EKOLOGI HEWAN
“Respon dan Adaptasi Hewan”
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep respon dan adaptasi
2. Untuk mengetahui jenis-jenis respon pada hewan
3. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya adaptasi
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip adaptasi
5. Untuk mengetahui bentuk-bentuk adaptasi
BAB II
PEMBAHASAN
2) Respon Tak-reversibel
Tipe respon tak-reversibel selama ontogeny adalah respon perkembangan.
Respon berlangsung lama karena melibatkan banyak proses yang menghasilkan
perkembangan beraneka ragam macam struktur tubuh. Hasilnya bersifat permanen
dantak reversible. Contoh : perubahan jumlah mata facet pada Drosophila yang
dipelihara pada suhu tinggi, atau terbentuknya keturunan cacat akibat respon
perkembangan embrio terhadap senyawa teratogenik dalam lingkungannya.
3. Pengertian Adaptasi
Adaptasi umumnya diartikan sebagai penyesuaian makhluk hidup
terhadap lingkungannya. Adaptasi menunjukkan kesesuaian organisme dengan
lingkungannya yang merupakan produk masa lalu. Organisme yang ada kini dapat
hidup pada lingkungannya karena kondisi lingkungan itu secara kebetulan sama
dengan kondisi lingkungan nenek moyangnya.
( A) (B)
Gambar 3.1. perbandinga antara volume dan luas permukaan tubuh yang
berhubungan dengan udara luar.
Bentuk tubuh lain yang ada kaitannya dengan penyusaian diri dengan
lingkungan adalah bentuk streamline pada ikan. Bentuk seperti itu memudahkan
gerak air, karena bentuk tubuh yang pipih serta meruncing di depan dan di
belakang menguranggi tahanan air.
2. Bagian-Bagian Tubuh
Dalam hal ukuran dari bagian-bagian tubuh telah di uraikan sesuai dengan
hokum Allen. Hewan yang hidup di daerah panas mempunyai bagian-bagian
tubuh yang lebih panjang dari pada hewan yang hidup di daerah dingin.
Aspek lain pada bagian- bagian tubh hewan yang mempunyai kesesuaian
dengan lingkungan adalah bentuk-bentuk bagain-bagian tubuh yang bersifat
homolog dan analog, sifat homolog dapat diamati pada anggota tubuh hewan-
hewan vertebrata. Pada dasarnya semua hewan vertebrata mempunyai dua pasang
anggota tubuh belakang. Pada hewan mamalia kedua pasang anggota tubuh
berfungsi sebagai kaki. Pada burung anggota tubun depan berubah bentuk menjadi
sayap. Pada bebrapa jenis reptil misalnya kadal dan biawak kedua pasang anggota
tubuh berfungsi sebagai kaki, sedangkan bagi reptil yang lain kedua pasang
anggota tubuh berfungsi sebagai alat renang (kura-kura dan penyu). Pada
fenomena lain, burung dan belalang mempunyai sayap untuk bergerak di udara,
tetapi kedua alat gerak itu berasal dari jaringan embrional yang berbeda. Keadaan
itu disebut analog.
Adaptasi alat-alat gerak pada hewan darat sesuai dengan sifat-sifat substrat
yang ada di habitatnya. Anggota gerak depan hewan-hewan mamalia yang
tergolong ordo primata kebanyakan dapat digunakan untuk memegang. Hewan-
hewan yang tergolong primata hampir semua dapat memanjat pohon.
Adaptasi struktural juga terjadi pada mulut dari hewan-hewan vertebrata
dan avertebrata. Bentuk mulut mamalia pada umumnya hampir sama.
Perbedaanya terutama terdapat pada bentuk dan susunan gigi. Hewan pemakan
daging, seperti harimau mempunyai taring yang tajam dan kuat untuk mencabik
daging hewan yang dimangsa. Hewan-hewan pengerat (Rodentia) kebanyakan
mempunyai gigi seri panjang dan runcing. Hewan-hewan pemakan rumput dan
pemekan segala mempunyai geraham yang bentuknya cocok untuk mengunyah
makanan sampai halus.
4. Warna tubuh
Selain warna hitam dan putih, hewan-hewan ada yang mempunyai warna
merah, hijau dan lain-lain, bahkan ada yang mempunyai beberapa macam warna
sekaligus dalam permukaan tubuhnya. Munculnya warna pada permukaan tubuh
hewan disebabkan oleh: 1) pigmen-pigmen khusus yang menyerap panjang
gelombang tertentu dan memantulkan panjang gelombang yang lain, 2) srtuktur
permukaan tubuh yang menyebabkan sinar terserap atau direfraksikan, 3)
kombinasi dari pengaruh-pengaruh absorbtif, reflektif atau difraktif (Pearse, 1926:
297). Kenyataan bahwa warna hewan mempunyai hubungan dengan sifat adaptasi
terhadap kondisi lingkungannya dapat dijelaskan dengan Hukum Gloger dan
fenomena melanisme industrial, seperti yang telah diuraikan di atas. Kesesuaian
antara warna dengan kondisi lingkungan sebagai yang diuraikan dalam Hukum
Gloger dan fenomena melanisme industrial berkaitan dengan keberhasilan hewan
dalam menghadapi seleksi alam. Warna hewan tampaknya mempunyai manfaat
atau fungsi-fungsi khusus untuk menghadapi lingkungannya.
5. Mimikri
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa warna-warna hewan mempunyai
manfaat tertentu bagi dirinya. Sesuai dengan manfaatnya warna-warna itu dapat
dibedakan dengan klasifikasi (Poulton, 1926):
1. Warna apatetik, sama dengan semua atau beberapa bagian dari warna
lingkungannya:
a. Warna kriptik yaitu warna yang sama dengan lingkungan, untuk
bersembunyi, yang dibedakan menjadi: 1) warna prokriptik: kesamaan
warna untuk berlindung, 2) warna antikripik: kesamaan warna untuk
menyerang.
b. Warna pseudosematik, yaitu warna untuk peringatan atau tanda yang
ironik, yang dibedakan atas: 1) warna pseudosematik: mimikri yang
bersifat protektif, dan 2) warna pseudepisematik: mimikri yang bersifat
agresif dan warna yang bersifat erotik.
2. Warna semtik, warna untuk memberi peringatan dan sinyal.
a. Warna aposematic: warna untuk peringatan
b. Warna episematik: warna untuk memberi sinyal.
3. Warna epigamik, warna yang ditampilkan untuk kawin.
Kesamaan warna hewan dengan benda-benda lain yang ada di
lingkungannya dikenal dengan istilah mimikri. Contoh mimikri yang sering
ditunjukkan adalah perubahan warna pada Bunglon. Pada saat Bunglon hinggap di
tempat yang dasarnya berwarna cokelat kulitnya berwarna cokelat, dan ketika
hinggap di daun yang berwarna hijau kulitnya berubah menjadi hijau. Warna
hewan yang bersifat tetap juga ada yang sama atau mirip dengan lingkungannya.
Sifat-sifat mimikri ini banyak dijumpai pada hewan-hewan yang tergolong pada
serangga, baik yang masih berupa larva (ulat) maupun sudah dewasa (kupu dan
belalang). Misalnya: belalang dan ulat yang hidup di daunbanyak yang berwarna
hijau, sedangkan belalang dan ulat yang biasa hinggap di batang pohon atau
substrat lain yang berwarna cokelat mempunyai sayap dan tubuh berwarna
cokelat. Kesamaan warna itu bukan hanya warna dasar, melainkan warna
permukaan tubuh hewan itu ada yang bermacam-macam dan polanya juga mirip
dengan pola warna substrata tau benda lain yang ada di sekitarnya.
Kejadian mimikri itu juga dapat berupa kemiripan bentuk hewan dengan
benda-benda yang ada di lingkungannya. Bentuk tubuh belalang kayu (walking
sticks) bersama dengan kakinya mirip dengan cabang dengan ranting-rantingnya.
Ada ulat yang jika menempel di suatu cabang atau batang membentuk posisi
tubuh sedemikian rupa sehingga menyerupai cabang atau ranting batang yang
ditempeli. Karena warnanya mirip dengan kulit kayu.
Kesamaan warna dan bentuk hewan yang telah disebutkan di atas
merupakan contoh warna prokriptik, yaitu kesamaan atau kemiripan warna yang
menyebabkan hewan tersembunyi atau tidak mudah dilihat oleh musuhnya.
Disamping itu ada ulat yang bentuk kepalanya mirip dengan bentuk kepala ular,
matanya menonjol dan berwarna menyolok sehingga menunjukkan kesan bahwa
hewan itu garang dan sedang menyerang. Itu merupakan contoh dari
pseudepisematik.
Kesamaan bentuk, warna dan tingkah laku antara satu jenis organisme
hewan dengan jenis organisme hewan lain juga terjadi di alam. Hewan yang
bentuk, warna dan tingkah lakunya “meniru” disebut mimik, sedang hewan yang
bentuk, warna dan tingkah lakunya “ditiru” disebut model. Kejadian mimikri
terhadap bentuk, warna dan tingkah laku itu banyak dijumpai pada serangga. Sifat
mmikri mempunyia manfaat untuk terhindar dari serangan preadator. Ada dua
macam bentuk mimikri sehubungan dengan kepentingannya untuk mengurangi
kemungkinan dapat diserang oleh predator, yaiut mimikri Batesian dan mimikri
Mullerian. Pada mimikri Mullerian kedua jenis macam organisme mempunyai
pola warna yang sama dan keduanya tidak disukai oleh predator karena rasanya
tidak enak, bahkan dapat menyebabkan rasa sakit di lambung. Pada mimikri
Batesian hewan mimik mempunyai rasa enak dan disukai oleh predator, tetapi
modelnya tidak disukai oleh predator karena rasanya tidak enak dan bersifat
racun. Contoh yang terkenal untuk mimikri Batesian adalah antara kupu viceroy
(mimik) dan kupu monarch (model). Dengan demikian sifat mimikri itu kupu
viceroy dapat mengurangi serangan dari burung predator yang menyukainya,
karena ketika melihat burung predator menghubungkan pola warnanya dengan
rasa tidak enak ketika memangsa kupu monarch. Namun mimikri Batesian itu
masih mengandung resiko. Bagaimanapun dalam kejadian mimikri itu warna
mimik dengan model tidak sepenuhnya sama. Berdasarkan pengalamannya,
burung predator suatu ketika dapat membedakan mangsa yang rasanya enak
(mimik) dengan mangsa yang rasanya tidak enak (model), sehingga burung
predator dapat memilih mangsa yang rasanya enak. Mimikri ini merupakan
contoh untuk pseudaposemetik.
6. Bau
Hewan-hewan tertentu mempunyai bau yang khas. Bau yang khas itu
merupakan tanda bagi hewan lain yang sejenis, misalnya serangga-serangga
tertentu mempunyai hormon yang mempunyai nama feromon yang dapat
digunakan untuk menarik lawan jenisnya pada musim kawin. Namun, hewan-
hewan lain ada yang mempunyai bau yang tidak disukai oleh hewan lain. Bau
seperti itu menyebabkan hewan predator menjauhinya. Contoh yang mudah
diamati adalah bau pada walang sangit.
1. Respirasi
Secara umun, respirasi atau pernapasan dapat didefinisikan sebagai proses
pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Lebih khusus respirasi
dapat berarti pembongkaran makanan untuk mengambil energy kimia yang
tersimpan di dalamnya. Sistem respirasi dan proses fisiologi respirasi berbeda
antara hewan satu dengan yang lain berbeda. Secara ekologis perbedaan tersebut
disebabkan oleh factor luar terutama konsentrasi oksigen yang ada di habitat.
Perbedaan sistem dan proses respirasi juga ada hubungannya denga tingkat
kerumitan anotomi tubuh hewan. Hubungan faktor ekologis dan kerumitan
anatomi tubuh dengan adaptasi fisiologis respirasi adalah sebagi berikut: “hewan-
hewan air yang mengambil oksigen dari gas yang terlarut di dalam air yang
berkonsentrasi rendah, hewan dapat mengambil oksigen melalui permukaan
tubuh, tetapi hewan besar memerlukan alat khusus untuk mengisap oksigen”.
Organisme bersel satu pada umumnya hidup dilingkungan berair
diantaranya ada yang tinggal di tempat yang dalam, da nada yang tinggal di dekat
permukaan air. Hewan-hewan yang tinggal di air dalam, banyak yang bersifat
anaerobic. Perbedaan itu mungkin ada hubungannya dengan perbedaan
konsentrasi larutan oksigen didalam air. Kandungan oksigen di tempat yang
dalam sangat kecil. Hewan anaerobic mengadaptasikan diri terhadap lingkungan
yang kekeurangan oksigen dengan bernafas tanpa menggunakan oksigen.Pada
pernafasan anaerobic karbohidrat dibongkar untuk mengeluarkan energy dengan
produk sampingan berupa asam cuka dan alcohol. Hewan-hewan yang hidup
didaerah permukaan air berada di lingkungan kaya oksigen. Kondisi itu
menyebabkan hewan lebih beradaptasi dengan pernafasan aerobic, yaitu
membongkar makanan untuk mengeluarkan energy dengan menggunakan
oksigen, dengan produk sampingan berupa karbodioksida dan air. Karena
tubuhnya hanya satu sel, oksigen itu diserap langsung melalui seluruh permukaan
dinding sel. Hewan-hewan multiselular yang bernafas secara anaerobic antara lain
hewan-hewan parasite usus, hewan yang hidup didalam lumpur, dan kerang yang
cangkoknya sedang tertutup dalam waktu lama.
Pada organisme tingkat tinggi juga dapat terjadi pernafasan anaerobic,
terutama jika pemasukan oksigen dari udara luar tidak mencukupi untuk
kebutuhan respirasi. Contoh yang muda diamati adalah yang terjadi pada manusia.
Pada saat orang melakukan kerja otot melebihi kapisitas paru-paru untuk
menghirup oksigen, pembongkaran bahan bakar karbohidrat ditingkatkan dengan
respirasi anaerobic. Adanya reespirasi anaerobic dapat ditandai dengan
terbentuknya asam laktat yang tersimpan didalam jaringan otot yang melakukan
kerja berat. Timbunan asam laktat itu menyebabkan rasa sakit pada otot yang
bersangkutan. Asam laktat itu terbawa oleh aliran darah, dan sampai di hati
diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati.
Alat pernafasan khusus menjadi mutlak pada hewan-hewan yang
berukuran lebih besar dan permukaan tubuhnya tertutupi oleh kulit yang tidak
dapat diresapi oleh gas. Meskipun demikian, ada hewan yang mempunyai alat
pernafasan khusus tetapi juga memasukkan oksigen melalui permukaan tubuh,
misalnya katak. Permukaan alat pernafasan pada hewan tentunya ada yang
melekuk keluar atau mengalami evaginasi, misalnya insang. Alat pernafasan
seperti itu kebanyakan dimiliki hewan air.Meskipun insang ikan terletak dirongga
mulut, tidak berarti insang merupakan pelekukan permukaan ke arah dalam.Paru-
paru pada hewan yang hidup di darat merupakan pelekukan ke dalam dari
permukaan tubuh. Alat pernafasan yang terbentuk dalam proses ini disebut paru-
paru. Paru-paru yang sederhana terdapat pada siput tanah.Paru-paru yang
kompleks terdapat pada vertebrata tingkat tinggi. Serangga merupakan hewan
yang mempunyai kemampuan paling besar untuk hidup ditempat yang sangat
kering. Untuk mengurangi hilangnya air dalam tubuh-tubuhnya tertutup oleh kulit
tebal yang terbentuk oleh lapisan khitin. Maka dari itu difusi oksigen melalui
permukaan tubuh tidak dapat berlangsung, sehingga serangga memerlukan
pernafasan khusus berupa trakhea.Trakhea juga berfungsi sebagai alat transportasi
juga pernafasan.
Hewan yang bernafas dengan insang ada yang menjulurkan insangnya
keluar tubuh agar dapat menangkap oksigen lebih banyak, misalnya larva
serangga mayfly dari genus Ephemeridae, dan salamandee air dari kelompok
reptile. Meskipun insang merupakan alat pernafasan yang cocok untuk pernafasan
di dalam air, beberapa jenis ikan mengambil oksigen dari udara.Ikan-ikan itu naik
ke permukaan air untuk mengeluarkan moncongnya di atas air.Kejadian ini dapat
diamati pada iakn mujair, ikan mas, dan lain-lain.Ketam darat menggunakan
insangnya untuk mengambil oksigen dari udara, misalnya ketam pemanjat pohon
(Bergus latro) dan ketam-ketam dari genus Cardisoma. Hewan lain yang
insangnya dapat digunakan untuk bernafas diatmosfer adalah hewan-hewan dari
golongan isopoda darat (S chmidt-Nielsen.1990:26)
Hewan yang hidup di darat sebenarnya mengalami kesulitan untuk
menghadapi pertentangan antara kondisi untuk pengambilan oksigen dengan
kondisi untuk memenuhi kebutuhan air. Kondisi lingkungan yang baik untuk
pengambilan oksigen ternyata merupakan kondisi yang mempercepat hilangnya
air dalam tubuh. Organisme yang paling berhasil mengadaptasikan diri pada
lingkungan darat adalah serangga.Serangga berkulit keras tidak dapat ditembus
oleh air. Pernafasannya tidak dapat berlangsung secara difusi melalui permukaan
tubuh, maka serangga mempunyai alat pernafasan khusus yaitu trachea. Trakhea
adalah system saluran yang bermula dari lubang yang ada dipermukaan tubuh.
