Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila
Kelompok VIII
Jurusan : D3 Fisioterapi
Jl. Limo Raya No.1, Cinere, Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat
ABSTRAK
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya kami bias menyelesaikan makalah ini. Makalah ini kami buat guna memenuhi
tugas dari dosen. Makalah ini membahas tentang “KONSEP KETATANEGARAAN”, semoga
dengan makalah yang kami susun ini kita sebagai mahasiswa Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jakarta dapat menambah dan memperluas pengetahuan kita.
Kami mengetahui makalah yang kami susun ini masih sangat jauh dari sempurna, maka
dari itu kami masih mengharapkan kritik dan saran dari bapak/ibu selaku dosen-dosen
pembimbing kami serta temen-temen sekalian, karena kritik dan saran itu dapat membangun
kami dari yang salah menjadi benar. Semoga makalah yang kami susun ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita, akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
BAB 1
PENDAHULUAN
Setelah beberapa unsur tersebut terpenuhi, negara tidak akan dengan langsung berjalan
dengan sendirinya. Maka dari itu untuk menjamin keberlangsungan proses penyelenggaraan
negara sesuai dengan fungsi dan tujuannya, keberadaan sistem ketatanegaraan menjadi sangat
penting. Sistem ini ibarat sebuah kontrak sosial yang mengikat secara hukum antara pemerintah
dengan rakyatnya. Dengan sistem ini, siapapun yang berkuasa akan melaksanakan roda
pemerintahan dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat.
Indonesia dibentuk sebagai negara kesatuan dengan sistem pemerintahan presidensial yang
didalamnya terdapat lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Selain itu, sistem ketatanegaraan
indonesia juga dibangun dari berbagai lembaga lain yang masuk kedalam tiga lembaga besar
tersebut. Pada saat ini banyak masyarakat bahkan pelajar yang kurang memahami tentang Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia, padahal suatu bangsa akan menjadi baik jika seluruh warga
negaranya memahami, mengerti, dan dapat menjalankan dengan penuh tanggung jawab
sebagaimana peraturan dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia.
Maka dalam makalah ini, penyusun akan menguraikan hal-hal yang berkaitan
dengan sistem ketatanegaraan yang dijalankan oleh Negara Indonesia.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian konsep ketatanegaraan
2. Mengetahui konseep ketatanegaraan di Indonesia
3. Mengetahui kondisi Indonesia dalam menjalankan sistem ketatanegaraanya pada saat
ini
BAB 2
PEMBAHASAN
Pada masa ini lembaga tertingginya adalah MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat),
kemudian Presiden, DPA (Dewan Pertimbangan Agung), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat),
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan MA (Mahkamah Agung).
2.3 Kondisi Republik Indonesia dalam Menjalankan Sistem Ketatanegaraannya pada Saat
ini
Menurut Bapak Sulardi (Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah
Malang) arah pembangunan ini mulai tak terarah sejak GBHN hilang dari peredarannya
meskipun sudah terdapat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Visi
pembanguan nasional 2005-2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Visi
itulah yang hingga saat ini belum ditemukan wujudnya. Alih-alih terwujud, keresahan dan
ketidakpastian masa depan bangsa justru ada di depan mata dan bahkan menjauh dari nilai-nilai
Pancasila.
Sistem presidensial, yang berlaku sekarang, membawa konsekuansi bahwa presiden
dipilih oleh rakyat. Karena presiden dipilih oleh rakyat, dia bertanggung jawab kepada rakyat
dan konstitusi. Dengan demikian, konsekuensi ketatanegaraan berkaitan dengan arah
pembanguan nasional ditentukan oleh presiden dengan mewujudkan janji-janji yang dia
kampanyekan menjelang pemilihan presiden. Janji-janji itulah yang semestinya diwujudkan
dalam visi dan misi RPJPN, yang dapat diurai menjadi pembangunan jangka pendek dan jangka
panjang.
Hasrat untuk kembali menghadirkan GBHN yang disusun oleh MPR sebagai pedoman
pembangun nasional secara konstitusional telah tertutup. Bangsa ini sebaiknya menghormati dan
melaksanakan kesepakatan yang diwujudkan dari hasil perubahan UUD 1945. Kini presiden
bukan lagi bawahan MPR dan MPR bukan lagi pemegang dan pelaksana kedaulatan rakyat,
sehingga tidak mungkinlah memaksa MPR menyusun GBHN dan menyodorkan kepada presiden
untuk melaksanakan. Inilah konsekuensi dari perubahan.
BAB 3
A . Contoh Kasus
Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat negara dalam kasus E-KTP dapat dikatakan
sebagai praktik korupsi politik. Korupsi politik secara sederhana dapat diartikan sebagai
penyalahgunaan kekuasaan dalam pemerintahan untuk kepentingan pribadi dan golongan.
Pejabat negara yang terlibat dalam korupsi politik biasanya menggunakan kewenangan yang ada
ditangannya untuk mendapatkan keuntungan, baik material maupun non material.
B . Solusi Kasus
Melihat persoalan yang terjadi dalam kasus korupsi yang melibatkan pimpinan maupun
pejabat lembaga tinggi negara, diperlukan kebijakan yang lahir dari kebijaksanaan guna
mengatasi korupsi yang semakin sistemik di negeri ini. Oleh karena itu, pertama, diperlukan
pengawasan yang ketat oleh masyarakat sipil terkait rekrutmen atau penerimaan pimpinan
maupun pejabat di lembaga tinggi negara. Kedua, mendorong partai politik untuk memperkuat
komitmennya dalam pemberantasan korupsi. Ketiga, melakukan pelaporan dan publikasi
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), secara berkala. LHKPN diharapkan
ke depan, tidak hanya dilaporkan pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun.
Tapi LKHPN juga dilaporkan secara berkala setiap saat pada masa jabatanya tersebut.