Anda di halaman 1dari 2

Maghfira Deswita

11151020000078

1. Uji Lab dan Data Laboratorium Diabetes Mellitus


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa:
sering lelah dan lemas, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulvae pada wanita (PERKENI, 2011).
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu jika keluhan klasik ditemukan,
maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Cara kedua yaitu pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL dengan
adanya keluhan klasik. Yang ketiga adalah dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO).
Meskipun TTGO dengan beban 75 gram glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
karena membutuhkan persiapan khusus (PERKENI, 2011).

American Diabetes Association (ADA) tahun 2010 menambahkan pemeriksaan kadar


hemoglobin terglikasi (HbA1C) dapat mendiagnosis DM selain sebagai kontrol glikemik
pasien DM. HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang tersimpan dan
bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c
bergantung dengan kadar glukosa dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata
kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan
saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula
darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi akibat
perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak.
Kategori HbA1c,
HbA1c < 6.5 % : Kontrol glikemik baik
HbA1c 6.5 -8 % : Kontrol glikemik sedang
HbA1c > 8 % : Kontrol glikemik buruk.

2. Uji Lab dan Data Laboratorium Hipoglikemia


Gejala hipoglikemia jarang terjadi sebelum kadar gula darah mencapai 50 mg/dL. Maka
dari itu diagnosis hipoglikemia baru bisa ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil
pemeriksaan kadar gula darah. Penyebabnya bisa ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan
penderita, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana. Jika dicurigai suatu
hipoglikemia autoimun, maka dilakukan pemeriksaan darah mengetahui adanya antibodi
terhadap insulin. Untuk mengetahui adanya tumor penghasil insulin, dilakukan pengukuran
kadar insulin dalam darah selama berpuasa (kadang sampai 72 jam). Pemeriksaan CT scan,
MRI atau USG sebelum pembedahan, dilakukan untuk menentukan lokasi tumor.
Untuk mengkonfirmasi hipoglikemia perlu dilakukan pemeriksaan darah: glukosa, keton,
laktat,piruvat,asam amino atau alanin, amonia,asam urat,serum elektrolit, pH, bikarbonat,
AST,ALT, CPK, insulin, C peptide, growth hormon, kortisol, glukagon, epinefrin, free fatty
acid, 526 ß-hidroksibutirat, asetoasetat, karnitin, asilkarnitin. Pemeriksaan urine berupa keton,
reduksi di urin, asam organik dan asilglisin.
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk Hipoglikemia :
1. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa 75
gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prandial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam
3. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula
darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam
waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada
orang normal antara 4- 6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang
tersebut menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi.
4. Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
5. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi

Dapus
ADA, 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus Diabetes Care USA. 27 : 55

PERKENI. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia; 2011.

Anda mungkin juga menyukai