Anda di halaman 1dari 8

KAIDAH UTAMA

‫اَلض ََّر ُر يَزَا ُل‬


”Kemudaratan harus dihilangkan / ditiadakan”

 Makna Kaidah
Dalam kaidah in tercakup didalamnya sebuah kaidah :
َّ ‫اَل‬
‫ض َر ُر ال يَزَا ُل بِالض ََّر ِر‬
“Suatu kemudaratan tidak dapat dihilangkan dengan melakukan
kemudaratan lain”

Yang merupakan pembatasan bagi kaidah pertama bahwasanya sebuah


kemudaratan harus dihilangkan tapi bukan dengan melakukan
kemudaratan lain. Karena seandainya sebuah kemudaratan dihilangkan
dengan melakukan kemudartan yang lain, maka tidak tepatlah kaidah
“kemudaratan harus dihilangkan”.
Adapun makna umum dari kaidah ini adalah sesungguhnya sebuah
kemudaratan harus ditiadakan, karena kemudaratan itu adalah perbuatan
aniaya atau pelanggaran yang seharusnya tidak boleh terjadi karena
sesuatu yang membahayakan tidak boleh ada dan harus dihilangkan.
Kata “dharar” merupakan kebalikan dari manfaat. Maka setiap yang
bukan manfaat adalah dharar.

 Dalil :
1. Dalil Naqli
1. Al-Qur’an
     
Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi
kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya
mereka (Q.S. Al-Baqarah : 231
    
Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. (Q.S. At-talaq : 6)
         
. , sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada
ahli waris)[274].

[274] memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-


tindakan seperti: a. mewasiatkan lebih dari sepertiga harta
pusaka. b. berwasiat dengan maksud mengurangi harta

1
warisan. sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat
mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.

        



. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.(Q.S. Al-Baqarah :
282)

Ayat-ayat tersebut diatas menunjukkan pada pengharaman


dan dilarangnya dharar. Untuk itu peringatan atas perlunya
mencegah hal-hal yang membahayakan dan diharamkan
dalam al-Qur’an menunjukkan bahayanya perkara ini.

2. Hadits
Sabda Rasulullah yang berbunyi :
‫ْالم‬
ِ ‫ض َرا َر فِى االس‬
ِ ‫ض َر َر َوال‬
َ ‫ال‬
(Tidak ada perbuatan yang berbahaya dan membahayakan
dalam islam) atau dengan kata lain tidak dibolehkan
melakukan perbuatan berbahaya dan membahayakan dalam
islam.

3. Ijma’
Kaidah ini diamalkan oleh seluruh ulama islam baik khalaf
maupun salaf pada masalah-masalah cabang dari kaidah ini.

2. Dalil Aqli
Secara logika telah ditetapkan bahwa membolehkan sesuatu yang
berbahaya/bermudharat adalah tindakan bodoh. Sementara tindakan
bodoh tidak layak bersumber pada Allah.

 Masalah-masalah Fur’iyah yang termasuk kedalam kaidah ini.


Kaidah ini berlaku pada beberapa cabang fiqh, antara lain :
a. Pengembalian barang cacat.
b. Hak-hak memilih (Khiyar)
c. Pembeli yang pailit.
d. Pencegahan (Hajar)
e. Pemberlakuan hukuman qishash
f. Hudud dan macam-macamnya
g. Kaffarat
h. Jaminan kerusakan
i. Pembagian (alqismah)
j. Mengangkat Pemimpin/Imam

2
k. Mengusir preman/penodong (As-Shaaif)
l. Pemberontak / Pembangkang (Bugat)
m. Pembatalan nikah akibat adanya aib.
n. Meminjam/menyewa sebidang tanah untuk ditanami atau diolah
o. Menahan orang yang dikenal sering merusak/mengamuk sampai ia
sadar dan tobat.
p. Menghormati hak-hak terdahulu orang-orang yang mempunyai
barang, manfaat, irigasi atau hak bertindak atas suatu
barangwalaupun ditangannya belum ada bukti kongkrit.
q. Menahan Suami mampu ang menolak menafkahi anak-anak dan
kerabatnya.
KAIDAH-KAIDAH CABANG YANG DIHASILKAN DARI
KAIDAH UTAMA

