A 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KATA PENGANTAR
Sehubungan kontrak kerja antara KORLANTAS POLRI dengan PT. TEKNIK
EKSAKTA, mengenai pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Pembangunan
Indonesia Safety Driving Center (ISDC) di Polda Gorontalo maka bersama ini kami
sampaikan:
LAPORAN PENDAHULUAN
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................ 2
1.3 Sasaran .................................................................................................. 3
1.4 Ruang Lingkup Pekerjaan ...................................................................... 3
1.5 Output atau Hasil Perencanaan ............................................................ 4
1.6 Gambaran Lokasi Pekerjaan .................................................................. 6
1.7 Dasar Hukum Pelaksanaan Kegiatan .................................................... 7
1.8 Metodologi dan Rencana Kerja .............................................................. 8
1.9 Uraian Tahapan Perencanaan ............................................................. 10
1.10 Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan ..................................................... 11
DAFTAR GAMBAR
BAB I. PENDAHULUAN
Gbr 1.1 Lokasi Kegiatan Pembangunan Indonesia Safety Driving Center
(ISDC) di Gorontalo ....................................................................... 6
Gbr 1.2 Kerangka Metodologi dan rencana kerja ....................................... 9
Gbr 1.3 Penugasan Tenaga Ahli dan Tenaga Pendukung ....................... 17
Gbr 1.4 Struktur Organisasi Konsultan PT. TEKNIK EKSAKTA ............... 18
Gbr 1.5 Jadwal Pelaksanaan Perencanaan ISDC Gorontalo ................... 19
DAFTAR TABEL
BAB
PENDAHULUAN
Oleh karena itu, Direktorat Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas Korlantas
Polri memprogramkan kegiatan pembangunan ISDC sebagai sarana dan pusat
pendidikan lalulintas sehingga tujuan dari Undang-Undang 22 tahun 2009 dapat
terlaksana dengan baik dan menjamin keamanan dan keselamatan berlalulintas.
Laporan ini akan menguraikan dengan jelas tentang perencanaan pembangunan
ISDC di Gorontalo secara detail sampai pada pelaksanaan kegiatan konstruksi
dengan berdasarkan pada standar yang ada.
1.2.2 TUJUAN
Tujuan dari kegiatan ini adalah ketersediaan perencanaan teknis pembangunan
Indonesia Safety Driving Center (ISDC) yang berwawasan lingkungan, serta
dokumen pelelangan sesuai dengan rencana menggunakan standar prosedur
yang berlaku guna tercapainya mutu pekerjaan perencanaan, tercapainya
penyelesaian penanganan masalah-masalah yang sifatnya khusus serta
1.3 SASARAN
Sasaran yang dicapai dari pekerjaan ini adalah :
1. Tersediannya dokumen perencanaan teknis pembangunan Gedung dan
Bangunan Indonesia Safety Driving Center (ISDC) yang efektif dan efisien
yang dapat di pertanggungjawabkan secara cepat, tepat, akurat, transparan
dan akuntabel.
2. Tercapainya Penyelesaian penanganan masalah sehingga tingkat
pelayanan ISDC yang diinginkan selama umur rencana dapat tercapai.
1. Laporan Pendahuluan
4. Laporan Akhir/DED
6. Animasi dan 3D
16. Peraturan dan standar-standar teknis seperti : PBI, SNI, SKBI, dan SKSNI
17. Dokumen Pemilihan Jasa Kosultan perencanaan pembangunan ISDC
Gorontalo T.A. 2019 tanggal 11 Mei 2019.
2. Tahapaan Pra-Rancangan
4. Tahapaan Rencana Detail, Rencana Kerja dan Syarat dan Rencana Anggaran
Biaya.
5. Tahap Pelelangan
a) Tenaga Ahli
Hasil perencanaan dan penyusunan laporan dari Konsultan akan diasistensikan
kepada Project Officer (Pihak Pengguna Jasa), dan untuk setiap laporan yang
tersusun dipresentasikan/dilakukan pembahasan dihadapan Tim Teknis.
Tenaga Ahli yang dibutuhkan untuk Pekerjaan ini meliputi :
1) Ketua Tim (Team Leader)
Penanggung Jawab kegiatan bertanggung jawab terhadap kegiatan secara
keseluruhan. Penanggung Jawab Kegiatan adalah seorang sarjana teknik
Sipil ahli jalan yang telah berpengalaman dalam bidangnya sekurang-
kurangnya 10 (Sepuluh) tahun.
Tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan semua
kegiatan dan personil yang terlibat dalam pekerjaan ini sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik serta mencapai hasil yang
diharapkan.
Mempersiapkan petunjuk pelaksanaan kegiatan, baik dalam tahap
pengumpulan data, pengolahan dan penyajian akhir dari hasil
keseluruhan pekerjaan.
3) Ahli Struktur.
Perencana Ahli Struktur bertanggung jawab dalam bidang Sipil, yang terdiri
dari 1 (satu) orang Tenaga Ahli Sipil Struktur. Perencana Ahli sipil bangunan
adalah sarjana teknik Sipil/Struktur yang telah berpengalaman dalam
bidangnya sekurang-kurangnya 8 (Delapan) Tahun;
6) Ahli Mekanikal/Elektrikal
Perencana Ahli Mekanikal/Elektrikal bertanggung jawab dalam bidang
Mekanikal/Elektrikal, yang terdiri dari 1 (satu) orang Tenaga Ahli
Mekanikal/Elektrikal. Perencana Ahli Mekanikal/Elektrikal adalah sarjana
teknik Mesin atau Elektro yang telah berpengalaman dalam bidangnya
sekurangkurangnya 8 (Delapan) Tahun.
Tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
Mendukung dan memberi input terhadap design yang dihasilkan
Konsultasi dengan team design lainnya
Mengadakan review dan diskusi
Mengumpulkan serta mengolah data dan informasi lapangan
Perencanaan jaringan air bersih
Perencanaan jaringan Air Kotor
Mempersiapkan bahan-bahan untuk pemaparan
Bertanggungjawab atas hasil perencanaan pada bidangnya
Mendukung dan memberi input terhadap design yang dihasilkan
Memberikan informasi kepada Elektrikal & Quantity Surveyor
Konsultasi dengan team design lainnya
Mengadakan review dan diskusi
Mengumpulkan serta mengolah data dan informasi lapangan
Perencanaan jaringan PJU
Perencanaan jaringan telepon
Perencanaan jaringan Instalasi Listrik di Dalam Gedung
c) Tenaga Pendukung
Dalam pelaksanaan setiap pekerjaan, diperlukan beberapa tenaga pendukung
berupa drafter Caad untuk membantu dalam desain, Surveyor yang akan
membantu dalam melakukan pemetaan lahan di lapangan dan administrasi.
A. TENAGA AHLI
1 Team Leader
2 Ahli Sipil Bangunan
3 Ahli Sipil Struktur
4 Ahli Geoteknik
5 Ahli Arsitektur
6 Ahli Geodesi
7 Ahli Mekanikal
C. TENAGA PENDUKUNG
1 Cost Estimator
2 Surveyor
3 Drafter Cad
4 Administrasi
5 Operator Komputer
1 TAHAP PENDAHULUAN
1.1 PERSIAPAN
● Mobilisasi
● Koordinasi dan Konfirmasi
● Persiapan Data-data Sekunder
2 TAHAP ANTARA
2.1 SURVEY DETAIL
● Survey Topografi
● Survey Goteknik
3 TAHAP AKHIR
3.1 ANALISIS
● Penyelidikan Tanah
● Perencanaan Struktur Bangunan
● Perencanaan Teknis Perkerasan Beton
● Perencanaan Fasum
● Perencanaan Mekanikal Elektrikal
BAB
KRITERIA DESAIN
No. Golongan
kendaraan
1 Golongan 1
2 Golongan 1 au
3 Golongan 2 a
4 Golongan 2 a au
5 Golongan 2 b
Data yang dibutuhkan untuk perencanaan dari parameter lalu-lintas harian rata-
rata dan pertumbuhan lalu-lintas tahunan, untuk memudahkan dalam analisis,
disajikan dalam suatu tabel (lihat Tabel 2.4.), dalam tabel ini digabungkan
sekalian data / parameter vehicle damage factor (VDF).
Data yang dibutuhkan untuk perencanaan dari parameter lalu-lintas harian rata-
rata dan pertumbuhan lalu-lintas tahunan, untuk memudahkan dalam analisis,
disajikan dalam suatu tabel (lihat Tabel 2.4.), dalam tabel ini digabungkan
sekalian data / parameter vehicle damage factor (VDF).
Jenis kendaraan.
Damage factor.
Umur rencana.
Faktor distribusi arah : DD = 0,3 – 0,7 dan umumnya diambil 0,5 (AASHTO
1993 hal. II-9). Faktor distribusi lajur (DL), mengacu pada Tabel 2.5.(AASHTO
1993 halaman II-9).
Tabel 2.5. : Faktor distribusi lajur (DL).
1 100
2 80 – 100
3 60 – 80
4
dimana :
W18 = Traffic design pada lajur lalu-lintas, Equivalent Single
Axle Load. LHRj = Jumlah lalu-lintas harian rata-rata 2
arah untuk jenis kendaraan j.
VDFj = Vehicle Damage Factor untuk jenis kendaraan j.
DD = Faktor distribusi arah.
DL = Faktor distribusi lajur.
N1 = Lalu-lintas pada tahunpertama jalan dibuka.
Nn = Lalu-lintas pada akhir umur rencana.
dimana :
Wt = Jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif
W18 = Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = Umur pelayanan, atau umur rencana UR (tahun).
g = perkembangan lalu-lintas (%)
a) Pelat beton
b) Wet lean concrete Kuat tekan (benda uji silinder 15 x 30 cm) : fc’ =105
kg/cm2 Sc’ digunakan untuk penentuan paramater flexural strength, dan
fc’ digunakan untuk penentuan parameter modulus elastisitas beton (Ec).
Peramalan lalu-lintas.
Pelaksanaan konstruksi.
Reliability (R) mengacu pada Tabel 2.6. (diambil dari AASHTO 1993
halaman II-9).
Standard normal deviate (ZR) mengacu pada Tabel 2.7. (diambil dari
AASHTO 1993 halaman I-62).
Standard deviation untuk rigid pavement : So = 0,30 – 0,40 (diambil dari
AASHTO 1993 halaman I-62).
R (%) ZR R (%) ZR
50 - 93 -
0,000 1,476
60 - 94 -
0,253 1,555
75 - 96 -
0,674 1,751
80 - 97 -
0,841 1,881
85 - 98 -
1,037 2,054
90 - 99 -
1,282 2,327
91 - 99,9 -
1,340 3,090
92 - 99,99 -
1,405 3,750
2) Serviceability
MR = 1.500 x CBR
MR
k=
19,4
MR = Resilient modulus.
No Tipe material LS
1. Cement Treated Granular Base ( E = 1.000.000 – 2.000.000 psi ) 0–1
2. Cement Aggregate Mixtures ( E = 500.000 – 1.000.000 psi ) 0–1
3. Asphalt Treated Base ( E = 350.000 – 1.000.000 psi ) 0–1
Pendekatan nilai modulus reaksi tanah dasar dari referensi / literatur adalah
Pendekatan nilai Modulus Reaksi Tanah Dasar (k) dapat menggunakan hubungan
nilai CBR dengan k. Diambil dari literatur Highway Engineering (Teknik Jalan
Raya), Clarkson H Oglesby, R Gary Hicks, Stanford University & Oregon State
University, 1996.
5700
Dimana :
Ec = Modulus elastisitas beton (psi).
fc’ = Kuat tekan beton, silinder (psi).
Kuat tekan beton fc’ ditetapkan sesuai pada Spesifikasi pekerjaan (jika ada
dalam spesifikasi). Di Indonesia saat ini umumnya digunakan : fc’ = 350
kg/cm2.
5) Flexural Strength
Flexural strength (modulus of rupture) ditetapkan sesuai pada Spesifikasi
pekerjaan. Flexural strength saat ini umumnya digunakan : Sc’ = 45 kg/cm2 =
640 psi.
Penetapan variable pertama mengacu pada Tabel 2.10. (diambil dari AASHTO
1993 halaman II-22), dan dengan pendekatan sebagai berikut :
a) Air hujan atau air dari atas permukaan jalan yang akan masuk kedalam
pondasi jalan, relatif kecil berdasar hidrologi yaitu berkisar 70 – 95 %air
yang jatuh di atas jalan aspal / beton akan masuk ke sistem drainase
(sumber : BINKOT Bina Marga & Hidrologi Imam Subarkah). Kondisi ini
dapat dilihat acuan koefisien pengaliran pada Tabel 2.11. & 2.12.
b) Air dari samping jalan yang kemungkinan akan masuk ke pondasi jalan,
inipun relatif kecil terjadi, karena adanya road side ditch, cross drain, juga
muka air tertinggi di-desain terletak di bawah subgrade.
c) Pendekatan dengan lama dan frekuensi hujan, yang rata-rata terjadi
hujan selama 3 jam per hari dan jarang sekali terjadi hujan terus menerus
selama 1 minggu.
Maka waktu pematusan 3 jam (bahkan kurang bila memperhatikan butir b.)
dapat diambil sebagai pendekatan dalam penentuan kualitas drainase,
sehingga pemilihan mutu drainase adalah berkisar Good, dengan
pertimbangan air yang mungkin masih akan masuk, quality of drainage
diambil kategori Fair.
Untuk kondisi khusus, misalnya sistem drainase sangat buruk, muka air
tanah terletak cukup tinggi mencapai lapisan tanah dasar, dan sebagainya,
dapat dilakukan kajian tersendiri.
Excellent 2 jam
Good 1 hari
Fair 1 minggu
Poor 1 bulan
Very poor Air tidak terbebaskan
2. Bahu jalan :
- Tanah berbutir halus 0,40 – 0,65
- Tanah berbutir kasar 0,10 – 0,20
- Batuan masif keras 0,70 – 0,85
- Batuan masif lunak 0,60 – 0,75
Sumber : Petunjuk desain drainase permukaan jalan No. 008/T/BNKT/1990,
Binkot, Bina Marga, Dep. PU, 1990.
7) Load Transfer
Load transfer coefficient (J) mengacu pada Tabel 2.14. (diambil dari AASHTO
1993 halaman II-26), dan AASHTO halaman III-132.
Pavement type
1. Plain jointed & jointed 3.2 3.8 – 4.4 2.5 – 3.1 3.6 – 4.2
reinforced
2. CRCP 2.9 – 3.2 N/A 2.3 – 2.9 N/A
2) Beban Mati.
Beton bertulang sebesar 2400 kg/m3.
Adukan dari semen per cm tebal sebesar 21 kg/m2.
Dinding pasangan batu merah setengah batu 250 kg/m2.
Asbes dan penggantung 18 kg/m2.
Penutup atap genting dengan reng dan usuk 40 kg/m2.
Penutup lantai per cm tebal 24 kg/m2.
3) Beban Angin.
Beban angin untuk atap 25 kg/m2.
1) Metode Teresteris
Pada dasamya pemetaan topografi ini terbagi atas tiga macam
pekerjaan, yaitu pengukuran topografi, pengolahan data ukuran dan
pencetakan peta. Dalam metode teritris ini, semua pekerjaan
pegukuran topografi dilakukan dilapangan dengan menggunakan
peralatan ukur seperti : Theodolit; waterpas; alat ukur jarak; serta
peralatan modem lainnya (GPS, total station dan lainya). Pengukuran
topografi adalah pengukuran posisi dan ketinggian titik-titik kerangka
pemetaan serta pengukuran detail topografi, sehingga dapat
digambarkan diatas bidang datar dalam skala tertentu. Yang dimaksud
dengan kerangka pemetaan adalah jaringan titik kontrol (X, Y) dan (h)
yang akan digunakan sebagai referensi pengukuran dan titik kontrol
pengukuran (Subagio, 2000).
2) Metode Fotogrametris
Pengukuran detail topografi (pengukuran situasi) selain dapat
dilakukan langsung dilapangan dapat pula dilakukan dengan teknik
pemotretan dari udara sehingga dalam waktu yang singkat dapat
terukur atau terpotret daerah yang seluas mungkin. Dalam
metode fotogametri ini, pengukuran dilapangan masih diperlukan
khususnya untuk menentukan titik kontrol tanah yang diprlukan dalam
proses fotogametris selanjutnya. Pada dasarnya metode
fotogametris ini mencakup fotogametris metrik dan interprestasi citra.
Fotogametris metrik merupakan ilmu dan teknik pengukuran citra,
sedangkan interprestasi citra merupakan pengenalan serta identifikasi
suatu objek pada foto. Dengan metode fotogametris ini, pengukuran
tidak perlu dilakukan lansung dilapangan tetapi cukup dilaksanakan di
laboratorium melalui pengukuran pada citra foto.
Peta topografi adalah jenis peta yang ditandai dengan skala besar dan
detail, biasanya menggunakan garis kontur dalam pemetaan modern.
Sebuah peta topografi biasanya terdiri dari dua atau lebih peta yang
tergabung untuk membentuk keseluruhan peta. Sebuah garis kontur
merupakan kombinasi dari dua segmen garis yang berhubungan
namun tidak berpotongan, ini merupakan titik elevasi pada peta
topografi. Pusat Informasi Peta Topografi Kanada memberikan definisi
untuk peta topografi sebagai berikut: Sebuah peta topografi adalah
representasi grafis secara rinci dan akurat mengenai keadaan alam di
suatu daratan. Penulis lain mendefinisikan peta topografi dengan
membandingkan mereka dengan jenis lain dari peta, mereka dibedakan
dari skala kecil "peta sorografi" yang mencakup daerah besar, "peta
planimetric" yang tidak menunjukkan elevasi, dan "peta tematik" yang
terfokus pada topik tertentu.
Gambar 2.2.
Peta Rupa Bumi (RBI) adalah salah satu contoh peta topografi
karena menyajikan informasi ketinggian melalui garis kontur
Peta topografi dikategorikan berdasarkan skala dan jenis. Dan skala peta
topografi dibagi ke dalam empat kategori. Yaitu skala kecil, menengah,
besar, dan detil/teknis/kadaster.
1) Kecil. Peta dengan skala 1:1.000.000 dan lebih kecil digunakan untuk
perencanaan umum dan untuk studi strategis. Peta skala kecil standar
memiliki skala 1:1.000.000. Peta ini meliputi area yang sangat besar
dengan mengorbankan detail.
2) Menengah. Peta dengan skala lebih besar dari 1:1.000.000 tetapi lebih
kecil dari 1:75.000 digunakan untuk perencanaan operasional. Peta ini
mengandung detail dengan jumlah sedang. Peta skala menengah
standar memiliki skala 1:250.000. Ada juga peta dengan skala
1:100.000.
3) Besar. Peta dengan skala 1:75.000 dan lebih besar digunakan untuk
perencanaan taktis, administrasi, dan logistik. Peta jenis inilah yang
sering ditemukan dan digunakan pihak militer. Peta skala besar standar
1:50.000, namun banyak daerah telah dipetakan dengan skala
1:25.000.
Prinsip Keja DCP adalah bahwa kecepatan penetrasi dari konus ketika ditekan
oleh kekuatan standar, sebanding dengan kekuatan bahan yang diukur. Bila
lapis perkerasan jalan memiliki kekuatan yang berbeda, lingkunga lapisan-
BAB
METODOLOGI PERENCANAAN
3.1 TEKNIS PENGUMPULAN DATA
Di dalam tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai awal (inisiasi)
dari seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan. Hasil tahap persiapan ini
akan sangat mempengaruhi proses yang dilakukan dalam tahap selanjutnya.
Secara umum kegiatan utama di dalam tahap persiapan ini, yakni :
1) Mobilisasi
2) Koordinasi & Konfirmasi
3) Persiapan data-data sekunder
Jenis data yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi data sekunder dan data
primer. Data sekunder dikumpulkan dari dokumen-dokumen yang ditebitkan
instansi berwenang maupun dari sumber yang relevan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Data primer diperoleh dari pengumpulan langsung di
lapangan, baik melalui pengukuran terestris maupun pengambilan sampel
lapangan sesuai dengan kebutuhan. Pada Sub Bab ini teknik beserta jenis data
yang dikumpulkan diuraikan secara rinci.
1. Data Topografi
Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data peta topografi yang
sudah ada. Peta topografi yang dikumpulkan harus menampilkan kondisi tata
guna lahan pada daerah studi, dimana kondisi tataguna lahan akan
berpengaruh terhadap desain perencanaan.
2. Data Geologi
Data geologi dalam hal ini adalah peta geologi yang berisi informasi satuan
B. Survey Detail
Untuk mengetahui secara rinci semua asumsi yang digunakan dalam tahap
perencanaan serta mendapat parameter penting bagi perencana,
diperlukan serangkaian studi detail pengumpulan data. Kegiatan yang
dilakukan pada tahapan ini meliputi :
1) Titik Kontrol Tanah
a) Titik Kontrol Horizontal
Pengukuran titik kontrol horizontal dilakukan dengan sistem
poligon.
Titik ikat BM harus dijadikan sebagai titik poligon. Sisi poligon
Tujuan survey topgrafi adalah untuk mengukur selisih tinggi (ΔH) tiap patok
yang telah ditentukan sehingga apabila ketinggian awal diketahui maka
ketinggian titik-titik lain dapat diketahui/dicari. Alat yang digunakan :
1) Persawat ukur Total Station
2) Prisma Poligon
3) Alumunium Tripod
4) Prisma Single
5) Pole stik
6) Kompass
7) Meteran 50 m
8) GPS
Ketentuan teknis :
1) Jarak antara 2 titik tidak terhalang atau terpengaruh oleh hambatan-
hambatan, misalnya : Undulasi udara, Fatamorgana, bangunan-
bangunan, pohon, dsb.
2) Pada waktu pembacaan pole stick tidak berdiri diatas patok, melainkan
diatas tanah.
3) Ketinggian titik awal (BM0) telah di tentukan
Langkah/Tahapan :
1) Mensetting alat
Stabilkan kedudukan pesawat agar kedudukannya tidak bergerak.
Setimbangkan nivo melalui penyetel (3 Sekrup Penyetel)
Pada Total station, semua data sudut telah terekam oleh alat TS. Tidak ada
perhitungan manual mengenai sudut apabila menggunakan TS.
Perkerasan beton semen sebagai perkerasan kaku bersifat sebagai single layer
system, yang terdiri atas Plat Beton Mutu Tinggi sebagai lapis pondasi, yang
berfungsi memikul seluruh beban lalu lintas di atasnya untuk diteruskan ke tanah
dasar pada daerah yang relatif jauh lebih luas dibandingkan dengan perkerasan
lentur, sehingga tegangan maksimum yang diterima oleh tanah dasar sangat
kecil (0,2 – 0,3 kg/cm2 ). Lapis pondasi bawah (lean concrete atau batu pecah)
disini tidak diperhitungkan memikul beban (berfungsi non-struktural).
Gambar 3.4. Distribusi tegangan akibat beban lalu lintas pada permukaan Tanah
Dasar (Subgrade) oleh Perkerasan Kaku (Rigid Pavement).
Sambungan dibuat pada arah melintang dan pada arah memanjang plat beton.
Secara lebih khusus dapat disebutkan, fungsi sambungan pada arah melintang
adalah untuk mengakomodasi gerakan susut dari plat beton; sedangkan fungsi
sambungan pada arah memanjang adalah untuk mengakomodasi gerakan
lenting dari pelat beton akibat panas-dingin pada siang dan malam hari.
sambungan yang dekat. Pada perkerasan kaku dengan tulangan (JRCP), dan
bahkan pada perkerasan kaku dengan tulangan menerus (CRCP) dimana tidak
diperlukan sambungan susut, retak-retak susut akan terjadi tetapi lebarnya
dibatasi dengan cara dipegang oleh besi tulangan.
Pada setiap sambungan pada umumnya diperkuat dengan besi sebagai tulangan
sambungan, yang berfungsi sebagai penyambung plat beton yang sudah putus
(akibat retak). Tulangan sambungan melintang susut (contraction joint), dan
tulangan sambungan melintang pelaksanaan (construction joint) disebut Dowel
(Ruji); sedangkan tulangan sambungan memanjang disebut Tie Bar (Batang
Pengikat).
Sambungan diupayakan sesuai dengan pola retak alami plat beton, dan pada
setiap celah sambungan (bekas penggergajian / saw cut) harus diisi dengan joint
sealant. Dalam konstruksi perkerasan beton semen dikenal dua jenis tulangan
sesuai dengan fungsinya, yaitu Tulangan Sambungan dan Tulangan Plat Beton.
Bahan pengisi (Filler) untuk sambungan ekspansi (Expansion Joint Filler) harus
menerus dari acuan ke acuan, dibentuk sampai tanah dasar (subgrade) dan
sampai bertemu sambungan memanjang. Bila menggunakan bahan pengisi
sambungan pracetak (Freform Joint Filler) harus disediakan dengan panjang
yang sama dengan lebar jalan atau sama dengan lebar satu lajur. Bahan pengisi
yang rusak atau yang sudah diperbaiki tidak boleh digunakan lagi.
Bahan pengisi sambungan ini harus ditempatkan pada posisi vertikal. Alat bantu
atau pemegang yang disetujui harus digunakan untuk menjaga agar bahan
pengisi tetap pada garis dan alinyemen yang semestinya, selama penghamparan
dan finishing beton. Perubahan posisi akhir sambungan tidak boleh lebih dari 5
mm pada alinyemen horisontalnya menurut garis lurus. Bila bahan pengisi
dipasang berupa bagian-bagian, maka diantara unit-unit yang berdekatan tidak
boleh ada celah. Pada sambungan ekspansi itu tidak boleh ada sumbatan atau
gumpalan beton.
Penggergajian dilakukan sedalam tidak kurang dari 1/4 tebal plat beton dan tegak
lurus pada permukaan plat beton, di tempat-tempat yang telah ditentukan. Untuk
beton dengan perkuatan serat baja (steel-fiber reinforcement) kedalaman
penggergajian adalah 1/3 tebal plat beton. Penggergajian harus dilakukan antara
jam ke-4 sampai jam ke-18 setelah pengecoran plat beton, maksimum sampai
jam ke-24. Kecepatan penggergajian tergantung pada kekerasan beton dan
kualitas gergaji (saw blade) yang dipergunakan. Biasanya sekitar 1 meter per
menit untuk penggergajian sampai dengan 50 mm. Pada waktu penggergajian,
perlu diperhatikan:
1) Harus tepat lokasi (diberi tanda sebelumnya pada bekisting);
2) Harus tepat kedalaman (1/4 tebal plat);
3) Harus tepat waktu (antara jam ke-4 sampai jam ke-24)
Bila dalam waktu penghentian itu campuran beton tidak cukup untuk membuat
perkerasan sepanjang minimum 3 m, maka kelebihan beton pada sambungan
sebelumnya harus dipotong dan dibuang Sambungan Pelaksanaan dibuat
dengan cara memasang bekisting melintang dan dowel antara plat yang dicor
sebelumnya dengan plat yang dicor berikutnya.
Apabila campuran beton diangkut dengan alat angkut yang tidak bergerak (non-
agitating), jangka waktu terhitung mulai semen dan air dimasukkan ke dalam
mesin pengaduk hingga selesai pengangkutan ke lokasi pengecoran tidak boleh
melebihi 45 menit untuk beton normal dan tidak boleh melebihi 30 menit untuk
beton yang memiliki sifat mengeras lebih cepat atau temperatur beton ≥ 30 o C.
Apabila menggunakan truck mixer atau truck agitator maka jangka waktu tersebut
dapat diijinkan hingga 60 menit untuk beton normal tetapi harus lebih pendek lagi
untuk beton yang mengeras lebih cepat atau temperatur beton ≥ 30 o C.
Penuangan campuran beton harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi
segregasi. Tinggi jatuh campuran beton harus dijaga antara 0,90 – 1,50 m
tergantung dari konsistensi (nilai slump) campuran beton.
Setelah sambungan dan tepian selesai dirapikan, dan sebelum bahan perawatan
(curing) digunakan, permukaan beton harus dibuat bertekstur dengan cara
dikasarkan. Pengkasaran permukaan beton ini dapat dilakukan dengan salah
satu dari dua cara berikut:
Cara brushing dilakukan dengan menggunakan sikat kawat selebar tidak
kurang dari 450 mm, dan panjang kawat sikat dalam keadaan baru adalah
100 mm dengan masing-masing untaian terdiri dari 32 kawat. Sikat harus
Cara lain, ialah dengan menutup seluruh permukaan yang terbuka dengan burlap
atau karung goni yang selalu dibasahi sekurang-kurangnya selama 7 hari. Curing
compound harus disemprotkan segera selama permukaan beton belum
mengering.
Acuan dari beton yang baru dihamparkan tidak boleh dibongkar sebelum
mencapai waktu paling sedikit 12 jam. Acuan harus dibongkar dengan hati-hati
agar beton tidak rusak. Setelah dibongkar, bagian sisi plat beton harus dirawat
(curing). Daerah rongga (honey comb) yang kecil harus dibersihkan, dibasahi dan
ditambal / didempul dengan adukan semen kental dengan perbandingan 1
semen dan 2 agregat halus. Rongga yang besar dianggap sebagai kerusakan,
harus dibongkar dan diganti. Bagian yang dibongkar tidak boleh kurang dari 3,0
m panjangnya atau kurang dari lebar seluruh lajur yang terkena pembongkaran.
Bagian yang tersisa dari pembongkaran yang berdekatan dengan sambungan
yang panjangnya kurang dari 3,0 m harus ikut dibongkar dan diganti.