DI SUSUN OLEH :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
1.2Rumusan masalah
1) Apakah ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dan
penyesuaian diri dengan konflik peran ganda perempuan menikah
yang bekerja?
2) Apakah ada perbedaan konflik peran ganda perempuan menikah yang
bekerja berdasarkan tingkat pendidikan?
1.3Tujuan
1) Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dukungan sosial
keluarga dan penyesuaian diri dengan konflik peran ganda perempuan
menikah yang bekerja.
2) Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan konflik peran ganda
perempuan menikah yang bekerja berdasarkan tingkat pendidikan.
1.4Manfaat
1) Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan
ilmiah untuk mengembangkan ilmu psikologi, khususnya psikologi
sosial, psikologi keluarga, dan psikologi kepribadian agar lebih kaya
dan aplikatif.
2) Secara praktis hasil penelitian dapat menjadi sumber informasi bagi
para pimpinan organisasi atau perusahaan maupun instansi keluarga
(suami), perempuan itu sendiri, dan para peneliti lebih lanjut. Dengan
mengetahui informasi tersebut diharapkan para pimpinan organisasi
atau perusahaan maupun instansi, dan keluarga (suami) dapat
memberikan dukungan yang positif dan membantu penyesuaian diri
pada perempuan yang bekerja untuk mengurangi konflik peran ganda
yang dialaminya.
BAB II
ISI
Teori struktural fungsional berkaitan erat dengan sebuah struktur yang tercipta
dalam masyarakat. Contohnya memiliki peran dan fungsi masing masing dalam
tatanan struktur masyarakat. Struktural fungsionalisme lahir sebagai reaksi
terhadap teori evolusionari. Jika tujuan dari kajian kajian evolusionari adalah
untuk membangun tingkat tingkat perkembangan budaya manusia, maka tujuan
dari kajian kajian struktural fungsionalisme adalah untuk membangun suatu
sistem sosial, atau struktur sosial, melalui pengajian terhadap pola hubungan
yang berfungsi antara individu-individu, antara kelompok kelompok, atau antara
institusi sosial di dalam suatu masyarakat, pada suatu kurun masa tertentu
Salah satu gejala sosial yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir di
Indonesia adalah meningkatnya peran kaum perempuan di sektor publik.
Tampak tidak ada sektor publik yang belum dimasuki oleh kaum perempuan,
baik sebagai dokter, perawat, bidan, guru, dosen, pengusaha dan politisi
(eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Selain itu, beberapa tahun belakangan ini
ada kecenderungan banyak perusahaan memilih mempekerjakan perempuan
dibanding laki-laki. Pilihan tersebut disebabkan perempuan adalah pekerja yang
tekun, teliti, hati-hati, tidak senang protes dan menerima apa adanya, prestasi
mereka jauh lebih bagus dibanding laki-laki untuk jenis pekerjaan tertentu.
Beberapa jabatan clerical seperti misalnya bagian keuangan, administrasi
umum, dan bidang-bidang yang sejenis dengan itu banyak dijabat oleh
perempuan (Goldsmit dalam Nuryoto, 1998).
Media Indonesia Nasional (dalam Susanto 2011) mencatat jumlah pekerja
perempuan di Indonesia mengalami peningkatan secara signifikan. Hal senada
juga diungkapkan oleh Biro Pusat Statistik (dalam Ginting, 2011) bahwa
partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat.
Pada tahun 1988 jumlah pekerja perempuan di Indonesia berkisar 23.874.000
orang. Tahun 2003 mencapai 35,37% dari jumlah pekerja perempuan secara
keseluruhan 100.316.000 orang. Tahun 2007 meningkat menjadi 35.479.000
orang, sedangkan jumlah pekerja laki-laki hanya bertambah 287 ribu orang.
Peningkatan jumlah pekerja perempuan yang bekerja di sektor publik
sebagaimana data BPS di atas, menunjukkan bahwa perjuangan kaum
perempuan menuntut persamaan hak atas laki-laki mulai membuahkan hasil.