َّ ‫ اَل‬.1
‫ض َر ُر ال يَزَا ُل بِالض ََّر ِر‬
(Satu kemudaratan tidak dapat dihilangkan dengan melakukan
kemudratan lain)

 Maka kaidah
Bahwasanya dharar tidak dapat dicegah/dihilangkan dengan
melakukan perbuatan dharar yang serupa atau lebih dari itu. Bahkan
disyaratkan dalam menghilangkan suatu dharar, sebisa mungkin
tanpa mencelakai atau menimbulkan bahaya bagi orang lain.

 Masalah Furu’iyah yng masuk dalam kaidah


a. Tidak memaksa rekan/relasi untuk membangun
renovasi/melakukan pembangunan.
b. Orang yang terancam tidak boleh mengambil makanan orang
lain yang terancam.
c. Orang yang terpaksa/terancam tidak boleh memotong sebagian
dari tubuh orang lain yang juga terancam.
d. Bila seseorang terjatuh dan menimpa korban yang terluka
dibawahnya. Bila ia tetap berada ditempatnya, maka ia akan
membunuh orang tersebut,dan bila ia bergeser ia bisa membunuh
yang lain.
e. Jika seseorang memiliki isteri yang farajnya sempit sedang ia
sangat ingin melakukan jima’. Jika ia teruskan menjimaknya
akan mengakibatkan faraj istrinya robek dan bisa
membahayakan istrinya, maka ia tidak boleh menjima’ istrinya
dari dubur.

3
f. Bila seseorang membeli tanah lalu bangkrut, kemudian tanah
tersebut ia gadaikan, maka pemilik tanah tersebut tidak boleh
lagi mempergunakan tanahnya yang telah tergadai.

 Masalah Furu’iyah yang tidak termasuk dalam kaidah


a. Pemberlakuan hukum qishash bagi pembunuh.
b. Pemberlakuan hukum hudud bagi para pelaku jinayah.
c. Bolehnya mencegah mufti gila atau dokter bodoh atau
perusahaan teransportasi yang bangkrut.
d. Penentuan harga komoditi barang oleh pemerintah bila terjadi
ketidak stabilan harga di pasar.
e. Menjual bahan pokok/pangan yang ditimbun ketika kebutuhan
mendesak dan ia menolak menjual barangnya.
f. Mendesak orang mampu melunasi utangnya.
g. Mendesak seorang ayah /Bapak menafqahi keluarganya.
h. Mengambil atau menuntut hak.
i. Orang terancam mengambil barang orang lain yang tidak
terancam.
j. Menyerang orang kafir yang berlindung di belakang anak-anak
dan wanita kaum pada saat perang.
k. Seseorang yang terkena kebakaran diatas kapal boleh melompat
ke laut walaupun ia tidak tahu berenang.

‫اص لدفع الضرر العام‬


ُّ َ‫الضرر اَخْل‬
ّ ‫ َيتَ َح َّم ُل‬.2
( Menjalani dharar yang sifatnya khusus untuk menghindari
dharar yang sifatnya lebih umum)

 Makna Kaidah
Ia merupakan kaidah yang berdasar pada tujuan dibalik pemberlakuan
hukum islam (Maqasid al-syariah) yaitu untuk kemaslahatan hamba di
dunia demi menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Makanya
semua yang dapat mengakibatkan hilangnya atau terancamnya salah satu
dari unsur-unsur tersebut wajib dihindarkan.

 Masalah Furu’ yang termasuk dalam kaidah


a. Wajibnya membunuh perampok/penyamun apabila ia membunuh.
b. Wajibnya membunuh segala yang bisa melukai/mencederai bila
tidak ada jalan lain menghindarinya kecuali membunuhnya.

4
c. Wajibnya merubuhkan atau membatalkan bangunan tembok yang
miring/usang bila berada di tengah atau pas di jalan umum.
d. Bolehnya pemerintah menetapkan harga apabila pedagang telah
berlebih-lebihan dalam memberi harga dagangannya.
e. Bolehnya mencegah dokter yang bodoh /tidak ahli atau mufti yang
gila.
f. Bolehnya aparat menjual barang pokok yang ditimbun.
g. Bolehnya membunuh orang kafir yang berlindung dibelakang anak-
anak umat islam ketika perang.
h. Bolehnya mencegah orang bodoh / lupa yang berada ditengah –
tengah orang ahli.
i. Bolehnya membelanjakan harta yang diutang dari orang majusi guna
membayar utang.

‫صِالح‬
َ َ‫اسد َأْوَلى ِمْن جلب امل‬
ِ ‫ درء املََف‬.3
(Menghindari kerusakan lebih utama dari pada mendatangkan
kemaslahatan)

 Makna kaidah
Dar’ul mafasid artinya mengangkat atau menghilangkan kerusakan.
Bila terjadi kontra antarakerusakan maslahat, maka menolak
kerusakan biasanya lebih diutamakan, kecuali bila kerusakan
tersebut dapat diatasi. Karena perhatian syariat dalam meninggalkan
larangan lebih kuat dari pada perhatiannya dalam menjalankan
perintah.
 Dasar Kaidah
Para ulama mengambil dasar bagi kaidah ini dari sabda Rasulullah SAW
:
ِ ٍ ِ ِ ِ
ْ ‫اذَا اََم ْرتُ ُك ْم بِأ َْم ٍر فَأْتُ ْو مْنهُ َما‬
ُ‫استَطَ ْعتُ ْم َواذَا َن َهْيتُ ُك ْم َع ْن شيء فَ ْجتَنبُوه‬
(apabila aku perintahkan kalian tentang sesuatu maka laksanakanlah
semampu kalian, dan bila aku melarang kalian mengerjakan sesuatu
maka jauhilah)
 Masalah Furu’ yang termasuk dalam kaidah
a. Bila seorang wanita hendak mandi wajib dan ia tidak mendapat tirai
penghalang dari pandangan laki-laki maka hendaklah ia menunda
mandi karena terlihat oleh laki-laki yang merupakan kerusakan
besar.
b. Dilarang berdagang hal-hal yang diharamkan walaupun manfaatnya
besar secara ekonomi.
c. Bila seorang wanita yang haram dinikahi serupa dengan wanita yang
halal dinikahi danh tidak mampu ia bedakan, maka tidak halal
baginya menikahi salah satunya.

5
d. Bila bangkai bercampur dengan daging yang disembelih, maka tidak
boleh mengkonsumsi daging tersebut.
e. Bila daging pemburu yang terlatih ia lepas berburu dan bercampur
dengan anjing lain yang tidak terlatih, maka hasil buruannya haram
ia konsumsi.
f. Bila isteri seorang bercampur dengan wanita lain dalam tidurnya,
maka ia tidak boleh menggaulinya.

 Masalah Furu’ yang tidak termasuk dalam kaidah


a. Bila seseorang memanah burung, lalu burung itu terluka oleh
panahnya dan jatuh ke tanah dan mati, maka burung tersebut halal
dimakan.
b. Bolehnya bertransaksi dengan orang yang hartanya banyak diperoleh
dari jalan haram.bila ia tidak dapat mengenali barang tertentu yang
halal, maka tidak diharamkan baginya bertransaksi tapi hanya
makruh.
c. Bolehnya menyentuh kitab-kitab tafsir dan hadits. Apakah lebih
banyak redaksi al-Qur’annya atau redaksi haditsnya.
d. Bila terkumpul dalam satu akad antara perempuan yang halal
dinikahi dan yang haram, maka ia boleh beraqad pada yang halal,
tapi batal bagi yang lainnya.
e. Bila yang wajib melaksanakan bercampur dengan haram, maka
harus lebih memilih yang wajib.
f. Wajibnya seorang wanita meninggalkan negeri kuffar walaupun
dalam perjalanannya dalam keadaan sendirian dihukumkan haram.

‫حُظْوَراتُ بِ َش ْرطٍ نقصاهنا عَْنَها‬


ْ ‫ اَلضُّرْوَراتُ ُتبِْيُح ْالَم‬.4
(Kondisi dharurat membolehkan melaksanakan hal-hal yang
dilarang, dengan syarat tidak berlebihan)

 Makna Kaidah
Bahwa yang dilarang menurut syara’ boleh dilakukan bila kondisi
dharurat/terpaksa. Dharurat berarti kebutuhan mendesak. Sedangkan
mahzhuraat berarti sesuatu yang haram yang dilarang untuk diperbuat.

 Dasar Kaidah
Kaidah ini berdasar pada firman Allah SWT :
        

"Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya" .
(Q.S. Al-An'am : 119)

6
          
  
"Maka barang siapa terpaksa Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat
dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
(Q.S.Al-Maidah : 3)

 Masalah Furu’ yang masuk dalam Kaidah


Dalam kaidah ini tercakup beberapa masalah furu’ yang penting
diantaranya :
a. Memudahkan masuknya makanan yang tersendat di tenggorokan
dengan meminum khamar.
b. Melafadkan kalimat kafir karena dipaksa.
c. Merusak/membuang sebagian harta.
d. Bila perbuatan dan hal-hal haram tersebar dan berlaku umum.
e. Merusak pepohonan dan bangunan orang kafir dalam peperangan.
f. Menggali kuburan seorang mayat.
g. Menyelamatkan nyawa seekor binatang.

‫ِّر بَِق ْد ِر َها‬ ِ ِ ِ


ُ ‫ َما أُبْي ُح للض َُّر ْو َرة يُ َقد‬.5
(Segala yang dibolehkan pada kondisi dharurat dilaksanakan sesuai
porsinya)

 Makna Kaidah
Bahwa sesuatu yang dibolehkan berdasarkan pada kondisi dharurat
cukup hanya sekedar menghilangkan kondisi dharurat saja.

 Dasar Kaidah
Adapun dasar yang menetapkan kaidah ini, firman Allah SWT :
          

"Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha penyayang".
(Q.S. Al-An'am : 145)
Adapun keterkaitan kaidah ini dengan kaidah induk adalah jelas dan
kuat, sebab bilakita tidak membatasi kondisi dharurat sesuai dengan
ukurannya akan terjadi dharar, karena telah melewati batas yang dituntut
untuk menghilangkan dharar.
 Masalah Furu’ yang termasuk dalam kaidah
a. Melakukan konsultasi dalam meminang.
b. Mengambil tumbuh-tumbuhan tanah haram.

7
c. Mengambil bahan makanan di daerah peperangan.
d. Laki-laki mengobati perempuan.
e. Pelaksanaan beberapa ibadah jum’at dalam satu daerah/kampung.
f. Dimaafkannya tempat penyapuan istijmar.
g. Adanya lumut dalam air.
h. Tempat/bagian yang dikenai gibs (pembalut tulang yang patah)
i. Memelihara anjing untuk dipakai berburu.

 Masalah Furu’ yang tidak termasuk dalam kaidah


a. Pinjaman tak berbunga bagi orang kaya.
b. Kasus khulu’
c. Kasus Li’an.
 Tingkatan-tingkatan perbuatan.
a. hal-hal yang sifatnya dharurat.
b. Hal-hal yang sifatnya hajiyat (Keperluan)
c. Hal-hal yang sifatnya manfaat.
d. Hal-hal yang sifatnya hiasan/tahsiniyyat.
e. Segala hal yang sifatnya “fudhul” (meragukan antara haram atau
halal)
 Tingkatan-tingkatan memenuhi kebutuhan
1. Merasa puas/cukup bila kebutuhannya telah terpenuhi.
2. Merasa puas/cukup bila telah tercapai manfaatnya.

Anda mungkin juga menyukai