Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAWAT DARURAT

DENGAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL

OLEH :

KELOMPOK 12

1. Ni Wayan Sariningsih (17C10053)


2. Made Mega Ayunda Sari (17C10054)

3. Kadek Yuni Dwitri Azhari (17C10055)

4. Kadek Sri Handayani (17C10056)

SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN AJARAN 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan asuhan
keperawatan ini. Dalam makalah yang penulis buat ini, penulis membahas mengenai “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN GAWAT DARURAT DENGAN TRAUMA
MUSKULOSKELETAL”.
Sehubungan dengan tersusunnya asuhan keperawatan ini, penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
setinggi – tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam
penulisan makalah ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada :

1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa,S.Kp.,M.Ng.,Ph.D Selaku Rektor ITEKES BALI.


2. Ibu Ns. Yustina Ni Putu Yusniawati, S.Kep., M.Kep. Selaku Dosen Keperawatan
Gawat Darurat
3. Ns. I Nyoman Arya Mahaputra, M.Kep., Sp KMB Selaku Dosen Keperawatan Gawat
Darurat
4. Rekan – rekan yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Ada pun materi yang diambil dalam pengerjaan makalah ini dibuat dengan melalui
beberapa metode pengerjaanya itu dengan menggunakan sumber bacaan secara langsung dalam
bentuk buku-buku panduan dan melalui informasi langsung dari internet. Mohon maaf apabila
ada kesalahan dan kekeliruan dalam penyusunan makalah ini.

Akhir kata semoga asuhan keperawatan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. 

Denpasar, 04 Oktober 2020

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN

Latar Belakang...............................................................................................1
Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
Tujuan Penulisan............................................................................................ 3

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Trauma Muskuloskeletal............................................................4


2.2 Mekanisme Trauma.................................................................................4
2.3 Fraktur...................................................................................................... 5
a. Definisi Fraktur……………………………………………….…….. . 5
b. Etilogi Fraktur......................................................................................6
c. Tanda dan Gejala Fraktur..................................................................... 6
d. Jenis Fraktur.........................................................................................7
e. Tipe Fraktur..........................................................................................9
f. Prinsip Penatalaksanaan Fraktur...........................................................9
2.4 Dislokasi.................................................................................................. 10
a. Definisi Dislokasi…………………………………………………… 10
b. Etiologi Dislokasi.................................................................................11
c. klasifikasi Dislokasi…………………………………………………. 11
d. Tanda dan Gejala Dislokasi…………………………………………. 12
e. Patofisiologi Dislokasi………………………………………………. 12
f. Komplikasi Dislokasi...........................................................................12
g. Penatalaksanaan Dislokasi...................................................................13

ii
2.5 Sprain.......................................................................................................14
a. Definisi Sprain.....................................................................................14
b. Etiologi Sprain.....................................................................................14
c. Manifestasi Klinis Sprain.....................................................................14
d. Tanda dan Gejala Sprain......................................................................15
e. Patofisiologi Sprain..............................................................................15
f. Pemeriksaan Diagnostik Sprain............................................................ 15
g. PenatalaksanaanSprain......................................................................... 15
2.6 Strain........................................................................................................ 16
a. Definisi Strain………………………………………………………… 16
b. Etiologi Strain………………………………………………………… 17
c. Manifestasi Klinis Strain……………………………………………… 17
d. Patofisiologi Strain……………………………………………………. 17
e. Klasifikasi Strain………………………………………………………. 18
f. Komplikasi Strain……………………………………………………… 20
g. Penatalaksanaan Strain………………………………………………… 20
2.7 Kontusio................................................................................................... 20
a. Definisi Kontusio………………………………………………………. 20
b. Etiologi Kontusio………………………………………………………. 20
c. Manifestasi Klinis Kontusio……………………………………………. 21
d. Gejala Kontusio………………………………………………………… 21
e. Patofisiologi Kontusio………………………………………………….. 22
f. Penatalaksanaan Kontusio………………………………………………. 22

iii
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Pengkajian Keperawatan................................................................................ 24

Diagnosa Keperawatan.................................................................................. 31

Intervensi Keperawatan................................................................................. 32

Implementasi Keperawatan............................................................................ 40

Evaluasi Keperawatan.................................................................................... 40

BAB III : PENUTUP

Kesimpulan.................................................................................................... 42

Saran.............................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA

iv
BABI
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, otot,kartilago,
ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian. Trauma merupakankeadaan ketika seseorang
mengalami cedera dan mengakibatkan trauma yangdisebabkan paling umum adalah kecelakaan
lalulintas, industri, olahraga, dan pekerjaan rumah tangga. Trauma muskuloskeletal adalah
kondisi dimanaterjadinya cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang
menyebabkandisfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi dan
penyangganya (Wijaya, 2019, p. 204). Trauma muskuloskeletal merupakan suatukeadaan ketika
seseorang mengalami cedera pada sistem muskuloskeletal, yaitutulang, sendi otot, ligamen,
kartilago, tendon, fascia, persendian dan brusae yangdisebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
industri, olahraga dan rumah tangga.Sehingga menyebabkan disfungsi pada struktur sistem
musculoskeletal
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu
sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah tangga.
Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orrang per tahun
(Chairudin, 1998). Taruma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-masalah sebagai
berikut.
1.    Biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami trauma.
2.    Resiko kematian yang tinggi.
3.    Prodiktivitas menurun akibat banyak kehilangna waktu bekerja.
4.    Kecatatan sementara dan permanen.
Di masyarakat, seorang perawa/Ners perlu mengetahui perawatan klien trauma
muskuloskletal yang mungkin dijumpai, baik dijalan maupun selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulan suatu
trauma yang menimbulkan masalah pada sistem muskuloskletal dengan melakukan
penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi resiko yang lebih
besar.

1
2

Resiko yang lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian. Peristiwa yang sering
terjadi pada klien dibagi dalam tiga periode waktu sebagai berikut :
1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya (50%).
Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum tulang
belakang bagian atas, kerusakan jantung, oarta, serta pembuluh-pembuluh darah besar.
Kebanyakan klien tidak dapat ditolong an meninggal ditempat.
2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%).
Kematian disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural, hematopneumotoraks,
robekan limpa, laserasi hati, fraktur panggul, serta fraktur multipel dengan resimo besar
akibat perdarahan yang masif.
Sebagian klien pada tahap ini dapat diselamatkan dengan pengetahuan dan
penanggulangan trauma yang memadai.
3. Kematian setelah beberapa hari ampai beberapa minggu setelah taruma (15%). Kematian
biasanya disebabkan oleh kegagalan beberapa organ atau sepsis. Peran perawat dalam
membantu mengurangi resiko tersebut cukup besar. Resiko kegagalan organ dan reaksi
sepsis dapat dikurangi secara signifikan dengan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Penanggulangan klien trauma memerlukan peralatan serta keterampilan khusus yang
tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung keterampilan dan pengetahuan
yang dimiliki setiap Ners bervariasi, serta peralatan yang tersedia kurang memadai.
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan
struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling sering terjadi
akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Laporan Pendahuluan tentang Trauma Muskuloskeletal?


2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Teoritis pada pasien dengan Trauma Muskuloskeletal?
3

1.3. Tujuan Penulisan


Dari rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari pembuatan laporan ini yakni sebagai berikut:

a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui sekaligus memberikan informasi baik mahasiswa maupun kalayak
umum tentang penanganan yang baik dan tepat serta asuhan keperawatan yang tepat
diberikan kepada pasien dengan Trauma Muskuloskeletal.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khususnya yaitu:
1. Untuk mengetahui laporan pendahuluan tentang Trauma Muskuloskeletal;
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Teoritis pada pasien dengan Trauma
Muskuloskeletal..
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Definisi TraumaMuskuloskeletal

Pengertian Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang,


otot,kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian. Trauma merupakankeadaan
ketika seseorang mengalami cedera dan mengakibatkan trauma yangdisebabkan paling
umum adalah kecelakaan lalulintas, industri, olahraga, dan pekerjaan rumah tangga. Trauma
muskuloskeletal adalah kondisi dimanaterjadinya cedera atau trauma pada sistem
muskuloskeletal yang menyebabkandisfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian
yang dilindungi dan penyangganya (Wijaya, 2019, p. 204). Trauma muskuloskeletal
merupakan suatukeadaan ketika seseorang mengalami cedera pada sistem muskuloskeletal,
yaitutulang, sendi otot, ligamen, kartilago, tendon, fascia, persendian dan brusae
yangdisebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga dan rumah tangga.Sehingga
menyebabkan disfungsi pada struktur sistem musculoskeletal

2.2 Mekanisme Trauma

Menentukan mekanisme terjadinya trauma merupakan hal yang penting karena dapat
membantu kita dalam menduga kemungkinan trauma yang mungkin saja tidak segera timbul
setelah kejadian. Trauma musculoskeletal bisa saja dikarenakan oleh berbagai mekanisme.

Ada beberapa macam mekanisme trauma diantaranya:

a. Direct injury
Dimana terjadi fraktur pada saat tulang berbenturan langsung dengan benda keras
seperti dashboard atau bumper mobil.
b. Indirect injury
Terjadi fraktur atau dislokasi karena tulang mengalami benturan yang tidak langsung
seperti frkatur pelpis yang disebabkan oleh lutut membentur dashboard mobil pada
saat terjadi tabrakan.
c. Twistinginjury

4
5

Menyebabkan fraktur, sprain, dan dislokasi, biasa terjadi pada pemain sepak bola dan
pemain sky, yaitu bagian distal kaki tertinggal ketika seseorang menahan kaki ke
tanah sementara kekuatan bagian proksimal kaki meningkat sehingga kekuatan yang
dihasilkan menyebabkan fraktur.
d. Powerfull muscle contraction
Seperti terjadinya kejang pada tetanus yang mungkin bisa merobek otot dari tulang
atau bisa juga membuat fraktur.
e. Fatique fracture
Disebabkan oleh penekanan yang berulang-ulang dan umumnya terjadi pada telapak
kaki setelah berjalan terlalu lama atau berjalan dengan jarak yang sangat jauh.
f. Pathologic fracture
Dapat dilihat pada pasien dengan penyakit kelemahan pada tulang seperti kanker
yang sudah metastase.

2.3 Fraktur

a. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang menjadi dua bagian atau
lebih sehingga menimbulkan gerakan yang abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Apabila
terjadi fraktur maka tulang harus diimobilisasi untuk mengurangi terjadinya cedera
berkelanjutan dan untuk mengurangi rasa sakit pasien.

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan
oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering
mengalami fraktur daripada lakilaki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse (Reeves, Roux,
Lockhart, 2001).
6

Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang


akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon
berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan
ketidak nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri
dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu
tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk
beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan (Engram, 1999)

b. Etiologi

a. Fraktur terjadi karena tekanan yang menimpa tulang kebih besar daripada
daya tulang akibar trauma

b. Fraktur karena penyakit tulang seperti Tumor Osteoporosis yang disebut


Fraktur Patologis.

c. Fraktur Stress/ Fatique (akibat dari penggunaan tulang yang berulang-


ulang).

c. Tanda dan Gejala Fraktur

Gejala yang paling umum pada fraktur adalah rasa nyeri yang terlokalisir
pada bagian fraktur. Biasanya pasien mengatakan ada yang menggigitnya atau
merasakan ada tulang yang patah. Apa yang dikatakan pasien merupakan
sumber informasi yang akurat.

Pada pasien dengan multiple trauma, fraktur adalah trauma yang paling
nyata dan dramatis juga hal yang paling serius. Oleh karena itu lakukan
primary survey dan lakukan tindakan penanganan trauma dan lakukan
stabilisasi jika memungkinkan.

a. Swelling
Terjadi karena kebocoran cairan ekstra seluler dan darah dari
pembuluh darah yang telah rupture pada fraktur pangkal tulang.
b. Deformitas
7

Pada kaki dapat menandakan adanya trauma skeletal.


c. Tenderness
Sampai palpitasi biasanya terlokalisir diatasbare trauma skeletal yang
dapat dirasakan dengan penekanan secara halus di sepanjang tulang.
d. Krepitasi
Terjadi bila bagian tulang yang patah bergesekan dengan tulang yang
lainnya. Hal ini dapat dikaji selama pemasangan splin. Jangan
berusaha untuk mereposisi karena dapat menyebabkan nyeri trauma
lebih lanjut.
e. Disability
Juga termasuk karakteristik dari kebanyakan trauma skeletal pasien
dengan fraktur akan berusaha menahan lokasi trauma tetap pada posisi
yang nyaman dan akan menolak menggerakannya. Bahkan pada pasien
dengan dislokasi akan menolak untuk menggerakkan ekstremitas yang
mengalami dislokasi.
f. Exposed bone ends
Didiagnosa sebagai trauma terbuka atau compound fraktur. Periksa
pulsasi, gerakan dan sensori di bagian distal pada setiap pasien dengan
trauma musculoskeletal.

d. Jenis Fraktur
a. Fraktur Tertutup (Simple Fracture)
Fraktur tertutup adalah keadaan patah tulang tanpa disertai hilangnya
integritas kulit. Fraktur tertutup dapat menjadi salah satu pencetus terjadinya
perdarahan internal kekompartemen jaringan dan dapat menyebabkan kehilangan
darah sekitar 500 cc tiap fraktur. Setiap sisi patahan memiliki potensi untuk
menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar akibat laserasi pembuluh
darah di dekat sisi patahan.
Fraktur tertutup biasanya disertai dengan pembengkakan dan hematom.
Strain dan sprain mungkin akan memberikan gejala seperti fraktur tertutup. Dan
karena diagnosis pasti terjadinya fraktur hanya dapat dilakukan dengan
8

pemeriksaan radiologi, maka berilah penanganan strain dan sprain seperti


penanganan tehadap fraktur tertutup.
b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture)
Fraktur terbuka adalah keadaan patah tulang yang disertai gangguan
integritas kulit. Hal ini biasanya disebabkan oleh ujung tulang yang menembus
kulit atau akibat laserasi kulit yang terkena benda-benda dari luar pada saat
cedera.
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur terbuka adalah perdarahan
eksternal, kerusakan lebih lanjut pada otot-otot dan saraf serta terjadinya
kontaminasi. Sangat penting untuk mengenal adanya luka didekat fraktur karena
bisa menjadi pintu masuk dari kontaminasi kuman.
Fraktur terbuka dapat ditemukan dengan mudah pada penderita trauma.
Adanya luka terbuka didekat daerah yang diduga terjadi fraktur, harus
dipertimbangkan sebagai fraktur terbuka dan harus diberikan penanganan seperti
fraktur terbuka. Denyut nadi, pergerakan, sensasi dan warna kulit harus segera
dinilai dan terus dilakukan penilaian ulang secara berkala.
9

e. Tipe Fraktur
a. Fraktur Trasversal
Garis frakturnya memotong melintang dari arah luar sampai menembus
bagian tengah secara tegak lurus dari tulang biasanya disebabkan oleh
kecelakaan langsung.
b. Fraktur Greenstick
Terjadi pada anak dimana tulang masih bisa dibengkokan seperti dahan yang
masih muda dan garis frakturnya melintang lurus pada bagian luar dari tulang
perpendicular sampai batas tengah tulang.
c. Fraktur Spiral
Biasanya terjadi karena kecelakaan memutar (terpelintir) dan garis frakturnya
tidak rata
d. Fraktur Oblique
Garis fraktur melintang pada tulang tegak lurus dan oblik.
e. Fraktur Comminuted
Dimana tulang terbagi menjadi lebih dari dua bagian.

f. Prinsip Penatalaksanaan Fraktur

Kejadian fraktur jarang yang mengancam nyawa, meskipun demikian


penanganan pada kejadian yang mengancam nyawa telah dilaksanakan sampai
kondisi pasien stabil. Pertahankan jalan napas, control perdarahan, tutup luka
terbuka pada dada dan lakukan resusitasi cairan. Jika telah selesai barulah
identifikasi dan imobilisasi semua fraktur dan siapkan untuk transportasi
10

a. Penatalaksanaan Fraktur
1. Stabilkan jalan napas.
2. Kontrol perdarahan.
3. Tutup sucking chest wound (luka terbuka pada dada).
4. Resusitasi cairan.
5. Jika ada fraktur terbuka, balut luka sebelum melakukan pembidaian
dan jangan mendorong kembali tulang yang terlihat.
6. Jangan pernah berusaha untuk meluruskan fraktur termasuk sendi-
sendi, meskipun ada beberapa tulang pada fraktur yang dapat
diluruskan.
7. Tourniket tidak dianjurkan pada fraktur terbuka kecuali pada trauma
amputasi atau anggota gerak yang sudah tidak dapat diselamatkan lagi.
8. Imobilisasi ekstremitas sebelum memindahkan pasien dan imobilisasi
sendi bagian atas dan bawah dari tulang yang fraktur.

b. Tujuan Imobilisasi
1. Untuk menjaga fraktur tertutup agar jangan menjadi fraktur terbuka.
Hal ini mungkin terjadi jika ujung tulang yang fraktur masih dapat
bergerak bebas ketika pasien dipindahkan.
2. Untuk mencegah kerusakan sekitar nervus, pembuluh darah dan
jaringan yang lain dari ujung tulang yang fraktur.
3. Untuk meminimalkan perdarahan dan bengkak.
4. Untuk mengurangi nyeri.

2.4 Dislokasi

a. Definisi

Dislokasi adalah keluarnya pangkal tulang dari permukaan articular, kadang-


kadang disertai dengan robeknya ligament yang seharusnya menahan pangkal tulang agar
tetap berada pada tempatnya. Persendian yang biasanya terkenal adalah bahu, siku,
panggul dan pergelangan.
11

b.Etiologi

Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi,
diantaranya :

1. Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.


2. Trauma akibat kecelakaan
3. Trauma akibat pembedahan ortoped
4. Terjadi infeksi di sekitar sendi    
c.Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dislokasi congenital: terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik: akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
Misalnyatumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic: kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf
rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan
mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular.
Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi
menjadi :
- Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri
akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
- Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi
dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint
dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya
12

ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
d. Tanda dan gejala
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Paralisis
4. Hilangnya pulsasi (jika tekan nervus dan pembuluh darah).

