Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Amputasi adalah hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan ketidakmampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas dalam derajat yang bervariasi, tergantung dari
bagianmana alat gerak yang hilang, usia, dan penanganan operasi (untuk kasus kehilangan
alat gerak yang disebabkan amputasi). Kehilangan alat gerak tersebut dapat disebabkan
berbagai hal,seperti penyakit, faktor cacat bawaan lahir, ataupun kecelakaan. Operasi
pengangkatan alatgerak pada tubuh manusia ini diebut dengan amputasi. Menurut Crenshaw,
dalam Vitriana(2002), amputasi pada alat gerak bawah mencapai 85%-90% dari seluruh
amputasi, dimana amputasi bawah lutut (transtibial amputation) merupakan jenis operasi
amputasi yang paling sering dilakukan. Angka kejadian amputasi yang pasti di indonesia saat
ini tidak diketahui, tapi menurut Vitriana (2002) di Amerika Serikat terjadi 43.000 kasus per
tahun dari jumlah penduduk 280.562.489 jiwa atau sekitar 0,02%, sedangkan dalam Raichle
et al. (2009) disebutkan bahwa terjadi kasus amputasi sekitar 158.000per tahun dari jumlah
penduduk 307.212.123 atau sekitar 0,05%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa terjadi
peningkatan kasus amputasi di Amerika Serikat, baik secara jumlah, maupun secara
persentase dari jumlah penduduk.
II. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari Amputasi
b. Apa saja etiologi dari Amputasi
c. Bagaimana pathofisiologi dari Amputasi
d. Apa saja manifestasi klinis dari Amputasi
e. Apa saja komplikasi dari Amputasi
f. Apa saja pemeriksaan penunjang pada Amputasi
g. Bagaimana penatalaksanaan pada Amputasi
h. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Amputasi
III. Tujuan
a. Tujuan Umum
Menambah pengetahuan seputar penyakit Amputasi serta asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat pada pasien Amputasi
b. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ” Amputasi”
b) Untuk mengetahui gejala-gajala yang timbul pada penderita ” Amputasi”
c) Untuk mengetahui apa saja penyebab ”Amputasi”
d) Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan ” Amputasi”
IV. Manfaat
a.       Mahasiswa akan lebih mengetahui tentang ”Amputasi”
b.      Lebih mengerti tentang penatalaksanaan terhadap klien dengan ”Amputasi”
c.       Lebih memahami tentang penerapan asuhan keperawatan “ Amputasi”
BAB II
AMPUTASI

I. Pengertian Amputasi
Amputasi berasal dari bahasa latin yaitu amputate yang berarti pancung. Dalam ilmu
kedokteran diartikan sebagai membuang sebagian atau seluruh anggota gerak, sesuatu yang
menonjol atau tonjolan alat (organ) tubuh (Soelarto Reksoprodjo, 1995 : 581)
Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap (Syamsuhidayat,1997:1282)
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa amputasi adalah perlakuan
berupa penghilangan seluruh atau sebagian ekstremitas atau sesuatu yang menonjol yang
mengakibatkan cacat menetap
Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan embel –
embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan medik. 2000)
Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma, penyakit, tumor
atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki kembali untuk
memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik (Standart Perawatan Pasien
Vol. 3. 1998)

II. Etiologi
a. Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh penyakit DM,
Gangren, cedera, dan tumor ganas.
b. Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
a) Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
b) Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
c) Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
d) Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
e) Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
f) Deformitas organ.
III. Patofisiologi
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh darah,
cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus dilakukan karena dapat
mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi:
a. Kecepatan metabolism

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan
kecepatan metabolisme basal.

b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus
posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

c. Sistem respirasi
a) Penurunan kapasitas paru

Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.

b) Perubahan perfusi setempat

Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

c) Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga


sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu
gerakan siliaris normal.

d. Sistem Kardiovaskuler
a) Peningkatan denyut nadi

Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan


mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien
dengan immobilisasi.

b) Penurunan cardiac reserve

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan


waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c) Orthostatik Hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol dan

venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah
yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk
memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan
pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.

e. Sistem Muskuloskeletal
a) Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai


O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan
sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.

b) Atropi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.

c) Kontraktur sendi

Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan
gerak.

d) Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik


dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

f. Sistem Pencernaan
a) Anoreksia

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi


kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan
kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.

b) Konstipasi

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus
menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan
faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.

g. Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
 Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
 Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan
dapat menyebabkan ISK.
h. Sistem integumen

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika
hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

PHATWAY

IV. Manifestasi Klinis


a. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)
b. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat
dengan permukaan.
c. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengankeronitis.
d. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
e. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
f. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
g. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan

V. Jenis- jenis Amputasi


a. Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
a) Amputasi selektif/terencana. Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang
terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-
menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.

b) Amputasi akibat trauma. Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan
tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
c) Amputasi darurat. Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma
dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
b. Jenis amputasi yang dikenal adalah :
a) Amputasi terbuka. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat
dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi terbuka
dilakukan pada luka yang kotor, seperti luka perang atau infeksi berat antara lain
gangrene, dibuat sayatan dikulit secara sirkuler sedangkan otot dipotong sedikit
proximal dari sayatan kulit dan digergaji sedikit proximal dari otot.
b) Amputasi tertutup. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih
memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah
dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka
operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese
(mungkin). Amputasi tertutup dibuat flap kulit yang direncanakan luas dan
bentuknya secara teliti untuk memperoleh kulit penutup ujung putung yang baik
dengan lokasi bekas pembedahan

VI. Tingkatan Amputasi


a. Estremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang
lainnya yang melibatkan tangan. Ekstremitas atas, terdiri dari : telapak, pergelangan
tangan, lengan bawah, siku dan lengan atas.
b. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki
yang menimbulkan penurunan seminimal mungkin kemampuannya. Ekstremitas bawah
terdiri dari  : jari kaki dan kaki, proksimal sendi pergelangan kaki, tungkai bawah, tungkai
atas, sendi panggul, lutut, hemipeivektomi. Adapun amputasi yang sering terjadi pada
ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
a) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).Ada 2 metode pada amputasi jenis
ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb. 
b) Amputasi diatas lutut Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada
pasien dengan penyakit vaskuler perifer.

c. Nekrosis
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil
dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
d. Kontraktur
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan
latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama
diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
e. Neuroma
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehinggamelengket dengan
kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari
stump sehingga tertanam di dalam otot.
f. Phantom sensation
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut
disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan
juga dengan cara kombinasi.

VII. Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Perdarahan dapat
terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif. Infeksi dapat
terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya
kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi penggunaan protesis.

VIII. Penatalaksanaan Amputasi


Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi dan  menghasilkan
sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat . pada lansia mungkin
mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan
lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap
sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak (rigid) dan
menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.
a. Tingkatan Amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan
dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua fakor: peredaran darah pada
bagian itu dan kegunaan fungsional (mis. Sesuai kebuuhan protesis).
Status peredaran darah ekstremitas dievaluasi melalui pemeriksaan fisik dan uji dan uji
tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk penyembuhan. Floemetri doppler,
penentuan tekanan darah segmental, dan tekanan parsial oksigen perkutan (PaO2)
merupakan uji yang sangat berguna. Angiografi dilakukan bila revaskularisasi
kemungkinan dapat dilakukan.
Tujun pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin tujuan ekstremitas
konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah

pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardiovaskuler yang ditimbulkannya akan meningkat
dan menggunakan kursi roda ke prostesis ke tongkat tanpa protesis. Maka pemantauan
kardiovaskuler dan nutrisi yang keaet sangat penting sehingga batas fisiologis dan
kebutuhan dapats seimbang.
Amputasi jari kaki dan sebagaian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya
berjalan dan keseimbangan. Amputasi syme (modifikasi amputasi disartikulasi
pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan
ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan yang dapat menahan beban berat badan penuh.
Amputasi bawah luut lebih disukai daripada di atas lutut karena peningnya sendi lutut dan
kebutuhan energi untuk berjalan. Dengan mempertahankan lutut sangat berarti bagi
seorang lansia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan hanya bisa duduk di kursi
roda. Disartikulasi sendi lutut paling berhasil pada pasien muda, aktif yang masih mampu
mengembangkan kontrol yang tepat terhadap prostesis. Bila dilakukan amputasi atas lutut,
pertahankan sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan kontraktur
pinggul dapat dicegah untuk potensial ambulasi maksimal. Bila dilakukan amputasi
disartikulasi sendi pinggul, kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk
mobilitasnya.
Amputasi ektremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional
maksimal. Prostesis segera diukur agar fungsinya bisa maksimal.
b. Penatalaksanaan Sisa Tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa
tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kuli yang sehat untuk penggunaan
prosteis. Lansia mungkin mengalami kelambatan penyembuhan luka karena nutrisi yang
buruk dan masalah kesehatan lainnya. Penyembuhan dipercepat dengan penanganan
lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres
lunak atau rigid dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka unuk
menghindari infeksi.
a) Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah
penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang
ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan
untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan
mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril
dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian
dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang
merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14
hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus
segara diganti.

b) Balutan lunak.
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi
berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan
pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk
meminimalkan infeksi.
c) Amputasi Bertahap
Amputasi  bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan
amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka
didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah
terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan
kulit.
d) Protesis.
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat
dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien
menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan
setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah
proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti
bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi,
temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat
dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan
tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan
triseps.
Pasien yang memerlukan amputasi biasanya mudah dengan trauma ekstremitas berat
atau manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat, sembuh
dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi
sering merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan lebih banyak dukungan
psikologis untuk menerima perubahan mendadak citra diri dan menerima stres akibat
hospitalisasi,rehabilitasi jangka panjang dan penyesuaiaan gaya hidup. Pasien ini
memerlukan waktu untuk mengatasi perasaan mereka mengenai kehilangan
permanen. Reaksi mereka susah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan
bermusuhan.
Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah
kesehatan lain, termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi terapeutik
untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri,
disabilitas dan ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya
dan siap menerima amputasi. Adapun pengaruh dari amputasi yaitu :
i. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga sehingga
menurunkan kecepatan metabolismebasal.

ii. System musculoskeletal


Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan system
vaskuler memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.
iii. System integument
Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti
punggung dan bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi
penurunan suplai darah dan nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi
ischemia, hyperemis, dekubitus dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan supali darah.

IX. Management Keperawatan


Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada
tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap post operatif.
a. Pre Operatif . Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya
untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan
operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi
fisik,khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
b. Intra Operatif. Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi
terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk
menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat
berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang
adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi
dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat
membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan
dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa
postoperatif
c. Post Operatif. Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan
tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas
lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. Perawat melakukan pengkajian tanda-
tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan
jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah
yang hilang selama operasi dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus
untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah,
terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan
saluran drain tersumbat oleh clot darah. Awal masa postoperatif, perawat lebih
memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan
mempertahankan kondisi optimum klien. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan
kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam
kehidupan klien. Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan
kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat

penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang
dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah
nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat
menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak
sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini
perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang
dirasakan oleh klien benar adanya.
d.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian Riwayat Kesehatan.

Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi
resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit
ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.

a. Pengkajian Fisik

Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara
utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi
merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik
mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi  :

SISTEM TUBUH KEGIATAN


Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Kulit secara umum. Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau
Lokasi amputasi kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif.
Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap
terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada
Cardiac reserve klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi
Pembuluh darah jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya
sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan
sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

b. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual


Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis
( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui
penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi
dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu
sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap
nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkat
persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau
persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan
standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif,
gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-
sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping
konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi
jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap
untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk
berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi
perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat
pre operatif.

II. Diagnosa Keperawatan


a. Pre Operasi
a) Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi otot dan pergerakan
akibat gangren.
c) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
d) Berduka yang  antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan
akibat amputasi.
b. Post Operasi
a) Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap
amputasi.
b) Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah arteri/ vena
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan/anoreksia.
d) Resiko kerusakan Integritas kulit b.d adanya dekubitus akibat tirah baring lama.
e) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot akibat tirah baring
lama post amputasi.

f) Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, berdandan berhubungan dengan


kehilangan bagian tubuh
g) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya salah satu anggota badan akibat
amputasi..

III. Intervensi Keperawatan


a. Pre Operasi
No Analisa Data Diagnosa NOC NIC
. keperawatan
1. Ds : Pasien Nyeri (akut) Setelah dilakukan Mandiri
1. Catat lokasi,frekwensi
mengatakan berhubungan dengan asuhan keperawatan
dan intensitas nyeri
nyeri pada cedera fisik/jaringan selama 3x24 jam
(skala 0-10). Amati
daerah luka. dan trauma saraf. pasien dapat
perubahan
Do : mentoleransi nyeri
karakteristik nyeri,
-     Wajah dan nyeri berkurang.
misalnya kebas dan
meringis Dengan kriteria
kesemutan.
-     nadi: hasil:
2. Tinggikan bagian yang
120x/mnt -Px. Tampak rileks
sakit dengan
-     RR: 25x/mnt Nadi: 60-100x/mnt
meninggikan tempat
- TD: RR:16-24x/mnt
tidur atau bantal
170/90mmHg TD:120/80mmHg
guling sebagai
Skala nyeri
penyangga.
berkurang 0-2.
3. Tingkatkan
kenyamanan klien
(rubah posisi sesering
mungkin, dan beri
pijatan punggung).
Dotong penggunaan
teknik manajemen
stres (napas dalam,
visualisasi).
4. Berikan pijatan lembut
pada sisa tungkai
(puntung) sesuai
toleransi bila balutan
telah dilepas.
5. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik

2. Data Subjetif: Kecemasan Setelah dilakukan 1. Memberikan bantuan


pasien sering berhubungan dengan tindakan secara fisik dan
menanyakan kurang pengetahuan keperawatan selama psikologis,
tentang tentang kegiatan 3 jam pasien mampu memberikan dukungan
prosedur perioperatif. mengontrol tingkat 2. moral.
tindakan yang ansietasnya serta 3. Menerangkan prosedur
akan mampu operasi dengan sebaik-
dilakukan. mengkomunikasikan baiknya.
Data Objektif: perasaan negatifnya 4. Mengatur waktu
-     nadi: dengan tepat. khusus dengan klien
120x/mnt Dengan KH: untuk berdiskusi
-     RR: 25x/mnt Nadi: 60-100x/mnt tentang kecemasan
-     TD: RR:16-24x/mnt klien.Bina hubungan
170/90mmHg TD:120/80mmHg saling percaya dengan
-     Tampak Pasien tampak rileks pasien dan keluarga
bingung pasien.
5. Kolaborasi: beri obat
untuk mengurangi
ansietas sesuai
kebutuhan
3. Ds: - Berduka Setelah dilakukan 1. Anjurkan klien untuk
Do: wajah yang  antisipasi asuhan keperawatan mengekspresikan
pasien tampak (anticipated griefing) selama 1x24 jam perasaan tentang
murung. berhubungan dengan klien mampu dampak pembedahan
Pasien tidak kehilangan akibat mendemontrasikan pada gaya hidup.
ingin melihat amputasi. kesadaran akan 2. Berikan informasi
tubuh yang dampak pembedahan yang adekuat dan
telah di pada citra diri rasional tentang alasan
amputasi. dengan KH: pemilihan tindakan
Pasien pemilihan amputasi.
menyadaridan 3. Beri informasi bahwa
menerima kondisi amputasi merupakan
tubuhnya saat ini, tindakan untuk
pasien tampak memperbaiki kondisi
tenang. klien dan merupakan
langkah awal untuk
menghindari
ketidakmampuan atau
kondisi yang lebih
parah.
4. Fasilitasi untuk
bertemu dengan orang
dengan amputasi yang
telah berhasil dalam
penerimaan terhadap
situasi amputasi.

b. Post Operasi
No Analisa Data Diagnosa keperawatan NOC NIC
.
1. Ds: Pasien Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Evaluasi nyeri : berasal
mengatakan nyaman: Nyeri asuhan keperawatan dari sensasi panthom
nyeri pada berhubungan dengan selama 3x24 jam limb atau dari luka
bagian tubuh insisi bedah sekunder pasien dapat insisi. Bila terjadi nyeri
yang terhadap amputasi. mentoleransi nyeri panthom limb
diamputasi. dan nyeri berkurang. 2. Ajarkan klien
Do: Dengan kriteria memberikan tekanan
-     Wajah hasil: lembut dengan
meringis -Px. Tampak rileks menempatkan puntung
-     nadi: Nadi: 60-100x/mnt pada handuk dan
120x/mnt RR:16-24x/mnt menarik handuk
-     RR: TD:120/80mmHg dengan berlahan.
25x/mnt Skala nyeri 3. Ajarkan teknik
TD:170/90
     berkurang 0-2. distraksi relaksasi
mmHg untuk menanggulangi
nyeri.
4. Beri analgesic
( kolaboratif )
2. Ds: - Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda vital,
Do: perubahan perfusi asuhan keperawatan palpasi nadi perifer,
- Terdapat jaringan perifer selama 1x24 jam perhatikan kekuatan
sianosis berhubungan dengan menunjukkan perfusi dan kesamaan.
- Suhu penurunan aliran jaringan yang baik 2. Lakukan pengkajian
Ekstremitas darah arteri/ vena dengan kriteria hasil: neurovascular periodic
dingin - Sianosis (-) misalnya sensasi,
- Denyut - Suhu ekstermitas gerakan, nadi, warna
proksimal hangat kulit dan suhu.
dan perifer - Denyut proksimal 3. Inspeksi
distal lemah dan perifer distal balutan/drainase,
- N: 50x/mnt kuat perhatikan jumlah dan
- Warna kulit - N: 60-100x/mnt karakteristik balutan.
pucat - Warna kulit 4. Berikan tekanan
normal. langsung pada sisi
perdarahan, bila
terjadi perdarahan
segera hubungidokter.
5. Evaluasi tungkai
bawah yang tidak

dioperasi dari adanya


inflamasi
6. Kolaborasi
Berikan cairan
IV/darah sesuai order
Gunakan kaoskaki
antiembolitik untuk
kaki yang tidak
dioperasi.
Pantau pemeriksaan
laboratorium :
Hb/Ht
Pt/APTT.

3. Ds: pasien Perubahan nutrisi Setelah dilakukan 1. Berikan informasi


mengatakan kurang dari kebutuhan asuhan keperawatan tentang kebutuhan
adanya tubuh b.d penurunan selama 3x24 jam nutrisi dan bagaimana
sensasi rasa nafsu kebutuhan nutrisi cara memenuhinya
pahit di makan/anoreksia. pasien terpenuhi 2. Berikan asupan
lidahnya dengan kriteria hasil: makanan dalam porsi
Do: -rasa pahit di lidah(-) sedikit tapi sering
-adanya sisa -sisa makanan (-) 3. Beri asupan makanan
makanan di -Bising Usus (-) tinggi kalori tinggi
piring pasien -Konjungtiva dan protein
-Bising usus mukosa berwarna 4. Kolaborasi dengan
hiperaktif merahmuda ahli gizi dalam
-konjungtiva -annoreksia(-) menentukan
dan mukosa kebutuhan nutrisi
pucat pasien untuk
Menolak memenuhi kebutuhan
untuk makan nutrisi pasien.
BAB IV
PENUTUP

I. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan
kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup
besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien
sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai
tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar
ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan
fisik dan psikologis akibat amputasi
II. Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik yang
sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan.
Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting
mengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta
aktifitas seseorang.
DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia,
EGC: Jakarta.
Wilkinson, Judith.M. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. EGC: Jakarta
Anton (online http://studikeperawatan.blogspot.com/2011/08/asuhan-keperawatan-askep-
amputasi.html diakses tanggal 17 November 2012, pukul 19.00)
Saskia ( online http://id.scribd.com/doc/93523943/makalah-amputasi diakses tanggal 18
November 2012, pukul 09.00)
Irvanzaky (online http://irvanzaky.blogspot.com/2012/05/amputasi.html diakses tanggal 18
November 2012, pukul 11.00)
Icha (online http://x-asuhankeperawatan.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-dengan-
amputasi_19.html diakses tanggal 18 November 2012,pukul 15.30)

Anda mungkin juga menyukai