Anda di halaman 1dari 9

Predikat ketua OSIS yang melekat pada

dirinya memaksakan dirinya untuk

menanggung semua hal dan kegiatan

yang berkaitan dengan siswa Sma

Garita. Tidak mudah memang, tapi Arsy

tetap melaksanakannya dengan sebisa

mungkin.

Seperti sekarang ini, Arsy harus

menanggung semua hal hal yang

berkaitan tentang masa orientasi siswa

baru kelas X.

"Ar, sebentar lagi giliran lo pidato

didepan sana"

Arsy hanya mengangguk saja. Ia masih

tetap pada posisinya yaitu menyender

pada dinding dengan airpodsnya yang

terpasang dikedua telinganya.

Ia sudah terbiasa dengan masa

orientasi siswa baru ini karna tahun

lalu juga ia sudah pernah. Entahlah,

ia bahkan tidak merasa bahwa hasil

kerjanya sebagai seorang ketos itu

bagus atau apalah itu, tapi tetap saja

menurut hasil voting yang keluar, pasti

Arsy selalu mendudukki peringkat


atas. Jadi mau tak mau Arsy harus menerima.

Arsy bukan model cowok yang tukang

protes atau membantah ataupun

menolak, jadi ia terima apa adanya kala

ia terpaksa menjadi seorang ketos.

Padahal seingatnya, ia tidak pernah

mengajukan namanya untuk ikut serta

voting pemilihan ketos baru. Namanya

tiba tiba tertera didalam kolom

votingan, entahlah Arsy tidak mengerti.

"Nah kita sanbut ya ketos kita, ini nih

pangerannya Sma Garita, kita sambut

Arsy!"

Arsy segera melepas kedua airpodsnya

dan memasukkannya kembali kedalam

tempatnya lalu dimasukkan ke saku

celana.

Terdengar suara tepuk tangan yang

sangat meriah. Padahal hanya untuk

menyambut seorang ketua OSIS, tapi

kenapa seheboh tu? Arsy juga tidak

mengerti.

Terkadang Arsy bingung, apakah

dirinya setampan itu?

la berdiri dihadapan seluruh murid


baru Sma Garita yang jumlahnya

lumayan banyak.

"Selamat pagi" sapa Arsy singkat

"Pagi kak!!!" See? Bahkan Arsy

menyapa mereka dengan nada yang

cuek, tapi tetap saja dijawab dengan

antusias yang besar.

"Saya Arsy selaku ketua OSIS Sma

Garita mengucapkan terima kasih

atas kepercayaan kalian semua untuk

masuk Sma Garita ini. Mos akan

dilaksanakan selama 3 hari yang

dimulai dari hari ini. Untuk kegiatan

Mos akan dijelaskan oleh Revo, jika ada

yang tidak jelas bisa ditanyakan pada

Revo juga. Terima kasih"

Setelah mengucapkan kalimat yang

menurut Arsy sangat panjang, ia segera

turun dari mimbar dan pergi berlalu

darisana.

Arsy berjalan menyusuri koridor

sekolah yang akan ia tinggalkan satu

tahun lagi, ia akan berdiam diri di

ruang ketos saja, sepertinya lebih

menyenangkan dibandingkan harus


menunggu acara Mos itu selesai.

Arsy berjalan melewati seorang gadis

yang Arsy tidak pedulikan siapa. Tapi

dilihat dari penampilannya, gadis itu

seperti siswi baru.

Baru saja Arsy mendorong

pintu ruangan khusus ketos tapi

pergerakkannya berhenti kala ia

merasa ujung bajunya seperti ditarik.

"Em.., kak?"

Arsy membalikkan badannya dan

menemukan gadis yang ia lewati tadi

sedang berdiri dihadapannya dengan

tatapan yang sedikit takut.

Arsy hanya menaikkan salah satu

alisnya, menunggu apa yang akan

dilakukan oleh gadis ini.

"Em.., saya mau nanya, lapangan basket

dimana ya?"

Arsy melrik tangan gadis itu yang

masih menarik bajunya dan sepertinya

gadis itu menyadari karna sedetik itu

juga gadis itu melepaskan tarikkannya

dan beralih memainkan jari jemarinya,

mungkin karna gugup.


"Lurus, belok kiri" jawab Arsy singkat

Gadis itu mengangguk

"Makasih kak"

Baru saja gadis itu ingin pergi darisana,

tapi ucapan Arsy membuatnya

menghentikkan langkahnya.

"Kalau bilang terima kasih, liat

keorangnya. Dimana sopan santunnya?" tanya Arsy dengan nada

datarnya. Dan sepertinya ucapan Arsy

membuat gadis itu ketakutan.

Gadis itu mendongakkan wajahnya

sehingga matanya langsung tertuju

pada Arsy.

"Maaf kak"

Entahlah Arsy tak tega melihat wajah

gadis itu yang semakin ketakutan,

memangnya Arsy semenakutkan itu?

"Yaudah sana"

Oke, sudah Arsy terlihat menakutkan,

sekarang Arsy malah mengusirnya.

Jangan salahkan Arsy, salahkan

mulutnya yang asal ceplas ceplos saja.

"I-iya kak, makasih dan maaf sekali

lagi"

Arsy hanya memandang kepergian


gadis itu hingga menghilang

diperempatan koridor.

Arsy melanjutkan niatannya untuk

berdiam diri di ruang khusus untuknya.

*米米

"Audi, lo udah ketemu berapa tanda

tangan?" tanya Dea, teman baru Audi.

"Aku baru ketemu 5" jawab Audi

lesu, pasalnya tiap peserta Mos harus

mendapatkan 10 tanda tangan para

anggota OSIS dalam waktu dua jam dan

sekarang waktunya tersisa 30 menit

dan Audi masih harus mendapatkan 5

tanda tangan lagi.

Ternyata senior senior Sma Garita tidak

sepenuhnya baik, terlebih para kakak

perempuannya, banyak yang bersikap

senioritas.

Kalau begini bagaimana Audi bisa

mengumpulkan semua tanda tangan

itu?

30 menit sudah berlalu, setidaknya

Audi sudah mendapat kemajuan, tanda

tangan yang terkumpul sekarang sudah

8. Tapi walaupun sudah 8 tetap saja


angka 8 itu kurang dari angka 10.

"Yang tidak mendapatkan 10 tanda

tangan diharap maju kedepan!" teriak

sang kakak pembina

Audi sudah ketar ketir duluan, ia takut

jika mendapatkan hukuman.

Audi menghembuskan nafasnya lalu

segera kedepan. Ternyata terdapat

8 orang lagi yang nasibnya sama

seperti Audi yaitu akan mendapatkan

hukuman.

"Yang lainnya boleh istirahat!"

Lagi lagi Audi menghela nafasnya,

sepertinya ia tidak akan makan siang

hari ini.

"Kalian sisanya, kalian bersihin taman

belakang!"

"Iya kak" jawab mereka

Audi beserta 8 orang lainnya berlari

menuju taman belakang untuk

memenuhi perintah dari sang kakak

pembina

Audi menyapu beberapa daun kering

yang berjatuhan dari pohon lalu

mengumpulkannya didalam satu


karung hitam besar, dibantu dengan

satu cowok yang menjalani hukuman.

Baru saja Audi sudah mau bersorak

gembira, tapi tiba tiba karung hitamnya

ditendang oleh salah satu kakak

pembina perempuan sehingga daun

daun yang dikum pul kannya tadi

kembali berserakan.

"Ups, maaf gue gak sengaja"

Audi ingin marah dan mencakar

cakar kakak pembinanya yang sok

kecantikan ini tapi ia tidak bisa. Ia

takut beasiswanya akan dicabut oleh

sekolah.

Audi bukan berasal dari keluarga yang

berada, hidupnya serba kekurangan.

Masuk sekolah yang elit ini pun karna

kepin tarannya, maka dari itu ia tidak

ingin mencari masalah.

Selain takut beasiswanya dicabut, ia

tidak ingin neneknya kecewa karna

sekarang hanya neneknya lah yang ia tidak ingin neneknya kecewa karna

sekarang hanya neneknya lah yang ia

punya.

"Woi! Jangan mentang mentang lo


kakak kelas, bisa main senioritas

seenaknya!" Audi kaget karna

mendengar omelan dari cowok yang

membantunya tadi.

Sungguh berani cowok itu.

"Berani ya lo sama gue?" tanya kakak

kelas itu menantang.

"Emang gue musti takut sama lo gitu?"

Kakak pembina itu kembali menendang

karung hitam ditanbah menendang

dedaunan itu sehingga semakin

erantakkan.

"Makan tuh!" Setelah mengucapkan itu,

sang kakak pembina pergi.

Anda mungkin juga menyukai