Lubang itu disebut spikarel. Spikarel yang mempunyai penutup yang dapat
menongkrol pertukaran udara antara bagian dalam trachea dengan udara luar.
Lubang itu dilanjutkan oleh saluran-saluran ke arah dalam tubuh, dan saluran itu
bercabang-cabang di seluruh jaringan tubuh saluran trachea yang terkecil disebut
trakheola. Ujung trakheola berhubung langsung dengan setiap sel tubuh. System
trakhea mengambil oksigen dari atmosfer dan mengeluarkan karbondioksida dari
dalam tubuh ke atmosfer. Karena itu trachea berhubungan langsung dengan setiap
sel tubuh, maka serangga tidak memerlukan system transport untuk mengedarkan
udara pernafasan.
Spikarel pada serangga itu berjumlah sedikit, misalnya: larva nyamuk dan
kepik air hanya mempunyai satu spirakel, yang terletak dibagian belakang tubuh.
Pada waktu mengambil napas, larva nyamuk dan kepik air menungging dan
menggantungkan tubuh dipermukaan air, sehingga spikarel berhubungan langsung
dengan udara di atas permukaan air. Spikarel itu berhubungan dengan satu
ruangan yang dapat menyimpan gas pernafasan.Gas itu digunakan waktu serangga
itu masuk ke dalam air.Serangga yang hidup di darat mempunyai spikarel yang
terdapat di kedua sisi tubuhnya.
2. Sistem sirkulasi
Hewan yang tubuhnya besar tidak mungkin mengangkut zat-zat yang ada
dalam tubuhnya dengan cara difusi, karena memerlukan waktu lama. Hewan-
hewan itu memerlukan sirkulasi untuk mengangkat gas, zat makanan, sisa
makanan dan zat-zat lain dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain.
Pengangkutan zat di dalam system sirkulasi menggunakan cairan yang disebut
darah.
Mengalirnya darah di saluran pengangkut memerlukan alat khusus berupa
pompa. Pompa darah ada yang berupa peristaltic dan pompa yang berbentuk
kantong. Pompa peristaltic terdapat pada hewan-hewan avertebrata, dan karena
berbentuk pembuluh sering pompa itu disebut jantung pembuluh. Jantung
pembuluh itu bergerak secara peristaltic. Gerakan mengkerut (kontraksi) menekan
darah keluar dari jantung pembuluh, dan gerakan mengendor (relaksasi)
menyebabkan darah dari arah lain masuk ke dalam jantung. Jantung kantong
(misalnya: jantung manusia) mempunyai dinding yang tersusun oleh jaringan otot.
Kontraksi otot jangtung menyebebkan jantung mengkerut untuk memompa darah
keluar dari jantung. Pembuluh darah hewan-hewan yang berjantung kantong
memiliki kelep, sehingga darah tidak dapat berbalik arah jika tekanan jantung
menjadi kecil. Jantung kantong dimiliki oleh vertebrata.
a. Pengambilan Makanan
Protozoa memakan alga, bakteri, dan bahan yang berukuran mikroskopis.
Makanan dimasukan langsung ke dalam sel yaitu kedalam vakuola makanan yang
berfungsi sebagai alat mencerna makanan. Sari makanan yang diserap ke dalam
sitoplasma, sisa makanan dikeluarkan melalui dinding sel.
Hewan- hewan multiseluler bahkan yang berukuran sangat besar, juga ada
memakan makanan kecil. Hewan-hewan itu mempunyai cara tertentu untuk
mengambil dan memasukan makanan kedalam mulut. Hewa yang tergolong
porifera menggerakan silia unyuk menggalirkan air melalui saluran pori-pori
tubuh. Makanan yang terbawa oleh air diserap oleh sel-sel yan menghadap
kesaluran pori. Hewan-hewan berongga (coelenterate) memasukan makanan
kedalam rongga tubuh dengan cara mengerakan tentatel yang ada disekeliling
lubang rongga tubuh.
Hewan-hewan avertebrata yang lebih tinggi memakan makanan yang
berukuran kecil dengan cara menyaring makanan yan berada dalam lumpur.
Lumpur dimasukan kedalam mulut dengan kaki capit. Pada waktu makan ketam
memasukan air sebanyak-banyaknya kedalam rongga mulut. Dengan adanya air
butir-butir makanan yang kecil terapung, dan butir-butir lumpur yang berukuran
besar menghadap. Makanan yang terapung ditelan. Butir-butir lumpur besar
tersangkut pada insang kemudian dikeluarkan dari mulut dengan cara
menyemburkan airyang ada dalam rongga mulut. Selain memkan makanan dalam
bentuk lumpur, ketam darat juga memakan makanan yang berukuran besar,
misalnya bangkai siput, buah-buahan busuk. Hewan-hewan vertebrata juga ada
yang memakan dengan cara menyaring. Ikan ait tawar menyaring plankton
terutama crustacean kecil. Ikan hiu menyaring plankton masuk kemulut bersama
air. Paus yang berukuran sangat besar juga memakan plankton dengan cara
menyaring. Alat penyaring pada paus berupa sederatan tulang pipih yang melekat
pada rahang atas dan menggantung kedalam mulut melalui celah-celah tulan pipih
tersebut. Dan plaktonnya terperangkap pada tepi tulang yang berupa serabut. Paus
biru yang beratnya lebih dari seratus ton juga memakan plankton dengan cara
menyaring seperti itu. Itu merupakan keajaiban, hewan yang besar memakan
plankton kecil.
Hewan-hewan selain yang disebutkan di atas memakan makanan yang
berukuran besar. Makanan harus dihancurkan dulu sebelum dicerna atau ditelan
secara enzimatik. Belalan memotong dan mengunyah makanan dengan maksila
dan mandibula. Ketam darat parathelphusa bogorensi mencabik makanan yang
berupa daging hewan sebelum dimasukan kedalam mulut. Daging yang ditemukan
dipegang dengan “gigi” kemudian ditarik kaki sapit sampai putus. Serpihan
daging yan tertiggal di gigi ditelan. Hewan-hewan mamalia kebanyaka
mempunyai gigi yang dapat digunakan untuk memotong. Mencabik, dan
mengunyah makanan. Makanan yang berukuran sangat besar dipotong denan gigi
seri atau dicabik dengan gigi taring, setelah menjadi kecil-kecil dimasukan
kedalam mulut dikunyah sebelum ditelan.
Beberapa spesies hewan vertebrata yang tidak mempunyai gigi menelan
seluruh makanan yang di dapatkan, tanpa di potong atau dikunya lebih dulu.
Misalnya ikan, amfibi, reptile dan burung. Hewan-hewan itu mempunyai cara
tertentu untuk menghancurkan makanan. Burung mempunyai lambung penggunya
(gizzard). Makanan yang ditelan dilumatkan secara mekanik didalam lambung
penggunya. Disamping itu burung mempunyai tembolog yang terletak dibagian
atas lambung. Makanan yang disimpan dalam tombolog sebelum dimasukan
kedalam lambung untuk dilinakkan.ular sering menelan makanan yang berukuran
sangat besar, misalnya menelan seluruh tubuh kambing yang dapat di tangkapnya.
Makanan itu dicerna sedikit demi sedikit di dalam saluran pencernaan makanan,
sehingga dapat digunakan lama.
b. Pencernaan Makanan
Makanan yang berasal dari tumbuhan atau hewan menggandung beberapa
zat organic yang molekulnya berukuran besar, misalnya: karbohidrat, lemak, dan
protein. Makanan yang masuk kedalam saluran pencernaan kebanyakan masih
dalam bentuk molekul yang berukuran besar, sehingga tidak dapat diserap oleh
dinding usus. Molekul yang masih besar perlu diuraikan menjadi molekul yang
lebih kecil dengan enzim yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar pencernaan.
Karbohidrat diuraikan oleh enzim-enzim yang tergolong karbohidrase, misalnya
amylase, sukrase, dan maltase. Lemak diuraikan oleh enzim-enzim lipase. Protein
dicerna oleh enzim-enzim yang tergolong peptidase.: pepsin dan tripsin.
Karbohidrat ( polisakarida) diuraikan menjadi glukosa (monosakarida), lemak
diuraian menjadi asam lemak dan gliserol, protein ( polipeptida) diuraikan
menjadi asam amino (monopeptida).
Hewan-hewan tertentu mempunyai masalah dalam mencerna bahan-bahan
organic. Senyawa lemak ada yang berbentuk lilin. Lilin tidak dapat dihidrolisis
oleh lipase yang dimiliki oleh kebanyakan hewan. Maka dari itu lilin tidak
memiliki nilai sebagai makanan bagi hewan. Namun, ada beberapa hewan yang
dapat memanfaatkan lilin. Misalnya larva kupu malam (wax moth) yang menjadi
parasit dirumah. Lebah madu dapat mencerna lilin lebah madu. Diafrika selatan
ada sejenis burung yang sering disebut pemandu pencari madu (shcmidt-nielsen,
1990). Para pencari madu dapat menemukan sarang lebah madu atas bantuan
burung-burung tersebut. Burung itu dapat mencerna lilin atas bantuan bakteri
yang hidup sebagai simbion didalam pencernaan makanan. Bakteri itulah yang
mencerna lilin.
Lilin sangat penting bagi kehidupan organisme di ekosistem laut. Dilaut
terdapat banyak organisme yang tubuhnya menggandung lilin, misalnya dari
golongan mollusca cephalopoda, crustacean, anemone laut, hewan karang,dan
ikan penghasil lilin yang utama adalah hewan-hewan copepoda. Tubuh dari
beberapa hewan copepod menggandung 70% lilin. Ikan haring dan ikan sarden
yang memakan hewan copepoda mempunyai enzim lipase yang dapat mencerna
lilin (sergeant dan gatten 1976 dalam Schmidt- Nielsen 1990): burung laut,
misalnya burung petrel dan auk memaka dan memberi makan anaknya brupa
plankton crustacea yang menggandung lilin. Burung-burung itu
memetabolismekan lilin secara langsung atau menggubahnya menjadi trigliserida
untuk ditimbun.
Hewan-hewan herbifora menghadapi kesukaran dalam mencerna selulosa
yang terkandung dalam makanannya. Selulosa hanya dapat dicerna oleh enzim
selulase. Enzim itu tidak dipunyai oleh hewan herbivore. Namun beberapa jenis
hewan dapat dimanfaatkan selulase atas bantuan mikroorganisme yang hidup
sebagai simbion di dalam saluran pencernaan makanan. Hewan-hewan itu antara
lain: siput kebun ( helix pomatia ),cacing teredo, kutu buku (ctenolepisme lineate).
Dan anai-anai (termopsis). Mikroorganisme yang dapat dicerna selulosa anatara
lain flagelata trichomonas termosidis, yang hidup didalam usus anai-anai.
Manusia hebifora mempunyai keistimewaan saluran pencernaan
sehubungan dengan pencernaan selulosa. Keistimewaan saluran pencernaani itu
dibantu juga oleh pencernaan mikroorganisme yang dapat mencerna selulosa.
Hewan-hewan itu antara lain tergolong hewan memamabiak (ruminansia)
misalnya sapi, dan domba. Keistimewaan saluran pencernaan hewan ruminansia
ada pada lambungnya. Lambungnya terdiri dari beberapa bagian yaitu rumen,
reticulum, omasum, abomasums. Rumen merupakan kantong besar untuk
memfermentasikan makanan.
Gambar 3.3 lambung hewan ruminansia
Makanan dicampur dengan air liur didalam rumen sehingga dapat terjadi
fermentasi secara besar-besaran. Air liur itu berfungsi sebagai zat penahan
(buffer). Fermentasi didalam rumen dilakukan oleh bakteri dan protozoa (ciliate)
yang hidup didalamnya. Hasil pencernaan sebagian besar berupa asam asetat,
asam butiran dan asam propionate, karbondioksida dan metana. Asam asetat asam
butiran dan metana dikeluarkan alat tubuh. Bahan-bahan yang belum tercerna
secara sempurna dikembalikan kemulut untuk dikunya lagi. Makanan yang masuk
lagi ke rumen dicerna lagi oleh mikroorganisme. Makanan yang sudah tercerna
dirumrn disalurkan ke reticulum, omasum, dan abomasums. Ketiga kantong yang
terakhir itu mengandung enzim pencernaan seperti yang terdapat pada vertebrata
lain.
Mamalia verbivora yang tidak tergolong ruminansia juga mempunyai
lambung yang terdiri dari beberapa bagian, dan proses pencernaan yang terdiri
dilambung sama dengan yang terjadi di dalam lambung ruminansia. Hewan-
hewan mamalia lain yang memperoleh bantuan dari mikroorganisme untuk
mencerna selulosa adalah kera longer, penyu hijau (chelonia midas) dan iguana
(iguana-iguina) penjelaskan lebih banyak tentang pencernaan selulosa pada jenis-
jenis hewan tersebut dapat diperoleh dari Schmidt-nielsen, 1990).
4. Temperatur
Adaptasi fisiologis hewan terhadap temperature lingkungan meliputi tiga
hal: 1) adaptasi untuk hidup di lingkungan temperature rendah, 2) adaptasi untuk
hidup di lingkungan temperature tingkat tinggi 3) adaptasi untuk mengatasi
perubahan temperature tubuh sebagai akibat perubahan temperature lingkungan.
Berdasarkan responya terhadap perubahan temperature lingkungan, hewan
dikelompokan menjadi hewan homoitermi dan poikilotermi. Hewan homoitermi
bersifat homoitermik adalah mamalia dan burung. Hewan poikilotermi adalah
hewan yang temperature tubuhnya berubah-ubah jika temperature lingkungan
berubah. Hewan yang bersifat poikilotermik adalah reptile, amfibi, iakan, dan
hewan-hewan avertebrata sebagai contoh: temperature tubuh ikan sama dengan
temperature air dimana ikan itu berenang, dan temperature.
Hewan yang masih aktif kebanyakan hanya dapat hidup pada
rentangan temperatur yang sempit, yaitu antara beberapa derajat di bawah titik
beku sampai kira-kira 50’c. rentangan temperatur itu lebih tertuju pada suhu
tubuh daripada suhu lingkungan. Artinya hewan menghadapi kematian apabila
jika suhu tubuhnya turun sampai di bawah titik beku dan naik di atas suhu 50 0C.
Suhu lingkungan di alam pada umumnya tidak melebihi 50 oC, tetapi suhu udara
lingkungan daratan dapat turun jauh di bawah 0oC. Rentangan ssuhu lingkungan
di air lebih sempit dari daratan. Di perairan perairan tropis temperatur air jarang
melebihi 30oC, dan di daerah kutub suhu terendah hanya 1-2o di bawah titik nol.
Ketahanan hewan untuk hidup dalam rentangan suhu lingkungan seperti
yang di ebutkan di atas berbeda-beda. Ada hewan yang mempunyai toleransi lebar
terhadap perubahan suhu lingkungan (euritermal) dan ada yang bertolerani sempit
(stenotermal). Diantara hewan yang bertoleransi sempit ada yang hanya tahan
hidup pada suhu rendah, sementara yang lain bertahan hidup pada temperatur
tinggi.
Hewan-hewan yang dalam keadaan aktif hampir tidak ada yang dapat
bertahan hidup pada suhu di atas 50oC. Hewan-hewan yang tahan pada suhu di
atas 50oC antara lain adalah larva lalat Polypodium. Dalam keadaan tubuh yang
terdehidrasi larva tresebut dapat bertahan pada temperatur 102oC selama satu
menit. Setelah itu lalat tumbuh mengalami metamorfosis dengan sempurna.
Hewan yang hidup di daerah yang sedang dan dingin sering menghadapi
temperatur lingkungan yang amat rendah pada musim dingin. Pada musim dingin
suhu udara sering mencapai jauh dibawah titik beku air. Hewan-hewan yang
hidup di daerah yang sedang dan dimgin itu mempuntai cara-cara yang berbeda
menghadapi suhu dingin. Ada hewan yang toleran terhadap pembekuan cairan
tubuh (frezze-yolerant), hewan lain tidak toleran jika air di dalam tubuhnya
membeku (frezze-intolerant).
Hewan yang tidak toleran terhadap pembekuan cairan tubuhnya akan mati
jika air tubuhnya membeku. Untuk mencegah pembekuan pada air tubuhnya,
hewan –hewan tersebut harus dapat mecegah pembekuan pembekuan di dalam
tubuh jika temperatur lingkunga turun sangat rendah, isalnya sampai -40 oC. Suhu
udara -40oC atau lebih rendah sering terjadi di daerah beriklim dingin. Bebrapa
spesies hewan yang hidup di lingkungan dingin itu mempunyai zat anti beku,
mialnya gliserol. Hewan yang tubuhnya mengandung banyak gliserol antara lain
lalat Rhabdophaga strobilliroides, yang hidup di alaska.
5. Air
Masalah yang di hadapi hewan sehubungan dengan ada atau tidaknya air
di lingkungan hidup adalah mempertahankan kandungan air tubuh dan konsentrasi
larutan garam atautekanan osmotik cairan tubuh. Hewan air menghadapi
perubahan atau perbedaan konsntrasi garam di dalam air. Hewan darat lebih
menghadapi ancaman kehilangan air dari dalam tubuh karena adanya perubahan
kelmbaban udara.
Hewan laut menghadapi air laut yang banyak mengandung banyak garam.
Keaadaan garam air laut rata-rat 3,5%. Di beberapa tempat keadaan air laut lebih
tinggi misalnya 4% di daerah Mediterania, di daerah tepi pantai kadar garam lebih
rendah daripada di tengah laut. Hewan-hewan laut rata-rata mempunytai tekanan
osmotik sama dengan tekan osmotik air laut. Dengan kata lain hewan laut bersifat
isoosmotik atau isosmotik terhadap mediumnya. Hewan-hewan laut tidak pernah
mengatur tekanan osmotik tubuhnya karena sama dengan lingkungannya. Sifat itu
di sebut isokonfonmer. Hewan laut yang sering pergi ke air payau, atau ke air
tawar harus mengatur tekanan osmotik tubuhnya lebih tinggi daripada tekanan
osmotik air. Hewan itu perlu melakukan osmoregulator. Osmoregulasi juga di
alami oleh ikan aslmon yang sering pergi ke hulu sungai untuk bertelur. Hewan
yang mempunyai toleransi lebih leabar terhadap perubahan kadar air garam di
sebut eurihalin, sedang hewan mempunyai tolerandi rendah terhadap kadar garam
disebut stenohalin.
Hewan darat menghadapi masalah kekurangan air tubuh jika lingkungan
nya kering. Faktor yang berpengaruh adalah kelembaban udara dan temperatur.
Air dalam tubuh menguap jika lingkungan menjadi kering dan suhu udara
meningkat. Secara umum hewan mengatur keseimbangan air di dalam tubuhnya
dengan mengeluarkan atau memasukkan air. Pengeluaran air dari dalam tubuh
dilakukan dengan cara penguapan melalui permukaan tubuh dan alat pernafasan,
melalui fees dan urin. Pemasukan air ke dalam tubuh di lakukuan dengan cara
minum, menghisap air yang ada dalam makanan, menghisap air melalui
permukaan tubuh, atau memanfaatkan air yang terbentuk pada metabolisme
karbohidrat.
Siput mempunyai permukaan kulit yang terlalu tebal, dan tingkat
penguapan air yang tinggi. Maka dari itu siput telanjang aktif pada musim
penghujan atau malam hari ketika kelembaban tinggi. Siput darat yang
mempunyai cangkakng dapat mengurangi penguapan air berlebih. Namun pada
musim kering siput darat mengalami estivasi. Tubuhnya dimasukkan ke dalam
cangkang, kemudian lubang cangkang ditutupi selaput, selaput tersebut dibentuk
dari lendir tubuhnya dicampur oleh kristal kalsium karbonat.dengan begitu
kehilangan air tubuh dapat dicegah.
Serangga merupakan kelompok hewan yang berhasil mengadaptasikan diri
pada lingkungan di muka bumi. Tidak adanya air dan rendahnya kelebaban udara
tidak menjadi penghalang bagi serangga untuk bertahan hidup. Pencegahan
penguapan air terjadi karena kulitnya yang tebal dan berlapis lilin.
Katak dewasa mempunyai kulit yang tipis dan selalu lembab. Pada
lingkungan udara yang kering kulit tidak mampu mencegah penguapan air tubuh.
Maka dari itu katak selalui mencari tempat yang dekat dengan air atau tempat
yang lembab. Kalau masuk ke air, air dari luar masuk kedalam tubuh dengan cara
difusi dan garam keluar dari dalam tubuh, sehingga konsentrasi garam dalam
tubuh menjadi encer. Untuk mempertahankan tekanan osmotik dalam tubuh katak
menggunakan cara seperti hewan air tawar, yaitu mengeluarkan urin encer dan
menghirup garam. Pada musim kering yang panjang katak melakukan estivasi
dengan mengubur diri dalam tanah. Bila hujan katak keluar ke permukaan tanah.
Pada saat itu katak dapat menimpan air di kandungan kencing dalam jumlah yang
banyak. Timbunan iar di kandungan ini di gunakan sebagai cadangan air ketika
melakukan estivasi pada musim berikutnya. Air kencing yang tersimpan di dalam
kandungan kencing itu sangat encer, banyaknya 30% dari berat tubuh.
Reptil mempunyai kulit tebal berbentuk sisik. Meskipun demikian air
tubuh banyak yang hilang, sebagian besar di sebabkan oleh penguapan melalui
kulit, sebagian kecil melalui pernafasan. Hilangnya air dalam tubuh reptil
diimbangi dengan pamasukan air melalui minuman, makanan dan air metabolik.
Tabel 3.1. Hilangnya air dari tubuh reptil melalui penguapan di kulit dan melalui
pernafasan
Jenis Hewan Penguapan per hari Penguapan Penguapan
(gram/100gram berat melaui kulit (%) melalui
tubuh) pernafasan (%)
Ular air 2,9 88 22
Ular gapher 0,9 64 36
Iguana 0,8 72 28
Chuchawalla 66 34
Kura kotak 0,9 76 24
Kura padang pasir 0,9 76 24
1. Hibernasi
Hibernasi adalah tingkah laku hewan untuk mengurangi metabolisme
tubuh pada musim dingin. Tingkah laku ini kebanyakan dimiliki oleh hewan-
hewan yang hidup di daerah beriklim dingin. Aspek tingkahlaku hibernasi adalah
perubahan intensitas gerakan dari gerakan aktif untuk mencari makan menjadi
tidak aktif atau istrahat (dormansi). Salah satu hewan yang melakukan hibernasi
adalah beruang kutub. Pada musim dingin beruang kutub pada umumnya pergi
ketempat-tempat yang terlindung, misalnya goa untuk berlindung dari serangan
cuaca dingin.beruang itu berada di dalam goa selama musim dingin, dan tidak
melakukan kegiatan apapun. Tingkah laku “bertapa” itu dilakukan untuk
menghemat energi tubuh yang diperlukan untuk termoregulasi atau
mempertahankan suhu tubuh. Penghematan suhu tubuh itu perlu dilakukan agar
ada kesimbangan antara energi yang tersimpan di dalam tubuh dengan
pengeluaran untuk respirasi dalam rangka menahan penurunan temperatur tubuh.
Jika pada musim dingin itu hewan harus aktif untuk mencari makan, selain udara
diluar sangat dingin, makanan yang dicari juga tidak mudah ditemukan. Dalam
keadaan itu energi yang diperlukan sangat tidak seimbang denga energi yang
diperoleh. Sebaliknya pada musim panas hewan-hewan di daerah dingin mencari
makan sebanyak-banyaknya sebagai cadangan makanan di musim dingin.
2. Aestivasi
Aestivasi merupakan tingkah laku untuk melakukan dormansi pada kondisi
temperatur yang tinggi. Tingkah laku ini pada umumnya terjadi pada hewan yang
hidup di daerah yang tinggi. Hewan-hewan yang melakukan aestivasi antara lain
belut dan siput air. Di indonesia belut dan siput air banyak di jumpai pada rawa
atau swah dataran rendah. Aestivasi terjadi bukan hanya berkaitan dengan
tingginya temperatur lingkungan, melainkan juga berhubungan dengan rendahnya
kelembaban udara. Tingginya temperatur dan rendahnya kelembaban
mempercepat hilangnya air dari dalam tubuh. Maka dari itu, belut dan siput yang
hidup di indonesia melkaukan aestivasi pada musim kemarau.
Pada musim penghujan swah hampir setiap saat tergenang air. Dalam
keadan seperti belut dan siput air setiap hari aktif pada malam hari, dan masuk
kedalam tanah pada siang hari. Namun jika temperatur udara tidak terlalu tinggi,
pada siang hari sering dijumpai belut dan siput berkeliaran dipermukaan tanah.
Pada musim kemarau, selain temperatur tinggi, sawah pada umumnya berada
dalam keadaan kering. Dalam keadaan itu, belut dan siput air tidak hanya berada
di dalam panah pada malam hari, tetapi boleh dikata selama musim kemarau.
Siput banyak dijumpai di pekarangan atau kebun juga melakukan aestivasi
pada musim kemarau. Untuk menghindari udara yang panas dan kering siput
masuk ke batu-batuan atau timbunan sampah, dan berada di situ selama musim
kemarau. Seringkali dapat dijumpai siput yang tinggal dibawah semak-semak.
Siput ini biasanya membentuk epifragma untuk menutup cangkangnya. Siput
darat pada umumnya tidak mempunyai penutup cangkang seperti yang dimiliki
siput air. Penutup cangkang pada siput air terbentuk dari zat kapur, keras dan
permanen, dapat dibuka dan di tutup setiap saat. Epifragma merupakan lapisan
tipis yang terbentuk dari lendir yang diekskresikan oleh tubuh menutup cangkang
tanpa dapat dibuka dan ditutup.
5. Ototomi
Ototomi adalah tingkah laku memutus bagian-bagian tubuh. Ketam darat
memutuskan kakinya jika kakinya berada dalam bahaya, misalnya dipatuk oleh
burung bangau. Cecak memutuskan ekornya (ototomi) jika diserang oleh hewan
lain. Ekor cecak yang terputus dapat tumbuh kembali. Tumbuhnya kembali bagian
tubuh yang telah putus, seperti pada ekor cecak itu disebut regenerasi. Hewan lain
yang mempunyai kemampuan ototomi dan regenarasi adalah planaria.
6. Adaptasi mutual
Adaptasi mutual adalah adaptasi untuk hidup bersama atau hidup
berdampingan dengan individu atau spesies lain. Hidup bersama atau hidup
berdampingan itu ada yang berbentuk kooperasi, simbiosis dan lain-lain.
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini ialah:
1. Respon adalah reaksi yang dilakukan hewan terhadap adanya perubahan
kondisi lingkungan sehingga hewan tersebut akan melakukan adaptasi untuk
menyesuaikan diri dari pengaruh lingkungannya.
2. Jenis-jenis respon hewan terhadap lingkungannya ada dua macam, yaitu
respon yang Reversibel dan respon yang tidak-refersibel
3. Mekanisme adaptasi berawal dari nenek moyang populasi hewan yang hidup
pada saat ini serta memiliki struktur tubuh yang sesuai dengan lingkungannya
sehingga dapat bertahan hidup dan menurusnkan sifat-sifat unggul yang
dimiliki hewan tersebut dari generasi kegenerasi.
4. Ada dua factor yang mendukung suatu sehingga mahluk hidup dapat bertahan
hidup hingga kini, yaitu adaptasi ditentukan oleh sifat genetik. Serta memiliki
kemampuan untuk menghasilkanketurunan yang banyak.
5. Bentuk-bentuk adaptasi terdiri dari adaptasi structural, adaptasi fisiologis,
serta adaptasi tingkah laku.
B. Saran
Makalah ini membahas tentang teori-teori tentang terjadinya peristiwa
adaptasi pada hewan yang disertai dengan contoh-contohnya. Maka dari itu,
penulis menyarankan agar dilakukan pengamatan langsung dilapangan agar semua
teori yang terdapat dalam makalah ini dapat disesuaikan dengan kondisi
lingkungan yang ada sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA