Anda di halaman 1dari 3

Nama : Naura Atthaya Yunisa

NIM : 111.180.119

Kelas : N

Prodi : Teknik Geologi

Dosen : Dr. Okrisal Eka Putra, Lc

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KISAH SEORANG MUALAF DAN KETERTARIKANNYA PADA ISLAM

Perkenalan Iman Sotiria Kouvalis dengan Islam dimulai dengan cara yang aneh.
Suatu hari melihat perempuan Muslim di kampus dan merasa kasihan pada mereka.
“Aku tidak mengenal mereka tapi ketika kami menyeberangi jalan di kafetaria, aku
tersenyum pada mereka karena aku pikir mereka tertindas. Aku tidak pernah
berbicara dengan mereka tapi aku hanya berasumsi bahwa mereka dipaksa
memakai jilbab,” katanya.

Saat itu, wanita yang tumbuh dan besar di Ontario, Kanada ini mengaku benar-benar
berpikir bahwa semua orang di dunia adalah orang Kristen. Kejadian ini terjadi
sekitar 10 tahun yang lalu, sebelum peristiwa 11 September terjadi.

Pada saat yang sama, Iman, begitu ia minta dipanggil sekarang, tengah mengalami
kekosongan batin. Meskipun dibesarkan dalam keluarga Ortodoks Yunani dan
menghadiri gereja setiap Minggu hampir tak pernah bolong, “Gereja tidak lagi
memiliki arti dalam hidupku dan ada banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab
oleh Gereja,” katanya.

Suatu dikotomi mulai muncul, di mana kehidupan dan agama itu hanyut ke sisi
berlawanan. “Aku tidak bisa melihat bagaimana membuat agama relevan dengan
kehidupan sehari-hari. Dan itulah bagaimana aku mulai menjauh dari Gereja,”
katanya.
Di kampus, ia mulai berinteraksi dengan mahasiswa Muslim. “Mereka
menghidupkan kembali rohaniku untuk menjadi dekat dengan Tuhan lagi,”
katanya. Ia mengaku sedikit cemburu; bagaimana mereka begitu setia dan damai
dan aku tidak, meskipun aku akan ke surga dan mereka tidak?

Ia mulai masuk ke perdebatan agama dengan mereka. Salah satu misinya,


mengenalkan Yesus. Ketika mereka menyatakan percaya pada Yesus, ia terkejut.
“Mereka menghormati Yesus bukan sebagai Tuhan, tapi utusan Tuhan dan salah
satu nabi mereka,” katanya.

Diam-diam, ketika tidak ada yang melihat, ia menyelinap ke perpustakaan untuk


membaca tentang Islam untuk meyakinkan mereka bahwa mereka salah. “Aku
hanya menemukan beberapa buku benar-benar aneh dan tua. Saat itu adalah zaman
pra-Google  sehingga tidak ada sumber informasi lain yang bisa dikorek,” katanya.

Suatu hari, saat berjalan menyusuri salah satu aula universitas ia melihat beberapa
pamflet di dinding tentang Islam. Sampai di rumah ia mulai membaca dan takjub.
Satu pamflet bahkan berbicara tentang isyarat Muhammad dalam Alkitab. “Alkitab?
Aku pikir ini  bohong! Tapi aku memeriksa ayat dalam Alkitab, ternyata benar,”
katanya.

Ia makin bimbang. “Sampai di satu titik aku berdoa pada Tuhan untuk
menunjukkan mana agama yang benar,” katanya.

Ia mendatangi gereja  lagi, dan lebih sering ke sana, dua kali seminggu. “Aku mulai
membaca Alkitab lagi, tapi kali ini dalam rangka untuk menemukan jawaban atas
pertanyaanku,” katanya.

Setelah berbulan-bulan ini, ia mengaku tidak tahan lagi dan memutuskan untuk
pergi menemui pendeta. “Pertanyaanku tiga: Jika Yesus mati untuk dosa-dosa kita
dan kita hanya perlu percaya ini untuk diselamatkan dan masuk surga, lalu
bagaimana itu masuk akal? Itu berarti aku dapat melakukan dosa dan diselamatkan?
Bagaimana bisa Tuhan 3 in 1? Apa pendapat Anda tentang Islam?”
“Untuk dua pertanyaan pertama, ia mencoba yang terbaik untuk menjelaskan, tapi
sudah jelas bagiku bahwa ada banyak ambiguitas dalam jawabannya. Ketika kami
sampai ke pertanyaan ketiga, matanya melotot keluar dan wajahnya memerah! Ia
memintaku untuk menjauh dari orang-orang yang mempengaruhiku hingga
bertanya demikian.”

Ia meninggalkan pertemuan dengan kecewa. “Untuk pertama kalinya, hal ini


menyebabkan celah pasti dalam imanku. Aku justru makin menemukan jawaban,”
katanya.

Setelah berbulan-bulan lebih intens membaca, studi kritis terhadap kedua agama
dan berdoa pada Tuhan untuk ditunjukkan agamanya, hatinya makin condong pada
Islam. Namun, ia masih ragu dan takut akan perubahan sikap orang-orang
terdekatnya, terutama keluarganya. Ia takut menyakiti hati mereka.

Namun, ia dikuatkan setelah bertemu ayat 113-115 dalam surat Ali Imran. “Aku
mengerti bahwa sebagai Muslim kita harus menghormati orang dari agama lain
untuk beberapa dari mereka benar-benar tulus dan mereka percaya Allah. Pada
akhirnya, bukan mereka atau aku yang akan menghakimi orang, hanya Tuhan yang
bisa melakukan itu,” katanya.

Iapun memutuskan bersyahadat. “Aku datang pada Islam melalui buku. Melalui
studi kritis dan intens seperti mualaf lain.  Jika Anda berada dalam situasi ini, Anda
berutang kepada diri sendiri untuk menemukan jawaban sekarang karena kita tidak
tahu kapan kita akan mati. Dan untuk mengetahui bahwa Tuhan memberikan kita
pikiran untuk berpikir kritis. It’s OK untuk mengajukan pertanyaan dan it’s OK
untuk menemukan jawaban.”

Anda mungkin juga menyukai