KEPERAWATAN HIV/AIDS
KASUS HIV/AIDS
Dosen pembimbing :
Ns. Aprilliani Yulianti Wuriningsih, S.Kep., M.Kep
Ketua : Intan Septiana Putri
Sekretaris : Riski Widiastutik
Kelompok 13 :
1. Ati’ Puput Safitri (30901800022)
2. Devi Tiara Mita (30901800041)
3. Erma Esti Mukholifah (30901800059)
4. Hendri Setiawan (30901800076)
5. Intan Septiana Putri (30901800094)
6. Mega Wulandari (30901800112)
7. Nur Elaeni (30901800131)
8. Riski Widiastutik (30901800149)
9. Siti Nur Aini (30901800168)
10. Ultania Dewi Yona (30901800186)
11. Yustika Rizki (30901800203)
b. Skenario
Tn. B, 30 th datang ke poli penyakit dalam dengan keluhan batuk berdahak dan sering berkeringat saat malam
hari. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi nafas 31 x/menit, auskultasi paru ditemukan ronchi basah.
Dari hasil wawancara diketahui pasien mempunyai faktor resiko homosex, riwayat pengguna narkoba jenis
suntik dan tatto. Hasil analisis dokter pasien di diagnosis HIV/B20 pada fase/stadium II, dibuktikan dengan
hasil pemeriksaan antibody serum menggunakan ELISA hasil reaktif; Tes CD4 165 mm3 darah dan nampak
kesan TB paru pada x-ray thorax. Dokter memberikan resep profilaksis Cotrimoxazole 1 x 960 mg; dan OAT
Rifampisin; INH, Pirazinamid & Etambutol 1x4 tab, Kcl 3x1. Selain itu pasien dikonsulkan ke klinik VCT untuk
menjalani konseling. Saat konselor menjelaskan mengenai penyakit yang diderita pasien, terlihat sangat kaget
lalu menangis dan tidak menerima bahwa dia terkena HIV. Pasien khawatir akan stigma yang akan dialaminya
berupa pengucilan oleh keluarga dan teman-temannya. Saat konselor menganjurkan pasien agar berdoa dan
beribadah kepada Tuhan memohon kesembuhan, pasien mengatakan “saya belum siap, selama ini saya tidak
pernah beribadah”. Selain itu konselor pun menganjurkan kepada pasien untuk menghindari distress
berkepanjangan agar tidak mempengaruhi kekebalan tubuhnya. Selain itu pasien diminta untuk menjaga
kekebalan tubuh dengan berolah raga dan rutin untuk konsultasi
STEP 1
Kata sulit :
1. elisa: merupakan suatu teknik biokimia yang digunakan dalam bidang imunologi untuk
mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. (Yustika)
faktor resiko homosex, riwayat pengguna narkoba jenis suntik dan tatto (yona)
2. Mengapa terjadi penurunan jumlah sel CD4 pada kasus tersebut? (Yona)
3. Mengapa pada pasien tidak diberikan terapi ARV padahal pasien sudah memasuki stadium II
dan hasil pemeriksaan menunjukan bahwa jumlah CD4 turun? (Yustika)
STEP 3
MENJAWAB PERTANYAAN
HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih didalam tubuh (limfosit) yang
mengakibatkan turunya kekebalan tubuh manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat
virus HIV dapat tampak sehat dan belum tentu membutuhkan pengobatan. Meskipun
demikian, orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila melakukan
hubungan seks berisiko dan berbagi penggunaan alat suntik dengan orang lain (KPAD
Kab.Jember, 2015)
AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena kekebalan tubuh yang
menurun yang disebabkan oleh infeksi virus HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh
pada seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC,
kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran pernafasan, otak dan kanker
(KPAD, Kab.Jember, 2015)
Sumber : jurnal IKVSMA Volume 12 Nomor 1 Maret 2016.Hubungan Karakteristik
ODHA Dengan Kejadian Loss To Follw Up Terapi ARV di Kabupaten Jember.(Puput),
Human Immunodeficiency Virus adalah suatu retrovirus pada manusia sitopatik dari
famili lentivirus.2 Virus ini menginfeksi sel yang mempunyai molekul Cluster of
Differentiation 4 (CD4) terutama limfosit T yang memiliki reseptor dengan afinitas yang
tinggi untuk HIV. (Jom FK Volume 1 No.2 Oktober 2014) (Erma)
2. Mengapa terjadi penurunan jumlah sel CD4 pada kasus tersebut? (Yona)
Karena terdapat infeksi yang menyebabkan penurunan jumlah sel CD4 yang disebabkan
oleh efek sitopatik virus dan kematian sel. Jumlah sel T yang hilang selama perjalanan
AIDS jauh lebih besar disbanding jumlah sel yang terinfeksi, hal ini diduga akibat sel T
yang diinfeksi kronik diaktifkan dan rangsang kronik menimbulkan apoptosis. Sel
dendritic yang terinfeksi juga akan mati.
Sumber : e.journal.PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN INFEKSI
HIV/AIDS PADA KEHAMILAN.(Puput)
HIV masuk ke tubuh dan mengejar CD4, dengan berikatan pada permukaan sel-sel CD4
dan memasuki sel imun . Setelahnya, HIV dapat membunuh sel CD4 dan bereplikasi.
Apabila infeksi HIV tidak ditangani dengan segera, virus penyebab AIDS tersebut akan
terus bereplikasi di dalam tubuh. Replikasi virus akan meningkatkan jumlah virus (viral
load) menyebabkan terjadinya penurunan sel-sel CD4.
Festy ladyani. 2019. Hubungan antara Jumlah CD4 pada pasien yang terinfeksi
HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar
Lampung Tahun2016. JK Unila Volume 3 ( 1): 34-41 (intan)
CD4 secara perlahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4
yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. • Viral
load (jumlah virus HIV dalam darah) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan pada
fase akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti timbulnya
infeksi oportunistik, berat badan turun secara cepat dan muncul komplikasi neurulogis.
INTERVENSI : Ppt Ns. Ahmad Ikhsanul Amal. konsep dasar HIV. 2020. Semarang (devi)
3. Mengapa pada pasien tidak diberikan terapi ARV padahal pasien sudah memasuki stadium II
dan hasil pemeriksaan menunjukan bahwa jumlah CD4 turun? (Yustika)
Karena infeksi oportunistik pada pasien belum diobati, salah satu syarat pemberian terapi
arv adalah ketika pasien sudah siap, dan pada ksus tidak disebutkan apakah pasien sudah
siap atau belum untuk mengikuti terapi arv dan pasien juga baru saja diberi tahu bahwa
dia positif HIV, dan prioritas pemberian terapi arv adalah pada pasien hiv dewasa dengan
penyakit klinis lanjut (stadium klinis HIV menurut WHO : 3 atau 4) dan individu dengan
hitung CD4 < 350 sel/mm3 (yona)
Menurut UNAIDS (2004), individu dapat tertular virus HIV melalui 3 cara, yaitu:
Penularan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya, selama kehamilan, proses
kelahiran atau pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Erma)
senggama :Pemindahan yang paling umum dan paling sering terjadi ialah melalui
senggama, dimana HIV dipindahkan melalui cairan sperma atau cairan vagina.
Adanya luka pada pihak penerima akan memperbesar kemungkinan penularan. Itulah
sebabnya pelaku senggama yang tidak wajar (lewat dubur terutama), yang cenderung
lebih mudah menimbulkan luka, memiliki kemungkinan lebih besar untuk tertular
HIV.Penularan lewat
transfusi darah :Jika darah yang ditranfusikan telah terinfeksi oleh HIV , maka virus
HIV akan ditularkan kepada orang yang menerima darah, sehingga orang itupun akan
terinfeksi virus HIV. Risiko penularan melalui transfusi darah ini hampir 100 %.
Penularan lewat jarum suntik :Model penularan lain secara teoritis dapat terjadi antara
lain melalui :Penggunaan akupunktur (tusuk jarum), tatoo, tindikan.Penggunaan alat
suntik atau injeksi yang tidak steril, sering dipakai oleh para pengguna narkoba
suntikan, juga suntikan oleh petugas kesehatan liar.
