Anda di halaman 1dari 17

CRITICAL JOURNAL REVIEW

SEMIOTIKA

DOSEN PENGAMPU

Madame Dr. Marice, M. Hum

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 6

Pebrini Ginting 2182131007

Keren Luber Br Sembiring 2183131017

REGULER B – 2018

PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS

1
FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya
sehingga kami masih diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan tugas Critical
Journal Review ini yang membahas tentang “bagaimana Kesenian wayang topeng
mengalami perkembangan seirama dengan perkembangan alam pikiran manusia dan
pendukungnya. ” tugas ini kami buat guna memenuhi penyelesaian tugas pada mata
kuliah "SEMIOTIKA" semoga tugas ini dapat menambah wawasan dan penegtahuan
bagi para pembaca khususnya kami.

Dalam penyelesaian tugas ini,kami tentu saja tidak dapat menyelesaikan sendiri
tanpa bantuan dari pihak lain, oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua kami yang senantiasa membimbing dan mendoakan

2. Kepada dosen pengampu, Madame Dr. Marice, M. Hum

Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna karena masih
banyak kekurangan, akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga
materi yang ada didalam tugas ini bermanfaat untuk para pembaca.

Medan, 20 Mei 2020

Kelompok 6

3
4
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................. i

Daftar Isi ................................................. ii

Bab I : Pendahuluan ................................................. 1

Bab II : Pembahasan ................................................. 3

Bab III : Penutup ................................................. 10

Daftar Pustaka ................................................. 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama.
Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh
ilmuwan Amerika. Istilah tersebut berasal dari kata Yunani yaitu semeion yang berarti ‘tanda’
atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti:
bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat
umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari
sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi.

Penulis kali ini membahas bagaimana Kesenian wayang topeng mengalami perkembangan
seirama dengan perkembangan alam pikiran manusia pendukungnya. Perkembangan ini
tampak dalam wujud bentuk, teknik pakeliran, dan peranannya dalam kehidupan manusia.

5
Sementara manusia hidup dalam alam pikiran animis, kesenian wayang topeng umumnya
selalu dikaitkan dengan ritus yakni dimanfaatkan sebagai media pemujaan terhadap roh
leluhur. Oleh sebab itu ia mempunyai sifat yang sakral. Dalam perkembangan fungsinya, kini
wayang topeng yang ada di Dusun Kedungmonggo dikenal sebagai seni rupa, tari dan
pertunjukan. Wayang topeng Malangan dengan fungsi yang dimiliki oleh wayang topeng
sebagai kesenian tradisional sebenarnya juga sebagai penggerak dalam kesenian tradisional
lainnya. Sebagai penggerak terhadap kesenian tradisional seperti ludruk Malangan, wayang
kulit Malangan maupun tayub Malangan. Mengingat dalam wayang topeng terdiri dari
perpaduan macam-macam unsur seni (seni tari, suara, musik, lukis, pahat, dan pentas) maka
dimungkinkan kiranya untuk bisa dapat dipergunakan sebagai salah satu bagian dari objek
pariwisata di daerah Kabupaten Malang.
Pada dewasa kali ini dalam pembuatan tugas Critical Jornal Review bertujuan untuk
memenuhi tugas Mata kuliah semiotika, dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab penulis
ingin mendeskripsikan dan mengkritik jurnal dalam bentuk makalah.

1.2. Tujuan Penulisan Critical Journal Report (CJR)

Mengkritik jurnal (Critical Journal Report) ini dibuat sebagai salah satu resensi ilmu yang
bermanfaat untuk menambah wawasan penulis maupun pembaca dalam mengetahui kelebihan
dan kekurangan suatu jurnal, menjadi bahan pertimbangan dan menyelesaikan satu tugas
Individu Semiotika Pada Jurusan Bahasa Jerman.

1.3. Manfaat Penulisan Critical Journal Report (CJR)


2. Membantu pembaca mengetahui gambaran dan penilaian umum dari sebuah jurnal atau hasil
karya tulis ilmiah lainnya secara ringkas.

3. Mengetahui kelebihan dan kelemahan jurnal yang dikritik.

4. Mengetahui latar belakang dan alasan jurnal tersebut dibuat.

6
BAB II

RINGKASAN

2.1. Identitas Jurnal

Judul : SEMIOTIKA RUPA TOPENG MALANGA

Penulis : Wulan Astrini, Chairil Budiarto Amiuza, dan Rinawati

Jenis Jurnal : Jurnal Semiotika

Website : journal.unair.ac.id/filerPDF/110610161_Ringkasan.pdf

Volume dan Nomor : Vol. 11 No. 02

Jumlah Halaman : 10

Tahun Terbit : 2013

7
2.2. Ringkasan Jurnal

1. Pendahuluan
Kesenian wayang topeng mengalami perkembangan seirama dengan perkembangan alam
pikiran manusia pendukungnya. Perkembangan ini tampak dalam wujud bentuk, teknik pakeliran,
dan peranannya dalam kehidupan manusia. Sementara manusia hidup dalam alam pikiran animis,
kesenian wayang topeng umumnya selalu dikaitkan dengan ritus yakni dimanfaatkan sebagai
media pemujaan terhadap roh leluhur. Oleh sebab itu ia mempunyai sifat yang sakral. Dalam
perkembangan fungsinya, kini wayang topeng yang ada di Dusun Kedungmonggo dikenal
sebagai seni rupa, tari dan pertunjukan. Wayang topeng Malangan dengan fungsi yang dimiliki
oleh wayang topeng sebagai kesenian tradisional sebenarnya juga sebagai penggerak dalam
kesenian tradisional lainnya. Sebagai penggerak terhadap kesenian tradisional seperti ludruk
Malangan, wayang kulit Malangan maupun tayub Malangan. Mengingat dalam wayang topeng
terdiri dari perpaduan macam-macam unsur seni (seni tari, suara, musik, lukis, pahat, dan pentas)
maka dimungkinkan kiranya untuk bisa dapat dipergunakan sebagai salah satu bagian dari objek
pariwisata di daerah Kabupaten Malang.

Di Kabupaten Malang, kesenian tradisional wayang topeng tidak hanya pada satu tempat
melainkan tersebar di beberapa daerah yaitu di Tamiajeng, Nduwet, Precet, Pucangsongo,
Wangkal, Gubuklakah, Jambesari, Jedungmonggo, Jabung, dan Glagahdowo. Namun dewasa ini
hanya tinggal beberapa kelompok wayang topeng yang masih bertahan dan banyak diantaranya
didesak mundur oleh tontonan-tontonan baru yang lebih digemari oleh masyarakat setempat.
Beberapa pecinta budaya muncul kekawatiran akan kepunahan wayang topeng ini. Oleh karena
itu, peneliti juga berusaha ikut mengambil peran dalam pelesta rian kesenian wayang topeng
Malangan dengan mengambil salah satu gaya wayang topeng Malangan yang masih
dipertahankan secara turun temurun yakni wayang topeng Kedungmonggo untuk dijadikan obyek
penelitian.
Untuk itu segala upaya dalam rangka ikut menjaga keberadaan wayang topeng Malangan
khususnya perlu dilakukan. Perlu diingat bahwa daerah kabupaten Malang juga merupakan salah
satu jalan alternatif koridor wisata panorama, seni dan kuliner. Salah satu upaya pelestarian
menjaga kesetimbangan dan keselarasan budaya kearifan lokal yang dapat dilakukan oleh
akademisi melalui kajian semiotika rupa karya seniman rakyat tersebut, dimulai dari penelusuran
kondisi dan potensi unsur-unsur rupa dan prinsipprinsip rupa tradisi topeng, mencari-temukan

8
manfaat-guna dan arti-makna unsur-unsur rupa dan prinsip-prinsip rupa tradisi topeng dalam
proses dan konsep desain masyarakat setempat dan seniman, artis dan arsitek.

2. Semiotika dan Bahan Metode


 Semiotika Dalam Desain
Dalam lingkup budaya Umberto Eco, semiotik dapat dipakai untuk mengamati berbagai
tanda yang bersifat empiris dan indrawi (Eco, 1984). Tanda tanda yang bersifat empiris anatu
indrawi dapat mencakup tanda tanda lingkungan alam seperti lanskap, cuaca, peristiwa alam,
lingkungan artifisial seperti arsitektur permukiman, rumah tinggal, ekterior, interior dan ragam
hias dan sebagainya. Dalam uraian selanjutnya, kajian semiotika meliputi seluruh wahana
intelektual manusia, tanda alamiah dan peradaban yang dikenal sebagai ranah budaya, antara lain:
a. Komunikasi visual (Visual Communication), kajian yang meliputi sistem grafis, warna, tanda
tanda ikon, simbol dan sebagainya.

b. Sistem obyek (Systems of Objects), meliputi arsitektur, kota, lansekap dan sebagainya.

Bagi Pierce, semiotika adalah sinonim logika. Artinya bahwa manusia hanya berfikir
dengan tanda (Roland, 1985). Demikian ilmu tanda atau semiotika dapat dijadikan alat untuk
menelusuri sesuatu dan menghasilkan sesuatu berupa tanda-tanda atau simbol-simbol. Dalam
uraian selanjutnya, bahwa tanda-tanda tersebut berdasarkan relasinya terdiri dari:

a. Semiotik Sintaksis, aktifitas yang mempelajari tanda dalam sistim tanda yang lain yang
menunjukkan kesamaam atau kerjasama.
b. Semiotik Semantik, mempelajari hubungan antara tanda dan maknanya atau denotasi dan
konotasi dari tanda tanda tersebut.
c. Semiotik Pragmatik, mempelajari hubungan tanda dengan pemakainya.

 Model Kajian Semiotika Bahasa Rupa

Tinjauan Semiotika bahasa rupa merupakan hal yang tidak mudah dilakukan, hal itu
dikarenakan karakter kebahasaannya yang bersifat Organik dan kerap tidak memiliki
gramatika yang diterima dalam kesepakatan yang terukur dan Rasional. Dalam kajian

9
semiotika, bahasa rups juga dapat diamati sebagai suatu sistim tanda, baik tanda tunggal
maupun sekumpulan tanda (Sachari,2004).

Dalam pengamatan tinjauan desain, tautan pengamatan bahasa rupa dapat berupa
narasi sejarah, gaya desain, karya rupa, artifak, mashab estetika, proses mendesain,maupun
figur desainer. Dalam tinjauan bahasa rupa terdapat dua aspek penting semiotika, yaitu indek
dan tanda (ikon, simbol). Indek adalah tanda yang memiliki hubungan ketergantungan
eksistensial antara tanda dan yang ditandai, atau mempunyai ikatan kausal dengan apa yang
diwakilinya. Sedangkan Tanda adalah unsur dasar dalam semiotika dan komunikasi, yaitu
segala sesuatu yang mengandung arti, yang memiliki dua kategori yaitu sebagai penanda dan
petanda (Sachari,2004).

 Model Kajian Bahasa Rupa Tradisional Jawa

Kajian Bahasa Rupa Tradisional Jawa dapat ditelusuri dari sisi historis, falsafah, dan
karakteristik semiotikanya. Sisi historis sebagai indek kezamanan yang setiap kezamanan
memiliki tanda, ikon, dan simbol tertentu. Sisi falsafah, falsafah hidup kesenian upacara sebagai
indek yang masing-masing memiliki tanda, ikon, dan simbol tertentu. Sisi karakteristik, karya
rupa sebagai indek yang unsu-unsur karya tersebut memiliki tanda, ikon, dan simbol tertentu
pula.

 Pendekatan Semiotik dalam desain Rupa


Penjelasan semiotika, rupa, dan hubungannya dapat ditarik kesimpulan bahwa desain
rupa apapun sebagai bahasa visual dapat ditelusuri atau dikaji lewat media bahasa tanda atau
simbol yang terkadung didalamnya. Sintaksis menegaskan pengetahuan tentang gabungan
elemen-elemen atau unsure-unsur desain. Unsur desain yang mana yang dapat
dikombinasakan?, bagaimana caranya?, untuk apa? (Zahnd, 2009). Pembentukan elemen rupa
berkaitan dengan penataan yang juga mengikuti aturan pola yang ada dalam sintaksis rupa.
Sintaksis rupa melibatkan mofologi dari empat aspek secara langsung sebagai berikut:
a. Sintaksis bentuk, memperhatikan kombinasi semua elemen rupa yang berkaitan dengan
bentuk.

b. Sintaksis material, memperhatikan kombinasi semua elemen rupa yang bersifat material
atau berkaitan dengan bahan.

10
c. Sintaksis fungsi, memperhatikan kombinasi semua elemen arsitektur ysng bersifat atau
berkaitan dengan fungsi.

d. Sintaksis struktur, memperhatikan kombinasi semua elemen rupa yang bersifat atau
berkaitan dengan struktur.

 Metode Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Pada Tahap pertama,
sampel seniman topeng dipilih secara porporsive sampling berdasarkan tingkat pengetahuan
dan kemampuan seniman rakyat di desa tersebut berdasarkan informasi masyarakat
setempat. Dalam satu desa tersebut terdapat seperangkat karya rupa topeng Malangan yang
didukung oleh fasilitas pembuatan, pelestarian, dan pertunjukannya.

Tahap kedua, rekonstruksi melalui pengukuran artefak, foto, dan montase serta gambar
gambar seni rupa akan diperoleh hasil berupa konfigurasi visual elemen dan prinsip rupa dan
detail ragam hiasnya. Foto maupun gambar konfigurasi visual elemen rupa yang merupakan
hasil analisa dari tahap pertama tersebut kemudian dicetak dan dipeta atau dibukukan.
Rekonstruksi ini kemudian digunakan sebagai stimulus pada pengumpulan data pada tahap
ketiga.

Pada tahap ketiga, konfiguasi visual hasil analisa sebelumnya, dipaparkan kembali
kepada penduduk setempat, pemangku adat dan sosial desa dan penduduk kunci dan
penghuni sampel yang terpilih. Tujuannya adalah untuk mendapatkan penjelasan masyarakat
terhadap hubungan, fungsi dan arti konfigurasi visual Karya rupa berdasarkan apa yang
mereka pahami selama mereka tinggal dan berkesenian di kawasan tersebut sebagai hasil
dari pengalaman sehari-hari yang mereka alami di dalam lingkungan desa.

3. Hasil dan Pembahasan

a. Konfigurasi Visual dan Fisikal Unsur-unsur Rupa Topeng Malangan

Topeng Malangan terdiri dari 78 figur, dimana terbagi dalam empat karakter utama
yaitu panji, antagonis, abdi, dan binatang. Warna Topeng Malangan beraneka ragam dan
masing-masing mendeskripsikan makna atau karakter tokoh yang berbeda-beda, yaitu:

a. Warna emas/putih melambangkan kesucian atau sifat setia,

11
b. Warna merah melambangkan karakter pemberani,
c. Warna kuning melambangkan kesenangan atau sifat ceria,
d. Warna hijau melambangkan kesuburan atau kedamaian, dan
e. Warna biru/hitam melambangkan sifat bijaksana.

Secara garis besar Topeng Malangan memiliki beberapa klasifikasi unsur rupa
sebagaimana halnya dengan anatomi wajah manusia serta didukung oleh beragam
karakteristik ragam hiasnya untuk memperkuat karakter tokoh yang divisualisasikan.

Penamaan tiap ragam unsur tersebut sebagian besar berkaitan dengan makna filosofis
alam semesta beserta isinya. Adapun unsur-unsur rupa Topeng Malangan terdiri dari alis,
urna/cula, kumis, mulut, hidung, mata, sumping, rambut, dan soul path. Bagian-bagian
tersebut utamanya untuk menciptakan karakter-karakter protagonis dan antagonis.

12
b. Unsur Rupa dalam Tari Topeng Malangan

Seni tari topeng Malangan terdiri dari 15 cerita. Penelitian ini mengambil cerita Rabine
Panji sebagai sebuah sampel untuk dianalisis lebih lanjut tentang hubungannya dengan
unsur-unsur rupa Topeng Malangan. Penentuan sampel tersebut berdasarkan kriteria cerita
klimaks dalam seni tari Topeng Malangan. Di dalam cerita tersebut terdapat enam tokoh
utama, yaitu tokoh Panji (protagonis), tokoh Sabrang (antagonis: Klono dan Patih), tokoh
Dewi, tokoh Raja Sabrang, tokoh Emban, dan tokoh Demang. Kostum yang digunakan setiap
tokoh memiliki beragam warna dan ragam hias:

13
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Keunggulan Jurnal

 Penulisan judul sudah benar, dicetak dengan huruf besar/kapital, dicetak tebal (bold)
tidak melebihi jumlah kata maksimum 15. Penulisan nama penulis juga sudah benar,
nama penulis ditulis di bawah judul tanpa gelar, tidak boleh disingkat, diawali dengan
huruf kapital, tanpa diawali dengan kata ”oleh”, urutan penulis adalah penulis pertama
diikuti oleh penulis kedua, ketiga dan seterusnya. Nama perguruan tinggi dan alamat
surel (email) semua penulis ditulis di bawah nama penulis.

 Tata cara penulisan Metode, Pembahasan, Kesimpulan hingga daftra pustaka sudah rapi,
karena penulis dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai karya seni topeng
malangan serta penulisan latar belakang secara ringkas tepat dan jelas. Dalam penulisan
jurnal jenis huruf yang digunakan sama, penggunaan sistem penomoran (numbering)
juga tersusun dengan baik.

14
 Referensi yang digunakan peneliti sudah cukup baik. Ditambah lagi peneliti dalam
membuat item pada instrumen penelitiannya mengacu pada teori para ahli. Seluruh
kutipan pustaka sudah sesuai dengan daftar pustaka.

3.2. Kelemahan Jurnal

 Subjek penelitian dalam jurnal tersebut terlalu dibatasi, dan sangat tidak akurat dari
segi gambar dan penejelasannya, dan mungkin sekali pembaca merasa kecewa, karena
dalam suatu jurnal hal yang paling inti untuk diketahui ialah subjek penelitian dan
metode penelitian.

 Dalam penulisan Konfigurasi Visual dan Fisikal terdapat kesalah penulisan, dalam
 jurnal tersebut ditulis bahwa 4 karakter utama topeng malangan, akan tetapi
penerepan gambar ada 5 topeng dan 5 penjelasan

3.3. Kajian Teori

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda, lambang, maupun
simbol-simbol. Tanda, lambang, dan simbol-simbol tersebut dapat kita jumpai diberbagai
upacara tradisional yang diselenggarakan oleh masyarakat Jawa. Agar dapat memahami hal
tersebut maka harus mengetahui ilmu yang mendukungnya. Adapun ilmu yang mempelajari
tentang tanda, lambang, dan simbol-simbol adalah semiotik. Menurut Luxemburg (1992: 44)
Semiotik adalah ilmu yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang,
sistem lambang, dan proses perlambangan. Semiotik oleh Ferdinand de Saussure (Piliang,
2003: 47-49) diartikan sebagai ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari
kehidupan sosial. Lebih lanjut semiotik adalah ilmu yang mempelajari struktur, jenis,
tipologi, serta relasi-relasi tanda dalam penggunannya di dalam masyarakat. Oleh sebab itu,
semiotik mempelajari relasi diantara komponen-komponen tersebut dengan masyarakat
penggunanya.

Secara lebih sederhana, Zoest (1996: 5) mendefinisikan semiotik sebagai studi tentang
tanda dan segala yang berhubungan dengannya, hingga pengiriman dan penerimaannya oleh

15
mereka yang mempergunakan tanda tersebut. Dalam peristiwa budaya seperti halnya upacara
sajen peturon ditemui tanda yang dapat dipelajari melalui semiotik. Menurut Preminger
(Pradopo, 2003: 94) tanda-tanda itu mempunyai arti dan makna yang ditentukan oleh
konvensinya. Upacara sajen peturon merupakan salah satu fenomena budaya yang di
dalamnya terdapat tanda yang memiliki pesan-pesan yang luhur. Berdasarkan definisi di atas
dapat disimpulkan pengertian semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda dan
lambang-lambang, sistem perlambangan dan proses perlambangan yang memiliki arti dan
makna yang ditentukan oleh konvensinya.

3.4. Implikasi
Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pemahaman dan
penghayatan terhadapkarya seni ”Rupa Topeng Malang”. Selain itu, hasil penelitian ini juga
menambah pengetahuan mengenai teori struktural dan semiotik karya seni, terutama yang
berkaitan dengan Topeng.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimplan

Menurut penulis, secara keseluruhan jurnal tersebut masih kurang baik, karena perlu
diperbaiki dibeberapa bagian seperti metode penelitian yang digunakan, kuesioner yang
dibuat, jumlah item yang digunakan peneliti pada alat instrumen penelitian, dan subjek
penelitian yang digunakan responden.

4.2. Saran
Sebaiknya dalam subjek penelitian tidak perlu dibatasi agar lebih akurat dan dalam
penulisan penelitian perlu diperhatikan dan perlu disesuaikan dengan penjelasan yang
baik, agar tidak terjadi kesalah pahaman antara sipembaca.
Menurut penulis dalam penejelasan alalisis semiotika rupa terlalu ringkas, sehingga
informasi yang didapat pasti tidak lengkap.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://www.ruas.ub.ac.id/index.php/ruas/article/viewFile/142/148

17

Anda mungkin juga menyukai