Makna Kaidah
Dalam kaidah in tercakup didalamnya sebuah kaidah :
َّ اَل
ض َر ُر ال يَزَا ُل بِالض ََّر ِر
“Suatu kemudaratan tidak dapat dihilangkan dengan melakukan
kemudaratan lain”
Dalil :
1. Dalil Naqli
1. Al-Qur’an
Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi
kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya
mereka (Q.S. Al-Baqarah : 231
Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. (Q.S. At-talaq : 6)
. , sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada
ahli waris)[274].
1
warisan. sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat
mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.
2. Hadits
Sabda Rasulullah yang berbunyi :
ْالم
ِ ض َرا َر فِى االس
ِ ض َر َر َوال
َ ال
(Tidak ada perbuatan yang berbahaya dan membahayakan
dalam islam) atau dengan kata lain tidak dibolehkan
melakukan perbuatan berbahaya dan membahayakan dalam
islam.
3. Ijma’
Kaidah ini diamalkan oleh seluruh ulama islam baik khalaf
maupun salaf pada masalah-masalah cabang dari kaidah ini.
2. Dalil Aqli
Secara logika telah ditetapkan bahwa membolehkan sesuatu yang
berbahaya/bermudharat adalah tindakan bodoh. Sementara tindakan
bodoh tidak layak bersumber pada Allah.
2
k. Mengusir preman/penodong (As-Shaaif)
l. Pemberontak / Pembangkang (Bugat)
m. Pembatalan nikah akibat adanya aib.
n. Meminjam/menyewa sebidang tanah untuk ditanami atau diolah
o. Menahan orang yang dikenal sering merusak/mengamuk sampai ia
sadar dan tobat.
p. Menghormati hak-hak terdahulu orang-orang yang mempunyai
barang, manfaat, irigasi atau hak bertindak atas suatu
barangwalaupun ditangannya belum ada bukti kongkrit.
q. Menahan Suami mampu ang menolak menafkahi anak-anak dan
kerabatnya.
KAIDAH-KAIDAH CABANG YANG DIHASILKAN DARI
KAIDAH UTAMA
َّ اَل.1
ض َر ُر ال يَزَا ُل بِالض ََّر ِر
(Satu kemudaratan tidak dapat dihilangkan dengan melakukan
kemudratan lain)
Maka kaidah
Bahwasanya dharar tidak dapat dicegah/dihilangkan dengan
melakukan perbuatan dharar yang serupa atau lebih dari itu. Bahkan
disyaratkan dalam menghilangkan suatu dharar, sebisa mungkin
tanpa mencelakai atau menimbulkan bahaya bagi orang lain.
3
f. Bila seseorang membeli tanah lalu bangkrut, kemudian tanah
tersebut ia gadaikan, maka pemilik tanah tersebut tidak boleh
lagi mempergunakan tanahnya yang telah tergadai.
Makna Kaidah
Ia merupakan kaidah yang berdasar pada tujuan dibalik pemberlakuan
hukum islam (Maqasid al-syariah) yaitu untuk kemaslahatan hamba di
dunia demi menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Makanya
semua yang dapat mengakibatkan hilangnya atau terancamnya salah satu
dari unsur-unsur tersebut wajib dihindarkan.
4
c. Wajibnya merubuhkan atau membatalkan bangunan tembok yang
miring/usang bila berada di tengah atau pas di jalan umum.
d. Bolehnya pemerintah menetapkan harga apabila pedagang telah
berlebih-lebihan dalam memberi harga dagangannya.
e. Bolehnya mencegah dokter yang bodoh /tidak ahli atau mufti yang
gila.
f. Bolehnya aparat menjual barang pokok yang ditimbun.
g. Bolehnya membunuh orang kafir yang berlindung dibelakang anak-
anak umat islam ketika perang.
h. Bolehnya mencegah orang bodoh / lupa yang berada ditengah –
tengah orang ahli.
i. Bolehnya membelanjakan harta yang diutang dari orang majusi guna
membayar utang.
صِالح
َ َاسد َأْوَلى ِمْن جلب امل
ِ درء املََف.3
(Menghindari kerusakan lebih utama dari pada mendatangkan
kemaslahatan)
Makna kaidah
Dar’ul mafasid artinya mengangkat atau menghilangkan kerusakan.
Bila terjadi kontra antarakerusakan maslahat, maka menolak
kerusakan biasanya lebih diutamakan, kecuali bila kerusakan
tersebut dapat diatasi. Karena perhatian syariat dalam meninggalkan
larangan lebih kuat dari pada perhatiannya dalam menjalankan
perintah.
Dasar Kaidah
Para ulama mengambil dasar bagi kaidah ini dari sabda Rasulullah SAW
:
ِ ٍ ِ ِ ِ
ْ اذَا اََم ْرتُ ُك ْم بِأ َْم ٍر فَأْتُ ْو مْنهُ َما
ُاستَطَ ْعتُ ْم َواذَا َن َهْيتُ ُك ْم َع ْن شيء فَ ْجتَنبُوه
(apabila aku perintahkan kalian tentang sesuatu maka laksanakanlah
semampu kalian, dan bila aku melarang kalian mengerjakan sesuatu
maka jauhilah)
Masalah Furu’ yang termasuk dalam kaidah
a. Bila seorang wanita hendak mandi wajib dan ia tidak mendapat tirai
penghalang dari pandangan laki-laki maka hendaklah ia menunda
mandi karena terlihat oleh laki-laki yang merupakan kerusakan
besar.
b. Dilarang berdagang hal-hal yang diharamkan walaupun manfaatnya
besar secara ekonomi.
c. Bila seorang wanita yang haram dinikahi serupa dengan wanita yang
halal dinikahi danh tidak mampu ia bedakan, maka tidak halal
baginya menikahi salah satunya.
5
d. Bila bangkai bercampur dengan daging yang disembelih, maka tidak
boleh mengkonsumsi daging tersebut.
e. Bila daging pemburu yang terlatih ia lepas berburu dan bercampur
dengan anjing lain yang tidak terlatih, maka hasil buruannya haram
ia konsumsi.
f. Bila isteri seorang bercampur dengan wanita lain dalam tidurnya,
maka ia tidak boleh menggaulinya.
Makna Kaidah
Bahwa yang dilarang menurut syara’ boleh dilakukan bila kondisi
dharurat/terpaksa. Dharurat berarti kebutuhan mendesak. Sedangkan
mahzhuraat berarti sesuatu yang haram yang dilarang untuk diperbuat.
Dasar Kaidah
Kaidah ini berdasar pada firman Allah SWT :
"Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya" .
(Q.S. Al-An'am : 119)
6
"Maka barang siapa terpaksa Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat
dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
(Q.S.Al-Maidah : 3)
Makna Kaidah
Bahwa sesuatu yang dibolehkan berdasarkan pada kondisi dharurat
cukup hanya sekedar menghilangkan kondisi dharurat saja.
Dasar Kaidah
Adapun dasar yang menetapkan kaidah ini, firman Allah SWT :
"Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha penyayang".
(Q.S. Al-An'am : 145)
Adapun keterkaitan kaidah ini dengan kaidah induk adalah jelas dan
kuat, sebab bilakita tidak membatasi kondisi dharurat sesuai dengan
ukurannya akan terjadi dharar, karena telah melewati batas yang dituntut
untuk menghilangkan dharar.
Masalah Furu’ yang termasuk dalam kaidah
a. Melakukan konsultasi dalam meminang.
b. Mengambil tumbuh-tumbuhan tanah haram.
7
c. Mengambil bahan makanan di daerah peperangan.
d. Laki-laki mengobati perempuan.
e. Pelaksanaan beberapa ibadah jum’at dalam satu daerah/kampung.
f. Dimaafkannya tempat penyapuan istijmar.
g. Adanya lumut dalam air.
h. Tempat/bagian yang dikenai gibs (pembalut tulang yang patah)
i. Memelihara anjing untuk dipakai berburu.