Anda di halaman 1dari 11

ILMU PENYAKIT MULUT

SUPERNUMERARY TEETH

Resa Ajeng Yudhisti I


J530205049

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
SUPERNUMEMRARY TEETH
Defisini Gigi supernumerary adalah anomali perkembangan yang ditandai dengan
lebih banyak jumlah gigi daripada seri normal ( Sarne, 2018 ).
Klasifikasi Kelainan Tumbuh Kembang (Langlais, 2010)
Tipe lesi Kelainan Tumbuh Kembang (Langlais, 2010).
Etiologi Tidak diketahui secara pasti namun dapat disebabkan oleh faktor genetik,
faktor lingkungan, kelainan perkembangan, atavisme, dikotomi dan
hiperaktifitas dental lamina ( Gunda, 2017 ).
Predisposisi Faktor genetik, faktor lingkungan, kelainan perkembangan, atavisme,
dikotomi dan hiperaktifitas dental lamina ( Gunda, 2017 ).
Histopatologi Pada minggu keenam dalam rahim atau 3 minggu setelah pecahnya
membran bukofaring terbentuk dari sel-sel ektoderm yang dirangsang
oleh ectomesenchymal. Lamina dura menghubungkan tunas gigi yang
berkembang ke epitel rongga mulut. Akhirnya lamina gigi hancur dan di
serap kembali dan menghasilkan sisa-sisa. Sisa- sisa tersebut gagal resorb
dan lamina trus berkembang biak secara tidak normal. Proliferasi
abnormal dapat membentuk tunas gigi ekstra dengan adanya area
jaringan yang terkalsifikasi disertai jaringan ikat fibrokolagen dengan
spindle sel yang tersebar yang mengarah ke gigi supernumerary
( Mellineni, 2014 ).

Patofisiologi Supernumerary terjadi dari beberapa teori hipersensitivitas dental lamina


dan faktor genetik.
1. Hipersensitivitas dental lamina
a. Benih gigi mulai terbentuk sejak janin berusia 6 minggu dan
berasal dari lapisan ektodermal serta mesodermal. Organ
epitelial yang membentuk seluruh gigi dan berperan dalam
pembentukan email berasal dari lapisan ektodermal,
sedangkan lapisan mesodermal membentuk dentin, pulpa,
sementum, membran periodontal, dan tulang alveolar. Tahap
inisiasi ( Bud Stage ) yang terjadi pada minggu ke-6
merupakan permulaan terbentuknya benih gigi dari epitel
rongga mulut, melibatkan proses induksi yang merupakan
interaksi antara jaringan embriologis. Sel-sel tertentu pada
lapisan basal dari epitel rongga mulut berproliferasi lebih
cepat daripada sel sekitarnya. Hasilnya adalah lapisan epitel
yang menebal di lengkung gigi. Penebalan ini terjadi pada
minggu ke-7, berlangsung lebih ke dalam ektomesenkim dan
diinduksi untuk membentuk sebuah lapisan yang disebut
dental lamina. Terbentuknya benih gigi supernumerary adalah
akibat dari berkembang terus menerusnya dental lamina.
b. Proliferasi sel-sel tersebut berlanjut di cap stage yang terjadi
pada awal minggu ke-8 perkembangan janin. Lapisan sel-sel
mesenkim yang berada pada lapisan dalam mengalami
proliferasi, memadat, dan bervaskularisasi membentuk papila
gigi yang kemudian membentuk dentin dan pulpa pada tahap
ini. Sel-sel mesenkim yang berada di sekeliling organ gigi dan
papila gigi memadat dan fibrous, disebut kantong gigi yang
akan menjadi sementum, membran periodontal, dan tulang
alveolar. Apabila sel-sel tersebut terdiferensiasi sepenuhnya
atau terpisah dari enamel organ, maka terbentuklah dentin dan
enamel yang menghasilkan odontoma atau gigi
supernumerary.
c. Tahap Histodiferensiasi dan Morfodiferensiasi (Bell Stage)
Terjadi diferensiasi seluler pada tahap ini. Sel-sel inner
enamel epithelium menjadi semakin panjang dan silindris
membentuk seperti bel, disebut sebagai ameloblas yang akan
berdiferensiasi menjadi email dan sel-sel bagian tepi dari
papila gigi menjadi odontoblas yang akan berdiferensiasi
menjadi dentin. Tahap histodiferensiasi menandai akhir dari
tahap proliferatif sebagaimana sel-sel tersebut mulai
kehilangan kapasitas untuk memperbanyak diri. Sel
pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan dipersiapkan
untuk menghasilkan bentuk dan ukuran gigi selanjutnya.
Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks dimulai. Morfologi
gigi dapat ditentukan bila inner enamel epithelium tersusun
sedemikian rupa sehingga batas antara epitel email dan
odontoblas merupakan gambaran dentinoenamel junction
yang akan terbentuk. Dentinoenamel junction mempunyai
sifat khusus yaitu bertindak sebagai pola pembentuk setiap
macam gigi. Terdapat deposit email dan matriks dentin pada
daerah tempat sel-sel ameloblas dan odontoblas yang akan
menyempurnakan gigi sesuai dengan bentuk dan ukurannya.
Kelainan pada tahap ini akan menjadikan struktur email dan
dentin serta bentuk dan ukuran gigi menjadi abnormal ( Rajab,
2002 ).

2. Genetik
Faktor genetik diturunkan dari gen autosomal dominan, dan
mungkin terkait dengan kromosom X (x-linked). Faktor prenatal
yang mungkin melatarbelakangi timbulnya gigi supernumerary
antara lain stress, kelelahan, atau gizi buruk yang dialami ibu
hamil pada minggu ketiga sampai kedelapan. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin,
termasuk perkembangan pada gigi. Perbandingan laki-laki dua
kali lebih sering memiliki supernumerary teeth dibandingkan
wanita ( Batra, 2005 ).

Lokasi Mesiodens Berlokasi diantara insisif sentral


maksila (regio pre-maksilari)
Paramolar Berada pada sisi bukal / lingual
atau palatal dinatara gigi molar 2
dan molar 3 maksila, jarang
berada diantara molar 1 dan
molar 2 maksila
Distomolar Berada pada sisi distal atau
distolingual dari molar 3 (maksila
atau mandibula, pada mandibula
seringnya impaksi)
Parapremolar Gigi tambahan pada regio
premolar
Paramolar root Tambahan akar gigi, sering di
molar mandibula
Paramolar tubercle Tambahan cusp berada pada
permukaan bukal dari gigi molar
permanen
Parastyle, jika cusp tambahan
berada pada molar maksila
( Archaya, 2015 )
Gambaran Klasifikasi Supernumerary ( Archaya, 2015 ) :
klinis 1. Berdasarkan lokasi :
Mesiodens Berlokasi diantara insisif sentral
maksila (regio pre-maksilari)
Paramolar Berada pada sisi bukal / lingual
atau palatal dinatara gigi molar 2
dan molar 3 maksila, jarang
berada diantara molar 1 dan
molar 2 maksila
Distomolar Berada pada sisi distal atau
distolingual dari molar 3 (maksila
atau mandibula, pada mandibula
seringnya impaksi)
Parapremolar Gigi tambahan pada regio
premolar
Paramolar root Tambahan akar gigi, sering di
molar mandibula
Paramolar tubercle Tambahan cusp berada pada
permukaan bukal dari gigi molar
permanen
Parastyle, jika cusp tambahan
berada pada molar maksila
2. Berdasarkan morfologi :
Conical Berukuran kecil / Peg Shape
dengan akar yg lancip
Tuberculate Mahkota berbentuk barel dengan
akar yang belum sempurna,
seringnya berpasangan
Odontoma Bentuk tidak biasa, berupa massa
jaringan gigi yang tidak beraturan
Suplemental Mirip dengan gigi normal
(biasanya gigi sulung dan gigi
insisif lateral permanen dan
premolar mandibula)
3. Berdasarkan erupsi gigi :
Erupsi Penuh Bagian mahkota gigi sepenuhnya terlihat secara
klinis dalam rongga mulut
Erupsi Sebagian Hanya bagian oklusal yang terlihat
Impaksi Secara klinis tidak terlihat pada rongga mulut,
hanya dapat ditentukan
4. Berdasarkan orientasi :
Vertikal Orientasi gigi seperti gigi normal
Inverted Orientasi terbalik
Melintang Posisi horizontal
DD Fusi, Geminasi, Makrodonsia, Mikrodonsia, Talons cups (Langlais,
2010).
Pemeriksaan Radiografi periapikal, panoramik, proyeksi oklusal, dan CBCT ( Neville,
penunjang 2002 ).
Perawatan Tidak diperlukan terapi
Jika diinginkan perlu dilakukan pembedahan untuk pengambilan gigi dan
dilakukan perawatan orthodontik ( Langlais, 2010 ).

Case Report :

Evaluasi gigi supernumerary yang menyerupai odontoma menggunakan cone beam


computed tomography (CBCT)

CC : Seorang pasien perempuan 10 tahun datang ke instalasi radiologi untuk dilakukan


pemeriksaan CBCT pada regio anterior maksila.
PI : Pasien membawa rujukan dari bagian IKGA dengan diagnosis impaksi gigi 11 disertai
adanya odontoma.
PDH : Pasien mengaku pernah kedokter gigi untuk memeriksakan gigi impaksi.
PMH : -
FH : -
SH : -
Pemeriksaan IO :Tampak adanya persistensi gigi 51. Tidak tampak adanya pembengkakan
pada regio tersebut. Warna jaringan disekitarnya tampak normal.
Pemeriksaan EO : -
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan radiografi panoramik menunjukkan adanya persistensi gigi 51 disertai adanya
gambaran

radiopak berbatas jelas dan tegas menyerupai gigi supernumerary pada periapikal gigi 51.
Pada area maksila dextra terdapat gambaran radiopak berbatas jelas dan tegas menyerupai
gigi 11 impaksi posisi horizontal dengan mahkota mengarah ke mesial, dan akar mengarah ke
distal.
Pemeriksaan radiografi CBCT menunjukkan gambaran radiopak berbatas jelas dan tegas pada
apikal gigi 51 yang persistensi. Tampak massa radiopak irreguler tersebut menyerupai
mahkota gigi yang memiliki struktur email, dentin dan akar yang belum terbentuk sempurna,
dikelilingi halo radiolusen, dan bersinggungan dengan gigi 12 dan berdekatan dengan gigi 11.
Tampak gigi 11 impaksi dengan posisi semivertikal dengan mahkota mengarah ke mesial dan
akar mengarah ke distal, bersinggungan dengan cavum nasal. Tampak perforasi tulang pada
sisi labial.

Gambar klinis :

Gambar radiografi panoramik:


Gambar radiografi CBCT :
Suspek radiodiagnosis supernumerary teeth
Diffential diagnosis compound odontoma
Rencana perawatan : KIE, Ektraksi presistensi gigi 51, pembedahan gigi supernumerary,
kontrol.
Tahapan perawatan :
Ekstraksi gigi 51
Pembedahan gigi supernumerary dengan pembukaan flap dibawah anestesi lokal.
Dilakukan pemeriksaan histologi kerena diduga sebagai odontoma.
Kontrol

Pembahasan :

Odontoma adalah tumor jinak odontogenik, non agresif dan merupakan kelainan
perkembangan gigi (hamartomatous). Odontoma dikategorikan di dalam kelompok tumor
odontogenik oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2005. Dua tipe yang
dikenal yaitu compound odontoma dan complex odontoma (Natusion, 2018).
Odontoma tergolong dalam gigi supernumerary yang dibedakan berdasarkan bentuk atau
morfologinya. Compound odontoma biasanya memiliki jaringan gigi normal yang tersusun
dalam pola teratur dan terlihat seperti struktur gigi kecil dalam jumlah banyak yang disebut
odontoids atau denticles.
Biasanya tumor ini tidak bergejala, dan penyebab yang paling sering ditemukan adalah
impaksi gigi permanen dan persistensi gigi sulung ( Natusion, 2018 ).

Penatalaksanaan lesi odontoma berukuran kecil maupun gigi supernumerary impaksi adalah
dilakukan bedah eksisi dan biasanya tidak terjadi lesi yang rekuren, sedangkan pada lesi
odontoma yang besar, eksisi dapat memengaruhi jaringan tulang dan gigi disekitarnya.
Case report 2 :
EKSTRAKSI MESIODENS PADA ANTERIOR MAKSILA: LAPORAN KASUS

Cc : Pasien laki-laki, usia 9 tahun datang dengan keluhan gig berjejal.


PI : Pasien mengalami gigi berlebih pada gigi depan atas kanan dan menyebabkan giginya
terlihat berjejal.
PDH : -
PMH : -
FH : -
SH : -
Pemeriksaan intraoral menunjukkan anak dalam fase gigi campuran awal. Hubungan oklusi
molar kiri Kelas II, molar kanan Kelas I, overbite sebesar 6 mm, overjet 7 mm dan terdapat
crowding anterior maksila dan mandibula. Terdapat sisa akar pada gigi 52,53, karies
profunda pada gigi 54,55,64,75,74,73,84,85, karies media pada gigi 83. Pemeriksaan klinis
dan radiograf periapikal menunjukkan terdapat mesiodens pada palatal gigi 11 (Gambar 1 dan
2). Berdasarkan penilaian risiko karies menurut AAPD pasien memiliki risiko karies tinggi.

Pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan radiografi :

Rencana perawatan : KIE, Ekstraksi radix gigi 52, ektraksi mesiodent, kontrol.
Tahapan perawatan :
Kunjungan pertama, pasien dilakukan pemeriksaan lengkap rongga mulut dan dilakukan KIE
pasien diintruksikan cara menyikat gigi. Selanjutnya dilakukan ekstraksi radix gigi 52.
Kunjungan selanjutnya, 8 bulan kemudian, pasien setuju untuk dilakukan ekstraksi gigi
mesiodens nya. Pasien sudah lebih kooperatif. Orang tua pasien diminta untuk menanda
tangani informed consent. Sebelum dilakukan anestesi infiltrasi, daerah gigi 11 dioleskan
anestesi topikal untuk mengurangi rasa sakit saat insersi jarum anestesi. Kemudian daerah
kerja dioleskan kapas dengan carian antiseptik (Gambar 3A), dan dilakukan anestesi infiltrasi
di regio gigi 11. Setelah dilakukan anestesi (Gambar 3B dan 3C), dilakukan pemisahan antara
permukaan jaringan lunak dan jaringan sekitarnya menggunakan bein (Gaambar 3D)
kemudian mesiodens diekstraksi dengan tang (gambar 3E).

Spooling dilakukan dengan cairan NaCl 0.9% pada daerah bekas ekstraksi selanjutnya pasien
diminta untuk menggigit kassa steril selama 60 menit sampai pendarahan berhenti. Pasien
juga diberikan instruksi post ekstraksi dan diresepkan antibiotik Amoxicillin syr 125 mg/5ml
3x1,5 cth no II dan analgetik Paracetamol syr 120 mg/5ml 3x1,5 cth no I.

Daftar Pustaka :
1. Sarne O, Shapira Y, Blumer S, Finkelstein T, Schonberger S, et al. Supernumerary
Teeth in the Maxillary Anterior Region: The Dilemma of Early Versus Late Surgical
Intervention J ClinPediatr Dent. 2018; 42(1): 55-61.
2. Gunda SA, Shigli AL, Patil AT, Sadawarte BS, Hingmire AR, Jare PA. Management
of palatally positioned impacted mesiodens: 2 case reports. Journal of Orthodontics &
Endodontics. 2017; 3(1:4): 1-6.
3. Rajab LD, Hamdan MAM. Supernumerary teeth: Review of the literature and a
survey of 152 cases. Int J Paediatr Dent 2002; 12:244−254.
4. Acharya S. Supernumerary Teeth in Maxillary Anterior Region : Report of Three
Cases and Their Management. Int J Sci Study. 2015;3(3):122-127.
5. Batra P, Duggal R, Parkash H. Non- syndromic multiple supernumerary teeth
transmitted as anautosomal dominant trait. J Oral Pathol Med 2005;34:621- 625.
6. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial Pathology.
2nd ed. Philladelphia: WB Saunders. 2002: 69–73.
7. Mallineni, Sreekanth Kumar."Supernumerary Teeth: Review of the Literature with
Recent Updates" . Makalah Konferensi dalam Sains .  2014 : 1–6.
8. Nasution FA, Sitam S. Laporan kasus Analisis gambaran complex odontoma pada
radiografi panoramik. JKG Unpad. 2018;30(2):102-106. doi:10.24198/jkg.v30i3.18525.
9. Nova Rosdiana, Belly Sam, dan Lusi Epsilawati. Evaluasi gigi supernumerary yang
menyerupai odontoma menggunakan cone beam computed tomography (CBCT).
2019. Nomor 3: 5-8.

Anda mungkin juga menyukai