Anda di halaman 1dari 36

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam Dan Sains
3. Islam Dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf Nahi Mungkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

DISUSUN OLEH:

Nama : Bela Zainun Yatin

NIM : G1D020008

Fakultas & Prodi : MIPA & Matematika

Semester : Satu

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MATARAM

T.A 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamduliallah penulis haturkan kepada ALLAH SWT. Atas segala
nikmat yang diberikan kepada kita semua dan atas selesainya tugas ini. Karena tanpa
rahmat dan kasih sayang-NYA tidak mungkin kita masih dapat merasakan nikmat-NYA
beribadah. Dan atas kehendaknya pula penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada
waktunya. Semoga kita selalu diberi ke-Istiqomahan dalam beribadah kepada-NYA.

Sholawat serta salam semoga ALLAH SWT. limpahkan kepada baginda Rasulullah
SAW. Karena berkat perjuangan beliaulah kita semua dapat keluar dari jalan yang gelap
yaitu kebodohan menuju jalan yang terang benderang yaitu agama Islam. Dan mengangkat
derajat wanita. Serta membawa rahmat dan keadilan untuk dunia ini. Semoga kita semua
dapat berjumpa dengan beliau di akhirat kelak.

Terima kasih penulis sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I., M.Sos. Sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Penddikan Agama Islam. Yang
dengan baik dan sabar membimbing kami. Sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini
dengan baik dan tepat waktu. Semoga bapak selalu diberi kesehatan dan umur yang berkah.
Amin.

Besar harapan saya tugas yang saya tulis ini memberi dampak positif dan manfaat
bagi saya sendiri maupun pembacanya. Dengan menyadari kekurangan ilmu serta wawasan
saya sebagai penulis tugas ini, saya mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan.
Dari segi bahasa, penulisan, makna ataupun dalil dalam tugas ini. Terma kasih.

Penyusun, Mataram 12 Desember 2020

Nama : Bela Zainun Yatin

NIM : G1D020008

ii
DAFTAR ISI

COVER i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

I. Iman, Islam, Ihsan 1

II. Islam Dan Sains 9

III. Islam Dan Penegakan Hukum 14

IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf Nahi Mungkar 22

V. Fitnah Akhir Zaman 25

DAFTAR PUSTAKA iv

LAMPIRAN vi

iii
I. Iman, Islam, Ihsan

Dikutip dari wikipedia.org pengertian iman, Islam, dan ihsan adalah sebagai
berikut:
Menurut bahasa iman berasal dari kata (‫ )آ َمنَ ي ُْؤ ِمنُ إِ ْي َمانًا‬yang berarti percaya. Sedang menurut
istilah iman adalah:
‫ان َو َع َم ٌل بِاْألَرْ كا َ ِن‬ ِ ‫ق بِاْلقَ ْل‬
ِ ‫ب َوإِ ْق َرا ٌر بِالِّل َس‬ ٌ ‫ا ِإل ْي َمانُ تَصْ ِد ْي‬

“iman adalah pengakuan hati, penegasan dengan lisan dan perwujudan dalam bentuk
tindakan”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ada tiga unsur penyusun iman yang mana
satu dengan lainya bersifat komplementer (saling melengkapi). Ketiga-tiganya adalah,
pengakuan hati, diucapkan dengan lisan dan ada wujud nyata dalam perbuatan. Dengan
demikian, apabila seseorang berkata “aku beriman kepada Allah” namun tak ada bentuk
aplikasi (pengamalan) dari keimannva, terlebih bila tidak disertai mantapnya keyakinan
dalam hatinya, maka imam orang itu tidaklah dapat dibenarkan. Jadi hakikat Iman itu
sendiri ialah “Istiqomah dalam pengakuannya terhadap Allah sebagai Rabb yang harus
didengar dan ditaati perintah-Nya”. Jika seorang mukmin istiqomah menjaga keimanannya
dan selamat dari syi’rik, keraguan dan segala hal yang menjerumuskan dirinya kepada
lembah kemurtadan, maka Allah menjamin kebahagiaan dan keselamatan di dunia maupun
di akhirat.
Sebaliknya apabila terjadi penolakan dan pembangkangan sekecil apapun terhadap
agamanya, maka sesungguhnya dirinya telah malakukan perbuatan yang kontra dengan
fitrahnya sendiri dan itu artinya telah mengotori dan merusak jiwanya sendiri. Jika ini
dilakukan secara terus menerus oleh orang itu, maka akan terjadi kerusakan secara total
dalam jiwa manusia yang berujung kepada kekufuran. Iman juga bisa diartikan sebagai
anugrah ruhani yang Allah berikan kepada manusia, fitrah yang menjadi spirit aqidah yang
menghubungkan manusia dengan Rabbnya. Tujuannya ialah untuk mengantarkan manusia
pada kebahagiaan dan kenikmatan yang hakiki .

1
Islam (bahasa Arab: ‫اإلسالم‬, translit. al-islām) adalah salah satu agama dari kelompok
agama yang diterima oleh seorang nabi (agama samawi) yang mengajarkan tauhid tanpa
kompromi, iman terhadap wahyu, iman terhadap akhir zaman, dan tanggung jawab.

Kata islām berasal dari bahasa Arab aslama - yuslimu dengan arti tunduk dan patuh
(khadha‘a wa istaslama), berserah diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama), mengikuti
(atba‘a), menunaikan, menyampaikan (addā), masuk dalam kedamaian, keselamatan, atau
kemurnian (dakhala fi al-salm au al-silm au al-salām). Dari istilah-istilah lain yang akar
katanya sama, “islām” berhubungan erat dengan makna keselamatan, kedamaian, dan
kemurnian.

Secara istilah, Islam bermakna penyerahan diri; ketundukan dan kepatuhan terhadap
perintah Allah serta pasrah dan menerima dengan puas terhadap ketentuan dan hukum-
hukum-Nya. Pengertian “berserah diri” dalam Islam kepada Tuhan bukanlah sebutan untuk
paham fatalisme, melainkan sebagai kebalikan dari rasa berat hati dalam mengikuti ajaran
agama dan lebih suka memilih jalan mudah dalam hidup. Seorang muslim mengikuti
perintah Allah tanpa menentang atau mempertanyakannya, tetapi disertai usaha untuk
memahami hikmahnya.

Ihsan ( Arab : ‫ 'إحسان‬iḥsān, juga diromanisasi ehsan), adalah istilah bahasa Arab
yang berarti "kecantikan", "kesempurnaan" atau "keunggulan" (Ara husn, yang berarti:.
Kecantikan). Ini adalah masalah mengambil keyakinan batin ( iman ) seseorang dan
menunjukkannya dalam perbuatan dan tindakan, rasa tanggung jawab sosial yang lahir dari
keyakinan agama. Dalam Islam , ihsan adalah tanggung jawab Muslim untuk mendapatkan
kesempurnaan, atau keunggulan , dalam ibadah, sehingga Muslim berusaha menyembah
Tuhan seolah-olah mereka melihat-Nya, dan meskipun mereka tidak dapat melihatnya,
mereka tidak diragukan lagi percaya bahwa Dia terus-menerus mengawasi mereka.

2
Sedangkan pengertian Iman, Islam dan Ihsan sebagai berikut:

‫د‬tُ ‫ إَ ْذ طَلَ َع َعلَيْنا َ َر ُج ٌل َش ِد ْي‬،‫ بَ ْينَ َما نَحْ نُ ِع ْن َد َرسُو ِل هللاِ ﷺ َذاتَ يَوْ ٍم‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ أَيْضا ً قَا َل‬
ِ ‫ع َْن ُع َم َر َر‬
َ َ‫ْرفُهُ ِمنَّا أَ َح ٌد َحتَّى َجل‬
‫س إلَى النَّبِ ِّي ﷺ‬ ِ ‫ َوالَ يَع‬،‫ الَ ي َُرى َعلَي ِه أَثَ ُر ال َّسفَ ِر‬،‫ْر‬ ِ ‫اض الثِّيَا‬
ِ ‫ َش ِد ْي ُد َس َوا ِد ال َّشع‬،‫ب‬ ِ َ‫بَي‬
ِ ‫ يَا ُم َح َّم ُد أَ ْخبِرْ نِي ع َِن‬:‫ض َع َكفَّ ْي ِه َعلَى فَ ِخ َذ ْي ِه َوقَا َل‬
‫اإل ْسالَ ِم‬ َ ‫!فَأ َ ْسنَ َد ُر ْكبَتَ ْي ِه إلَى ُر ْكبَتَ ْي ِه َو َو‬

َّ ‫ َوتُقِ ْي َم ال‬،ِ‫ «ا ِإل ْسالَ ُم أَ ْن تَ ْشهَ َد أَ ْن الَ إلَهَ إِالَّ هللاُ َوأَ َّن ُم َح َّمداً َرسُو ُل هللا‬:‫ال َرسُو ُل هللاِ ﷺ‬
‫ َوتُ ْؤتِ َي‬،َ‫صالَة‬ َ َ‫فَق‬
ً‫طعْتَ إِلَ ْي ِه َسبِ ْيال‬
َ َ‫ َوتَ ُح َّج البَيْتَ إِ ِن ا ْست‬، َ‫ضان‬
َ ‫ َوتَصُوْ َم َر َم‬،َ‫»ال َّز َكاة‬

ِ ‫ َو َم‬،ِ‫ «أَ ْن تُ ْؤ ِمنَ بِاهلل‬:‫ فَأ َ ْخبِ ِرنِي َع ِن ا ِإل ْي َما ِن! قَا َل‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ص ِّدقُه‬
،‫ َو ُر ُسلِ ِه‬،‫ َو ُكتُبِ ِه‬،‫الئِ َكتِ ِه‬ َ ُ‫ فَع ِج ْبنَا لَهُ يَسْأَلُهُ َوي‬. َ‫ص َد ْقت‬
َ :‫قَا َل‬
ِ ‫ َوتُ ْؤ ِمنَ بِالقَد‬،‫وم اآل ِخ ِر‬
‫َر خَ ي ِْر ِه َو َش ِّر ِه‬ ِ َ‫»و ْالي‬
َ

‫ فَأ َ ْخبِرْ نِي ع َِن‬:‫ال‬ َ َّ‫ «أَ ْن تَ ْعبُ َد هللاَ َكأَن‬:‫ال‬


َ َ‫ فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن تَ َراهُ فَإِنَّهُ يَ َراكَ» ق‬،ُ‫ك تَ َراه‬ َ َ‫ قَا َل فَأ َ ْخبِرْ نِي َع ِن ا ِإلحْ َسا ِن! ق‬، َ‫ص َد ْقت‬
َ :‫قَا َل‬
‫ َوأَ ْن ت ََرى‬،‫ «أَ ْن تَلِ َد األَ َمةُ َربَّتَهَا‬:‫ال‬
َ َ‫اراتِها! ق‬ َ ‫أخبِرْ نِي ع َْن أَ َم‬ ْ َ‫ ف‬:‫ « َما ْال َم ْس ُؤوْ ُل َع ْنهَا بِأ َ ْعلَ َم ِمنَ السَّائِ ِل» قَا َل‬:‫السَّا َع ِة! قَا َل‬
ُ ‫ «يَا ُع َمرُ! أَتَ ْد ِري َم ِن السَّائِلُ؟» قُ ْل‬:‫ ثُ َّم قَا َل‬،‫ت َملِيًّا‬
:‫ت‬ ُ ‫ق فَلَبِ ْث‬َ َ‫ال ُحفَاةَ ال ُع َراةَ ال َعالَةَ ِرعَا َء ال َّشا ِء يَتَطَا َولُوْ نَ فِي البُ ْنيَا ِن» ثُ َّم ا ْنطَل‬
‫ «فَإِنَّهُ ِجب ِْر ْي ُل أَتَا ُك ْم يُ َعلِّ ُم ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم» َر َواهُ ُم ْسلِ ٌم‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫هللاُ َو َرسُوْ لُهُ أَ ْعلَ ُم‬

Artinya: Dari ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu juga, ia berkata: pada suatu hari kami
berada di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba datang kepada kami seseorang yang sangat putih
pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak nampak kalau sedang bepergian, dan tidak ada
seorang pun dari kami yang mengenalnya. Kemudian dia duduk menghadap Nabi SAW,
lalu menyandarkan lututnya kepada lutut beliau, dan meletakkan kedua telapak tangannya
di atas paha beliau. Dia bertanya, “Ya Muhammad! Kabarkan kepadaku tentang Islam.”
Maka, Rasulullah SAW bersabda, “Islam adalah Anda bersyahadat lâ ilâha illâllâh dan
Muhammadur Rasûlûllâh, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan
berhaji ke Baitullah jika Anda mampu menempuh jalannya.” Lelaki itu berkata, “Engkau
benar.” Kami heran terhadapnya, dia yang bertanya sekaligus membenarkannya. Lelaki itu
bekata lagi, “Kabarkanlah kepadaku tentang iman!” Beliau (Nabi SAW) menjawab, “Anda
beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir,
dan Anda beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Lelaki itu menjawab,
“Engkau benar.” Dia bekata lagi, “Kabarkan kepadaku tentang ihsan!” Beliau (Nabi SAW)
menjawab, “Anda menyembah Allah seolah-olah melihatnya. Jika Anda tidak bisa melihat-

3
Nya, maka sesungguhnya Dia melihat Anda.” Dia berkata lagi, “Kabarkan kepadaku
tentang hari Kiamat!” Beliau menjawab, “Tidaklah yang ditanya lebih tahu daripada yang
bertanya.” Dia berkata lagi, “Kabarkan kepadaku tentang tanda-tandanya.” Beliau (Nabi
SAW) menjawab, “Jika seorang budak wanita melahirkan majikannya, dan jika Anda
melihat orang yang tidak beralas kaki, tidak berpakaian, miskin, dan penggembala kambing
saling bermegah-megahan meninggikan bangunan.” Kemudian lelaki itu pergi. Aku diam
sejenak lalu beliau bersabda, “Hai ‘Umar! Tahukah kamu siapa yang bertanya itu?” Aku
menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya dia Jibril
yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR Muslim no 8).

Dalam Syarah An-Nawawi, Imam Ibnu Daqiq berkata, hadits agung ini mencakup
semua tugas amalan zahir dan batin. Hadits ini mengangkut ilmu syariat yang bercabang
darinya karena berisikan ilmu sunnah atau sebagai induk sunnah. Syaikh bnu Utsaimin
menyebutkan banyak 30 faidah yang bisa dipetik dari hadits ini. Yang utama adalah bahwa
Islam memiliki lima rukun dan iman mencakup enam rukun. Islam adalah amalan-amalan
anggota badan dan iman sebagai amalan-amalan hati. Sedangkan penjelasan tentang ihsan
yaitu manusia beribadah kepada Tuhannya dengan ibadah yang mengharapkan dan
menginginkan (Wajah Allah), seolah-olah ia melihatnya, sehingga ia ingin sampai kepada-
Nya.

Berdasarkan hadist di atas Iman yaitu:

ِ َ‫ َو ْالي‬،‫ َو ُر ُسلِ ِه‬،‫ َو ُكتُبِ ِه‬،‫الئِ َكتِ ِه‬


ِ ‫ َوتُ ْؤ ِمنَ بِالقَد‬،‫وم اآل ِخ ِر‬
‫َر خَ ي ِْر ِه َو َشرِّ ِه‬ ِ ‫ َو َم‬،ِ‫أَ ْن تُ ْؤ ِمنَ بِاهلل‬

“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-


Rasul-Nya, hari Akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik dan buruk. ”
Iman juga bisa diartikan sebagai anugrah ruhani yang Allah berikan kepada
manusia, fitrah yang mnenjadi spirit aqidah yang menghubungkan manusia dengan
Rabbnya. Tujuannya ialah untuk mengantarkan manusia pada kebahagiaan dan kenikmatan
yang hakiki . Dan tatkala ruh manusia membuat kontrak fitrah dengan Allah. Iman itu
sering mengalami pluktuasi yang dinamis, naik-turun, kuat-lemah. Ketika tensi iman itu

4
sedang naik, maka ketaatannya juga ikut bertambah, dan sebaliknya kalau tensi iman itu
sedang turun, maka amal kebaikannya juga ikut menurun bahkan ranting kemaksiatannya
juga meningkat. Lemahnya iman itu adalah suatu musibah yang harus segera ditanggulangi.
Sebagaimana sabda Rosulullah yang artinya “sesungguhnya yang aku khawatir atas umatku
hanyalah lemahnya keyakinan” (HR. Baihaqi).

Jadi rukun Iman menurut hadist diatas yaitu:

Rukun Iman ada enam, yaitu:

1. Iman kepada Allah: ialah percaya bahwa Allah itu mempunyai semua sifat
kesempurnaan dan luput dari semua sifat kekurangan.
2. Iman kepada Malaikat: yang mana malaikat sendiri ialah makhluk allah yang halus dan
diciptakan dari cahaya, tidak minum, tidak makan, mereka selalu beribadah kepada
Allah, tidak pernah berbuat maksiat dan kesalahan kepada Allah, serta selalu
mengerjakan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya.
3. Iman kepada kitab-kitab Allah: yang mana kita harus meyakini bahwa Allah mempunyai
beberapa kita yang diturunkan kepada para nabi-Nya, yang di dalam kitab-kitab tersebut
dijelaskan tentang perintah Allah, larangan Allah, janji Allah, serta semua yang
berkaitan dengan alam semesta ini.
4. Iman kepada para utusan Allah: kita harus meyakini bahwa Allah telah mengutus para
nabinya sebagai rahmatan lil’alamina, dan sebagai penjelas bagi kitab-kitab yang sudah
diturunkan oleh Allah kepada umat manusia, dan sebagai penjelas bagi mabusia tentang
apa yang dibutuhkan oleh mereka dalam kebaikan di dunia dan di akhirat mereka .
5. Iman kepada hari akhir: yang mana pada hari akhir tesebut kita akan dibangkitkan oleh
Allah untuk mempertanggung jawabkan perbuatan kita selama berada di dunia yang fana
ini, serta pada hari itu kita akan mendapat balasan dari semua perbuatan kita itu.
6. Iman kepada Qodho’ dan kodar, yangmana dalam hal kita harus meyakini bahwa baik
dan buruk kita itu ditentukan oleh Allah dengan melihat semua usaha yang telah kita
lakukan. Yang apabila usaha seorang hamba itu menuju kepada kejerumusan baginya
maka dia akan terjerumus kepada lubang kesesatan, dan sebaliknya.

5
Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu
apapun, mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, dan berpuasa bulan
ramadahan. Islam dapat diuraikan dengan taat atau patuh dan berserah diri kepada Allah,
dengan penyerahan diri dan kepatuhan secara meneyeluruh itulah kemudian terjadi
salam/selamat yang akhirnya menjadi lafadz Islam.

Berdasarkan hadist di atas Islam yaitu:

َّ ‫ َوتُقِ ْي َم ال‬،ِ‫ا ِإل ْسالَ ُم أَ ْن تَ ْشهَ َد أَ ْن الَ إلَهَ إِالَّ هللاُ َوأَ َّن ُم َح َّمداً َرسُو ُل هللا‬
َ ‫ َوتَصُوْ َم َر َم‬،َ‫ َوتُ ْؤتِ َي ال َّز َكاة‬،َ‫صالَة‬
‫ َوتَ ُح َّج‬، َ‫ضان‬
ً‫طعْتَ ِإلَ ْي ِه َسبِ ْيال‬
َ َ‫البَيْتَ إِ ِن ا ْست‬

“Islam adalah Anda bersyahadat lâ ilâha illâllâh dan Muhammadur Rasûlûllâh,


menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah jika
Anda mampu menempuh jalannya.”

Dan menurut hadist di atas rukun islam yaitu:

1. Bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan
hanya Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam adalah Utusan Allah.
2. Menegakkan shalat.
3. Membayar zakat.
4. Puasa di bulan Ramadhan
5. Menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu menuju ke sana.

Berdasarkan hadist di atas Islam yaitu:

َ َّ‫د هللاَ َكأَن‬tَ ُ‫أَ ْن تَ ْعب‬


َ ‫ فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن تَ َراهُ فَإِنَّهُ يَ َرا‬،ُ‫ك تَ َراه‬
‫ك‬

“Anda menyembah Allah seolah-olah melihatnya. Jika Anda tidak bisa melihat-
Nya, maka sesungguhnya Dia melihat Anda.”

Sedangkan Ulama’ mengklasifikasikan Ihsan ke dalam empat bagian, yaitu

6
a. Ihsan kepada Allah,
Yaitu dengan menjalankan semua perintahnya dan menjauhi semua larangannya.
Walaupun Allah tidak butuh kepada perbuatan baik kita, dan tidask merasa hina dengan
kejelekan yang kita lakukan.
b. Ihsan kepada diri sendiri,
Yaitu dengan mengerjakan hal-hal yang bermanfaat bagi diri kita sendiri, seperti belajar-
mengajar dan lain sebagainya.
c. Ihsan kepada sesama manusia, dengan mengerjakan hal-hal yang bermanfaat bagi sesama
d. Ihsan bagi sesama makhluq dengan menjaga hak -hak mereka.

Iman, Islam dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan
lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan tersebut kemudian
diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam
dilakukan dengan cara Ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah SWT. Barang
siapa yang telah bersifat Islam, maka ia dinamakan muslim, dan siapa yang bersifat Iman,
maka ia dinamai orang m'umin. Dan sesungguhnya islam dan iman itu tidak dapat akurat.
Dengan demikian, kunjungan seorang Islam tetapi tidak Iman, maka ia tidak akan
mendapat faedah di akhirat, walapun dhahirnya Islam. Yang disebut dengan kafir zindiq
dan akan berada di dalam siksa neraka selama-Inilah. Begitu also sebaliknya, jika Seorang
ber-iman tetapi tidak Islam, Maka besarbesaran tidak selamat dari siksa neraka yang amat
hebat, mereka itu bukanlah mu'min muslim asli tetapi mu'min muslim tabai, yang ber-iman
dan ber-islam karena mengikuti kedua orang tua atau nenek moyangnya. Antara iman,
islam dan ihsan, ketiganya tak bisa datang oleh manusia di dunia ini, kalau diibaratkan
hubungan diantara ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi lainya
berkaitan erat. Segitiga tersebut tidak akan terbentuk jika ketiga sisinya tidak saling
mengait. Jadi manusia yang bertaqwa harus bisa meraih dan menyeimbangkan antara iman,
islam dan ihsan.

Hubungan timbal balik antara ketiganya. Iman yang merupakan landasan awal, bila
diumpamakan sebagai pondasi dalam keberadaan rumah, sedangkan islam merupakan

7
entitas yang berdiri diatasnya. Maka, jika iman seseorang lemah, maka islamnya pun akan
mendukung, jadi lebih akan rubuh. Dalam realitanyapelaksanaan sholat akan tersendat-
sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya, atau malah mungkin tidak
terdirikan. Zakat tidak tersalurkan, puasa tak terlaksana, dan lain sebagainya. Malah, iman
akan kokoh bila islam seseorang ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi tebal,
kadang juga menjadi tipis, karena perbuatan yang akan mempengaruhi hati. Sedang hati
sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi, bila seseorang tekun pilih, rajin taqorrub,
maka akan semakin tebal imannya.

Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah tersebut
bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat menarik perhatian dari
banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan
perhatian dari sang kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan
perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana perbuatan itu bisa
bernilai plus dihadapan-Nya. Seperti yang telah berdiri di atas kita hanyalah sebagai hamba,
budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk
mendapatkan perhatian dan ridlonya. Disinilah hakikat dari ihsan.

8
II. Islam Dan Sains

Ilmu alam atau ilmu pengetahuan alam (bahasa Inggris: natural science) adalah istilah yang
digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu di mana obyeknya adalah benda-benda alam
dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dan di mana pun. Orang
yang menekuni bidang ilmu pengetahuan alam disebut sebagai Saintis. Sains (science)
diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan
Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.
Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan
cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan
produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process,
inseparably Joint" (Agus. S. 2003: 11).

Islam adalah agama kemaslahatan hidup bagi umat manusia. Mulai dari perbaikan
akhlak, cara beribadah, hingga upaya menjalani kehidupan di dunia ini sebagai bekal di
akhirat nanti. Pengembangan sains dalam sejarah Islam sejalan dengan perintah Alquran
untuk mengamati alam dan menggunakan akal, dua dasar metodologis sains. Alquran
sendiri merupakan sumber pertama ilmu, seperti yang dinyatakan dalam Surah An-Nisa'
ayat 82: ''Maka, apakah mereka tidak memerhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu
bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.''
Sepanjang sejarahnya, Islam telah hadir dengan beragam ilmu pengetahuan dan melahirkan
ribuan intelektual Muslim. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan, memudahkan manusia
dalam membangun peradaban dunia. Bahkan, pada abad ke-6 hingga 14 Masehi, Islam
mengalami masa kejayaannya (The Golden Age of Islam). Saat itu, sejumlah intelektual
Muslim berhasil mewujudkan karya-karya mereka dengan bersumber dari Alquran. Dan
Islam pun identik dengan sains dan teknologi.

9
Untuk menggambarkan kegemilangan itu, seorang sejarawan sains terkemuka,
George Sarton, menuliskan dalam jilid pertama bukunya yang terkenal di bidang ini,
Introduction to the History of Science. ''Cukuplah kita menyebut nama-nama besar yang tak
tertandingi di masa itu oleh seorang pun di Barat: Jabir bin Hayyan, Al-Kindi, Al-
Khawarizmi, Ar-Razi, Al-Farabi, At-Thabari, Al-Biruni, Ibnu Sina, serta Umar Khayyam.
Jika seorang mengatakan kepada anda bahwa Abad Pertengahan sama sekali steril dari
kegiatan ilmiah, kutiplah nama-nama ilmuwan tersebut di atas. Mereka semua hidup dan
berkarya dalam periode yang amat singkat, yakni dari 750 hingga 1100 M.'' Ini
membuktikan bahwa Islam agama yang menjunjung ilmu pengetahuan.
Para ilmuwan muslim memiliki perspektif yang berbeda-beda dalam merespon sains
modern: Pertama, kelompok yang menganggap bahwa sains modern bersifat universal dan
netral dan semua sains tersebut dapat diketemukan dalam al-Qur’an. Kelompok ini disebut
kelompok Bucaillian, pengikut Maurice Bucaille, seorang ahli bedah Perancis dengan
bukunya yang sangat populer, The Bible, the Quran and Science; Kedua, kelompok yang
berusaha untuk memunculkan persemakmuran sains di negara-negara Islam, karena
kelompok ini berpendapat, bahwa ketika sains berada dalam masyarakat Islam, maka
fungsinya akan termodifikasi sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan
cita-cita Islam (lihat Sardar, 1988:167-171). Tokop-tokoh seperti Ismail Raji Al-Farauqi,
Naquib Al-Attas, Abdussalam dan kawan-kawan bisa diklasifikasikan dalam kelompok ini,
dengan konsep Islamisasi-nya. Ketiga, kelompok yang ingin membangun paradigma baru
(epistemologi) Islam, yaitu paradigma pengetahuan dan paradigma perilaku. Paradigma
pengetahuan memusatkan perhatian pada prinsip, konsep dan nilai utama Islam yang
menyangkut pencarian bidang tertentu; dan paradigma perilaku menentukan batasan-
batasan etika di mana para ilmuwan dapat dengan bebas bekerja (Sardar, 1988:102).
Paradigma ini berangkat dari al-Qur’an, bukan berakhir dengan al-Qur’an sebagaiman yang
diterapkan oleh Bucaillisme (lihat, Sardar:169). Kelompok ini diwakili oleh Fazlurrahman,
Ziauddin Sardar dan kawan-kawan.

10
Upaya pencarian ilmu pengetahuan dalam Islam memang bukan hal baru,
melainkan sudah dilakukan oleh ulama-ulama sejak dahulu. Persoalan ini bermula dari
perspektif mereka mengenai ”apakah al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan atau
hanya sebagai petunjuk agama saja?” Dari sini lantas muncul dua kelompok. Kelompok
pertama misalnya seperti yang dikatakan Al-Ghazali (lihat Ihya’ Ulumuddin, jilid V : 1).
Beliau mengatakan, bahwa seluruh ilmu tercakup dalam karya-karya dan sifat-sifat Allah,
dan al-Qur’an adalah penjelasan esensi-esensi, sifat–sifat dan perbuatan-Nya. al-Qur’an itu
laksana lautan yang tak bertepi, dan jika sekiranya lautan itu menjadi tinta untuk
menjelaskan kata-kata Tuhanku, niscaya lautan itu akan habis sebelum kata-kata Tuhan itu
berakhir (lihat Al-Ghazali, 11329 H: 9, 32).
As-Suyuti memiliki pandangan yang sama dengan mengatakan, bahwa al-Qur’an itu
mengandung seluruh ilmu-ilmu klasik dan modern. Kitab Allah itu mencakup segala
sesuatunya. Tidak ada bagian atau problem dasar suatu ilmu pun yang tidak ditunjukkan di
dalam al-Qur’an (As-Suyuthi, 1979, I: 1). Kelompok kedua, seperti yang diwakili oleh As-
Syatibi mengatakan, bahwa orang-orang salih zaman dulu (para sahabat) tidak berbicara
tentang bentuk-bentuk ilmu, padahal mereka lebih memahami al-Qur’an (lihat Az-Zahabi,
1987: 485, 489, Quraish Shihab, 1992: 41).
Ulama’ masa kini yang tidak setuju dengan adanya konsep sains dalam al-Qur’an
berpendapat, bahwa al-Qur’an itu kitab petunjuk di dunia maupun di akhirat, bukan
ensiklopedi sains. Mencocok-cocokkan al-Qur’an dengan teori-teori sains yang tidak
mapan (selalu berubah-ubah) adalah sangat mengancam eksistensi al-Qur’an itu sendiri
(Ghulsyani, 1991: 141). Al-Qur’an bukanlah merupakan ensiklopedi sains, namun yang
perlu diperhatikan ada pesan penting di dalam ayat-ayat yang melibatkan fenomena, dan
para ilmuwan Muslim harus memusatkan perhatiannya pada pesan atau misi tersebut dari
pada melibatkan diri pada aspek-aspek keajaiban al-Qur’an dalam bidang sains.
Menurut Quraish Shihab (1992:41), membahas hubungan al-Qur’an dengan ilmu
pengetahuan bukan dinilai dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
tersimpul di dalamnya, bukan pula dengan menunjukkan kebenaran-kebenaran teori ilmiah,
melainkan pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan
kemurnian dan kesucian al-Qur’an dan sesuai dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri.

11
Menurut Shihab, mewujudkan iklim ilmu pengetahuan jauh lebih penting dari pada
menemukan teori ilmiah, karena tanpa mewujudkan iklim ilmu pengetahuan, para ahli yang
menemukan teori tersebut akan mengalami nasib seperti Galileo yang menjadi korban hasil
penemuannya (Shihab, 1992: 44). Dalam sejarahnya belum pernah ada agama yang
menaruh perhatian sangat besar dan lebih mulia terhadap ilmu kecuali Islam. Salah satu
ciri yang membedakan Islam dengan agama yang lain adalah perhatiannya kepada ilmu dan
ilmuwan. Agama Islam selalu menyeru dan mendorong umatnya untuk senantiasa mencari
dan menggali ilmu. Oleh karena itu ilmuwan pun mendapatka perlakuan yang lebih dari
Islam, yang berupa kehormatan dan kemuliaan. al-Qur’an dan as-Sunnah mengajak kaum
muslimin untuk mencari dan mengembangkan ilmu serta menempatkan mereka pada posisi
yang luhur.

Al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia, baik yang menyangkut informasi ilmu
pengetahuan maupun yang terkait dengan norma-norma hukum dan akhlak. Terkait dengan
informasi ilmu pengetatahuan, tidak sedikit dari para akademisi, baik akademisi Timur
maupun Barat yang mengakui akan kemukjizatan al-Qur’an. Dan tidak sedikit dari
kalangan mereka yang kemudian tunduk, khudhu’ wal- inqiyad, alias menjadi muslim.
Bahkan yang tidak muslim pun bisa mendapatkan informasi ilmiah dari al-Qur’an,
sebagaimana yang dialami oleh para orientalis itu.

Jika para orientalis yang tidak beriman dengan al-Qur’an mereka mau
mempelajari secara serius untuk memperoleh informasi ilmiah, kenapa kita tidak? Kenapa
selama ini kita banyak mengetahui informasi ilmiah justru lewat orang Barat yang sekuler,
bukan dari al-Qur’an yang milik kita sendiri yang nyata-nyata di dekat kita, di telinga kita.
Suatu contoh, kita tahu bahwa matahari berputar pada porosnya, bahwa asal muasal alam
ini air, adalah dari ilmuwan Barat dan Filosof Yunani (Thales). Tap sebenarnya semua itu
telah disebutkan dlama al-quran jauh sebelum manusia mengenal teknologi bahkan ilmu
yang mempelajari alam.

Seorang filosof Perancis yang bernama Al-Kiss Luazon menegaskan: “al-Qur’an adalah
kitab suci, tidak ada satu pun masalah ilmiah yang terkuak di zaman modern ini yang

12
bertentangan dengan dasar-dasar Islam”. Dr. Reney Ginon --setelah masuk Islam kemudian
berganti nama, Abdul Wahid Yahya-- juga bercerita:

“Setelah saya mempelajari secara serius ayat-ayat al-Qur’an dari kecil yang terkait
dengan ilmu pengetahuan alam dan medis, saya menemukan ayat-ayat al-Qur’an yang
relevan dan kompatibel dengan ilmu pengetahuan modern. Saya masuk Islam karena saya
yakin bahwa Muhammad saw. datang ke dunia ini dengan membawa kebenaran yang nyata,
seribu tahun jauh sebelum ada guru umat manusia ini”. Selanjutnya ia menegaskan:
“Seandainya para pakar dan ilmuwan dunia itu mau membandingkan ayat-ayat al-Qur’an
secara serius yang terkait dengan apa yang mereka pelajari, seperti yang saya lakukan,
niscaya mereka akan menjadi muslim tanpa ragu --jika memang mereka berpikir objektif
--katanya” (Abdul Muta’al, La Nuskha fi al-Qur’an, Kairo, Maktabah al-Wahbiyyah, 1980
h. 8). Hal ini semakin menguatkan bahwa Islam dan ilmu pengetahuan (sains) adalah hal
yang tegak lurus dan tidak berbantahan satu sama lain. Sekaligus membuktikan kebenaran,
kevalidan dan kemukjizatan Al-Quran dan agama Islam sebagai agama yang benar.

13
III. Islam Dan Penegakan Hukum

Penegakan supremasi hukum adalah keniscayaan. Tegaknya supremasi hukum akan


melahirkan suatu kepastian. Kepastian tentang yang benar (al-haq) dan mana yang salah
(al-bathil). Dari penglihatan sehari-hari, sering kali kita menyaksikan keadilan masih lebih
berpihak kepada orang berduit, sehingga muncul istilah yang dipelesetkan, kasih uang habis
perkara, atau istilah wani piro. Dalam masalah hukum, rakyat kecil sering kali
terpinggirkan. Persoalan sederhana ditangani secara berlebihan. Persoalan yang seharusnya
diselesaikan menurut ukurannya, malah menjadi lebar dan luas hanya karena tidak mampu
menempatkan persoalan secara proporsional. Keadilan menuntut kejujuran dan objektivitas,
artinya tidak berpihak kecuali kepada kebenaran dan rasa keadilan itu sendiri. Berkaitan
dengan penegakan hukum, Rasulullah SAW berpesan secara khusus kepada penegak
hukum agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar.
Pertama, memutuskan perkara secara adil. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
yang menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan dijauhkan dari
keburukan." (HR Tirmidzi). Kedua, tipologi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Hakim itu
ada tiga, dua di neraka dan satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar,
padahal ia mengetahui mana yang benar maka ia masuk neraka. Seorang hakim yang bodoh
lalu menghancurkan hak-hak manusia maka ia masuk neraka. Dan, seorang hakim yang
menghukumi dengan benar maka ia masuk surga." (HR Tirmidzi). Ketiga, tidak meminta
jabatan hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa mengharap menjadi seorang
hakim maka (tugas dan tanggung jawab) akan dibebankan kepada dirinya. Dan barang
siapa tidak menginginkannya maka Allah akan menurunkan malaikat untuk menolong dan
membimbingnya dalam kebenaran." (HR Tirmidzi).
Keempat, jangan silau menjadi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang
diberi jabatan hakim atau diberi kewenangan untuk memutuskan suatu hukum di antara
manusia, sungguh ia telah dibunuh tanpa menggunakan pisau." (HR Tirmidzi). Oleh karena
itu, kita sangat menaruh hormat kepada setiap aparat penegak hukum yang masih tegar dan
setia membela kebenaran dan keadilan. Wallahu a'lam.

14
Karut-marut penegakkan hukum di negeri ini semakin menyadarkan bahwa sistem
politik dan hukum sekular nyata-nyata gagal mewujudkan kemaslahatan. Selama manusia
diberi hak untuk membuat hukum, hukum hanya menjadi alat untuk mewujudkan
“kepentingan kelompok berkuasa”, bukan untuk mewujudkan apa yang benar-benar
maslahat bagi manusia. Hak untuk mengatur manusia dengan hukum tertentu mestinya
diserahkan kepada pihak yang paling mengerti jatidiri manusia dan apa yang paling baik
bagi dirinya. Itulah Allah SWT. Dialah Zat Yang menciptakan dan mengatur manusia dan
alam semesta. Menyematkan hak ini kepada selain Allah SWT adalah kesalahan mendasar
dalam pengaturan urusan manusia, dan sumber dari semua mafsadah. Alam semesta teratur
karena berjalan di atas hukum-Nya. Begitu pula manusia, kehidupannya pasti teratur tatkala
aturan yang mengatur kehidupan mereka adalah hukum Allah SWT.

Semua produk hukum harus bersumber dari wahyu. Seluruh konstitusi dan
perundang-undangan yang diberlakukan dalam Daulah Islamiyah bersumber dari wahyu.
Ini bisa dipahami karena netralitas hukum hanya bisa diwujudkan tatkala hak penetapan
hukum tidak berada di tangan manusia, tetapi di tangan Zat Yang menciptakan manusia.
Menyerahkan hak ini kepada manusia—seperti yang terjadi dalam sistem demokrasi-
sekular—sama artinya telah memberangus “netralitas hukum”.
Dalam sistem Islam, sekuat apapun upaya untuk mengintervensi hukum pasti akan
gagal. Pasalnya, hukum Allah SWT tidak berubah, tidak akan pernah berubah, dan tidak
boleh diubah. Khalifah dan aparat negara hanya bertugas menjalankan hukum, dan tidak
berwenang membuat atau mengubah hukum. Mereka hanya diberi hak untuk melakukan
ijtihad serta menggali hukum syariah dari al-Quran dan Sunnah Nabi saw.
Kesetaraan di depan hukum. Di mata hukum Islam, semua orang memiliki
kedudukan setara; baik ia Muslim, non-Muslim, pria maupun wanita. Tidak ada
diskriminasi, kekebalan hukum, atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan
kriminal (jarimah) dihukum sesuai dengan jenis pelanggarannya. Dituturkan dalam riwayat
sahih, bahwa pernah seorang wanita bangsawan dari Makhzum melakukan pencurian. Para
pembesar mereka meminta kepada Usamah bin Zaid agar membujuk Rasulullah saw. agar
memperingan hukuman. Rasulullah saw. murka seraya bersabda:

15
‫ض ِعيفُ أَقَا ُموا َعلَ ْي ِه ْال َح َّد َوا ْي ُم هللاِ لَوْ أَ َّن‬ َ ‫ك الَّ ِذينَ قَ ْبلَ ُك ْم أَنَّهُ ْم َكانُوا إِ َذا َس َر‬
َ ‫ق فِي ِه ُم ال َّش ِريفُ تَ َر ُكوهُ َوإِ َذا َس َر‬
َّ ‫ق فِي ِه ُم ال‬ َ َ‫إِنَّ َما أَ ْهل‬
ْ َ‫فَا ِط َمةَ بِ ْنتَ ُم َح َّم ٍد َس َرق‬
ُ ‫ت لَقَطَع‬
‫ْت يَ َدهَا‬

“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah tatkala ada orang
yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah yang mencuri, mereka
menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya,
seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya” (HR
al-Bukhari).

Imam al-Bukhari juga menuturkan sebuah riwayat dari Rafi’ bin Khudaij, yang
berkata, “Serombongan orang Anshar pergi ke Khaibar. Sesampainya di sana, mereka
berpisah-pisah. Lalu mereka mendapati salah satu anggota rombongan terbunuh. Mereka
berkata kepada orang yang mereka jumpai (Orang-orang Yahudi), ’Sungguh kalian telah
membunuh sahabat kami.’ Orang-orang Yahudi Khaibar itu menjawab, ’Kami tidak
mengetahuai pembunuhnya.’ Orang-orang Anshar itu pun menghadap menghadap Nabi
saw., seraya berkata, “Ya Rasulullah, kami telah pergi ke Khaibar, dan kami mendapati
salah satu anggota rombongan kami terbunuh.’ Nabi saw. bersabda, ’Al-Kubra al-kubra
(Sungguh sangat besar).’ Kemudian Nabi saw bersabda kepada mereka agar mereka
menghadirkan dua orang saksi yang menyaksikan orang yang membunuh anggota
rombongannya. Mereka berkata, ’Kami tidak mempunyai bukti.’ Rasulullah saw. bersabda,
’Mereka (orang-orang Yahudi Khaibar) harus bersumpah.’ Orang-orang Anshar itu berkata,
’Kami tidak ridha dengan sumpahnya orang Yahudi.’ Rasulullah saw. menolak untuk
membatalkan darahnya. Lalu Rasulullah saw. membayarkan diyat 100 ekor unta sedekah.”
(HR al-Bukhari).

Mekanisme pengadilan dalam sistem hukum Islam efektif dan efisien. Ini bisa
dilihat dari beberapa hal berikut ini. Pertama: keputusan hakim di majelis pengadilan
bersifat mengikat dan tidak bisa dianulir oleh keputusan pengadilan manapun. Keputusan
hakim hanya bisa dianulir jika keputusan tersebut menyalahi nas syariah atau bertentangan
dengan fakta. Keputusan hakim adalah hukum syariah yang harus diterima dengan

16
kerelaan. Oleh karena itu, pengadilan Islam tidak mengenal adanya keberatan (i’tiradh),
naik banding (al-istinaf) dan kasasi (at- tamyiiz). Dengan begitu penanganan perkara tidak
berlarut-larut dan bertele-tele. Diriwayatkan bahwa Khalifah Umar ra. pernah memutuskan
hukum musyarakah karena tidak adanya saudara sepupu. Lalu ia menetapkan bagian di
antara saudara tersebut dengan musyarakah. Khalifah Umar lalu berkata, “Yang itu sesuai
dengan keputusanku, sedangkan yang ini juga sesuai dengan keputusanku.”

Kedua: Mekanisme pengadilan dalam majelis pengadilan mudah dan efisien. Jika
seorang pendakwa tidak memiliki cukup bukti atas sangkaannya, maka qadhi akan meminta
terdakwa untuk bersumpah. Jika terdakwa bersumpah, maka ia dibebaskan dari tuntutan
dan dakwaan pendakwa. Namun, jika ia tidak mau bersumpah maka terdakwa akan
dihukum berdasarkan tuntutan dan dakwaan pendakwa. Sebab, sumpah (qasam) bisa
dijadikan sebagai alat bukti untuk menyelesaikan sengketa. Penghapusan sumpah sebagai
salah satu alat bukti (bayyinah) dalam sistem hukum sekuler menjadikan proses pengadilan
menjadi rumit dan bertele-tele.

Ketiga: Kasus-kasus yang sudah kadaluwarsa dipetieskan, dan tidak diungkit


kembali, kecuali yang berkaitan dengan hak-hak harta. Pasalnya, kasus lama yang diajukan
ke sidang pengadilan ditengarai bermotifkan balas dendam.

Keempat: Ketentuan persaksian yang memudahkan qadhi memutuskan sengketa di


antaranya adalah:
(1) Seorang baru absah bersaksi atas suatu perkara jika ia menyaksikan sendiri,
bukan karena pemberitahuan orang lain;
(2) Syariah menetapkan orang tertentu yang tidak boleh bersaksi, yakni, orang yang
tidak adil, orang yang dikenai had dalam kasus qadzaf, laki-laki maupun wanita
pengkhianat, kesaksian dari orang yang memiliki rasa permusuhan, pelayan
yang setia pada tuannya, kesaksian anak terhadap bapaknya, atau kesaksian
bapak terhadap anaknya, kesaksian seorang wanita terhadap suaminya, atau
kesaksian suami terhadap isterinya;

17
(3) Adanya batas atas nishab kesaksian, yang memudahkan seorang qadhi dalam
menangani perkara.

Kelima: dalam kasus ta’zir, seorang qadhi diberi hak memutuskan berdasarkan
ijtihadnya. Hukum merupakan bagian integral dari keyakinan. Seorang Muslim wajib hidup
sejalan dengan syariah. Kewajiban ini hanya bisa diwujudkan tatkala ia sadar syariah.
Penegakkan hukum menjadi lebih mudah, karena setiap Muslim, baik penguasa maupun
rakyat, dituntut oleh agamanya untuk memahami syariah sebagai wujud keimanan dan
ketaatannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Seorang Muslim menyadari penuh bahwa ia wajib hidup sejalan dengan syariah.
Kesadaran ini mendorong setiap Muslim untuk memahami hukum syariah. Sebab, hukum
syariah menjadi bagian tak terpisahkan dari keyakinan dan peribadahan mereka kepada
Allah SWT. Penegakan hukum menjadi lebih mudah karena ia menjadi bagian tak
terpisahkan dari keyakinan kaum Muslim. Berbeda dengan sistem hukum sekular; hukum
yang diterapkan berasal dari manusia yang terus berubah, bahkan acapkali bertentangan
dengan keyakinan penduduknya. Penegakkan hukum sekular justru mendapat penolakan
dari warga negaranya, khususnya kaum Muslim.

Lembaga Peradilan Tidak Tumpang Tindih. Qadhi diangkat oleh Khalifah atau
struktur yang diberi kewenangan Khalifah. Qadhi secara umum dibagi menjadi tiga; yakni
qadhi khushumat, qadhi hisbah dan qadhi mazhalim. Qadhi khushumat bertugas
menyelesaikan persengketaan yang menyangkut kasus ’uqubat dan mu’amalah. Qadhi
hisbah bertugas menyelesaikan penyimpangan yang merugikan kepentingan umum. Qadhi
mazhalim bertugas menyelesaikan persengketaan rakyat dengan negara, baik pegawai,
pejabat pemerintahan, maupun Khalifah. Lembaga-lembaga tersebut memiliki kewenangan
dan diskripsi tugas yang tidak memungkinkan terjadinya tumpang tindih.

Mahkamah peradilan bisa dibentuk berdasarkan teritorial; bisa tingkat pusat,


wilayah, maupun imarah. Di tiap wilayah atau imarah bisa dibentuk beberapa mahkamah
peradilan. Rasulullah saw. pernah mengangkat ‘Ali bin Abi Thalib dan Muadz bin Jabal
sebagai qadhi di Yaman. Jika ada tarik ulur antara penuntut dan pihak tertuntut, yang

18
dimenangkan adalah pihak penuntut. Jika penuntut meminta diadili di Yaman, sedangkan
tertuntut minta di Mesir, maka permintaan penuntut yang dimenangkan. Alasannya,
penuntut adalah pihak yang menuntut haknya, sehingga lebih kuat.

Mahkamah peradilan bisa dibentuk berdasarkan kasus yang ditangani. Misalnya,


Mahkamah A untuk menangani kasus hudud dan jinayat saja, tidak berwenang menangani
kasus ta’zir, dan lain sebagainya. Nabi saw. mengangkat Hudzaifah al-Yaman, Saad bin
Muadz, Abu Bakar, ‘Umar, Amr bin al-‘Ash dan lain-lain untuk memutuskan perkara
tertentu, untuk masa tertentu. Ketetapan semacam ini juga pernah terjadi pada masa
Kekhilafahan Islam. Abu ‘Abdillah az-Zubair berkata, “Beberapa waktu yang lalu, para
pemimpin di Bashrah pernah mengangkat qadhi yang bertugas menyelesaikan
permasalahan hukum di Masjid Jami’. Mereka menamakannya sebagai qadhi masjid. Ia
berwenang menyelesaikan perkara harta yang nilainya dua ratus dirham dan dua puluh
dinar atau lebih sedikit darinya. Ia juga berwenang menentukan besarnya nafkah yang harus
diberikan (seperti nafkah suami kepada istri). Qadhi ini tidak boleh menjalankan tugasnya
di tempat lain, juga tidak boleh menangani kasus keuangan yang lebih besar dari apa yang
telah ditetapkan tadi, serta kasus lain yang tidak menjadi wewenangnya.” (Imam al-
Mawardi, Ahkam as-Sulthaniyah). Ketentuan ini bisa diberlakukan di pusat, wilayah,
maupun imarah. Dengan ketetapan seperti ini, tumpang-tindih kewenangan bisa dianulir.

Setiap keputusan hukum ditetapkan di majelis peradilan. Keputusan qadhi bersifat


mengikat jika dijatuhkan di dalam majelis persidangan. Pembuktian baru diakui jika
diajukan di depan majelis persidangan. Atas dasar itu, keberadaan majelis persidangan
merupakan salah satu syarat absahnya keputusan seorang qadhi. Yang dimaksud qadhi di
sini adalah qadhi khushumat.

Adapun qadhi hisbah dan qadhi mazhalim tidak membutuhkan majelis persidangan
khusus. Qadhi hisbahdan mazhalim bisa memutuskan perkara saat berada di tempat, atau
tatkala terjadi tindak pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat, atau ketika terjadi tindak
kezaliman yang dilakukan oleh penguasa. Sebab, perkara-perkara yang ditangani oleh qadhi

19
hisbah dan qadhi mazhalim tidak mensyaratkan adanya pihak penuntut maupun tertuduh.
Qadhi hisbah maupun mazhalim bisa menjatuhkan sanksi begitu terbukti ada pelanggaran.

Tidak Saling Menyandera. Sistem politik Islam menjamin penegakan hukum


berjalan efektif dan efisien. Sebab, semua kebijakan hukum dan politik yang dikeluarkan
Khalifah harus berdasarkan wahyu sehingga bebas kepentingan. Selain itu sistem politik
Islam tidak mengenal adanya pembagian atau pemisahan kekuasaan seperti dalam sistem
pemerintahan demokrasi (trias politika) sehingga menutup celah adanya konflik
kelembagaan. Adapun dalam sistem pemerintahan demokrasi, pembagian atau pemisahan
kekuasaan telah membuka ruang konflik antar lembaga negara. Lembaga legislatif acapkali
menyandera kebijakan eksekutif, atau sebaliknya. Pasalnya, setiap lembaga memiliki klaim
kewenangan dan kekuasaan atas lembaganya. Akibatnya, elit kekuasaan—eksekutif,
legislatif dan yudikatif—disibukkan dengan konflik kelembagaan hingga kepentingan
rakyat dikorbankan. Bahkan tidak jarang, masing-masing lembaga melakukan manuver ke
bawah. Konflik pun tidak hanya terjadi di level elit kekuasaan, tetapi menyebar ke ranah
horisontal. Kekacauan sosial akibat konflik vertikal tidak bisa dielakkan lagi.

Adapun dalam sistem politik Islam, Khalifah adalah pemegang kewenangan


tertinggi dalam mengatur urusan rakyat. Khalifah atau orang yang dilimpahi mandat oleh
Khalifah berwenang menyelesaikan sengketa rakyat dengan rakyat, rakyat dengan negara,
maupun sengketa antar lembaga negara. Setiap sengketa pasti bisa diselesaikan dengan
mudah karena kepemimpinan Islam bersifat tunggal. Pengangkatan dan pencopotan pejabat
negara juga menjadi kewenangan Khalifah. Keputusan Khalifah wajib ditaati. Siapa saja
yang membangkang dikenai sanksi berat.

Penegakan hukum di sistem demokrasi sekular hanyalah jargon khayali yang tidak
mungkin membumi. Sistem ini mulai pangkal hingga ujungnya bermasalah. Menaruh
harapan pada sistem ini jelas-jelas kesalahan besar. Tapi kenyataannya penegakan hukum
sekarang sangat bertolak belakang dengan semua yangdisebutkan di atas. Andaikan semua
penegakan hukum didasarkan pada hal-hal tersebut tentu akan terciptalah hukum yang adil

20
bagi semua kalangan. Hal tersebut menujukan betapa tegas dan adilnya islam dalam
menegakkan hukum dan keadilan.

Akhirnya, hanya dengan kembali pada syariah Islam dan sistem Khilafah Islamiyah,
manusia akan mendapatkan apa yang selama ini mereka harapkan. Pasalnya, syariah Islam
dan Khilafah Islamiyah adalah ketentuan yang ditetapkan Allah SWT, Zat Yang Paling
Memahami apa yang paling baik bagi manusia.

21
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf Nahi Mungkar

Amar makruf nahi mungkar (bahasa Arab: ‫األمر بالمعروف والنهي عن المنكر‬, al-amr bi-l-
maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-munkar) adalah sebuah frasa dalam bahasa Arab yang berisi
perintah menegakkan yang benar dan melarang yang salah. Dalam ilmu fikih klasik,
perintah ini dianggap wajib bagi kaum Muslim. "Amar makruf nahi mungkar" telah
dilembagakan di beberapa negara, contohnya adalah di Arab Saudi yang memiliki Komite
Amar Makruf Nahi Mungkar (Haiʾat al-amr bi-l-maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-munkar). Di
kekhalifahan-kekhalifahan sebelumnya, orang yang ditugaskan menjalankan perintah ini
disebut muhtasib. Sementara itu, di Barat, orang-orang yang mencoba melakukan amar
makruf nahi mungkar disebut polisi syariah.

Dalil amar ma'ruf nahi munkar adalah pada surah Luqman, yang berbunyi sebagai
berikut:

“ Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan
laranglah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah)” (Luqman 17) .

Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan sesuai kemampuan, yaitu dengan tangan
(kekuasaan) jika dia adalah penguasa/punya jabatan, dengan lisan atau minimal
membencinya dalam hati atas kemungkaran yang ada, dikatakan bahwa ini adalah selemah-
lemahnya iman seorang mukmin.[1]

Amar makruf nahi mungkar dalam istilah fiqh disebut dengan al Hisbah. Perintah yang
ditujukan kepada semua masyarakat untuk mengajak atau menganjurkan perilaku kebaikan
dan mencegah perilaku buruk. Bagi umat Islam, amar makruf nahi mungkar adalah wajib,
sebab syariat Islam memang menempatkannya pada hukum dengan level wajib. Dan siapa
pun dari kita yang meninggalkannya, maka kita akan berdosa dan mendapatkan hukuman
berupa siksa yang sangat pedih dan menyakitkan.

Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits berikut:

"Hendaklah kamu beramar makruf (menyuruh berbuat baik) dan benahi mungkar
(melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang
yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu
berdoa dan tidak dikabulkan (doa mereka)." (HR. Abu Dzar).

Selain itu, amar makruf nahi mungkar merupakan prinsip dasar agama Islam yang harus
dilakukan oleh setiap muslim.

22
Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Qur'an:
ٓ
َ ِ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْٱل ُمن َك ِر ۚ َوأُ ۟و ٰلَئ‬
َ‫ك هُ ُم ْٱل ُم ْفلِحُون‬ ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْٱل َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْٱل َم ْعر‬

Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104).

Dalam ayat lain, Allah SWT juga memerintahkan amar makruf nahi mungkar, karena
perilaku ini merupakan perbuatan yang dapat memberikan keuntungan bagi pelakunya.
Allah SWT berfirman:

ِ ‫ى ٱلَّ ِذى يَ ِجدُونَهۥُ َم ْكتُوبًا ِعن َدهُ ْم فِى ٱلتَّوْ َر ٰى ِة َوٱإْل ِ ن ِجي ِل يَأْ ُم ُرهُم بِ ْٱل َم ْعر‬
‫ُوف َويَ ْنهَ ٰىهُ ْم ع َِن‬ َّ ‫ى ٱأْل ُ ِّم‬
َّ ِ‫ُول ٱلنَّب‬َ ‫ٱلَّ ِذينَ يَتَّبِعُونَ ٱل َّرس‬
۟
‫َت َعلَ ْي ِه ْم ۚ فَٱلَّ ِذينَ َءا َمنُوا بِِۦه‬ ٰ
ْ ‫ض ُع َع ْنهُ ْم إِصْ َرهُ ْم َوٱأْل َ ْغلَ َل ٱلَّتِى َكان‬ َ َ‫ث َوي‬ ٓ
َ ِ‫ت َويُ َحرِّ ُم َعلَ ْي ِه ُم ْٱل َخ ٰبَئ‬ ِ َ‫ْٱل ُمن َك ِر َويُ ِحلُّ لَهُ ُم ٱلطَّيِّ ٰب‬
ٓ ٰ ُ ُ ۟
َ‫ك هُ ُم ْٱل ُم ْفلِحُون‬
َ ِ‫نز َل َم َع ٓۥهُ ۙ أ ۟ولَئ‬ ِ ‫ىأ‬ ٓ ‫صرُوهُ َوٱتَّبَعُوا ٱلنُّو َر ٱلَّ ِذ‬ َ َ‫َو َع َّزرُوهُ َون‬

Artinya: "(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar
dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada
pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya
dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah
orang-orang yang beruntung." (QS al-A'raaf: 157).

Perintah amar makruf nahi mungkar juga banyak dijelaskan dalam hadits. Salah satunya
adalah hadits dari Abi Said al-Khudri:

"Siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu
maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal
tersebut adalah selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim).

Dalam hadits lain, dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin Mas'ud Ra, Rasulullah SAW
bersabda:

"Tidaklah seorang Nabi pun yang Allah Ta'ala utus di suatu umat sebelumku, kecuali
memiliki pengikut-pengikut setia dan sahabat-sahabat. Mereka mengambil sunnahnya dan
mengikuti perintahnya. Kemudian, datang generasi-generasi setelahnya yang mengatakan
hal yang tidak mereka ketahui dan tidak diperintahkan. Maka, barang siapa memerangi
mereka dengan tangannya maka ia adalah mukmin. Dan, barang siapa memerangi mereka
dengan lisannya maka ia adalah mukmin. Dan, barang siapa memerangi mereka dengan

23
hatinya maka ia adalah mukmin. Dan, tidak pernah ada di belakang itu semua keimanan
sebesar biji atom."

24
V. Fitnah Akhir Zaman

Sudah menjadi fithrah manusia, jika mengalami atau tertimpa suatu musibah, maka dia
akan berusaha menyelamatkan diri dengan segala cara yang mungkin dilakukannya.
Namun, ada juga sebagian orang yang pasrah, berputus asa dan tidak mau mencari jalan
keluar, akhirnya kebinasaan menjadi pungkasannya. Ada juga yang tidak menyadari dirinya
sedang dalam musibah, sehingga tidak tergerak untuk mencari solusi, akhirnya penyesalan
pun tak terelakkan.

Pada saat ini, banyak sekali bahaya yang mengintai kita sebagaimana yang dikabarkan
oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits tentang fitnah akhir
zaman. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasul yang penuh kasih sayang
kepada umatnya, tidak hanya memberitahukan tentang fitnah ini saja, tapi juga
memberitahukan solusinya. Al-Qur’ân dan sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam merupakan solusi yang tidak bisa ditawar-tawar. Kalau tidak, kesengsaraan mesti
akan menimpa. Allâh Azza wa Jalla befirman :

ُ‫ض ْن ًكا َونَحْ ُش ُره‬ َ ً‫ض ع َْن ِذ ْك ِري فَإ ِ َّن لَهُ َم ِعي َشة‬ َ ‫﴾ٰ َو َم ْن أَ ْع َر‬١٢٣﴿ ‫ضلُّ َواَل يَ ْشقَى‬ ِ َ‫ي فَاَل ي‬ َ ‫فَإ ِ َّما يَأْتِيَنَّ ُك ْم ِمنِّي هُدًى فَ َم ِن اتَّبَ َع هُدَا‬
‫﴾ قَا َل َك ٰ َذلِكَ أَتَ ْتكَ آيَاتُنَا فَن َِسيتَهَا ۖ َو َك ٰ َذلِكَ ْاليَوْ َم‬١٢٥﴿ ‫صيرًا‬ ُ ‫ال َربِّ لِ َم َحشَرْ تَنِي أَ ْع َم ٰى َوقَ ْد ُك ْن‬
ِ َ‫ت ب‬ َ َ‫﴾ ق‬١٢٤﴿ ‫يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة أَ ْع َم ٰى‬
‫تُ ْن َس ٰى‬

Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa yang mengikut


petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia, “Ya Rabbku,
mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah
seorang yang melihat ?” Allâh berfirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat
Kami, lalu kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”.
[Thaha/20:123-126]

Kini, fitnah-fitnah itu sudah banyak sekali disekitar kita, siap menerkam siapa saja
yang lalai. Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa waspada dan menjaga diri. Diantara

25
ujian-ujian itu adalah ujian harta. Diriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Iyadh Radhiyallahu anhu,
dia mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

‫إِ َّن لِ ُك ِّل أُ َّم ٍة فِ ْتنَةً َوإِ َّن فِ ْتنَةَ أُ َّمتِي ْال َما ُل‬

Sesungguhnya masing-masing umat itu ada fitnahnya dan fitnah bagi umatku adalah harta
[HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibni Hibbân dalam shahihnya]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ْ َ‫فَ َوهَّللا ِ َما ْالفَ ْق َر أَ ْخ َشى َعلَ ْي ُك ْم َولَ ِكنِّي أَ ْخ َشى أَ ْن تُ ْب َسطَ َعلَ ْي ُك ْم ال ُّد ْنيَا َك َما بُ ِسط‬
‫ت َعلَى َم ْن َكانَ قَ ْبلَ ُك ْم فَتَنَافَسُوهَا َك َما تَنَافَسُوهَا‬
‫َوتُ ْهلِ َك ُك ْم َك َما أَ ْهلَ َك ْتهُ ْم‬

Demi Allâh ! Bukan kefakiran yang saya khawatirkan atas kalian, namun yang saya
khawatirkan adalah kalian diberi kemakmuran dunia sebagaimana pernah diberikan kepada
umat sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba sebagaimana mereka. Sehingga akhirnya
dunia menyebabkan kalian binasa sebagaimana mereka. [HR. Bukhâri dan Muslim]
Harta itu ujian dari semua sisi. Dimulai saat mengumpulkan dan
mengembangkannya, kesibukan ini sering melalaikan seseorang dari beribadah kepada
Allâh Azza wa Jalla . Juga kegemaran menumpuk harta yang tidak pernah bisa mencapai
titik klimaks, diperparah lagi dengan prilaku menghalalkan segala cara demi memenuhi
ambisinya. Harta juga menjadi fitnah atau musibah bagi yang empunya saat harta
dibelanjakan di jalan yang tidak dibenarkan syari’at atau enggan mengeluarkan zakat yang
menjadi kewajibannya. Akibatnya, berbagai keburukan pun bermunculan akibat harta. ujian
yang juga sangat mengkhawatirkan pada zaman ini yaitu fitnah yang ditimbulkan kaum
wanita. Semakin hilangnya syari’at terutama terhadap aturan berpakaian, pakaian terbuka
dianggap lebih modis dan modern. Dan akibatnya hilangnya rasa malu pada kaum wanita.
Mengakibatkan fitnah wanita zaman ini menjadi sangat menghawatirkan.

Fitnah akhir zaman lainnya yaitu pemimpin / peguasa. Dalam Islam, masalah
imamah merupakan bagian yang teramat penting untuk terjaminnya kemaslahatan manusia.
Karenanya Islam memberikan perhatian yang sangat serius agar ia tidak jatuh ke tangan

26
orang yang salah. Saat nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam wafat, maka bukan perkara
jenazah nabi yang menjadi perhatian yang terpenting, melainkan siapakah yang lebih
berhak menjadi penggantibeliau. Baru setelah kaum muslimin sepakat atas terpilihnya Abu
Bakar ra, mereka kembali merampungkan urusan jenazah nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam
. Atas petunjuk pemimpin baru yang telah disepakati pula tempat penguburan nabi
ditetapkan. Sehingga tidak ada perselisihan di antara mereka.

Saat nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam menyampaikan pesan tentang model baru
dalam kepemimpinan, barangkali tidak terbayang seperti apa yang akan terjadi pada
manusia sepeninggal beliau. Para sahabat adalah manusia-manusia bersih yang jujur dan
ketulusannya dalam mengemban amanah.Mereka tidak memiliki ambisi duniawi atau
mengejar mengejar dan kekuasaan. Allah Subhanahu wa Ta'ala telahmemuji mereka di
dalam kitab-Nya, juga telah meridhai mereka.

Dalam kondisi seperti itu, ternyata Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah me
nubuwat kan akan berlangsungnya suatu zaman yang amat sangat kontras dengan apa yang
disaksikan oleh para sahabat; para pemimpinnya adalah manusia-manusia jahat, bahkan
lebih jahat dari Majusi.
Nampaknya, inilah zaman yang paling tepat untuk menggambarkan bagaimana para
pemimpinnya menjadikan penjahat dan preman sebagai teman dekat. Menjadikan
pembunuh berdarah berdarah sebagai backing dan pada saat yang sama menjadikan para
ulama sebagai objek buruan. Mereka juga melarang yang makruf dan memerintah yang
munkar; jilbab dilarang sementara minuman kerasdi legalkan.Inilah masa yang diingatkan
oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam untuk menjauhi mereka. Rasul Shalallahu
'Alaihi Wasallam bersabda, “Benar-benarakan datang kepada kalian suatu zaman yang para
penguasanya menjadikan orang-orang jahat sebagai orang-orang kepercayaan mereka dan
mereka tidak melakukan nunda pelaksanaan shalat dari awal waktunya. Barangsiapa
mendapati masa mereka, janganlah sekali-kali ia menjadi seorang penasehat, polisi, penarik
pajak, atau bendahara mereka. ”Dalam riwayat lain,“ Barangsiapa menjadi penasehat

27
mereka, pembantu mereka, dan pendukung mereka, berarti ia telah binasa dan
membinasakan orang lain. “[HR. Ibnu Hibban, Silsilah al-Ahadits al-Shahihah no. 360].
Pada intinya fitnah akhir zaman itu ialah hilangnya tatanan islam pada umat.
Hilangnya rasa malu wanita. Manusia yang gila dunia hingga melupakan Allah, hilangnya
keadilan dan figur pemimpin yang adil. Bahkan hanya ada pemimpin yang zolim dan juga
jahat. Itu semua tanda dari fitnah yang timbul di akhir zaman. Dan hampir semuanya dapat
kita lihat pada zaman ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

Hadist Arbain An-Nawawi Hadist Ke-2


https://almanhaj.or.id/3693-mewaspadai-fitnah-ujian-di-zaman-modern.html
https://ervanavrian-wordpress-
com.cdn.ampproject.org/v/s/ervanavrian.wordpress.com/2015/04/07/penegakanhuk
umislam/amp/?usqp=mq331AQHKAFQArABIA%3D
%3D&amp_js_v=0.1#aoh=16078593847203&csi=1&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Fervanavrian.wordpress.com%2F2015%2F04%2F07%2Fpenegakanhukumislam
%2F
https://m.hidayatullah.com/kolom/akhir-zaman/read/2016/12/28/108597/mewaspadai-
fitnah-penguasa-di-akhir-zaman.html
https://m-republika-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/m.republika.co.id/amp/oh6pth313?
usqp=mq331AQHKAFQArABIA%3D
%3D&amp_js_v=0.1#aoh=16078593847203&csi=1&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Frepublika.co.id%2Fberita%2Foh6pth313%2F4-pesan-rasulullah-untuk-
penegak-hukum
http://mtsfalahulhuda.blogspot.com/2013/12/pengertian-iman-islam-dan-ihsan_2.html
https://news.detik.com/berita/d-5201638/amar-makruf-nahi-mungkar-perilaku-yang-
diperintahkan-allah-swt
https://indonesiainside.id/risalah/2019/12/27/islam-iman-dan-ihsan
https://islam.nu.or.id/post/read/84166/memahami-amar-maruf-nahi-munkar-secara-benar
http://klubbelajar.com/definisi-sains-detail-46860.html#sthash.HF9MAveV.dpuf
https://republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/07/10/m6y2ey-pengembangan-sains-
dalam-islam-1
https://sofianasma.wordpress.com/2011/03/22/iman-islam-dan-ihsan/

iv
https://www.idpengertian.com/pengertian-iman-islam-dan-ihsan/
Https://Www.Nu.Or.Id/Post/Read/90680/Bagai-Bangunan-Rumah-Hubungan-Antara-
Iman- Islam-Dan-Ihsan
https://www.uin-malang.ac.id/r/131101/al-qu-an-dan-sains-modern.html
Wikipedia.org

v
LAMPIRAN

vi
vii
viii

Anda mungkin juga menyukai