Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pada dasarnya setiap perusahaan akan melakukan berbagai aktivitas untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Setiap aktivitas yang dilaksanakan oleh
perusahaan selalu memerlukan dana, baik untuk membiayai kegiatan operasional
sehari-hari maupun untuk membiayai investasi jangka panjangnya. Dana yang
digunakan untuk melangsungkan kegiatan operasional sehari-hari disebut modal kerja.
Modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam jangka pendek seperti kas, surat-
surat berharga (efek), piutang dan persediaan. Dengan modal kerja yang baik dan
efektif, maka kegiatan operasional perusahaan dapat meningkatkan laba perusahaan.
Selain itu, modal kerja dapat digunakan untuk membiayai pembelian bahan baku,
pembayaran upah, pembayaran gaji karyawan dan biaya operasional perusahaan
lainnya.

Adanya modal kerja yang cukup sangat penting bagi suatu perusahaan karena
dengan adanya modal kerja yang cukup itu memungkinkan bagi perusahaan untuk
beropersi dengan seekonomis mungkin dan perusahaan tidak mengalami kesulitan atau
menghadapi bahaya-bahaya yang mungkin timbul karena adanya krisis atau kekacauan
keuangan. Investasi dalam aset lancar seringkali mengalami perubahan dan cenderung
labil, sedangkan aset lancar adalah modal kerja perusahaan, artinya perubahan tersebut
akan berpengaruh terhadap modal kerja. Adanya modal kerja yang berlebihan
menunjukkan adanya dana yang tidak produktif, dan hal ini akan menimbulkan
kerugian bagi perusahaan karena adanya kesempatan untuk memperoleh keuntungan
telah disia-siakan. Sebaliknya adanya ketidakcukupan maupun mis management dalam
modal kerja merupakan sebab utama kegagalan suatu perusahaan.

Dengan adanya modal kerja yang cukup, dapat menguntungkan perusahaan


karena perusahaan akan dapat memproduksi barang-barang pada saat dibutuhkan
daripada harus menumpuk banyak persediaan yang dikelola oleh perusahaan, sehingga
operasi perusahaan akan berjalan dengan ekonomis dan efisien. Dari hasil penjualan
yang tinggi, perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang semakin meningkat, yang
merupakan salah satu tujuan didirikannya perusahaan.

Salah satu perusahaan yang bergerak cukup lama di bidang otomotif adalah PT.
Astra International Tbk, dimana perusahaan ini telah hadir di Indonesia selama lebih
dari 60 tahun. PT. Astra International, Tbk (“Perseroan”) didirikan pada tahun 1957
dengan nama PT Astra International Incorporated. Pada tahun 1990, Perseroan
mengubah namanya menjadi PT Astra International Tbk. Perseroan didirikan dengan
Akta Notaris Sie Khwan Djioe No. 67 tanggal 20 Februari 1957 dan disahkan oleh
Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. J.A.5/53/5 tanggal
1 Juli 1957

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah pokok
adalah :
1. Bagaimana analisis manajemen modal kerja pada PT. Astra International Tbk

1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui bagaimana analisis manajemen modal kerja pada PT. Astra
International Tbk.

2
BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1 PENGERTIAN MODAL KERJA


Menurut Kasmir (2013:249) dalam Sirait (2018), dana sebagai modal kerja merupakan
dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan, terutama yang
memiliki jangka waktu pendek. Sebagai modal kerja diartikan seluruh aktiva lancar
atau setelah dikurangi dengan utang lancar.

Menurut Houston & Brigham (2006), Modal kerja adalah suatu investasi perusahaan
didalam aktiva jangka pendek seperti kas, sekuritas (surat-surat berharga), piutang
dagang dan persediaan.

Menurut Bambang Riyanto (2004), modal kerja merupakan modal yang digunakan
untuk membelanjai atau membiayai usaha sehari-hari atau diharapkan akan kembali
dalam waktu yang pendek melalui penjualan barang-barang atau produksinya, maka
uang atau dana tersebut akan terus menerus berputar setiap priodenya selama hidup
perusahaan.

