Anda di halaman 1dari 17

Nama : Anastasia Sasamu

Nim : 18 507 034


Tugas Terstruktur 4
Bioteknologi Linkgkungan

“BIOTEKNOLOGI”

A. Pengertian Bioteknologi Lingkungan


Bioteknologi lingkungan merupakan salah satu pemanfaatan bioteknologi yang
penggunaannya banyak melibatkan mikroorganisme untuk meningkatkan kualitas lingkungan
hidup manusia dan alam sekitarnya. Peningkatan kualitas lingkungan tersebut meliputi
pencegahan terhadap masuknya berbagai polutan agar lingkungan tidak terpolusi;
membersihkan lingkungan yang terkontaminasi oleh polutan; dan memberdayakan sumber
daya alam yang masih memiliki nilai tambah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia. Essensi kajian bioteknologi lingkungan sesungguhnya untuk meningkatkan
kesejahteraan taraf kehidupan manusia melalui pemberdayaan lingkungan melalui
mekanisme tertentu.
Bioteknologi lingkungan dalam biologi merupakan kajian yang menjanjikan mengenai
analisis dampak lingkungan (AMDAL) untuk kesejahteraan dalam meningkatkan penjagaan
lingkungan hidup dalam kehidupan modern yang lebih baik lagi di masa industrialisasi.
Salahsatu perlakuan teknologi dalam bioteknologl lingkungan dilakukan melalui
mikrobiologi yang sudah dikembangkan pada abad 20, seperti mengaktivasi berbagai kotoran
(hewan dan manusia) dan pencemaan anaerobik hewan, kotoran-kotoran lain yang
berserakan di lingkungan tempat tinggal kita.
Pada waktu yang sama, hadirnya teknologi baru secara konstan ditujukan untuk
memecahkan masalah-masalah yang sedang trend (sekarang ini terutama masalah lingkungan
hidup, seperti detoksifikasi zat-zat kimia yang berbahaya yang sudah banyak menyatu ke
dalam berbagai tumbuhan dan hewan peliharaan kita.
B. Pengolahan Limbah Menggunakan Mikroorganisme atau Bioremediasi
Bioremediasi berasal dari kata bio dan remediasi atau “remediate” yang artinya
menyelesaikan masalah. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai penggunaan
mikroba untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk menghilangkan
senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga
lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah. Mikroba yang hidup di tanah dan di air
tanah dapat “memakan” bahan kimia berbahaya tertentu, terutama organik, misalnya
berbagai jenis minyak bumi. Mikroba mengubah bahan kimia ini menjadi air dan gas yang
tidak berbahaya misalnya CO2. Bakteri yang secara spesifik menggunakan karbon dari
hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber makanannya disebut sebagai bakteri petrofilik.
Bakteri inilah yang memegang peranan penting dalam bioremediasi lingkungan yang
tercemar limbah minyak bumi.
Bioremediasi adalah strategi atau proses detoksifikasi (menurunkan tingkat racun) dalam
tanah atau lingkungan lainnya dengan menggunakan mikroorganisme, tanaman, atau enzim
mikroba atau enzim tanaman. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan
tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi
berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak
kompleks, dan akhirnya menjadi bahan yang mempunyai tingkat toksisitas rendah.
Menurut Ciroreksoko (1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan
organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2),
metan, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996) bioremediasi merujuk pada penggunaan
secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan
(biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam
kesehatan masyarakat. Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk
mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme.
Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan
bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator.
Tujuan dari bioremediasi adalah untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi
bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan kata
lain mengontrol atau mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Bioremediasi telah
memberikan manfaat yang luar biasa pada berbagai penanganan masalah lingkungan.
Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis. Saat
bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi
polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebu. Enzim mempercepat
proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk
memulai suatu reaksi. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa
toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus,
biotransformasi berujung pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di
lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan
berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup
kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Misalnya
mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Dalam
proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan
reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang dihasilkan juga berperan untuk
mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk
mencapai keseimbangan. Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya
dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti
hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama
tahap akhir metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.

Gambar 1. Proses Bioremediasi


Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut (Anonim, 2006):
a) Biostimulasi
Biostimulasi adalah proses penambahan suatu nutrisi dan oksigen ke dalam suatu situs
atau tempat yang tercemar yang bertujuan untuk mendukung pertumbuhan dan aktifitas
bakteri yang ada di dalam tempat tercemar itu.
b) Bioaugmentasi
Prinsip bioaugmentasi adalah penambahan bakteri tertentu pada suatu tempat tercemar
yang berfungsi sebagai pembersih kontaminan yang ada di daerah tersebut. Cara ini yang
paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada
beberapa hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk
mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan
optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait
dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing
kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Bioremediasi


Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan
demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi
hidrokarbon perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan
penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan beberapa faktor
lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah,
temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia .

1. Tanah.
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran
aliran nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan
mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik
menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ
adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen
dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk
menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah Kadar air dan
bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air dibutuhkan
utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9-1.0, umumnya kadar air tanah yang obtimal
bagi pertumbuhan dan aktivitas mikrobia dalam tanah adalah berkisar antara 50-
60%. Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros. Penyesuaian pH dari 4.5
menjadi 7.4 dengan penambahan kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi
dua kali. Penyesuaian pH dapat mengubah kelarutan, bioavailabilitas, bentuk
senyawa kimia polutan, dan makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca, Mg, Na, K,
NH4+, N dan P akan turun, sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan
NO3- dan Cl-.

2. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30- 40oC. Ladislao et
al (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38oC bukan
pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol
mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan
meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik
menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi akan
terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya
bioremediasi.

3. Oksigen.
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah
oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya
oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan
oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme
tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan
oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam
biodegradasi hidrokarbon minyak.

4. Nutrisi.
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan
keseimbangan metabolism sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya
dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga
proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya
meningkat. Keberadaan zat nutrisi. Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang
dipergunakan bekas pertanian mungkin tak perlu ditambah zat nutrisi.

 Jenis-Jenis Mikroorganisme Yang Berperan Dalam Bioremediasi.


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu teknologi
alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan
mikroorganisme. Secara umum pembagian jenis mikroorganisme yang dimaksud adalah
seperti dari golongan khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri.
Mikroorganisme-mikroorganisme ini akan mendegradasi zat pencemar atau polutan
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Polutan dapat dibedakan
menjadi dua yaitu bahan pencemar organik dan sintetik (buatan).

Ada berbagai macam mikrobia yang berperan dalam proses degradasi bahan pencemar
berupa hidrokarbon yang berasal dari tumpahan minyak bumi seperti :
• Pseudomonas sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0 mikrometer.
Bakteri ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu
atau beberapa flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang
hampir tidak mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi
sebagai terminal elektron aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan spesies
ini tidak bisa hidup pada kondisi asam pada pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-
bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau positif, katalase positif dan
kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai sumber energi. Bakteri
pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi hidrokarbon antara lain
Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas diminuta.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga
sulit mencapai sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel
bakteri Pseudomonas yaitu : Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik
Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya.
Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan
oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah
pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas meliputi oksidasi
molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke
dalam hidrokarbon teroksidasi. Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatic banyak
senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri
Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid
atau kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-
dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan
protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan
dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol
2,3-dioksigenase menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus
asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.
• Arthrobacter sp.
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur
0,8 – 1,2 x 1 – 8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya
berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer. Gram positif, tidak
berspora, tidak suka asam, aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau
tidak sama sekali asam dan gas yang berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya.
Katalase positif, temperatur optimum 25 – 30oC.

• Acinetobacter sp.
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang
1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya.
Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi
sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen
sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada
suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-35o C. Bersifat oksidasi negatif
dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai
hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang
tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit
sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-
glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini,
sedangkan pentosa D- ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai
sumber karbon oleh beberapa strain.

