Dinapariani dinapariani
7 years ago
Advertisements
34093894397s
NIM : 11E20916
KELAS : C
D III KEBIDANAN
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karuniaNyalah, makalah yang
berjudul “Asfiksia Pada Bayi Bari Lahir Dan Penanganannya” ini bisa diselesaikan. Tujuan dari
penulisan makalah ini ialah untuk menambah pengetahuan tentang asfiksia pada bayi baru lahir dan
penanganannya agar dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada neonatus,. Sehingga
dengan mengetahui penanganannya yang benar, seorang tenaga kesehatan dapat segera
mengambil tindakan sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan neonatus yang optimal.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah memberikan tugas untuk
menulis makalah ini, serta kepada siapa saja yang telah terlibat dalam proses penulisannya, yang
senantiasa memotivasi.
Akhirnya, harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis telah berusaha
sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun penulis menyadari makalah ini belumlah
sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan makalah ini.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia,
hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal.
Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di
bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal
di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum,
infeksi lain, dan kealainan congenital.
Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian
bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar,
dan pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian bayi
baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan
keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong persalinan.
Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada neonatal sangat penting
dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam penanganan bayi baru lahir.
1.3.4. Untuk mengetahui bagaimana cara menilai asfiksia pada bayi baru lahir.
1.3.5. Untuk mengetahui bagaimana penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur.
Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan
Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur
setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan
dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.
Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara
sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999).
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim
ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir,
diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
3. Faktor Bayi
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan
asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu
dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor
risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap
terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.
2.3. Tanda Gejala Serta Diagnosa Pada Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia
Kejang
Penurunan kesadaran
2. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin.
Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda
gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi
turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu
merupakan tanda bahaya
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin
menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban
pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro, 1999)
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan
yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi.
Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai
pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
Penafasan
Denyut jantung
Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan
mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas
atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan
vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap
pakai, yaitu :
Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung
setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
(Wiknjosastro, 2007).
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi,
yaitu :
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke mulut (hindari
paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
Kompresi dada.
Pengobatan
C. Langkah-Langkah Resusitasi
Setiap melakukan tindakan atau langkah harus didahului dengan persetujuan tindakan medic
sebagai langkah klinik awal. Langkah klinik awal ini meliputi :
Siapa ayah atau wali pasien, sebutkan bahwa ada petugas yang diberi wewenang untuk menjelaskan
tindakan pada bayi.
(Sarwono prawirohardjo,2002)
Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir, 5 langkah awal dibawah
ini cukup untuk merangsang bayi bernafas spontan dan teratur. Langkah tersebut meliputi :
Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut terbuka, potong tali pusat.
5. Isap lendir
Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada waktu memasukkan.
Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut, dan jangan lebih
dari 3 cm kedalam hidung). Hal itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat dan
bayi tiba-tiba barhenti bernafas.
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya.dengan sedikit tekanan. Rangsang
ini dapat membantu bayi mulai bernafas.
Lakukan rangsang taktil dengan cara menepuk atau menyentil telapak kaki atau menggosok
punggung, perut,dada,tungkaibayi dan telapak tangan.
Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka,dan dada agar bisa memantau
pernafasan bayi.
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap.
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara kedalam
paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan
teratur. Langkah-langkahnya :
Pasang sunkup
Pasang dan pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu bayi.
Ventilasi 2 kali
Tiupan awal tabung dan sunkup atau pemompaan awal balon sunkup sangat penting untuk
membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Bila tidak mengembang,
periksa posisi sunkup pastikan tidak ada udara yang bocor, periksa posisi kepala pastikan posisi
sudah sedikit ekstensi, periksa cairan atau lender dimulut bila masih terdapat lender lakukan
penghisapan. Lakukan pemompaan 2 kali, jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya.
Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20cm
air
Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang
nafas.
1. Jaka bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca
resusitasi.
1. Jaka bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca
resusitasi.
2. Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian
lakukan penilaian ulang nafas setiap 30 detik.
Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar lanjitkan ventilasi selama 10 menit.
Hentikan resusitasi bila denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah
dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
Bayi yang mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen.
Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang
hadir pada setiap persalinan.
Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi
juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang
terkoordinasi.
Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan
khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan Dan Saran
3.2
3.1.1 Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur.
Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan.Penanganannya adalah dengan tindakan resusitasi. Tindakan resusitasi bayi baru lahir
mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
2. Memulai pernafasan
3. Mempertahankan sirkulasi
Langkah-langkah resusitasi, meliputi 2 tahap. Tahap pertama adalah langkah awal, dan tahap kedua
adalah ventilasi.
3.1.2 Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu pengetahuan kepada
pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca semua agar memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Departement Kesehatan RI : Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Untuk Bidan.(2007). Jakarta
Advertisements
Share this:
Related
8 October 2013
27 December 2016
In “HUKUM KESEHATAN”
PERSALINAN
13 October 2014
Leave a Comment
KESEHATAN-HUKUM-HIDUP
Back to top
Advertisements