Bab Ii Kajian Pustaka 2.1 Kanker Nasofaring 2.1.1 Definisi
Bab Ii Kajian Pustaka 2.1 Kanker Nasofaring 2.1.1 Definisi
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
berasal dari epitel nasofaring. Tumor ini dapat muncul pada berbagai area di
nasofaring namun lebih banyak ditemukan berasal dari fossa Rosenmuller, yang
skuamosa. Kasus KNF pertama kali dilaporkan oleh Regaud dan Schmincke pada
2.1.2 Epidemiologi
KNF berada dalam kedudukan empat besar di antara keganasan lain bersama
dengan kanker serviks, kanker payudara dan kanker kulit. Berbagai studi
dalam hal area endemis, ras, dan agregasi familial. Insiden KNF relatif tinggi pada
penduduk lokal di area Cina Selatan, Asia Tenggara, bangsa Eskimo, serta
penduduk Afrika Utara dan Timur Tengah. Insiden KNF tertinggi ditemukan di
per 100.000 penduduk. Berdasarkan data dari International Agency for Research
on Cancer (IARC), terdapat sebanyak kurang lebih 80.000 kasus KNF baru yang
7
8
dan 40% di antaranya adalah ras Cina. KNF ditemukan lebih sering pada pria
dibandingkan wanita, dengan rasio 2-3:1. Penyakit ini ditemukan terutama pada
usia produktif, yakni 30 hingga 60 tahun, dengan usia terbanyak pada 40 hingga
dengan prevalensi tertinggi pada dekade 4-5 dengan rasio antara laki-laki dan
perempuan yaitu 2-3:1 (Murtiono, 2013). Di RSCM Jakarta ditemukan lebih dari
100 kasus baru dalam setahun dan di RS Hasan Sadikin Bandung ditemukan
nasofaring adalah daerah sempit yang merupakan batas koana posterior. Batas
inferior nasofaring adalah palatum molle. Bagian superior dan dinding posterior
dibentuk oleh permukaan yang melandai, dibatasi oleh basis sphenoid, basis
oksiput dan vertebra servikal I dan II. Dinding lateral nasofaring merupakan fasia
lateral nasofaring terdapat ostium tuba Eustachius dengan tonjolan tulang rawan
dinding lateral, masuk dari telinga tengah ke nasofaring melalui celah di fasia
kejadian dan prognosis KNF. Letak fossa Rosenmuller dan sifat KNF yang invasif
arteri faringeal asendens, arteri palatina asendens, arteri palatina desendens dan
cabang faringeal arteri sfenopalatina. Semua pembuluh darah tersebut berasal dari
daerahsuperior dan fasia posterior atau vena jugularis interna di bawahnya (Zeng,
2010; Wei, 2006; Chan, 2009). Daerah nasofaring dipersarafi oleh pleksus
faringeal yang terdapat di atas otot konstriktor faringeus media. Pleksus faringeus
terdiri dari serabut sensoris nasofaring memiliki pleksus submukosa limfatik yang
luas. Terdapat kelompok nodul pada daerah retrofaringeal, yang ada diantara
yang paling banyak terdapat pembuluh limfatik adalah daerah tuba Eustachius.
retrofaringeal atau kelenjar yang paling proksimal dari masing-masing sisi rantai
kelenjar spinal danjugularis interna. Beberapa kelenjar dari rantai jugular letaknya
sangat dekat dengan nervus kranialis yakni nervus IX, X, XI, dan XII. Metastasis
10
ke kelenjar limfatik ini terjadi pada hingga 75% pasien KNF. Nasofaring dilapisi
epitel kolumnar berlapis semu saat lahir dan setelah 10 tahun pertama kehidupan
epitel ini berubah secara bertahap menjadi predominan epitel skuamosa berlapis
tidak rata, berbentuk seperti lipatan atau kripta karena dibawah epitel terdapat
banyak jaringan limfoid. Dinding lateral dan depan nasofaring dilapisi epitel
transisional yang merupakan peralihan antara epitel skuamosa berlapis dan epitel
kolumnar bersilia yang berlapis. Dari sudut embriologi, tempat peralihan dari dua
macam epitel cenderung merupakan area munculnya suatu karsinoma (Wei, 2006;
Chan, 2009).
pada telinga, gejala pada mata, gejala pada saraf serta pada lokasi metastasis atau
gejala di daerah leher. Gejala di nasofaring bisa berupa epistaksis ringan atau
sumbatan hidung. Gejala pada telinga dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di
telinga. Gejala pada mata berupa pandangan kabur atau diplopia. Terdapat dua
syndrome disebut juga sindrom Jackson, melibatkan nervus kranialis IX, X, XI,
dengan gangguan pada nervus kranialis IV, V, VI dan terkadang nervus kranialis
dalam Digby Score. Bila total skornya lebih atau sama dengan 50, dapat dicurigai
adanya KNF. Standar baku emas dalam mendiagnosis KNF adalah pemeriksaan
perluasan intrakranial dengan lebih detail, sedangkan bila terdapat erosi tulang,
12
scan pada KNF dapat memberikan informasi mengenai lokasi asal tumor tersebut.
Pemeriksaan MRI pada KNF akan memberikan gambaran massa homogen dengan
peningkatan intensitas yang moderate, baik pada tumor induk maupun pada
carcinoma) yang muncul pada sekitar 25% dari semua kasus KNF di Amerika
Utara, tapi hanya 1% di daerah endemik, dengan prognosis paling buruk; WHO
sedikit; dan WHO tipe III (undifferentiated carcinoma) yang terbentuk dari sel-sel
dengan berbagai variasi morfologi dan merupakan tipe histologis KNF terbanyak.
Tipe histologis KNF WHO tipe II dan WHO tipe III memiliki kecenderungan
untuk metastasis lebih tinggi daripada WHO tipe I. Di sisi lain, WHO tipe II dan
WHO tipe III memiliki derajat radiosensitivitas lebih tinggi sehingga mempunyai
prognosis yang lebih baik (Guo 2006; Gu 2012). Stadium pada KNF telah
Stadium I dan II digolongkan sebagai stadium dini, sedangkan stadium III dan IV
Tabel 2.1 Stadium KNF berdasarkan AJCC edisi 7 tahun 2010 (Chan, 2012)
Tis T1 T2 T3 T4
N0 0 I II III IVA
N1 II II III IVA
Untuk KNF dengan stadium I dilakukan radioterapi saja, dan KNF stadium II,
ion yang bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan
memelihara jaringan sehat disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu
biologi secara langsung. Hal ini disebabkan energi kinetik partikel dapat
Radiasi pada jaringan biologik dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase fisika,
kimia dan biologi. Radiasi pengion foton yang mengenai jaringan biologi,
pada awalnya menyebabkan fase fisika dengan metode ionisasi dan eksitasi.
DNA. Kerusakan DNA yang tidak bisa diperbaiki akan menyebabkan kematian
maupun tidak langsung. Kerusakan DNA secara langsung jika radiasi pengion
disebabkan oleh efek langsung, dan efek langsung ini lebih dominan pada
radiasi linear energy transfer (LET) tinggi. Kerusakan DNA secara tidak
2013).
Kerusakan DNA bisa berupa terputusnya rantai tunggal DNA atau single
strand breaks (SSB), terputusnya rantai ganda DNA atau double strand breaks
strand breaks adalah yang paling penting, sebab terjadi pemisahan rantai DNA
sehingga sulit diperbaiki. Sel yang gagal diperbaiki tidak langsung mengalami
Diperkirakan terjadi ionisasi pada sel per Gy dosis radiasi terserap; yang
menyebabkan seribu sampai tiga ribu crosslink DNA atau crosslink protein
DNA, seribu kerusakan struktur DNA, 500-1000 SSB dan 25 sampai 50 DSB.
Mayoritas ionisasi tidak menyebabkan kerusakan DNA, dan hampir semua lesi
pada DNA dapat diperbaiki melalui jalur perbaikan DNA. Kegagalan perbaikan
16
atau kesalahan perbaikan DNA pada DSB dapat mematikan (letal) atau
melalui satu jalur tetapi melibatkan banyak jalur yang saling berhubungan
untuk mengontrol efek radiasi pada sel. Sistem kontrol ini dibagi dalam dua
kelompok, yaitu sistem sensor dan sistem efektor. Sistem sensor adalah
sekelompok protein yang bertugas mensurvei genom saat terjadi kerusakan dan
jalur efektor. Jalur efektor akan menentukan hasil akhir dari kerusakan DNA,
yang dapat berupa kematian sel, perbaikan DNA, atau kerusakan checkpoint
yaitu hambatan sementara atau permanen dari progresivitas sel dalam siklus sel
(Hasan, 2013).
Ketika DNA sel dirusak oleh radiasi, siklus sel akan dihentikan oleh
protein p-53. Kemudian, dimulailah proses perbaikan DNA, lalu sel kembali ke
dalam siklus sel, sehingga proliferasi bisa berlanjut. Jika DNA tidak dapat
diperbaiki, sel akan mengalami kematian (apoptosis). Pada dosis radiasi yang
tinggi, protein yang digunakan dalam mekanisme perbaikan DNA juga ikut
(Hasan, 2013).
sel. Pada umumnya, sel yang berada pada fase S adalah yang paling
(jumlah enzim untuk repair DNA yang kurang) dapat menjelaskan tingginya
kriteria WHO yang terdiri dari: complete response yaitu menghilangnya seluruh
kelenjar getah bening yang besar, partial response yaitu pengecilan kelenjar
getah bening sampai 50% atau lebih, no change yaitu ukuran kelenjar getah
bening yang menetap, progressive disease yaitu ukuran kelenjar getah bening
Pilihan terapi lain pada KNF adalah kemoterapi merupakan golongan obat
(active single agent), tetapi pada umumnya berupa kombinasi karena dapat
Cisplatin merupakan obat utama dan paling sering dipakai pada terapi
kanker kepala dan leher. Cisplatin biasanya diberikan dalam waktu 2-6 jam
dengan dosis 60-120mg/m2 yang diberikan setiap 3-4 minggu. Biasanya terjadi
setelah diberikan beberapa kali kemoterapi. Telah dikembangkan analog obat ini,
obat ini adalah carboplatin yang mempunyai efek neurotoksik dan nefrotoksik
yang lebih kecil, namun aktifitas antitumornya sedikit lebih kecil dibandingkan
cisplatin. Carboplatin saat ini banyak digunakan, khusunya untuk tujuan paliatif,
dimana efek sampingnya yang minimal dan waktu perawatan lebih singkat
(Bailey, 2006).
sinthase dan konversi uridin menjadi timidin. Sel akan kekurangan timidin dan
tidak dapat mensintesa DNA. Banyak obat-obatan lain yang dapat berinteraksi
dengan 5-fluorouracil dan meninbulkan efek yang lebih baik. Efek sampingnya
2006).
adalah pengurangan jumlah folat dalam sel dan menghambat sintesis DNA. Obat
ini aktif hanya selama siklus sel fase S. Hal ini secara selektif akan menyebabkan
berupa mielosupresi, mual, muntah, fibrosis hepar, mukositis dan diare. Efek
pada renal terjadi pada pemberian dosis yang lebih tinggi (Bailey, 2006).
19
kanker kepala dan leher. Golongan obat ini dapat menstabilkan polimerisasi
hampir sama dengan paclitaxel. Kedua obat ini dianggap sebagai lini pertama
vaskularisasi jaringan tumor yang masih baik, akan lebih sensitif menerima
pemberian terapi adjuvan yaitu kanker masih ada, dimana hasil biopsi masih
positif, kemungkinan besar kanker masih ada meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis, pada tumor dengan derajat keganasan tinggi (oleh karena tingginya
awal kemudian dilanjutkan pemberian radiasi. Tujuan dari terapi ini adalah
untuk mengecilkan tumor yang sensitif sehingga setelah tumor mengecil akan
lebih mudah ditangani dengan radiasi. Kemoterapi jenis ini telah banyak
kemoterapi ini diduga pada awal perjalan penyakit adalah untuk menurunkan
beban sel tumor sistemik pada saat terdapat sel tumor yang resisten.
Vaskularisasi yang intak sehingga perjalanan ke daerah tumor lebih baik (Ma,
20
Dengan ditemukannya radiasi yang lebih agresif dan kemoradiasi maka efek
akut dapat memanjang hingga di atas 90 hari. Sel akan mengalami pemulihan
setelah paparan radioterapi hilang tetapi pada masa ini keluhan akan masih
Tindakan operasi pada pasien KNF berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan bila masih terdapat sisa kelenjar pasca
radiasi atau adanya kekambuhan pada kelenjar sedangkan tumor primer sudah
yang dilakukan pada kasus kekambuhan atau adanya residu pada nasofaring
yang tidak berhasil diterapi dengan modalitas terapi lain (Ma, 2010).
karakteristik pasien dan intervensi terapi. Prognosis pada kasus KNF berhubungan
dengan usia lebih dari 40 tahun, invasi lokal tumor, keterlibatan kelenjar getah
bening regional, stadium yang lebih lanjut, adanya kelumpuhan saraf otak dan
adanya metastasis jauh, yang tercermin pada stadium KNF berdasarkan TNM
staging. Angka harapan hidup bervariasi pada setiap stadium. Pada stadium I dan
21
II angka harapan hidup 5 tahun adalah 70-80%, pada stadium III sebesar 40-50%,
Metaanalisis pada 6 uji coba acak dengan 1.528 pasien KNF stadium lanjut
penyakit sebesar 37% dalam 2 tahun, 40% dalam 3 tahun dan 34% dalam 5 tahun.
(Fallowfield, 2002).
Kualitas hidup juga dapat diartikan sebagai persepsi pasien mengenai efek
penyakit dan pengaruh hal tersebut terhadap fungsi sehari-harinya (Fang dkk.,
terakhir dan kini telah menjadi metodologi tertentu dengan teori yang
terstruktur formal yaitu dengan menggunakan skor kualitas hidup. Skor kualitas
hidup telah semakin diakui sebagai ukuran hasil yang penting baik dalam
hidup secara luas digunakan dalam uji klinis dan dalam pengamatan studi tentang
intervensi dan efek samping pengobatan serta dampak penyakit dan proses
menyinggung aspek fisik, sosial dan emosional, simpel, mudah dimengerti dan
Keberhasilan dari suatu terapi selain ditentukan oleh keadaan klinis pasien
yang membaik, juga ditentukan dari bagaimana modalitas terapi tersebut dapat
(Fallowfield, 2002).
23
harapan yang lebih baik dibandingkan dengan seorang pasien yang memulai
pengobatan dengan kualitas hidup dan optimisme yang buruk (De Graeff A,
2001)
Salah satu alat ukur yang banyak digunakan untuk menilai kualitas hidup
pasien kanker kepala leher secara spesifik adalah European Organization For
Research And Treatment Of Cancer Head and Neck Cancer Quality of Life
yang secara spesifik diperuntukkan bagi pasien kanker kepala leher yang terdiri
dari 7 skala gejala meliputi nyeri, menelan, masalah indera, masalah bicara,
masalah makan, interaksi sosial dan seksualitas, serta 6 kuesioner tunggal yang
menilai masalah gigi, masalah membuka mulut lebar, mulut kering, ludah kental,
mempunyai validasi yang baik dan lebih sensitif dalam mendeteksi perbedaan
kuisioner kualitas hidup yang lain (Aaronson N.K, 1993; Bjordal K. dkk., 1994;
telah diuji validitas dan realibilitasnya dalam mengukur kualitas hidup pasien
dalam menilai kualitas hidup pasien KNF. Dimana semakin tinggi skor Karnofsky
dan semakin rendah skor EORTC QLQ-H&N35 maka kualitas hidup pasien KNF
semakin baik.