SUPERNUMERARY TEETH
2. Genetik
Faktor genetik diturunkan dari gen autosomal dominan, dan
mungkin terkait dengan kromosom X (x-linked). Faktor prenatal
yang mungkin melatarbelakangi timbulnya gigi supernumerary
antara lain stress, kelelahan, atau gizi buruk yang dialami ibu
hamil pada minggu ketiga sampai kedelapan. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin,
termasuk perkembangan pada gigi. Perbandingan laki-laki dua
kali lebih sering memiliki supernumerary teeth dibandingkan
wanita ( Batra, 2005 ).
Case Report :
radiopak berbatas jelas dan tegas menyerupai gigi supernumerary pada periapikal gigi 51.
Pada area maksila dextra terdapat gambaran radiopak berbatas jelas dan tegas menyerupai
gigi 11 impaksi posisi horizontal dengan mahkota mengarah ke mesial, dan akar mengarah ke
distal.
Pemeriksaan radiografi CBCT menunjukkan gambaran radiopak berbatas jelas dan tegas pada
apikal gigi 51 yang persistensi. Tampak massa radiopak irreguler tersebut menyerupai
mahkota gigi yang memiliki struktur email, dentin dan akar yang belum terbentuk sempurna,
dikelilingi halo radiolusen, dan bersinggungan dengan gigi 12 dan berdekatan dengan gigi 11.
Tampak gigi 11 impaksi dengan posisi semivertikal dengan mahkota mengarah ke mesial dan
akar mengarah ke distal, bersinggungan dengan cavum nasal. Tampak perforasi tulang pada
sisi labial.
Gambar klinis :
Pembahasan :
Odontoma adalah tumor jinak odontogenik, non agresif dan merupakan kelainan
perkembangan gigi (hamartomatous). Odontoma dikategorikan di dalam kelompok tumor
odontogenik oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2005. Dua tipe yang
dikenal yaitu compound odontoma dan complex odontoma (Natusion, 2018).
Odontoma tergolong dalam gigi supernumerary yang dibedakan berdasarkan bentuk atau
morfologinya. Compound odontoma biasanya memiliki jaringan gigi normal yang tersusun
dalam pola teratur dan terlihat seperti struktur gigi kecil dalam jumlah banyak yang disebut
odontoids atau denticles.
Biasanya tumor ini tidak bergejala, dan penyebab yang paling sering ditemukan adalah
impaksi gigi permanen dan persistensi gigi sulung ( Natusion, 2018 ).
Penatalaksanaan lesi odontoma berukuran kecil maupun gigi supernumerary impaksi adalah
dilakukan bedah eksisi dan biasanya tidak terjadi lesi yang rekuren, sedangkan pada lesi
odontoma yang besar, eksisi dapat memengaruhi jaringan tulang dan gigi disekitarnya.
Case report 2 :
EKSTRAKSI MESIODENS PADA ANTERIOR MAKSILA: LAPORAN KASUS
Rencana perawatan : KIE, Ekstraksi radix gigi 52, ektraksi mesiodent, kontrol.
Tahapan perawatan :
Kunjungan pertama, pasien dilakukan pemeriksaan lengkap rongga mulut dan dilakukan KIE
pasien diintruksikan cara menyikat gigi. Selanjutnya dilakukan ekstraksi radix gigi 52.
Kunjungan selanjutnya, 8 bulan kemudian, pasien setuju untuk dilakukan ekstraksi gigi
mesiodens nya. Pasien sudah lebih kooperatif. Orang tua pasien diminta untuk menanda
tangani informed consent. Sebelum dilakukan anestesi infiltrasi, daerah gigi 11 dioleskan
anestesi topikal untuk mengurangi rasa sakit saat insersi jarum anestesi. Kemudian daerah
kerja dioleskan kapas dengan carian antiseptik (Gambar 3A), dan dilakukan anestesi infiltrasi
di regio gigi 11. Setelah dilakukan anestesi (Gambar 3B dan 3C), dilakukan pemisahan antara
permukaan jaringan lunak dan jaringan sekitarnya menggunakan bein (Gaambar 3D)
kemudian mesiodens diekstraksi dengan tang (gambar 3E).
Spooling dilakukan dengan cairan NaCl 0.9% pada daerah bekas ekstraksi selanjutnya pasien
diminta untuk menggigit kassa steril selama 60 menit sampai pendarahan berhenti. Pasien
juga diberikan instruksi post ekstraksi dan diresepkan antibiotik Amoxicillin syr 125 mg/5ml
3x1,5 cth no II dan analgetik Paracetamol syr 120 mg/5ml 3x1,5 cth no I.
Daftar Pustaka :
1. Sarne O, Shapira Y, Blumer S, Finkelstein T, Schonberger S, et al. Supernumerary
Teeth in the Maxillary Anterior Region: The Dilemma of Early Versus Late Surgical
Intervention J ClinPediatr Dent. 2018; 42(1): 55-61.
2. Gunda SA, Shigli AL, Patil AT, Sadawarte BS, Hingmire AR, Jare PA. Management
of palatally positioned impacted mesiodens: 2 case reports. Journal of Orthodontics &
Endodontics. 2017; 3(1:4): 1-6.
3. Rajab LD, Hamdan MAM. Supernumerary teeth: Review of the literature and a
survey of 152 cases. Int J Paediatr Dent 2002; 12:244−254.
4. Acharya S. Supernumerary Teeth in Maxillary Anterior Region : Report of Three
Cases and Their Management. Int J Sci Study. 2015;3(3):122-127.
5. Batra P, Duggal R, Parkash H. Non- syndromic multiple supernumerary teeth
transmitted as anautosomal dominant trait. J Oral Pathol Med 2005;34:621- 625.
6. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial Pathology.
2nd ed. Philladelphia: WB Saunders. 2002: 69–73.
7. Mallineni, Sreekanth Kumar."Supernumerary Teeth: Review of the Literature with
Recent Updates" . Makalah Konferensi dalam Sains . 2014 : 1–6.
8. Nasution FA, Sitam S. Laporan kasus Analisis gambaran complex odontoma pada
radiografi panoramik. JKG Unpad. 2018;30(2):102-106. doi:10.24198/jkg.v30i3.18525.
9. Nova Rosdiana, Belly Sam, dan Lusi Epsilawati. Evaluasi gigi supernumerary yang
menyerupai odontoma menggunakan cone beam computed tomography (CBCT).
2019. Nomor 3: 5-8.