Pada kebanyakan kasus pada pasien dengan fraktur atau dislokasi selalu
cek nadi, kekuatan otot dan sensasi (pulsasi, motorik dan sensorik) pada bagian
distal daerah yang terluka. Hilangnya pulsasi berarti ekstremitas dalam keadaan
yang membahayakan dan transportasi ke rumah sakit seharusnya tidak ditunda.
Informasikan terlebih dahulu ke rumah sakit yang akan dituju agar petugas dan
dokter bedah tulang telah siap ketika pasien tiba.

e. Patofisiologi

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong


kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-
kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat
mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan
mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi dan bawah
karakoid).

f. Komplikasi
a. Komplikasi Dini
1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tesebut.
2. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.\
3. Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjut.
13

1. Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat


mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang
berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara
otomatis membatasi abduksi.
2. Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
3. Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
4. Kelemahan otot

g. Penatalaksanaan Dislokasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan dislokasi adalah imobilisasi pasien pada
posisinya saat pertama kali ditemukan. Jangan coba meluruskan atau mengurangi
dislokasi kecuali jika ada seorang ahli. Lakukan imobilisasi pada bagian atas dan
bawah sendi yang dislokasi untuk menjaga kestabilan waktu transport.
Mungkin satu-satunya dislokasi yang paling berbahaya pada ektremitas bawah
adalah dislokasi pada lutut, sedangkan dislokasi pada pergelangan, siku, bahu,
panggul an pergelangan kaki masih dapat ditoleransi 2 atau 3 jam tanpa adanya
bahaya kerusakan permanen.

Bagaimanapun juga ketika menolong pasien dengan dislokasi lutut dan


tidak ada pulsasi pada bagian distal. Maka harus dikoreksi dalam waktu 1 atau 2
jam setelah terjadi trauma. Dan seharusnya waktu sejak terjadinya kecelakaan
hingga sampai ke rumah sakit tidak lebih dari 1 jam.
14

2.5 Sprain

a. Definisi

Sprain adalah injuri dimana sebagian ligament robek, biasanya disebabkan


memutar secara mendadak dimana sendi bergerak melebihi batas normal. Organ
yang sering terkena biasanya lutut, dan pergelangan kaki, cirri utamanya adalah
nyeri, bengkak dan kebiruan pada daerah injuri.

Untuk membedakan fraktur dan dislokasi, sprain biasanya tidak disertai


deformitas. Bagaimanapun juga lebih bail lakukan penanganan sprain seperti
penanganan fraktur lalu imobilisasi. Biarkan sendiyang mengalami sprain pada
posisi elevasi dan berikan kompres dingin jika mungkin.

b.Etiologi
1. Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang
normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.
2. Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari posisi
normalnya karena anda terjatuh, terpukul atau terkilir.
c.Manifestasi klinis
1. Nyeri
2. Inflamasi/peradangan
3. Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
15

d. Tanda Dan Gejala


1. Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
2. Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
3. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
4. Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan

e. Patofisiologi
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi,
yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong /
mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi
pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah
raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi
lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak
semestinya tanpa diselingi peredaan (Brunner & Suddart,2001: 2357)
f. Pemeriksaan Diagnostik
a. Riwayat:
1. Tekanan
2. Tarikan tanpa peredaan
3. Daya yang tidak semestinya
b. Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal .

g. Penatalaksanaan
a.  Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-
pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
b. Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri
dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral
setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
16

c. Elektromekanis.
1. Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
2. Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau
pengendongan (sung)
3. Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
4. Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung
jaringan yang sakit.
5. Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan
kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.
2.6 Strain

a. Definisi

Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan, peregangan


berlebihan, atay stres yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis tidak
komplet dengan perdarahan kedalam jaringan (Brunner & Suddart, 2001: 2355 ).

Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot di sekitar
sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain tidak ada deformitas atau
bengkak. Strain lebih baik ditangani dengan menghilangkan beban pada daerah
yang mengalami injuri.

Jika tidak ada keraguan pada injuri diatas, imobilisasi ekstremitas dan
evaluasi dilanjutkan di ruang gawat darurat.
17

b.Etiologi
1. Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak,
seperti pada pelari atau pelompat.
2. Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.
3. Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang
berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan
pada tendon).

c.Manifestasi Klinis
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:
1. Nyeri
2. Spasme otot
3. Kehilangan kekuatan
4. Keterbatasan lingkup gerak sendi.
5. Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena
penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan :
6. Tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tennis bisa
mendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-
menerus dari servis yang berulang-ulang.

d. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung
(impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik
pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi
,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring
(otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan membengkak (Chairudin
Rasjad,1998).
18

e. Klasifikasi Strain
 Derajat I/Mild Strain (Ringan) 
Derajat i/mild strain (ringan)  yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang
berlebihan pada penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa
stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament (Chairudin Rasjad,1998).
a.     Gejala yang timbul :
1. Nyeri local
2. Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
b. Tanda-tandanya :
1. Adanya spasme otot ringan
2. Bengkak
3. Gangguan kekuatan otot
4. Fungsi yang sangat ringan
c.   Komplikasi
1. Strain dapat berulang
2. Tendonitis
3. Perioritis
d. Perubahan patologi
Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon
namuntanda perdarahan yang besar.
e. Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi
dan elevasi,terapi latihan yang dapat membantu mengembalikan kekuatan
otot.
 Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous
akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan.
a.       Gejala yang timbul
1. Nyeri local
2. Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
3. Spasme otot sedang
19

4. Bengkak
5. Tenderness
6. Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
b.      Komplikasi sama seperti pada derajat I :
1. Strain dapat berulang
2. Tendonitis
3. Perioritis
c.       Terapi :
1. Immobilisasi pada daerah cidera
2. Istirahat
3. Kompresi
4. Elevasi
f. Perubahan patologi  :
Adanya robekan serabut otot
 Derajat III/Strain Severe (Berat)
Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya tekanan/penguluran mendadakyang
cukup berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan
ketidakstabilan sendi.
a.    Gejala :
1. Nyeri yang berat
2. Adanya stabilitas
3. Spasme
4. Kuat
5. Bengkak
6. Tenderness
7. Gangguan fungsi otot
b. Komplikasi :
Distabilitas yang sama
c. Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
d. Terapi:
20

Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikanfungsinya.

f.Komplikasi
1. Strain yang berulang
2. Tendonitis
g. Penatalaksanaan
1. Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
2. Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol
pembengkakan.
3. Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan
secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan
edema dan ketidaknyamanan.
4. Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa
biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama
30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk
menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan memperoleh
kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan konservatif

2.7 Kontusio
a. Definisi
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan,
tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit.
Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga
darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)

b. Etiologi
1. Benturan benda keras.
2. Pukulan.
3. Tendangan/jatuh
21

c. Manifestasi Klinis
1. Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis)karena rupture pembuluh darah kecil,
juga berhubungan dengan fraktur.
2. Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
3. Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan
darah yang banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).
\
d. Gejala
1. Nyeri
2. Bengkak
3. Perubahan warna
4. Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau/kuning, sekitar satu minggu
kemudian, begkak yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan terbatas.
5. Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau ungunya beberapa
hari setelah terjadinya cedera.
6. Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit. \
7. Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang terbatas
disebut hematoma.
8. Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang
menyertai sedang sampai berat (Hartono Satmoko, 1993:191)
22

e. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan
kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak dibanding
orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari pembuluhnya ke
jaringan, kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat
terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah
menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono Satmoko,
1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalamifagositosis dan didaurulang
oleh makrofag. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan hasil reaksi
konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi
menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap
mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah,
jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus
baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila
fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993:
192).

f. Penatalaksanaan
1. Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.
2. Tinggikan daerah injury.
3. Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian)
untuk  vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman.
4.   Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30
menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi.
5. Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak.
6. Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi
(Brunner & Suddart,2001: 2355).
7. Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio
adalah sebagai berikut:
23

8.  Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.


9.  Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan
jaringan-jaringan lunak yang rusak.
10. Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan
berikutnya.

WOC Terlampir,
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS GAWAT DARURAT PADA SISTEM


MUSKULOSKELETAL

3.1 Tinjauan Teori AsuhanKeperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mana dilakukan
pengumpulan data, pengelompokan data, serta analisa data yang menghasilkan suatu
masalah keperawatan yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, dan review
catatan sebelumnya. Pengkajian dalam keperawatan gawat darurat dilakukan dengan
primary survey dan secondary survey. Proses pengumpulan data primer dan sekunder
terfokus tentang status kseeshatan pasien gawat darurat di rumah sakit secara sistematik,
akurat, dan berkesinambungan. (Khumairoh,2013).
1. PengkajianPrimer

a. Airway

Tindakan pertama kali yang dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien


dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
gangguan/sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan
jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Yang perlu diperhatikan dalam
pengkajian airway pada pasien antara lain :
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas denganbebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obtruksi jalan nafas pada pasien, seperti:
a) Adanya snoring ataugargling

b) Stridor atau suara nafas tidaknormal

c) Agitasi(hipoksia)

d) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements


e) Sianosis

24
25

3) Lihat dan dengar bukti adanya masalah pada saluran nafas bagian atas
potensial penyebab obtruksi, seperti muntahan danperdarahan.
4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
5) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
beriso untuk mengalami cedera tulang belakang.
6) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi:
a) Chin lift / jawthrust

b) Lakukansuction

c) Oropharyngealairway /nasopharyngealairway, laryngeal


maskairway
d) Lakukanintubasi

b. Breathing

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Yang perlu diperhatikan dalam
pengkajian breathing pada pasien antara lain :
1) Look, listen, dan feel : lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasipasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernafasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sianosis, penetrating injury.
b) Palpasi untuk menilai adanya pergeseran trakea, fraktur
ruling iga, subcutaneousemphysema
c) Auskultasi untuk menilai adanya suara abnormal pada dada.
2) Observasi prgerakan dinding dadapasien.

3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien, kaji lebih


lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien
c. Circulation
26

Pengkajian circulation dilakukan untuk melihat ada atau tidak tanda syok atau
perdarahan pada pasien. Hipovolomia adalah penyebab syok paling umum pada
trauma. Diagnosis syok didasarkan pada temuan klinis : hipotensi, takikardia,
hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill , dan
penurunan produksi urin. Langkah-langkah dalam pengkajian status sirkulasi
pasien, antara lain:
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jikadiperlukan

2) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan


memberikan penekanan secaralangsung.
3) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi
atauhipoksia.
d. Disability

Dilakukan suatu pemeriksaan neurologis yang cepat. Pemeriksaan neurologis ini


terdiri dari pemeriksaan tingkat kesadaran pasien, ukuran dan respon pupil, tanda-
tanda lateralisasi, dan tingkat cedera korda spinalis. Pengkajian disability dikaji
dengan menggunakan skala AVPU :

1) Alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi


perintah yangdiberikan
2) Vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak dapatdimengerti.
3) Respon to pain, harus dinilai keempat tungkaijika ektremitas awal
yang digunakan untuk mengkaji gagal untukmerespon.
4) Unrespond, jika pasien tidak merespon baik itu stimulus nyeri.
e. Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, pasien harus dibuka keseluruhan
pakaiannya untuk memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki
cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang
perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos
pasien hanya selama pemeriksaan ekternal. Setelah semua pemeriksaan telah
27

selesai dilakuakn, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang.

2. Pengkajiansekunder
Pengkajian sekunder/secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe , dari depan hingga belakang. Secondary surey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok
atau tanda- tanda syok telah mulai membaik.
a. Anamnesis

Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat


dari pasien dan keluarga, yaitu A : alergi (adakah alergi pada pasien,
seperti obat-obatan, plester, makanan), M : medikasi/obat-obatan
(obat-obatan yang diminum), P:pertinent medical history (riwayat
medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya apa,
berapa dosisnya), L : last meal (obat atau makanan yang baru saja
dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian), E : events,
hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhanutama).
1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,


pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan


dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
3) Keluhanutama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien


28

saat pengkajian. Biasanya pasien akan mengeluh nyeri.


4) RiwayatKesehatan

a) Riwayat kesehatansekarang

Merupakan pengembangan dari keluhan utama melalui


metode PQRST, paliatif atau provokatif (P)
yaitufocusutamakeluhanklien,qualityataukualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R)
yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri tersebut.

b) Riwayat kesehatan yanglalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau


pernah di riwayat sebelumnya.

b. Pemeriksaanfisik

1) Kepala : Lakukan inspeksi dan palpasi pada seluruh kepala dan


wajah untuk mengetahui adanya pigmentasi, laserasi, massa,
kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, dan
nyeritekan.
2) Wajah

a) Mata : Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil


apakah isokor atau anisokor serta bagaimana refleks
cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis,
adanya icterus, ketajaman mata (macies visus dan acies
campus), apakah konjungtiva anemis atau adanyakemerahan.
b) Hidung : Periksa danya perdarahan, perasaan nyeri,
penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas lakukan
palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatufraktur.
29

c) Telinga : Periksa danya nyeri tinnitus, pembengkakan,


penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa dengan
senter mengenai keutuhan membrane timpani atau
adanyahemotimpanum.
d) Mulut : Inspeksi pada bagian mukosa, adanyalesi.

3) Toraks

a) Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping, dan


belakang untuk mengetahui adanya trauma tumpul/tajam,
luka, lecet, memar, ruam, ekimosis, bekas luka, frekuensi dan
kedalaman pernafasan, kesimetrisan expansi dinding dada,
penggunaan otot pernafasan tambahan, frekuensidan

irama denyut jantung.


b) Palpasi : Palpasi seluruh dinding dada untuk mengetahui
adanya trauma tajam/tumpul.
c) Perkusi : Untuk mengetahui kemungkinan hipersonor
dankeredupan.
d) Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki,
wheezing) dan bunyi jantung (murmur,gallop)
4) Abdomen : Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk
adanya trauma tajam, tumpul, dan perdarahan internal, adakah
distensi abdomen, acites, luka, memar. Auskultasi bising usus,
perkusi abdomen untuk mendapatkan nyeri lepas (ringan). Palpasi
abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegaly.
5) Ektremitas : Inspeksi adanya kemerahan, edema, ruam, lesi,
paralisis, atropi/hipertropi, pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger, serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill, palpasi untuk memeriksa denyut nadidistal.
6) Punggung : Memeriksa punggung dilakukan dengan log roll,
memerikasa pasien dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh.
30

Periksa adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ruam, lesi, dan


edema sertanyeri.
7) Neurologis : Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi
pemeriksaan tingkat kesadaran, ukran dan reaksi pupil. Pada
pemeriksaan neurologis inspeksi adanya kejang, twitching,
parese, hemiplegia tau hemiparase (gangguan peregerakan),
distaksia (kesukaran dalammengkoordinasi

otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan


respon sensori. (Khumairoh, 2013)

8) Aktivitas/ istirahat : kehilangan fungsi pada bagian yang terkena


trauma, keterbatasan mobilitas

9) Sirkulasi : Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/


ansietas), hipotensi (respon terhadap kehilangan darah), takikardia,
penurunan nadi pada bagian distal yang cedera, CRT melambat,
neurosensory, kesemutan, adanya deformitas, kelemahan

10) Kenyamanan : nyeri tiba-tiba saat cidera, spasme/ kram otot

11) Keamanan : laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna,


pembengkakan lokal

B. DiagnosaKeperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia


terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan terhadap
respon tersebut dari seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada trauma Muskuloskeletal.
NANDA(2015&2018):

a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen


tulang, edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat /traksi.

b. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur


terbuka : bedah permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi,
31

sirkulasi, akumulasi eksresi atau sekret / immobilisasi fisik.


c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar
fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler.

d. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan


dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih,
hipovolemik dan pembentukantrombus.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit dan trauma jaringan.

f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi,
tidak mengenal sumberinformasi.

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1 Nyeri (akut) Setelah diberikan 1. Kaji karakteristik 1. Membantu dalam
berhubungan asuhan keperawatan nyeri, lokasi, mengidentifikasi
dengan spasme selama…x…jam intensitas, derajat
otot, gerakan diharapkan nyeri yang lamanya, dan ketidaknyamanan
fragmen tulang, dialami klien penyebab nyeri dan kebutuhan
edema, cedera berkurang dengan (PQRST) untuk / keefektifan
pada jaringan kriteria hasil : 2. Pertahankan analgesic.
lunak, 1. Klien menyatakan immobilisasi 2. Meminimalkan
pemasangan alat nyeri berkurang. bagian yang sakit nyeri dan
/traksi. 2. Klien menunjukkan dengan tirah mencegah
penggunaan baring, gips, kesalahan posisi
keterampilan pembebat, dan tulang / tegangan
relaksasi dan traksi. jaringan yang
aktifitas terapetik 3. Tinggikan dan cedera.
sesuai indikasi sokong ekstremitas
32

untuk situasi yangterkena. 3. Menurunkan aliran


individual. 4. Bantu pasien balik vena,
3. Edema berkurang / dalam melakukan menurunkan
hilang. gerakan pasif/aktif. edema, dan rasa
4. Tekanan darah 5. Berikan alternatif nyeri
normal. tindakan 4. Mempertahankan
5. Tidak ada kenyamanan kekuatan /
peningkatan nadi (massage, mobilisasi otot
dan pernapasan. perubahan posisi). yang sakit
6. Dorong
penggunaan teknik 5. Meningkatkan
manajemen stress. sirkulasi umum,
7. Kolaborasi dengan mengurangi area
dokter tekanan dan
pemberiananalgeti kelelahan. otot.
k. 6. Mengurangi
sensasi nyeri.

7. Diberikan untuk
mengurangi nyeri
dan spasme otot.
2 Kerusakan Setelah diberikan 1. Kaji kulit untuk 1. Memberikan
integritas kulit / asuhan keperawatan luka terbuka, informasi
jaringan selama…x…jam kemerahan, gangguan sirkulasi
berhubungan diharapkan kerusakan perdarahan, kulit dan masalah-
dengan fraktur integritas kulit/ perubahan warna. masalah yang
terbuka : bedah jaringan dapat diatasi 2. Massage kulit mungkin
permukaan ; dengan kriteria hasil : dan tempat yang disebabkan oleh
pemasangan 1. Penyembuhan luka menonjol, penggunaan traksi,
kawat, sesuai waktu. pertahankan terbentuknya
perubahan 2. Tidak ada laserasi, tempat tidur yang edema
33

sensasi, integritas kulit baik. kering dan bebas 2. Menurunkan


sirkulasi, kerutan tekanan pada area
akumulasi 3. Rubah posisi yang peka dan
eksresi atau selang seling resiko
sekret / sesuai indikasi abrasi/kerusakan
immobilisasi 4. Gunakan bed kulit.
fisik. matres / air 3. Mengurangi
matres. penekanan yang
terus-menerus pada
posisi tertentu.
4. Mencegah
perlukaan setiap
anggota tubuh dan
untuk anggota
tubuh yang kurang
gerak efektif untuk
mencegah
penurunan
sirkulasi.
3 Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji derajat 1. Mengetahui
mobilitas fisik asuhan keperawatan imobilitas yang persepsi diri pasien
berhubungan selama…x…jam dihasilkan oleh mengenai
dengan cedera diharapkan mobilitas cedera/pengobatan keterbatasan fisik
jaringan sekitar fisik klien kembali danperhatikan aktual,
fraktur dan secara normal dengan persepsi pasien mendapatkan
kerusakan kriteria hasil : terhadap informasi dan
rangka imobilisasi. menentukan
neuromuskuler. 1. Klien akan 2. Instruksikan dan informasi dalam
meningkat/ bantu pasien dalam meningkatkan
mempertahankan rentang gerak kemajuan
mobilitas pada aktif/pasif pada kesehatan pasien.
34

tingkat ekstremitas yang 2. Meningkatkan


kenyamanan yang sakit dan yang tak aliran darah ke otot
lebih tinggi. sakit. dan tulang untuk
2. Klien 3. Tempatkan dalam meningkatkan
mempertahankan posisi telentang tonus otot,
posisi /fungsional. secara periodik mempertahankan
3. Klien bila mungkin, bila gerak sendi,
meningkatkan traksi digunakan mencegah
kekuatan /fungsi untuk kontraktur/atrofi
yang sakit dan menstabilkan 3. Menurunkan resiko
mengkompensasi fraktur tungkai kontraktur fleksi
bagian tubuh. bawah. panggul.
4. Klien menunjukkan 4. Instruksikan 4. Meningkatkan
teknik yang mampu keamanan dalam kekuatan otot dan
melakukan menggunakan alat sirkulasi.
aktifitas. mobilisasi. 5. Mobilisasi dini
5. Anjurkan klien menurunkan
untuk merubah komplikasi tirah
posisi baring (contoh
6. Konsul dengan ahli flebitis)
terapi fisik/okupasi 6. Berguna dalan
dan atau membuat aktivitas
rehabilitasispesiali individual/program
s. latihan.
4 Resiko tinggi Setelah diberikan 1. Kaji kembalinya 1. Pulsasi perifer,
terhadap asuhan keperawatan kapiler, warna kembalinya perifer,
disfungsi selama…x…jam kulit dan warna kulit dan
neurovaskuler diharapkan disfungsi kehangatan bagian rasa dapat normal
perifer neurovaskuler perifer distal darifraktur. terjadi dengan
berhubungan tidak terjadi. 2. Kaji status adanya
dengan aliran dengan kriteria hasil : neuromuskuler, comfartemen
35

darah; cedera 1. Mempertahankan catat perubahan syndrome


vaskuler perfusi jaringan motorik / fungsi 2. Lemahnya
langsung, yang ditandai sensorik. rasa/kebal,
edema berlebih, dengan terabanya 3. Kaji kemampuan meningkatnya
hipovolemik pulsasi. dorso fleksi jari- penyebaran rasa
dan 2. Kulit hangat dan jarikaki. sakit terjadi ketika
pembentukan kering. 4. Monitor posisi / sirkulasi ke saraf
trombus. 3. Perabaan normal. lokasi ring tidak adekuat atau
4. Tanda vital stabil. penyanggabidai. adanya trauma
5. Urine output yang 5. Monitor vital sign, pada syaraf.
adekuat pertahanan tanda- 3. Panjang dan posisi
tanda syaraf peritoneal
pucat/cyanosis meningkatkan
umum, kulit resiko terjadinya
dingin, perubahan injuri dengan
6. Pertahankan adanya fraktur di
elevasi dari kaki,
ekstremitas yang edema/comfarteme
cedera jika tidak n
kontraindikasiden syndrome/malposis
gan adanya i dari peralatan
compartemen traksi.
syndrome. 4. Peralatan traksi
dapat menekan
pembuluh
darah/syaraf,
khususnya di aksila
dapat
menyebabkan
iskemik dan luka
permanen.
36

5. Inadekuat volume
sirkulasi akan
mempengaruhi
sistem perfusi
jaringan.
6. Mencegah aliran
vena / mengurangi
edema.
5 Resiko infeksi Setelah diberikan 1. Inspeksi kulit 1. Pen atau kawat
berhubungan asuhan keperawatan untuk mengetahui yang dipasang
dengan tidak selama…x…jam adanya iritasi atau masuik melalui
adekuatnya diharapkan agar tidak robekankontinuita kulit dapat
pertahanan terjadinya infeksi s. memungkinkan
primer, dengan kriteria hasil : 2. Kaji sisi pen/kulit terjadinya infeksi
kerusakan kulit 1. Mencapai perhatikan tulang.
dan trauma penyembuhan luka keluhan 2. Dapat
jaringan. sesuai waktu. peningkatan mengindikasi
2. Bebas drainase nyeri/rasa terbakar timbulnya infeksi
purulen, eritema atau adanya lokal/nekrosis
dan demam. edema, eritema, jaringan dan dapat
3. Tidak ada tanda- drainase/bau tak menimbulkan
tanda infeksi. enak. osteomielitis.
3. Berikan perawatan 3. Dapat mencegah
pen/kawat steril kontaminasi silang
sesuai protokol dan kemungkinan
dan latihan infeksi.
mencuci tangan 4. Tanda perkiraan
4. Observasi luka infeksi gangren.
untuk 5. Kekakuan otot,
pembentukan bula, spasme tonik otot
krepitasi, rahang dan disfagia
37

perubahan warna menunjukkan


kulit kecoklatan, terjadinya tetanus.
bau drainase yang 6. Dapat
tak enak/asam. mengindikasikan
5. Kaji tonus otot, terjadinya
refleks tendon osteomielitis.
dalam dan 7. Adanya drainase
kemampuan purulen akan
untukberbicara. memerlukan
6. Selidiki nyeri tiba- kewaspadaan
tiba/keterbatasan luka/linen untuk
gerakan dengan mencegah
oedema kontaminasi silang.
lokal/eritema 8. Antibiotik
ektremitas cedera. spektrum luas
7. Lakukan prosedur dapat digunakan
isolasi. secara profilaktik
8. Berikan obat atau dapat
sesuai indikasi ditujukan pada
seperti antibiotik mikroorganisme
IV/topikal dan khusus.
Tetanustoksoid.
6 Kurang Setelah diberikan 1. Kaji ulang 1. Memberikan dasar
pengetahuan asuhan keperawatan patologi, pengetahuan
tentang kondisi selama…x…jam prognosis dan dimana pasien
dan kebutuhan diharapkan harapan yang akan dapat membuat
pengobatan pemahaman dan datang. pilihan informasi.
berhubungan pengetahuan klien dan 2. Beri penguatan 2. Banyak fraktur
dengan kurang keluarga bertambah. metode mobilitas memerlukan gips,
informasi, salah dengan kriteria hasil : dan ambulasi bebat atau
interpretasi 1. Menyatakan sesuai instruksi penjepit selama
38

informasi, tidak pehaman kondisi, dengan terapis proses


mengenal prognosis dan fisik bila penyembuhan.
sumber pengobatan. diindikasikan. 3. Kerusakan lanjut
informasi. 2. Melakukan 3. Buat daftar dan pelambatan
dengan benar aktivitas dimana penyembuhan
prosedur yang pasien dapat dapat terjadi
diperlukan dan melakukannya sekunder terhadap
menjelaskan secara mandiri dan ketidaktepatan
alasan yang memerlukan pengguanaan alat
bantuan. ambulasi.
4. Dorong pasien 4. Penyusunan
untuk melanjutkan aktivitas sekitar
latihan aktif untuk kebutuhan dan
sendi di atas dab yang memerlukan
di bawah fraktur. bantuan.
5. Diskusikan 5. Mencegah
pentingnya kekakuan sendi,
perjanjian kontraktur dan
evaluasiklinis. kelelahan otot,
6. Informasikan meningkatkan
pasien bahwa otot kembalinya
dapat tampak aktivitas sehari-
lembek dan atrofi hari secara dini.
(massa otot 6. Penyembuhan
kurang). fraktur
7. Anjurkan untuk memerlukan
memberikan waktu tahunan
sokongan pada untuk sembuh
sendi di atas dan lengkap dan kerja
di bawah bagian sama pasien
yang sakit dan dalam program
39

gunakan alat bantu pengobatan


mobilitas, contoh membantu untuk
verban elastis, penyatuan yang
bebat, penahan, tepat dari tulang.
kruk, walker atau 7. Kekuatan otot
tongkat. akan menurun dan
rasa sakit yang
baru dan nyeri
sementara akan
menurun

D. Implementasi Keperawatan

Perawat mengimplementasikan dari rencana keperawatan yang telah disusun


bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Implementasi keperawatan
terdiri dari 7 proses yaitu:

a. Bekerja sama dengan pasien dalam pelaksanaan


tindakan Keperawatan.
b. Kolaborasi profesi kesehatan, meningkatkan
status kesehatan.
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah kesehatan klien.
d. Melakukan supervisi terhadap tenaga
pelaksanaan, tenaga keperawatan dibawah tanggung jawabnya.
e. Menjadi coordinator pelayanan dan advokasi
terhadap klien tentang status kesehatan dan fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.
f. Memberikan pendidikan kepada klien tentang
status keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien
memodifikasi lingkungan yang digunakan.
g. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan
tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.
40

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keoperawatan dengan cara melakukan
identitas sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tidakan
keperawatan dengan criteria hasil. Menurut Nursalam (2008), pada tahapan evaluasi ini
terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasiselama
proses perawatan berlangsung (evaluasi proses) dan kegiatan melakukan evalusia dengan
targettujuan yang diharapkan (evaluasi hasil).

1. Evaluasi proses (evaluasi formatif)


Fokus padaevaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus dilaksanakan segera
setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai
efektifitas intervensi tersebut. Metode pengumpulan data evaluasi ini
menggunakan analisis rencana sduhan keperawatan, open chart audit, pertemuaan
kelompok, wawancara, observasi, dan menggunakan form evaluasi. System
penulisannya dapat menggunakan system SOAP.
2. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)

Focus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah pada perubahan


perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Evaluasi ini
dilakukan pada akhirnya asuhan keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil
bersifat objektif, fleksibel, dan efesien. Metode pelaksanaannya terdiri dari close
chart audit, wawancara pada pertemuan terakhir asuhan, dan pertanyaan kepada
klien dan keluarga.
41
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, otot,kartilago,
ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian. Trauma merupakankeadaan ketika
seseorang mengalami cedera dan mengakibatkan trauma yangdisebabkan paling umum
adalah kecelakaan lalulintas, industri, olahraga, dan pekerjaan rumah tangga. Trauma
muskuloskeletal adalah kondisi dimanaterjadinya cedera atau trauma pada sistem
muskuloskeletal yang menyebabkandisfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada
bagian yang dilindungi dan penyangganya
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya
dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling
sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan
dislokasi.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan
lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai
jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh. Sprain adalah bentuk cidera berupa
penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang menghubungkan tulang
dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Strain adalah
bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous (otot
dan tendon) sedangkan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi.

4.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
kita tentang asuhan keperawatan klien dengan trauma  musculoskeletal : kontusio,
sprain, strain dan dislokasi. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima
Kasih.

42
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta :FKUI


http://akhmadrapiuddin.blogspot.com/2009/06/makalah-medula-spinalis.html.
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/17/trauma-medula-spinalis
Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10.
Jakarta:EGC.
Nanda. (2016). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.
Andri Andreas.Dr. 2012. Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: AGD Dinkes
Provinsi DKI Jakarta.
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan(Edisi 3)
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai