PENDAHULUAN
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyte
Divisi : Magnoliophyta
Kela : Magnoliopsida
Sub kelas : Dilleniidae
Ordo : Caricales
Family : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies :Carica papaya L.
(rukmana,rahmat,2009).
Dasarnya pembuatan obat tradisional memiliki prinsip yang sama dengan
pembuatan obat sintetik pada umumnya. Hanya saja, pada pembuatan obat
tradisional bahan baku (raw material) yang berupa simplisia ataupun estrak mendapat
perhatian yang lebih dalam prosesnya. Pada proses pembuatan obat tradisional,
simplisia atau pun ekstrak yang digunakan sebagai bahan bakunya telah memenuhi
persyaratan mutunya, baik parameter standar umum (kadar air, kadar abu, susut
pengeringan dan bobot jenis) maupun parameter standar spesifik (organoleptis,
senyawa pelarut dalam pelarut tertentu, uji kandungan kimia ekstrak dan penetapan
kadar). Standarisasi dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang
akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Salah satu parameter
penting dalam standarisasi adalah profil plant metabolomic (metabolic profiling)
(Hanani et al., 2003).
Farmakognosi merupakan bagian, biokimia, dan kimia sintesis sehingga ruang
lingkupnya menjadi luas seperti yang didefenisikan sebagai fluduger, yaitu
penggunaan secara serentak sebagai cabang ilmu pengetahuan untuk memperoleh
segala segi yang perlu diketahui tentang obat. Dalam kehidupan sehari-sehari, kita
ketahui bahwa banyak masyarakat didunia inisudah kenal bahwa sebagian dari
tanaman ini adalah obat. Sering kita lihat bahwa sebagian dari masyarakat
memanfaatkan tanaman sebagai makanan, sedangkan pada bidang farmasi mengenal
bahwa sebagaian tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan. Sejalan kemajuan
teknologi, kita sebagai masyarakat indonesia khususnya seorang farmasi harus
semakin mengenal tentang jaringan-jaringan yang terdapat dalam tanaman khususnya
simplisia yang dapat dijadikan sebagai obat. Hal ini perlu kita ketahui agar
pengetahuan kita semakin berkembang, mengenai jaringan di dalam suatu simplisia
pada daun.
Sejak dahulu bangsa Indonesia telah mengenal dan memanfaatkan tumbuhan
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi masalah kesehatan,
jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modernnya dikenal
masyarakat. Pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman obat tersebut merupakan
warisan budaya bangsa berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diwariskan
secara turun-temurun hingga ke generasi sekarang, sehingga tercipta berbagai ramuan
tumbuhan obat yang merupakan ciri khas pengobatan tradisional Indonesia. Dengan
demikian, selain memiliki kekayaan hayati yang besar, pengetahuan masyarakat local
tentang pemanfaatan sumber daya hayati tersebut cukup tinggi. Oleh karena itu,
tidaklah bijaksana apabila pengobatan penyakit dan pemeliharaan kesehatan dengan
pemanfaatan tumbuhan obat tidak diupayakan untuk dikembangkan bagi kepentingan
masyarakat dan bangsa (Jhonherf, 2007).
Dalam memanfaatkan dan mengembangkan tanaman obat, juga harus
diperhatikan pelestarian dan perlindungannya. Pemanfaatan obat tradisional untuk
pemeliharaan kesehatan dan gangguan penyakit hingga saat ini masih sangat di
butuhkan dan perlu dikembangkan, terutama dengan melonjaknya biaya pengobatan
dan harga obat-obatan. Adanya kenyataan bahwa tingkat kebutuhan masyarakat
terhadap pengobatan semakin meningkat, sementara taraf kehidupan sebagian
masyarakat kita masih banyak yang kemampuannya pas-pasan. Maka dari itu,
pengobatan dengan bahan alam yang ekonomis merupakan solusi yang baik untuk
menanggulangi masalah tersebut. Dengan kembali maraknya gerakan kembali kealam
(back to nature), kecenderungan penggunaan bahan obat alam/herbal di dunia
semakin meningkat. Gerakan tersebut dilator belakangi perubahan lingkungan, pola
hidup manusia, dan perkembangan pola penyakit. Obat yang berasal dari bahan alam
memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat-obatan kimia, karena
efek obat herbal bersifat alamiah. Dalam tanaman-tanaman berkhasiat obat yang telah
dipelajari dan diteliti secara ilmiah menunjukan bahwa tanaman-tanaman
tersebutmengandung zat-zat atau senyawa aktif yang terbukti bermanfaat bagi
kesehatan (Maheswari, 2002).
Pengembangan obat alami ini memang patut mendapatkan perhatian yang
lebih besar bukan saja di sebabkan potensi pengembangannya yang terbuka, tetapi
juga permintaan pasar akan bahan baku obat tradisional ini terus meningkat untuk
kebutuhan domestic atau internasional. Hal ini tentunya juga akan berdampak positif
bagi peningkatan pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja baik dalam usaha
tani maupun dalam usaha pengolahannya (suriawiria, 2000).
Flora atau fauna serta mineral yang berkhasiat sebagian obat harus
dikembangkan dan disebarluaskan agar maksimal mungkin dapat dimanfaatkan
dalam upaya-upaya kesehatan masyarakat. ( tukiman,2004)
Produk hasil tanaman obat tidak hanya sampai pada bentuk simplisia, namun
juga sampai pada bentuk ekstrak sebagai komoditi agrobisnis, melalui industri
ekstrak.Untuk memperoleh keajegan dari mutu ekstrak yang diproduksi, maka setiap
ekstrak harus dilakukan standarisasi.
Dasar-dasar pembuatan simplisia adalah sebagai berikut :
a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,
tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama
akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan
dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada
kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia
yang memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga
diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.
b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.
Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak
berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.
Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,
penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang
pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu
sesuai dengan persyaratan (anonim,2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan tidak lebih dari 60° C (BPOM, 2014).
Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagi bahan baku obat
yang belum mengalami pengolahan atau baru dirajang saja, tetapi sudah dikeringkan.
Permintaan bahan baku simplisia sebagai bahan baku obat-obatan semakin meningkat
dengan bertambahnya industri jamu. Selain itu, juga dikarenakan efek samping
penggunaan tanaman obat untuk mengobati suatu penyakit lebih kecil dibandingkan
obat sintetis.
Jenis-jenis simplisia:
a. Simplisia nabati:
Simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat
tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya
dan belum berupa senyawa kimia murni.
a. Simplisia hewani:
Simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan
dan belum berupa bahan kimia murni.
b. Simplisia pelikan (mineral):
Simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (DEPKES
RI, 1985).
2.2 Dasar Pembuatan Simplisia
Dasar-dasar pembuatan simplisia adalah sebagai berikut:
a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,
tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu
lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang.
Pengeringan dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan
kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut,
untuk simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur panjang
perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan
tidak mengalami kerusakan.
b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.
Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak
berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.
Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,
penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan
berpegang pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus
memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.
d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.
Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air
yang digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen,
logam berat dan lain-lain (DEPKES RI,2008).
Tumbuhan jantan dikenal sebagai “pepaya gantung”, yang walau pun jantan
kadang - kadang dapat menghasilkan buah pula secara “ parthenogenesis”. Buah ini
mandul (tidak menghasilkan biji subur) dan dijadikan bahan obat tradisional.Bunga
pepaya memili ki mahkota bunga berwarna kuning pucat dengan tangkai atau duduk
pada batang.Bunga jantan pada tumbuhan jantan tumbuh pada tangkai panjang.Bunga
biasanya ditemukan pada daerah sekitar pucuk.
a. Akar
Akar pepaya direndam dalam air, kemudian larutannya diminum.
Ramuan ini dapat menyembuhkan sakit ginjal dan kandung kencing.
Air rebusan akar pepaya dapat dijadikan sebagai obat cacing kremi.
b. Batang
Batang pepaya dipotong- potong untuk diambi l hatinya, lalu dijadikan
pakan ternak.
Batang bagian dalam diparut, diperas untuk dibuang air dan getahnya,
lalu dicampur dengan gula dan garam. Ramuan ini dapat dimakan
untuk mencegah berbagai penyakit.
c. Daun
Daun pepaya muda dapat dijadikan lalap menta
Daun pepaya muda dapat diperas dan diambil sarinya.
Kegunaannya untuk obat malaria, kejang perut dan sakit panas.
Daun pepaya banyak mengandung senyawa alkaloid, saponin dan
enzim papain.
Daun pepaya dapat digunakan sebagai pengendali vector nyamuk
secara hayati.
d. Bunga
Bunga pepaya dapat dijadikan sayur lodeh ataupun pencampurpecel.
Bunga pepaya gandul ditambah daun kuda-kudaan direbus laluair
rebusannya diminum. Ramuan ini dapat menambah nafsumakan,
membersihkan darah, dan obat penyakit kuning.
e. Buah
Buah pepaya muda dapat dijadika sayur lodeh, asem, sambal goring,
sambal godok, rujak manis dan sebagainya.
Buah pepaya yang mengkal (kematangan 80%) dapat diolahmenjadi
manisan, selai, sari buah, dan sebagainya.
f. Biji
Pepaya ditumbuk halus dan dicamp ur cuka, ramuan ini jikaditelan
mendorong keluarnya keringat pada penderitamasuk angin.
Biji pepaya juga dapat diolah menjadi minyak dan tepung.
g. Getah
Getah pepaya sering disebut “papain” merupakan bahanyang
mengandung enzim proteolitik.
Papain berguna untuk melunakkan daging, menghaluskankulit pada
industri penyamakkan kulit, bahan kosmetikadan bahan baku industri
farmasi (Dalimartha S,2009).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat
Adapun alat yang digunakan adalah :
a. Timbangan kasar
b. Timbangan digital
c. Blender
d. Spatel
e. Pisau
f. Telenan
g. Baskom
h. Plastik
i. Kertas kajang dan alluminium foil.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah 500 gr daun papaya ( carica papaya L).
3.3 Prosedur kerja
Kemudian dilakukan
Daun diblender
Kemudian daun pengeringan menggunakan
kering ditimbang oven pada suhu 60°C
sampai daun kering
4.1 Hasil
Cara pembuatan simplisia daun pepaya dengan memilih daun pepaya yang
sudah berwarna hijau tua atau daun yang sudah cukup tuakarena kandungan
alkaloidnya yang tinggi. Daun pepaya ini lalu sortasibasah lalu dicuci dan dihasilkan
daun pepaya yang siap dijemur ataudikeringkan seberat 227,16 gr. Daun pepaya ini
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50-60° C selama 1hari. Pemanasan pada
suhu tidak terlalu tinggi ini berguna untuk melindungi daun dari hilangnya atau
rusaknya zat aktif yang dikandung oleh daun pepaya.Setelah dioven lalu daun
disortasi kering. Setelah diserbukkan didapat serbuk simplisia seberat 30,82 gr.
Serbuk yang dihasilkan tidak melewati tahap penyaringan karena serbuk telah
mencapai derajat kehalusan yang baik. Karena makin halus sebuk simplisia, proses
ekstraksi pada praktikum berikutnya semakin efektif-efisien. Namun apabila semakin
halus serbuk simplisia maka semakin rumit peralatan untuk melakukan filtrasi. Dari
hasil perhitungan rendemen didapat hasil sebesar 13,5 %. Susut pengeringan
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan, dan didapatkan hasil susut
pengeringan simplisia sebesar 13,5%. Rancangan kerja berikutnya adalah ekstraksi,
ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan tidak dapat larut dengan pelarut cair.Pada simplisia sebuk daun
pepaya ini dapat dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan
aquadest.Untuk isolasi kandungan alkaloid dapat digunakan metode ekstraksi dengan
sokheltasi penyarian dengan suhu tinggi lalu dikondensikan. Cara yang kedua adalah
dengan menggunakan metode refluks.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembuatan simplisia yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa:
Badan pengawasan obat dan makanan republik Indonesia. No 12 tahun 2014 tentang
persyaratan mutu obat tradisional.
Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 6. Jakarta: pustaka bunda.
Jhonhref, 2007. Tanaman Obat Asli Milik Masyarakat Bangsa dan Negara.
http://jhonhref.wordpress.com/2007/07/017/tanaman-obat-milik-masyarakat
bangsa-dan-negara.ri-2/98, diakses pada tanggal 19 Oktober 2012.
Milind, P., dan gurditta. 2011. basketfull benefits of papaya. IRJP. Vol. 2, no 7,
hlm:6-12