Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sumber bahan obat tradisional
yang telah digunakan rakyatnya secara turun-temurun sejak zaman nenek moyang
terdahulu. Keuntungan penggunaan obat tradisional adalah selain karena bahan
bakunya mudah diperoleh, faktor ekonomi turut memengaruhi. Sebagian besar rakyat
Indonesia hidup di pedesaan yang menyebabkan sulitnya jangkauan obat modern,
komunikasi dan transportasi, juga daya beli yang relative rendah.
Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagi bahan baku obat
yang belum mengalami pengolahan atau baru dirajang saja, tetapi sudah dikeringkan.
Permintaan bahan baku simplisia sebagai bahan baku obat-obatan semakin meningkat
dengan bertambahnya industri jamu. Selain itu, juga dikarenakan efek samping
penggunaan tanaman obat untuk mengobati suatu penyakit lebih kecil dibandingkan
obat sintetis.
Salah satu tanaman di Indonesia yang berkhasiat sebagai obat tradisional
adalah papaya (Carica papaya). Pada tanaman papaya, tidak hanya buahnya saja yang
dapat dimanfaatkan, melainkan daunnya juga dapat dimanfaatkan sebagai obat
tradisional yang sudah dipercaya berkhasiat pada masyarakat terdahulu (Ditjen POM,
2000).
Adanya informasi secara tradisional dari masyarakat yang telah lama
memanfaatkan daun pepaya sebagai salah satu tanaman obat mendorong saya untuk
mengolah daun pepayatersebut menjadi simplisia yang berkhasiat serta
mengidentifikasi kandungan zat apa yangterdapat dalam simplisia daun beluntas
tersebut sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahanobat dikemudian hari.
Tumbuhan pepaya (Carica pepaya L) adalah salah satu tanaman yang habitat
aslinya hutan tropis, uniknya tanaman ini dapat tumbuh subur dengan baik di daerah
tropis ataupun sub-tropis, di daerah basah hingga kering, ataupun dataran rendah
maupun pegunungan. Untuk wilayah indonesia sendiri, tanaman ini menyebar hampir
di seluruh wilayah indonesia. Pepaya merupakan salah satu buah introduksi yang
telah lama dikenal berkembang luas di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari,
pepaya sangat dikenal semua lapisan masyarakat.Buah pepaya telah lama
dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Buah matangnya sangat digemari sebagai
buah meja dan sering dihidangkan sebagai pencuci mulut karena cita rasanya yang
enak, kandungan nutrisi dan vitaminnya yang relatif tinggi, serta manfaatnya dalam
melancarkan pencernaan.
Pepaya adalah jenis tanaman herba (tanaman dengan batang berongga, tidak
berkayu atau sedikit mengandung kayu). Tumbuhan pepaya memiliki beberapa jenis
berdasarkan buah dan bunga. Batang pepaya biasanya tidak bercabang dan tingginya
dapat mencapai sepuluh meter. Daunnya merupakan daun tunggal dan berukuran
besar, tangkai daun berukuran panjang dan berongga. Bunganya terdiri dari tiga jenis
yaitu: bunga jantan, bunga betina dan bunga sempurna. Bentuk buah beragam dari
yang bentuknya bulat sampai lonjong. Selain morfologinya pada tumbuhan pepaya
juga terdapat anatomi yang terdiri dari fungsi struktur dan jaringan serta bagian-
bagiannya.
Tanaman pepaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mulai dari
bahan makanan, minuman, obat tradisional, pakan ternak, industri penyamakan kulit,
kosmetik, dan sebagainya. Substansi lain yang banyak dimanfaatkan dalam dunia
industri adalah getah pepaya yang mengandung papain yang dapat dihasilkan dari
buah, batang, ataupun daun papaya untuk mengurai dan memecah protein. Dengan
demikian, kita perlu mempelajari lebih banyak sejarah, klasifikasi, morfologi dan
anatomi, serta manfaat tumbuhan pepaya.
Pola kehidupan masyarakat dunia saat ini cenderung kembali ke alam tersebut
di bidang obat – obatan, orang kini cenderung berahli ke tumbuhan obat karena
tumbuhan obat memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak ada efek samping bila di
gunakan secara benar. efektif untuk penyakit yang sulit di sembuhkan demgan obat
kimia, harga murah, dan penggunaannya tidak memerlukan bantuan tenaga medis
(Karyasari, 2002).
Bangsa Indonesia sudah lama mengenal tumbuhan obat terutama pada daun
papaya.Tumbuhan obat umumnya merupakan tumbuhan hutan yang sejak jaman
nenek moyang telah menjadi tumbuhan pekarangan dan secara turun temurun
digunakan sebagai tumbuhan obat. Daun papaya dapat di pergunakan untuk
mengobati penyakit malaria, penambah nafsu makan, jerawat, menambah air susu,
dan untuk mengobati sakit gigi.
Daun papaya (carica papaya L.) mengandung alkaloid karpainin, karpain,
pseudokarpain, vitamin C dan E, kolin, dan karposid. Daun pepaya mengandung
suatu glukosinolat yang disebut benzil isotiosianat. Daun pepaya juga mengandung
mineral seperti kalium, kalsium,magnesium, tembaga, zat besi, zink, dan mangan.
Selain itu, daun papaya mengandung senyawa alkaloid karpain, karikaksantin,
violaksantin,papain, saponin, flavonoid, dan tannin (Milind dan Gurdita, 2011).

Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyte
Divisi : Magnoliophyta
Kela : Magnoliopsida
Sub kelas : Dilleniidae
Ordo : Caricales
Family : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies :Carica papaya L.
(rukmana,rahmat,2009).
Dasarnya pembuatan obat tradisional memiliki prinsip yang sama dengan
pembuatan obat sintetik pada umumnya. Hanya saja, pada pembuatan obat
tradisional bahan baku (raw material) yang berupa simplisia ataupun estrak mendapat
perhatian yang lebih dalam prosesnya. Pada proses pembuatan obat tradisional,
simplisia atau pun ekstrak yang digunakan sebagai bahan bakunya telah memenuhi
persyaratan mutunya, baik parameter standar umum (kadar air, kadar abu, susut
pengeringan dan bobot jenis) maupun parameter standar spesifik (organoleptis,
senyawa pelarut dalam pelarut tertentu, uji kandungan kimia ekstrak dan penetapan
kadar). Standarisasi dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang
akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Salah satu parameter
penting dalam standarisasi adalah profil plant metabolomic (metabolic profiling)
(Hanani et al., 2003).
Farmakognosi merupakan bagian, biokimia, dan kimia sintesis sehingga ruang
lingkupnya menjadi luas seperti yang didefenisikan sebagai fluduger, yaitu
penggunaan secara serentak sebagai cabang ilmu pengetahuan untuk memperoleh
segala segi yang perlu diketahui tentang obat. Dalam kehidupan sehari-sehari, kita
ketahui bahwa banyak masyarakat didunia inisudah kenal bahwa sebagian dari
tanaman ini adalah obat. Sering kita lihat bahwa sebagian dari masyarakat
memanfaatkan tanaman sebagai makanan, sedangkan pada bidang farmasi mengenal
bahwa sebagaian tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan. Sejalan kemajuan
teknologi, kita sebagai masyarakat indonesia khususnya seorang farmasi harus
semakin mengenal tentang jaringan-jaringan yang terdapat dalam tanaman khususnya
simplisia yang dapat dijadikan sebagai obat. Hal ini perlu kita ketahui agar
pengetahuan kita semakin berkembang, mengenai jaringan di dalam suatu simplisia
pada daun.
Sejak dahulu bangsa Indonesia telah mengenal dan memanfaatkan tumbuhan
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi masalah kesehatan,
jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modernnya dikenal
masyarakat. Pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman obat tersebut merupakan
warisan budaya bangsa berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diwariskan
secara turun-temurun hingga ke generasi sekarang, sehingga tercipta berbagai ramuan
tumbuhan obat yang merupakan ciri khas pengobatan tradisional Indonesia. Dengan
demikian, selain memiliki kekayaan hayati yang besar, pengetahuan masyarakat local
tentang pemanfaatan sumber daya hayati tersebut cukup tinggi. Oleh karena itu,
tidaklah bijaksana apabila pengobatan penyakit dan pemeliharaan kesehatan dengan
pemanfaatan tumbuhan obat tidak diupayakan untuk dikembangkan bagi kepentingan
masyarakat dan bangsa (Jhonherf, 2007).
Dalam memanfaatkan dan mengembangkan tanaman obat, juga harus
diperhatikan pelestarian dan perlindungannya. Pemanfaatan obat tradisional untuk
pemeliharaan kesehatan dan gangguan penyakit hingga saat ini masih sangat di
butuhkan dan perlu dikembangkan, terutama dengan melonjaknya biaya pengobatan
dan harga obat-obatan. Adanya kenyataan bahwa tingkat kebutuhan masyarakat
terhadap pengobatan semakin meningkat, sementara taraf kehidupan sebagian
masyarakat kita masih banyak yang kemampuannya pas-pasan. Maka dari itu,
pengobatan dengan bahan alam yang ekonomis merupakan solusi yang baik untuk
menanggulangi masalah tersebut. Dengan kembali maraknya gerakan kembali kealam
(back to nature), kecenderungan penggunaan bahan obat alam/herbal di dunia
semakin meningkat. Gerakan tersebut dilator belakangi perubahan lingkungan, pola
hidup manusia, dan perkembangan pola penyakit. Obat yang berasal dari bahan alam
memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat-obatan kimia, karena
efek obat herbal bersifat alamiah. Dalam tanaman-tanaman berkhasiat obat yang telah
dipelajari dan diteliti secara ilmiah menunjukan bahwa tanaman-tanaman
tersebutmengandung zat-zat atau senyawa aktif yang terbukti bermanfaat bagi
kesehatan (Maheswari, 2002).
Pengembangan obat alami ini memang patut mendapatkan perhatian yang
lebih besar bukan saja di sebabkan potensi pengembangannya yang terbuka, tetapi
juga permintaan pasar akan bahan baku obat tradisional ini terus meningkat untuk
kebutuhan domestic atau internasional. Hal ini tentunya juga akan berdampak positif
bagi peningkatan pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja baik dalam usaha
tani maupun dalam usaha pengolahannya (suriawiria, 2000).
Flora atau fauna serta mineral yang berkhasiat sebagian obat harus
dikembangkan dan disebarluaskan agar maksimal mungkin dapat dimanfaatkan
dalam upaya-upaya kesehatan masyarakat. ( tukiman,2004)
Produk hasil tanaman obat tidak hanya sampai pada bentuk simplisia, namun
juga sampai pada bentuk ekstrak sebagai komoditi agrobisnis, melalui industri
ekstrak.Untuk memperoleh keajegan dari mutu ekstrak yang diproduksi, maka setiap
ekstrak harus dilakukan standarisasi.
Dasar-dasar pembuatan simplisia adalah sebagai berikut :
a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,
tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama
akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan
dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada
kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia
yang memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga
diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.
b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.
Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak
berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.
Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,
penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang
pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu
sesuai dengan persyaratan (anonim,2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan tidak lebih dari 60° C (BPOM, 2014).

Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagi bahan baku obat
yang belum mengalami pengolahan atau baru dirajang saja, tetapi sudah dikeringkan.
Permintaan bahan baku simplisia sebagai bahan baku obat-obatan semakin meningkat
dengan bertambahnya industri jamu. Selain itu, juga dikarenakan efek samping
penggunaan tanaman obat untuk mengobati suatu penyakit lebih kecil dibandingkan
obat sintetis.

Jenis-jenis simplisia:

a. Simplisia nabati:
Simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat
tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya
dan belum berupa senyawa kimia murni.
a. Simplisia hewani:
Simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan
dan belum berupa bahan kimia murni.
b. Simplisia pelikan (mineral):
Simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (DEPKES
RI, 1985).
2.2 Dasar Pembuatan Simplisia
Dasar-dasar pembuatan simplisia adalah sebagai berikut:
a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,
tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu
lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang.
Pengeringan dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan
kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut,
untuk simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur panjang
perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan
tidak mengalami kerusakan.
b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.
Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak
berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.
Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,
penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan
berpegang pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus
memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.
d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.
Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air
yang digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen,
logam berat dan lain-lain (DEPKES RI,2008).

2.3 Tahapan Pembuatan Simplisia

Tahapan pembuatan simplisia adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan bahan baku


Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan
baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen.
Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung
maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau
buah mulai masak.
b. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar.
Sortasi dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bahan
tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan dan
bagian tanaman lain yang rusak ( dimakan ulat dan lain sebagainya).
c. Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang
melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga
bahan-bahan yang tercemar pestis.
d. Pengubahan bentuk
Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk
memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka
semakin cepat kering. Proses pengubahan bentuk untuk rimpang, daun dan
herba adalah dengan perajangan.
e. Pengeringan
Proses pengeringan simplisia terutama bertujuan untuk menurunkan kadar
air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri
serta memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas,
mudah disimpan, tahan lama dan sebagainya). Pengeringan dapat
dilakukan lewat sinar matahari langsung maupun tidak langsung juga
dapat dilakukan dalam oven dengan suhu maksimum 60° C.
f. Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilahan bahan setelah mengalami proses
pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu
gosong, bahan yang rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya
dikeringkan di tepi jalan raya) atau dibersihkan dari kotoran hewan.
g. Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai dilakukan maka
simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling
bercampur antara simplisia satu dengan yang lainnya (Laksana, 2010).

Pepaya (Carica papaya) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman pepaya


(Carica papaya) diduga berasal dari Amerika Tengah yang beriklim tropis. Tanaman
ini oleh para pedagang Spanyol disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia. Di
Indonesia sendiri tanaman pepaya (Carica papaya) baru dikenal secara umum sekitar
tahun 1930-an khususnya di kawasan pulau Jawa. Tanaman ini sangat mudah
dijumpai karena mudah tumbuh pada segala musim (Haryoto, 1998).

Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh


hingga setinggi 5 - 10 m dengan daun - daunan yang membentuk serupa spi ral pada
batang pohon bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan
berlubang di bagian tengah. Pepaya adalah monodioecious’ (berumah tunggal
sekaligus berumah dua) dengan tiga kelamin: tumbuhan jantan, betina, dan banci
(hermaf ridit)."

Tumbuhan jantan dikenal sebagai “pepaya gantung”, yang walau pun jantan
kadang - kadang dapat menghasilkan buah pula secara “ parthenogenesis”. Buah ini
mandul (tidak menghasilkan biji subur) dan dijadikan bahan obat tradisional.Bunga
pepaya memili ki mahkota bunga berwarna kuning pucat dengan tangkai atau duduk
pada batang.Bunga jantan pada tumbuhan jantan tumbuh pada tangkai panjang.Bunga
biasanya ditemukan pada daerah sekitar pucuk.

Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya


meruncing.Warna buah ketika mudahijau gelap, dan setelah masak hijau muda hingga
kuning.Bentuk buah membulat bila berasal dari tanaman betina dan memanjang
(oval) bila dihasilkan tanaman banci.Tanaman banci lebih dalam budidaya karena
dapat menghasilkan buah lebih banyak dan buahnya lebih besar. Faedah daun pepaya
yang mengandung senyawa alkaloid saponi dan enzim papaya yang dapat
memecahkan molekul protein yang terkandung dalam telur aedes sp.(Gibson
GG,2006)

Tanaman pepaya layak disebut tanaman “multiguna” sebab hampir seluruh


bagian tanaman berguna bagi manusia dan hewan.Tanaman pepaya dapat digunakan
sebagai bahan makanan dan minuman, ramuan tradisional, kosmetika sampai pakan
ternak. Rincian multiguna papaya antara lain sebagai berikut:

a. Akar
 Akar pepaya direndam dalam air, kemudian larutannya diminum.
Ramuan ini dapat menyembuhkan sakit ginjal dan kandung kencing.
 Air rebusan akar pepaya dapat dijadikan sebagai obat cacing kremi.
b. Batang
 Batang pepaya dipotong- potong untuk diambi l hatinya, lalu dijadikan
pakan ternak.
 Batang bagian dalam diparut, diperas untuk dibuang air dan getahnya,
lalu dicampur dengan gula dan garam. Ramuan ini dapat dimakan
untuk mencegah berbagai penyakit.
c. Daun
 Daun pepaya muda dapat dijadikan lalap menta
 Daun pepaya muda dapat diperas dan diambil sarinya.
 Kegunaannya untuk obat malaria, kejang perut dan sakit panas.
 Daun pepaya banyak mengandung senyawa alkaloid, saponin dan
enzim papain.
 Daun pepaya dapat digunakan sebagai pengendali vector nyamuk
secara hayati.
d. Bunga
 Bunga pepaya dapat dijadikan sayur lodeh ataupun pencampurpecel.
 Bunga pepaya gandul ditambah daun kuda-kudaan direbus laluair
rebusannya diminum. Ramuan ini dapat menambah nafsumakan,
membersihkan darah, dan obat penyakit kuning.
e. Buah
 Buah pepaya muda dapat dijadika sayur lodeh, asem, sambal goring,
sambal godok, rujak manis dan sebagainya.
 Buah pepaya yang mengkal (kematangan 80%) dapat diolahmenjadi
manisan, selai, sari buah, dan sebagainya.
f. Biji
 Pepaya ditumbuk halus dan dicamp ur cuka, ramuan ini jikaditelan
mendorong keluarnya keringat pada penderitamasuk angin.
 Biji pepaya juga dapat diolah menjadi minyak dan tepung.
g. Getah
 Getah pepaya sering disebut “papain” merupakan bahanyang
mengandung enzim proteolitik.
 Papain berguna untuk melunakkan daging, menghaluskankulit pada
industri penyamakkan kulit, bahan kosmetikadan bahan baku industri
farmasi (Dalimartha S,2009).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat
Adapun alat yang digunakan adalah :
a. Timbangan kasar
b. Timbangan digital
c. Blender
d. Spatel
e. Pisau
f. Telenan
g. Baskom
h. Plastik
i. Kertas kajang dan alluminium foil.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah 500 gr daun papaya ( carica papaya L).
3.3 Prosedur kerja

Penimbangan bahan Daun pepaya Kemudian dicuci


(500 mg) disortasi kering dan ditiriskan

Kemudian dilakukan
Daun diblender
Kemudian daun pengeringan menggunakan
kering ditimbang oven pada suhu 60°C
sampai daun kering

Jika serbuk belum halus, serbuk


Kemudian daun diayak
digerus kemudian diayak dengan mesh
menggunakan ayakan mesh 60
60
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Daun pepaya Perajangan hasil pengeringan

1. Berat bahan baku awal: 227,16 gram


2. Suhu yang di butuhkan pada saat pengeringan: 50-60° C
3. Waktu yang dibutuhkan pada saat pengeringan: 1 hari
4. Berat akhir simplisia kering: 30,82 gram
Randemen daun papaya = bobot akhir × 100%
Bobot awal
= 30,82 gram × 100%
227,16 gram
=13,5 %
4.2 Pembahasan
Pepaya merupakan suatu tanaman bukan asli Indonesia. Tanaman pepaya
(Carica papaya) ini berasal dari Amerika Tengah yang beriklim tropis. Pada
praktikum kali ini diambil bagian daun pepaya yang dijadikan simplisia yang
mengandung alkaloid. Selain alkaloid daun pepaya ini mengandung kandungan
fitokimia yaitu enzim proteolitik papain, alkaloid karpin, pseudokarpin, glikosid,
karposida lalu terdapat juga damar. Daun pepaya juga mengandung mineral seperti
kalium, kalsium, magnesium, tembaga, zat besi, zink, dan mangan. Alkaloid pada
daun pepaya mempunyai manfaat yang banyak. Pada zaman dahulu daun pepaya
digunakan secara empiris sebagai obat penambah nafsu makan, melancarkan
pencernaan, melancarkan air susu ibu. Alkaloid pada daun pepaya juga dapat
befungsi sebagai antihipertensi dan antimalaria. Daun pepaya ini memiliki rasa yang
pahit dan bau aromatik yang khas karena kandungan alkaloid didalamnya.
Kandungan alkaloid dalam daun pepaya banyak terdapat pada daun yang tua atau
yang telah berbuah.Alkaloid merupakan suatu metabolit sekunder yang bersifat basa
karena adanya pasangan elektron bebas pada atom N-nya dan juga umumnya berasa
pahit.

Cara pembuatan simplisia daun pepaya dengan memilih daun pepaya yang
sudah berwarna hijau tua atau daun yang sudah cukup tuakarena kandungan
alkaloidnya yang tinggi. Daun pepaya ini lalu sortasibasah lalu dicuci dan dihasilkan
daun pepaya yang siap dijemur ataudikeringkan seberat 227,16 gr. Daun pepaya ini
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50-60° C selama 1hari. Pemanasan pada
suhu tidak terlalu tinggi ini berguna untuk melindungi daun dari hilangnya atau
rusaknya zat aktif yang dikandung oleh daun pepaya.Setelah dioven lalu daun
disortasi kering. Setelah diserbukkan didapat serbuk simplisia seberat 30,82 gr.
Serbuk yang dihasilkan tidak melewati tahap penyaringan karena serbuk telah
mencapai derajat kehalusan yang baik. Karena makin halus sebuk simplisia, proses
ekstraksi pada praktikum berikutnya semakin efektif-efisien. Namun apabila semakin
halus serbuk simplisia maka semakin rumit peralatan untuk melakukan filtrasi. Dari
hasil perhitungan rendemen didapat hasil sebesar 13,5 %. Susut pengeringan
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan, dan didapatkan hasil susut
pengeringan simplisia sebesar 13,5%. Rancangan kerja berikutnya adalah ekstraksi,
ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan tidak dapat larut dengan pelarut cair.Pada simplisia sebuk daun
pepaya ini dapat dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan
aquadest.Untuk isolasi kandungan alkaloid dapat digunakan metode ekstraksi dengan
sokheltasi penyarian dengan suhu tinggi lalu dikondensikan. Cara yang kedua adalah
dengan menggunakan metode refluks.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembuatan simplisia yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa:

a. Daun pepaya mengandung senyawa fitokimia enzim proteolitik papain,


alkaloid karpin, pseudokarpin, glikosid, karposida lalu terdapat juga
dammar
b. Manfaat dari daun pepaya secara empiris yaitu sebagai obat anti
malaria, antihipertensi, sebagai obat jerawat, untuk memperkuat tulang
dan gigi, dan mengobati nyeri haid.
c. Hasil rendemen dari simplisia daun pepaya yaitu 13,5% dengan susut
pengeringan 30,82%.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Farmakope Herbal Indonesia. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Badan pengawasan obat dan makanan republik Indonesia. No 12 tahun 2014 tentang
persyaratan mutu obat tradisional.

Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 6. Jakarta: pustaka bunda.

Departemen kesehatan republik Indonesia, 1985. Cara pembuatan simplisia.


Jakarta: kesehatan republic Indonesia.

Departemen kesehatan republik Indonesia, 2008. Farmakope herbal Indonesia.


Ed ke-1 jakarta: departemen kesehatan Indonesia.

Ditjen POM, 2000. Cara pembuatan simplisia. departemen kesehatan republic


Indonesia, Jakarta.

Gibson GG, skestt P, 2006. Pengantar metabolisme obat. Jakarta: penerbit


Universitas Indonesia press.

Hanani, A. R., J. T. Ibrahim & P. Mangku.2003. Strategi Pembangunan Pertanian


Sebuah Pemikiran Baru. Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta.

Jhonhref, 2007. Tanaman Obat Asli Milik Masyarakat Bangsa dan Negara.
http://jhonhref.wordpress.com/2007/07/017/tanaman-obat-milik-masyarakat
bangsa-dan-negara.ri-2/98, diakses pada tanggal 19 Oktober 2012.

Karyasari, 2002. Materi pelatihan profesional tanaman obat. Kelas professional,


penyakit dan pengobatannya, Bogor: karyasari.

Laksana, toga, dkk, 2010. Pembuatan simplisia dan standarisasi simplisia.


UGM: Yogyakarta.
Maheswari, Hera. 2002. Pemanfaatan Obat Alami: Potensi dan Porspek
Pengembangan. Institut Pertanian Bogor.

Milind, P., dan gurditta. 2011. basketfull benefits of papaya. IRJP. Vol. 2, no 7,
hlm:6-12

Rukmana, Rahmat. 2009. Yoghurt dan Karamel Susu. Yogyakarta: Kanisius.

Suriawiria, U, 2000. Sukses beragrobisnis jamur kayu. Jakarta : penebar swadaya.

Tukiman, 2004. Pemanfaatan tanaman obat keluarga (TOGA) untuk kesehatan


keluarga. universitas sumatera utara: fakultas kesehatan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai