LAPSUS Wahyu Sandika Putra NIM 1930912310037 PDF
LAPSUS Wahyu Sandika Putra NIM 1930912310037 PDF
Oleh:
NIM. 1930912310037
Pembimbing:
Insidensi HZ 1,5-3 orang per 1000 penduduk pada semua usia dan 7-11 orang per
1000 penduduk per tahunnya pada usia lebih 60 tahun di Eropa dan Amerika Utara.
Terdapat lebih dari 1 juta kasus HZ di Amerika Serikat setiap tahunnya, dengan rata-rata
3-4 kasus per 1000 penduduk.1
Patogenesis dari herpes zoster belum diketahui secara pasti. Ketika terinfeksi
varisella, VZV menyebar dari lesi di kulit dan mukosa ke saraf sensoris akhir dan dibawa
dari serabut sensorik ke ganglion sensorik. Di dalam ganglion infeksi laten terjadi di
neuron sensorik dan virus bertahan dengan tenang dan tidak merusak (tidak infeksius dan
bermultiplikasi). Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung dengan lesi kulit
VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet udara.6
Herpes zoster oftalmika disebabkan oleh reaktivasi VZV, dari infeksi yang biasa
terjadi pada anak–anak. Sebagian besar anak (dan dewasa) yang pernah mengalami cacar
air tidak sembuh sempurna dari infeksi virus ini. Virus menjadi dorman, berdiam di satu
atau lebih ganglion saraf dalam tubuh. Pada banyak orang, virus tetap dorman selamanya
tanpa pernah menimbulkan masalah. Pada beberapa orang, virus mengalami reaktivasi.
Pada poin ini, virus berjalan menuju bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut.6 HZ
menyerang cabang pertama nervus trigeminus. Erupsi kulit sebatas mata sampai ke
verteks, tetapi tidak melalui garis tengah dahi. Bila mengenai anak cabang nasosilaris
(adanya vesikel pada puncak hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson, sampai
dengan kantus medialis) harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi pada
mata.4
Pasien dengan HZ lebih tidak menular dibandingkan dengan varisela. Sebelum timbul
gejala kulit, diawali dengan gejala prodormal. Tanda awal dari herpes zoster adalah nyeri
dan parestesia. Biasanya gejala ini berlangsung dalam beberapa hari, dan bervariasi dari
gatal, kesemutan atau rasa terbakar, sampai yang berat, nyeri yang sangat dalam. Biasanya
diikuti juga dengan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, dan demam, dan
berkembang menjadi ruam. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi
vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini
berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang–
kadang vesikel mengandung darah dan disebut dengan herpes zoster hemoragik. Dapat
pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa
sikatriks.6
Herpes zoster oftalmika pada umumnya didahului dengan nyeri atau kesemutan pada
daerah kulit kepala, kepala depan dan wajah pada satu sisi. Setelah mencapai kulit, virus
menyebabkan nyeri, dan vesikel. Ciri khas penampakkan dari lesi ini adalah batas pada
area yang tegas pada kulit, berbeda dengan cacar air, yang menyebar ke seluruh kulit. Pada
tahap awal biasanya herpes zoster oftalmika tanpa ruam, sehingga sulit untuk didiagnosa.
Umumnya, ruam baru muncul dalam beberapa jam sampai hari setelah perasaan nyeri atau
kesemutan dimulai. Ruam HZ dimulai dengan kemerahan pada kulit, diikuti dengan
munculnya vesikel berisi cairan yang dengan cepat pecah dan tertutup krusta. Krusta
membaik dalam beberapa hari sampai minggu dan meninggalkan jaringan parut yang
jelas.6
Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah melaporkan suatu kasus herpes zoster
oftalmikus at facialis dextra dengan gambaran klinis plak eritematosa, papula, vesikel,
bula, krusta, dan delle pada kelopak mata, dahi dan pelipis kanan.
KASUS
(I) ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan timbul bercak di mata sebelah kanan sejak 5 hari yang
lalu. Awalnya, bercak timbul di kelopak mata atas sebelah kanan. Bercak awalnya
berbentuk bintil berisi air, kemudian pecah dan berubah menjadi koreng. Keluhan
menyebar ke derah dahi, pelipis dan hidung. Penderita merasakan nyeri, gatal dan panas.
Penderita menduga keluhan muncul bersamaan ketika kelelahan setelah menghadiri acara
resepsi perkawinan. Penderita belum melakukan upaya apapun untuk mengurangi
keluhan. Penderita mengakui dulu pernah mengalami cacar air. Riwayat alergi makanan
maupun obat disangkal penderita. Penderita juga menyangkal riwayat dermatitis atopi
pada dirinya maupun keluarganya. Penderita mengakui tidak memiliki penyakit apapun.
Tidak ada riwayat terkena gigitan serangga sebelumnya.
STATUS PRESEN
STATUS GENERALIS
Kepala : normosefali, alopesia (-), rambut hitam kekuningan, lurus
Mata : konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), nystagmus (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Thorax : Jantung dalam batas normal, bising jatung (-), paru dalam batas normal,
vesicular, ronki (-), wheezing (-).
Abdomen :datar, spider nevi (-), benjolan (-), timpani, bising usus 6x/m, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba
+ + - -
STATUS DERMATO-VENEROLOGIK
Inspeksi dan Palpasi
1) Gambaran Umum :
Warna Kulit : Sawo matang
Turgor kulit : cepat kembali
Suhu : 36,5oC
Gambaran Khusus :
Regio cruris dextra
Palpebra superior dextra
UKK I : papula, vesikel
UKK II : krusta
Frontalis et temporalis at fasialis dextra
UKK I : plak eritem, vesikel, bula
UKK II : krusta, delle
(VIII) PROGNOSIS
1. Ad Vitam : ad bonam
2. Ad Sanationam : dubia ad bonam
3. Ad Kosmetikum : dubia ad bonam
(IX) ANJURAN/SARAN
1. Konsumsi obat secara teratur.
2. Eliminasi pencetus dengan istirahat yang cukup.
3. Konsultasi ke dokter spesialis mata bila mulai ada gangguan penglihatan.
4. Hindari stress dan kelelahan
5. Hindari garukan di área vesikel.
PEMBICARAAN
Diagnosis herpes zoster oftalmikus at fasialis dextrta pada penderita ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis penderita ialah
wanita berumur 50 tahun. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa herpes zoster
oftalmikus sering terjadi pada orang tua.4,5
Tempat predileksi herpes zoster oftalmikus adalah di wajah bagian mata. Penyakit ini
ditandai dengan nyeri dan parestesia. Biasanya gejala ini berlangsung dalam beberapa hari,
dan bervariasi dari gatal, kesemutan atau rasa terbakar.6 Pada penderita sesuai
kepustakaan.
Herpes zoster sering dipicu oleh beberapa faktor, yakni jenis kelamin perempuan,
adanya trauma fisik pada dermatom yang terkena dan tindakan pembedahan, selain itu
pajanan VZV sebelumnya (cacar air), lanjut usia, dan turunnya daya tahan tubuh.3 Pada
penderita sesuai kepustakaan.
Pada stadium awal, setelah perasaan nyeri atau kesemutan dimulai, ruam baru muncul
dengan kemerahan pada kulit, diikuti dengan munculnya vesikel berisi cairan yang dengan
cepat pecah dan tertutup krusta.6 Pada penderita sesuai kepustakaan.
Prognosis pada penderita ini ragu-ragu baik karena harus melakukan konsultasi
terlebih dahulu dengan dokter spesialis mata. Komplikasi infeksi sekunder dapat dicegah
apabila kelembaban kulit dipertahankan serta kebiasaan menggaruk dihilangkan.
RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus herpes zoster oftalmikus at fasialis dextra dengan
gambaran klinis plak eritematosa, papula, vesikel, bula, krusta, dan delle pada kelopak
mata, dahi dan pelipis kanan pada seorang wanita umur 50 tahun yang bekerja sebagai
penjual jamu keliling.
Mengetahui :
DAFTAR PUSTAKA
1. Ayuningati KL, Indramaya MD. Studi Retrospektif: Karakteristik Pasien Herpes Zoster.
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin-Periodical of Dermatology and Venereology.
2015:27(3);211-217.
2. Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's dermatology in
general medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill Companies. 2012. p. 2383-400.
3. Evina B, Berawi NK, Ibrahim A. Manajemen Kasus Herpes Zoster yang Berisiko Tinggi
Neuralgia Paska Herpetik . Jurnal Medula Unila. 2016:6(1);8-14.
4. PERDOSKI. Buku panduan herpes zoster di Indonesia 2014. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI; 2014
6. Sinaga D. Pengobatan Herpes Zoster (HZ) Ophtalimica Dextra Dalam Jangka Pendek
Serta Pencegahan Postherpetic Neuralgia (PHN). Jurnal Ilmiah WIDYA. 2014:2(3);23-9.
9. Yuwita W, Ramali ML, Miliawati HNR. Karakteristik Tine Kruris dan/atau Tinea
Korporis di RSUD Ciamis Jawa Barat. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin-
Periodical of Dermatology and Venereology. 2016:28(2);42-51.
10. Lusiana, Paramitha L, Rihatmadja R, et al. Tes tzanck di bidang dermatologi dan
venereologi. MDVI.2019;46(1):59
11. Putri NM, Burmana F, Nusadewiarti A. Penatalaksanaan dan Pencegahan Tinea Korporis
pada Pasien Wanita dan Anggota Keluarga. Journal Agromed Unila. 2017:4(1);103-8.
12. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinik. Ed-2. Jakarta: Pengurus
Besar Ikatan Dokter Indonesia.2017.