Anda di halaman 1dari 7

Makalah Nusyuz dan Siqaq

MATA KULIAH: HUKUM PERCATATAN PERKAWINAN

Oleh

NAMA:
1. MOCHAMMAD ASRUL FANI AKBAR
NIM : (1911211021)

2. MUHAMMAD ROKIMIN RAJAK


NIM : (1911211025)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KUPANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI AHWAL AL – SYAKHSYIYAH
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pernikahan adalah suatu hal yang memang senantiasa di harapkan oleh para insan,
penikahan tidak hanya sebagai sarana agar seseorang terbebas dari keharaman akan lawan
jenisnya. Tapi, menciptakan keluarga harmonis, bahagia, dan penuh dengan  kasih sayang
diantara satu sama lain yang memang sudah menjadi tujuan dari sebuah pernikahan, yaitu
dengan menciptakan keluarga yang sakainah, mawadah,warahmah.
Namun, tidak selamanya dalam menjalani sebuah rumah tangga itu tidak sesuai dengan
apa yang dicita-citakan, akan tetapi pertengkaran dan perselisihan juga seringkali turut serta
dalam menghiasi rumah tangga. Bahkan sampai dimana suami dan istri tidak bisa
mempertahankan apa yang harus mereka pertahankan. Oleh karena itu, kami kelompok dua
mengusung tema yang memang berkenaan dengan problem-problem dalam rumah tangga,
seperti nusyuz, syiqaq  serta pengerian dan penyelesaiannya yang erat sekali dalam
pernikahan. Baik itu yang ditimbulkan dari kecemburuan, penolakan istri terhadap suami,
kebencian yang berlebihan dan lain sebagainya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa  pengertian dari Nusyuz, landasannya dan penyelesainnya?
2.      Apa pengertian dari Syiqaq, landasanya, proses mediasi serta kewenangan hakkam?
C.    Tujuan Masalah
1.    Menjelaskan pengertian dari Nusyuz, landasannya dan penyelesainnya
2.    Menjelaskan pengertian dari Syiqaq, landasanya, proses mediasi serta kewenangan hakkam
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Nusyuz
Nusyuz secara bahasa adalah ketidakpatuhan, diambil dari an-nasyz yang berarti
tanah yang tinggi, ketidakpatuham disebut nusyuz karena pelakunya merasa lebih tinggi
sehingga dia tidak merasa perlu untuk patuh. Sedangkan secara istilah adalah keadaan yang
terjadi pada suami atau istri dalam ketidakharmonisan, kerenggangan, ketidaksukaan,
penolakan, ketidakpatuhan dan kedurhakaan dari istri atau berpaling dari suami.
Menurut Ibnu Manzur, secara terminologis Nusyuz adalah rasa kebencian suami
terhadap istri atau sebaliknya, sedangkan menurut Wahbah Az-Zuhaili, Nusyuz adalah
ketidakpatuhan atau kebencian suami kepada istri terhadap apa yang seharusnya dipatuhi,
begitupun sebaliknya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa Nusyuz tidak sama dengan syiqaq, karena
Nusyuz dilakukan oleh salah satu pasangan dari suami istri. Nusyuz berawal dari salah satu
pihak, baik dari istri maupun suami bukan kedua-duanya secara bersama-bersama.
Apabila terjadi pembangkangan terhadap sesuatu yang memang tidak wajib dipatuhi,
maka sikap itu tidak dapat dikategorikan sebagai nusyuz. Misalnya suami menyuruh istrinya
berbuat maksiat kepada Allah SWT. Sikap ketidak patuhan istri terhadap suaminya itu tidak
berarti istri nusyuz terhadap suaminya. Karena memang tidak ada ketaatan terhadap
kemaksiatan atau apabila seorang istri menuntut sesuatu di luar kemampuan suaminya, lalu
suaminya tidak memenuhinya maka suami tersebut tidak dikatakan nusyuz terhadap istrinya.
B.     Landasan Hukum Nusyuz
Dalam kehidupan rumah tangga, tidak selalu terjadi kehormatan, akan tetapi dalam
kenyataan konflik dan kesalah pahaman diantara mereka kerap kali terjadi. Sehingga
melunturkan semua yang diharapkan. Timbulnya konflik dalam rumah tangga tersebut pada
akhirnya kerap kali mengarah pada apa yang disebut nusyuz.
Seperti dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 34:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
C.    Nusyuz Wanita dan Nusyuz Laki-laki
Nusyuz wanita yaitu ketika seorang istri tidak taat kepada suaminya, membangkang
dan durhaka kepada suaminya, nusyuznya seperti beberapa perbuatan di bawah ini:
1.      Suami telah menyediakan tempat tinggal sesuai kemampuannya, tetapi istri menolak pindah
ke tempat tersebut.
2.      Apabila istri keluar atau pergi tanpa seizin suaminya.
3.      Istri menetap ditempat yang disediakan oleh perusahaannya, sedangkan suami minta istri
menetap di rumah yang telah di sediakannya, dan istri menolaknay tanpa alasan yang pantas.
4.      Apabila suami istri tinggal di rumah kepunyaannya si istri dengan izin istri, lalu kemudian
pada suatu waktu istri mengusirnya atau melarang suami masuk ke rumah itu.
Nusyuz pihak istri berarti kedurhakaan terhadap suami atau ketidaktaatan terhadap
suami. Nusyuz pihak istri dapat terjadi apabila istri tidak menghiraukan hak suami atas
dirinya.
Dasar hukum nusyuz pihak istri terhadap suaminya adalah surat An-Nisa ayat 34:   
“…..wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya. Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka
mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
Adapun Nusyuznya suami kepada istri adalah:
1.      Mendiami istrinya
2.      Tidak memberi nafkah
3.      Menyuruh istri melakukan maksiat yang melanggar larangan Allah
4.      Mencela dan berburuk sangaka terhadap istri
Adapun dasar hukum nusyuz pihak suami terhadap istrinya disebutkan pada surat An-Nisa
ayat 128:
“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka
tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan
jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap
tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Aisyah menjelaskan sifat nusyuz dari suami dan cara mengatasinya, dia berkata
tentang firman Allah, yang artinya, “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau
sikap tidak acuh dari suaminya.” Aisyah berkata, “Dia adalah wanita yang bersuami, suami
tidak mempedulikannya, dia ingin mentalaknya dan menikahi wanita lain, maka istri berkata
kepada suami, ‘Biarkan aku bersamamu, jangan menceraikanku, silahkan menikah dengan
yang lain, aku tidak menuntut nafkah darimu dan pembagian, itulah firman Allah Ta’ala,
“Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka).”
Berdamai bisa tercapai pada sesuatu yang merupakan hak suami, dan hak istri atas
suami adalah mahar, nafkah dan jatah bermalam, istri berhak menuntut tiga perkara ini dari
suami, suami rela atau tidak. Adapun hubungan suami istri maka istri memiliki hak padanya
untuk menjaga dan melindunginya dari perkara-perkara yang haram.
Perdamaian di sini bisa dengan pengembalian mahar, semuanya atau sebagian, yang
dilakukan istri kepada suami, atau istri menggugurkan kewajiban nafkah dari suami, atau
menggugurkan jatah bermalam, tujuan istri melakukan ini adalah agar suami tidak
mentalaknya, jika hal ini disepakati oleh keduanya maka ia sah.
Dalam kondisi ini istri disarankan bersabar, bersikap bijak dan bertindak dengan
cermat, jika dia mencium gelagat kebencian dan ketidakpedulian dari suami demi menjaga
ikatan pernikahan, dengan kebijakan, kepintaran dan perasaannya sebagai wanita dia bisa
mengetahui sebab berpalingnya dan sikap acuh suami, lalu dia berusaha menepis sebab-sebab
ini, memperbaiki keadaan dan menemukan tempat-tempat penyakit dan persoalan untuk
diobati.
Di samping bersabar, istri juga harus membantunya jika dia memang mampu untuk
itu, menyediakan iklim kejiwaan dan ketenangan rohani dalam rumah, mengikis kesedihan
dan kesusahan dari suami dengan kelembutan, kasih sayang dan keceriaannya, menghapus
duka dan kelelahan yang dia dapatkan dalam pekerjaannya di luar dengan senyuman tulus
dan jiwa yang optimis, menggugah kembali sikap optimis, ketenangan, semangat dan pantang
menyerah dalam jiwa suami. Biasanya sebab-sebab seperti ini akan lenyap jika istri
memperhatikan hal-hal seperti ini dalam kehidupan rumah tangganya.
Islam mengajak suami istri untuk memberikan segala upaya untuk mengokohkan
pondasi-pondasi kehidupan mereka berdua dan menguatkan ikatannya, karena ikatan suami
istri termasuk ikatan teragung dan paling patut dijaga, perjanjiannya adalah perjanjian paling
berat dan paling berhak untk dipenuhi.
D.    Akibat Hukum dari Nusyuz
Akibat hukum dari perbuatan nusyuz itu sendiri adalah perbuatan nusyuz menurut
jumhur ulama, mereka sepakat bahwa isteri yang tidak taat kepada suaminya (tidak ada
tamkin sempurna dari isteri) tanpa adanya suatu alasan yang dapat dibenarkan secara syar’i
atau secara ‘aqli maka isteri dianggap nusyuz dan tidak berhak mendapatkan nafkah. Dalam
hal suami beristeri lebih dari satu (poligami) maka terhadap isteri yang nusyuz selain tidak
wajib memberikan nafkah, suami juga tidak wajib memberikan giliranya. Tetapi ia masih
wajib memberikan tempat tinggal.
Maka dapat ditegaskan bahwa hak istri itu seimbang dengan keshalihahannya,
sehingga jika istri itu nusyuz akan terhapus haknya. Dengan demikian keshalihahan istri
merupakan sebab yang mengakibatkan wajibnya nafkah bagi suami, atau sebagai syarat bagi
istri yang ingin memperoleh nafkah lahir dan bathin. 
E.     Penyelesaian Nusyuz
Tindakan yang dilakukan jika terjadi nusyuz adalah:
1.      Memberikan nasihat dan bimbingan dengan bijaksana dan tutur kata yang baik
2.      Memisahi ranjang dan tidak mencampurinya (menggaulinya)
3.      Pukulan yang sekiranya tidak menyakitkan, misalnya dengan siwak dan sebagainya, dengan
tujuan sebagai pembelajaran baginya
4.      Kalau ketiga cara diatas sudah tidak berguna (masih belum bias mengatasi istri yang nusyuz ,
maka dicari jalan dengan bertahkim (mengangkat hakim) untuk menyelesaikannya.
Adapun syarat pukulan tersebut:
1.      Tidak boleh meninggalkan bekas
2.      Tidak boleh memukul wajah/bagian yang berbahaya
3.      Diyakini pukulan tersebut bisa membuatnya berubah sikap
F.     Pengertian Syiqaq
Syiqaq artinya perselisihan. Yang dimaksud dengan perselisihan adalah pertikaian,
pertengkaran, dan konflik yang terjadi antara suami istri. Istilah Syiqaq diambil dari Al-
Qur’an surat An-Nisa ayat 35:
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang
hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang
hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-
isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
G.    Proses Mediasi
Proses mediasi adalah salah satu cara untuk menyelesaikan suatu perselisihan, dalam
proses mediasi jelas akan muncul pihak ketiga yaitu adanya hakam atau wakil. Wakil disini
adalah orang yang mewakili pihak yang berselisih, baik dari pihak suami ataupun pihak istri.
Seorang hakam disini bertugas untuk menyampaikan keinginan-keinginan pihak yang
bersangkutan. Demikian juga jika salah satu pihak mengajak berdamai maka hakam yang
akan menyampaikannya.   
Dalam konflik suami istri ini ada 3 tahapan, yaitu:
1.      Perselisihan tingkat rendah, yaitu pertengkaran karena hal-hal sepele. Misalnya, susah
bangun pagi yang hingga menimbulkan percekcokan.
2.      Perselisihan tingkat menengah, yaitu pertengkaran suami istri yang disebabkan oleh
perbuatan kedua belah pihak yang melukai hati atau menghilangkan kepercayaan diantara
mereka. Misalnya, suami melihat istrinya berjalan atau berpergian dengan laki-laki lain.  
3.      Perselisihan tingkat tinggi, yaitu pertengkaran yang disebabkan oleh hal-hal yang sangat
mendasar. Misalnya suami atau istri murtad atau berzina.   
 Setelah perincian hal diatas, perselisihan tingkat tinggi ada dua pilihan untuk
menyelesaikannya, yaitu suami dan istri saling memaafkan dan bertobat kepada Allah atau
menyelesaikannya melalui persidangan di pengadilan. Maka, hakam berperan pada
perselisihan yang ketiga yaitu perselisihan tingkat tinggi.  
Apabila dalam kasus syiqaq ini keduanya tidak dapat berdamai maka salah satu hal
yang terbaik adalah dengan menceraikan keduanya, dan kedudukan cerai sebab kasus syiqaq
adalah bersifat ba’in , yaitu pernikahan yang putus secara penuh dan tidak memungkinkan
untuk kembali lagi kecuali dengan mengadakan akad dan maskawin baru tanpa harus dinikahi
oleh pria lain sebelumnya.
H.    Kewenangan Hakkam (mediator)

Dalam mengatasi kemelut rumah tanga (syiqaq). Islam memerintahkan agar dilakuan
arbitrase (tahkim). Suami boleh mengutus seorang hakam dan istri boleh pula
mengutus seorang hakam, yang mewakili masing-masing, namun sebaik-baiknya dari kaum
keluarga, yang mengetahui dengan baik perihal suami istri itu, jika tidak ada, boleh diambil
dari orang lain. Pengutusan hakim ini bermaksud untuk sebab-sebab terjadinya syiqaq dan
berusaha mencari jalan keluar, guna memberikan penyelesaian terhadap kemelut rumah
tangga yang dihadapi oleh kedua suami istri tersebut

Anda mungkin juga menyukai