maka ia tidak mau lagi menjawab, atau kalau diajak bicara ia acuh tidak peduli (cuek)
dan mengeluarkan kata-kata yang jelek”.
Kedua, nusyuz dengan perbuatan adalah apabila biasanya kalau diajak tidur,
maka ia menyambut dengan senyum dan wajah berseri. Tapi kemudian berubah
menjadi enggan, menolak dengan wajah yang kecut. Tetapi kalau biasanya apabila
suaminya datang ia langsung menyambutnya dengan hangat dan menyiapkan semua
keperluannya. Tetapi kemudian berubah jadi tidak mau peduli lagi.[6]
Dalam kompilasi hukum Islam, soal Nusyuz juga diatur. Beberapa pasal
menegaskan hak dan kewajiban suami dan istri.

Pasal 80
1) suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan
tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh
suami dan isteri.
2) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup beruma tangga sesuai dengan kemampuannya.
3) Suami wajib memberi pendidikan agama kepada isterinya dan memberi
kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan
bangsa.
4) Sesuai dengan pengahsilannya suami menanggung :
a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman isteri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri
dan anak;
c. biaya pendidikan bagi anak.
Pasal 83
1) Kewajiban utama bagi seorang isteri adalah berbakti lahir dan batin
kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam;
2) Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga
dengan sebaik-baiknya;
Pasal 84
1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak melaksanakan kewajiban-
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang
sah;
2) Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isteriya
tersebut pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk
kepentingan anaknya.
3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali setelah
isteri tidak nusyuz.
4) Ketentuan tentang ada atau tidaknya nusyuz dari isteri harus
didasarkan atas bukti yang sah.
Sayangnya, dalam Kompilasi Hukum Islam ini tidak dikenal adanya nusyuz
yang dilakukan suami. Padahal Islam jelas menegaskan nusyuz bia dilakukan suami
dan isteri. Bahkan, dalam banyak riwayat dikatakan suami lebih besar peluangnya
untuk melakukan nusyuz.

Cara penyelesaian
Jika isteri melakukan nusyuz, ada beberapa cara yang bisa ditempuh suami
untuk meredakan nusyuz sang isteri. Surat an- Nisa’ ayat 34 menjelaskan:
“Wanita-wanita yang kamu khawatir nusyuznya, maka nasehatilah mereka
dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka, kemudian jika
mereka mentaatimu maka janganlah mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar”. (An-Nisa:34)
Bedasarkan ayat tersebut, sekurangnya ada tiga cara menghadapi isteri yang
melakukan nusyuz. :Pertama, menasehati dengan tegas agar ia dapat kembali
menjalankan kewajibannya dengan baik sebagai istri. Peringatan yang diberikan
sepatutnya mengarahkan kepada pemulihan hubungan dalam rumah tangga. Disini
suami dituntut bijaksana dalam perkataan dan perbuatan. Tegas bukan berarti kasar.
Kedua, berpisah tempat tidur. Cara ini baru dilakukan jika cara yang pertama
tidak mempan. Kalimat “‫( ”واهجروهن‬pisahkan mereka) dalam surat An-Nisa ayat 34
ditafsirkan sebagian ulama sebagai tindakan seorang suami tidak melakukan
hubungan seksual atau tidak diajak bicara sekalipun tetap berhubungan seksual. Bisa
juga suami boleh tidur bersama sampai istri kembali taat. Atau tidak didekatkan
ranjangnya dengan isteri.[7]
Ketiga, jika cara pertama dan kedua tidak bisa membuat isteri berubah
menjadi taat kepada komitmen bersama dalam membangun rumah tangga, maka jalan
terakhir adalah dengan memukulnya. Akan tetapi pemukulan di sini tidak bisa
diartikan sebagai memukul dengan tangan atau alat secara kasar apalagi melukai.

· Nusyuz Laki – Laki / Suami


Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 128 sbb:
ÈbÎ)ur îor&zöD$# ôMsù%s{ .`ÏB $ygÎ=÷èt/ #·—qà±çR ÷rr& $ZÊ#{ôãÎ)
Ÿxsù yy$oYã_ !$yJÍköŽn=tæ br& $ysÎ=óÁム$yJæhuZ÷t/ $[sù=ß¹ 4 ßxù=Á9$#ur
׎öyz 3 ÏNuŽÅØômé&ur Ú[àÿRF{$# £x’±9$# 4 bÎ)ur (#qãZÅ¡ósè? (#qà)Gs?ur
cÎ*sù ©!$# šc%x. $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊËÑÈ
“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang
sebenar-benarnya[8], dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia
itu menurut tabiatnya kikirdan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan
memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Untuk mengetahui maksud ayat diatas, maka kita perlu mengetahui asbab an-
Nuzulnya. Ayat ini turun berkenaan dengan kasus yang menimpa Saudah (isteri
Rasulullah). Ketika beliau sudah tua, Rasulullah hendak menceraikannya, maka ia
berkata kepada Rasulullah:
“Wahai Rasulullah:”jangan engkau mencerai aku, bukankah aku masih
menghendaki laki-laki, tetapi karena aku ingin dibangkitkan menjadi isterimu, maka
tetapkanlah aku menjadi isterimu dan aku berikan hari giliranku kepada Aisyah ”.
Maka Rasulullah pun mengabulkan permohonan Saudah. Ia pun ditetapkan
menjadi isteri beliau sampai meninggal dunia[9]. Maka dengan kejadian tersebut,
turunlah ayat an-Nisa’ 128.
Nusyuz suami, pada dasarnya adalah jika suami tidak memenuhi
kewajibannya, yaitu :
1. Memberikan mahar sesuai dengan permintaan isteri;
2. Memberikan nafkah zahir sesuai dengan pendapatan suami
3. Menyiapkan peralatan rumah tangga, perlengkapan dapur, perlengkapan
kamar utama seperti alat rias dan perlengkapan kamar mandi sesuai dengan keadaan
dirumah isteri.
4. Menyiapkan pembantu bagi isteri yang dirumahnya memiliki pembantu;
5. Menyiapkan bahan makanan minuman setiap hari untuk isteri anak-anak
dan pembantu kalau ada
6. Memasak, mencuci, menyetrika dan pekerjaan rumah;
7. Memberikan rasa aman dan nyaman dalam rumah tangga;
8. Membayar upah kepada isteri, kalau isteri meminta bayaran atas semua
pekerjaan.[10]
9. Berbuat adil, apabila memiliki isteri lebih dari satu;
10. Berbuat adil diantara anak-anaknya.
Cara penyelesaian
Dalam nusyuz suami ini yang ditekankan cara penyelesaiannya adalah dengan
ishlah (perdamaian), akan tetapi jika hal ini tidak berhasil maka suami dan isteri harus
menunjuk hakam dari kedua belah pihak. Hakam ini bisa datang dari keluarga, tokoh
masyarakat atau pemuka agama. Bisa juga melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Hal
ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 35 sbb:
“Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka angkatlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.
Jika kedua orang hakam tersebut bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah
memberi taufiq kepada suami isteri itu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi
Maha Mengenal”.
Apabila dengan cara tersebut masih belum tercapai kata damai, maka hakim
boleh menjatuhkan ta’zir. Ta’zir dari segi bahasa bermakna mendidik atau
memperbaiki, sedangkan menurut istilah, ta’zir adalah mengajarkan adab atau
mengambil tindakan atas dosa yang tidak dikenakan hukuman “had” dan tidak ada
“kafarah”. Seperti nusyuz suami ini.
Adapun bentuk-bentuk ta’zir yang bisa dijatuhkan kepada seseorang yang
melakukan kesalahan yang tidak bisa di “had” dan “kafarah” sepeti dalam kasus
nusyuz suami ini, yaitu sbb:
- Pemukulan yang tidak melukai;
- Tempelengan yaitu pemukulan dengan keseluruhan telapak tangan;
- Penahanan (penjara);
- Mencela dengan perkataan;
- Mengasingkan dari daerah asal sampai pada jarak tempuh yang boleh
melakukan qasar;
- Memecat dari kedudukannya;
Bentuk dan jenis ta’zir ini diserahkan kepada pemerintah atau pejabat yang
berwenang.
Apabila degan jalan ta’zir ini suami masih saja melakukan nuysuz, maka
perempuan (isteri) bisa menempuh jalur hukum juga berupa fasyahk. Hal ini bisa
dilakukan apabila suami tidak memberikan nafkah selama 6 bulan.

3. Cara Mengatasi Nusyuz


Firman allah Swt dalam Q.s An-Nissa : 34
‫ضا ِج ِع َواضْ ِربُوه َُّن فَإ ِ ْن أَطَ ْعنَ ُك ْم فَالَتَ ْب ُغوا َعلَ ْي ِه َّن‬
َ ‫َواالَّتِي تَخَ افُونَ نُ ُشو َزه َُّن فَ ِعظُوه َُّن َوا ْه ُجرُوه َُّن فِي ْال َم‬
‫َسبِيالً إِ َّن هللاَ َكانَ َعلِيًّا َكبِيرًا‬
Artinya:
“wanita-wanita yang khawatirkan kedurhakaanya (nusyuz), maka nasihatilah
mereka, dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka danpukullah mereka (dengan
pukulan yang tidak membahayakan). Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari jalan untuk memisahkan mereka. Sesungguhnya Allah Swt
Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Tindakan yang harus dilakukan suami terhadap istri yang durhaka yaitu :
a. Suami berhak memberi nasihat kepada istrinya bila tanda-tanda
kedurhakaan istri sudah tampak.
b. Sesudah nyata durhakanya,suami berhak berpisah tidur dari istrinya.
c. Sesudah dua pelajaran tersebut ( nasihat dan berpisah tidur ), kalau istri
masih terus juga durhaka, suami berhak memukulnya.
Akibat kedurhakaan itu maka hilanglah hak istri yaitu menerima uang belanja,
pakaian dan pembagian waktu.berarti dengan adanya durhaka istri., maka ketiga
perkara tersebut menjadi tidak wajib atas suami dan istri tidak berhak menuntut.
Firman allah Swt dalam Q.s Al-Baqarah : 228
ِ ‫َولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه َّن بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف‬
Artinya :
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban (terhadap
suaminya) menurut cara yang ma’ruf.”
Menurut Hakim dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam (2000 : 108) cara
untuk mengatasi nusyuz adalah dengan mengadakan perundingan antara suami istri
untuk membereskan serta menghilangkan kesalahpahaman dan memecahkan masalah
tersebut bersama. Usaha ini menurut islam disebut dengan istilahishlah, yaitu upaya
perdamaian yang diusahakan oleh kedua belah pihak. Upaya ishlah ini divisualkan
dalam bentuk musyawarah. Dengan musyawarah serta keinginan yang baik, maka
tidak ada masalah yang sulit yang tidak dapat dipecahkan.
Al-quran memperingatkan wanita untuk berbuat sesuatu manakala terjadi
ketidakberesan, ketidakserasian, atau miskomunikasi antara istri dan suaminya. Jadi,
wanita dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi kemelut dalam keluarga,
mengajak suaminya untuk merundingkan problema yang menjadi ganjalan diantara
mereka, dalam upaya memperbaiki hubungan mereka, seperti dijelaskan dalam al-
quran surat An-nisa : 128
ÈbÎ)ur îor&zöD$# ôMsù%s{ .`ÏB $ygÎ=÷èt/ #·—qà±çR ÷rr& $ZÊ#{ôãÎ)
Ÿxsù yy$oYã_ !$yJÍköŽn=tæ br& $ysÎ=óÁム$yJæhuZ÷t/ $[sù=ß¹ 4 ßxù=Á9$#ur
׎öyz 3 ÏNuŽÅØômé&ur Ú[àÿRF{$# £x’±9$# 4 bÎ)ur (#qãZÅ¡ósè? (#qà)Gs?ur
cÎ*sù ©!$# šc%x. $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊËÑÈ
Artinya :
“Apabila wanita ( istri-istri ) terjadi pembangkangan ( nusyuz ) dan
pertentangan ( sikap acuh tak acuh ) dengan suaminya. Maka tidaklah mengapa bagi
keduanya untuk mengadakan perdamaian, dan perdamaian adalah sesuatu yang baik”.
Apabila salah satu pihak benci terhadap yang lain, hendaklah jangan
mengharapkan atau melihat kesalahan sedikit pun diantara mereka. Padahal bisa saja
satu atau dua hari saja sudah hilang kesalahannya bahkan mungkin hanya beberapa
saat saja. Selanjutnya, yang timbul justru suatu sebaliknya, yaitu kerinduan. Oleh
karena itu, masalah didalam rumah tangga janganlah terlalu dianggap serius, anggap
saja sebagai bumbu perkawinan. Dalam hal ini Al-quran Q.s An-nisa 19, memberi
peringatan yaitu.
4 bÎ*sù £`èdqßJçF÷d̍x. #Ó|¤yèsù br& (#qèdtõ3s? $\«ø‹x© Ÿ@yèøgs†ur
ª!$# ÏmŠÏù #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 ÇÊÒÈ
Artinya :
“Apabila kamu tidak senang kepada istri, maka boleh jadi apa yang kamu
tidak senang tadi justru Allah SWT membuat kebaikan yang banyak”.
Perkawinan sebagai sesuatu yang suci hendaklah dipertahankan keutuhan serta
keharmonisan. Ini merupakan tugas mereka yang terlibat didalamnya. Terciptanya
kebahagiaan dan ketenteraman rumahtangga sangat bergantung pada apakah suami
istri telah melaksanakan peran dan kewajibannya masing-masing. Disamping itu
apakah mereka telah berusaha menyelami tabiat, kebiasaan, temperamen, watak, dari
pasangan hidupnya. Apabila semua itu telah mereka lakukan, dapat dipastikan bahwa
kehidupan perkawinan berjalan sesuai dengan yang diinginkan.
Apabila kemelut keluarga diakibatkan oleh suami, maka istri harus
mempunyai strategi yang handal dalam meluluhkan nusyuz suami. Menurut Ghanim (
