Anda di halaman 1dari 10

Laporan Kasus

Herpes Zoster Oftalmikus at Fasialis Dextra

Oleh:

Wahyu Sandika Putra

NIM. 1930912310037

Pembimbing:

dr. Robiana Muntayani Noor, Sp.KK, FINSDV, FAADV

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Agustus, 2020
LAPORAN KASUS
Herpes Zoster Oftalmikus at Fasialis Dextra

Wahyu Sandika Putra/1930912310037


SMF Kulit dan Kelamin
FK ULM/RSUD Ulin Banjarmasin
Pendahuluan
Herpes Zoster (HZ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Varisela- Zoster
Virus (VZV) yang bersifat terlokalisir, terutama menyerang orang dewasa dengan ciri
berupa nyeri radikuler, unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom
yang diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris.1 Faktor risiko terjadinya HZ adalah usia
tua dan disfungsi imunitas seluler. Pasien dengan supresi imun memiliki risiko 20-100 kali
lebih besar dibanding pasien imunokompeten. Keadaan imunosupresi yang berhubungan
dengan risiko terjadinya HZ adalah infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus), pasien
yang menjalani transplantasi organ, leukemia, limfoma, radioterapi, kemoterapi, dan
penggunaan kortikosteroid jangka panjang.2,3 Faktor lain yang dilaporkan sebagai salah
satu faktor risiko terjadinya HZ adalah jenis kelamin perempuan, adanya trauma fisik pada
dermatom yang terkena dan tindakan pembedahan, selain itu pajanan VZV sebelumnya
(cacar air), lanjut usia, keadaan immunocompromised, penggunaan obat-obatan
imunosupresif, dan penderita HIV/AIDS.4,5

Insidensi HZ 1,5-3 orang per 1000 penduduk pada semua usia dan 7-11 orang per
1000 penduduk per tahunnya pada usia lebih 60 tahun di Eropa dan Amerika Utara.
Terdapat lebih dari 1 juta kasus HZ di Amerika Serikat setiap tahunnya, dengan rata-rata
3-4 kasus per 1000 penduduk.1

Patogenesis dari herpes zoster belum diketahui secara pasti. Ketika terinfeksi
varisella, VZV menyebar dari lesi di kulit dan mukosa ke saraf sensoris akhir dan dibawa
dari serabut sensorik ke ganglion sensorik. Di dalam ganglion infeksi laten terjadi di
neuron sensorik dan virus bertahan dengan tenang dan tidak merusak (tidak infeksius dan
bermultiplikasi). Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung dengan lesi kulit
VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet udara.6

Herpes zoster oftalmika disebabkan oleh reaktivasi VZV, dari infeksi yang biasa
terjadi pada anak–anak. Sebagian besar anak (dan dewasa) yang pernah mengalami cacar
air tidak sembuh sempurna dari infeksi virus ini. Virus menjadi dorman, berdiam di satu
atau lebih ganglion saraf dalam tubuh. Pada banyak orang, virus tetap dorman selamanya
tanpa pernah menimbulkan masalah. Pada beberapa orang, virus mengalami reaktivasi.
Pada poin ini, virus berjalan menuju bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut.6 HZ
menyerang cabang pertama nervus trigeminus. Erupsi kulit sebatas mata sampai ke
verteks, tetapi tidak melalui garis tengah dahi. Bila mengenai anak cabang nasosilaris
(adanya vesikel pada puncak hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson, sampai
dengan kantus medialis) harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi pada
mata.4

Pasien dengan HZ lebih tidak menular dibandingkan dengan varisela. Sebelum timbul
gejala kulit, diawali dengan gejala prodormal. Tanda awal dari herpes zoster adalah nyeri
dan parestesia. Biasanya gejala ini berlangsung dalam beberapa hari, dan bervariasi dari
gatal, kesemutan atau rasa terbakar, sampai yang berat, nyeri yang sangat dalam. Biasanya
diikuti juga dengan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, dan demam, dan
berkembang menjadi ruam. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi
vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini
berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang–
kadang vesikel mengandung darah dan disebut dengan herpes zoster hemoragik. Dapat
pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa
sikatriks.6

Herpes zoster oftalmika pada umumnya didahului dengan nyeri atau kesemutan pada
daerah kulit kepala, kepala depan dan wajah pada satu sisi. Setelah mencapai kulit, virus
menyebabkan nyeri, dan vesikel. Ciri khas penampakkan dari lesi ini adalah batas pada
area yang tegas pada kulit, berbeda dengan cacar air, yang menyebar ke seluruh kulit. Pada
tahap awal biasanya herpes zoster oftalmika tanpa ruam, sehingga sulit untuk didiagnosa.
Umumnya, ruam baru muncul dalam beberapa jam sampai hari setelah perasaan nyeri atau
kesemutan dimulai. Ruam HZ dimulai dengan kemerahan pada kulit, diikuti dengan
munculnya vesikel berisi cairan yang dengan cepat pecah dan tertutup krusta. Krusta
membaik dalam beberapa hari sampai minggu dan meninggalkan jaringan parut yang
jelas.6

Pada penderita, biasanya konjungtiva mengalami konjungtivitis papiler atau folikular.


Jika terjadi erupsi, kemungkinan besar akan mengalami episkleritis dan skleritis. Skleritis
yang muncul akan terasa nyeri dan biasanya difus anterior atau nodular anterior tetapi
dapat menjadi nekrotikan. Penipisan dan atrofi skleral dapat terjadi akibat skleritis kronis.
Herpes zoster oftalmikus mempunyai angka komplikasi yang relatif tinggi terutama bila
mengenai cabang nasosiliaris, karena infeksi dapat langsung ke struktur intra okuli.
Komplikasi ini dapat berupa retraksi, ptosis paralitik, keratitis akut, skleritis, uveitis,
glaukoma sekunder, palsiokulomotor, korioretinitis dan neuritis optika. Gangguan sensasi
dari kornea hampir selalu didapat dan bila berat dapat menyebabkan keratitis neurotropik
dan ulserasi kronik. Penderita dengan usia lanjut akan sangat berisiko terkena neuralgia
pasca herpetik.6,7

Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah melaporkan suatu kasus herpes zoster
oftalmikus at facialis dextra dengan gambaran klinis plak eritematosa, papula, vesikel,
bula, krusta, dan delle pada kelopak mata, dahi dan pelipis kanan.
KASUS

Seorang wanita berumur 50 tahun, alamat jalan P.Hidayatullah Sultan Adam,


Banjarmasin, bekerja sebagai penjual jamu keliling, datang berobat ke poliklinik Penyakit
Kulit dan Kelamin RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 25 Agustus 2020, dengan
keluhan utama timbul bercak di mata sebelah kanan.

(I) ANAMNESIS

Pasien datang dengan keluhan timbul bercak di mata sebelah kanan sejak 5 hari yang
lalu. Awalnya, bercak timbul di kelopak mata atas sebelah kanan. Bercak awalnya
berbentuk bintil berisi air, kemudian pecah dan berubah menjadi koreng. Keluhan
menyebar ke derah dahi, pelipis dan hidung. Penderita merasakan nyeri, gatal dan panas.
Penderita menduga keluhan muncul bersamaan ketika kelelahan setelah menghadiri acara
resepsi perkawinan. Penderita belum melakukan upaya apapun untuk mengurangi
keluhan. Penderita mengakui dulu pernah mengalami cacar air. Riwayat alergi makanan
maupun obat disangkal penderita. Penderita juga menyangkal riwayat dermatitis atopi
pada dirinya maupun keluarganya. Penderita mengakui tidak memiliki penyakit apapun.
Tidak ada riwayat terkena gigitan serangga sebelumnya.

(II) PEMERIKSAAN FISIK

STATUS PRESEN

Keadaan Umum : Baik RR : 18x/menit


Kesadaran : Compos Mentis Suhu : 36,5oC
Tekanan Darah : 120/80 mmHg SpO2 : 98% (tanpa suplementasi O2)
HR : 80x/menit

STATUS GENERALIS
Kepala : normosefali, alopesia (-), rambut hitam kekuningan, lurus
Mata : konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), nystagmus (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Thorax : Jantung dalam batas normal, bising jatung (-), paru dalam batas normal,
vesicular, ronki (-), wheezing (-).
Abdomen :datar, spider nevi (-), benjolan (-), timpani, bising usus 6x/m, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: hangat + + - - edema

+ + - -

STATUS DERMATO-VENEROLOGIK
Inspeksi dan Palpasi
1) Gambaran Umum :
Warna Kulit : Sawo matang
Turgor kulit : cepat kembali
Suhu : 36,5oC

Gambaran Khusus :
Regio cruris dextra
Palpebra superior dextra
UKK I : papula, vesikel
UKK II : krusta
Frontalis et temporalis at fasialis dextra
UKK I : plak eritem, vesikel, bula
UKK II : krusta, delle

(III) DIAGNOSIS BANDING


1. Herpes Zoster Oftalmikus at Fasialis Dextra
2. Dermatitis Venenata
3. Impetigo Vesiko-Bulosa

(IV) DIAGNOSIS SEMENTARA


Herpes Zoster Oftalmikus at Fasialis Dextra

(V) PEMERIKSAAN LAB/ USULAN PEMERIKSAAN


1. Tes Tzanck
(VI) DIAGNOSIS KERJA
Herpes Zoster Oftalmikus at Fasialis Dextra
(VII) PENGOBATAN
1. Asiklovir 800 mg 5x1 selama 7 hari
2. Parasetamol 500 mg 3x1 jika nyeri
3. Vitamin B1, B6, B12 setiap 24 jam peroral
4. Krim Gentamisin 0,1% setiap 12 jam
5. Kompres NaCl 0,9% pagi dan sore dengan 5 lapis kasa yang direndam dengan 1
sendok makan NaCl 0,9% lalu diperas, kemudian ditempel selama 20 menit
selama 3 hari

(VIII) PROGNOSIS
1. Ad Vitam : ad bonam
2. Ad Sanationam : dubia ad bonam
3. Ad Kosmetikum : dubia ad bonam

(IX) ANJURAN/SARAN
1. Konsumsi obat secara teratur.
2. Eliminasi pencetus dengan istirahat yang cukup.
3. Konsultasi ke dokter spesialis mata bila mulai ada gangguan penglihatan.
4. Hindari stress dan kelelahan
5. Hindari garukan di área vesikel.
PEMBICARAAN
Diagnosis herpes zoster oftalmikus at fasialis dextrta pada penderita ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis penderita ialah
wanita berumur 50 tahun. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa herpes zoster
oftalmikus sering terjadi pada orang tua.4,5

Tempat predileksi herpes zoster oftalmikus adalah di wajah bagian mata. Penyakit ini
ditandai dengan nyeri dan parestesia. Biasanya gejala ini berlangsung dalam beberapa hari,
dan bervariasi dari gatal, kesemutan atau rasa terbakar.6 Pada penderita sesuai
kepustakaan.

Herpes zoster sering dipicu oleh beberapa faktor, yakni jenis kelamin perempuan,
adanya trauma fisik pada dermatom yang terkena dan tindakan pembedahan, selain itu
pajanan VZV sebelumnya (cacar air), lanjut usia, dan turunnya daya tahan tubuh.3 Pada
penderita sesuai kepustakaan.

Pada stadium awal, setelah perasaan nyeri atau kesemutan dimulai, ruam baru muncul
dengan kemerahan pada kulit, diikuti dengan munculnya vesikel berisi cairan yang dengan
cepat pecah dan tertutup krusta.6 Pada penderita sesuai kepustakaan.

Diagnosis banding dermatitis venenata dapat disingkirkan secara klinis. Pada


dermatitis venenata, tidak terdapat gejala prodromal dan lesi awal berupa makula
eritematosus batas tidak tegas, kemudian terdapat vesikel dan papul yang berderet
berbentuk garis linear serta bisa terdapat jaringan nekrosis di tengahnya.8 Sedangkan pada
penderita lesi awal didapatkan eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok berisi cairan yang dapat menjadi pustul dan krusta.

Diagnosis banding impetigo vesikobulosa dapat disingkirkan berdasarkan amamnesis,


manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang. Impetigo vesikobulosa dapat terjadi pada
semua umur, tetapi lebih sering pada anak-anak. Sedangkan pada herpes zoster, insiden
dan keparahan penyakitnya meningkat dengan bertambahnya usia. Impetigo vesikobulosa
memiliki lesi dengan karakteristik berupa vesikel-bula kendur (dapat timbul bula
hipopion), apabila bula pecah meninggalkan skuama anular dengan bagian tengah
eritematosa (kolaret) dan cepat mengering. Sedangkan pada herpes zoster memiliki lesi
dengan karakteristik sekelompok vesikel dengan dasar eritem yang terletak unilateral.
Pada pemeriksaan Tzanck smear impetigo bulosa ditemukan sel akantolitik diskeratotik,
kokus dan netrofil. Sedangkan pada herpes zoster ditemukan sel akantolitik dan sel datia
dengan inti multipel (multinucleated giant cell).10,12

Tujuan terapi herpes zoster adalah mempercepat proses penyembuhan, membatasi


tingkat keparahan dan durasi lesi kulit, mengurangi nyeri akut maupun kronis, serta
meminimalkan komplikasi yang mungkin muncul. Penatalaksanaan herpes zoster adalah
terapi antiviral asiklovir tablet 800 mg 5 kali sehari peroral selama 7 hari bertujuan untuk
mengurangi durasi viral-shedding, pembentukan lesi baru, keparahan nyeri dan
mempercepat penyembuhan. Analgesik diperlukan untuk menurunkan tingkat keparahan
nyeri berupa parasetamol 500 mg tiap 4-6 jam. Vitamin neurotropik B1, B6 dan B12
setiap 24 jam peroral untuk menjaga dan menormalkan fungsi saraf. Pada lesi dapat
diberikan antibiotik topikal gentamisin 0,1% setiap 12 jam sebagai terapi terhadap
pencegahan infeksi sekunder. Selain itu diperlukan kompres NaCl 0,9% pagi dan sore
dengan 5 lapis kasa yang direndam dengan 1 sendok makan NaCl 0,9% lalu diperas,
kemudian ditempel selama 20 menit selama 3 hari.

Penderita disarankan mengonsumsi serta menggunakan obat secara teratur. Mengatasi


dan menghindari pencetus dengan beristirahat yang cukup dan melakukan konsultasi
kepada dokter spesialis mata.

Prognosis pada penderita ini ragu-ragu baik karena harus melakukan konsultasi
terlebih dahulu dengan dokter spesialis mata. Komplikasi infeksi sekunder dapat dicegah
apabila kelembaban kulit dipertahankan serta kebiasaan menggaruk dihilangkan.

RINGKASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus herpes zoster oftalmikus at fasialis dextra dengan
gambaran klinis plak eritematosa, papula, vesikel, bula, krusta, dan delle pada kelopak
mata, dahi dan pelipis kanan pada seorang wanita umur 50 tahun yang bekerja sebagai
penjual jamu keliling.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan penunjang.


Pengobatan pada penderita diberikan asiklovir tablet 800 mg 5 kali sehari peroral selama 7
hari. Parasetamol 500 mg tiap 4-6 jam. Vitamin neurotropik B1, B6 dan B12 setiap 24 jam
peroral. Gentamisin 0,1% setiap 12 jam dan kompres NaCl 0,9% pagi dan sore dengan 5
lapis kasa yang direndam dengan 1 sendok makan NaCl 0,9% lalu diperas, kemudian
ditempel selama 20 menit selama 3 hari.
Prognosis pada penderita ini ragu-ragu baik.

Dibacakan tanggal : 29 Aggustus 2020

Mengetahui :

DAFTAR PUSTAKA
1. Ayuningati KL, Indramaya MD. Studi Retrospektif: Karakteristik Pasien Herpes Zoster.
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin-Periodical of Dermatology and Venereology.
2015:27(3);211-217.

2. Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's dermatology in
general medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill Companies. 2012. p. 2383-400.

3. Evina B, Berawi NK, Ibrahim A. Manajemen Kasus Herpes Zoster yang Berisiko Tinggi
Neuralgia Paska Herpetik . Jurnal Medula Unila. 2016:6(1);8-14.

4. PERDOSKI. Buku panduan herpes zoster di Indonesia 2014. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI; 2014

5. Jeffrey IC. Herpes zoster. N Engl J Med. 2013; 369(3):255-63.

6. Sinaga D. Pengobatan Herpes Zoster (HZ) Ophtalimica Dextra Dalam Jangka Pendek
Serta Pencegahan Postherpetic Neuralgia (PHN). Jurnal Ilmiah WIDYA. 2014:2(3);23-9.

7. Rousseau A, Bourcier T, Colin J, Labetoulle M. Herpes Zoster Ophthalmicus-Diagnosis


and Management. US Ophthalmic Review. 2013:6(2);1-6,

8. Fahri M, Hidayat N, Ismail S. Dermatitis Venenata. Jurnal Medical Profession.


2019:1(1);23-7.

9. Yuwita W, Ramali ML, Miliawati HNR. Karakteristik Tine Kruris dan/atau Tinea
Korporis di RSUD Ciamis Jawa Barat. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin-
Periodical of Dermatology and Venereology. 2016:28(2);42-51.

10. Lusiana, Paramitha L, Rihatmadja R, et al. Tes tzanck di bidang dermatologi dan
venereologi. MDVI.2019;46(1):59

11. Putri NM, Burmana F, Nusadewiarti A. Penatalaksanaan dan Pencegahan Tinea Korporis
pada Pasien Wanita dan Anggota Keluarga. Journal Agromed Unila. 2017:4(1);103-8.

12. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinik. Ed-2. Jakarta: Pengurus
Besar Ikatan Dokter Indonesia.2017.

Anda mungkin juga menyukai