Anda di halaman 1dari 20

NUSYUZ

MAKALAH

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Munakahat

DOSEN PENGAMPU
AULIAUL HAQ, Lc.

Disusun Oleh
POPPY KAMELIA P.
NIM : 202131110024

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM LUKMAN AL HAKIM SURABAYA
2022

1
KATA PENGANTAR

Tidak ada kata yang pantas untuk menjadi mukaddimah, kecuali kata demi kata yang
kita rangkai dalam rangka bersyukur kepada Allah SWT. Syukur Alhamdulillah saya panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kekuatan dan kemampuan kepada saya
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “NUSYUZ”
Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurahkan kpd tuntunan kita, uswah
hasanah kita, rasulullah SAW beserta para keluarga , sehabat- sahabat dan orang-orang yang
istiqomah berjalan dibawah naungan sunnah beliau sampai hari kiamat kelak. Rasulullah yang
telah membawa umat manusia dari alam kebodohan kepada alam yang penuh ilmu
pengetahuan.
Saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua, suami dan anak-anak
yang telah memberikan dukungan yang luar biasa. Selanjutnya terima kasih juga kepada ustadz
yang telah membimbing dan memberikan kesempatan kapada saya untuk menyelesaikan
makalah ini.Tak lupa pula kepada semua teman-teman yang telah mengisi hari-hari saya
dengan berbagai motivasi sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata saya menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kelemahan dan
banyak kekurangan. Sungguh saya telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengerjakan
yang terbaik. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi saya maupun
yang membaca.

Surabaya, 20 November 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………. 3

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………………………………………………. 4
Rumusan Masalah…………………………………………………………………………… 5
Tujuan………………………………………………………………………...………………….. 6

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Nusyuz…………………………………………………………………… 7
B. Kriteria Nusyuz………………………………………………………………….……. 8
C. Macam-macam Nusyuz……………………......................................... 9
D. Cara Penyelesaian Nusyuz........................................................... 13
E. Akibat Nusyuz…………………………………………………………………………. 16

BAB III PENUTUP


Kesimpulan…………………………………………………………………........................ 18

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………... 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah


Selain wahyu atau syari’at yang memililiki supermasi hukum yang absolut dan berlaku
secara universal, juga ada syari’at yang sudah diintervensi oleh pemikiran manusia. Berlakunya
bisa tidak universal, dan keotentikannya bersifat relative. Ini disebut dengan fiqih hukum
praktis. Fiqih yang mengatur tentang berbuatan mukallaf. Di antara permasalahan hukum yang
ada dalam fiqih, salah satunya adalah masalah hubungan dalam perkawinan.

Perkawinan merupakan perbuatan hukum antara suami dan isteri, bukan saja untuk
merealisasikan ibadah kepada- Nya, tetapi sekaligus menimbulkan akibat hukum keperdataan
di antara keduanya. Namun demikian, karena tujuan perkawinan yang begitu mulia, yaitu untuk
membina keluarga bahagia, kekal, abadi berdasarkan syariat Allah, maka perlu diatur hak dan
kewajiban antara masing-masing suami dan isteri tersebut. Apabila hak dan kewajiban mereka
terpenuhi, maka dambaan berumah tangga dengan didasari rasa cinta dan kasih sayang akan
dapat terwujud.1

Setiap pasangan yang menikah dan memutuskan untuk berumah tangga, tentulah
menginginkan keadaan yang membahagiakan. Mereka pasti mengharapkan akan terciptanya
kebahagiaan dan keharmonisan dalam rumah tangganya. Namun faktanya, tidak sedikit rumah
tangga yang mengalami goncangan dan tidak selalu sejalan dengan harapan semula.

Ketegangan, perselisihan pendapat, perdebatan, pertengkaran, saling mengejek, atau


bahkan memaki pun kerap muncul dan menjadi lumrah terjadi. Bahkan tidak sedikit yang
berakhir dengan menyakiti fisik.

1
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, cet. III, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1998), hlm. 181.

4
Semua masalah itu mestinya dapat diselesaikan secara arif dengan jalan
bermusyawarah, saling berdialog secara terbuka. Tapi pada kenyataannya banyak persoalan
dalam rumah tangga, meski terlihat kecil dan sepele, namun dapat mengakibatkan
terganggunya keharmonisan hubungan suami isteri. Sehingga memunculkan apa yang biasa kita
kenal dalam hukum Islam dengan istilah nusyuz (kedurhakaan). 

Terjadinya Nusyuz bisa disebabkan oleh berbagai factor. Mulai dari rasa ketidakpuasan
salah satu pihak atas perlakuan pasanganya, hak-haknya yang tidak terpenuhi, atau adanya
tuntutan yang berlebihan dari satu pihak terhadap pihak yang lain. Bisa juga terjadi karena
adanya kesalahan suami dalam menggauli istrinya atau sebaliknya kesalahan istri dalam
memahami keinginan dan hasrat suami. 

Orang sering mengkaitkan konsep nusyuz sebagai pemicu terjadinya tindak kekerasan


dalam rumah tangga. Hal ini ada benarnya juga, karena jika isteri nusyuz suami diberikan
berbagai peluang untuk melakukan tindakan dalam menghukum isterinya. Mulai dari tindakan
untuk memukulnya, menjahuinya, tidak memberinya nafkah baik nafkah lahir maupun batin
dan pada akhirnya suami juga bertindak untuk menjatuhkan Thalaq terhadap isterinya. 

Oleh karena itu ketika berbicara persoalan isteri yang nusyuz, maka perlu dilakukan
kajian tentang tindakan apa saja yang menjadi kewenangan suami, dan perlu juga diajukan
batasan-batasan tindakan yang boleh dilakukan oleh suami yang dilegitimasi oleh syara’ itu
sendiri secara jelas. Sehingga pemahaman-pemahaman yang keliru dalam permasalahan ini
dapat diluruskan sesuai dengan Maqasid Asy-Syari’ah.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu pokok
masalah yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa pengertian nusyuz?
2. Apa saja kriteria nusyuz?

5
3. Apa macam-macam nusyuz?
4. Bagaimana penyelesaian nusyuz?
5. Apa saja akibat nusyuz?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah
1. Memahami arti nusyuz.
2. Mengetahui apa saja kriteria nusyuz.
3. Mengetahui macam-macam nusyuz.
4. Memahami bagaimana cara penyelesaian nusyuz.
5. Memahami apa saja akibat nusyuz.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Nusyuz


Kehidupan rumah tangga, tidak selalu dalam suasana harmonis. Sebagai manusia biasa,
dalam rumah tangga sering terjadi kesalahpahaman antara suami istri. Namun penyelesaian ini
terkadang masih belum memenuhi keadilan bagi masing-masing pihak, sehingga tak jarang istri
“purik” (ngambek) dan keluar dari rumah kediaman bersama. Tindakan tersebut dalam Islam
disebut nusyuz.2
Nusyuz dalam bahasa arab diambil dari kata al-Isyyan yang berarti menentang. Secara
terminologi nusyuz diartikan tidak tunduk kepada Allah untuk taat terhadap suami. 3 Sedangkan
jika nusyuz dihadapkan dengan wanita, yaitu wanita yang melakukan pemberontakan terhadap
suami, membenci suami dan matanya berpaling dari suaminya ke orang lain. 4

Arti lain dari nusyuz adalah membangkang. Menurut Slamet Abidin dan H Aminuddin,
nusyuz berarti durhaka, maksudnya seorang istri melakukan perbuatan yang menentang suami
tanpa alasan yang dapat diterima oleh syarak. Ia tidak menaati suaminya atau menolak diajak
ke tempat tidurnya. Menurut Al-Qurtubi, nusyuz adalah:

‫تخا فون عصبيانهن وتعا لبيهن عما اوجب هللا عليهن من طا عةالزج‬
           
“mengetahui dan meyakini bahwa isteri itu melanggar apa yang sudah menjadi ketentuan Allah
dari pada taat kepada suami.”5
Nusyuz memiliki banyak pengertian, diantaranya menurut ulama madzhab. Menurut
Maliki, nusyuz diartikan sebagai perbuatan saling menganiaya antar suami istri. Menurut ulama

2
Syafiq Hasyim, Hal-Hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-Isu Keperempuanan Dalam Islam (Bandung:
Mizan, 2001), 182-183.
3
Ibid., 183.
4
Muhammad ya’qub Thalib Ubaidi, Nafkah Istri: Hukum Menafkahi Istri dalam Perspektif Islam, terj. M.
Ashim (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007), 47.
5
Abu Adillah bin Muhammad al-Qurthubi, Jami’ ahkami Qur’an, Dar Al-Fikr, Bairut, Jilid III, hal : 150

7
Syafi’iyah nusyuz merupakan perselisihan diantara suami istri. Ulama Hambali berpendapat
nusyuz merupakan ketidaksenangan antar suami istri yang disertai dengan hubungan yang tidak
harmonis. Sedangkan fuqaha Hanafiyah mendefinisikan nusyuz merupakan ketidaksenangan
antar suami istri.6 Sedangkan menurut Hussein Bahreisy mengemukakan dalam karyanya
“Kuliah Syari’at”, yaitu istri yang menolak ajakan atau perintah suami, membangkang dan
marah terhadap suaminya.7

B.      Kriteria Nusyuz


Saleh bin Ganim al-Saldani, menjelaskan secara rinci mengenai kriteria tindakan istri
yang termasuk ke dalam perbuatan nusyuz menurut para ulama mazhab, yaitu
sebagai berikut:

1. Menurut ulama Hanafi


Apabila seorang istri (perempuan) keluar dari rumah suami tanpa izin suaminya dan
dia tidak mau melayani suaminya tanpa alasan yang benar.
2. Menurut ulama Maliki
seorang istri dikatakan nusyuz apabila ia tidak taat terhadap suaminya dan ia
menolak untuk digauli, serta mendatangi suatu tempat yang dia tahu hal itu tidak
diizinkan oleh suaminya, dan ia mengabaikan kewajibannya terhadap Allah SWT,
seperti tidak mandi janabah, dan tidak melaksanakan puasa di bulan Ramadhan.
3. Menurut ulama Syafi’i
Seorang stri dikatakan nusyuz apabila istri tersebut tidak mematuhi suaminya dan
tidak menjalankan ketentuan-ketentuan agama yang berkaitan dengan hak-hak
suaminya serta tidak menunaikan kewajiban agama lainnya.

4. Menurut ulama Hanbali

6
Mokh. Fadlun, “Nusyuz Menurut Imam Abu Hanifah Dan Imam Asy-Syafi’i” (Skripsi, IAIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta 2002), 4.
7
Hussein Bahreisy, Kuliah Syari’at: Upaya Mempelajari Dasar Syariat Islam Dalam Rangka Mewujudkan
Pengabdian Kepada Allah Secara Sempurna (Surabaya: Tiga Dua, 1999), 175.

8
seorang istri dikatakan nusyuz apabila istri melakukan tindakan yang tidak
memberikan hak-hak suami yang wajib diterimanya karena pernikahan

Dari uraian di atas, kriteria nusyuznya seorang istri menurut ulama mazhab adalah sebagai
berikut :8

 Istri menolak ajakan suami untuk bersetubuh, tanpa alsan yang dibenarkan oleh syara’.
 Istri keluar rumah tanpa izin suami atau tanpa alasan yang benar, serta ke tempat yang
telah dilarang suami.
 Istri meninggalkan kewajiban agama.
 Istri tidak berpenampilan menarik seperti yang diinginkan oleh suami.

C.   Macam – Macam Nusyuz

Selama ini, disalah pahami bahwa nusyuz hanya terjadi pada pihak istri. Namun
realitanya nusyuz juga terjadi dari pihak suami. Nusyuz dibagi menjadi 2 macam,
yaitu:
a. Nusyuz istri terhadap suami
Hubungan suami istri mempunyai prinsip dasar, yaitu suami menjadikan istri sebagai
tempat mencurahkan kasih sayang, dan mencari ketenangan serta tempat bergaul.11
Untuk menghindari runtuhnya lembaga perkawinan ini, Islam mengajarkan dalam
rumah tangga cara untuk merubah sikap istri, diantaranya: menasehati istri, pisah
ranjang, dan memukul istri. Namun jika tidak berhasil, mengambil langkah hakam (juru
damai). Bila cara ini tidak juga berhasil, maka diperbolehkan untuk bercerai. 9

Dilihat dari sikap isteri kepada suaminya dapat dipilah menjadi dua, pertama, isteri yang
salihah, yaiutu yang tunduk dan taat kepada perintah Allah dan lain lain. Kedua, istreri

8
Hamdi, S., & Ulumiddin, A. (2019). Menyikapi Nusyuz dalam Keluarga: Ikhtiar Mewujudkan Keluarga
Harmonis (Studi Komparasi Pendapat Imam Syafi'i dan Hanafi). Al-Mudarris (Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam), 2(1),
73-90.
9
Din Syamsuddin, et al.,Wacana Fiqh Perempuan Dalam Perspektif Muhammadiyah (Jakarta: Universitas
Muhammadiyah HAMKA, 2005), 158-159.

9
yang berusaha keluar dari kewajibannya sebagai isteri, berusaha meninggalkan suami
sebagai pucuk pimpinan rumah tangga, dan menghendaki agar kehidupan rumah tangga
menjadi berantakan. Istri yang demikian disebut isteri yang nusyuz. 10

Dalil al-Qur’an mengenai nusyuz perempuan ini misalnya pada surat An-nisa’ ayat 34:
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka
dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka, kemudian jika mereka
mentaatimu maka janganlah mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya
Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar”. (An-Nisa’ : 34 ).

Asbab an-uzul ayat ini turun, berkenaan dengan kasus seorang yang memukul isterinya
karena berlaku nusyuz, kemudian dia mengadu kepada Rasulullah.Selanjutnya
Rasulullah menetapkan hukuman qishas atas suami tersebut, maka turunlah ayat 114 surat
Thaha sebagai teguran kepada Rasulullah karena keputusan yang “tidak pas”. Maka turunlah
ayat an-Nisa’ ayat 34 ini.

Tanda-tanda nusyuz perempuan (isteri) itu antara lain:

 tidak cepat menjawab suaminya berdasarkan bukan kebiasaan


 tidak nyata atau tidak jelas penghormatan kepada suaminya
 tiada mendatangi suami kecuali dengan bosan, jemu atau dengan muka yang
cemberut.
 seorang isteri yang jika diajak untuk berhubungan intim, dia menolak. Akan tetapi,
kita harus lebih adil melihat alasan isteri untuk tidak mau berhubungan. Kalau
alasannya rasional, seperti sedang sakit, kelelahan atau tidak dalam keadaan siap
hatinya, maka suami tidak berhak untuk memaksakan.

Para Imam mazhab yang empat juga mengemukakan beberapa tanda nusyuz isteri
lainnya:

10
Supriatna dkk, Fiqh Munakahat II, Yogyakarta : Bidang Akademik UIN, 2008. Hal 5

10
 Pertama, Nusyuz dengan ucapan adalah apabila biasanya kalau dipanggil,
maka iamenjawab panggilan itu, atau kalau diajak bicara dia biasanya bicara
dengan sopan dan dengan ucapan yang baik. Tetapi kemudian dia berubah,
apabila dipanggil, maka ia tidak mau lagi menjawab, atau kalau diajak bicara
ia acuh tidak peduli (cuek) dan mengeluarkan kata-kata yang jelek”.
  Kedua, nusyuz dengan perbuatan adalah apabila biasanya kalau diajak tidur,
maka ia menyambut dengan senyum dan wajah berseri. Tapi kemudian
berubah menjadi enggan, menolak dengan wajah yang kecut. Tetapi kalau
biasanya apabila suaminya datang ia langsung menyambutnya dengan
hangat dan menyiapkan semua keperluannya. Tetapi kemudian berubah jadi
tidak mau peduli lagi.

b. Nusyuz Suami Terhadap Istri


Suami nusyuz mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah karena meninggalkan
kewajibannya kepada isteri, hal ini terjadi bila ia tidak melaksanakan kewajiban kepada
isterinya, baik meninggalkan kewajiban yang bersifat meteri, seperti memberi nafkah
atau non materi berupa tidak mengauli isterimya.11

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 128 sbb:
“Dan jika wanita khawatir tentang nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka
tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia itu menurut tabiatnya adalah
kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu dengan baik dan mereka memelihara
dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (an-Nisa’ : 128).

11
Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan
Hukum Islam Dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI (Jakarta: KENCANA, 2004), 211.

11
Untuk mengetahui maksud ayat diatas, maka kita perlu mengetahui asbab an-Nuzulnya.
Ayat ini turun berkenaan dengan kasus yang menimpa Saudah (isteri Rasulullah). Ketika
beliau sudah tua, Rasulullah hendak menceraikannya, maka ia berkata kepada
Rasulullah:
“Wahai Rasulullah:”jangan engkau mencerai aku, bukankah aku masih menghendaki
laki-laki, tetapi karena aku ingin dibangkitkan menjadi isterimu, maka tetapkanlah aku
menjadi isterimu dan aku berikan hari giliranku kepada Aisyah ”.

 Maka Rasulullah pun mengabulkan permohonan Saudah. Ia pun ditetapkan menjadi


isteri beliau sampai meninggal dunia, Maka dengan kejadian tersebut, turunlah ayat an-
Nisa’ 128.

Nusyuz suami, pada dasarnya adalah jika suami tidak memenuhi kewajibannya, yaitu :
a. Memberikan mahar sesuai dengan permintaan isteri;
b. Memberikan nafkah zahir sesuai dengan pendapatan suami
c. Menyiapkan peralatan rumah tangga, perlengkapan dapur, perlengkapan kamar
utama seperti alat rias dan perlengkapan kamar mandi sesuai dengan keadaan
dirumah isteri.
d. Menyiapkan pembantu bagi isteri yang dirumahnya memiliki pembantu;
e. Menyiapkan bahan makanan minuman setiap hari untuk isteri anak-anak dan
pembantu kalau ada
f. Memasak, mencuci, menyetrika dan pekerjaan rumah;
g. Memberikan rasa aman dan nyaman dalam rumah tangga;
h. Membayar upah kepada isteri, kalau isteri meminta bayaran atas semua pekerja
i. Berbuat adil, apabila memiliki isteri lebih dari satu
j. berbuat adil diantara anak-anaknya.

D.   Cara Penyelesaian Nusyuz

12
i) Jika isteri melakukan nusyuz
ada beberapa cara yang bisa ditempuh suami untuk meredakan nusyuz sang isteri. Surat
an- Nisa’ ayat 34 menjelaskan:

“Wanita-wanita yang kamu khawatir nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan


pisahkan diri dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka, kemudian jika mereka
mentaatimu maka janganlah mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi Lagi Maha Besar”. (An-Nisa:34).

            Bedasarkan ayat tersebut, sekurangnya ada tiga cara menghadapi isteri yang melakukan
nusyuz. :
 Pertama, menasehati dengan tegas agar ia dapat kembali menjalankan
kewajibannya dengan baik sebagai istri. Peringatan yang diberikan sepatutnya
mengarahkan kepada pemulihan hubungan dalam rumah tangga. Disini suami
dituntut bijaksana dalam perkataan dan perbuatan. Tegas bukan berarti kasar.
 Kedua, berpisah tempat tidur. Cara ini baru dilakukan jika cara yang pertama tidak
mempan. Kalimat “‫( ”واهجروهن‬pisahkan mereka) dalam surat An-Nisa ayat 34
ditafsirkan sebagian ulama sebagai tindakan seorang suami tidak melakukan
hubungan seksual atau tidak diajak bicara sekalipun tetap berhubungan seksual. Bisa
juga suami boleh tidur bersama sampai istri kembali taat. Atau tidak didekatkan
ranjangnya dengan isteri. Tidak dibenarkan pisah kamar atau tempat tidur dan
mendiami istri. Sebab memisahkan istri dengan cara tersebut akan membawa
banyak mudharat. Karena memilih mendiami istri dikhawatirkan hanya akan
menambah parahnya pertengkaran. Sebab dengan tetap adanya komuikasi dengan
baik diharapkan akan membuatnya mengubah sikap istri.12
 Ketiga, jika cara pertama dan kedua tidak bisa membuat isteri berubah menjadi taat
kepada komitmen bersama dalam membangun rumah tangga, maka jalan terakhir
adalah dengan memukulnya. Dalam memberi sanksi hukum, Islam membenarkan

12
Muhammad Abdul Halim Hamid, Bagaimana Membahagiakan Istri: Bingkisan Untuk Sepasang
Pengantin,terj. Wahid Ahmadi, 151.

13
pemukulan terhadap istri. Ketika istri nusyuz, suami diperbolehkan memukul istri.
Pemukulan tersebut oleh sebagian ulama fiqh adalah pemukulan secara fisik. 13
Pemukulan tersebut harus memenuhi syarat- syarat yang telah ditentukan, yaitu
pukulan yang tidak mengalirkan darah dan mematahkan tulang. Selain itu pukulan
tidak boleh mengenai wajah, karena memukul wajah berarti telah merendahkan
martabat dan melukai harga diri istri.14 Selain itu pemukulan tidak boleh
menggunakan alat yang menghinakan, misalnya memukul dengan sandal atau

menyepak dengan kaki.15 Pemukulan istri diartikan sebagai pukulan yang tidak
menyebabkan rasa sakit dan membuat cacat tubuh istri. Oleh sebab itu, manakala
ada kerusakan fisik, suami wajib menanggung resiko mengobati istrinya hingga pulih.
Pemukulan ini bertujuan sebagai pembelajaran bagi istri agar kembali taat terhadap

suami.16 Sedangkan para suami hanya berhak menghukum kesalahan istri yang

bersifat zhahir saja. 17

ii) Jika suami melakukan nusyuz


Dalam nusyuz suami ini yang ditekankan cara penyelesaiannya adalah dengan ishlah
(perdamaian), akan tetapi jika hal ini tidak berhasil maka suami dan isteri harus
menunjuk hakam dari kedua belah pihak. Hakam ini bisa datang dari keluarga, tokoh
masyarakat atau pemuka agama. Bisa juga melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 35 sbb:

            “Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka angkatlah seorang
hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua

13
Syafiq Hasyim, Hal-Hal yang terpikirkan tentang Isu-isu keperempuanan dalam Islam, 184-185.

14
Muhammad Abdul Halim Hamid, Bagaimana Membahagiakan Istri: Bingkisan Untuk Sepasang
Pengantin, terj. Wahid Ahmadi, 152-153.
15
Ibid., 152-153.
16
Syafiq Hasyim, Hal-Hal yang terpikirkan tentang Isu-isu keperempuanan dalam Islam, 184-185.
17
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Suami Istri Berkarakter Surgawi, 168.

14
orang hakam tersebut bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq
kepada suami isteri itu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal”.

           

Apabila dengan cara tersebut masih belum tercapai kata damai, maka hakim boleh
menjatuhkan ta’zir. Ta’zir dari segi bahasa bermakna mendidik atau memperbaiki,
sedangkan menurut istilah, ta’zir adalah mengajarkan adab atau mengambil tindakan
atas dosa yang tidak dikenakan hukuman “had” dan tidak ada “kafarah”. Seperti nusyuz
suami ini.

            Adapun bentuk-bentuk ta’zir yang bisa dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan
kesalahan yang tidak bisa di “had” dan “kafarah” sepeti dalam kasus nusyuz suami ini,
yaitu sbb:

 pemukulan yang tidak melukai


 tempelengan yaitu pemukulan dengan keseluruhan telapak tangan
 penahanan (penjara)
 mencela dengan perkataan
 mengasingkan dari daerah asal sampai pada jarak tempuh yang boleh melakukan
qasar
 memecat dari kedudukannya

Bentuk dan jenis ta’zir ini diserahkan kepada pemerintah atau pejabat yang berwenang
  Apabila degan jalan ta’zir ini suami masih saja melakukan nuysuz, maka perempuan
(isteri) bisa menempuh jalur hukum juga berupa fasyahk. 18 Hal ini bisa dilakukan apabila
suami tidak memberikan nafkah selama 6 bulan.

D. Akibat Nusyuz

18
Pratiwi, A. (2015). Pendapat Ulama Ponorogo Tentang Nushuz Suami (Doctoral dissertation,
STAIN Ponorogo), 44

15
            Nusyuz itu haram hukumnya karena menyalahi sesuatu yang telah ditetapkan agama
melalui al-Quran dan hadis nabi. Dalam hubungannya kepada Allah pelakunya mendapat dosa
dari Allah dan dalam hubungannya dengan suami dan rumah tangga merupakan suatu
pelanggaran terhadap kehidupan suami istri.
Atas perbuatan itu si pelaku mendapat ancaman di antaranya gugur haknya sebagai istri
dalam masa nusyuz itu. Meskipun demikian, nusyuz itu tidak dengan sendirinya memutus
ikatan perkawinan. Menurut Imam madzab, istri yang nusyuz tidak taat kepada suami
hukumnya adalah haram dan dapat menggugurkan hak nafkah. Nafkah itu diwajibkan sebagai
penunjang kehidupan suami istri.
Bila kehidupan suami istri berada dalam keadaan biasa, dimana suami atau istri sama-
sama melaksanakan kewajiban yang ditetapkan agama tidak ada masalah. Dalam hal istri tidak
menjalankan kewajibannya yang disebut dengan nusyuz, menurut jumhur ulama suami tidak
wajib memberi nafaqah dalam masa nusyuznya itu. Alasan bagi jumhur itu adalah bahwa
nafaqah yang diterima istri itu merupakan imbalan dari ketaatan yang diberikannya kepada
suami. Istri yang nusyuz hilang ketaatannya dalam masa itu, oleh karena itu ia tidak berhak atas
nafaqah selama masa nusyuz itu dan kewajiban itu kembali dilakukan setelah nusyuz itu
berhenti.
Ulama Dhahiriyyah berpendapat bahwa istri yang nusyuz tidak gugur haknya dalam
menerima nafaqah. Alasannya ialah nafaqah itu diwajibkan atas dasar akad nikah tidak pada
dasar ketaatan. Bila suatu waktu ia tidak taat kepada suaminya atau nusyuz ia hanya dapat
diberi pengajaran, atau pisah tempat tidur atau pukulan yang tidak menyakiti.
Jumhur Ulama berpendapat bahwa istri yang tidak mendapat nafaqah dari suaminya,
berhak tidak memberikan pelayanan dari suaminya, bahkan boleh memilih untuk pembatalan
perkawinan. Nusyuz menghilangkan nafkah dan seluruh hak- hak istri. Jika istri telah kembali
lagi maka hak haknya juga kembali.
Akibat kedurhakaan itu maka hilanglah hak istri menerima belanja, pakaian, dan
pembagian waktu. Berarti dengan adanya durhaka istri, ketiga perkara tersebut menjadi tidak

wajib atas suami, dan istri tidak berhak menuntut.

16
Sedangkan untuk nusyuz suami, maka istri boleh melaporkannya kepada hakim
pengadilan untuk memberikan nasehat kepada suami tersebut apabila si suami belum bisa di
ajak damai dengan cara musyawarah. Demikian menurut pendapat Imam Malik.

17
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa : Nusyuz adalah tindakan istri
yang dapat ditafsirkan menentang atau membandel atas kehendak suami. Begitu pula
sebaliknya. Tentu saja sepanjang kehendak tersebut tidak bertentangan dengan hukum agama.
Apabila kehendak tersebut bertentangan atau tidak dapat dibenarkan oleh agama, maka
suami/istri berhak menolak. Dan penolakan tersebut bukanlah termasuk nusyuz ( durhaka ).

Macam-macam nusyuz adalah nusyuznya istri terhadap suami dan nusyuznya suami
terhadap istri. Jika terjadi nusyuz, maka penyelesaiannya, pertama dengan nasihat, kedua
dengan hijrah tempat tidur (mendiamkannya, bukan berarti pisah ranjang), ketiga dengan
pukulan ringan selain wajah dan bagian kepala. Ini adalah penyelesaian apabila yang melakukan
nusyuz adalah istri.

Sedangkan apabila yang melakukan nusyuz adalah suami, maka cara penyelesaiannya
adalah dengan istri yang mengajak suami bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah
tersebut baik-baik. Apabila tidak bisa, maka jalan yang kedua adalah menghadirkan hakam dari
pihak suami dan istri untuk berunding.

Nusyuz menghilangkan nafkah dan seluruh hak- hak istri. Jika istri telah kembali lagi
maka hak haknya juga kembali. Sedangkan untuk nusyuz suami, maka istri boleh
melaporkannya kepada hakim pengadilan untuk memberikan nasehat kepada suami tersebut
apabila si suami belum bisa di ajak damai dengan cara musyawarah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abu Adillah bin Muhammad al-Qurthubi, Jami’ ahkami Qur’an, Dar Al-Fikr, Bairut, Jilid III

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, cet. III, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,1998.

Din Syamsuddin, et al.,Wacana Fiqh Perempuan Dalam Perspektif Muhammadiyah


(Jakarta: Universitas Muhammadiyah HAMKA, 2005).

Hamdi, S., & Ulumiddin, A. (2019). Menyikapi Nusyuz dalam Keluarga: Ikhtiar Mewujudkan
Keluarga Harmonis (Studi Komparasi Pendapat Imam Syafi'i dan Hanafi). Al-Mudarris (Jurnal
Ilmiah Pendidikan Islam), 2(1), 73-90.

Hussein Bahreisy, Kuliah Syari’at: Upaya Mempelajari Dasar Syariat Islam Dalam
Rangka Mewujudkan Pengabdian Kepada Allah Secara Sempurna (Surabaya: Tiga Dua,
1999)

Muhammad Abdul Halim Hamid, Bagaimana Membahagiakan Istri: Bingkisan Untuk


Sepasang Pengantin,terj. Wahid Ahmadi.

Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Suami Istri Berkarakter Surgawi.


 
Muhammad ya’qub Thalib Ubaidi, Nafkah Istri: Hukum Menafkahi Istri dalam
Perspektif Islam, terj. M. Ashim (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007).

Mokh. Fadlun, “Nusyuz Menurut Imam Abu Hanifah Dan Imam Asy-Syafi’i” (Skripsi,
IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2002)

Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI (Jakarta:
KENCANA, 2004).

Pratiwi, A. (2015). Pendapat Ulama Ponorogo Tentang Nushuz Suami (Doctoral dissertation,


STAIN Ponorogo), 44

Supriatna dkk, Fiqh Munakahat II, Yogyakarta : Bidang Akademik UIN, 2008.

Syafiq Hasyim, Hal-Hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-Isu Keperempuanan Dalam
Islam (Bandung: Mizan, 2001)
           

19
20

Anda mungkin juga menyukai