• Bacillus sp.
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang
pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 ?m dan panjang
3-5 m. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu
pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH
pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi
minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya
sumber karbon untuk menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada konsentrasi
yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon minyak bumi dengan cepat.
Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus
cereus, Bacillus laterospor.

Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat


dilakukan oleh fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon umumnya berasal dari genus
Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces,
Cladosporium. Jamur dari genus ini mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik.
Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu mendegradasi berbagai senyawa
hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi dan pelarutan
hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium menggunakan
enzim lignin peroksidase. Bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang
dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk
senyawa kuinon yang merupakan hasil metabolisme. Cincin benzena yang sudah
terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan
digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi misalnya CO2.
Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium glabrum,
P.janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans), Basidiomycetes (Crinipellis
stipitaria) diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik.
Sistem enzim monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan
dengan sistem yang dimiliki mamalia. Adapun langkah-langkahnya yaitu
pembentukan monofenol, difenol, dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus
tambahan yang larut air (misalnya sulfat, glukuronida, ksilosida, glukosida).

Berikut ini merupakan berbagai mikrobia yang berperan dalam pendegradasian logam
yaitu :
• Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr (VI)
menjadi Cr (III) dengan bantuan senyawa- senyawa hasil metabolisme, misalnya
hidrogen sulfida, asam askorbat, glutathion, sistein, dll.
• Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan hidrogen
sulfida yang dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam Cu.
• Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan
sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik
dalam endapan yang bisa menghasilkanenergi.
• Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan
reduksi sulfat, bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai
akseptor elektron dan menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon. Karbon
tersebut selain berperan sebagai sumber donor elektron dalam metabolismenya juga
merupakan bahan penyusun selnya.
• Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan pada logam-
logam dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa sulfat.
• Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga dengan sel
tunggal yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk
silindris, memiliki dinding sel tipis. Alga ini mempunyai kemampuan yang tinggi
untuk mengikat ion-ion logam dari larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di
dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion
logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril
imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma.
• Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat mengakumulasikan Pb dari
dalam perairan, Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap
uranium. Penggunaan jamur mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan
serapan logam dan menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat.

C. Pengolahan Sampah Organik dan Anorganik


1. Pengolahan sampah organik
Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang
diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain.
Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga
sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung,
sayuran, kulit buah, dan daun. Sampah organik dapat dimanfaatkan secara langsung,
tanpa melalui proses tertentu, untuk pakan ternak, khususnya ikan. Sampah organik juga
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan diantaranya adalah biogas, pakan ternak
dan kompos..

a) Biogas
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses
penguraian bahan organik oleh bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara
(bakteri anaerob) terhadap limbah – limbah organik baik di digester (pencerna)
anaerob maupun di tempat pembuangan akhir sampah (sanitary landfill). Teknologi
biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang dilakukan oleh bakteri
methanogen yang produknya berupa gas methan (CH4). Gas metan hasil pencernaan
bakteri tersebut dapat mencapai 60% dari keseluruhan gas hasil reaktor biogas
sedangkan sisanya didominasi karbondioksida (CO2). Sumber daya energi biogas
rata – rata mengandung 60% gas metan (CH4), lebih dari 36% karbon dioksida
(CO2), kurang dari 3% belerang (H2S) dan kurang dari 1% hidrogen(H2).
Secara umum proses biologis terbentuknya biogas adalah ada tiga tahapan untuk
terbentuknya biogas dari proses fermentasi anaerob.
1) Tahap hidrolisis
Pada tahap hidrolisis, bahan – bahan organik yang mengandung selulosa,
hemiselulosa, dan bahan ekstratif seperti protein, karbohidrat dan lipida akan
diurain dengan senyawa dengan rantai yang lebih pendek.
2) Tahap pengasaman
Pada tahap pengasaman, bakteri akan menghasilkan asam yang berfungsi untuk
mengubah senyawa pendek hasil hidrolisis menjadi asam asetat CH3COOH, H2
dan CO. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dalam
keadaan asam, yaitu dengan pH 5,5 sampai 6,5. Bakteri ini bekerja secara
optimum pada temperatur sekitar 30°C.
3) Tahap pembentukan gas CH4
Pada tahap pembentukan gas CH4, bakteri yang berperan adalah bakteri
methanogenesis (bakteri metana). Kelompok bakteri metana yaitu dari jenis
methanobacterium, methanobacillus, methanosacaria dan methanococcus.
Bakteri ini memebntuk kondisi digester yang benar – benar kedap udara dan
gelap. Temperatur dimana bakteri ini secara optimum 35°C dan sangat sensitif
terhadap perubahan temperatur sekitar 2 – 3°C. Kisaran pH adalah 6,5 – 7,5.
Pada akhir metabolisme dihasilkan CH4 dan CO2 dari gas H2, CO2 dan asam
asetatyang dihasilkan pada tahap pengasaman.

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan biogas yaitu adalah
sebagai berikut :
• Kondisi anaerob atau kedap udara
Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme
anaerob. Karena itu, intalasi pengolah biogas harus kedap udara/keadaan
anaerob (Simamora dkk, 2006).
• Rasio C/N
Prinsipnya gas metan (biogas) mengandung unsur karbon (C) dan nitrogen (N).
Unsur karbon (C) didalam bahan organik sangat diperlukan sebagai penyedia
energi bagi bakteri anaerob (bakteri yang tidak memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya). Disamping unsur carbon tersebut unsur lain yang memegang
peran penting dalam proses ini adalah nitrogen (N) kareana sangat dibutuhkan
bagi pembentukan/pembiakan bakteri. Dalam proses pembentukan biogas
perbandingan antara jumlah unsur karbon dan nitrogen sangat menentukan
keberhasilan proses pembentukan biogas. Perbandingan antara karbon dan
nitrogen ini dikenal dengan istilah rasio C/N. Secara empiris diketahui bahwa
rasio C/N yang paling menguntungkan adalah pada kisaran 10 – 30. Jika rasio
C/N terlalu tinggi, berarti kandungan karbonnya tinggi, produksi biogas
menjadi tidak optimal. Jika rasio C/N terlalu rendah (≤ 9) akan terbentuk
amonika yang akan menyebabkan proses penguraian tidak dapat berjalan secara
optimal.
• Temperatur (suhu)
Proses pembusukan atau penguraian secara anaerob berlangsung dengan baik
pada kondisi temperatur antara 5 – 55 °C. Pada temperatur antara 5 – 40°C
terjadi proses penguraian yang dilakukan jenis bakteri mesofil (bakteri yang
cukup aktif). Sedangkan temperatur antara 40 – 55°C terjadi proses
penghancuran bahan organik jenis bakteri thermofil (bakteri yang sangat aktif).
Pada temperatur sekitar 40°C kedua jenis bakteri tersebut masih dapat bekerja
secara optimal. Proses penguraian pada umumnya terjadi pada daerah mesofil.
Temperatur yang paling menguntungkan untuk keseluruhan proses terjadi pada
33º C.
• Kadar padatan/total solid content (TS)
Pengertian total solid content (TS) atau dry matter (DM) adalah jumlah materi
padatan yang terdapat dalam limbah pada bahan organik selama proses digester
terjadi dan ini mengindikasikan laju penghancuran atau pembusukan material
padatan limbah organik. Total Solid merupakan salah satu faktor yang dapat
menunjukkan telah terjadinya proses pendegradasian karena padatan ini akan
dirombak pada saat terjadinyan pendekomposisian bahan. Jumlah TS biasanya
direperesentasikan dalam % bahan baku. Volatile solid (VS) merupakan bagian
padatan (total solid-TS) yang berubah menjadi fase gas pada tahapan asidifikasi
dan metanogenesis sebagaimana dalam proses fermentasi limbah organik.
• Nilai pH
Produksi biogas secara optimum dapat dicapai bila nilai pH dari campuran input
didalam pencerna berada pada kisaran 6 dan 7. f. Loading rate (laju
pengumpanan) Loading rate adalah jumlah bahan pengisi yang harus
dimasukkan ke dalam digester per unit kapasitas per hari. Agar fermentasi
berlangsung dengan optimal, perlu pengisian bahan organik yang kontinu setiap
hari dengan memperhitungan waktu tiggal dan volume digester.
• Zat toksin
Zat toksin yang terkandung dalam bahan organik atau alat produksi biogas
dapat menjadi penghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga menurunkan
produksi biogas. Zat toksin tersebut diantaranya ion mineral dan logam berat,
seperti tembaga, detergen, pestisida, kaporit, dan antibiotik yang bersifat racun.
• Waktu tinggal dalam pencerna (digester)
Waktu tinggal dalam pencerna adalah rerata periode waktu saat input masih
berada dalam pencerna dan proses pencernaan oleh bakteri metanogen. Waktu
tinggal juga tergantung pada suhu, dan diatas 35ºC atau suhu lebih tinggi, waktu
tinggal semakin singkat. Sebagian besar sistem digester anaerobik dirancang
untuk menahan limbah dalam masa waku yang ditentukan. Lamanya waktu
material limbah tersimpan di dalam reaktor disebut lama retensi hidrolik atau
waktu tinggal hidrolik (HRT). Secara teoritis merupakan waktu material
organik berada di dalam tangki digester. Selama proses ini terjadi pertumbuhan
bakteri anaerob pengurai, proses penguraian matrial organik, dan stabilasi
pembentukan biogas menuju kepada kondisi optimumnya. Proses perubahan
padatan terlarut menjadi gas dalam reaksi anaerobik sangat bergantung pada
HRT. Lamanya waktu retensi berpengaruh dalam banyaknya produksi metan
yang dihasilkan. Hubungan antara HRT, suhu dan total padatan (TS) Pada suhu
mesofilik 30 – 35°C waktu ideal yang dibutuhkan adalah selama 40 – 50 hari.

b) Sampah organik untuk pakan ternak


Sampah organik, khususnya sisa makanan, dapat diolah lebih lanjut menjadi pakan
ternak. Sampah yang telah dipilah, kemudian masuk dalam pabrik untuk dijadikan
pakan ternak. Dari sampah organik dapat dihasilkan pelet untuk pakan ikan.

c) Kompos
Sampah organik juga bisa dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Dengan bantuan
mikroorganisma (mikroba), sampah organik bisa dimanfaatkan untuk pemupukan
tanaman, yaitu melalui proses pengomposan. Kompos adalah hasil penguraian
parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik.
Sementara itu, pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan
bahan organik sebagai sumber energi. Jadi, pada prinsipnya semua bahan-bahan
organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-
sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah
pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula,
limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara
lain: tulang, tanduk, dan rambut. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah
mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Organisma yang
terlibat dalam proses pengomposan yaitu:
Gambar 2. Kompos

Tabel 1: Organisme yang Terlibat dalam Proses Pengomposan

Kelompok
Organisme Jumlah/gr kompos
Organisme
Bakteri; 109 - 109; 105 108; 104
Mikroflora
Aktinomicetes; -
Kapang 106
Mikrofauna Protozoa 104 - 105
Makroflora Jamur tingkat tinggi
Cacing tanah, rayap,
Makrofauna
semut, kutu, dll

2. Pengolahan Sampah Anorganik


Sampah anorganik biasanya berupa botol, kertas, plastik, kaleng, sampah bekas alat-
alat elektronik dan lain-lain. Sampah ini sering kita jumpai di beberapa tempat seperti
sungai, halaman rumah, lahan pertanian dan di jalan-jalan. Sifatnya sukar diurai oleh
mikroorganisma, sehingga akan bertahan lama menjadi sampah. Sampah plastik bisa
bertahan sampai ratusan tahun, sehingga dampaknya akan sangat lama. Untuk mengatasi
masalah sampah anorganik, dapat dilakukan cara-cara berikut ini.
a. Reduce (Mengurangi penggunaan)
Penanganan sampah anorganik dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu reduce,
reuse, dan recycle (daur ulang). Mengurangi sampah bisa dilakukan, yaitu dengan
menerapkan pola hidup sederhana dimana selalu memperhatikan hal-hal berikut:
- Menentukan prioritas sebelum membeli barang.
- Mengurangi atau menghindari konsumsi/penggunaan barang yang tidak dapat
didaur ulang oleh alam.
- Membeli produk yang tahan lama.
- Menggunakan produk selama mungkin, tidak terlalu menganut mode.
Menggunakan kembali barang-barang yang masih layak pakai juga merupakan
salah satu perilaku yang menguntungkan, baik secara ekonomis maupun ekologis,
misalnya botol minuman, sirup dan alat elektronik. Sampah alat elektronik bisa
dijual kepada tukang barang bekas ataupun toko servis alat-alat elektronik, karena
memang biasanya terdapat komponen yang masih layak untuk digunakan.
b. Reuse (Menggunakan ulang)
Banyak sekali barang-barang yang setelah digunakan bisa digunakan ulang dengan
fungsi yang sama dengan fungsi awalnya tanpa melalui proses pengolahan.
Sebagai contoh, jika kalian membeli botol minuman ukuran besar dan botol
tersebut digunakan kembali sebagai tempat minuman, maka kalian sudah ikut
mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke lingkungan. Itu artinya, kalian sudah
berbuat sesuatu yang positif untuk lingkungan. Walaupun kelihatannya nampak
sepele namun bayangkanlah jika hal tersebut dilakukan oleh hampir semua orang,
maka akan banyak sekali sampah yang dibuang ke lingkungan.
c. Recycle (Daur ulang)
Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas
kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan
produk/material bekas pakai. Material yang dapat didaur ulang di antaranya:
- Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, krim kopi; baik yang putih bening maupun
yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal.
- Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali kertas
yang berlapis (minyak atau plastik).
- Logam bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue, rangka meja, besi
rangka beton.
- Plastik bekas wadah sampo, air mineral, jerigen, ember.
Pengolahan sampah anorganik dengan cara daur ulang merupakan salah satu cara
yang efektif, karena selain menguntungkan secara ekonomis juga secara ekologis.
Adapun sampah yang dapat di daur ulang diantaranya: sampah plastik, sampah
logam, sampah kertas, sampah kaca dan lain-lain. Proses daur ulang sampah dapat
dilakukan dalam skala yang besar maupun kecil. Adapun proses daur ulang tersebut
akan menghasilkan barang-barang dengan:
- Bentuk dan fungsinya tetap
- Misal: daur ulang kertas dengan hasil dan bentuk yang sama, plastik pembungkus
yang didaur ulang dengan bentuk dan fungsi yang sama.
- Bentuk berubah tetapi fungsi tetap Misal: daur ulang botol bekas air mineral.
- Bentuk berubah dan fungsi pun berubah
Misalnya : bekas sedotan menjadi hiasan, plastik menjadi gantungan pakaian, dan
beberapa barang hasil kerajinan tangan (handycraft). Berdasarkan penjelasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sampah berbeda-beda. Hal ini tergantung dari
jenis sampah itu sendiri. Untuk itu, pemilahan berbagai jenis sampah harus dilakukan
sejak awal, agar dalam pengelolaannya lebih mudah, sehingga selain bernilai
ekologis, sampah juga bisa menjadi sumber pendapatan.

Sumber :
Simamora, Salundik dan Sri. 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak dan
Gas dari Kotoran ternak. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Azwar Azrul. 1986. Pengantar Ilmu kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Al Seadi, Teodorita. 2008. Biogas Handbook. Esbjerg: University of Southern Denmark.
S., Alex 2012. Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai