Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH NUSYUZ DAN SYIQAQ

“Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah fiqh
Munakahat”

KELOMPOK 8
KALZI ALGI FAHRI (2122119)
M. FIRLY (2122127)
RAKA MUSTIKA (2122133)

DOSEN
ROZIKAL NANDA PUTRA, M.Sy.

KELAS PAI 3 D

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah
Fiqih Munakahat . Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah
SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “Nusyuz dan Syiqaq” dapat diselesaikan


karena bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah ini dapat menjadi
referensi bagi para pembaca. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca
mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah bertema Fiqih ini masih memerlukan


penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik
dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman.

Bukittinggi, 4 November
2023

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I ………………………………………………………………………. I
PENDAHULUAN………………………………………………………. II
A. Latar belakang……………………………………………………… 1
B. Rumusan masalah…………………………………………….......... 1
D. Manfaat penulisan………………………………………….............. 1
BAB II……………………………………………………………………….. 2
A. Nusyuz………………............................………….……………. 2
B. Syiqaq…..……………………….………....……..……………….. 6
BAB III …………………………………………….....………………….... 9
A. Kesimpulan…………………………………………..............….... 9
B. Saran………………………………………………………..……... 9
DAFTAR PUSTAKA………………...……………………………………... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembahasan makalah ini, marilah kota mengenal lebih lanjut berkenaan
dengan Nusyuz dan Syiqaq. Disini kita akan mengetahui bagaimana kedudukan
seorang istri dan suami dalam berkeluarga. Materi pada makalah ini, akan menambah
pembendaharaan baru bagi kita, dalam memperluas pandangan, pengetahuan baru dan
hal hal yang belum kita ketahui sebelumnya yang berkenaan dengan Nusyuz dan
Syiqaq.
Dalam makalah ini kita akan mengetahui masing masing dalil antara Nusyuz dan
Syiqaq. Tak hanya itu, dalam makalah ini juga dijelaskan solusi dalam menghadapi
permasalahan Nusyuz dan Syiqaq dalam hubungan suami istri.
Dimana dapat di pahami Nusyuz berarti durhaka, maksudnya seorang istri yang
melakukan perbuatan yang menentang suami atau sebaliknya, tanpa alasan yang dapat
diterima oleh syara’. Dan Syiqaq adalah Krisis memuncak yang terjadi antara suami istri
sedemikian rupa, sehingga antara suami istri terjadi pertentangan pendapat dan pertengkaran,
menjadi dua pihak yang tidak mungkin di pertemukan dan kedua belah pihak tidak dapat
mengatasinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Nusyuz dan Siqaq?
2. Dalil apasaja yang membahas Nusyuz dan Syiqaq?
3. Apa solusi tentang permasalahan Nusyuz dan Syiqaq?
C. Manfaat penulisan
1. Memahami pengertian Nusyuz dan Syiqaq
2. Mengetahui dalil dalil yang berkenaan dengan Nusyuz dan Syiqaq
3. Mengetahui solusi tentang permasalahan Nusyuz dan Syiqaq

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Nusyuz
1. Pengertian Nusyuz
Nusyuz menurut etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata
nasyaza yansyuzu - nusyuuzan yang berarti tinggi atau timbul ke permukaan. 1
Nusyuz berarti durhaka, maksudnya seorang istri yang melakukan perbuatan yang
menentang suami atau sebaliknya, tanpa alasan yang dapat diterima oleh syara’.Islam
sangat menganjurkan suami istri yang hidup dalam bahtera rumah tangga saling
menghargai, menyayangi, dan saling mentaati satu sama lain.
2. Dalil Nusyuz
a) Nusyuz istri terhadap suami
Alqur’an menjelaskan tentang nusyuz yang dilakukan seorang istri dalam
qur’an surat An-nisa’ ayat 34:

‫ض َّوبِّ َما اَ ْنفَقُ ْوا ِّم ْن‬ ٍ ‫ض ُه ْم َع ٰلى بَ ْع‬ َ ‫ّٰللاُ بَ ْع‬
‫ض َل ه‬ َّ َ‫س ۤا ِّء بِّ َما ف‬
َ ِّ‫اَ ِّلر َجا ُل قَ َّوا ُم ْونَ َعلَى الن‬
ُ ُ‫ّٰللاُ َۗوالهتِّ ْي تَخَافُ ْونَ ن‬
‫ش ْوزَ ه َُّن‬ ‫ظ ه‬ َ ‫ب ِّب َما َح ِّف‬ِّ ‫ص ِّلحٰ تُ ٰقنِّ ٰتتٌ حٰ ِّف ٰظتٌ ِّل ْلغَ ْي‬ ‫اَ ْم َوا ِّل ِّه ْم ۗ فَال ه‬
‫ط ْعنَ ُك ْم فَ ََل تَ ْبغُ ْوا َعلَ ْي ِّه َّن‬
َ َ‫اج ِّع َواض ِّْربُ ْوه َُّن ۚ فَا ِّْن ا‬ َ ‫ظ ْوه َُّن َوا ْه ُج ُر ْوه َُّن فِّى ْال َم‬
ِّ ‫ض‬ ُ ‫فَ ِّع‬
َ ‫سبِّي اَْل ۗا َِّّن ه‬
‫ّٰللا َكانَ َع ِّليًّا َكبِّي اْرا‬ َ
”Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan),
dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka
perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan
menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu
beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah
ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh,
Allah Mahatinggi, Mahabesar.”

Sebagaimana disebutkan di atas, ketika isteri melakukan nushūz berarti dia


melakukan pembangkangan terhadap suami yang seharusnya ditaatinya.
Menurut Ḥanafiyah, perbuatan yang masuk kategori nushūz antara lain adalah
keluar tanpa izin, kecuali darurat atau ada uzur, seperti mengunjungi orang tua.
Demikian pula pergi haji tanpa izin suami.

1
Basri Rusdaya, Fikih Munakahat 2, (Soreang: IAIN Parepare Nusantar Press, 2020) hal. 89.

2
Mālikiyah dan Ḥanābilah tidak sepakat dengan Ḥanafiyah dalam hal
perjalanan haji wajib. Menurut mereka, pergi haji yang wajib tanpa izin suami,
tidak termasuk kategori nushūz. Di antar perbuatan yang masuk kategori nushūz
menurut Mālikiyah antara lain adalah menolak melakukan hubungan suami
isteri, keluar rumah tanpa izin suami ke tempat yang tidak disukai suaminya atau
patut diduga bahwa suaminya tidak akan memberinya izin dengan catatan
suaminya tidak mampu melarangnya. Jika suami mampu melarang, namun tidak
melarang, maka tidak disebut nushūz. Meninggalkan kewajiban yang
merupakan hak Allah seperti salat, puasa, juga dikategorikan nushūz.

Sementara itu beberapa perbuatan yang termasuk kategori nushūz menurut


Shāfi’iyah antara lain adalah keluar tanpa izin suami dengan catatan ia keluar
bukan untuk mencari nafkah karena suaminya tidak bisa memberi nafkah, atau
membeli kebutuhan sehari-hari yang memang harus dilakukan, atau mendatangi
majlis ilmu untuk meminta fatwa karena suaminya tidak mengerti hukum
masalah yang sedang ditanyakan isterinya. Ketika suami tidak ada, isteri boleh
mengunjungi kerabat, tetangga, menengok orang sakit atau takziyah, tanpa
izinnya dan tidak termasuk kategori nushūz . Perbuatan lain yang termasuk
kategori nushūz antara lain menolak berhubungan suami isteri tanpa ada uzur
yang dibenarkan agama, tidak mau membukakan pintu untuk suami, serta
berucap yang membangkitkan emosi suami . Shafi’iyah sepakat dengan
Hanafiyah bahwa pergi haji wajib tanpa izin suami termasuk kategori nushūz.

Tidak jauh berbeda dengan pandangan di atas, menurut Ḥanābilah, tanda-


tanda nushūz adalah mengulur-ulur waktu atau menunjukkan berat hati ketika
diajak istimtā’ (bersetubuh). Sementara itu tindakan yang dianggap nushūz
secara nyata adalah sikap tidak taat kepada suami serta keluar rumah tanpa
izin.Jika mengacu pada penjelasan para ulama di atas, prinsipnya ketika seorang
isteri tidak patuh, maka ketidakpatuhan itu adalah tindakan nushūz, karena
seorang isteri harus patuh pada suami sebagai penyeimbang atas kewajiban
seorang suami kepada istrinya.2

2
Muzammil Iffah, Fiqh Munakahat, (Tanggerang: Tira Smart, 2019) hal. 154-156.

3
b) Nusyuz suami terhadap istri

Alqur’an menjelaskan tentang nusyuz yang dilakukan seorang suami dalam


QS. An-Nisa’ ayat 128:

ْ ُّ‫ضا فَ ََل ُجنَا َح َعلَ ْي ِّه َما ٓ اَ ْن ي‬


‫ص ِّل َحا بَ ْينَ ُه َما‬ ُ ُ‫ت ِّم ْۢ ْن بَ ْع ِّل َها ن‬
‫ش ْو ازا اَ ْو اِّع َْرا ا‬ ْ َ‫َوا ِِّّن ْام َراَة ٌ خَاف‬
‫ّٰللا َكانَ بِّ َما‬ ۗ
َ ‫ش َّح َوا ِّْن ت ُ ْح ِّسنُ ْوا َوتَتَّقُ ْوا فَا َِّّن ه‬ ُ ُ‫ت ْاْلَ ْنف‬
ُّ ‫س ال‬ ِّ ‫ض َر‬ ِّ ‫ص ْل ُح َخي ٌْر َۗوا ُ ْح‬ ُّ ‫ص ْل احا َۗوال‬ ُ
ُ
‫تَ ْع َمل ْونَ َخ ِّبي اْرا‬

“Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau bersikap
tidak acuh, maka keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya,
dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut
tabiatnya kikir. Dan jika kamu memperbaiki (pergaulan dengan istrimu) dan
memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh tak acuh), maka sungguh,
Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”

Dari ayat di atas dapat dipahami, bahwa apabila suami nusyuz dengan ciri-
ciri yang telah dijelaskan atau suami i’rad yaitu suami yang berpaling dari
istrinya dalam arti mulai tidak senang kepada istrinya karena sebab-sebab
tertentu, istri hendaknya berusaha mencari jalan yang sebaik-baiknya untuk
memperlunak hati suami dan membuat keridaan suami menurut cara yang
dibolehkan oleh syara’. Istri hendaknya berusaha menuruti apa yang terbiasa
untuk menimbulkan kegembiraan bagi suami, memperbaiki sikap dan perilaku
di hadapan suami, menjaga benar-benar agar jangan bermunculan sikap dan
langkah yang menambah keruh suasana rumah tangga. Banyak cara yang
ditempuh istri, seperti bersikap manis dan simpatik, berhias dan berdandan,
bermuka jernis, senyum simpatik, diharapkan mempunyai pengaruh positif
dalam menghilangkan amarah suami, sebagai air condition bagi panasnya hati
suami. Apabila masih belum berhasil, hendaknya istri melakukan sulh
(perundingan yang membawa kepada perdamaian, sehingga suami tidak
menceraikan istri).3

3
Hamdi Rizal, Konsepsi Nusyuz dan Siqaq Dalam Hukum Perkawinan Islam, Jurnal Pemikiran Hukum
Tata Negara dan Perbandingan, Vol.1, No. 1, (Desember, 2021), hal. 41-43.

4
3. Solusi Nusyuz

Pelaksanaan opsi penyelesaian nusyuz ini hak mutlak seorang suami dan dilakukan
secara pribadi bukan melaui wlai atau penguasa. Bahkan syariat menetapkan hal ini
tanpa proses pengadilan, tanpa saksi atau bukti, sebab dalam hal ini syariat menaruh
kepercayaan penuh terhadap suami untuk menjaga dan mendidik istrinya dengan baik
demi mewujudkan keluarga yang harmonis dan menjunjung tingi syariat Islam. 4

Syariat Islam tidak hanya menjelaskan atau mengatur nusyuz yang dilakukan oleh
istri, tetapi Islam juga menjelaskan apa yang harus dilakukan jika seoarnag suami
melakukan nusyuz terhadap istrinya. Adapun solusi dan opsi yang ditawarkan adalah:

1) pemberian nasihat kepada istri dengan cara yang ma’ruf atau baik yang
bertujuan untuk menyadarkan istri dari perbuatannya yang keliru. Menjelaskan
dengan baik kepada istri terkait dengan dampak-dampak yang dapat
ditimbulkan dari membangkangnya seorang istri, diantaranya bisa berupa
keretakan dalam rumah tangga dan terlantarnya keluarga yang pada akhirnya
dapat berakhirnya ke perceraian.
2) ketika nasihat sudah diberikan masa pisah ranjang menjadi opsi kedua. Cara
ini berfungsi sebagai hukuman psikologis bagi istri dan dalam kesendiriannya
untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruannya. Maksud dari pisah ranjang
disini ialah suami dan istri tidak tidur bersama, memalingkan tubuhnya dan
tidak bersenggama dengannya. Jika istri mencintai suami maka hal tersebut
akan dirasa berat olehnya dan diharapkan istri akan kembali sadar atas
perbuatannya.
3) Apabila kedua cara ini belum berhasil maka langkah selanjutnya yang dapat
diambil ialah memberikan hukuman fisik kepada istri. Penting untuk dicatat,
hukuman fisik berupa pukulan dalan rangka mendidik bukan melakukan
terhadap istri dan pemukulan dilakukan di bagian yang tidak membahayakan
istri dengan perlakuan secukupnya.5

4
Azhari Hulaimi, Pembaharuan Islam Bidang keluarga: Relevansi dan Solusi Terhadap Permasalahan
Nusyuz, Hukum Keluarga, Vol. 2, No. 2, (2021), hal. 199.
5
Ibid., hal. 204.

5
B. Syiqaq

1. Pengertian Syiqaq

Syiqaq berarti perselisihan/pertengkaran, kata ini biasanya dihubungkan kepada


suami istri sehingga berarti pertengkaran yang terjadi antara suami dan istri yang tidak
dapat diselesaikan sendiri oleh keduanya. Syiqaq timbul apabila suami atau istri atau
keduanya tidak melaksanakan kewajiban yang mesti dipikulnya. Apabila suami istri
sudah tidak mampu menyelesaikan konflik tersebut, maka menjadi kewajiban jama’ah
kaum muslimin dengan memprioritaskan kewajiban keluarga kedua belah pihak untuk
mendamaikannya. Hal seperti ini merupakan cabang dari fardu kifayah bagi kaum
muslimin terhadap saudaranya sesama muslimin yaitu kewajiban membuat islah,
kebaikan, perdamaian antara sesama muslim. 6

Syiqaq adalah Krisis memuncak yang terjadi antara suami istri sedemikian rupa,
sehingga antara suami istri terjadi pertentangan pendapat dan pertengkaran, menjadi
dua pihak yang tidak mungkin di pertemukan dan kedua belah pihak tidak dapat
mengatasinya.7

2. Dalil Terhadap Syiqaq

Penjelasan tentang syiqaq terdapat dalam QS. An- Nisa’ ayat 35:

ٰ ْ ‫وا ح َكما ِّم ْن أَ ْه ِّلِّۦه وح َكما ِّم ْن أَ ْه ِّلها ٓ إن يُريدَآ إ‬


ِّ ‫صلَ احا يُ َو ِّف‬
‫ق‬ ِّ ِّ ِّ َ ‫َ َ ا‬ ‫َو ِّإ ْن ِّخ ْفت ُ ْم ِّشقَاقَ َب ْينِّ ِّه َما فَٱ ْب َعث ُ ۟ َ ا‬
‫ير‬‫ٱَّلل َكانَ َع ِّلي اما َخبِّ ا‬ َ َّ ‫ٱَّللُ بَ ْينَ ُه َما ٓ ۗ إِّ َّن‬
َّ
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.
Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah
memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.”

Berdasarkan firman Allah SWT tersebut, jika terjadi kasus syiqaq antara suami
istri, maka diutus seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak isteri
untuk mengadakan penelitian dan penyelidikan tentang sebab musabab tentang

6
Hamdi Rizal, Loc. Cit.
7
Dahlan, Fikih Munakahat, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), hal.138.

6
terjadinya syiqaq serta berusaha mendamaikannya. Atau mengambil prakarsa
putusnya perkawinan kalau sekiranya jalan inilah yang sebaik-baiknya. 8

3. Solusi Terhadap Syiqaq

Istilah Tahkim secara literal berarti mengangkat sebagai wasit atau juru damai.
Sedangkan secara terminologis tahkim berarti pengangkatan seorang atau lebih,
sebagai wasit atau juru damai oleh dua orang atau lebih yang bersengketa, guna
menyelesaikan perkara yang mereka perselisihan secara damai. Dalam hal ini, hakam
di tunjuk untuk menyelesaikan perkara bukan oleh pihak pemerintah, tetapi ditunjuk
langsung oleh dua orang yang bersengketa. Oleh sebab itu, hakam atau lembaga
hakam bukanlah resmi pemerintah, tetapiswasta. Aktivitas penunjukan itu disebut
tahkim, dan orang yang ditunjuk itu disebut hakam (jamaknya hukam). Penyelesaian
yang dilakukan oleh hakam dikenal di abad modern dengan arbitrase. 9

Dalam pandangan Ulama Fiqh Mazhab Maliki, seperti Abdil Bar al Qurtubi dalam
kitabnya beliau mengungkapkan seandainya semakin memburuk hubungan
pernikahan suami isteri, diantara mereka saling membesar-besarkan masalah, selalu
terjadi perselisihan hingga tidak adanya titik terang dari keduanya serta ketidak
mampuan keduanya untuk kembali berdamai, hendaknya Pemimpin, Qadhi atau
Hakim mengangkat dua orang Hakam, satu orang hakam dari keluarga laki - laki dan
satu orang dari keluarga perempuan, yang memiliki sifat yang jujur dan baik cara
pandangnya dan pemahamannya terhadap Fiqh Berusaha untuk mendamaikan mereka
jika itu memungkinkan. Namun bila keburukannya lebih besar ketika dipersatukan
kembali, maka keputusan untuk menceraikan mereka adalah keputusan yang terbaik
untuk menghindari kezaliman diantara keduanya. Pengangkatan ini atas usul para
pihak yang berperkara, tetapi tidak mengikat hakim.

Dan pengangkatan hakam dari pihak keluarga disebutkan secara jelas dalam Surat
An-Nisa ayat 35. Dari ayat tersebut tampak bahwa hakam hendaklah terdiri seorang

8
Rahmad Hakim, Hukum Perkawinan Islam ,(Bandung: Pustaka Setia, 2000) hal. 41.
9
Gemila Devi dan Wirdyaningsih, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2013), hal.
98.

7
hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak keluarga isteri sesuai dengan
kata-kata min-ahlihi dan min-ahliha dalam ayat di atas.10

10
Abdul Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2010), hal. 324.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nusyuz berarti durhaka, maksudnya seorang istri yang melakukan perbuatan yang
menentang suami atau sebaliknya, tanpa alasan yang dapat diterima oleh syara’.Islam
sangat menganjurkan suami istri yang hidup dalam bahtera rumah tangga saling
menghargai, menyayangi, dan saling mentaati satu sama lain. Syiqaq adalah Krisis
memuncak yang terjadi antara suami istri sedemikian rupa, sehingga antara suami istri terjadi
pertentangan pendapat dan pertengkaran, menjadi dua pihak yang tidak mungkin di pertemukan
dan kedua belah pihak tidak dapat mengatasinya.
Pada solusi pada permasalahan Syiqaq adalah semakin memburuk hubungan pernikahan
suami isteri, diantara mereka saling membesar-besarkan masalah, selalu terjadi
perselisihan hingga tidak adanya titik terang dari keduanya serta ketidak mampuan
keduanya untuk kembali berdamai, hendaknya Pemimpin, Qadhi atau Hakim mengangkat
dua orang Hakam, satu orang hakam dari keluarga laki - laki dan satu orang dari keluarga
perempuan, yang memiliki sifat yang jujur dan baik cara pandangnya dan pemahamannya
terhadap Fiqh.
C. Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan kami
dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa pendidikan
memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada
di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita. Serta
dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran
sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari bapak Dosen yang telah
membimbing kami dan para mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar besarnya.

9
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Shomad. 2010. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta:
Kencana.
Azhari Hulaimi. 2021. Pembaharuan Islam Bidang keluarga: Relevansi dan Solusi Terhadap
Permasalahan Nusyu. Hukum Keluarga. Vol. 2. No. 2.
Basri Rusdaya. 2020. Fikih Munakahat 2. Soreang: IAIN Parepare Nusantar Press.
Dahlan. 2015. Fikih Munakahat. Yogyakarta: Deepublish.
Gemila Devi dan Wirdyaningsih. 2013. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Hamdi Rizal. 2021. Konsepsu Nusyus dan Siqaq Dalam Hukum Perkawinan Islam. Jurnal Pemikiran
Hukum Tata Negara dan Perbandingan. Vol.1. No. 1.
Muzammil Iffah. 2019. Fiqh Munakahat. Tanggerang: Tira Smart.
Rahmad Hakim. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

10

Anda mungkin juga menyukai