Penularan lewat kehamilan :Jika ibu hamil yang dalam tubuhnya terinfeksi HIV ,
maka HIV dapat menular ke janin yang dikandungnya melalui darah dengan melewati
plasenta. Risiko penularan Ibu hamil ke janin yang dikandungnya berkisar 20% –
40%. Risiko ini mungkin lebih besar kalau ibu telah menderita kesakitan AIDS (full
blown).(Leni)
Hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksualJarum suntik pada
pengguna narkotikaTransfusi komponen darah dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi
yang dilahirkannya
INTERVENSI: Ppt Ns. Ahmad Ikhsanul Amal. konsep dasar HIV. 2020. Semarang
(Devi)
HIV ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh seperti darah, semen,
cairan vagina, dan ASI. Terinfeksi tidaknya seseorang tergantung pada status imunitas,
gizi, kesehatan umum dan usia serta jenis kelamin merupakan faktor risiko. Seseorang
akan berisiko tinggi terinfeksi HIV bila bertukar darah dengan orang yang terinfeksi,
pemakaian jarum suntik yang bergantian terutama pada pengguna narkoba, hubungan
seksual (Corwin,2009).(Yustikha)
ELISA merupakan rapid test atau uji cepat dalam mendeteksi atau mengkuantifikasi
jumlah antibodi atau antigen melawan virus, bakteri, atau bahan lain. Metode ELISA
untuk mengukur reaksi Antigen (Ag) Antibodi(Ab) meningkat penggunaannya dalam
pendeteksian antigen (dari agen infeksius) atau antibodi karena metodenya yang
sederhana tapi sensitif
Sumber : Andhini, N. F. (2017). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.(Mega)
Teknik yang menggabungkan sepsifisitas antibody sengan sensitivitas uji enzim secara
sederhana, dengan menggunakan antibody atau antigen yang digabungkan kesuatu enzim
yang mudah diuji. ELISA memberikan pengukuran antigen dan antibody yang baik
secara relative maupun kuantitatif. ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
antigen yang dikenali oleh antibody atau dapat digunakan untuk menguji antibody yang
mengenali antigen.
Sumber : riset.fk.unsoed.ac.id(Puput)
a. Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang berlangsung
antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya
c. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan gangguan sistem
imun atau kekebalan
d. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang berat berupa
diare kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali, splenomegali, dan kandidiasis oral
yang disebabkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasia misalnya sarcoma kaposi.
Penderita akhirnya meninggal dunia akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder
(Soedarto,2009). (Aini)
Gejala mayor :
• Penurunan Kesadaran
• Demensia/HIV ensefalopati
Gejala minor
• Dermatitis generalisata
• Kandidiasis orofaringeal
• Limfadenopati generalisata
• Retinitis Cytomegaloviru
• Tahap ini disebut juga sebagai infeksi primer HIV. Keluhan muncul setelah 2-4 minggu
terinfeksi. Keluhan yang muncul berupa demam, ruam merah pada kulit, nyeri telan,
badan lesu, dan limfadenopati. Pada tahap ini, diagnosis jarang dapat ditegakkan karena
keluhan menyerupai banyak penyakit lainnya dan hasil tes serologi standar masih negatif
• Pada fase ini ditemukan pembesaran kelenjar limfe sedikitnya di dua tempat selain
limfonodi inguinal. Pembesaran ini terjadi karena jaringan limfe berfungsi sebagai tempat
penampungan utama HIV. PGL terjadi pada sepertiga orang yang terinfeksi HIV
asimtomatis. Pembesaran menetap, menyeluruh, simetri, dan tidak nyeri tekan
• Pada fase ini ditemukan pembesaran kelenjar limfe sedikitnya di dua tempat selain
limfonodi inguinal. Pembesaran ini terjadi karena jaringan limfe berfungsi sebagai tempat
penampungan utama HIV. PGL terjadi pada sepertiga orang yang terinfeksi HIV
asimtomatis. Pembesaran menetap, menyeluruh, simetri, dan tidak nyeri tekan.