2.2 PERANAN MANAJEMEN MODAL KERJA


Kesalahan dalam mengelola modal kerja mengakibatkan hilangnya kepercayaan
internal dan eksternal. Kepercayaan internal adalah kepercayaan dari pegawai dan
buruh. Sedangkan kepercayaan ekternal adalah kepercayaan dari partner bisnis
khususnya kreditor, yang disebabkan karena utang yang jatuh tempo tidak dibayar tepat
waktu. Jika suatu perusahaan kehilangan dua kepercayaan tersebut dapat dipastikan
akan bangkrut (Wiyono dan Kusuma, 2017).

2.3 KONSEP DAN JENIS MODAL KERJA


Menurut Riyanto (2004) Modal kerja terdiri dari beberapa konsep yaitu :
1) Konsep Kuantitatif
Modal kerja menurut konsep ini keseluruhan dari jumlah aktiva lancar. Modal
kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto (Gross Working
Capital).

2) Konsep Kualitatif
Modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-
benar dapat digunakan untuk membiayai operasinya perusahaan tanpa
menganggu likuiditasnya, yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar diatas
hutang lancar. Modal kerja bersih (Net Working Capital) dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Modal kerja Bersih = Total Aktiva Lancar – Total Hutang Lancar
3) Konsep Fungsional
Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan
(Income). Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan dalam perusahaan adalah
dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Ada sebagain dana yang

3
digunakan dalam suatu periode accounting tertentu yang seluruhnya langsung
menghasilkan pendapatan bagi periode tersebut (Current Income) dan ada
sebagian dana lain yang juga digunakan selama periode tersebut tetapi tidak
seluruhnya digunakan untuk mengahasilkan Current Income.
Jenis-jenis modal kerja menurut Riyanto (2004) adalah sebagai berikut :
1) Modal kerja Permanen (Permanent Working Capital)
Yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan
fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus menerus
diperlukan untuk kelancaran usaha. Permanent Working Capital ini dapat
diberdakan dalam :
a) Modal kerja primer (Primary Working Capital), yaitu jumlah modal kerja
minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas
usahanya.
b) Modal kerja Normal (Normal Working Capital), Yaitu jumlah modal kerja
yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal.

2) Modal kerja Variabel (Variabel Working Capital)


Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan
dan modal kerja ini dibedakan antara :
a) Modal kerja musiman (Seasonal Working Capital) yaitu modal kerja yang
jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musiman.
b) Modal kerja siklus (Cyclical Working Capital) yaitu modal kerja yang
jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjugtur.
c) Modal kerja darurat (Emergency Working Capital) yaitu modal kerja yang
besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui
sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, perubahan keadaan
ekonomi yang mendadak dan lain-lain)

2.4 SUMBER MODAL KERJA


Menurut Munawir (2001) pada umumnya sumber modal kerja suatu perusahaan dapat
berasal dari :
1. Hasil operasi perusahaan
Merupakan jumlah Net Income yang tampak dalam laporan rugi laba ditambah
dengan depresiasi dan amortisasi.
2. Keuantungan dari penjualan surat-surat berharga
Surat berharga jangka pendek yang merupakan salah satu elemen aktiva lancar yang
segera dapat dijual yang akan menimbulkan keuntungan bagi perusahaan.
3. Penjualan aktiva tetap
Sumber lain yang dapat menambahkan modal kerja adalah hasil penjualan aktiva
tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang kana diperlukan
lagi oleh perusahaan.

4. Penjualan saham dan Obligasi

4
Perusahaan dapat mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik
perusahaan untuk menambahkan modalnya. Dan mengeluarkan obligasi atau bentuk
hutang jangka panjang lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya.
Menurut Munawir (2004), penggunaan atau pemakaian modal kerja akan menyebabkan
perubahan bentuk maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh
perusahaan. Penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan turunnya modal kerja yaitu:
1. Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan maliputi pembayaran
upah, pembelian bahan atau barang dagangan, dan pembayaran biaya-biaya lainnya.
2. Kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan karena adanya penjualan surat
berharga atau efek serta kerugian yang lainnya.
3. Adanya pembentukan dana atau pemisah aktiva lancar untuk tujuan-tujuan tertentu
dalam jangka panjang misalnya dana pelunasan obligasi, dana pensiunan pegawai,
ekspansi dan dana-dana lainnya.
4. Adanya pembelian atau penambahan aktiva tetap dan investasi jangka panjang.
5. Pembayaran hutang jangka panjang meliputi hipotik, hutang obligasi dan hutang
jangka panjang lainnya.
6. Pengambilan uang barang dan dagangan oleh pemilik untuk kepentingan pribadi
atau pengambilan keuntungan pada perusahaan perorangan dan persekutuan atau
pembayaran dividen dalam perseroan terbatas.