1993 : 63 ) cara untuk mengatasi nusyuz suami yaitu dengan cara membaikinya.
Misalnya, dilakukan dengan mengurangi tuntutan - tuntutan material atau hal - hal
lain yang menjadi hak dari suaminya. Sebab, kebanyakan yang menjadi penyebab
kejengkelan dan kesulitan seorang suami adalah tingginya tuntutan istri terhadap hal -
hal yang tidak mungkin diupayakan ( diluar jangkauan ) oleh sang suami.
Dalam menghadapi hal semacam ini, diharapkan istri dapat mengurangi atau
menyederhanakan tuntutan - tuntutan tersebut demi menjaga keutuhan keluarga dan
keselamatan anak - anak ( jika memang ada ). Hal ini adalah salah satu bentuk
pengorbanan sang istri untuk menjaga keutuhan keluarganya. Jika dia telah berusaha
kearah sana, maka tidak ada dosa baginya. Akan tetapi jika dia memilih pisah dari
suami tanpa ada upaya untuk berkorban, berarti dia telah melakukan suatu kesalahan.
Padahaldamai ( istilah ) adalah jalan yang paling baik. Demikian juga, sang suami pun
dituntut untuk bisa menjembatani jurang kesenjangan antara keduanya.
Disisi lain, Al-quran juga menyinggung bahwa manusia itu mempunyai tabiat
kikir, baik kikir harta maupun kikir perangai. Dan sebagai jalan keluarnya Al-quran
menawarkan pendekatan keimanan kepada para suami agar mereka mampu
mengalahkan tabiat kikir dalam hal beri - memberi terhadap sang istri. Firman Allah
SWT dalam Q.S An-nisa : 128.
bÎ)ur (#qãZÅ¡ósè? (#qà)Gs?ur cÎ*sù ©!$# šc%x. $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès?
#ZŽÎ6yz ÇÊËÑÈ
Artinya :
“Dan jika kamu menggauli istrimu dengan baik dan memerihara dirimu ( dari
nusyuz dan sikap tak acuh ), maka sesungguhnya allah SWT maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan”.
Jika usaha-usaha tersebut tidak mampu untuk bisa mengokohkan hubungan
keduanya, maka jalan ( talaq ) adalah jalan baik. Islam tidak ingin membelenggu
perkawinan dengan rantai dan tali - tali yang menyulitkan. Akan tetapi islam juga
mengikatnya dengan cinta kasih dan pertolongan. Firman allah SWT dalam Q.S An-
nisa. : 130,
‫و‬bÎ)ur $s%§xÿtGtƒ Ç`øóムª!$# yxà2 `ÏiB ¾ÏmÏGyèy™ 4 tb%x.ur ª!$#
$·èÅ™ºur $VJŠÅ3ym ÇÊÌÉÈ
Artinya :
“jika keduanya bercerai, maka allah SWT akan memberi kecukupan kepada
masing-masing dari limpahan karunianya. Dan adalah maha luas ( karunianya ) lagi
maha bijaksana.
4. Akibat Nusyuz
Sebagai akibat hukum dari perbuatan nusyuz menurut jumhur ulama, mereka
sepakat bahwa isteri yang tidak taat kepada suaminya (tidak ada tamkin sempurna dari
isteri) tanpa adanya suatu alasan yang dapat dibenarkan secara syar’i atau secara ‘aqli
maka isteri dianggap nusyuz dan tidak berhak mendapatkan nafkah. Dalam hal suami
beristeri lebih dari satu (poligami) maka terhadap isteri yang nusyuz selain tidak wajib
memberikan nafkah, suami juga tidak wajib memberikan giliranya. Tetapi ia masih
wajib memberikan tempat tinggal.
Sedangkan untuk nusyuz suami, maka istri boleh melaporkannya kepada
hakim pengadilan untuk memberikan nasehat kepada suami tersebut apabila si suami
belum bisa di ajak damai dengan cara musyawarah. Demikian menurut pendapat
Imam Malik.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa :
1. Nusyuz adalah tindakan istri yang dapat ditafsirkan menentang atau
membandel atas kehendak suami. Begitu pula sebaliknya. Tentu sajasepanjang
kehendak tersebut tidak bertentangan dengan hukum agama. Apabila kehendak
tersebut bertentangan atau tidak dapat dibenarkan oleh agama, maka suami/istri
berhak menolak. Dan penolakan tersebut bukanlahtermasuk nusyuz ( durhaka ).
2. Macam-macam nusyuz adalah nusyuznya istri terhadap suami dan
nusyuznya suami terhadap istri
3. Jika terjadi nusyuz, maka penyelesaiannya, pertama dengan nasihat,
kedua dengan hijrah tempat tidur (mendiamkannya, bukan berarti pisah ranjang),
ketiga dengan pukulan ringan selain wajah dan bagian kepala.{apabila yang
melakukan nusyuz adalah istri}. Sedangkan apabila yang melakukan nusyuz adalah
suami, maka cara penyelesaiannya adalah dengan istri yang mengajak suami
bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah tersebut baik-baik. Apabila tidak bisa,
maka jalan yang kedua adalah mengahdirkan hakam dari pihak suami dan istri untuk
berunding.
4. Syiqaq adalah putusnya ikatan perkawinan. Hal tersebut mungkin timbul
disebabkan oleh prilaku dari salah satu pihak.
5. Cara menyelesaikanya adalah dihadirkan dua orang dari pihak suami
maupun istri yang disebut hakamain.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Gozi , Ali Ibnu Qasim. Al-Bajuri,juz II

Al-Qurthubi, Abu Adillah bin Muhammad. Jami’ ahkami Qur’an jilid III.
Bairut:Dar Al-Fikr

Al-Thabary, Abu Ja’far. Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil ‘Ayil Qur’an, Jilid V.
As-Syuti Jalaluddin. Al-Durru Al-Mansyur. Bairut:Dar al-Fikr

Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: CV.


Toha.

Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur’an dan Terjemahannya. PT. Sari Agung

Mukhtar, Kamal. 1993. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinanan, Cet.


III. Jakarta: Bulan Bintang

Munawir, Ahmad Warsan. 1994. Kamus Arab Indonesia.


Yogyakarta:Pustakan progresip

Thalib, Sayuti. 1986. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: UI Press

[1] Ahmad Warsan Munawir, al-Munawir Kamus Arab Indonesia,


Yogyakarta, Pustakan progresip, 1994 : 1517.
[2] Abu Adillah bin Muhammad al-Qurthubi, Jami’ ahkami Qur’an, Dar Al-
Fikr, Bairut, Gilid III, hal : 150
[3] Ali Ibnu Qasim al-Gozi, al-Bajuri,juz II, hal 129
[4] Al-Qur’an dan Terjemahannya, Depag RI,1989, CV. Toha Semarang,
hlm : 123.
[5] ibid
[6] Lihat al-Bayan syarah al-Muhazzab,Imam Abu al-Husen Yahya bin Abu
al-Khair Salim al-Imrany al-Yamany 558 H, Dar al-Minhaj Jedah, Arab Saudi, bab
an-Nusyuz, jilid IX, hal 528.
[7] al-Thabary Abu Ja’far, Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil ‘Ayil Qur’an, Jilid V,
hal : 64
[8] Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi Asal suaminya mau baik
kembali.
[9] Jalaluddin as-Syuti, al-Durru al-Mansyur, Bairut, Dar al-Fikr, hal : 711
[10] Lihat surat al-Thalaq ayat 6 tentang kewajiban suami memberikan nafkah
isteri yang menyusui anak-anaknya yang masih kecil.

Anda mungkin juga menyukai