Bersamaan dengan progresifitas dan penurunan sistem imun, penderita HIV lebih rentan
terhadap infeksi. Beberapa penderita mengalami gejala konstitusional, seperti demam dan
penurunan berat badan, yang tidak jelas penyebabnya
Sumber : Andhini, N. F. (2017). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–
1699.( Mega)
Sumber : Olson. Rittenhouse. Kate., Nardin. De. Ernesto., 2014. Imunologi dan Serologi Klinis
Modern untuk Kedokteran dan Analis Kesehatan (MTL/CLT). Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.(Riski)
b. Pemberian ARV harus memperhatikan stadium klinis dan jumlah sel CD4 (untuk
penderita dewasa) sebagai berikut :
1. Stadium lanjut (AIDS) tanpa memikirkan jumlah sel CD4 atau limfosit total.
2. Stadium klinis II dengan jumlah sel CD4 <350/mmk untuk mendukung pengambilan
keputusan
3. Stadium klinis I atau II dengan jumlah sel CD4 <200/mmk atau limfosit total
<1.200/mmk(Puput)
Sinar X dada
es fungsi pulmonal
Biopsi
EEG, MRI, CT scan otak, EMG
INTERVENSI: PPT Ns. Apriliani Yulianti Wuriningsih, S.Kep., M.Kep. NURSING
ASSESSMENT ON HIV-AIDS PATIENT. 2020. Semarang (Devi)
Uji Imunologi
Deteksi antibodi HIV
Rapid test
Western blot
Siti Mariam, FMIPA UI, 2010(Erma)
1. Serologis
a. Tes antibody serum : skrining human immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil
tes positif, tapi bukan merupakan diagnose
b. Tes blot western : mengkonfirmasi diagnose HIV
c. Sel T limfosit : penurunan jumlah total
d. Sel T4 helper (CD4): indicator system imun (jumlah<200)
e. T8 (sel supresor sitopatik) : rasio terbalik (2:1) atau lebih besar dari sel suppressor pada
sel helper (T8 ke T4) mengindikasikan supresi imun.
f. Kadar Ig : meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
2. Histologis : pemeriksaan sitologis urine, darah, feses, cairan spina, luka, sputum, dan
sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi parasi, protozoa,jamur,bakteri,viral.
3. Neurologis : EEG,MRI,CT Scan,EMG (pemeriksaan saraf)
4. Sinar X dada : menyatakan perkembangan filtrasi intrestisial tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain (puput)
Dll
• Memberikan terapi antiretroviral (ARV) yang berfungsi untuk mencegah sistem imun
semakin berkurang yang berisiko mempermudah timbulnya infeksi oportunistik
(Wuriningsih, A. Y. (2020). Prinsip Hidup, Family Centered, & Stigma pada ODHA. Semarang:
UNISSULA Press) (Yustikha)
– Vaksinasi
– Anti ARV
– Profilaksis
– Konseling
INTERVENSI: Ppt Ns. Ahmad Ikhsanul Amal. konsep dasar HIV. 2020. Semarang (Devi)
DO : ronchi basah
DS : -
Intervensi :
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi :
• Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, tahan 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan) selama 8 detik
• Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ke 3
Kolaborasi :
Dx 2 : Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan d.d merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi
DO : Pasien khawatir akan stigma yang akan dialaminya berupa pengucilan oleh keluarga dan
teman-temannya
DS : -
Intervensi :
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan mungkin sensasi yang dialami
Kolaborasi :
DS : -
Intervensi :
• Observasi :
Terapeutik :
Edukasi :
DO : Pasien mengatakan , "Saya belum siap, selama ini saya tidak pernah beribadah"
DO : -
Intervensi :
Observasi :
• Identifikasi perasaan khawatir, kesepian dan ketidaberdayaan
Teraupetik :
Edukasi :
• Kolaborasi :
(Mega)
STEP 4
Mapping
Diagnosa keperawatan :