Dalam aspek pendidikan kaum perempuan juga telah mengalami banyak
kemajuan. Hal ini telah mengubah pandangan masyarakat bahwa kaum
perempuan sebagai makluk derajat kedua pelan-pelan mulai terkikis seiring
dengan kemajuan teknologi informasi dan perubahan kehidupan demokrasi di
Indonesia.
Selain faktor di atas, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan berhubungan dengan tingkat konflik peran ganda perempuan
menikah yang bekerja. Penelitian Barnett & Bruch menyatakan bahwa tingkat
pendidikan seorang perempuan berhubungan secara signifikan dengan tinggi-
rendahnya konflik peran ganda pada perempuan. Menurut Lidz perempuan yang
berpendidikan tinggi mengalami konflik peran ganda berupa dilema antara
gambaran diri yang memiliki kemampuan dan kesempatan dengan harapan dari
lingkungan sosialnya yang berorientasi pada sifat femininnya sebagai isteri atau
ibu dalam rumah tangga.
2.3Teori Ekologi
2.Eksosistem merupakan sistem sosial yang lebih besar dimana anak tidak
berfungsi secara langsung. Sub sistemnya terdiri dari pengalaman-pengalaman
dalam setting sosial lain di mana anak tidak memiliki peran yang aktif tetapi
mempengaruhi perkembangan karakter anak.
Teori Pertukaran Sosial dari Thibault dan Kelley ini menganggap bahwa
bentuk dasar dari hubungan sosial adalah sebagai suatu transaksi dagang,
dimana orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhannya.
John Thibaut dan Harold Kelley menyatakan bahwa ”Setiap individu
secara sukarela memasuki dan tinggal didalam suatu hubungan hanya selama
hubungan itu cukup memuaskan dalam hal penghargaan dan pengorbanannya”
(1959, hal. 37) . Sebagaimana diamati oleh Ronald Sabatelli dan Constance
Shehan (1993), pendekatan Pertukaran Sosial memandang hubungan melalui
metafora pasar, dimana setiap orang bertindak berdasarkan tujuan pribadi untuk
mencari keuntungan. Yang menjadi ciri khas dalam teori menurut Thibaut dan
Kelley ini adalah “Tingkat Perbandingan”. Maksudnya adalah penunjukan
ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan
individu pada waktu sekarang.
Di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, hubungan memainkan peran
penting dalam membentuk kehidupan masyarakat, terutama ketika hubungan
antar pribadi itu mampu memberi dorongan kepada orang tertentu yang
berhubungan dengan perasaan, pemahaman informasi, dukungan, dan berbagai
bentuk komunikasi yang mempengaruhi citra diri orang serta membantu orang
untuk memahami harapan-harapan orang lain. Para tokoh teoritisasi pertukaran
sosial (exchange theory) terutama George C. Homans menujukkan bahwa
terdapat lima bentuk dasar dan perilaku sosial yang dapat dirumuskan dalam
bentuk proposisi sebagai berikut:
Proposisi yang pertama yang disebut dengan proposisi sukses,
mengungkapkan bahwa semakin sering suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang itu mendatangkan manfaat/ganjaran/tanggapan positif dari orang lain,
maka semakin besar kemungkinan tindakan yang serupa akan dilakukan oleh
orang yang serupa
Proposisi yang kedua disebut preposisi rangsangan/stimulus. Proposisi ini
berbunyi “Apabila pada masa lampau ada satu atau sejumlah rangsangan
didalamnya tindakan seseorang mendapat ganjaran, maka semakin rangsangan
yang ada menyerupai rangsangan masa lampau itu, maka semakin besar
kemungkinan bahwa orang tersebut akan melakukan tindakan yang sama”.
Proposisi yang ketiga disebut nilai. Proposisi ini berbunyi “ Semakin
tinggi nilai tindakan seseorang, maka semakin besar kemungkinan orang itu
melakukan tindakan yang sama”. Bila hadiah yang diberikan masing-masing
kepada orang lain amat bernilai, maka semakin besar kemungkinan aktor
melakukan tindakan yang dinginkan ketimbang jika hadiahnya tak bernilai.
Proposisi yang keempat disebut proposisi deprivasi-satiasi. Proposisi ini
berbunyi, ”Semakin sering seseorang menerima ganjaran yang istimewa bagi
tindakan yang dilakukannya, maka semakin kurang bermakna ganjaran-ganjaran
yang diterima berikutnya
Proposisi yang terakhir ini disebut sebagai proposisi persetujuan-
perlawanan. Dalam bagian ini ada dua proposisi yang berbeda. Proposisi yang
pertama berbunyi “ Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran seperti
yang diharapkannya atau mendapat hukuman yang tidak diharapkannya, maka
semakin besar kemungkinana bahwa dia akan menjadi marah dan melakukan
tindakan yang agresif, dan tindakan agresif itu menjadi bernilai baginya.”
2.5Teori Feminis
Teori feminisme dapat dikatakan sebagai salah satu cabang teori sosial. Teori
ini menggunakan perspektif feminisme untuk melihat dan menjelaskan
fenomena sosial. Sering kali miskonsepsi terjadi dalam pemahaman teori ini.
Seperti misalnya, melihat feminisme sebagai teori tentang perempuan.
Feminisme Liberal
Feminisme Radikal
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini
menawarkan ideologi “perjuangan separatisme perempuan”. Pada sejarahnya,
aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial
berdasar jenis kelamin, di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan
kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki
terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang
ada.
Feminisme Post-Modern
Ide Posmo ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan
pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya
pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat
bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial.
Feminisme Anarkis
Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-
citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan laki-laki adalah sumber
permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
Feminisme Sosialis
2.6TEORI GENDER
Secara terminologis, gender digunakan untuk menandai segala sesuatu yang ada
di dalam masyarakat “vernacular”[bahasa, tingkah laku, pikiran, makanan,
ruang, waktu, harta milik, tabu, alat-alat produksi dan sebagainya]. Secara
konseptual gender berguna untuk mengadakan kajian terhadap pola hubungan
sosial laki-laki dan perempuan dalam berbagai masyarakat yang berbeda (Fakih,
1997).
Istilah gender berbeda dengan istilah sex atau jenis kelamin menunjuk pada
perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis (kodrat), gender lebih
mendekati arti jenis kelamin dari sudut pandang sosial (interpensi sosial
kultural), seperangkat peran seperti apa yang seharusnya dan apa yang
seharusnya dilakukan laki-laki dan perempuan (Mansur Fakih, 1996).
Maskulin.
Feminin.
Menurut Pendhazur dan Tetenbaum (1979) dan Bernard (dalam Kuwanto, 1992)
karakteristik perran gebder feminnin lebih memperllihatkan sifat-sifat yang
hangat dalam hubungan personal, lebih suka berafiliasi dengan orang lain
daripada mendominasi. Karakteristik peran gender feminine kebih sensitive dan
tanggap terhadap keadaan yang lain, sikap hati-hati agar menyinggung perasaan
orang lain, cenderung suka menyenangkan orang lain. Selain itu ingin selalu
tampak rapi, lebih bersifat loyal dan pemalu. Karakteristik tersebut
kemungkunan terbentuk dari kebiasaan dan tugasnya yang bersifat domistik.
Menurut Bakan peran gender feminine berkaitan erat dengan kelompok dan
penekanannya terdapat pada prinsip communion, kompromitas, suka membantu,
berperasaan halus, tergantung dan senang pada kehidupan kelompok.
Sebaliknya peran gender maskulin lebih menonjolkan kebebasan individu,
dominasi, mandiri dan agresivitas merupakan ciridari karaktristik peran gender
maskulin.