2.5 SIKLUS KONVERSI KAS


Wiyono dan Kusuma (2017), Siklus konversi kas adalah jangka waktu sejak bahan
baku dibeli sehinngga menjadi persediaan barang yang dijual menjadi piutang usaha
dari penjualan barang sampai dengan tertagih menjadi kas kembali.

A. PERPUTARAN KAS
Menurut Riyanto (2004), kas merupakan aktiva paling likuid atau merupakan salah
satu unsur modal kerja yang paling tinggi likuiditasnya yang berarti bahwa
semakin besar jumlah kas yang dimiliki suatu perusahaan akan semakin tinggi
pula tingkat likuiditasnya. Ini berarti bahwa perusahaan mempunyai risiko
yang lebih kecil untuk tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya. Tetapi ini
tidak berarti bahwa perusahaan harus mempertahankan persediaan kas yang
sangat besar, karena semakin besar kas akan menyebabkan banyaknya uang
menganggur sehingga akan memperkecil keuntungan. Tetapi suatu perusahaan
yang hanya mengejar keuntungan tanpa memperhatikan likuiditasnya, maka
perusahaan tersebut akan dalam keadaan likuid jika sewaktu-waktu ada tagihan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kas sangat berperan dalam
menentukan kelancaran kegiatan perusahaan, oleh karena itu kas harus
direncanakan dan di awasi dengan baik dari segi penerimaan dan
pengeluarannya. Untuk menghitung perputaran kas dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
Perputaran kas = Penjualan bersih / Rata - rata kas

5
Semakin tinggi perputaran kas ini akan semakin baik. Karena ini berarti
semakin tinggi efisiensi penggunaan kasnya.

B. PERPUTARAN PERSEDIAAN
Menurut Riyanto (2004), Inventory atau persediaan sebagai elemen yang utama
dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar,
dimana secar terus- menerus mengalami perubahan. Masalah investasi dalam
inventory merupakan masalah pembelanjaan aktif, seperti halnya investasi dalam
aktiva-aktiva lainnya. Masalah penentuan besar investasi atau alokasi
modal dalam inventory mempunyai efek yang langsung terhadap
keuntungan perusahaan. Adanya investasi dalam inventory yang terlalu besar
dibandingkan dengan kebutuhan akan memperbesar beban bunga,
memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan gudang, kemungkinan
kerugian karena kerusakan, turunnya kualitas, sehingga semuanya ini akan
memperkecil keuntungan perusahaan.

Untuk mengukur efisiensi persediaan maka perlu diketahui perputaran


persediaan (inventory turnover) yang terjadi dengan membandingkan
antara harga pokok penjualan dengan nilai rata-rata persediaan yang
dimiliki, dapat dinyatakan dengan rumus:
Perputaran Persediaan = Harga pokok penjualan/ Rata-Rata persediaan

Perputaran persediaan menunjukkan berapa kali dana yang tertanam


dalam persediaan berputar dalam suatu periode. Semakin tinggi tingkat
perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan
(terutama yang harus di investasikan dalam persediaan) semakin
rendah. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan akan memperkecil resiko
terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau karena
perubahan selera konsumen, disamping itu akan menghemat ongkos penyimpanan
dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.

C. PERPUTARAN PIUTANG
Menurut Soemarso (2004), setiap pemimpin perusahaan selalu
menginginkan penjualan barang dagangannya dibayar secara tunai. Namun, dilain
pihak penjualan secara kredit justru akan memberi peluang untuk perluasan
pasar sehingga dapat menambah laba usaha, meski hal ini bukan tanpa resiko.

Menurut Soemarso (2004), piutang adalah kebiasaan bagi perusahaan


untuk memberikan kelonggaran kepada para pelanggan pada waktu
melakukan penjualan. Kelonggaran-kelonggaran yang diberikan biasanya
dalam bentuk memperbolehkan para pelanggan tersebut membayar kemudian
atas penjualan barang atau jasa yang dilakukan.

Piutang selalu dalam keadaan berputar. Periode perputarannya atau periode


terikatnya modal dalam piutang adalah tergantung kepada syarat
pembayarannya, berarti semakin lama modal terikat pada piutang ini berarti

6
bahwa tingkat perputarannya selama periode tertentu adalah semakin rendah.
Perputaran piutang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Perputaran Piutang = Penjualan Kredit/ Rata - rata Piutang

2.6 PROFITABILITAS
Menurut Tobing dan Talankky (2004), profitabilitas adalah kemampuan memperoleh
laba, kemampuan persero untuk memperoleh laba dan potensi untuk memperoleh
penghasilan pada masa yang akan datang yang dapat diukur dengan Return On
Equity (ROE) dan Return On Assets (ROA).

Setiap perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan profitabilitasnya. Jika


perusahaan berhasil meningkatkan profitabilitasnya, dapat dikatakan bahwa perusahaan
tersebut mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan
efisien sehingga mampu menghasilkan laba yang tinggi. Sebaliknya, sebuah
perusahaan memiliki profitabilitas rendah menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut tidak mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya dengan baik,
sehingga tidak mampu menghasilkan laba yang tinggi.

Cara menilai profitabilitas perusahaan adalah bermacam-macam tergantung pada


laba dan aktiva atau model mana yang akan dibandingkan satu dengan lainnya.
Menurut Sawir (2008) mengungkapkan bahwa rasio profitabilitas dapat dibagi atas
lima jenis, yaitu:
1) Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)
Margin laba kotor (Gross Profit Margin) berfungsi untuk mengukur
tingkat pengembalian keuntungan kotor terhadap penjualan bersihnya.
Persamaan untuk mengukur margin laba kotor menurut Riyanto (2011)
adalah sebagai berikut:
Margin Laba Kotor = Laba Kotor/ Penjualan Bersih

Laba kotor (gross profit) adalah penjualan bersih (net sales) dikurangi
dengan harga pokok penjualan. Penjualan bersih (net sales) adalah total
penjualan bersih selama satu tahun.

2) Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) Margin laba bersih (net profit
margin) berfungsi untuk mengukur tingkat pengembalian keuntungan
bersih terhadap penjualan bersihnya dirumuskan sebagai berikut:
Margin Laba Bersih= Laba Bersih Setelah Pajak/ Penjualan Bersih

Nilai margin laba bersih berada di antara nol dan satu. Semakin besar
mendekati satu, maka berarti semakin efesien biaya yang dikeluarkan dan
semakin besar pula tingkat kembalian keuntungan bersih.

3) Return On Equity (ROE)


Return On Equity (ROE) merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas
pemilik perusahaan. Return On Equity mengukur kemampuan perusahaan

7
memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan.
Menurut Sartono (2011), Return On Equity (ROE) dapat diketahui dengan
perhitungan sebagai berikut:
Return On Equity = Laba Setelah Pajak/ Modal Sendiri x 100%

4) Return On Invesment (ROI)


Menurut Munawir (2004), analisa Return On Invesment (ROI) atau Return On
Assets (ROA) dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting
sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh atau
komprehensif. Return On Invesment (ROI) menurut Munawir (2004) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
ROI = Laba Bersih Setelah Pajak / Total Aktiva x 100%

Dengan demikian, Return On Invesment (ROI) menghubungkan keuntungan


yang diperoleh dari operasi perusahaan dengan jumlah investasi atau
aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut.

2.7 PENELITIAN SEBELUMNYA


Likupang 2016 “Analisis Manajemen Modal Kerja (Studi Kasus Pada PT. Bank
Tabungan Negara Tbk)”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa manajemen modal kerja
pada PT. Bank Tabungan Negara Tbk Cabang Manado, telah dilakukan dengan baik
dengan memperhatikan kenaikan pendapatan dan stabilitas keuangan bank. Rasio Total
Aktiva terhadap Modal Kerja bersih dijamin oleh aktiva lancar dan hutang lancar
(Pengukuran tahun buku 2013 dan tahun buku 2014). Hal ini menggambarkan bahwa
PT. Bank Tabungan Negara Tbk Cabang Manado mampu mengelola modal kerja bersih
secara efektif dan efissien.
Mirnawati 2018 “Analisis Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas (Studi
Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Subsektor Tekstil Dan Garmen Yang Terdaftar
Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2016)“. Hasil dari penelitian ini, menunjukkan
bahwa variabel perputaran kas dan perputaran piutang tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap ROA. Sedangkan perputaran persediaan berpengaruh signifikan
terhadap ROA.

Amalia 2018 “Analisis Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas


Perusahaan Makanan Dan Minuman Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei) Tahun
2010-2016”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan periode penagihan
piutang usaha, periode konversi persediaan, periode penangguhan utang usaha, dan
rasio lancar berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA) sebesar 85%. Dalam pengujian
parsial, periode penangguhan utang usaha dan rasio lancar berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap ROA. Sedangkan periode konversi persedian berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap ROA. Periode penagihan piutang usaha
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA.

8
BAB III
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 METODE ANALISIS DATA


Dalam menganalisis data laporan keuangan pada Studi kasus PT. Astra International
Tbk menggunakan Metode kuantitatif yang digunakan adalah analisis modal kerja,
yaitu : konsep kualitatif, yaitu merupakan kelebihan aktiva lancar di atas hutang
lancar.

3.1.1 ANALISIS MODAL KERJA

9
Tabel 3.1 Modal Kerja PT Astra International Tbk Tahun 2019 & 2018 (Dalam Jutaan
Rupiah)
NO Uraian Tahun Naik Turun
2019 2018
A Total Aset Lancar 129.058 131.180 2.122
1 Kas dan Setara Kas 24.730 25.784 1.054
2 Piutang Usaha 70.602 69.984 618
3 Persediaan 24.287 26.505 2.218
4 Aset Lancar Lainnya 9.439 8.907 532
B Total Kewajiban Lancar 99.962 116.467 16.505
1 Pinjaman Jangka Pendek 15.427 19.588 4.161
2 Utang Usaha 30.087 41.881 11.794
3 Kewajiban Jangka Pendek 54.448 54.998 550
Lainnya
Modal Kerja Bersih 29.096 14.713 14.383
Sumber: Laporan Keuangan PT. Astra International Tbk.

Menurut Kasmir (2013:249) dalam Sirait (2018), dana sebagai modal kerja merupakan
dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan, terutama yang
memiliki jangka waktu pendek. Sebagai modal kerja diartikan seluruh aktiva lancar
atau setelah dikurangi dengan utang lancar.

Wiyono dan Kusuma (2017), modal kerja dapat diklasifikasikan menjadi empat
pengertian, yakni:
1) Modal Kerja Bruto (Gross Working Capital)
Tabel 3.2 Modal Kerja Bruto PT. Astra International Tbk (Dalam Jutaan
Rupiah)
Uraian 2019 2018 Naik Turun
Aset Lancar 129.058 131.180 2.122
129.058 131.180 2.122

Tabel 3.2 di atas menunjukkan bahwa modal kerja bruto PT. Astra International
Tbk pada tahun 2019 Rp. 129.058.000.000,- sedangkan pada tahun 2018 Rp.
131.180.000.000,-.

2) Modal Kerja Bersih (Net Working Capital)


Tabel 3.3 Modal Kerja Neto PT. Astra International Tbk (Dalam Jutaan Rupiah)
Uraian 2019 2018 Naik Turun
Aset Lancar 129.058 131.180 2.122
Liabilitas Lancar 99.962 116.467 16.505
29.096 14.713 14.383

Tabel 3.3. di atas menunjukkan bahwa modal kerja neto PT. Astra International
Tbk pada tahun 2019 Rp. 29.096.000.000,- sedangkan pada tahun 2018 Rp.
14.713.000.000,-.

10
3) Modal Kerja Fungsional
Tabel 3.4 Modal Kerja Fungsional PT. Astra International Tbk (Dalam Jutaan
Rupiah)
Uraian 2019 2018 Naik Turun
Kas dan setara kas 24.730 25.784 1.054
Persediaan 24.287 26.505 2.218
Harga Pokok Penjualan 186.927 188.436 1.509
Penyusutan 13.452 9.422 4.030
249.396 250.147 751

Tabel 3.4. di atas menunjukkan bahwa modal kerja fungsional PT. Astra
International Tbk pada tahun 2019 adalah sebesar Rp. 249.396.000.000,-
sedangkan pada tahun 2018 Rp. 250.147.000.000,-.

4) Modal Kerja Potensial


Tabel 3.5 Modal Kerja Potensial PT. Astra International Tbk (Dalam Jutaan
Rupiah)
Uraian 2019 2018 Naik Turun
Keuntungan Dari Piutang 17.650 17.496 154
Surat Berharga 400 591 191
18.050 18.087 37

Pada Tabel 3.5 di atas dapat dilihat bahwa modal kerja potensial PT. Astra
International Tbk pada tahun 2019 adalah sebesar Rp. 18.050.000.000,-
sedangkan pada tahun 2018 Rp. 18.087.000.000,-.
3.1.2 ANALISIS SIKLUS KONVERSI KAS
Wiyono dan Kusuma (2017), Siklus konversi kas adalah jangka waktu sejak
menjadi persediaan barang yang dijual menjadi piutang usaha dari penjualan
barang sampai dengan tertagih menjadi kas kembali. Sebelum menghitung
siklus konversi kas maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan mengenai
periode konversi persediaan, periode konversi piutang, dan periode
penangguhan hutang. Pada Tabel 3.1.1.5. di bawah ini ditampilkan akun-akun
yang berkaitan dengan perhitungan siklus konversi kas, yang juga dapat
membantu di dalam menghitung periode konversi persediaan, periode konversi
piutang dan peride penangguhan piutang.
Tabel 3.6 Akun Untuk Perhitungan Siklus Konversi Kas PT. Astra International
Tbk (Dalam Jutaan Rupiah)
Akun Tahun Rerata
2019 2018
Persediaan 24.287 26.505 25.396
Piutang Usaha 70.602 69.984 70.293
Hutang Usaha 30.087 41.881 35.984
Penjualan 237.166 239.205 238.185
Harga Pokok Penjualan 186.927 188.436 187.681

11
Sumber: Laporan Keuangan PT. Astra International Tbk.

1) Periode Konversi Persediaan


Periode konversi persediaan (inventory conversion period) adalah jangka
waktu yang diperlukan untuk mengkonversi bahan baku menjadi barang
jadi dan kemudian menjualnya. Rumus (Dalam Jutaan Rupiah) :
360
Periode Konversi Persediaan (PKPr) =
Penjualan/ Persediaan
360
Periode Konversi Persediaan (PKPr) = = 40
238.185/25.396

2) Perode Konversi Piutang


Periode konversi piutang (receivables conversion period) adalah jangka
waktu yang diperlukan untuk mengkonversi piutang perusahaan menjadi
kas, yaitu jangka waktu sejak penjualan hingga realisasi penagihan atau
Day Sales Outstanding (DSO). Rumus (Dalam Jutaan Rupiah) :
PiutangUsaha
Periode Konversi Piutang (PKPu) =
Penjualan/360

70.293
Periode Konversi Piutang (PKPu) = = 106
238.185/360

3) Periode Penangguhan Utang Usaha


Periode penangguhan utang usaha (payables deferral period) adalah jangka
waktu rata-rata sejak pembelian bahan baku dan penggunaan tenaga kerja
hingga terlaksananya pembayaran atas bahan dan tenaga tersebut. Rumus
(Dalam Jutaan Rupiah) :

Hutang Usaha
Periode Penangguhan Hutang Usaha (PPU) =
Pembelian /360

35.984
Periode Penangguhan Hutang Usaha (PPU) = = 69
187.681/360

Siklus konversi kas (cash conversion cycle) yang menggabungkan ketiga


periode di atas adalah jangka waktu sejak dilakukannya pengeluaran tunai untuk
sumber daya produksi (bahan dan tenaga kerja) hingga penagihan atas penjualan
dapat direalisir. Siklus ini mengukur seberapa lama dana tertanam dalam bentuk
modal kerja sebagamana yang ditampilkan pada Tabel 3.7 di bawah ini:
Tabel 3.7 Periode Konversi Kas PT. Astra International Tbk
No Penundaan Hari
1 Periode Konversi Persediaan 40
2 Periode Konversi Piutang 106

12
Penundaan Kas Masuk (+) 146
3 Periode Penangguhan Hutang Usaha (-) 69
Penundaan Bersih 77

Berdasarkan Tabel 3.7 di atas menunjukkan bahwa hasil penundaan bersih


yakni selama 77 hari. Ini menunjukkan bahwa periode konversi kas dari PT.
Astra International selama tahun 2018 sampai dengan tahun 2019 kurang baik.
Karena tidak mampu menarik cash inflow (arus kas masuk) lebih cepat
dibandingkan dengan cash autflow (arus kas keluar). Dan ini menunjukkan
kinerja manajemen modal kerja yang kurang baik.

3.1.3 ANALISIS RETURN ON INVESTMEN (ROI)


Analisis rasio profitabilitas, khusus terhadap rasio yang menjadi indikator
untuk mengetahui tingkat profitabilitas ialah Return On Invesment (ROI).
Return On Invesment (ROI) menunjukkan seberapa banyak laba bersih
yang bisa dipoles dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Rasio
ini dinyatakan sebagai berikut :
Laba Bersih Setelah Pajak
Return On Investmen (ROI) = x 100 %
Total Aktiva

Tabel 3.8 Laba Bersih Terhadap Return On Invesment (ROI) PT. Astra
International Tbk
Tahun Laba Bersih Total Aktiva Return On
Setelah EAT Invesment (ROI)
2019 237.166 351.958 67.38 %
2018 239.205 344.711 69.39 %

3.2 PEMBAHASAN
Modal kerja bruto PT. Astra International Tbk pada tahun 2019 sebesar Rp.
129.058.000.000, atau turun sebesar Rp. 2.122.000.000,- bila dibandingkan pada tahun
sebelumnya (2018) yakni sebesar Rp. 131.180.000.000. Sedangkan modal kerja neto
yang sebelumnya pada tahun 2018 Rp. 14.713.000.000, menjadi Rp. 29.096.000.000
pada tahun 2019, naik Rp. 14.383.000.000.

Untuk modal kerja fungsional PT. Astra International Tbk pada tahun 2019 yakni
sebesar Rp. 249.396.000.000, dan pada tahun 2018 Rp. 250.147.000.000, terjadi
penurunan modal kerja fungsional sebasar Rp. 751.000.000. Penurunan juga terjadi
pada modal kerja potensial PT. Astra International Tbk, yakni pada tahun 2018 Rp.

13
18.087.000.000, dan pada tahun 2019 sebesar Rp. 18.050.000.000, turun Rp.
37.000.000.

Selanjutnya mengenai siklus konversi kas serta hal-hal lainnya yang terkait dengan
siklus konversi kas tersebut, setelah dilakukan perhitungan, maka hasilnya adalah
sebagai berikut: periode konversi persediaan (inventory conversion period) / PKPr = 40
hari, periode konversi piutang (receivables conversion period) / PKPu = 106 hari, dan
periode penangguhan utang usaha (payables deferral period) / PPU = 69 hari, yang pada
akhirnya menghasilkan siklus konversi kas (cash concersion cycle) = 77 hari.

Berdasarkan analisis pada Return On Invenment (ROI) dengan menggunakan


persamaan anlisa Regresi sederhana dapat digambarkan bahwa Modal kerja berpeluang
akan berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas di PT. Astra International Tbk. Untuk
analis lanjutan rasio tingkat profibiltas dengan menggunakan SPSS.

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah di kemukakan sebelumnya, maka
dapat disimpulakan:
1) Pengelolaan modal kerja pada PT. Astra Internasional Tbk berjalan dengan baik,
hal ini dapat dilihat dari sisi modal kerja yang domiliki oleh perusahan tersebut,
terutama modal kerja bersihnya yang bernilai positif.
2) Namun jika dilihat dari perhitungan siklus konversi kas (cash confersion cycle)
yang panjang yakni 77 hari, PT. Astra International Tbk untuk tahun 2018 sampai
2019, belum menunjukkan kinerja manajemen modal kerja yang baik, karena
belum mampu menarik cash inflow lebih cepat dibandingkan dengan cash outflow.

4.2 SARAN

14
PT. Astra International harus berusaha untuk memperpendek siklus konversi kasnya
sedapat mungkin tanpa mengganggu operasional perusahaan. Tindakan semacam itu
akan memperbesar keuntungan, karena makin pendek siklus konversi kas, makin kecil
pembiayaan eksternal yang dibutuhkan sehingga makin rendah biaya yang harus
dikeluarkan. Siklus konversi kas dapat diperpedek dengan cara:
1) Memperpendek periode konversi persediaan, yaitu mempercepat produksi dan
penjualan barang.
2) Memperpendek periode konversi piutang, dengan upaya mempercepat penagihan.
3) Memperpanjang periode penangguhan utang usaha dengan memperlambat
pembayaran kepada pemasok dan pekerja.

15

Anda mungkin juga menyukai