Anda di halaman 1dari 18

MINI RISET GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA

“Pemanfaatan Sumber Daya Alam Laut Indonesia”


Dosen Pengampu : Drs. Muhammad Arif, M.Pd

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 7

1. Boy Sitopu (3193331025)


2. Cici Ariska Pasaribu (3192431005)
3. Tika Fridawati (3191131021)

Kelas Geografi C 2019

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmatNya lah kami dapat menyelesaikan makalah Mini Riset Geografi Regional
Indonesia tentang Pemanfaatan sumber daya alam laut Indonesia ini dengan tepat
waktu. Kami juga berterima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini yaitu Bapak
Drs. Muhammad Arif, M.Pd.

Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam pembuatan makalah


Mini Riset ini baik dalam penempatan kata dan penyampaian kalimat yang membuat
pembaca merasa tersinggung, maka dari pada itu kami memohon maaf dan meminta
saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan di masa depan.

Semoga makalah Mini Riset Geografi Regional Indonesia ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan kita semua. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2020

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah...........................................................................................2
1.3. Batasan Masalah.................................................................................................2
1.4. Tujuan Penelitian................................................................................................2
1.5. Manfaat Penelitian..............................................................................................2
BAB II Landasan Teori.....................................................................................................4
2.1. Pengertian Wilayah Pesisir.....................................................................................4
2.2. Potensi Sumber Daya Pesisir Dan Laut..................................................................5
2.3. Pengelolahan Sumber Daya Pesisir Dan Laut........................................................6
BAB III Metode Survey....................................................................................................7
3.1. Tempat dan Waktu Survey.................................................................................7
3.2. Subjek Survey.....................................................................................................7
3.3. Teknik Pengumpulan Data..................................................................................7
3.4. Instrumen Penelitian...........................................................................................7
3.5. Teknik Analisis Data..........................................................................................7
BAB IV Hasil Pembahasan...............................................................................................8
BAB V Penutup...............................................................................................................14
A. Kesimpulan...........................................................................................................14
B. Ucapan Terima Kasih...........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, mempunyai panjang garis


pantai 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 . Wilayah lautnya yang merupakan
perairan teritorial dan perairan nusantara, meliputi hampir 2/3 luas teritorialnya.
Disamping itu berdasarkan UNCLOS 1982, Indonesia memperoleh hak kewenangan
memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 km2 yang menyangkut
eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati, penelitian,
dan yuridiksi mendirikan instalasi ataupun pulau buatan.

Perairan laut Indonesia yang berada diantara dan disekitar kepulauan Indonesia
merupakan satu kesatuan wilayah nasional Indonesia, disebut sebagai Laut Nusantara
merupakan aset nasional yang berperan sebagai sumber kekay aan alam, sumber energi,
sumber bahan makanan, media lintas laut antar pulau, kawasan perdagangan, dan
wilayah pertahanan keamanan.

Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan


keanekaragaman sumber daya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih (perikanan,
hutan mangrove, dan terumbu karang dll.), maupun sumberdaya yang tidak dapat pulih
(minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan tambang lainnya). Indonesia dikenal
sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di
dunia, karena memiliki ekosistem pesisir yang khas seperti hutan mangrove, terumbu
karang (coral reefs), dan padang lamun (sea grass beds) (KARTAWINATA &
SOEMODIHARDJO, 1977). Sebagian besar sumber daya ini belum dimanfaatkan
secara optimal.

Pemanfaatan sumber daya laut bertujuan untuk mencukupi kebutuhan dan


meningkatkan kesejahteraan manusia. Pertambahan penduduk yang pesat dan dirasakan
makin sempitnya daratan, memaksa kita untuk berangsur-angsur mengalihkan kegiatan

1
ekonomi ke laut. Guna memenuhi kebutuhan hidup akan pangan, mineral maupun
bahan mentah, kita mencari sumbersumber baru di laut. Peluang pengembangan sumber
daya ini belum sepenuhnya didaya gunakan, terutama karena kendala kurangnya
pengetahuan, baik yang dasar maupun terapannya. Dalam kaitan ini, nelayan, sumber
daya manusia yang langsung bergelut dalam eksploitasi perikanan laut perlu mendapat
perhatian yang proposional. Kenyataan bahwa umumnya masyarakat nelayan
berpendidikan rendah, menempatkan mereka dalam himpitan kemiskinan. Dengan
peningkatan pemanfaatan sumber daya hayati laut, diharapkan kehidupan nelayan ikut
terangkat pula, melalui terbukanya bidang usaha dan lapangan kerja. Bila kita tidak
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya tersebut, maka dapat diperkirakan bahwa
Indonesia hanya akan selalu menjadi ladang pasar dunia, dan bukan menjadi produsen
dunia.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diatas, identifikasi masalah yang akan dijadikan

bahan penelitian adalah Pemanfaatan sumber daya alam laut Indonesia.

1.3. Batasan Masalah

Agar bahasan lebih terfokus kepada masalah yang akan diteliti, maka perlu adanya

sebuah arahan yang jelas terhadap masalah yang hendak di bahas, penelitian ini

membahas tentang analisis pemanfaatan sumber daya alam laut Indonesia.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang

pemanfaatan sumber daya alam laut Indonesia.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

2
Hasil panelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan Geografi regional Indonesia dan ilmu pengetahuan lainnya pada umumnya

yang erat kaitannya dalam kajian ilmu geografi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Dosen

Hasil Penilitian ini dapat dijadikan masukan bagi dosen yang memberikan

materi dalam pembelajaran daring dilakukan.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan informasi dan gambaran bagaimana cara

pemanfaatan sumber daya alam laut Indonesia.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Wilayah Pesisir

Menurut Marfai, et al. (2015), menyatakan bahwa wilayah pesisir merupakan


daerah pertemuan antara darat dan laut. Batas ke arah darat meliputi bagian daratan,
baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut. Sifat-
sifat laut tersebut meliputi angin laut, pasang surut, dan perembesan air laut. Wilayah
pesisir ke arah darat dicirikan oleh vegetasinya yang khas. Batas wilayah pesisir ke arah
laut mencakup bagian atau batas terluar pada daerah paparan benua. Namun, wilayah ini
masih dipengaruhi oleh prosesproses yang terjadi di darat. Proses-proses tersebut antara
lain sedimentasi dan aliran air tawar, serta kegiatan pengundulan hutan dan pencemaran.

Batas wilayah pesisir ke arah darat secara administratif adalah batas terluar
sebelah hulu dari desa pantai. Dapat juga diukur sebagai jarak definitif sepanjang 2 km,
20 km, dan seterusnya dari garis pantai. Berbeda dengan batas ke arah daratan, batas
wilayah pesisir ke arah laut sebesar 4 mil, 12 mil, dan seterusnya dari garis pantai.
Istilah pesisir (coast) berbeda dengan pantai (shore). Pantai merupakan daerah di tepi
perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah
(Triatmodjo,1999).

Wilayah pesisir memiliki karakteristik yang berbeda dari yang lain. Berbagai
karakteristik yang dimiliki oleh wilayah pesisir menurut Marfai, et al. (2015), antara
lain sebagai berikut:

a) Sangat dinamis dan selalu mengalami perubahan fisik yang disebabkan oleh
angin dan gelombang.
b) Termasuk ekosistem yang memiliki nilai tinggi karena produktivitas dan
biodiversitas yang dimiliki sangat tinggi.
c) Mempunyai bentukan terumbu karang, hutan mangrove, pantai, gumuk pasir,
dan lain sebagainya yang dapat melindungi wilayah dari banjir, gelombang
badai, dan tsunami.
d) Memiliki aktivitas perekonomian yang tinggi karena banyak terdapat
pemukiman.

4
e) Pusat kegiatan yang berkaitan dengan seluruh aktivitas manusia di lautan.

Kay dan Alder (1999), menyatakan bahwa pesisir merupakan wilayah yang unik,
karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya
daratan dan lautan. Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut
dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air
laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental
shelf) (Beatley, 1994).

2.2. Potensi Sumber Daya Pesisir Dan Laut

Daerah pesisir dan laut memiliki berbagai macam keanekaragaman hayati yang
mempunyai peranan dan fungsi masing-masing dalam menjaga keseimbangan
ekosistem. Keanekaragaman hayati tersebut merupakan potensi sumberdaya yang
mampu menyokong kehidupan masyarakat pesisir dalam peningkatan kualitas
kehidupan yang lebih baik.

Sumberdaya pesisir dan laut secara garis besar dibagi kedalam tiga bagian, yaitu:
sumber daya alam hayati, non hayati (mineral), dan energi. Ketiga jenis sumberdaya
tersebut merupakan kekayaan alam yang potensial untuk dikembangkan dan dikelola
sebagai sektor pembangunan andalan di masa datang. Untuk mencapai pengelolaan
yang efektif dan berkelanjutan, diperlukan identifikasi dan arahan pemanfaatan terhadap
potensi sumberdaya tersebut.

Suatu wilayah pesisir, di dalamnya terdapat satu atau lebih sistem lingkungan
(ekosistem) dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun
buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah
terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove, padang lamun (sea grass), pantai berpasir
(sandy beach), formasi pes-caprea, formasi baringtonia, estuari, laguna dan delta.
Ekosistem buatan antara lain berupa; tambak sawah pasang surut, kawasan pariwisata,
kawasan industri, kawasan agroindustri dan kawasan pemukiman. Sumberdaya pesisir
merupakan salah satu kekayaan alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, akan
tetapi pemanfaatan sumberdaya tersebut sampai saat ini kurang memperhatikan
kelestariannya, akibatnya terjadi penurunan fungsi, kualitas serta keanekaragaman
hayati yang ada.

5
Sumberdaya yang dapat pulih terdiri dari berbagai sumberdaya perikanan
(plankton, benthos, ikan, moluska, krustasea, mamalia laut), rumput laut (seaweed),
padang lamun (seagrass), hutan mangrove dan terumbu karang, termasuk kegiatan
budidaya pantai dan budidaya laut (marine culture). Sumberdaya tidak dapat pulih
meliputi mineral, bahan tambang/galian, minyak bumi dan gas, bijih besi, pasir, timah,
dan bauksit. Sumberdaya energi terdiri dari OTEC (Ocean Thermal Energy
Conservation), pasang surut, gelombang dan sebagainya, sedangkan yang termasuk
jasa-jasa lingkungan kelautan adalah pariwisata dan perhubungan laut.

2.3. Pengelolahan Sumber Daya Pesisir Dan Laut

Pengelolaan sumberdaya alam adalah usaha manusia dalam mengubah ekosistem


untuk memperoleh manfaat maksimal, dengan mengupayakan kesinambungan produksi
dan menjamin kelestarian sumberdaya tersebut (Afiati, 1999). Pengelolaan sumberdaya
pesisir dan laut pada hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia
atau masyarakat di sekitar kawasan pesisir agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat
dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan
(Supriharyono, 2002).

Dalam pengelolaan lingkungan sumberdaya pesisir tidaklah bersifat serta merta


atau latah, namun kita perlu mengkaji secara mendalam isu dan permasalahan mengenai
sumberdaya yang hendak dilakukan pengelolaan. Penting atau tidaknya sumberdaya
alam yang ada, potensi dan komponen sumberdaya mana yang perlu dilakukan
pengelolaan dan apakah terdapat potensi dampak perusakan lingkungan, serta untung
atau tidaknya sumberdaya tersebut bagi masyarakat merupakan pertimbangan penting
dalam pengelolaan.

6
BAB III
METODE SURVEY

1.

3.1. Tempat dan Waktu Survey

1. Tempat Suvey
Penelitian ini dilakukan di rumah dengan mengisis sebuah pertanyaan.
2. Waktu Survey
Adapun penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2020
yaitu antara bulan November hingga Desember 2020.

3.2. Subjek Survey


Subjek dalam penelitian yang kami buat ini adalah wilayah perairan Indonesia.

3.3. Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan
menggunakan studi pustaka dan dokumentasi.

3.4. Instrumen Penelitian


Menurut Sugiyono (2013:146) instrument penelitian adalah “suatu hal yang
digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Pertanyaan
yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk essay, yang mana setiap mahasiswa
yang mengisi bebas unrtuk memberikan deskripsi mengenai situasi pembelajaran daring
selama covid-19

3.5. Teknik Analisis Data


Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik
kualitatif yang digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai pemanfaatan sumber
daya alam laut pesisir Indonesia

7
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN

Sumber Daya Alam Laut Di Indonesia Dan Pemanfaatannya

Dalam uraian berikut tentang sumber daya laut dibatasi pada sumber daya dapat
pulih (renewable resources) yaitu sumber daya hayati laut dengan ekosistem yang
menyusunnya. Sumber daya hayati laut meliputi hutan mangrove, terumbu karang,
padang lamun dan rumput laut, dan perikanan laut (DAHURI et al., 1996).

a) Hutan Manggrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem pendukung kehidupan yang penting di
wilayah pesisir dan lautan. Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi sebagai
penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai
macam biota, penahan abrasi, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah,
pencegah intrusi air laut dan lain sebagainya (NONTJI, 1987). Secara ekonomis,
hutan mangrove menghasilkan kayu, daundaunan sebagai bahan baku obat dan
lain sebagainya (SUKARDJO, 1986).
Tidak kurang dari 70 macam kegunaan pohon mangrove bagi kepentingan
manusia telah diidentifikasikan, meliputi "produk langsung" seperti bahan bakar
kayu, bahan bangunan, alat penangkap ikan, pupuk pertanian, bahan baku kertas,
makanan, obat-obatan, minuman, tekstil, dan "produk tidak langsung" seperti
tempat rekreasi, dan bahan makanan (DAHURI et al, 1996). Kegunaan tersebut
secara tradisional telah dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir di Indonesia. Potensi
lain dari hutan mangrove yang belum dikembangkan secara optimal adalah
sebagai kawasan wisata alam (ecoturism). Kegiatan wisata alam semacam ini telah
berkembang lama di Malaysia dan Australia.
Hutan mangrove ini dapat menempati bantaran sungai-sungai besar hingga 100
km masuk ke pedalaman seperti dijumpai di sepanjang Sungai Mahakam dan
Sungai Musi. Luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penyusutan terus
menerus, dalam satu dekade luas hutan mangrove tercatat turun dari 5.209.543 ha
(1982) menjadi 2.496.185 ha pada tahun 1993 (DAHURI et al., 1996). Penyebaran

8
hutan mangrove di pesisir Indonesia meliputi daerah pantai landai terutama dekat
muara sungai.
Ekosistem hutan mangrove di Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati
tertinggi di dunia dengan jumlah total spesies 89, terdiri dari 35 spesies tanaman, 9
spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit, dan 2 spesies parasitik.
Keanekaragaman hayati hutan mangrove yang tinggi merupakan aset yang sangat
berharga baik dilihat dari fungsi ekologi maupun fungsi ekonomi.

b) Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi,
demikian pula keanekaragaman hayatinya. Terumbu karang berfungsi ekologis
sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik pantai, tempat
pemijahan, tempat asuhan dan mencari pakan bagi berbagai biota. Terumbu
karang juga mempunyai produk yang bernilai ekonomis penting seperti berbagai
jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan berbagai jenis keong dan
kerang (SUKARNO et al., 1984)
Di beberapa tempat di Indonesia, karang batu (hard coral) dipergunakan untuk
berbagai kepentingan seperti konstruksi jalan dan bangunan, bahan baku industri,
dan perhiasan. Dalam industri pembuatan kapur, karang batu sering ditambang
sangat intensif seperti terjadi di pantai-pantai Bali hingga mengancam kelestarian
pantai (SUHARSONO, 1996). Dari segi estetika, terumbu karang yang masih utuh
menampilkan pemandangan yang sangat indah, berbeda dengan ekosistem
lainnya. Taman-taman laut yang terdapat di pulau atau pantai yang mempunyai
terumbu karang menjadi terkenal seperti Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara.
Keindahan yang dimiliki oleh terumbu karang merupakan salah satu potensi
atraksi wisata bahari yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Sementara itu potensi lestari sumberdaya ikan karang di perairan laut
Indonesia diperkirakan sebesar 76.000 /ton/ tahun. belum termasuk potensi ikan
hias sebesar 1,5 milyar ekor, dengan luas total terumbu karang lebih kurang
50.000 km2 (ANON1M, 1998) Ekosistem terumbu karang di Indonesia tersebar di
seluruh wilayah pesisir dan lautan di seluruh Nusantara. Terumbu karang di
Indonesia beragam tipenya, dimana semua tipe terumbu karang yang mencakup

9
terumbu karang tepi (fringing reefs), terumbu karang penghalang (barrier reefs),
terumbu karang cincin (atoll) dan terumbu tambalan (patch reefs) terdapat di
perairan laut Indonesia.
Terumbu karang tepi terdapat di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman
sekitar 40 meter. Terumbu karang penghalang berada jauh dari pantai (mencapai
puluhan atau ratusan kilometer) dipisahkan oleh laguna yang dalam sekitar 40 - 75
meter, di Indonesia diantaranya tersebar di Selat Makasar dan sepanjang tepian
Paparan Sunda, sedang terumbu karang cincin tersebar di Kepulauan Seribu dan
Taka Bone Rate.

c) Padang Lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Spermatophyta) yang sudah
sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup di bawah permukaan air laut
(FORTES, 1990). Lamun hidup di perairan dangkal agak berpasir, sering juga
dijumpai di ekosistem terumbu karang. Lamun membentuk padang yang luas dan
lebat di dasar laut yang masih terjangkau oleh cahaya matahari dengan tingkat
energi cahaya yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun tumbuh tegak,
berdaun tipis yang bentuknya mirip pita dan berakar jalar. Tunas-tunas tumbuh
dari rhizoma, yaitu bagian rumput yang tumbuh menjalar di bawah permukaan
dasar laut. Lamun berbuah dan menghasilkan biji.
Pertumbuhan padang lamun memerlukan sirkulasi air yang baik. Air yang
mengalir inilah yang menghantarkan zat-zat nutrien dan oksigen serta mengangkut
hasil metabolisme lamun, seperti karbon dioksida (CO2) keluar daerah padang
lamun. Secara umum semua tipe dasar laut dapat ditumbuhi lamun, namun padang
lamun yang luas hanya dijumpai pada dasar laut lumpur pasiran dan tebal. Padang
lamun sering terdapat di perairan laut antara hutan rawa mangrove dan terumbu
karang. Di wilayah perairan Indonesia terdapat sedikitnya 7 marga dan 13 jenis
lamun, antara lain jenis Enhalus acaroides dari suku Hydrocharitaceae.
Penyebaran ekosistem padang lamun di Indonesia (Den HARTOG, 1970)
mencakup perairan Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa
Tenggara dan Irian Jaya. Di dunia, secara geografis lamun ini tampaknya memang
terpusat di dua wilayah yaitu di Indo Pasifik Barat dan Karibia.

10
Keberadaan padang lamun dapat menstabilkan dasar laut. Padang lamun
berfungsi sebagai perangkap sedimen dan distabilkan. Padang lamun merupakan
daerah penggembalaan (grazing ground) bagi hewanhewan laut seperti "duyung"
(mamalia), penyu laut, bulu babi dan beberapa jenis ikan. Padang lamun juga
merupakan daerah asuhan (nursery ground) bagi larva-larva berbagai jenis ikan.
Tumbuhan lamun dapat digunakan sebagai bahan makanan dan pupuk. Misalnya
samo-samo (Enhalus acaroides) oleh penduduk Kepulauan Seribu dimanfaatkan
bijinya sebagai bahan makanan.

d) Rumput Laut
Potensi rumput laut (alga) di perairan Indonesia dapat diamati dari potensi
lahan budidaya rumput laut yang tersebar di 26 propinsi di Indonesia. Potensi
rumput laut di Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha dengan potensi
produksi sebesar 462.400 ton/ tahun (DAHURI et al, 19964. Budidaya rumput laut
sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di daerah pantai seperti Bali, PP.
Seribu, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Maluku.
Perkembangan budidaya tersebut mengalami pasang surut akibat masalah
pemasaran yang turun naik tidak menentu. Namun sekarang pemasarannya tidak
masalah justru karena krisis ekonomi membawa angin segar bagi produk pertanian
untuk ekspor dengan naiknya nilai dolar (ATMADJA et al, 1996).
Secara tradisional rumput laut dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir
terutama sebagai bahan pangan, seperti untuk lalapan, sayur, acar, manisan, kue,
selain juga dimanfaatkan sebagai obat (NONTJI, 1987). Pemanfaatan untuk
industri dan sebagai komoditas ekspor berkembang pesat pada beberapa dasawarsa
terakhir ini. Pemanfaatan rumput laut untuk industri terutama oleh kandungan
senyawa kimia didalamnya, khususnya karagenan, agar, dan algin. Karagenan
merupakan bahan kimia yang dapat diperoleh dari berbagai jenis alga merah
seperti Gelidium, Gracilaria dan Hypnea, sedan" algin adalah bahan yang
terkandung dalam alga coklat seperti Sargassum.
Algin banyak digunakan dalam industri kosmetika sebagai bahan pembuat
sabun, cream, lotion, shampo, dalam industri farmasi digunakan untuk membuat
emulsifier, stabilizer, tablet, salep, kapsul, dan filter. Algin juga dipakai dalam

11
industri tekstil, keramik, fotografi, dan sebagai bahan aditif. Agar-agar merupakan
bahan baku pokok pembuatan tepung agar-agar, baik untuk industri skala besar
maupun dalam industri rumah tangga. Agar-agar dipakai dalam industri makanan
sebagai thickener dan stabilizer, pada industri farmasi dan bidang mikrobiologi
untuk kultur bakteri. Bidang industri kecantikan memanfaatkan agaragar untuk
pembuatan bahan dasar salep, cream, sabun, lotion dan lain sebagainya.
Karagenan dengan kualitas yang jauh lebih bagus dari agaragar, juga banyak
digunakan dalam berbagai industri seperti juga algin dan agar-agar.
Dengan melihat besarnya potensi pemanfaatan alga, terutama untuk ekspor,
maka saat ini usaha budidayanya mulai semarak dilakukan masyarakat pesisir.
Usaha budidaya rumput laut ini berkembang di Kepulauan Seribu (Jakarta), Bali,
Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau Telang (Riau), dan Teluk Lampung.
Jenis rumput laut yang dibudidayakan yaitu Kappaphychus alvarezii, yang
sebelumnya dikenal sebagai Echeuma alvarezii.

e) Sumberdaya Perikanan Laut


Sumberdaya perikanan laut di Indonesia disusun dalam kelompok-
kelompok: Pelagis Besar, Pelagis Kecil, Demersal, Udang/ Krustasea lainnya, Ikan
Karang, Ikan Hias, Rumput Laut, Moluska Teripang/ Ubur-ubur, Benih Alami,
Reptilia dan Mamalia laut. Sementara itu sebagai dasar perhitungan potensi
sumberdaya ikan di Indonesia, telah disepakati bahwa perairan laut Indonesia
dibagi dalam sembilan wilayah pengelolaan perikanan meliputi Selat Malaka, Laut
Cina Selatan, Laut Jawa, Samudera Hindia, Selat Makasar dan Laut Flores, Laut
Sulawesi dan Samudera Pasifik, Teluk Tomini dan Laut Maluku, Laut Arafura.
Secara nasional potensi lestari sumberdaya perikanan laut yang meliputi
sumberdaya perikanan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, udang, ikan karang,
dan cumi-cumi adalah sebesar 6,2 juta ton/ tahun (ANONIM, 1998).
Tersirat bahwa pada tahun 1997, total produksi perikanan laut sejumlah 3,8
juta ton diantaranya kelompok ikan 84%, krustasea 6%, moluska 3%, rumput laut
3%, dan binatang air lainnya 4%. Tingkat pengusahaan (pemanfaatan sumberdaya
ikan) tersebut dibandingkan dengan potensi sumberdaya ikan yang besarnya 6,2
juta ton, adalah 62% nya. Dengan demikian peluang pengembangan sektor

12
perikanan masih terbuka. Selain potensi perikanan tangkap di laut, potensi
perikanan lainnya yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah budidaya
perikanan baik budidaya pantai maupun budidaya laut. Potensi budidaya pantai
(tambak) sekitar 830.200 ha yang tersebar diseluruh wilayah perairan Indonesia
dan yang baru dimanfaatkan untuk budidaya ikan bandeng, kakap, udang windu
dan jenis-jenis lainnya hanya sekitar 356.308 ha (DAHURI et al., 1996).
Dengan demikian peluang pengembangan usaha budidaya masih terbuka
luas. Usaha budidaya mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang
dalam memajukan taraf hidup para nelayan disekitar pesisir laut. Beberapa
komoditas perikanan saat ini sudah mulai dikembangkan untuk di budidayakan
dan mempunyai prospek baik yaitu berbagai jenis ikan kerapu, kakap putih, kakap
merah, bandeng, lola, batu laga, kerang mutiara, dan teripang.

f) Bahan-Bahan Bioaktif
Bahan-bahan bioaktif (Bioactive substances) atau berbagai macam bahan
kimia yang terkandung dalam tubuh biota laut merupakan potensi yang sangat
besar bagi penyediaan bahan baku industri farmasi, kosmetika, pangan dan
industri bioteknologi lainnya. Sejauh ini, pemanfaatan potensi bahan-bahan
bioaktif untuk keperluan industri terutama bioteknologi masih rendah (DAHURI
et al., 1996).
Pemanfaatan bahan-bahan bioaktif (natural product) dari biota laut praktis
belum berkembang, padahal di negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang,
dan Malaysia, industri bioteknologi yang mengelola bahanbahan bioaktif dari laut
telah menjadi salah satu industri andalan. Di Hawai, Amerika Serikat, yang hanya
memiliki sedikit terumbu karang, telah berhasil mengembangkan industri
pembuatan tulang dan gigi palsu yang terbuat dari hewan karang. Di Madagaskar,
salah satu jenis biota terumbu karang telah diekstrak zat bioaktifnya untuk industri
obat anti kanker. Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi
mempunyai potensi besar untuk mengembangkan industri bioteknologi. Hal ini
merupakan tantangan untuk diwujudkan untuk dinikmati hasilnya.

13
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemanfaatan sumber daya laut bertujuan untuk mencukupi kebutuhan dan


meningkatkan kesejahteraan manusia. Pertambahan penduduk yang pesat dan dirasakan
makin sempitnya daratan, memaksa kita untuk berangsur-angsur mengalihkan kegiatan
ekonomi ke laut. Guna memenuhi kebutuhan hidup akan pangan, mineral maupun
bahan mentah, kita mencari sumbersumber baru di laut. Peluang pengembangan sumber
daya ini belum sepenuhnya didaya gunakan, terutama karena kendala kurangnya
pengetahuan, baik yang dasar maupun terapannya. Dalam kaitan ini, nelayan, sumber
daya manusia yang langsung bergelut dalam eksploitasi perikanan laut perlu mendapat
perhatian yang proposional. Kenyataan bahwa umumnya masyarakat nelayan
berpendidikan rendah, menempatkan mereka dalam himpitan kemiskinan. Dengan
peningkatan pemanfaatan sumber daya hayati laut, diharapkan kehidupan nelayan ikut
terangkat pula, melalui terbukanya bidang usaha dan lapangan kerja. Bila kita tidak
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya tersebut, maka dapat diperkirakan bahwa
Indonesia hanya akan selalu menjadi ladang pasar dunia, dan bukan menjadi produsen
dunia.

B. Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini kami buat sekiranya dapat berguna untuk para pembaca. Dan kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampuh Bapak Drs. Muhammad Arif,
M.Pd, dan pihak-pihak yang ikut berpartisipasi dalam penelitian mini riset ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

ATMADJA, W.S., A. KADI, SULISTIJO dan R. SATARI 1996. Pengenalan JenisJenis


Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi - LIPI, Jakarta: 191 hal.

DAHURI, R.; J. RAIS; S. P. GINTING dan M.J. SITEPU 1996. Pengelolaan Sumber
Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta,
xxiv: 305 hal.

Den HARTOG, C. 1970. Seagrasses of The World. North Holland Publishing


Company, London.

KARTAWINATA, K. dan S. SOEMODIHARDJO 1977. Komunitas Hayati di Wiiayah


Pesisir Indonesia. Oseanologi di Indonesia 8: 19 - 32.

SUHARSONO 1996. Jenis-jenis karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia.


Puslitbang Oseanologi - LIPI, Jakarta: 116 hal.

SUKARDJO, S. 1986. Memahami beberapa aspek sosial ekonomi hutan mangrove di


Delta Cimanuk. Oseana 11 (1): 1 7 -27.

SUKARNO, M. HUTOMO, M.K. MOOSA dan P. DARSONO 1981. Terumbu Karang


di Indonesia: Sumber daya, permasalahan dan pengelolannya. Proy. Penel.
Potensi Sumber Daya Alam Indonesia, Lembaga Oseanologi, LIPI, Jakarta: 112
hal.

15

Anda mungkin juga menyukai