Duvall dan Milller mengajukan teori "8 Stages of The Family Life Cycle" yang
banyak digunakan oleh dunia akademik untuk menjelaskan tahap-tahap
perjalanan kehidupan sebuah keluarga dari awal sampai akhirnya. Pada
dasarnya perkembangan sebuah keluarga melalui delapan tahap, yaitu:
Keluarga baru yang sudah terbentuk, akan mulai mengalami perubahan ketika
sudah terjadi kehamilan. Ada yang mulai berubah dalam interaksi di antara
suami dan istri karena hadirnya "pihak ketiga" berupa janin yang harus dijaga
dan dirawat oleh mereka berdua. Tahap kedua ini, menurut Duvall, dimulai dari
kelahiran anak pertama hingga bayi pertama ini berusia 30 bulan atau 2,5 tahun.
Namun saya cenderung menarik ke garis yang lebih awal, yaitu sejak mulai
terjadi kehamilan, karena sudah ada perubahan yang nyata pada keluarga baru
setelah sang istri hamil.
Tahap ketiga sebuah keluarga dimulai ketika anak pertama melewati usia 2,5
tahun, dan berakhir saat ia berusia 5 tahun. Pada rentang waktu sekitar 2,5 tahun
ini, ada hal yang spesifik pada sebuah keluarga. Anak pertama mereka sudah
mulai menjadi balita yang mungil, imut dan lucu, dengan segala tingkah
polahnya. Orangtua mulai disibukkan oleh seorang balita yang menyita habis
waktu serta perhatian, terutama dari sang ibu. Anak mulai berulah, anak mulai
punya keinginan, dan anak mulai dipersiapkan untuk memasuki bangku
sekolah.
Tahap keempat dalam kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama mulai
berumur 6 tahun, berakhir pada saat anak berumur 12 tahun. Anak pertama
mulai masuk Sekolah Dasar, maka orangtua harus menyesuaikan diri dengan
kebutuhan anak pada usia sekolah tersebut.
Tahap keenam dimulai sejak anak pertama meninggalkan rumah, berakhir pada
saat anak terakhir meninggalkan rumah sehingga rumah menjadi kosong. Maka
disebut sebagai Launching Family, karena ada peristiwa "pelepasan" anak
meninggalkan rumah induk. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan
ada tidaknya anak yang belum berkeluarga serta tetap tinggal bersama orangtua.
Pada tahap keenam ini, mulai ada sangat banyak perubahan dalam komposisi
keluarga. Ada yang berkurang, namun juga ada yang bertambah. Berkurang
pada contoh anak lulus SMA yang pergi kuliah atau bekerja di kota lain,
sehingga mereka meninggalkan rumah orangtua.
Tahap ketujuh dalam kehidupan sebuah keluarga dimulai saat anak yang
terakhir telah meninggalkan rumah, dan tahap ini berakhir saat masa pensiun
kerja atau salah satu dari suami atau istri meninggal dunia. Pada tahap
sebelumnya, masih ada anak yang ikut bersama orangtua, pada tahap ini sudah
tidak ada lagi anak yang tinggal bersama mereka. Semua anak sudah
"meninggalkan" rumah, baik dalam artian fisik maupun dalam artian psikologis.
Anak-anak sudah dewasa semua, sudah menikah, dan tinggal bersama keluarga
barunya.
Tahap kedelapan yang menjadi tahap terakhir dari perjalanan sebuah keluarga,
dimulai ketika salah satu dari suami dan istri atau keduanya sudah mulai
pensiun kerja, sampai salah satu atau keduanya meninggal dunia.
Semakin tua seseorang maka semakin jelas pula perubahan fisik yang terlihat,
misalnya energi yang berkurang, kulit semakin keriput, gigi yang yang mulai
rontok ataupun tulang yang semakin rapuh. Kemudian Penurunan fungsi
sexualitas berhubungan dengan gangguan fisik seperti gangguan jantung,
gangguan metabolisme, seperti diabetes, militus, vaginitis, kekurangan gizi
yang dikarenakan permasalahan pencernaan yang menyebabkan menurunnya
nafsu makan. Pemicu perubahan aspek psikososial pada lansia adalah
menurunya fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif yang merupakan
proses belajar, pemahaman ataupun perhatian sehingga menyebabkan reaksi dan
prilaku lansia melambat. Sedangkan psikomotorik adalah dorongan kehendak
meliputi, gerakan, tindakan, dan koordinasi yang berakibat lansia menjadi
kurang cekatan. Dengan berubahnya kedua aspek tersebut akan berdampak pada
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan kepribadian lansia. Dengan
semakin lanjut usia, biasanya lansia akan melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya dikarenakan segala keterbatasan yang ia miliki. Keadaan ini
berdampak pada menurunnya interaksi sosial para lansia, baik secara kualitas
maupun kuantitas. Hal tersebut mengakibatkan hilangnya peran ditengah
masyarakat dikarenakan kualitas fisik yang menurun sehingga para lansia
merasa tidak dibutuhkan lagi karena energi nya sudah melemah. Penyesuaian
diri yang buruk akan timbul karena adanya konsep diri yang negatif yang
disebabkan oleh sikap sosial yang negatif berdampak pada kesehatan psikologis
para lansia.
Permasalahan psikologis yang dialami oleh lansia pada umumnya antara lain
Kesepian, kehilangan pasangan hidup atau berada jauh dengan anak-anak yang
telah mempunyai kesibukannya masing, Duka cita, duka cita akibat kehilangan
orang yang dicintai adalah hal yang dapat menimbulkan depresi yang sangat
mendalam, Depresi, beragam permasalahan hidup seperti kemiskinan, penyakit
yang tak kunjung membaik, Kecemasan yang berlebihan, gangguan kecemasan
biasanya terjadi karena depresi, efek samping obat ataupun penghentian
konnsumsi suatu obat, Parafenia, merupakan suatu bentuk scizofenia yang
berbentuk pada rasa curiga yang berlebihan. Hal ini terjadi pada lansia yang
terisolasi atau menarik diri dari kehidupan sosial. Dan Sindroma diganose,
keadaan dimana seorang lansia menunjukan tingkah atau prilaku yang
mengganggu seperti bermain-main dengan urin atau menumpuk barang-
barangnya dengan tidak teratur.
3.1 Kesimpulan
Ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dan
penyesuaian diri dengan konflik peran ganda perempuan menikah yang bekerja
dan ada perbedaan yang konflik peran ganda perempuan menikah yang bekerja
berdasarkan tingkat pendidikan. Secara signifikan konflik peran ganda
perempuan menikah yang bekerja tingkat pendidikan S2 lebih tinggi daripada
tingkat pendidikan S1. Ketimpangan peran gender sebagai suatu permasalahan,
serta sisi gelap perilaku-perilaku yang di kaitkan dengan maskulin tidak bisa
hanya didekati melalui prespektif perempuan saja, namun juga harus secara
empati melihatnya dari sisi pria. Menurut teori dan paradigma konflik peran
gender, sosialisasi yang berlebihan dalam hal norma-norma maskulin, di tengah
lingkungan yang seksis dan patrichitlah yang berperan dalam hal peran gender,
diskriminasi terhadap wanita serta timbulnya sisi gelap perilaku yang di kaitkan
dengan maskulin seperti kekerasan terhadap wanita, perkosaan, pelecehan
seksual dan lain-lain. Konflik peran gender merupakan implikasi dari
permasalahan-permasalahan kognitif, emosional, ketidak sadaran atau perilaku
yang disebabkan oleh peran-peran gender yang dipelajari pada masyarakat. Bila
dilihat di Indonesia sendiri, konflik ke arah gender ini meningkat dari tahun-
tahun sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA