Anda di halaman 1dari 3

Nama : Arif Ramadhan

NIM : 8111418382
Matkul : Hukum dan Teknologi

Inovasi Angkutan Udara Nasional-


Industri pesawat terbang sudah dimulai sejak Indonesia belum merdeka. Kegiatan
penerbangan di Indonesia dimulai satu tahun setelah Wright bersaudara menerbangkan pesawat
pertamanya. Ir. Onnen, seorang insinyur berkebangsaan Belanda, membuat pesawat
eksperimental dari bambu di Sukabumi. Selanjutnya, pada tahun 1914, Belanda mendirikan
sebuah lembaga penguji penerbangan yang bertugas dalam pengkajian kinerja pesawat Eropa
untuk pengoperasian di daerah Asia. Lalu, pada tahun 1923, dibangunlah Departemen
Penerbangan Pelayanan Teknis di Sukamiskin, Bandung. Karena perkembangannya yang pesat,
Departemen ini dipindahkan ke Lanud Husein Sastranegara, yang dulu masih bernama Lanud
Andir. Fasilitas tersebut kemudian dikembangkan untuk perakitan pesawat pembom yang
mengatasi ancaman Jepang. Tahun 1935, pusat pengembangan ini berhasil membuat pesawat
PW1 bermesin tunggal dan PW2 bermesin ganda pesanan seorang pengusaha roti yang ingin
mendirikan industri pesawat terbang. Pesawat itu mengejutkan dunia, karena berhasil terbang
dari Batavia ke Amsterdam, London dan China. Ini membuktikan bahwa Indonesia mempunyai
potensial memiliki industri pesawat terbang yang berani bersaing. Bahkan pelopor produsen
pesawat asal Belanda, Fokker yang didirikan oleh A.H.G Fokker, lahir di Kediri.
Pasca kemerdekaan, TRI mengambil alih semua fasilitas penerbangan dari Belanda.
Fasilitas-fasilitas penerbangan pada masa itu difokuskan untuk mempertahankan kemerdekaan.
Pesawat-pesawat rampasan dimodifikasi menjadi pesawat serang. Pada tahun 1946, dibuatlah 6
unit pesawat layang yang disponsori oleh Wiweko Supono, Sumarsono dan yang terakhir,
Nurtanio Pringgoadisurjo, yang merupakan bapak perintis industri pesawat terbang Indonesia.
Pesawat ini digunakan untuk menarik minat para pemuda untuk menjadi calon pilot, yang
elanjutnya akan dikirim ke pelatihan di India.
Pada tahun 1948, dibuatlah pesawat WEL-1 yang menggunakan mesin motor Harley
Davidson bertenaga 28 tenaga kuda. Dari tahap desain sampai tes penerbangan, pesawat ini
dibangun hanya dengan waktu 5 minggu. Berdasarkan desain-desain Nurtanio, lahirlah pesawat-
pesawat Si Kumbang, Belalang 89 yang kemudian disempurnakan lagi menjadi Belalang 90, dan
Kunang 25 yang bermesin Volkswagen. Hal ini dilakukan untuk menarik minat generasi muda
pada dunia dirgantara. Kemudian, Nurtanio dan 3 orang Indonesia lainnya, dikirim ke Filipina
guna menambah pengetahuan dalam bidang industri penerbangan.
Pada 1960, dibentuklah LAPIP (Lembaga Persiapan Industri Penerbangan) yang bertugas
menyiapkan pembangunan industri pesawat terbang. Kemudian, LAPIP bekerjasama dengan
CEKOP, produsen pesawat Polandia, yang meliputi pembangunan pabrik, pelatihan karyawan
dan pembuatan pesawat STOL (Short Take Off and Landing) bernama Gelatik, atau PZL-104
Wilga.
Pada 1965, Presiden Soekarno membentuk KOPELAPIP (Komando Pelaksana Industri
Pesawat Terbang) dan PN. Industri Pesawat Terbang Berdikari. Pada Maret 1966, Nurtanio
meninggal karena kecelakaan saat pengujian pesawat. Untuk menghormati jasanya, kedua
lembaga itu digabung menjadi LIPNUR (Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio). Berdasarkan
keputusan presiden, didirikanlah Teknik Penerbangan ITB, yang saat itu dibawah naungan dari
Departemen Mesin. Semua hal diatas, dikerjakan sendiri tanpa adanya bantuan dana dari
pemerintah. Sebelumnya, sejumlah mahasiswa Indonesia dikirim ke luar negeri. B.J Habibie
merupakan salah satu mahasiswa yang dikirimkan ke luar negeri pada gelombang ke 2.
Pada 1976, seluruh fasilitas penerbangan diambil alih untuk mendirikan IPTN, dengan
B.J Habibie sebagai direktur utama. Personel angkatan udara dieliminasi dan pada 1985, nama
Nurtanio diganti menjadi Nusantara.
Pada era Gus Dur, paradigma IPTN diubah dari high cost menjadi competitive industry
yang bersaing di pasar internasional. Nama PT IPTN pun diubah menjadi PT Dirgantara
Indonesia (PT DI). PT DI diminta untuk tidak membuat pesawat maupun helikopter, namun
hanya sebagai pemasok suku cadang pesawat dari produsen-produsen seperti Boeing, British
Airspace, dan Airbus.
Berbagai masalah telah menimpa industri ini. Pada tahun 1995, pesawat Gatot Kaca
(N250) terbang perdana. Pesawat ini mengusung teknologi turboprop, glass cockpit, kapasitas
penumpang 50 orang, dan teknologi yang paling canggih di jamannya adalah : Fly by Wire.
Teknologi pesawat ini dirancang untuk 30 tahun ke depan. Pesawat ini sudah tidak mengalami
Dutch Roll (pesawat oleng berlebihan). N250 merupakan satu-satunya pesawat turboprop dengan
teknologi Fly by Wire sampai saat ini. IPTN membangun pabrik khusus N250 di Amerika dan
Eropa, namun tiba-tiba presiden memutuskan untuk menutup IPTN dan industri strategis lainnya
(krisis moneter 1997). B.J Habibie meminta uang 500 juta dollar dan meyakinkan presiden
bahwa Indonesia tidak akan bergantung pada produsen pesawat luar negeri. Namun, permintaan
itu ditolak presiden. Sampai saat ini, bekas karyawan IPTN yang ditutup itu dipekerjakan pada
produsen-produsen pesawat terbang internasional kelas dunia seperti Boeing, Airbus, dan lain-
lain. Pada saat itu IPTN mempunyai 16.000 lebih karyawan dan sekarang PT DI sekarang hanya
mempunyai 4.000 karyawan.

Anda mungkin juga menyukai