OLEH :
- BAYU TOTONAFO L. DBD 112 013 - DOMIGO BOKIT DBD 112 138
- MARSIANUS J.T.R DBD 112 066 - ERLAN SUGIARTO DBD 112 145
- ADHAM RAMADHAN S.P DBD 112 076 - CHRISROLAND ANGGIE A.P DBD 112 150
- APRIADITYA CANDRA DBD 112 112 - AMRULLAH DBD 112 185
- RONALD SAMBORA DBD 112 114
KATA PENGANTAR
1
2
Puji syukur pada kasih dan karunia Tuhan Yang Maha Esa atas segala
penyertaan-Nya dalam pembuatan Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat waktu.
Penulis menyadari dalam Makalah terdapat kekurangan dan kejanggalan serta
jauh dari kesempurnaan, baik dalam penulisan maupun dalam penyajian. Oleh karena
itu, segala saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tugas ini. Harapan penulis,
semoga Makalah yang telah disusun ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
2
3
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
1.1. Pendahuluan.................................................................................. 1
2.1. Pendahuluan................................................................................... 5
Bukit.................................................................................... 6
3.1. Pendahuluan............................................................................... 9
3.2.2. Penggalian Sumur Uji (Test Pit) atau Sumuran Dalam (Test
Shaft)................................................................................ 10
4.1. Pendahuluan.................................................................................. 12
UPL.............................................................................................. 15
BAB V Perencanaan............................................................................................ 16
5.9.1. Topografi............................................................................. 24
5.9.2. Kondisi iklim (Climate condition)...................................... 24
5.9.3. Air....................................................................................... 25
5.9.4. Struktur Geologi................................................................. 25
5.9.5. Air Tambang........................................................................ 25
5.9.6. Permukaan.......................................................................... 25
5.9.7. Tipe/Jenis Batuan (Bijih, overburden)................................. 26
5.9.8. Lokasi untuk Konsentrator.................................................. 26
5.9.9. Tailing Pond (daerah).......................................................... 26
5.9.10. Jalan.................................................................................. 26
5.9.11. Power................................................................................ 27
5.9.12. Smelting............................................................................ 27
5.9.13. Kepemilikan lahan............................................................ 27
5.9.14. Pemerintah........................................................................ 27
5.9.15. Kondisi ekonomi............................................................... 27
5.9.16. Lokasi Pembuangan (waste) : tambang, rumah sakit,
perumahan........................................................................ 28
5.9.17. Aksessibilitas dari kota utama ke luar............................... 28
5.9.18. Metode mendapatka informasi.......................................... 28
BAB VI Penambangan........................................................................................ 29
7.2.1. Jig....................................................................................... 46
7.2.2. Dense Medium Separator (DMS)........................................ 46
7.2.3. Hydrocyclone...................................................................... 47
7.2.4. Concentration Tables........................................................... 47
7.2.5. Froth Flotation.................................................................... 47
7.2.6. Washing Plant
1. Tahap preparasi............................................................ 48
2. Tahap Pra pencucian.................................................... 48
3. Tahap pencucian dan pengurangan kandungan air....... 49
8.1. Pendahuluan.................................................................................. 52
9.1. Pendahuluan.................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 72
Bab I
Tahapan Kegiatan Usaha Pertambangan
1.1.Pendahuluan
Kegiatan dalam usaha pertambangan meliputi tugas-tugas yang dilakukan
untuk mencari, mengambil bahan galian dari dalam kulit bumi, kemudian mengolah
sampai bisa bermanfaat bagi manusia.
Secara garis besar tahap-tahap kegiatan dalam usaha pertambangan adalah
sebagai berikut:
Setiap melakukan tahap-tahap kegiatan usaha pertambangan, pengusaha harus
memiliki surat keputusan pemberian Kuasa pertambangan (KP) Surat izin
Penambangan Daerah (SIPD) yang sesuai dengan tahap kegiatan yang dilakukan.
Masuk Arsip
A
A
* Pengupasan tanah penutup * Medan kerja awal
* Pembangunan sarana * Sumuran dalam
prasarana tambang * Terowongan buntu
Persiapan
Penambangan
Pemasaran
* Pengangkutan
* Promosi
* Penelitian & pengembangan
produksi
Gambar 2. Tahap kegiatan pada industri pertambangan
(Sumber : Catatan kuliah perencanaan tambang)
5
Bab II
Penyelidikan Umum (Prospeksi)
2.1. Pendahuluan
Industri pertambangan selalu dimulai dengan kegiatan penyelidikan umum
atau prospeksi, yaitu segala macam kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh
indikasi adanya endapan bahan galian (sumberdaya mineral) yang kemudian dengan
data dan bukti-bukti mengenai keberadaan endapan bahan galian tersebut lokasinya
dipetakan. Dengan lain perkataan penyelidikan umum atau prospeksi bertujuan untuk
menemukan lokasi adanya endapan bahan galian. Menurut Undang-undang No.11
tahun 1967 (UU No.11/1967) tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
pada Pasal 2 disebutkan bahwa penyelidikan umum adalah penyelidikan secara
geologi umum atau geofisika di daratan, perairan dan dari udara, segala sesuatu
dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-
tanda adanya bahan galian pada umumnya.
Bila telah ditemukan bukti-bukti yang kuat mengenai keberadaan suatu
endapan bahan galian, maka akan dilanjutkan dengan kegiatan eksplorasi
(exploration).
Kegiatan penyelidikan umum atau prospeksi dan eksplorasi tersebut akan
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, namun berhubung kegiatan
prospeksi dan eksplorasi itu cepat berpindah tempat atau jarang berlangsung lama di
satu tempat tertentu, walaupun kadang-kadang dapat sampai 10 tahun bahkan
6
berlangsung hampir sepanjang umur tambang, sedangkan daerah yang tercemar dan
rusak tidak luas, maka dampak negatifnya kurang penting atau tidak berarti (not
significant) untuk diperhitungkan, karena pada umumnya dengan mudah dan cepat
dapat ditangani (di-reklamasi/rehabilitasi/restorasi).
dengan pola yang teratur seperti empat persegi panjang atau bujur sangkar
(pada sudut-sudut pola tersebut digali sumur uji) dengan jarak-jarak yang
teratur pula (100 - 500 m), kecuali bila keadaan lapangan atau topografinya
tidak memungkinkan. Dengan ukuran, kedalaman dan jarak sumur uji yang
terbatas tersebut, maka volume tanah yang digali juga terbatas dan luas
wilayah yang rusak juga sempit.
0,8-1,5 m
2-3 m
o o
45 -80
Bab III
Ekplorasi
3.1. Pendahuluan
Bila telah ditemukan bukti-bukti yang kuat mengenai keberadaan suatu
endapan bahan galian, maka akan dilanjutkan dengan kegiatan eksplorasi
(exploration) yang bertujuan untuk memperoleh bukti nyata yang dapat memastikan
keberadaan endapan bahan galian tersebut secara meyakinkan. Menurut UU
No.11/1967 pada Pasal 2 disebutkan bahwa eksplorasi adalah segala penyelidikan
geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya dan sifat letakan
bahan galian. Jadi data dan informasi tentang endapan bahan galian yang diperoleh
dari kegiatan eksplorasi harus lengkap dan rinci yang meliputi bentuk (lensa, silindris,
dll), ukuran (panjang, lebar dan tebal), letak (dimana, berapa kedalamannya),
kedudukan (mendatar, miring atau vertikal), jumlah cadangan (m3 atau ton), mutu
atau kadar mineral berharganya, keadaan geologi (struktur stratigrafi, dll), sifat-sifat
fisik-mekanik-kimia-mineralogi baik endapan bahan galian maupun material
penutupnya, dst. Dengan demikian data dan informasi yang diperoleh dari suatu
kegiatan eksplorasi merupakan inventarisasi sumberdaya mineral, yaitu gambaran
10
3.2.2. Penggalian Sumur Uji (Test Pit) atau Sumuran Dalam (Test Shaft)
Bila daerah penyelidikan relatif datar, maka dibuat sejumlah sumur uji
untuk endapan bahan galian yang diperkirakan dangkal, atau sumuran dalam
bila diperkirakan letak endapan bahan galiannya cukup dalam (>5 m).
Penggalian kedua macam sumur itu harus memakai pola yang teratur
(sistematis), misalnya pola empat persegi panjang atau bujur sangkar dengan
jarak yang teratur pula, misalnya 100 x 200 m atau 100 x 100 m yang
11
kemudian dapat dibuat semakin rapat bila seandainya menginginkan data atau
contoh (samples) yang lebih banyak. Kedalaman sumur uji atau sumuran
dalam harus mampu mencapai batuan dasar (bedrock)nya agar dapat diketahui
variasi ketebalan dan bentuk endapan bahan galiannya. Contoh tanah atau
batuan yang terkumpul kemudian dianalisis di laboratorium.
Jika jumlah kedua sumuran itu banyak dan ukuran penampangnya besar,
maka volume tanah atau batuan yang tergali juga besar. Oleh sebab itu bila
maksud dan tujuan penggalian kedua sumur itu sudah tercapai, maka tanah
atau batuan hasil galian itu harus ditimbunkan kembali ke dalam sumur yang
bersangkutan.
Bab IV
Study Kelayakan
4.1. Pendahuluan
Studi kelayakan selain merupakan salah satu kewajiban normatif yang harus
dipenuhi dan prasyarat untuk memperoleh IUP Operasi Produksi. Sesungguhnya
apabila dipahami secara benar, studi kelayakan merupakan dokumen penting yang
berguna bagi berbagai pihak, khususnya bagi pelaku usaha, pemerintah, dan investor
atau perbankan.
Dengan demikian, dokumen studi kelayakan bukan hanya seonggok tumpukan
kertas yang di dalamnya memuat konsep, perhitungan angka-angka dan gambar-
gambar semata, tetapi merupakan dokumen yang sangat berguna bagi manajemen
dalam mengambil keputusan strategik apakah rencana tambang tersebut layak untuk
dilanjutkan atau tidak.
Ruang lingkup dalam penyusunan studi kelayakan meliputi beberapa aspek
yaitu aspek teknis, K3, lingkungan, ekonomi, sosial, pasca tambang, dan aspek
lainnya.
Hal-Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan studi kelayakan
Kajian keadaan bahan galian/ cadangan
kajian geoteknik
13
kajuan geohidrologi
kajian penambangan
kajian pengolahan/pemurnian
kajian pengangkutan
kajian K3
kajian ekonomi
Hal lain yang harus dipahami adalah, studi kelayakan bukan hanya mengkaji
secara teknis, atau membuat prediksi/ proyeksi ekonomis, juga mengkaji aspek
nonteknis lainnya, seperti aspek sosial, budaya, hukum, dan lingkungan. Studi
kelayakan selain berguna dalam mengambil keputusan jadi atau tidaknya rencana
usaha penambangan itu dijalankan, juga berguna pada saat kegiatan itu jadi
dilaksanakan, yaitu:
1. Dokumen studi kelayakan berfungsi sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, baik
acuan kerja di lapangan, maupun acuan bagi staf manajemen di dalam kantor;
Bab V
Perencanaan
17
mana di dalam tambang datangnya bijih dan waste untuk tahun tersebut.
Rencana penambangan tahunan ini sudah cukup rinci, di dalamnya sudah
termasuk pula jalan angkut dan ruang kerja alat, sedemikian rupa sehingga
merupakan bentuk yang dapat ditambang. Peta rencana pembuangan lapisan
penutup (waste dump) dibuat pula untuk periode waktu yang sama sehingga
gambaran keseluruhan dari kegiatan penambangan dapat terlihat.
5.8.3. Biaya
24
5.9.3. Air
a. Sumber : mata air, sungai, danau, bor.
b. Ketersediaan : hukum, kepemilikan, biaya.
c. Kuantitas : ketersediaan perbulan, kesempatan aliran, kemungkinan lokasi
bendungan.
d. Kualitas : sampel, perubahan-perubahan kualitas, efek kontaminasi.
e. Sewage Disposal Methode.
5.9.6. Permukaan
a. Vegetasi : tipe, metode pembabatan, biaya.
b. Kondisi yang tidak biasa : danau, endapan deposit, pohon-pohon besar.
5.9.10. Jalan
a. Peta jalan
b. Informasi jalan-jalan yang ada :
lebar, permukaan, batas maksimum beban
batas maksimum load sesuai musim
pemeliharaan.
c. Jalan yang dibuat (harus) oleh perusahaan
panjang
profile
cut and file
jembatan
pengkondisian tanah, dll.
5.9.11. Power
a. Ketersediaan (PLN) : kilovolt, jarak (terdekat), biaya.
b. Kabel ke SIB.
c. Lokasi sub station.
28
5.9.12. Smelting
a. Ketersediaan pabrik.
b. Metode pengapalan : jarak, alat angkut, awak, reet, dll.
c. Biaya.
d. Aspek terhadap lingkungan.
e. Rel KA, dok.
5.9.14. Pemerintah
a. Suasana politik.
b. Hukum, UU pertambangan.
c. Keadaan lokal.
b. Profil jalan.
c. Kekungkinan proses lebih lanjut.
Bab VI
Penambangan
30
Cara back filling digging method cocok untuk tanah penutup yang :
- Tidak diselingi oleh berlapis-lapis endapan batubara atau
endapan bijih (satu lapis).
- Material atau batuannya lunak.
- Letaknya mendatar (horizontal).
(b) Benching system
Pada pengupasan tanah dengan sistem jenjang (benching
system) ini pada waktu mengupas tanah penutup sekaligus sambil
membuat jenjang (lihat Gambar 3).
Sistem ini cocok untuk :
- Tanah penutup yang tebal.
- Bahan galian atau lapisan batubara yang juga tebal.
diangkut ke luar dengan ban berjalan (belt conveyor) atau lori yang
ditarik dengan lokomotif.
Arah penambangan dapat maju (advancing) yang berarti menjauhi
main entry ataupun sebaliknya mundur (retreating) yang mendekati
main entry.
Bab VII
Pencucian Batubara
atau mekanik dari butiran tersebut, seperti halnya berat jenis, ukuran, warna,
gaya sentripetal, gaya sentrifugal ataupun desain peralatan itu sendiri.
Pencucian batubata dilakukan karena batubara hasil penambangan
bukanlah batubara yang bersih, tetapi masih banyak mengandung material
pengotor. Pengotor batubara dapat berupa pengotor homogen yang terjadi di
alam saat pembentukan batubara itu sendiri, yang disebut dengan Inherent
Impurities, maupun pengotor yang dihasilkan dari operasi penambangan itu
sendiri, yang disebut extraneous impurities.
Dengan demikian pencucian batubara bertujuan untuk memisahkan
dari material pengotornya dalam upaya meningkatkan kualitas batubara
sehingga nilai panas berrtambah dan kandungan air serta debu berkurang.
Batubara yang terlalu banyak pengotor cenderung akan menurunkan kualitas
batubara itu sendiri sehingga tidak dapat diandalkan dalam upaya penjualan ke
konsumen. Pada umumnya persyaratan pasar menghendaki kandungan abu
tidak lebih dari 10 %, dan pada umumya menghendaki nilai panas yang
berkisar antara 6000-6900 kcal/kg.
Batubara dari tambang terbuka dan tambang dalam harus dipisahkan
terlebih dahulu dari material pengotornya yang ditimbun terlebih dahulu di
Coal Yard. Dengan bantuan Whell Looader, raw coal dimuat ke hopper,
umpan dari hopper ini dipisahkan melalui grizzly, sehingga batubara yang
memiliki ukuran diatas 75 mm akan dimuat ke Picking Belt yang selanjutnya
akan dipisahkan dari material pengotornya melalui hand picking secara
manual, sedangkan batubara yang berukuran -75 mm akan dijadikan umpan
pencucian.
46
7.2.3. Hydrocyclone
Hydrocyclone adalah water based cyclone dimana partkel-
partikel berat mengumpul dekat dengan dinding cyclone dan kemudian
akan ke luar lewat cone bagian bawah. Partikel-partikel yang ringan
(partikel bersih) mennuju pusat dan kemudian ke luar lewat vortex
finder. Diameter cyclone sangat berpengaruh terhadap efektifitas
pemisahan. Kesesuaian ukuran partikel batubara yang akan dicuci
adalah 0,5 150 cm dengan spesifik gravity 1,3 1,5
1. Batubara tercuci
Batubara tercuci hasil konsentrasi gaya berat
berukuran -75 mm + 0,5 mm diteruskan ke dalam static
screen dan double deck vibrating screen untuk
dikurangi kandungan airnya, serta dilakukan pemisahan
ukuran partikelnya. Double deck vibrating screen
mempunyai lubang bukaan sebelah atas 5 mm dan
lubang bukaan sebelah bawah 0,5 mm, sehingga terjadi
pemisahan ukuran batubra tercuci setelah melewati
double deck vibrating screen sebagai berikut :
a. batubara tercuci ukuran -75 mm + 5 mm
batubara tercuci ukuran -75 mm + 5 mm ini
diangkut oleh belt conveyor.
b. Batubara tercuci ukuran -5 mm + 0,5 mm
batubara tercuci ukuran -5 mm + 0,5 mm ini
dibawa oleh belt conveyor dan selanjutnya
bersama produk kasat di bawa ke storage.
c. Batubara tercuci ukuran -0,5 mm
50
Bab VIII
Pengolahan Batubara
8.1. Pendahuluan
Yang dimaksud dengan bahan galian adalah bijih (ore), mineral
industri (industrial minerals) atau bahan galian Golongan C dan batu bara
(coal).
Pengolahan bahan galian (mineral beneficiation/mineral
processing/mineral dressing) adalah suatu proses pengolahan dengan
memanfaatkan perbedaan-perbedaan sifat fisik bahan galian untuk
memperoleh produkta bahan galian yang bersangkutan. Khusus untuk batu
bara, proses pengolahan itu disebut pencucian batu bara (coal washing) atau
preparasi batu bara (coal preparation).
Pada saat ini umumnya endapan bahan galian yang ditemukan di alam
sudah jarang yang mempunyai mutu atau kadar mineral berharga yang tinggi dan
siap untuk dilebur atau dimanfaatkan. Oleh sebab itu bahan galian tersebut perlu
menjalani pengolahan bahan galian (PBG) agar mutu atau kadarnya dapat
ditingkatkan sampai memenuhi kriteria pemasaran atau peleburan. Keuntungan
yang bisa diperoleh dari proses PBG tersebut antara lain adalah :
a. Mengurangi ongkos angkut.
b. Mengurangi ongkos peleburan.
c. Mengurangi kehilangan (losses) logam berharga pada saat peleburan.
d. Proses pemisahan (pengolahan) secara fisik jauh lebih sederhana dan
menguntungkan daripada proses pemisahan secara kimia.
53
l. Elutriator
c. Peningkatan Kadar atau Konsentrasi (Concentration)
Agar bahan galian yang mutu atau kadarnya rendah
(marginal) dapat diolah lebih lanjut, yaitu diambil (di-ekstrak)
logamnya, maka kadar bahan galian itu harus ditingkatkan dengan
proses konsentrasi. Sifat-sifat fisik mineral yang dapat
dimanfaatkan dalam proses konsentrasi adalah :
- Perbedaan berat jenis atau kerapatan untuk proses konsentrasi
gravitasi dan media berat.
- Perbedaan sifat kelistrikan untuk proses konsentrasi
elektrostatik.
- Perbedaan sifat kemagnetan untuk proses konsentrasi magnetik.
- Perbedaan sifat permukaan partikel untuk proses flotasi.
Proses peningkatan kadar itu ada bermacam-macam, antara
lain :
c.1. Pemilahan (Sorting)
Bila ukuran bongkahnya cukup besar, maka pemisahan
dilakukan dengan tangan (manual), artinya yang terlihat bukan
mineral berharga dipisahkan untuk dibuang.
c.2. Konsentrasi Gravitasi (Gravity Concentration)
Yaitu pemisahan mineral berdasarkan perbedaan berat jenis
dalam suatu media fluida, jadi sebenarnya juga memanfaatkan
perbedaan kecepatan pengendapan mineral-mineral yang ada.
Ada 3 (tiga) cara pemisahan secara gravitasi bila dilihat
dari segi gerakan fluidanya, yaitu :
- Fluida tenang, contoh dense medium separation (DMS)
atau heavy medium separation (HMS).
- Aliran fluida horisontal, contoh sluice box, shaking table
dan spiral concentration.
58
Bab IX
63
9.1. Pendahuluan
Lahan-lahan tambang mineral dan batubara dapat berada pada
kawasan hutan ataupun areal penggunaan lain (APL). Status kawasan ini
akan menentukan tujuan utama penggunaan lahan dari reklamasi lahan
bekas tambang: dihutankan kembali, ditanami tanaman perkebunan, ditanami
tanaman pangan, menjadi areal peternakan atau perikanan, lokasi
ekowisata, lahan basah, dan lain-lain. Untuk menentukan penggunaan lahan
tersebut aspek tataruang perlu dipertimbangkan dengan seksama, yang dalam
pelaksanaannya perlu juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat,
kepentingan Pemda, kepemilikan lahan, dan lain-lain.
Proses penambangan, khususnya pada tambang permukaan, akan
menghilangkan semua vegetasi di lokasi yang akan ditambang, seperti
pohon, semak-belukar, perakaran tanaman, benih, mikroorganisme,
termasuk berpindahnya hewan liar. Proses ini tentunya akan
menghilangkan fungsi-fungsi kawasan bervegetasi tersebut, seperti
menyediakan berbagai hasil hutan, tempat hidup hewan liar, pangan, dan
kawasan penyerap air atau sumber air, dan lain-lain. Oleh sebab itu lahan-
lahan bekas tambang harus direklamasi. Dalam UU No. 4/2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa reklamasi adalah
kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk
menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem
agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Bila kegiatan reklamasi
ini dikelola dengan baik, maka seiring dengan waktu hutan hasil reklamasi
dapat berfungsi kembali melalui suksesi hutan yang merupakan proses alami.
Tanaman-tanaman pioner yang toleran terhadap kemasaman, kesuburan tanah
64
dan kelembaban akan terbentuk pada tahap awal reklamasi. Tanah di lokasi
reklamasi dengan berjalannya waktu dan pertumbuhan tanaman pioner juga
kualitasnya akan meningkat, melalui peningkatan kadar bahan organik tanah
hasil dekomposisi serasah. Peningkatan kualitas tanah akan meningkatkan
juga populasi flora-fauna makro dan mikro. Selanjutnya terbentuk habitat
untuk kehidupan hewan liar dan kayu-kayu jenis lokal non-pioner dapat
berkembang lebih baik.
Gambar 3. Pencegahan erosi pada lereng landai, panjang dan lereng pendek, curam
9.2.4. Revegetasi
Lahan-lahan bekas tambang umumnya memiliki iklim mikro
yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu pada
tahap pertama kegiatan revegetasi lahan bekas tambang harus ditanami
terlebih dahulu dengan tanaman-tanaman pioner cepat tumbuh yang
mampu beradaptasi cepat dengan kondisi lingkungan. Beberapa jenis
tanaman cepat tumbuh yang umum digunakan untuk revegetasi adalah
sengon laut (Albizzia falcata), akasia (Acasia mangium, Acasia
crassicarpa), lamtoro (Leucaena glauca), turi (Sesbania grandiflora),
gamal (Gliricidia sepium), dll. Kriteria tanaman pioner cepat tumbuh
adalah: (1) tumbuh cepat & mampu tumbuh pada tanah kurang subur,
(2) tidak mengalami gugur daun pada musim tertentu, (3) tidak
bersaing dalam kebutuhan air dan hara dengan tanaman pokok, (4)
tidak menjadi inang penyakit, tahan akan angin dan mudah
dimusnahkan, (5) sebaiknya dapat bernilai ekonomis.
Setelah tanaman pioner cepat tumbuh sudah berkembang
dengan baik, maka tanaman lokal untuk memperkaya variasi jenis
tumbuhan hutan dapat segera ditanam. Tanaman lokal adalah tanaman
70
DAFTAR PUSTAKA
http://ahmad-tarmizi.blogspot.com/2012/06/berbagai-metode-tambang.html
73
http://kampungminers.blogspot.com/2013/08/tahapan-kegiatan-penambangan-batubara.html
http://www.slideshare.net/vestersaragih/pengantar-teknologi-mineral3
Konya, C. J. and E. J. Walter, 1990. Surface Blast Design. New Jersey: Prentice- Hall, Inc,
Page 127 136
Nurhakim, 2004, Buku Panduan Kuliah Lapangan II Edisi ke 2, Program Studi Teknik
Pertambangan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Suwandi, A, 2009, Diktat Kursus Juru Ledak XIV pada Kegiatan Penambangan Bahan
Galian, Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, Halaman 6 26