Anda di halaman 1dari 142

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA DAN

PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT


KEMISKINAN DI INDONESIA

TESIS

Oleh

MONICARIA TARIGAN
NIM: 187018030

MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

Universitas Sumatera Utara


ANALYSIS ON THE INFLUENCE OF INVESTMENT, LABOR AND
ECONOMIC GROWTH ON POVERTY IN INDONESIA

THESIS

By:

MONICARIA TARIGAN
187018030

MASTER OF ECONOMICS
FACULTY OF ECONOMICS AND BUSINESS
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA DAN
PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP
TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
Dalam Program Studi Ilmu Ekonomi
Pada Fakultas Ekonomi & Bisnis
Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MONICARIA TARIGAN
187018030

MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal : 10 Februari 2021

DEWAN PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Rujiman, MA

Anggota : 1. Dr. Ahmad Albar Tanjung, M.Si

2. Prof. Dr. lic. rer.reg. Sirojuzilam, SE

3. Dr. Raina Linda Sari, SE, M.Si

4. Irsad, SE, M.Soc, Sc, Ph.D

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi
1. Nama : Monicaria Tarigan
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Kuta Mbarupunti, 11 Maret 1994
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Kristen Protestan
5. Orangtua
a. Ayah : Stan Tarigan
b. Ibu : Alm.Sinar Sembiring
6. Alamat Domisili : Desa Tiga Panah Kabupaten Karo
7. Alamat saat ini : Jalan Tanjung Anom, Perumahan Griya
Sembada Minimalis, No. 4E, Deli Serdang

Data Pendidikan
1. SD : SD Negeri Samperaya 040552 Kec. Lau
Baleng, Kab. Karo
Tahun 2000-2006
2. SMP : SMP Swasta Methodist Kabanjahe Kab. Karo
Tahun 2006-2009
3. SMA : SMA Negeri 1 Berastagi Kab. Karo
Tahun 2009-2012
4. S-1 : Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara (USU)
Tahun 2012-2016
5. S-2 : Magister Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara (USU)
Tahun 2019-2021

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

The objective of this research to analyze the influence of investment (PMDN and
PMA), the number of workers and economic growth its impact on poverty in
Indonesia. The data used by the authors in this study is the secondary data type
time series from 1990 to 2019 obtained from the Central Bureau of Statistics. The
method used in this study is Vector Autoregression (VAR). The analysis showed
that the investment has a negative but is minor effect on poverty as well as the
labor force which give negative effect to poverty. Economic growth has a positive
effect on poverty in Indonesia. Therefore, the government should not only pursue
high economic growth alone but more than economic growth must be qualified
and equtable growth that can be felt by the whole society. The realization of
investment that is right on target, especially in poor areas, is able to reduce the
level of poverty in Indonesia.

Keywords: Investments, Labor, Economic Growth, Poverty, Vector


Autoregression (VAR)

Universitas Sumatera Utara


ii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, anugrah

dan penyertaan-Nya yang setiap saat Dia limpahkan kepada ciptaanNya.

PertolonganNya begitu nyata bagi penulis sehingga penulisan tesis yang berjudul

“Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia ” ini dapat diselesaikan.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak

memperoleh pengetahuan, arahan, saran dan dukungan moril serta materil dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, SSos., M.Si, selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsad, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

Utara.

4. Bapak Dr. Rujiman, MA selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberi bimbingan dan arahan di sela-sela kesibukannya dari

awal hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Ahmad Albar Tanjung, M.Si selaku anggota Komisi

Pembimbing, yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan

dorongan, ide, saran, petunjuk dan bimbingan sehingga tesis ini dapat

diselesaikan.

iii
Universitas Sumatera Utara
6. Bapak Prof. Dr. lic. rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Komisi Pembanding

atas kritik dan masukan yang diberikan untuk perbaik tesis ini.

7. Ibu Dr. Raina Linda Sari, SE, M.Si selaku Komisi Pembanding yang

telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini.

8. Bapak Irsad, SE, M.Soc, Sc, Ph.D selaku Komisi Pembanding, yang

telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini.

9. Bapak/Ibu dosen dan Staf Adminsitrasi di lingkungan Program Studi

Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas

Sumatera Utara.

10. Orang tua tercinta Stan Tarigan yang selalu mendoakan penulis hingga

mampu menyelesaikan penelitian ini, kepada abang dan kakak:

Pujanderi Tarigan, Magdalena br Ginting, Leni Marlina br Tarigan, dan

Arifin Pinem yang medoakan dan menyemangati penulis dalam

menyelesaikan pendidikan sampai ke tahap ini.

11. Saudara-saudari dari Yayasan Terang Injil yang telah mendukung di

dalam doa, memotivasi serta mendengar setiap pergumulan penulis

dalam menyelesaikan penelitian ini.

12. Teman-teman di Program Magister Ilmu Ekonomi, yang penuh dengan

rasa kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran

selama perkuliahan.

Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, bagi pemerintah, investor dan masyarakat luas. Penelitian ini masih

jauh dari kesempurnaan karena masih terdapat kelemahan dan kekurangan dari

iv
Universitas Sumatera Utara
berbagai sisi, oleh karena itu saran dan kritikan sangat diharapkan guna

penyempurnaannya. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, 02 Maret 2021


Penulis,

Monicaria Tarigan

v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRACT.......................................................................................................i
ABSTRAK .........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................ix
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 13
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 14
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kemiskinan ......................................................................................... 15
2.1.1 Pengertian Kemiskinan ................................................................ 15
2.1.2 Pengukuran Kemiskinan .............................................................. 19
2.1.3 Teori Kemiskinan ......................................................................... 26
2.1.4 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan........................................... 28
2.1.5 Dampak Adanya Kemiskinan ...................................................... 32
2.2 Teori Investasi Neo Klasik Solow Swan............................................. 33
2.2.1 Jenis Investasi...............................................................................36
2.2.2 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ................................ 36
2.2.3 Penanaman Modal Asing (PMA) ................................................ 37
2.3 Teori Tenaga Kerja ............................................................................. 39
2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja ............................................................. 41
2.3.2 Pengukuran Ketenagakerjaan (Labor Force Concept) ............... 41
2.3.3 Jenis-Jenis Tenaga kerja .............................................................. 42
2.4 Pertumbuhan Ekonomi ........................................................................ 43
2.4.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 43
2.4.2 Faktor-Faktor Pertumbuhan Ekonomi ........................................ 44
2.4.3 Metode Perhitungan Pendapatan Nasional.................................. 46
2.4.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi ...................................................... 48
2.5 Investasi Terhadap Tingkat Kemiskinan ............................................. 51
2.6 Tenaga Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan ..................................... 52
2.7 Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan ...................... 54
2.8 Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................... 54
2.9 Kerangka Konseptual ......................................................................... 59
2.10 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 60

vi
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 61
3.2 Jenis Data dan Sumber Data ................................................................. 61
3.3 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 62
3.4 Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian ...................................... 62
3.5 Metode Analisis Data ............................................................................ 63
3.6 Langkah-Langkah Analisis Data ........................................................... 65
3.6.1 Uji Stasioneritas Data ................................................................... 65
3.6.2 Penentuan Panjang Lag ................................................................. 65
3.6.3 Pengujian Stabilitas Model ............................................................ 66
3.6.4 Uji Kointegrasi Model ................................................................... 67
3.6.5 Estimasi Model Vector Auto Regression (VAR) .......................... 67
3.6.6 Uji Impluse Response Function (IRF) ........................................... 68
3.6.7 Uji Variance Decomposition ......................................................... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................................... 70
4.2 Deskripsi Data Penelitian ...................................................................... 72
4.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia......................... 72
4.2.2 Pertumbuhan Investasi di Indonesia ............................................. 73
4.2.3 Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia .................................... 75
4.2.4 Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia ............................................. 78
4.3 Analisis Data ......................................................................................... 79
4.3.1 Uji Stasioneritas Data .................................................................... 80
4.3.2 Penentuan Panjang Lag ................................................................. 81
4.3.3 Uji Stabilitas Model ...................................................................... 82
4.3.4 Uji Kointegrasi Metode Johansen Fisher ...................................... 83
4.3.5 Estimasi VAR ............................................................................... 85
4.3.6 Hasil Analisis Impulse Response Funtion (IRF) ........................... 87
4.3.7 Hasil Analisis Varian Decomposition (VD) ................................. 92
4.4 Pembahasan ........................................................................................... 96
4.4.1 Pengaruh Investasi Terhadap Tingkat Kemiskinan....................... 96
4.4.2 Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Tingakat Kemisikinan ............ 97
4.4.3 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan 99
4.5 Implikasi Kebijakan..............................................................................101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan...........................................................................................104
5.2 Saran.....................................................................................................105

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................107

LAMPIRAN........................................................................................................110

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Perkembangan Investasi di Indonesia 2010-2019 ..................................... 11


1.2 Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia 2010-2019 .............................. 12
2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 55
4.1 Daftar Provinsi,Ibu Kota, dan Luas Wilayah Indonesia Tahun 2019 ......... 71
4.2 Hasil Uji Stasioneritas Variabel Penelitian ............................................... 80
4.3 Hasil Uji Lag Optimal ............................................................................... 81
4.4 Hasil Uji Stabilitas VAR ........................................................................... 82
4.5 Hasil Uji Kointegrasi Johansen Panel Cointegration ............................... 84
4.6 Hasil Estimasi VAR................................................................................... 85
4.7 Hasil Estimasi INV, LAB, GWRT, Terhadap POV .................................. 86
4.8 Varian Dekomposisi Tingkat Kemiskinan ................................................ 92
4.9 Varian Dekomposisi Investasi ................................................................... 93
4.10 Varian Dekomposisi Tenaga Kerja............................................................ 94
4.11 Varian Dekomposisi Pertumbuhan Ekonomi ............................................ 95

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

1.1 Perkembangan PDB PPP Perkapita Negara-Negara di Dunia Tahun


2018 ...................................................................................................... 2
1.2 Perkembangan Angka Kemiskinan di Indonesia Tahun 1998-2019 .... 3
1.3 Penurunan Angka Kemiskinan Ekstrem Terbesar 15 Negara di Dunia 5
1.4 Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia .............. 7
2.1 Paradigma Lingkaran Kemiskinan ....................................................... 17
2.2 Fungsi Produksi.................................................................................... 35
2.3 Kerangka Konseptual ........................................................................... 59
3.1 Tahapan Analisis Data ......................................................................... 69
4.1 Peta Negara Indonesia .......................................................................... 70
4.2 Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2010-2019 ........................... 72
4.3 Pertumbuhan Investasi di Indonesia Tahun 2010-2019 ....................... 74
4.4 Perkembangan Realisasi Investasi di Indonesia Berdasarkan Lokasi
Tahun 2019 ........................................................................................... 75
4.5 Pertumbuhan Tenaga Kerja di Indonesia 2010-2019 ........................... 76
4.6 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
2019 ..................................................................................................... 77
4.7 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2010-2019 ...................................... 78
4.8 Hasil Uji Stabilitas VAR ...................................................................... 83
4.9 Respon Tingkat Kemiskinan Terhadap Tingkat Kemiskinan .............. 88
4.10 Respon Tingkat Kemiskinan Terhadap Investasi ................................. 89
4.11 Respon Tingkat Kemiskinan Terhadap Tenaga Kerja ......................... 90
4.12 Respon Tingkat Kemiskinan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi .......... 91

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

ADF : Augmented Dickey Fuller


AIC : Akaike Information Criterion
AS : Amerika Serikat
AWR : Agriculture War Room
BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal
BPS : Badan Pusat Statistik
COR : Capital Output Ratio
FDI : Foreign Direct Investment
FPE : Final Prediction Error
GDP : Gross Domestic Product
GK : Garis Kemiskinan
GKM : Garis Kemiskinan Makanan
GKNM : Garis Kemiskinan Non Makanan
GWRT : Growth
HQ : Hannan Quinnon
HTI : Hutan Tanaman Industri
ICOR : Incremental Capital Output Ratio
IMF : International Monetary Fund
INV : Investment
IRF : Impulse Response Function
KUR : Kredit Usaha Rakyat
LAB : Labor
MPS : Marginal Propensity to Save
PDB : Produk Domestik Bruto
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
PNB : Pendapatan Nasional Bruto
POV : Poverty
PMA : Penanaman Modal asing
PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri
PPP : Purchasing Power Parity
SDA : Sumber Daya Alam

x
Universitas Sumatera Utara
SDGs : Sustainable Development Goals
SDM : Sumber Daya Manusia
SC : Schwarz Information Criterion
UMKM : Usaha Mikro Kecil Menengah
URT : Uji Root Test
UU : Undang-Undang
UUD : Undang Undang Dasar
VAR : Vector Autoregression
VD : Variance Decomposition
VECM : Vector Error Correction Model

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


1 Data Tingkat Kemiskinan, Investasi, Tenaga Kerja, dan Pertumbuhan
Ekonomi Tahun 1990-2019 ................................................................. 110
2 Hasil Uji Stasioneritas Data ................................................................. 111
3 Hasil Uji Lag Optimal .......................................................................... 116
4 Hasil Uji Kointegrasi............................................................................ 117
5 Hasil Uji Stabilitas Vector Autoregression (VAR) .............................. 119
6 Hasil Estimasi Vector Autoregression (VAR) ..................................... 120
7 Hasil Impulse Response Function (IRF) .............................................. 121
8 Hasil Variance Decomposition (VD) ................................................... 122

xii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama dari setiap keputusan,

kebijakan maupun pertimbangan prioritas yang akan diambil oleh pemerintah.

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut, pemerintah

melakukan pembangunan di berbagai bidang, baik dalam jangka pendek ataupun

dalam jangka panjang. Di dalam UUD 1945, ada empat belas kewajiban Negara

kepada seluruh rakyat Indonesia. Inti dari kewajiban tersebut adalah

mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali. Tetapi, nyatanya

sampai saat ini hal tersebut belum tercapai.

Masalah krusial yang menghalangi tujuan tersebut adalah tingkat

kemiskinan yang masih tinggi. Kemiskinan suatu keadaan dimana seseorang

mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok minimal. Dalam catatan

IMF ( International Monetary Fund) yang di rilis tahun 2019 bahwa dari 100

negara termiskin di dunia, salah satunya adalah Indonesia. Indonesia berada di

posisi ke 92 negara termiskin dari seluruh negara-negara di dunia berdasarkan

PDB PPP per kapita tahun 2018.

Pada gambar 1.1 adalah negara-negara miskin dengan posisi 84 sampai 94

berdasarkan PDB PPP per kapitanya. IMF Menentukan peringkat negara

termiskin dengan cara menghitung Produk Domestik Bruto (Purchasing Power

Parity) per kapita, yaitu nilai paritas daya beli dari semua barang dan jasa akhir

yang diproduksi dalam suatu negara pada tahun tertentu dibagi dengan rata-rata

Universitas Sumatera Utara


untuk tahun yang sama. Angka PDB tersebut menggunakan mata uang dalam

bentuk dolar AS.

NAURU 11995
DOMINICA 12035
INDONESIA 12378
VENEZUELA 12388
ALBANIA 12472
JORDAN 12487
MONGOLIA 12551
MESIR 12994
SRI LANKA 13001
PERU 13342
AFRIKA SELATAN 13403

11000 11500 12000 12500 13000 13500 14000

Sumber : IMF (data diolah)

Gambar 1.1 Perkembangan PDB PPP Per Kapita ($) Negara Negara di
Dunia Tahun 2018

Dari perhitungan yang di lakukan IMF, PDB PPP per kapita Indonesia

sudah mencapai US$12.378 pada tahun 2018, ini mencerminkan bahwa kekayaan

rata-rata setiap penduduk di negara tersebut sudah cukup tinggi. Tetapi meskipun

demikian pada tahun yang sama jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai

25,95 juta jiwa. Angka ini adalah angka yang cukup tinggi jika dilihat dari PDB

PPP per kapita Indonesia sendiri.

Kemiskinan Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 1970, yaitu terdapat

60% penduduk yang masuk kategori miskin atau 70 juta jiwa, di tahun 1976

sebesar 40,10%, kemudian turun secara bertahap hingga pada tahun 1996 menjadi

11,3%, tetapi ini tidak berlangsung lama, karena ketika terjadi krisis moneter pada

tahun 1998 tingkat kemiskinan kembali tinggi menjadi 24,2%. Namun, setelah

2
Universitas Sumatera Utara
krisis pada tahun 1998 tersebut atau 21 tahun setelah itu, tingkat kemiskinan di

Indonesia cenderung menurun kembali.

Pada gambar 1.2 menunjukkan tingkat kemiskinan mencapai 24,2% pada

tahun 1998 menurun hingga satu digit pada tahun 2019 yaitu sebesar 9,22%. Pada

Desember 1998 hingga Februari 2005, jumlah penduduk miskin terus menurun

dari 24,2% menjadi 15,97%. Tetapi pada Maret 2006 tingkat kemiskinan

meningkat menjadi 17,75% atau 39,30 juta jiwa. Kenaikan ini dipicu oleh

kenaikan harga beras sebagai akibat dari larangan impor beras (World

Bank:2006), diperkirakan kenaikan beras sekitar 33% dan juga kenaikan bahan

bakar minyak.

Dari tahun 2007 sampai 2014 angka kemiskinan cenderung turun namun

pada tahun 2015 tingkat kemiskinan kembali meningkat yaitu sebesar 11,13%

atau 28,51 juta jiwa. Peningkatan angka tersebut diduga karena melemahnya

perekonomian Nasional pada tahun tersebut.

60 30
jumlah penduduk miskin (juta jiwa) tingkat kemiskinan(%)
50 25

40 20

30 15

20 10

10 5

0 0
Mar-18
Sep-18
Mar-19
Sep-19
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017

Sumber : BPS (data diolah)


Gambar 1.2 Perkembangan Angka Kemiskinan di Indonesia
Tahun 1998-2019

3
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2016, kembali mengalami penurunan diangka 10,67% atau

setara dengan 27,76 juta jiwa. Tahun 2017 sampai 2018 terus mengalami

penurunan secara berturut-turut yaitu 26,58 juta jiwa dan 25,95 juta jiwa. Pada

tahun 2018 adalah angka terendah dalam sejarah Republik Indonesia tinggal satu

digit, yaitu 9,74%. Pada Maret 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis standar

garis kemiskinan masyarakat Indonesia adalah Rp 425.250 per kapita per bulan.

Namun, pada September 2019, garis kemiskinan Indonesia naik seiring dengan

turunnya angka kemiskinan menjadi Rp440.538 per kapita per bulan. Hasilnya,

garis kemiskinan rata-rata secara Nasional menjadi Rp 2.017.664 per rumah

tangga. BPS mencatat persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,22%

pada September 2019. Angka tersebut setara dengan jumlah penduduk miskin

sebanyak 24,97 juta jiwa. Posisi itu mengalami penurunan sebesar 0,19% dari

Maret 2019, ada penurunan sekitar 358.900 orang . Begitu pula dibandingkan

dengan September 2018, mengalami penurunan 0,44% atau turun 880 ribu orang.

Pada tahun 2019 databoks menerbitkan data 15 negara dengan penurunan

kemiskinan ekstrem terbesar sekitar tahun 2000-2015. Kemiskinan ekstrem yang

dimaksut adalah populasi yang tinggal disebuah rumah tangga dengan konsumsi

atau pendapatan per orang di bawah garis kemiskinan ekstrem yaitu sebesar

US$1,9 per hari per kapita (2011 PPP). Pada gambar 3.1 menunjukkan

pengurangan tingkat kemiskinan ekstrem dengan penurunan terbesar dibanding

negara-negara lainnya. Pengurangan rata-rata kemiskinan ekstrem di 15 negara ini

adalah sekitar 1,6% dari populasi.

Beberapa dari negara-negara tersebut awalnya memiliki angka kemiskinan

yang sangat tinggi seperti Tanzania, di mana 86% penduduknya miskin pada

4
Universitas Sumatera Utara
tahun 2000 menjadi 49,1% pada tahun 2015. Angka kemiskinan ekstrem di negara

tersebut turun 36,9 poin atau rata-rata pertahunnya berkurang sebesar 3,2%.

Negara yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem berikutnya adalah

Tajikistan dan Chad yaitu 3,1% diikuti oleh negara Republik Kongo yaitu 2,7%

per tahunnya. Di antara 15 negara tersebut, negara Indonesia adalah salah satunya

yakni mengurangi tingkat kemiskinan ekstrem rata rata sebesar 2,1% per tahun.

Jumlah penduduk Indonesia yang masuk kategori miskin ekstrem turun sebesar

64,5 juta jiwa yaitu 83 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 18,5 juta jiwa pada

tahun 2015.

-1.6 NAMIBIA (2003-2015)


-1.8 PAKISTAN (2001-2015)
-1.9 ETHOPIA (1999-2015)
-1.9 VIETNAM (1998-2016)
-2.1 INDONESIA (2000-2015)
-2.3 REP DEMOKRAT KONGO (2004-2012)
-2.4 BURKINA FASO (1998-2014)
-2.4 MOLDOVA (2000-2015)
-2.4 INDIA (2004-2011)
-2.5 TIONGKOK (1999-2015)
-2.6 REPUBLIK KYRGYZ (2000-2015)
-2.7 REPUBLIK KONGO (2005-2011)
-3.1 CHAD (2003-2011)
-3.1 TAJIKISTAN (1999-2015)
-3.2 TANZANIA (2000-2015)

-3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0

Sumber : World Bank (data diolah)

Gambar 1.3 Penurunan Angka Kemiskinan Ekstrem Terbesar 15 Negara di Dunia

Penurunan tingkat kemiskinan yang telah dicapai tersebut tidak menutup

kemungkinan akan kembali meningkat. Analisis menunjukkan bahwa perbedaan

antara penduduk miskin dan hampir miskin sangat kecil, ini berarti kerentanan

untuk jatuh miskin sangat tinggi, sehingga strategi penanggulangan hendaknya

dipusatkan terhadap masyarakat yang penghasilannya paling rendah tersebut.

5
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah

pembangunan dalam bidang ekonomi melalui indikator pertumbuhan ekonomi,

tingkat inflasi, investasi atau penanaman modal, tingkat pendidikan masyarakat,

tingkat kesehatan masyarakat, jumlah lapangan kerja yang tersedia dan tingkat

pengangguran. Semakin tinggi tingkat inflasi maka masyarakat yang awalnya

dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan adanya harga barang dan jasa

yang tinggi kebutuhan tersebut pun tidak terpenuhi sehingga menimbulkan

kemiskinan. Menurut Sukirno (2000) kegiatan investasi yang dilakukan oleh

masyarakat secara terus menerus akan meningkatkan kegiatan ekonomi dan

kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf

kemakmuran masyarakat. Jika kemakmuran masyarakat meningkat maka

masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan pun akan berkurang.

Todaro (1997) menyatakan bahwa pendapatan yang rendah, perumahan

yang kurang layak, kesehatan yang buruk, angka kematian bayi yang tinggi, angka

harapan hidup yang relatif singkat, peluang untuk mendapatkan kesejahteraan

rendah serta pendidikan yang rendah adalah faktor penyebab kemiskinan..

Selanjutnya adalah hubungan lapangan kerja yang tersedia terhadap tingkat

kemiskinan Jika jumlah lapangan kerja yang tersedia sedikit hal ini akan

menyebabkan pengangguran tinggi. Pengangguran yang tinggi akan

mengakibatkan orang yang menganggur tidak bisa mendapatkan penghasilan

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga akibatnya jumlah penduduk

miskin akan meningkat.

Pertumbuhan ekonomi merupakan persyaratan pertama dari pengetasan

kemiskinan ( Kraay:2006). Dari tahun 1970an sampai tahun 1990, pertumbuhan

6
Universitas Sumatera Utara
ekonomi telah berjalan pesat dan menjangkau penduduk miskin, setiap poin

persentase kenaikan pengeluaran rata-rata menghasilkan penurunan 0,3% angka

kemiskinan. Indonesia juga berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang

cukup tinggi terutama periode 1990-1996 yaitu dengan tingkat pertumbuhan

Produk Domestik Bruto rata-rata 7,28% per tahun.

10

-5

-10

-15

PDB(%)

Sumber : BPS (data diolah)

Gambar 1.4 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1998-2019

Data yang ditunjukkan pada gambar 1.4 adalah perkembangan

pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 21 tahun terakhir yang cenderung

mengalami peningkatan secara terus menerus. Namun ada tahun tahun tertentu

yang mengalami angka penurunan, yaitu pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi

dari 5,69% turun menjadi 5,5%. Penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut

berbanding terbalik dengan angka kemiskinan yang mengalami peningkatan. Pada

tahun tersebut angka kemiskinan meningkat dari 15,97% menjadi 17,75%.

Namun, penurunan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada tahun 2009 tidak

menyebabkan kenaikan tingkat kemiskinan, malah sebaliknya mengalami

7
Universitas Sumatera Utara
penurunan juga. Pertumbuhan ekonomi menurun dari 6,01% turun menjadi

4,63%, sejalan dengan penurunan angka kemiskinan yaitu 15,42% turun menjadi

14,15%.

