Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan


tahun yang lalu, mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim
tropis dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil.
Indonesia memiliki sekitar 25.000-30.000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari
jenis tanaman di dunia dan 90% dari jenis tanaman di Asia. Saat ini pengembangan
obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan dengan pengobatan modern yang
berarti dapat bersama-sama masuk dalam jalur pelayanan formal. Pengembangan obat
tradisional juga didukung oleh Peraturan menteri Kesehatan Indonesia, tentang
fitofarmaka, yang berarti diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang akan
digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan galenik (Hanani et al., 2003).

Dasarnya pembuatan obat tradisional memiliki prinsip yang sama dengan


pembuatan obat sintetik pada umumnya. Hanya saja, pada pembuatan obat
tradisional bahan baku (raw material) yang berupa simplisia ataupun estrak mendapat
perhatian yang lebih dalam prosesnya. Pada proses pembuatan obat tradisional,
simplisia atau pun ekstrak yang digunakan sebagai bahan bakunya telah memenuhi
persyaratan mutunya, baik parameter standar umum (kadar air, kadar abu, susut
pengeringan dan bobot jenis) maupun parameter standar spesifik (organoleptis,
senyawa pelarut dalam pelarut tertentu, uji kandungan kimia ekstrak dan penetapan
kadar). Standarisasi dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang
akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Salah satu parameter
penting dalam standarisasi adalah profil plant metabolomic (metabolic profiling)
(Hanani et al., 2003).

Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber daya alam berupa


tumbuhan, hewan dan hasil bumi lainnya yang beranekaragam. Dimana, sumber daya
alam ini diketahui memiliki potensi sebagai bahan baku obat utamanya obat-obatan
tradisional yang sebagian besar berasal dari tumbuh-tumbuhan. Dalam banyak hal zat
aktif dari tanaman obat yang secara umum sama tipe sifat kimianya, mempunyai sifat
kelarutan yang sama pula dapat diekstraksi secara stimulan dengan pelarut tunggal
atau campuran.

Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia, dapat digunakan sebagai
bahan awal, bahan antara atau bahan produk jadi. Untuk itu ekstrak yang dibuat harus
memenuhi standar mutu, mulai bahan baku, proses sampai pengujian produk.
Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak diantaranya yaitu faktor kimia
seperti jenis dan jumlah senyawa kimia, metode ekstraksi dan pelarut yang
digunakan (Arifianti et al., 2014).

Hasil inventaris yang sudah dilakukan PT. Eisai pada tahun 1986 mendapatkan
sekitar ± 7000 spesies tanaman yang digunakan sebagai obat, akan tetapi yang di
daftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia hanya
berjumlah 283 spesies tanaman. Banyaknya tanaman yang dapat di buat menjadi obat,
maka perlu dilakukan suatu proses standarisasi untuk memastikan mutu dan khasiat
obat agar bisa memberikan efek terapetik yang baik. Standarisasi adalah serangkaian
parameter prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur
terkait paradigma mutu kefarmasian. Mutu dalam artian memenuhi syarat standar
(kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk
kefarmasian umumnya. Pengertian standarisasi juga brarti proses menjamin bahwa
produk akhir (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu
yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formulasi) terlebih dahulu dan
standarisasi obat herbal Indonesia mempunyai arti yang sangat penting untuk
menjamin obat herbal khususnya pada pembuatan obat herbal terstandar (OHT) dan
fitofarmaka (Ditjen POM, 2000).
Plant metabolomic merupakan parameter standarisasi yang digunakan untuk
mengetahui kandungan metabolit sekunder tanaman. Kandungan metabolit sekunder
ini mempengaruhi efek farmakologi dari suatu tanaman, dimana kandungan kimia ini
sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tempat tumbuh, iklim, curah hujan,
dan panen. Banyaknya faktor yang mempengaruhi kandungan kimia mengakibatkan
masing-masing tanaman memiliki profil plant metabolomic yang berbeda (Hanani et
al., 2003).
Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia, dapat digunakan sebagai
bahan awal, bahan antara atau bahan produk jadi. Untuk itu ekstrak yang dibuat harus
memenuhi standar mutu, mulai bahan baku, proses sampai pengujian produk.
Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak diantaranya yaitu faktor kimia
seperti jenis dan jumlah senyawa kimia, metode ekstraksi dan pelarut yang
digunakan (Arifianti et al., 2014).
Agar mendapatkan ekstraksi yang menyeluruh dan mendapatkan senyawa-
senyawa yang mempunyai aktivitas farmakologi maka pemilihan pelarut yang
digunakan untuk mengekstaksi merupakan faktor yang penting. Pelarut ideal yang
sering digunakan adalah alkohol atau campurannya dengan air karena merupakan
pelarut pengekstraksi yang terbaik untuk hampir semua senyawa dengan berat
molekul rendah seperti saponin dan flavonoid. Jenis pelarut pengekstraksi juga
mempengaruhi jumlah senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak, sesuai konsep
like dissolve like, dimana senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar
dan senyawa yang bersifat non polar akan larut dalam pelarut non polar (Arifianti
et al, 2014).

Suatu simplisia tidak dapat dikatakan bermutu jika tidak memenuhi persyaratan
mutu yang tertera dalam monografi simplisia. Persyaratan mutu yang tertera dalam
monografi simplisia antara lain susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak
larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan kandungan kimia simplisia
meliputi kadar minyak atsiri dan kadar kurkuminoid. Persyaratan mutu ini berlaku
bagi simpllisia yang digunakan dengan tujuan pengobatan dan pemeliharaan
kesehatan. Produk obat-obatan herbal yang berkualitas ditentukan salah satunya oleh
mutu dari bahan baku (simplisia) atau ekstrak yang digunakan (Azizah & Salamah,
2013).
Tanaman sirih (Piper betle L.) sudah lama digunakan sebagai obat sejak
dulu.Bagian tanaman yang digunakan adalah daunnya, kandungan daun sirih antara
lain saponin, polifenol, minyak atsiri, dan flavonoid. Selain itu daun sirih juga
mempunyai khasiat sebagai obat batuk (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Umumnya masyarakat menggunakan daun sirih seperti biasa masih dalam cara
yang sederhana, mulai dari penggunaannya yang harus direbus dahulu,kemudian
diminum sarinya. Cara penggunaan ini dirasa kurang praktis, maka dari itu diperlukan
inovasi baru untuk meningkatkan kenyamanan dan kemudahan dalam penggunaan,
diantaranya dibuat sediaan tablet. Salah satu bentuk sediaan tablet adalah tablet hisap.
Tablet hisap adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat,
umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang dapat membuat tablet
melarut atau hancur perlahan dalam mulut (Departemen RI, 1995).

Tanaman sirih merupakan tanaman yang tumbuh memanjat, tinggi 5 cm-15 cm.
Helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong. Pada bagian pangkal
berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul atau berbulu
sangat pendek, tebal berwarna putih, panjang 5-18 cm, lebar 2,5 - 10,5 cm. Daun
pelindung berbentuk lingkaran, bundar telur sungsang atau lonjong panjang kira-kira
1 mm. Perbungaan berupa bulir, sendiri-sendiri di ujung cabang dan berhadapan
dengan daun. Bulir bunga jantan, panjang gaggang 1,5 - 3 cm, benang sari sangat
pendek. Bulir bunga betina, panjang gaggang 2,5 – 6 cm, kepala putik 3 – 5. Buah
Buni, bulat dengan ujung gundul. Bulir masak berbulu kelabu, rapat, tebal 1– 1,5 cm.
Biji berbentuk bulat (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Kandungan kimia daun sirih antara lain saponin, flavonoid, polifenol, dan
minyak atsiri. Daun Sirih mempunyai khasiat sebagai obat batuk, obat bisul, obat
sakit mata, obat sariawan, obat hidung berdarah (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Ekstraksi sebagai bahan dan produk kefarmasian yang berasal dari simplisia
harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk dapat menjadi obat herbal
terstandar atau obat fitofarmaka. Salah satu parameter mutu ekstrak secara kimia
adalah kandungan senyawa aktif simplisia tersebut. Selain itu, parameter non spesifik
juga diperlukan untuk mengetahui mutu ekstraak. Pengujian parameter non spesifik
mengacu pada persyaratan yang sudah ditetapkan BPOM RI sehingga dibatasi pada
nilai parameter yang telah ada yaitu penetapan kadar air, kadar abu, dan kadar abu
tidak larut asam (Azizah & Salamah, 2013).

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut


organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di uar sel, maka
larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai
terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel
(Sudjadi, 1986).
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat kandungan
kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang penting adalah sifat
kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar senyawa tersebut yaitu gugus OH, COOH.
Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar, dan senyawa non polar akan
lebih mudah larut dalam pelarut non polar. Derajat kepolaran tergantung kepada
ketetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut
(Ditjen POM, 1992)

Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan yang


mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengancara
maserasi.sedangkan kulit dan akar sebaiknya di perkolasi. untuk bahan yang tahan
panas sebaiknya diekstrasi dengan cara refluks sedangkan simplisia yang mudah
rusak karna pemanasan dapat diekstrasi dengan metode soxhlet (Agoes, 2007).

Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi (Agoes,


2007):

1. Bentuk/tekstur bahan yang digunakan


2. Kandungan air dari bahan yang diekstrasi
3. Jenis senyawa yang akan diekstraksi
4. Sifat senyawa yang akan diekstraksi.

Dalam proses ektraksi suatu bahan tanaman, banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kandungan senyawa hasil ektraksi diantaranya; jenis pelarut,
konsentrasi pelarut, metode ektraksi dan suhu yang digunakan untuk mengekstraksi.
Pada pengujian yang dilakukan menggunakan metode maserasi (Rian, 2014).

Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi


senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai.
Kemudian, sebagian atau seluruh bagian pelarut diuapkan hingga menyisakan
serbuk/kerak (crude). Serbuk yang tersisa kemudian diperlakukan dngan beberapa
perlakuan yang berbeda untuk mendapatkan hasil atau memenuhi baku yang telah
ditentukan. (Ditjen POM, 1995)

Ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut


yang tidak dapat tercampur. Untuk mengambil zat terlarut dari suatu pelarut ke
pelarut lainnya, kesetimbangan heterogen yang penting melibatkan pembagian suatu
spesies antara dua fase pelarut yang tidak dapat tercampur. Kesetimbangan ini
terdapat dalam banyak proses pemisahan dalam penelitian kimia maupun di industri
(Oxtoby, 2001).

Proses pengekstrasian komponen kimia dalam se tertanam adalah pelarut


organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dalam pelarut organik diluar sel, maka
larutan terpekat terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus
sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan diluar sel
(Andrian, 2000).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI UMUM

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Tujuan
ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke
dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut (Sudjadi, 1986).

Ekstraksi adalah metode pemisahan suatu zat terlarut dengan menggunakan


pelarut. Metode ini lebih memungkinkan dibandingkan metode incinerator untuk
menghilangkan dioksin dalam limbah cairan industry dan kertas. Karena limbah
dalam fasa cair maka digunakan proses ekstraksi cair-cair. Pemilihan pelarut yang
cocok merupakan faktor penting untuk mendukung keberhasilan dalam proses
ekstraksi cair-cair. Ekstraksi dioksin dilakukan dengan menggunakan pelarut toluen,
pemilihan ini berdasarkan sifat kimia dan fisisnya sehingga sesuai dengan criteria
pelarut (Martunus, 2007).

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
bahan alam baik dari tumbuhan, hewan dan biota laut dengan pelarut organic tertentu.
Proses ekstraksi ini berdasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk menembus
dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan
larut dalam pelarut organic dan karena adanya perbedaan antara konsentrasi di dalam
dan konsentrasi diluar sel, mengakibatkan terjadinya difusi pelarut organik yang
mengandung zat aktif keluar sel. Proses ini berlangsung terus menerus sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel (Akhyar, 2010).

Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi :

1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari


organisme. Berdasarkan kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat
diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses
atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,
misalnya alkaloid, flavonoid atau saponin, meskipun struktur kimia
sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Situasi
seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang
diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hail ini diikuti dengan uji kimia atau
kromatografi yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu.
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional,
dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine
(TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan
dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru
sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia
lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk menvalidasi penggunaan obat
tradisional.
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan
cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul
jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara
acak atau didasarkan pada penggunaan tradisisonal untuk mengetahui
adanya senyawa dengan aktivitas biologis khusus (Sudjadi, 1986).
Berbagai macam cara pengekstraksian yang ada, masing-masingnya memiliki
prinsip pengekstraksian yaitu :
 Prinsip Maserasi

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dalamcairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung
dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel
akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di
luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh
cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap
hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ditjen POM,
1986).

 Prinsip Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi
selama 3 jam, kemudian simpisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel
simplisia yang dilalui sampai keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh
karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang
menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan
(Ditjen POM, 1986).
 Prinsip Sokletasi
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk semplisia
ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan
penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan
oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam
klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai
permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa
kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak
berwarna, tidak tampak noda di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali.
Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Ditjen POM, 1986).
 Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan
ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-
uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-moleku
cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung
secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan
sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
(Ditjen POM, 1986).
 Prinsip Destilasi Uap Air
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam
labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap uap air akan masuk ke dalam labu
sampel sambil mengekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan
melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam
corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri (Ditjen POM, 1986).
 Prinsip Rotavapor
Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang
dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10oC di
bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan.
Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor
dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pearut murni yang
ditampung dalamlabu alas bulat penampung (Ditjen POM, 1986).
 Prinsip Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia
di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut
fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung
zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan
terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua
fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi
yang tetap (Ditjen POM, 1986).
 Prinsip Kromatografi Lapis Tipis
Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang
ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia
bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap koomponen-
komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan
kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pemisahan (Ditjen POM, 1986).
 Prinsip Penampakan Noda
a. UV 254 nm
UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada
lempeng.Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan
oleh komponen tersebut ketika elektron yeng tereksitasi dari tingkat energi dasar ke
tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil
melepaskan energi (Ditjen POM, 1986).
b. UV 366 nm
UV 366 nm, noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap.
Penampakan noda pada lampu UV 366 adalah karena adanya daya interaksi antara
sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda
tersebut.Flouresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan
oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke
tingkat energi lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan
energi.Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karenna silika
gel yang digunakan tidak berflouresensi pada sinar UV 366 nm (Ditjen POM, 1986).
c. Pereaksi Semprot H2SO4 10%
Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah berdasarkan
kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari
zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih
panjang (UV menjadi VS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata (Ditjen POM,
1986).

2.2 Jenis Ekstraksi


Ekstrasi terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
 Ekstraksi Dingin
a. Metode maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk
menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan
penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin.Keuntungan dari metode ini
adalah peralatannya sederhana. Sedangkan kerugiannya antara lain waktu yang
diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan
lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur
keras seperti benzoin, tiraks, dan lilin (Hembing, 1992).

b. Metode Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk


simplisia yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlkan
langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) yang telah terpisah dari ekstrak.
Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas
dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses
perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien (Hembing, 1992).

 Ekstraksi Panas
a. Metode refluks
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi
sample-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan
langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang
besar dan sejumlah manipulasi dari operator (Hembing, 1992).
b. Metode destilasi uap
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak
menguap (esensial) dari sampel tanaman.Metode destilasi uap air
diperuntukan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak
menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih
pada tekanan udara normal (Hembing, 1992).
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan.Bahan yang
mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh diekstrak dengan
metode maserasi.Sedangkan kulit dan akar diperkolasi. Untuk bahan yang tahan
panas sebaiknya di ekstraksi dengan cara refluks sedangkan simplisia yang mudah
rusak karena pemanasan dapat di ekstraksi dengan metode soxlet (Agoes, 2007).

BAB III
METODE KERJA

3.1 Alat
 timbangan kasar
 timbangan digital
 beker glass
 erlemeyer
 gelas ukur
 corong
 batang pengaduk
 rotavapor
 cawan penguap
 waterbath

3.2 Bahan
 20 gram daun sirih
 1 liter aquadest

3.3 Prosedur Kerja


 Masukkan 20 gram serbuk daun sirih ke dalam beker glass, tuang 100 ml liter
bagian cairan aquadest , lalu di tutup dan dibiarkan selama 3 hari terlindung
dari cahaya sambil sering diaduk.
 Serkai dan peras ampas serbuk daun sirih , maka di peroleh maserat 1.
 Kemudian ampas serbuk daun jambu bijidi masukkan kembali kedalam
beaker glass kemudian tuangkan sisa aquadest sebanyak 100 ml lalu di tutup
dan di biarkan selama 2 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk.
 Serkai dan peras ampas serbuk daun sirih , maka diperoleh maserat 2.
 Campurkan maserat 1 dan maserat 2 , aduk dan uapkan dengan rotavapor
padasuhu tidak lebih dari 40º C sampai di peroleh ekstrak kental.
 Kemudian ekstrak dikeringkan menggunakan freeze dryer atau waterbath
pada suhu 40º C selama lebih kurang 24 jam sehingga diperoleh ekstrak
kental .
 Timbang hasil ekstrak daun jambu biji yang di peroleh.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL EKSTRAKSI DINGIN


Ekstrak kental Daun Sirih (Piper Betle)
Cawan porselin kosong I Cawan porselin kosong 2

Cawan Porselin 1 Cawan Porselin 2


Rotary Evaporator
Suhu : 50˚C
Kecepatan : 50 rpm
Perhitungan
 Berat serbuk daun biji awal = 20 gram
 Volume pelarut(aquadest) = 200 ml
 Berat cawan porselen kosong (1 & 2)= 148,79 gram
 Berat cawan + ekstrak kental = 189,17 gram
 Banyak ekstrak kental = 189,71 – 148,79
= 40,92 gram
 % ekstrak kental = 40,92 g/200 ml x 100%
= 20,46 %
4.2 PEMBAHASAN

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakanlain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Dalam percobaan ini akan digunakan metode pengujian diantaranya
adalah maserasi.

Ekstraksi ialah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat
dengan menggunakan pelarut yang dipilih di mana zat yang diinginkan larut. Prinsip
ekstraksi adalah melarutkan komponen yang berada dalam campuran secara selektif
dengan pelarut yang sesuai.Prinsip kelarutan yaitu pelarut polar melarutkan senyawa
polar, pelarut semipolar melarutkan senyawa semipolar, pelarut nonpolar melarutkan
senyawa non polar.Sediaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dinamakan ekstrak
sedangkan pelarutnya disebut penyari, sedangkan sisa-sisa yang tidak ikut tersari
disebut ampas.Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat
dalam bahan alam baik dari tumbuhan, hewan dan biota laut dengan pelarut organic
tertentu. Proses ekstraksi ini berdasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk
menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat
aktif akan larut dalam pelarut organik dan karena adanya perbedaan antara
konsentrasi di dalam dan konsentrasi diluar sel, mengakibatkan terjadinya difusi
pelarut organik yang mengandung zat aktif keluar sel. Proses ini berlangsung terus
menerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel.

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padatmaupun cair dengan
bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapatmengekstrak substansi yang
diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.Tujuan ekstraksi yaitu penyarian
komponen kimia atau zat-zat aktif daribagian tanaman obat. Keuntungan cara
penyarian dengan masersi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan
sederhana dan kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya
kurang sempurna.
Praktikum kali ini memiliki judul yaitu ekstraksi daun sirih , tujuannya yaitu
mahasiswa dapat melakukan dan memahami proses ekstraksi terhadap sampel
tumbuhan yang didapat dari praktikum lapangan yang telah dilakukan. Metode yang
digunakan adalah maserasi. Maserasiadalah metode dingin karena prinsipnya tidak
memerlukan pemanasan. Hal ini ditujukan untuk bahan alam yang mengandung
komponen kimia tidak tahan panas dan bahan alam yang memiliki tekstur lunak.
Maserasi merupakan metode eksraksi secara dingin, metode maserasi merupakan
penyarian sederhana. Prinsip kerja maserasi yaitu merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindungi dari
cahaya. Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen
kimia mudah larut dalam cairan penyari dan tidak mengandung zat yang mudah
mengembang seperti benzoin, straiks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada
sampel yang berupa daun. Contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk
melarutkan lemak atau lipid .

Ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fasa


pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fasa
pertama dan sebagian pelarut pada fasa kedua, lalu kedua fasa yang mengandung zat
terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk
dua lapisan fasa cair, dan komponen kimia akan terpisah dalam kedua fasa tersebut
sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.

Pada pembuatan ekstrak daun sirih dengan menggunakan metode maserasi


digunakan serbuk simplisia sebanyak 20 gram dan di gunakan cairan penyari
aquadest sebanyak 200 ml.setelah dimaserasi selama lebih dari tiga hari diperoleh
juga ekstrak kental sebanyak 40,92 gram ,lalu di hitung berapa % ekstrak kental nya.
Ekstrak kental yang diperoleh adalah sebanyak 20,46%.
BAB V

KESIMPULAN

Ekstraksi ialah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat
dengan menggunakan pelarut yang dipilih di mana zat yang diinginkan larut. Dari
percobaan yang kami lakukan dengan menggunakan metode maserasi Pada
pembuatan ekstrak daun sirih dengan menggunakan metode maserasi digunakan
serbuk simplisia sebanyak 20 gram dan di gunakan cairan penyari aquadest sebanyak
200 ml.setelah dimaserasi selama lebih dari tiga hari diperoleh juga ekstrak kental
sebanyak 40,92 gram ,lalu di hitung berapa % ekstrak kental nya. Ekstrak kental
yang diperoleh adalah sebanyak 20,46%.
DAFTAR PUSTAKA

Adrian,.Peyne. 2000.analis ekstraktif tumbuhan sebagai sumber bahan obat, pusat


penelitian , universitas andalas.

Agoes.G.2007. Teknologi Bahan Alam, ITB Press : Bandung.

Akhyar, 2010, Uji Daya Hambat dan Analisis KLT Bioautografi Ekstrak Akar dan
Buah Bakau (Rhizophora stylosa Griff.) terhadap Vibrio
harveyi.Skripsi.Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar.

Arifianti, L., R. D. Oktarina & I. Kusumawati. 2014. Pengaruh Jenis Pelarut


Pengekstraksi terhadap Kadar Sinensetin dalam Ekstrak Daun Orthosiphon
stamineus Benth. Journal Husada. 2: 1-4

Azizah, B & N. Salamah. 2013. Standarisasi Parameter Non Spesifik dan


Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak Terpurifikasi
Rimpang Kunyit. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 3: 21-30

Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI. Hal.1033.

Ditjen POM. 2000. Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Ditjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,


Jakarta.

Hanani, A. R., J. T. Ibrahim & P. Mangku. 2003. Strategi Pembangunan Pertanian


Sebuah Pemikiran Baru. Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta.

Hembing, W. H. M. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Kencana Press,


Jakarta.

Martunus dan Helwani Z. 2007.Ekstraksi Doiksin dalam Limbah Air Buangan


Industri Pulp dan Kertas dengan Pelarut Toluene.Jurnal Sains dan Teknologi
Vol. 6, No. 1, hal 1-4.

Oxtoby, David W. dkk, Prinsip-Prinsip Kimia Modern, Ed. Ke4. Jilid. 1, Jakarta:
Erlangga, 2001.
Prakasha, N. 2008. Pharmaceutics – 1. First Year Diploma in Pharmacy. Abhyudaya
Pragati. 1312 Shivaji, Nagar.

Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press, Yogyakarta.

Syamsuhidayat dan Hutapea, J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, 305-
306, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan , Jakarata.

Anda mungkin juga menyukai