Teori trickle-down effect yang dikembangkan oleh Arthur Lewis(1954)

dan diperluas oleh Ranis dan Fei (1968) menjelaskan bahwa kemajuan yang

diperoleh sekelompok masyarakat akan sendirinya menetes kebawah sehingga

menciptakan lapangan kerja dan berbagai peluang ekonomi yang pada akhirnya

akan menumbuhkan berbagai kondisi demi terciptanya distribusi hasil-hasil

pertumbuhan ekonomi yang merata. Teori tersebut mengimplikasikan bahwa

ketika ekonomi bertumbuh, akan dirasakan oleh penduduk kaya dan kemudian

pada tahap selanjutnya penduduk miskin akan memperoleh manfaat ketika

penduduk kaya membelanjakan hasil dari yang diterimanya. Hal ini berarti tingkat

kemiskinan akan berkurang dalam skala kecil bila penduduk miskin hanya

menerima sedikit manfaat dari total manfaat yang ditimbulkan oleh pertumbuhan

ekonomi tersebut.

Pada tahap awal pembangunan akan ditandai dengan adanya pertumbuhan

ekonomi yang tinggi disertai dengan tingkat ketimpangan pendapatan dan juga

kemiskinan. Kondisi tersebut akan berlangsung sampai pada titik krisis tertentu,

dimana tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan diikuti oleh menurunnya

tingkat kemiskinan (Kuznets: (1955). Negara-negara yang mengalami goncangan

makroekonomi memiliki pertumbuhan ekonomi dan pengurangan tingkat

kemiskinan yang lebih lamban dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki

pengelolaan makroekonomi yang lebih baik (Bank Dunia, 2005a). Variabel-

8
Universitas Sumatera Utara
variabel makroekonomi tersebut adalah tingkat pendapatan nasional, tingkat

kesempatan kerja, laju inflasi, tingkat investasi, dan neraca pembayaran.

Variabel-variabel yang mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

yang diukur melalui Produk Domestik Bruto ( PDB) diantaranya konsumsi rumah

tangga (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan net ekspor (X-M).

Peningkatan yang terjadi pada konsumsi rumah tangga berarti adanya peningkatan

permintaan terhadap barang dan jasa. Peningkatan permintaan terhadap barang

dan jasa akan memaksa perekonomian untuk meningkatkan produksi barang dan

jasa. Peningkatan produksi barang dan jasa akan menyebabkan peningkatan

terhadap pertumbuhan ekonomi.

Teori pengeluaran pemerintah dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave

yang menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan

ekonomi yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tahap awal, pada tahap

awal perkembangan ekonomi persentasi investasi besar, sebab pemerintah harus

menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan

sebagainya. Tahap menengah, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun peranan

investasi swasta sudah semakin membesar. Tahap lanjut, pembangunan ekonomi

dan aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-

pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan

program pelayanan kesehatan masyarakat (Mangkoesoebroto, 2008). Selanjutnya,

net ekspor yang dilakukan suatu negara akan berdampak positif terhadap

pertumbuhan ekonomi apabila nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan nilai

9
Universitas Sumatera Utara
impor sehingga akan meningkatkan pendapatan nasional dan merangsang

pertumbuhan ekonomi

Faktor penentu tinggi atau rendahnya tingkat kemiskinan selanjutnya

adalah investasi. Investasi adalah fungsi dari pembentukan modal (capital) dan

penyerapan tenaga kerja (labor). Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat

tidak terlepas dari investasi pembangunan, yaitu pembentukan modal.

Pembentukan modal dilakukan untuk memperbesar kapasitas produksi yang akan

menaikkan pendapatan nasional ataupun menciptakan lapangan kerja yang lebih

banyak. Apabila jumlah lapangan kerja semakin banyak akan diikuti dengan

banyaknya jumlah tenaga kerja yang terserap, maka akan berpotensi menurunkan

jumlah tingkat kemiskinan dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Hal tersebut memiliki makna bahwa semakin tinggi investasi yang

ditanamkan maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin.

Sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997-1998, investasi Indonesia

anjlok, bahkan terjadi pelarian modal (capital flight) US$10 miliar setiap tahun.

Menurut Badan Koordinasi Modal (BKPM) 2004, salah satu unsur penggerak

pertumbuhan ekonomi yang belum pulih adalah investasi. Tingkat investasi tahun

2002 hanya mencapai sekitar 75% dibandingkan dengan sebelum krisis tahun

1996. Pelambatan pemulihan investasi tersebut mengakibatkan peranan investasi

dalam pembentukan PDB menurun dari 29,6% tahun 1996 menjadi 20,2% pada

tahun 2002.

Investasi terbagi dua yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan

Penanaman Modal Asing (PMA). Menurut Ghou dan Soumaru (2012) Penanaman

10
Universitas Sumatera Utara
Modal Asing harus dirancang dengan cermat untuk mengarahkan penanaman

modal asing tersebut pada sektor ekonomi yang produktif, ini akan menciptakan

lapangan pekerjaan untuk masyarakat lokal dan mengembangkan keterampilan

lokal sehingga merangsang penurunan tingkat kemiskinan di daerah tersebut.

Tabel 1.1 Perkembangan Investasi di Indonesia 2010-2019


PMDN PMA
Tahun
Proyek Nilai Investasi Proyek Nilai Investasi
(Triliun Rupiah) (Triliun Rupiah)
2010 875 60,5 3.076 145.79
2011 1.313 76 4.342 176.59
2012 1.210 92,2 4.579 237.54
2013 2.129 128,2 9.612 348.82
2014 1.652 156,1 8.885 354.91
2015 5.100 179,5 17.738 403.86
2016 7.511 216,3 25.321 389.16
2017 8.838 262,3 26.257 436.78
2018 10.815 328,8 21.972 424.41
2019 30.451 386,5 30.354 392.13
Sumber: BKPM dan BPS

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa realisasi nilai investasi Penanaman Modal

Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia tahun 2010-2019 dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan dan tahun 2019 adalah yang tertinggi yaitu sebesar Rp

30.451 triliun. Sedangkan Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA)

menunjukkan pergerakan yang fluktuatif. Angka tertinggi investasi PMA terjadi

pada tahun 2017 sebesar Rp 436.78 triliun. Pada tahun 2015 realisasi investasi

meningkat sebesar 17,8% maka pada tahun berikutnya terjadi penurunan tingkat

kemiskinan di angka 10,67%. Angka ini menunjukkan bahwa ketika investasi

ditingkatkan maka berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan.

Sedangkan jumlah proyek PMA dan PMDN selama sepuluh tahun terakhir adalah

fluktuatif.

11
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sukirno (2010:50) salah satu faktor penting untuk menentukan

kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatannya. Pendapatan

masyarakat mencapai maksimum jika tingkat penggunaan tenaga kerja penuh

dapat terwujud, sehingga apabila tidak bekerja atau menganggur maka itu

mengurangi pendapatan mereka sehingga kesejahteraannya pun tidak tercapai dan

ini akan menyebabkan kemiskinan.

Tabel 1.2 Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia 2010-2019


Penduduk 15 Tahun ke Atas
Tahun Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
2010 116.527.546 108.207.767 8.319.779
2011 116.097.701 107.416.309 8.681.392
2012 119.849.734 112.504.868 7.344.866
2013 120.172.003 112.761.072 7.410.931
2014 121.872.931 114.628.026 7.244.905
2015 122.380.021 114.819.199 7.560.822
2016 125.443.748 118.411.973 7.031.775
2017 128.062.746 121.022.423 7.040.323
2018 133.355.571 126.282.186 7.073.385
2019 135.859.695 128.755.271 7.104.424
Sumber: BPS

Pada tabel 1.2 dapat dilihat bahwa tren tenaga kerja meningkat setiap

tahunnya dari tahun 2010 sampai 2019. Jumlah tenaga kerja tertinggi yaitu pada

tahun 2019 sebesar 128.755.271 jiwa berbanding terbalik dengan tren

pengangguran yang setiap tahunnya menurun, dengan jumlah 7.104.424 jiwa pada

tahun 2019 . Hal ini menunjukkan bahwa ketika tenaga kerja meningkat maka

jumlah pengangguran pun menurun. Jika jumlah pengangguran menurun maka

angka kemiskinan akan menurun, sehingga dengan adanya penyerapan tenaga

kerja akan berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan latar

belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul;

12
Universitas Sumatera Utara
“Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia”, apakah mendukung hipotesis

yang menyatakan bahwa investasi, tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi akan

menurunkan tingkat kemiskinan atau sebaliknya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena masalah yang dipaparkan dalam latar belakang

masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengaruh investasi terhadap tingkat kemiskinan di

Indonesia?

2. Bagaimanakah pengaruh tenaga kerja terhadap tingkat kemiskinan di

Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat

kemiskinan di Indonesia?

13
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Menganalisis pengaruh investasi terhadap tingkat kemiskinan di

Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh tenaga kerja terhadap tingkat kemiskinan di

Indonesia

3. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat

kemiskinan di Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah dalam

menetapkan kebijakan-kebijakan yang mampu memberantas

kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.

2. Sebagai bahan pertimbangan dan pengoptimalisasi informasi bagi

pemerintah dalam mengambil keputusan untuk perencanaan

pembangunan ekonomi di Indonesia.

3. Sebagai referensi bagi peneliti yang berminat untuk mengkaji dalam

bidang yang sama dengan pendekatan dan ruang lingkup yang berbeda.

14
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan

2.1.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (2000) merupakan keadaan

dimana seseorang individu atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi

kebutuhan dasarnya, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan,

dan kesehatan yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dan memiliki standar

tertentu. Sedangkan menurut Sukirno (2006) menyatakan bahwa kemiskinan

bersifat multidimensional dengan banyak aspek didalamnya. Aspek primer yaitu

miskin asset, organisasi politik, pengetahuan dan keterampilan. Aspek sekunder

yaitu miskin jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi. Kemiskinan

tersebut ada dalam bentuk kekuarangan air, gizi, perumahan layak huni,

rendahnya pelayanan kesehatan dan juga rendahnya tingkat pendidikan.

Menurut Chamber (1998) bahwa kemiskinan adalah suatu integrated

concept yang memiliki lima dimensi, yaitu kemiskinan (proper),

ketidakberdayaan (powerless), kerentanan menghadapi situasi darurat (state of

emergency), ketergantungan (dependence), dan keterasingan (isolation).

Kemiskinan adalah profil kehidupan masyarakat yang menggambarkan

ketidakmampuannya untuk hidup layak dan berpartisipasi dalam pembangunan

yang sedang dan terus berjalan. Kemiskinan tersebut akan menghambat

perkembangannya dirinya, mempersulit masyarakat secara luas, dengan

sendirinya menghambat pembangunan (Pasandaran, 1994).

15
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ravallion (2001), kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki

tempat tinggal, jika sakit tidak memiliki dana untuk berobat. Orang miskin

umumnya tidak dapat membaca karena tidak mampu bersekolah, tidak memiliki

pekerjaan, takut menghadapi masa depan, kehilangan anak karena sakit.

Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, terpinggirkan tidak memiliki rasa bebas.

Selanjutnya, menurut Sen (1985) dalam Hajiji (2010) kemiskinan adalah

kegagalan untuk berfungsinya beberapa kapabilitas dasar atau dengan kata lain

seseorang dikatakan miskin jika seseorang yang kekurangan kesempatan untuk

mencapai kapabilitas dasar ini. Kemiskinan jangan dianggap hanya sebagai

pendapatan rendah (low income), tetapi harus dianggap sebagai ketidakmampuan

kapabilitas ( capability handicap).

Berdasarkan beberapa defenisi diatas, maka kemiskinan dapat diartikan

sebagai seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu memenuhi

kebutuhan dasar, tidak mampu untuk hidup layak, rentan menghadapi situasi

darurat, yang akan menghambat perkembangan diri, sehingga bergantung kepada

masyarakat luas yang pada akhirnya menghambat pembangunan di sekitarnya.

Ragnar Nurkse (1953) dalam Mudrajat kuncoro (2000) juga

mengemukakan bahwa negara yang miskin itu miskin karena negara itu miskin (a

poor country is poor because it is poor.” Kemiskinan menjadi sebuah hubungan

sebab akibat dan terdapatnya hubungan kausalitas yang membentuk sebuah

lingkaran paradigma kemiskinan. Lingkaran paradigma kemiskinan ini

menggambarkan bahwa kemiskinan disebabkan karena kemiskinan itu sendiri “

The vicious circle of Poverty”.

16
Universitas Sumatera Utara
modal

Investasi Produktifitas
rendah rendah

Tabungan
Rendah
rendah

Kemiskinan
meningkat

Sumber: Kuncoro, (2000)


Gambar 2.1 Paradigma Lingkaran Kemiskinan

Lingkaran setan kemiskinan adalah serangkaian kekuatan yang saling

mempengaruhi, sehingga menimbulkan suatu keadaan dimana suatu negara

khususnya negara berkembang mengalami banyak masalah untuk mencapai

kesejahteraan masyarakatnya. Ini berawal dari pendapatan masyarakat yang

rendah dikarenakan produktifitasnya juga rendah. Jika produktifitas rendah maka

mengakibatkan peningkatan kemiskinan, kemiskinan yang meningkat

menyebabkan tingkat tabungan rendah yang pada akhirnya investasi juga rendah.

Investasi yang rendah mengakibatkan kekurangan modal, modal yang mengalir

berkurang yang mengakibatkan penurunan pada tingkat produktifitas,

produktifitas yang rendah mengakibatkan pendapatan menjadi rendah, begitu

17
Universitas Sumatera Utara
pula seterusnya, sehingga membentuk sebuah lingkaran paradigma kemiskinan

seperti pada gambar 2.1.

Menurut Nurkse, lingkaran setan kemiskinan tersebut dapat digunting

melalui pembentukan modal. Pembentukan modal (capital formation) adalah

ketika masyarakat tidak menggunakan seluruh aktivitas produktifnya saat ini

untuk kebutuhan dan keinginan konsumsi, tetapi menggunakan sebagian saja

untuk pembuatan barang modal. Pembuatan barang modal tersebut seperti alat-

alat, mesin, fasilitas angkutan, pabrik dan segala macam bentuk modal nyata yang

dapat dengan cepat meningkatkan manfaat upaya produktif. Pembentukan modal

atau investasi tidak saja meningkatkan produksi tetapi juga kesempatan kerja.

Pembentukan modal menghasilkan kemajuan teknik yang menunjang tercapainya

ekonomi produksi skala luas dan meningkatkan spesialisasi. Pembentukan modal

memberikan mesin, alat dan perlengkapan bagi tenaga kerja sehingga

pembentukan modal juga menguntungkan para tenaga kerja.

Menurut Todaro dan Smith (2006) kemiskinan yang terjadi di negara negara

berkembang akibat dari interaksi antara 6 karakteristik berikut :

1. Tingkat Pendapatan nasional negara-negara berkembang relatif rendah dan

laju pertumbuhan ekonominya tergolong lambat.

2. Pendapatan perkapita negara-negara berkembang rendah dan

pertumbuhannya sangat lambat, bahkan beberapa yang mengalami

stagnasi

3. Distribusi pendapatan sangat timpang dan tidak merata

4. Mayoritas penduduk di negara-negara berkembang terpaksa hidup

dibawah kemiskinan absolut.

18
Universitas Sumatera Utara
5. Fasilitas dan pelayanan kesehatan buruk dan sangat terbatas, kekurangan

gizi dan banyaknya wabah penyakit sehingga tingkat kematian bayi di

negara-negara berkembang sepuluh kali lebih tinggi dengan yang ada di

negara maju.

6. Kurikulum dan fasilitas pendidikan di negara-negara berkembang relatif

masih kurang relevan dan kurang memadai.

2.1.2 Pengukuran Kemiskinan

Uni eropa umumnya mendefinisikan penduduk miskin sebagai mereka

yang mempunyai pendapatan perkapita dibawah 50% dari rata-rata pendapatan.

Ketika rata-rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan juga relatif meningkat.

Dua ukuran kemiskinan yang digunakan oleh Bank Dunia adalah :

a. Dengan pengeluaran US$ 1 per kapita per hari dimana perkiraan

ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran

tersebut.

b. Dengan pengeluaran US$ 2 per kapita per hari dimana lebih dari 2

miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. Dollar

yang digunakan adalah US$ PPP (Purchasing Power Parity),

bukan nilai tukar resmi (exchange rate). Kedua batas ini adalah

garis kemiskinan absolut.

Masyarakat miskin adalah masyarakat yang pengeluarannya atau

pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan (Haughton dan Shahidur, 2012).

Garis Kemiskinan (GK) merupakan Garis Kemiskinan Makanan (GKM)

dijumlahkan dengan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang

rata-rata pengeluaran perkapitanya per bulan berada di bawah garis kemiskinan

19
Universitas Sumatera Utara
dikategorikan sebagai penduduk miskin (BPS, 2016). GKM yaitu nilai

pengeluaran kebutuhan minimum makanan seseorang yang disetarakan dengan

2100 kilo kalori per kapita per hari. Sedangkan GKNM yaitu kebutuhan minimum

untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Ragnar Nurkse (1953) dalam Mudrajat Kuncoro (1997) membagi kemesikinan

menjadi beberapa ukuran, yaitu:

a. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan yang diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan

seseorang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh

kebutuhan dasarnya. Individu atau kelompok yang termasuk dalam ukuran

kemiskinan absolut ini memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan dan

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya seperti makanan,

pakaian, serta tempat tinggal.

b. Kemiskinan Relatif

Individu atau kelompok yang termasuk dalam ukuran kemiskinan

relatif apabila kebutuhan dasarnya telah terpenuhi, namun masih jauh lebih

rendah dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan ukuran ini,

garis kemiskinan akan mengalami perubahan apabila tingkat hidup masyarakat

berubah, sehingga pengukuran kemiskinan relatif bersifat dinamis atau akan

selalu ada.

c. Kemiskinan Kultural

Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau

sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat

kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya atau

20
Universitas Sumatera Utara
dengan kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya sendiri yaitu

pemalas dan tidak mau memperbaiki kondisinya.

Menurut BPS (2006) terdapat 14 kriteria keluarga miskin yaitu (1) luas lantai

bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang, (2) jenis lantai bangunan

tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan, (3) jenis dinding tempat

tinggal terbuat dari bambu/rimbia/kayu berkualitas rendah/dinding tembok tidak

diplester, (4) tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah

tangga lain, (5) sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik, (6)

sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/ sungai/air hujan,

(7) kayu bakar/arang/minyak tanah sebagai bahan bakar memasak sehari-hari, (8)

hanya mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam 1 minggu, (9) hanya

membeli satu setel pakaian baru dalam setahun, (10) hanya sanggup makan satu

kali/ dua kali dalam 1 hari, (11) tidak sanggup membayar pengobatan di

puskesmas/poliklinik, (12) sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani

dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan,

atau pekerjaan lain dengan pendapatan di bawah Rp600.000 per bulan, (13)

pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya

tamat SD, dan (14) tidak memiliki tabungan/barang mudah dijual dengan nilai

Rp500.000 seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal

lainnya. Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka rumah tangga itu dikategorikan

miskin.

Sedangkan menurut World Bank (2013) dalam mengkaji permasalahan

kemiskinan di Indonesia, sedikitnya terdapat 9 dimensi kemiskinan yang perlu

dipertimbangkan yaitu (1) ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (pangan,

21
Universitas Sumatera Utara
sandang, dan perumahan), (2) aksesibilitas yang rendah terhadap kebutuhan dasar

lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi yang baik, air bersih, dan transportasi),

(3) lemahnya kemampuan untuk melakukan akumulasi kapital, (4) rentan terhadap

faktor guncangan eksternal yang bersifat individual maupun massal, (5)

rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan rendahnya pengelolaan dan

penguasaan sumber daya alam (SDA) untuk kesejahteraan, (6) ketidakterlibatan

dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, (7) terbatasnya akses terhadap kesempatan

kerja secara berkelanjutan, (8) ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik

maupun cacat mental, dan (9) ketidakmampuan secara sosial.

Indikator kemiskinan ada bermacam-macam yakni: konsumsi beras per kapita

per tahun, tingkat pendapatan, tingkat kecukupan gizi, kebutuhan fisik minimum

(KFM), dan tingkat kesejahteraan (Lincolin Arsyad,2004) .

1) Tingkat Konsumsi Beras .

Sajogyo(1997) menggunakan tingkat konsumsi beras per kapita

sebagai indikator kemiskinan. Untuk daerah perdesaan, penduduk dengan

konsumsi beras kurang dari 240 kg per kapita per tahun bias digolongkan

miskin. Sedangkan untuk daerah perkotaan adalah 360 kg per kapita per

tahun.

2) Tingkat Pendapatan.

Menurut BPS di daerah perkotaan pendapatan yang dibutuhkan

untuk melepaskan diri dari kategori miskin adalah Rp.356.378,00 per

kapita/bulan pada tahun 2015, sedang pada tahun 2019 adalah

Rp.458.380,00. Di daerah perdesaan pendapatan yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan

22
Universitas Sumatera Utara
perkotaan yakni sekitar Rp 333.034,00 pada tahun 2015 dan Rp

418.515,00 pada tahun 2019. Hal ini dapat dipahami karena dinamika

kehidupan yang berbeda antara keduanya. Penduduk di daerah perkotaan

mempunyai kebutuhan relatif sangat beragam dibandingkan dengan daerah

perdesaan sehingga mempengaruhi pula pola pengeluaran

3) Indikator Kesejahteraan Rakyat

Selain data pendapatan dan pengeluaran, ada berbagai komponen

tingkat kesejahteraan yag lain yang sering digunakan. Pada publikasi UN

(1961) yang berjudul International Definitin and Measuremen of Levels of

Living: An Interim Guide disarankan 9 komponen kesejahteraan yaitu

kesehatan, konsumsi makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja,

perumahan, jaminan sosial, rekreasi dan kebebasan.

Indikator kemiskinan yang digunakan oleh Bappenas (Harniati, 2010) adalah :

 Keterbatasan pangan, merupakan ukuran yang melihat kecukupan pangan

dan mutu pangan yang dikonsumsi. Ukuran indikator ini adalah stok

pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin, dan

buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu.

 Keterbatasan akses kesehatan, merupakan ukuran yang melihat

keterbataan akses kesehatan dan rendahnya mutu layanan kesehatan.

Keterbatasan akses kesehatan dilihat dari kesulitan mendapatkan layanan

kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya

layanan reproduksi, jauhnya jarak fasilitas layanan kesehatan, mahalnya

biaya pengobatan dan perawatan. Kelompok miskin umumnya cenderung

memanfaatkan pelayanan di puskesmas dibandingkan dengan rumah sakit.

23
Universitas Sumatera Utara
 Keterbatasan akses pendidikan. Indikator ini diukur dari mutu pendidikan

yang tersedia, mahalnya biaya pendidikan, terbatasnya fasilitas

pendidikan, rendahnya kesempatan memperoleh pendidikan.

 Keterbatasan akses pada pekerjaan. Indikator ini diukur dari terbatasnya

kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan terhadap asset

usaha, perbedaan upah, lemahnya perlindungan kerja terutama bagi

pekerja anak dan pekerja perempuan.

 Keterbatasan akses terhadap layanan perumahan dan sanitasi. Indikator

yang digunakan adalah kesulitan memiliki rumah yang sehat dan layak

huni, dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak.

 Keterbatasan akses terhadap air bersih. Indikator yang digunakan adalah

sulitnya mendapatkan air bersih, terbatasnya penguasaan sumber air, dan

rendahnya mutu sumber air.

 Keterbatasan akses terhadap tanah. Indikator yang digunakan adalah

struktur kepemilikan dan penguasaan tanah dan ketidakpastian

kepemilikan.

 Keterbatasan akses terhadap sumber daya alam. Indikator yang digunakan

adalah buruknya kondisi lingkungan hidup, rendahnya sumber daya alam.

Indikator ini sangat terkait dengan penghasilan yang bersumber dari

sumber daya alam, seperti daerah perdesaan, daerah pesisir, dan daerah

pertambangan.

 Tidak adanya jaminan rasa aman, indikator ini berkaitan dengan tidak

terjaminnya keamanan dalam menjalani kehidupan baik sosial maupun

ekonomi.

24
Universitas Sumatera Utara
 Keterbatasan akses untuk partisipasi. Indikator ini diukur melalui

rendahnya keterlibatan dalam pengambilan kebijakan.

 Besarnya beban kependudukan, indikator ini berkaitan dengan besarnya

tanggungan keluarga, dan besarnya tekanan hidup.

Kondisi kemiskinan yang dialami sekelompok masyarakat berbeda beda

atau bersifat heterogen, oleh karena itu perlu dilakukan tingkatan untuk dapat

mengetahui kondisi terparah dari kemiskinan. Tingkatan dari kondisi kemiskinan

yang terdapat dalam masyarakat dapat dikelompokan dalam tiga tingkatan

(Sahyuti, 2006 : 95), yaitu :

1) Kelompok yang paling miskin (destitute), merupakan kelompok yang

memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan, tidak memiliki

sumber pendapatan, dan tidak memiliki akses terhadap pelayanan

sosial.

2) Kelompok miskin (poor), merupakan kelompok kemiskinan yang

memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan, namun masih

memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar.

3) Kelompok Rentan (vulnerable group) merupakan kelompok miskin

yang memiliki kehidupan yang lebih baik, namun mereka rentan

terhadap berbagai perubahan sosial disekitarnya.

Untuk menghitung tingkat kemiskinan yaitu sebagai berikut:

25
Universitas Sumatera Utara
Dimana:

α =0
z = garis kemiskinan.
Yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada
dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
n = jumlah penduduk.

2.1.3 Teori Kemiskinan

a. Paradigma Kemiskinan

Terdapat dua paradigma besar yang menyangkut pemahaman tentang

kemiskinan dan penanggulangannya. Paradigma tersebut antara lain :

1) Paradigma neo-liberal

Pendekatan ini memberikan kebebasan individu sebagai komponen

yang penting dalam suatu masyarakat. Pendekatan ini memberikan

penjelasan bahwa kemiskinan merupakan persoalan individu yang

merupakan akibat dari pilihan-pilihan individu. Bagi pendekatan ini

kekuatan pasar merupakan kunci utama dalam menyelesaikan masalah

kemiskinan. Hal ini dikarenakan dengan kekuatan pasar yang diperluas

dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dapat menghapuskan

kemiskinan (Syahyuti, 2006). Bagi pendekatan ini strategi dalam

menanggulangi kemiskinan bersifat sementara dan peran negara sangat

minimum. Peran negara akan dilaksanakan bila institusi-institusi di

masyarakat, seperti keluarga, kelompok-kelompok swadaya, maupun

lembaga-lembaga lainnya tidak mampu lagi menangani kemiskinan.

26
Universitas Sumatera Utara
2) Paradigma demokrasi-sosial

Dalam paradigma ini tidak melihat kemiskinan sebagai persoalan

individu, tetapi lebih melihatnya sebagai persoalan struktural.

Ketidakadilan dan ketimpangan yang terjadi di masyarakatlah yang

mengakibatkan kemiskinan ada dalam masyarakat. Pada pendekatan ini

tertutupnya akses-akses untuk kelompok tertentu menjadi penyebab

terjadinya kemiskinan. Pendekatan ini sangat mengkritik sistem pasar

bebas, namun masih memandang sistem kapitalis sebagai bentuk

pengorganisasian ekonomi yang paling efektif sehingga tidak harus

dihapuskan (Cheyne, O’Brien dan Belgrave, 1998).

Pendekatan ini menekankan pada kesetaraan masyarakat sebagai

syarat penting dalam memperoleh kemandirian dan kebebasan (Syahyuti,

2006). Kemandirian dan kebebasan tersebut akan dapat tercapai bila setiap

orang memiliki atau mampu menjangkau sumber-sumber bagi potensi

dirinya, seperti pendidikan, kesehatan yang baik dan pendapatan yang

cukup. Kebebasan yang dimaksud bukan sekedar bebas dari pengaruh luar

namun bebas pula dalam menentukan pilihan-pilihan. Disinilah peran

negara diperlukan agar mampu memberikan jaminan bagi setiap individu,

ikut berpartisipasi dalam transaksi-transaksi kemasyarakatan, dimana

mereka dapat menentukan pilihan-pilihannya dan memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya. Peran negara di pendekatan ini cukup penting terutama

dalam merumuskan strategi dalam menanggulangi kemiskinan. Bagi

pendekatan ini kemiskinan tersebut harus ditangani secara institusional

(melembaga), misalnya melalui program jaminan sosial.

27
Universitas Sumatera Utara
b. Sustainable Development Goals (SDGs)

Tujuan utama SDGs adalah mengurangi kemiskinan dalam segala bentuk.

Tujuan tersebut dipaparkan dalam 2 poin. Pertama, diharapkan pada tahun 2030

mengurangi kemiskinan ekstrem untuk semua orang dimanapun, dengan standar

pengukuran dibawah US$ 1,25 per hari. Standar ini tertuang pada UNDP (United

Nation Development Program) dalam Sustainable Development Goals (SDGs)

2015 yang menetapkan kemiskinan absolut jika penghasilan seseorang di bawah

US$ 1,25 per hari. Kedua adalah, pada tahun 2030, diharapkan dapat mengurangi

paling tidak setengah dari proporsi pria, wanita dan anak- anak untuk semua

umur, yang hidup dalam kemiskinan untuk semua dimensi sesuai dengan definisi

nasional.

2.1.4 Faktor- Faktor Penyebab Kemiskinan

Hampir 40% penduduk hidup hanya sedikit di atas garis kemiskinan

nasional dan mempunyai pendapatan kurang dari US$2 per hari. Perubahan

sedikit saja dalam tingkat harga khususnya harga BBM, pendapatan, dan kondisi

kesehatan, dapat menyebabkan mereka berada dalam kemiskinan, setidaknya

untuk sementara waktu (Kuncoro 2000, dalam Saragih, P.J. 2014)

Menurut Handayani (2006) faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan

adalah: (1) kesempatan kerja, seseorang itu miskin disebabkan karena

menganggur, sehingga tidak mendapatkan penghasilan atau jika bekerja tidak

penuh, baik dalam hitungan hari, minggu, bulan maupun tahun, (2) upah gaji

berada dibawah gaji minimum, (3) produktivitas kerja rendah, (4) tidak adanya

aset, (5) diskriminasi, (6) tekanan harga, serta (7) penjualan tanah.

28
Universitas Sumatera Utara
Penyebab kemiskinan menurut Paul Spicker (2002) dapat dibagi menjadi

empat :

1. Individual Explanation, kemiskinan yang terjadi karena karakteristik orang

miskin itu sendiri, seperti malas, pilihan yang salah, gagal dalam berkerja,

cacat bawaan, belum siap memiliki anak, dan sebagainya.

2. Familiar Explanation, kemiskinan yang terjadi karena faktor keturunan,

dimana antar generasi ke generasi terjadi ketidakberuntungan yang terjadi

terus menerus, sehingga tidak mampu memperoleh pendidikan yang

seharusnya mampu untuk mengeluarkan dari jerat kemiskinan yang ada.

3. Subscultural Explanation, kemiskinan yang terjadi karena karakteristik

yang terdapat dalam suatu lingkungan, yang berakibat pada moral dari

masyarakat di sekitar lingkungan.

4. Structural Explanation, kemiskinan yang terjadi karena adanya anggapan

bahwa kemiskinan sebagai produk dari masyarakat, sehingga menciptakan

adanya ketidakseimbangan dan ketimpangan sosial dengan membedakan

status dan hak.

Sharp,et.al (dikutip dari Kuncoro, 1997) penyebab kemiskinan ada tiga

macam, yaitu:

1. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola

kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang

timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah

terbatas dan kualitasnya rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya

manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti

29
Universitas Sumatera Utara
produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah.

Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya

pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena

keturunan.

3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga

penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan

kemiskinan(vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan,

ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya

produktivitas. Rendahnya produktivitasnya mengakibatkan rendahnya

pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi

pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat

pada keterbelakangan, dan seterusnya( lihat Gambar 2.1) . Logika berpikir

ini dikemukan oleh Ragnar Nurkse, ekonom pembangunan ternama, di

tahun 1953, yang mengatakan: “ a poor country is poor because it is poor”

( negara itu miskin karena dia miskin).

Nasikun dalam Suparyanto (2013) menyoroti beberapa sumber dan proses

penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :

1. Policy induces processes, yaitu proses kemiskinan yang dilestarikan,

direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy)

diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru

melestarikan.

2. Socio-economic/Dualism, yaitu negara ekskoloni yang mengalami

kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marginal

30
Universitas Sumatera Utara
karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan

berorientasi ekspor.

3. Population Growth, yaitu perspektif yang didasari pada teori Malthus

bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan

pangan seperti deret hitung.

4. Resources Management and The Environment, yaitu adanya unsur

misalnya manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti

manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

5. Natural Cycles and Processes, yaitu kemiskinan yang terjadi karena siklus

alam. Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan

akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air,

sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal terus-

menerus.

6. The Marginalization of Woman, yaitu peminggiran kaum perempuan

karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua,

sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah

dari laki-laki.

7. Cultural and Ethnic Factors, yaitu bekerjanya faktor budaya dan etnik

yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani

dan nelayan ketika panen raya dan upacara adat-istiadat keagamaan.

8. Explotative Intermediation, yaitu keberadaan penolong yang menjadi

penodong, seperti rentenir (lintah darat).

31
Universitas Sumatera Utara
9. Internal Political Fragmentation and Civil Stratfe, yaitu suatu kebijakan

yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya yang kuat,

dapat menjadi penyebab kemiskinan.

10. International Processes, yaitu bekerjanya sistem-sistem internasional

(kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin

miskin.

2.1.5 Dampak Adanya Kemiskinan

Dampak-dampak kemiskinan dapat terjadi diberbagai aspek, diantaranya

adalah:

1. Aspek kependudukan. Kemiskinan berdampak pada ketidakmerataan

pertumbuhan penduduk di setiap wilayah sehingga berakibat kepada

ketidakmerataan penyediaan berbagai sarana dan kebutuhan penduduk.

Terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan

lapangan kerja yang pada akhirnya meningatkan angka pengangguran.

2. Aspek ekonomi. Masalah ekonomi yang menyangkut ketidaksanggupan

masyarakat dalam memenuhi kebutuhan materinya. Sehingga

menyebabkan angka kematian akan tinggi karena kebutuhan dasar saja

tidak tepenuhi. Kemiskinan ini juga menjadikan penduduk tidak memiliki

kekuatan dalam mengembangkan perekonomiannya.

3. Aspek lingkungan. Kemiskinan mengancam ketentraman dan

kesejahteraan manusia, seperti keterbelakangan pembangunan,

pencemaran lingkungan, kebanjiran, dan tingkat kesehatan yang rendah

yang diakibatkan karena lingkungan yang kurang mendukung akibat

kemiskinan itu sendiri.

32
Universitas Sumatera Utara
4. Aspek pendidikan. Kemiskinan mengakibatkan masyarakat tidak mampu

dalam menempuh pendidikan. Padahal pendidikan adalah dasar

pembentukan kepribadian, dasar memajukan ilmu, memajukan teknologi

dan memajukan kehidupan sosial di dalam masyarakat.

5. Aspek sosial. Kemiskinan memberikan dampak terjadinya tindakan

kriminal yang sangat merugikan banyak orang, yang mengakibatkan rasa

ketidaknyamaan masyarakat sekitar. Masyarakat miskin cenderung

melakukan apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup mereka termasuk

melakukan kriminalitas.

6. Aspek pemberontakan. Pemberontakan adalah bentuk kekecewaan dari

masyarakat kepada pemerintah yang dinilai telah gagal dalam menciptakan

kesejahteraan rakyatnya, perang saudara antar golongan, etnis, dan

ideologi demi sebuah kekuasaan. Ini merupakan bentuk usaha masyarakat

untuk lepas dari jerat kemiskinan, mereka berharap terjadi perubahan nasib

menjadi lebih baik dari keadaan miskin yang menimpanya.

2.2 Teori Investasi Neo Klasik Solow Swan

Menurut Solow-Swan campur tangan pemerintah tidak perlu terlalu

banyak dalam mempengaruhi pasar. Namun pemerintah hanya sebatas campur

tangan dalam kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Dalam teori ini

menjelaskan tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal

(investasi), bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi.

Penjelasan dari teori neo-klasik ini menunjukkan bahwa untuk menciptakan suatu

pertumbuhan yang bagus maka diperlukan suatu tingkat saving yang tinggi dan

seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali.

33
Universitas Sumatera Utara
Teori ini menyatakan bahwa rasio modal-output (capital output ratio ) bisa

berubah. Artinya, untuk menciptakan sejumlah output tertentu bisa digunakan

jumlah modal yang berbeda-beda dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya

juga berbeda-beda. Jika modal yang digunakan sedikit maka tenaga kerja yang

dibutuhkan banyak, begitu juga sebaliknya jika tenaga kerja lebih sedikit tentunya

modal yang dibutuhkan harus banyak. Dengan adanya fleksibilitas ini maka untuk

menghasilkan tingkat output tertentu, perekonomian tersebut mempunyai

kebebasan yang tidak terbatas dalam menentukan modal dan tenaga kerja yang

akan digunakan.

Model dasar pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow Neo

Classical Growth Model) (Mankiw, 2003) adalah:

Y=f (K,L)

Dimana:
Y = output
K = Kapital/ modal fisik
L = Angkatan kerja

Peran pembentukan modal dan angkatan kerja adalah faktor utama dalam

pertumbuhan output. Pertumbuhan output akan terjadi apabila ada modal dan ada

pertumbuhan angkatan kerja. Fungsi produksi ini menyatakan bahwa output total

(Y) bergantung pada jumlah unit modal (K) dan jumlah pekerja (L). Kapital

dalam bentuk investasi berpengaruh positif terhadap output. Semakin tinggi

investasi maka output yang dihasilkan juga semakin tinggi. Begitu juga dengan

variabel tenaga kerja, jika tenaga kerja yang digunakan banyak maka output yang

dihasilkan pun meningkat. Peningkatan output inilah yang akan menambah

kontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi.

34
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Todaro, 2000
Gambar 2.2 Fungsi Produksi

Dalam teori Harrod-Domar ini, fungsi produksinya berbentuk L karena

sejumlah modal hanya dapat menciptakan suatu tingkat output tertentu (modal dan

tenaga kerja yang tidak substitutif). Untuk menghasilkan output sebesar Q1

diperlukan modal K1 dan tenaga kerja L1, dan apabila kombinasi itu berubah

maka tingkat output berubah. Untuk output sebesar Q2, misalnya hanya dapat

diciptakan jika stok modal sebesar K2. Menurut Harrod-Domar, setiap

perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan

nasionalnya jika hanya untuk menggantikan barang-barang modal seperti gedung-

gedung, peralatan dan material yang rusak. Tetapi, untuk menumbuhkan

perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok

modal.

Menurut Sukirno (2000) kegiatan investasi yang dilakukan oleh masyarakat

secara terus menerus akan meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja,

meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran

masyarakat. Peranan ini bersumber dari fungsi kegiatan investasi, yaitu:

35
Universitas Sumatera Utara
1. Investasi salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga

kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan

nasional serta kesempatan kerja.

2. Pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah

kapasitas produksi.

3. Investasi akan selalu diikuti oleh perkembangan teknologi.

Jadi, investasi adalah pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang

modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan

terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan

digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan.

2.2.1 Jenis Investasi

Berdasarkan jenisnya investasi dibagi menjadi dua, Pertama investasi

pemerintah, adalah investasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah. Pada umumnya investasi yang dilakukan oleh pemerintah

tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; Kedua investasi swasta,

adalah investasi yang dilakukan oleh sektor swasta nasional yaitu Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) ataupun investasi yang dilakukan oleh swasta

asing atau disebut Penanaman Modal Asing (PMA).

2.2.2 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 pasal 1,

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal

untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan

oleh penanaman modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

Jadi, penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan kekayaan dari kekayaan

36
Universitas Sumatera Utara
masyarakat di negeri Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang

dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili

di Indonesia yang disediakan baik secara langsung maupun tidak langsung guna

menjalankan sesuatu usaha menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-Undang

Penanaman Modal.

2.2.3 Penanaman Modal Asing (PMA)

Penanaman Modal Asing diyakini menjadi salah satu sumber penting

pembiayaan bagi negara Indonesia. Kehadiran PMA diharapkan dapat

memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan melalui transfer aset,

teknologi dan keterampilan manajerial untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi. Penanaman Modal Asing (PMA) hanyalah meliputi penanaman modal

asing secara langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No.

1 Tahun 1967 dan yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia. Modal

asing disini adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari

kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk

pembiayaan perusahan di Indonesia. Alat-alat untuk perusahaan termasuk

penemuan-penemuan baru milik orang asing, dan bahan-bahan yang dimasukkan

dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari

kekayaan devisa Indonesia.

Salvatore (2014) menjelaskan bahwa PMA terdiri atas:

1) Investasi portofolio (Portfolio Investment)

Portofolio dapat diartikan sebagai serangkaian kombinasi beberapa aktiva yang

akan diinvestasikan yang akan dipegang oleh investor baik perorangan atau oleh

lembaga. Investasi portofolio yang hanya melibatkan aset-aset finansial saja,

37
Universitas Sumatera Utara
seperti obligasi dan saham, yang didenominasikan atau ternilai dalam mata uang

nasional. Kegiatan-kegiatan investasi portofolio atau finansial ini biasanya

berlangsung melalui lembaga-lembaga keuangan seperti bank, perusahaan dana

investasi, yayasan pensiun, dan sebagainya.

2) Investasi asing langsung (Foreign Direct Investment)

Menurut Krugman (1999:204), yang dimaksud dengan istilah investasi asing

langsung adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu negara

mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara lain. Penanaman Modal

Asing yang meliputi investasi ke dalam aset-aset secara nyata berupa

pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal,

pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya. Keberadaan aset-aset

ini, biasanya diikuti dengan penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen dan pihak

investor sendiri (pemilik aset) tetap mempertahankan kontrol terhadap dana-dana

yang telah ditanamkannya.

Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing maka dapat

dilakukan kerja sama antara modal asing dan modal nasional dengan ketentuan-

ketentuan yang berlaku. Pemerintah akan menetapkan bidang-bidang usaha,

bentuk-bentuk dan cara-cara kerja sama antara modal asing dan modal nasional

dengan memanfaatkan modal dan keahlian asing dalam bidang ekspor serta

produksi barang-barang dan jasa-jasa. Ini akan menyebabkan peningkatan pada

investasi pemerintah. Manfaat PMA sendiri yaitu membantu mendanai sektor

yang kekurangan dana, membuka lapangan kerja baru sehingga angka

pengangguran dapat berkurang. Selain itu, masuknya investasi asing akan disertai

dengan transfer teknologi. Investor asing juga akan melibatkan UMKM yang akan

38
Universitas Sumatera Utara
mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Aspek-aspek penting yang harus dipertimbangkan investor adalah :

a. Sejarah performa secara jangka panjang. Investor harus

mempertimbangkan data historis pertumbuhan penjualan dan

pendapatan, serta pertumbuhan harga.

b. Kompetisi yang harus dipertimbangkan yakni 5 faktor kompetisi dasar,

yaitu: kompetitor baru, kekuatan posisi tawar pembeli, persaingan

dengan kompetitor yang sudah ada, potensi adanya produk/jasa yang

bisa menggantikan, dan kekuatan posisi tawar pemasok.

c. Pengaruh Pemerintah yang mampu membuat peraturan dan kebijakan-

kebijakan baru.

d. Perubahan struktur ekonomi seperti pergeseran industri yang berbasis

teknologi informasi. Investor harus siap siaga mengadapi perubahan

tersebut dimasa depan.

2.3 Teori Tenaga Kerja

Menurut Athur Lewis kelebihan pekerja merupakan kesempatan dan bukan

masalah. Kelebihan pekerja satu sektor akan memberikan andil terhadap

pertumbuhan output dan penyediaan pekerja di sektor lain. Artur Lewis

mengasumsikan bahwa dalam perekonomian negara berkembang pada dasarnya

terbagi menjadi dua struktur perekonomian, yaitu:

1. Perekonomian tradisional

Perekonomian tradisional umumnya terdapat di daerah pedesaan

dimana tingkat produktivitasnya masih rendah dengan sumber tenaga kerja

yang tidak terbatas (surplus). Surplus tersebut berkaitan dengan basis

39
Universitas Sumatera Utara
perekonomian yang tradisional dimana tingkat hidup masyarakat pada

kondisi subsistem, akibatnya perekonomian yang subsistem pula. Hal ini

ditandai dengan nilai produk marginal dari tenaga kerja yang bernilai nol,

artinya fungsi produksinya pada sektor pertanian telah sampai pada tingkat

berlakunya law of diminishing return. Kondisi ini menunjukkan bahwa

penambahan tenaga kerja justru akan menurunkan total produksi yang ada.

Namun sektor tradisional tidak hanya berupa sektor pertanian di pedesaan,

melainkan juga termasuk sektor informal di perkotaan (pedagang

angkringan, enceran, pedagang kaki lima). Sektor informal tersebut

mampu menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada selama berlangsungnya

proses industrialisasi, sehingga disebut katub pengaman ketenagakerjaan.

2. Perekonomian modern

Perekonomian modern umumnya ada di perkotaan dan sektor yang

berperan penting adalah sektor industri. Ciri perekonomian ini adalah

tingkat produktivitas yang tinggi dari input yang digunakan, yaitu tenaga

kerja dan juga sebagai sumber akumulasi modal. Hal ini menyiratkan

bahwa nilai produk marginal terutama dari tenaga kerja bernilai positif

sehingga fungsi produksi belum berada pada tingkat optimal. Dengan

demikian industri perkotaan masih menyediakan lapangan pekerjaan dan

para pekerja dari pedesaan dapat terserap dengan jalan urbanisasi. Dengan

terserapnya kelebihan tenaga kerja di sektor industri maka pada suatu saat

tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Peningkatan upah ini akan

mengurangi perbedaan tingkat pendapatan pedesaan dengan perkotaan,

sehingga kelebihan penawaran pekerja tidak menimbulkan masalah pada

40
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, kelebihan pekerja justru merupakan

modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi perpindahan

tenaga kerja dari tradisional ke sektor modern berjalan lancar dan

perpindahan tersebut tidak menjadi terlalu banyak (Todaro, 2004).

2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja

Menurut Pokok Ketenagakerjaan No. 14 Tahun 1969 menyatakan

bahwa tenaga kerja ialah setiap orang yang dapat melakukan pekerjaan baik di

dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk

memenuhi suatu kebutuhan masyarakat. Dalam hubungan ini maka pembinaan

tenaga kerja adalah peningkatan kemampuan efektivitas tenaga kerja untuk

melakukan pekerjaan.

Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa

tenaga kerja ialah setiap orang yang dapat melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi suatu kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat.

2.3.2 Pengukuran Ketenagakerjaan (Labor Force Concept)

Angkatan kerja (labour force) adalah penduduk usia kerja (15-64 tahun) yang

bekerja dan tidak bekerja tetapi siap untuk mencari pekerjaan. Sedangkan bukan

angkatan kerja adalah penduduk yang masih bersekolah, ibu rumah tangga dan

para penyandang cacat, serta lanjut usia.

Penduduk yang digolongkan bekerja adalah

1. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan

atau bekerja dengan maksud memperoleh upah atau membantu

41
Universitas Sumatera Utara
memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit 1 jam dalam

seminggu yang lalu dan tidak boleh putus.

2. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan

pekerjaan atau bekerja kurang dari 1 jam tapi mereka adalah: pekerja tetap,

pegawai-pegawai pemerintah dan swasta yang tidak masuk bekerja karena

cuti, mogok, mangkir, sakit, perusahaan yang menghentikan sementara

kegiatan dan sebagainya.

2.3.3 Jenis- Jenis Tenaga Kerja

1. Tenaga kerja terdidik

Tenaga kerja terdidik yaitu suatu tenaga kerja yang mempunyai

keahlian atau keterampilan di bidang tertentu dengan cara sekolah atau

pendidikan formal dan informal. Contohnya: guru, pengacara, dokter,

polisi dan lainnya.

2. Tenaga kerja terlatih

Tenaga kerja terlatih yaitu personil kerja yang dilatih tenaga kerja

dengan keahlian tertentu melalui suatu pengalaman kerja.

42
Universitas Sumatera Utara
2.4 Pertumbuhan Ekonomi

2.4.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah keadaan ekonomi suatu negara yang menuju

keadaan lebih baik dari periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tersebut

dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung

menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Pertumbuhan

ekonomi menurut Budiono (1999) merupakan proses kenaikan kapasitas produksi

dalam suatu perekonomian secara berkesinambungan menuju ke arah yang lebih

baik yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Produk

Domestik Bruto) maupun pendapatan daerah (Produk Domestik Regional Bruto)

dalam jangka panjang.

Menurut Mankiw (2007), PDB adalah nilai pasar barang dan jasa akhir

yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. PDB sering di

anggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. Tujuan PDB adalah

meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal selama periode waktu

tertentu. Menurut Arsyad (1999) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai

kenaikan Produk Domestik Bruto/ Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang

apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan

penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak.

Jadi, pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan barang dan jasa secara

berkesinambungan yang disebabkan oleh faktor-faktor produksi baik dalam

jumlah maupun kualitasnya. Faktor- faktor produksi tersebut adalah investasi

dalam bentuk modal seperti teknologi dan tenaga kerja yang akan menambah

jumlah barang dan jasa.

43
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Faktor- Faktor Pertumbuhan Ekonomi

Yang dimaksud dengan pendapatan nasional yaitu nilai barang dan jasa

yang telah diproduksi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu. Nilai itu

dapat dihitung berdasarkan harga berlaku, yaitu harga yang berlaku pada tahun

saat Product Domestic Product (PDB) dihitung dan menurut harga tetap yaitu

pada harga-harga yang berlaku pada tahun dasar (Sukirno, 2006). Berikut rumus

perhitungan pertumbuhan ekonomi:

Gt= (PDBt – PDBt-1)/PDBt-1 x 100%

Keterangan:

Gt = Pertumbuhan ekonomi periode t (triwulan atau tahunan)

PDBt = Produk Domestik Bruto periode t (berdasarkan harga konstan)

PDBt-1 = Produk Domestik Bruto periode sebelumnya

Ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi menurut

Arsyad (2010:270) yaitu

1. Akumulasi modal

Akumulasi modal akan terjadi apabila ada bagian dari pendapatan pada

masa sekarang yang ditabung dan kemudian di investasikan untuk dapat

memperbesar output pada masa yang akan datang. Pabrik-pabrik, mesin-

mesin, dan barang-barang baru akan meningkatkan stok modal sehingga pada

gilirannya akan mencapai tingkat output yang lebih besar.

2. Pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan

jumlah angkatan kerja secara tradisional dianggap dapat meransang

44
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak jumlah angkatan kerja berarti

semakin banyak pasokan tenaga kerja, dan semakin banyak jumlah penduduk

yang akan meningkatkan potensi pasar domestik.

3. Kemajuan teknologi

Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang

paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Mampu menghemat modal dan

juga meningkatkan produktifitas dalam menghasilkan barang dan jasa.

4. Sumberdaya intuisi (sistem kelembagaan )

Menurut Rodrik et al (2000), ada empat fungsi intuisi dalam kaitannya

untuk mendukung kinerja perekonomian yaitu:

2. Menciptakan pasar (market creating): institusi yang melindungi hak

kepemilikan dan memastikan pelaksanaan kontrak.

3. Mengatur pasar (market regulating): institusi yang bertugas mengatasi

kegagalan pasar, masalah ekternalitas, skala ekonomi dan

ketidaksempurnaan informasi untuk menurunkan biaya transaksi.

4. Menjaga stabilitas (market stabilizing): institusi yang menjaga agar

tingkat inflasi rendah, meminimumkan ketidakstabilan makroekonomi,

dan mengendalikan krisis keuangan.

5. Melegitimasi pasar (market legitimizing): institusi yang memberikan

perlindungan sosial dan asuransi, termasuk mengatur redistribusi dan

mengelola konflik.

Ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi menurut Todaro

(2006), yaitu:

45
Universitas Sumatera Utara
1. Akumulasi modal meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang

ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal manusia.

2. Pertumbuhan penduduk yang selanjutnya akan menambah jumlah

angkatan kerja

3. Kemajuan teknologi yaitu berupa cara-cara baru atau perbaikan atas cara-

cara lama dalam menangani suatu pekerjaan.

2.4.3 Metode Perhitungan Pendapatan Nasional

Pendapatan nasional adalah nilai keseluruhan barang dan jasa yang

dihasilkan oleh suatu negara dalam satu periode tertentu. Perhitungan pendapatan

nasional dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode produksi (nilai

tambah), metode pendapatan, dan metode pengeluaran.

1. Metode Produksi (Nilai Tambah)

Pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan nilai

tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor produktif selama

satu periode. Nilai tambah disini merujuk kepada selisih antara nilai produksi

(nilai output) dengan nilai biaya antara (nilai input), yaitu bahan yang terlibat

dalam proses produksi. Di Indonesia, sektor-sektor produktif terbagi menjadi

9 sektor, diantaranya adalah: pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan;

pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air

minum; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan

komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa. Rumus

pendapatan dengan pendekatan produksi adalah sebagai berikut:

Y=(P1x Q1)+(P2 x Q2)+....(Pn x Qn)

46
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
Y = pendapatan nasional
P1 = harga barang ke-1
Q1 = jenis barang ke-1
Pn = harga barang ke-n
Qn = jenis barang ke-n

2. Metode Pendapatan

Menghitung pendapatan nasional dengan metode pendapatan dihitung

dengan cara menjumlahkan pendapatan atas faktor-faktor produksi yang

digunakan dalam memproduksi barang dan jasa. Semua pendapatan yang

diterima pemilik faktor produksi selama satu periode dijumlahkan untuk

menjadi pendapatan nasional. Faktor-faktor produksi tersebut antara lain

berupa tanah, modal, tenaga kerja, dan wiraswasta (entrepreneur), dengan

balas jasa atas penggunaan faktor-faktor produksi tersebut masing-masing

berupa sewa, bunga, upah atau gaji, dan laba.

Rumus perhitungan pendekatan pendapatan adalah sebagai berikut:

Y= r + w + i + p
Keterangan:
Y = pendapatan nasional
r = pendapatan dari upah, gaji, dll.
w = pendapatan bersih dari sewa
i = pendapatan dari bunga
p = pendapatan dari laba perusahaan/ usaha perorangan

3. Metode Pengeluaran

Perhitungan pendapatan nasional dengan metode pengeluaran adalah

dengan menjumlahkan keseluruhan pengeluaran para pelaku ekonomi dalam

suatu negara selama satu periode tertentu. Para pelaku ekonomi tersebut

adalah rumah tangga, pemerintah, perusahaan, hingga masyarakat luar negeri.

Jenis pengeluaran dari masing-masing pelaku ekonomi yaitu, pengeluaran

47
Universitas Sumatera Utara
konsumsi, pengeluaran investasi, pengeluaran pemerintah, dan pengeluaran

ekspor serta impor. Rumus pendekatan pengeluaran tersebut adalah:

Y= C+I+G+(X-M)
Keterangan:
C = konsumsi
I = Investasi
G = Pengeluaran pemerintah
(X-M) = ekspor netto

Jika kita ingin mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi, maka kita harus

membandingkan pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Jika ingin

membandingkan pendapatan nasional tersebut harus diperhatikan penyebab

perubahan nilai pendapatan nasional yang terjadi dari tahun ke tahun juga. Ada

dua faktor penyebab perubahan nilai pendapatan nasional, yaitu perubahan tingkat

kegiatan ekonomi dan perubahan tingkat harga. Menurut acuan tingkat harga,

pendapatan nasional dibagi dua kelompok yaitu pendapatan nasional nominal

(menurut tingkat harga berlaku) dan pendapatan nasional riil( menurut tingkat

harga konstan).

2.4.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi

A. Teori Pertumbuhan Klasik Adam Smith

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu pertumbuhan

output total dan pertumbuhan ekonomi (Arsyad,1999).

Unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga, yaitu:

1. Sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah yang paling

mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat dimana jumlah

sumber daya alam yang tersedia mempunyai batas maksimum bagi

pertumbuhan ekonomi.

48
Universitas Sumatera Utara
2. Jumlah penduduk akan menyesuaikan dengan kebutuhan akan tenaga

kerja.

3. Stok modal merupakan unsur produksi yang sangat menentukan

tingkat pertumbuhan output.

Menurut Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, pertumbuhan ekonomi

bergantung pada faktor-faktor produksi (Sukirno, 2006). Persamaannya adalah :

∆ Y = f (∆K, ∆L, ∆T)

Keterangan :
∆ Y = tingkat pertumbuhan ekonomi
∆ K = tingkat pertambahan barang modal
∆ L = tingkat pertambahan jumlah penduduk
∆ T = tingkat pertambahan teknologi

B. Teori Harrod Domar

Teori ini menerangkan asumsi agar perekonomian dapat mencapai

pertumbuhan yang kuat dalam jangka panjang. Beberapa asumsi yang digunakan

dalam teori ini adalah bahwa:

(1) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan

barang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh.

(2) Dalam perekonomian dua sektor (rumah tangga dan perusahaan) berarti

sektor pemerintah dan perdagangan tidak ada.

(3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya

pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original

(nol).

(4) Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save =MPS)

besarnya tetap, demikian juga ratio antar modal dan output (Capital

49
Universitas Sumatera Utara
Output Ratio = COR) dan rasio penambahan modal-output (Incremental

Capital Output Ratio).

Harrod dan Domar memberikan peranan kunci kepada investasi di dalam

proses pertumbuhan ekonomi. Investasi menciptakan pendapatan, ini adalah

dampak permintaan dan kedua adalah investasi memperbesar kapasitas produksi

perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal, ini adalah dampak

penawaran. Karena itu, selama investasi netto tetap berlangsung pendapatan nyata

dan output akan senantiasa membesar. Tenaga kerja yang merupakan salah satu

faktor produksi, otomatis akan ditingkatkan penggunaannya. Dinamika

penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi,

mencerminkan marak lesunya pembangunan. Maka setiap negara berusaha

menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi terutama investasi swasta

yang dapat membantu membuka lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan

kesempatan kerja (Dumairy, 1997).

C. Teori Keynes dan Pasca Keynes

Menurut Keynes, karena upah bergerak lamban, maka sistem kapitalisme

tidak akan secara otomatis menuju kepada keseimbangan penggunaan tenaga

kerja secara penuh (full-employment equilibrium). Akibat yang ditimbulkan justru

sebaliknya (equilibrium underemployment) yang dapat diperbaiki melalui

kebijakan fiskal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat.

Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan

kesempatan kerja dalam jangka panjang, yang menganalisis fluktuasi jangka

pendek untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Apabila jumlah

50
Universitas Sumatera Utara
penduduk bertambah, maka pendapatan perkapita akan berkurang, kecuali bila

pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang,

maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja

penuh. Bila terjadi investasi, maka pendapatan riil juga harus bertambah pula

untuk mencegah terjadinya kapasitas yang menganggur (iddle-capacity)

Adisasmita ( Tapparan, 2020).

2.5 Investasi Terhadap Tingkat Kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan dengan investasi, dimana

investasi akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih bermanfaat kepada

kaum miskin (Yusuf & Summer, 2015). Ketika investasi tersedia akan mampu

meningkatkan produksi di setiap sektor melalui penambahan modal (Yuhendri,

2013).

Menurut Sadono Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu

masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja,

meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran

masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi,

yakni (1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat,

sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat , pendapatan

nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal sebagai akibat

investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu diikuti oleh

perkembangan teknologi.

Selanjutnya, menurut Chenery& Carter (1973) bahwa Penanaman Modal

Asing dapat dimanfaatkan oleh negara berkembang sebagai dasar untuk

51
Universitas Sumatera Utara
mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Penanaman Modal Asing

dapat berperan penting dalam mobilisasi dana ataupun transformasi struktural.

Menurut Noor (2007:434) dalam Fika (2019) kurangnya investasi modal

dikenal sebagai salah satu penyebab dari banyak negara berkembang terjebak

dalam lingkaran setan kemiskinan dan keterbelakangan. FDI berdampak pada

masyarakat dari segi aspek sosial dan aspek ekonomi. Aspek sosial meliputi

mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Sedangkan dalam aspek

ekonomi, FDI dapat membantu dalam menciptakan lapangan pekerjaan,

mengembangkan keterampilan dan meningkatkan kemajuan teknis (Assadzadeh

dan Pourqoly, 2013). Oleh karena itu FDI memiliki dampak positif terhadap suatu

negara. Dampak positif tersebut antara lain, terciptanya lapangan pekerjaan bagi

tenaga kerja lokal, menimbulkan semangat kewirausahaan, peningkatan skill dan

kompetensi tertentu pada tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan.

2.6 Tenaga Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan

Peningkatan kualitas tenaga kerja berakibat kepada penanaman investasi yang

memicu peningkatan produksi (Taufik, Eny, & Fitriadi, 2014). Menurut Todaro

(2000) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional

dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi.

Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi,

sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar

domestiknya lebih besar. Pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan

penduduk tergantung kepada kemampuan sistem perekonomian negara tersebut

dalam menyerap dan memanfaatkan secara positif pertambahan tenaga kerja

tersebut.

52
Universitas Sumatera Utara
Salah satu faktor penting yang mampu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat adalah tingkat pendapatan melalui pekerjaan masyarakat. Pendapatan

masyarakat mencapai nilai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja

penuh diwujudkan sehingga yang tidak bekerja akan mengurangi pendapatan atau

menyebabkan seseorang itu miskin.

Samuelson dan Nordhaus (2001) menyebutkan bahwa input tenaga kerja

terdiri dari kuantitas dan keterampilan tenaga kerja. Banyak ekonom percaya

bahwa kualitas input tenaga kerja yakni keterampilan, pengetahuan dan disiplin

tenaga kerja merupakan elemen paling penting dalam meningkatan pertumbuhan

ekonomi dan penurunan tingkat kemiskinan. Suatu negara yang mampu membeli

berbagai peralatan canggih tapi tidak mempekerjakan tenaga kerja terampil dan

terlatih tidak akan dapat memanfaatkan barang-barang modal tersebut secara

efektif dan tidak akan mampu menurunkan kemiskinan.

Yang kedua, peningkatan tenaga kerja tidak mampu menurunkan

kemiskinan adalah pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja tidak mampu

mengangkat taraf ekonomi mereka sampai di atas garis kemiskinan. Menurut

keterangan BPS (2013c), tingkat upah pada sektor pertanian paling rendah bila

dibandingkan dua sektor utama lainnya, yaitu sektor industri pengolahan dan

sektor perdagangan, hotel, dan restoran.

53
Universitas Sumatera Utara
2.7 Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan pembangunan

dan syarat keharusan bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Penelitian Novegya

(2018) menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan

berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan baik secara parsial maupun

secara simultan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat

kemiskinan. Oleh karena hubungan tersebut, penting untuk mempercepat

pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Pertumbuhan

ekonomi dapat menurunkan kemiskinan ketika pertumbuhan ekonomi diukur

berdasarkan pendapatan rata-rata dan terdapat hubungan yang kuat secara statistik

antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan (Adam R, 2004).

Simon Kuznet dalam Tulus Tambunan (2001) pertumbuhan ekonomi

memiliki korelasi yang kuat terhadap kemiskinan, pertumbuhan ekonomi pada

tahap awal menyebabkan tingkat kemiskinan cenderung meningkat namun pada

saat mendekati tahap akhir terjadi pengurangan tingkat kemiskinan secara

berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang negatif

terhadap tingkat kemiskinan.

2.8 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Studi mengenai pengaruh investasi, tenaga kerja dan pertumbuhan

ekonomi terhadap tingkat kemiskinan telah dilakukan oleh beberapa peneliti

sebelumnya. Secara ringkas dalam tabel 2.1 disajikan ringkasan penelitian

penelitian sejenis yang menjadi referensi dalam penelitian ini.

54
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Variabel Hasil
N Peneliti Judul Penelitian
o Penelitian
Terik Bebas
at
1. Septian Analisis Faktor- Tingkat  Inflasi - Inflasi memiliki
Adhi Faktor Yang Kemiskinan  PDRB pengaruh positif
Murthy Mempengaruhi  Pengangguran terhadap kemiskinan.
(2017) Tingkat - PDRB memiliki
Kemiskinan Kota pengaruh negatif dan
Semarang Tahun signifikan terhadap
1996-2014 kemiskinan.
- Pengangguran
memiliki pengaruh
negatif dan signifikan
terhadap kemiskinan.

2. Chairul Pengaruh Pertumbuhan  Investasi - Pengaruh


Nizar, Investasi dan ekonomi dan  Tenaga Kerja pertumbuhan ekonomi
Abubakar Tenaga Kerja Tingkat terhadap tingkat
Hamzah, Terhadap Kemiskinan kemiskinan kecil
dan Pertumbuhan namun negatif dan
Sofyan Ekonomi Serta signifikan
Shahnur Hubungannya - Pengaruh investasi
(2013) Terhadap dan tenaga kerja
Tingkat terhadap pertumbuhan
Kemiskinan di ekonomi yaitu positif
Indonesia dan signifikan
(1980-2010) - Pengaruh estimasi
pertumbuhan ekonomi
terhadap tingkat
kemiskinan tidak
besar namun negatif
dan signifikan.
3. Novegya Pengaruh Tingkat  Pertumbuhan - Secara bersama- sama
Ratih Pertumbuhan Kemiskinan Ekonomi pertumbuhan
Primandar Ekonomi,  Inflasi ekonomi, inflasi, dan
i Inflasi dan  Penganggura penganguran
(2018) Pengangguran n berpengaruh terhadap
Terhadap tingkat kemiskinan.
Tingkat - Secara parsial
Kemiskinan di pertumbuhan ekonomi
Sumatera berpengaruh negatif
Selatan (2001- terhadap tingkat
2017) kemiskinan.

55
Universitas Sumatera Utara
4. Yolanda Pengaruh Tingkat  Investasi - Pengaruh investasi
Pateda, Investasi, Kemiskinan  Pertumbuhan terhadap tingkat
Vecky A.J Pertumbuhan Ekonomi kemiskinan adalah
Masinamb Ekonomi dan  Pengeluaran negatif
ouw, Tri Pengeluaran Pemerintah - Pertumbuhan ekonomi
Oldy Pemerintah dan pengeluaran
Rotinsulu Terhadap pemerintah tidak
(2017) Tingkat memiliki pengaruh
Kemiskinan di terhadap tingkat
Gorontalo kemiskinan di
Gorontalo.
5. Agus Budi Pengaruh Jumlah  Investasi - Investasi secara tidak
Purnomo Investasi, Penduduk  PDRB langsung berpengaruh
dan Sri PDRB dan Miskin  Penyerapan negatif terhadap
Kusreni Penyerapan Tenaga Kerja jumlah penduduk
(2019) Tenaga Kerja miskin.
Terhadap - PDRB secara
Jumlah langsung berpengaruh
Penduduk negatif terhadap
Miskin jumlah penduduk
miskin
- Penyerapan tenaga
kerja secara langsung
berpengaruh positif
terhadap jumlah
penduduk miskin
6. Gusti Pengaruh -Tingkat  Investasi - Investasi berpengaruh
A.P.A. Investasi, Kemiskinan  Pengeluaran positif dan signifikan
Ratih, Pengeluaran -PDRB Pemerintah terhadap PDRB
Made S. Pemerintah,  Tenaga kerja - Pengeluaran
Utama, Tenaga Kerja pemerintah
dan I Terhadap berpengaruh positif
Nyoman Produk dan signifikan
M. Yasa Domestik terhadap PDRB
(2017) Regional Bruto - Tenaga kerja
dan Tingkat berpengaruh positif
Kemiskinan dan nonsignifikan
Pada Wilayah terhadap PDRB
Sarbagita di - Investasi berpengaruh
Provinsi Bali. negatif dan signifikan
terhadap tingkat
kemiskinan
- Pengeluaran
pemerintah
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap tingkat
kemiskinan
- Tenaga kerja

56
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap tingkat
kemiskinan
- PDRB berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap tingkat
kemiskinan

7. Yetty Pengaruh Pertumbuhan  Investasi - Investasi PMDN,


Agustini Investasi Ekonomi dan PMDN investasi PMA, dan
dan Erni PMDN, PMA, Jumlah  Investasi penyerapan tenaga
Panca dan Penyerapan Penduduk PMA kerja berpengaruh
Kurniasih Tenaga Kerja Miskin  Penyerapan positif dan signifikan
(2017) Terhadap Tenaga Kerja terhadap pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi.
Ekonomi dan - Pertumbuhan ekonomi
Jumlah berpengaruh negatif
Penduduk dan signifikan
Miskin terhadap jumlah
Kabupaten/ penduduk miskin pada
Kota di Provinsi kabupaten/ kota di
Kalimantan Kalimantan Barat.
Barat
8. Arius Analisis Kemiskinan  Pertumbuhan - Memiliki hubungan
Jonaidi Pertumbuhan ekonomi dua arah yang kuat
(2012) Ekonomi dan  Penganggura antara pertumbuhan
Kemiskinan di n ekonomi dan
Indonesia kemiskinan di
Indonesia.
- Pertumbuhan ekonomi
berpengaruh
signifikan terhadap
pengurangan angka
kemiskinan
- Kemiskinan
berpengaruh
signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi
- Tingkat pengangguran
berpenaruh negatif
dan signifikan
terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia.

57
Universitas Sumatera Utara
9. Adit Agus Analisis Faktor- Tingkat  Pertumbuhan - Pertumbuhan ekonomi
Prastyo Faktor Yang Kemiskinan Ekonomi berpengaruh terhadap
(2010) Mempengaruhi  Pendidikan tingkat kemiskinan
Tingkat  Tingkat - Pendidikan
Kemiskinan Penganggura berpengaruh negatif
(Studi Kasus 35 n terhadap tingkat
Kabupaten/Kota  Upah kemiskinan
Di Jawa Tengah Minimum - Tingkat pengangguran
Tahun 2003- berpengaruh positif
2007) terhadap tingkat
kemiskinan.
- Upah minimum
berpengaruh negatif
terhadap tingkat
kemiskinan.
10. Putu Pengaruh PDRB Kemiskinan  PDRB - PDRB per kapita
Seruni Per Kapita, Perkapita mempengaruhi
Pratiwi Pendidikan, dan  Pendidikan kemiskinan
Sudiharta Produktifitas  Produktifitas - Pendidikan
dan Ketut Tenaga Kerja Tenaga Kerja berpengaruh negatif
Sutrisna Terhadap dan signifikan
(2014) Kemiskinan di terhadap kemiskinan
Provinsi Bali - Produktifitas tenaga
kerja tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
kemiskinan.
11. Seri Jefry Analisis Tingkat  Pertumbuhan - Pertumbuhan ekonomi
Adil Pengaruh Kemiskinan Ekonomi berpengaruh negatif
Waruwu Pertumbuhan  Penganggura terhadap tingkat
(2016) Ekonomi, n kemiskinan di
Pengangguran,  Belanja Indonesia
Belanja Pemerintah - Pengangguran
Pemerintah, dan  Investasi berpengaruh positif
Investasi terhadap tingkat
Terhadap kemiskinan di
Tingkat Indonesia
Kemiskinan di - Belanja pemerintah
Indonesia Tahun berpengaruh negatif
1995-2014 terhadap tingkat
kemiskinan di
Indonesia
- Investasi tidak
berpengaruh terhadap
tingkat kemiskinan di
Indonesia

58
Universitas Sumatera Utara
12 Robiansya Pengaruh Kemiskinan  Pertumbuhan - Tidak ada pengaruh
h (2015) Pertumbuhan Pendapatan Ekonomi pertumbuhan ekonomi
Ekonomi dan Perkapita  Angkatan terhadap tingkat
Penyerapan kerja kemiskinan.
Angkatan Kerja - Penyerapan tenaga
Terhadap kerja berpengaruh
Kemiskinan terhadap pengentasan
dengan kemiskinan.
Pendapatan
Perkapita
Sebagai
Variabel
Pemoderasi
13 Daftian Analisis Pertumbuhan  Investasi - Investasi dan tenaga
Tri Pengaruh Ekonomi  Tenaga kerja kerja berpengaruh
Prasetyaw Investasi dan Kemiskinan positif dan signifikan
an, Tenaga Kerja terhadap pertumbuhan
Anifatul Terhadap ekonomi.
Hanim, Pertumbuhan - Investasi dan tenaga
dan Lilis Ekonomi Serta kerja berpengaruh
Yuliati Hubungannya negatif dan signifikan
(2017) Terhadap terhadap tingkat
kemiskinan.
Kemiskinan di
- Pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa terhadap tingkat
Timur kemiskinan negatif dan
signifikan.
Sumber: disusun penulis berdasarkan literatur yang relevan

2.9 Kerangka Konseptual

Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan hasil penelitian


sebelumnya yang telah menguji pengaruh investasi, tenaga kerja dan pertumbuhan
ekonomi terhadap tingkat kemiskinan, maka dibuat model penelitian sebagai
berikut:

Investasi
(X1)

Tenaga Kerja Tingkat Kemiskinan


(X2) (Y)

Pertumbuhan
Ekonomi (X3)
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

59
Universitas Sumatera Utara
2.10 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara mengenai masalah yang masih

mempunyai sifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis

dari pemelitian ini adalah sebagai berikut

H1: Investasi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia

H2: Tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia

H3: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di

Indonesia.

60
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa

deskriptif dengan metode kuantitatif. Penelitian deskriptif yaitu suatu bentuk

penelitian yang mampu mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik

fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena ini bisa berupa

bentuk, aktivitas, karateristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan

antara fenomena satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72).

Penelitian kuantitatif merupakan analisis yang berupa angka-angka sehingga dapat

diukur dan dihitung dengan menggunakan alat bantu matematika atau statistik.

3.2 Jenis Data dan Sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder adalah jenis data yang diperoleh secara tidak langsung atau dengan kata

lain, data sekunder ialah data yang diperoleh melalui sumber-sumber yang sudah

di kumpulkan oleh pihak-pihak tertentu seperti dokumentasi, publikasi, karya

ilmiah, ataupun catatan khusus dari lembaga atau dinas, atau pihak-pihak tertentu

yang berhubungan dengan penelitian. Sumber data pada penelitian ini diperoleh

dari Badan Pusat Statistik Indonesia, Badan Koordinasi Penanaman Modal

Indonesia (BKPM), Bank Dunia, yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA), tenaga kerja, Pertumbuhan ekonomi,

dan tingkat kemiskinan.

61
Universitas Sumatera Utara
3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk memperoleh

data-data yang relevan, akurat dan realistis. Metode yang digunakan dalam

pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode studi pustaka, yang diperoleh

dari instansi-instansi terkait, buku referensi, dan jurnal-jurnal ekonomi. Data

yang digunakan adalah data time series (runtun waktu), dicatat atau diobservasi

sepanjang waktu secara berurutan. Jangka waktu observasi pada penelitian ini

adalah 30 tahun yaitu tahun 1990-2019.

3.4 Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian

Definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam

mengukur suatu variabel. Spesifikasi tersebut menunjuk pada dimensi-dimensi

dan indikator-indikator dari variabel penelitian yang diperoleh melalui studi

pustaka. Variabel penelitian adalah objek penelitian atau sesuatu yang menjadi

titik perhatian.

Beberapa definisi operasional variabel dalam penelitian ini memiliki batasan

sebagai berikut :

a. Tingkat Kemiskinan

Tingkat kemiskinan yaitu persentase penduduk yang berada dibawah

Garis Kemisinan (GK). Penelitian ini menggunakan data persentase

penduduk miskin di Indonesia tahun 1990-2019 yang tercantum di

Badan Pusat Statisik.

b. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian

suatu negara menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

62
Universitas Sumatera Utara
Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan

pembangunan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data laju

pertumbuhan ekonomi tahun 1990-2019 yang dinyatakan dalam satuan

persen (%).

c. Investasi atau penanaman modal adalah penggunaan sumber dana

untuk suatu tujuan keuntungan di masa depan. Investasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah PMA yang dikurskan

dari US dollar ke dalam rupiah ditambah dengan jumlah PMDN

(triliun rupiah).

d. Tenaga kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah

angkatan kerja yang bekerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia

kerja (15 tahun dan lebih ) yang bekeja, atau punya pekerjaan namun

sementara tidak bekerja dan pengangguran. Bekerja adalah kegiatan

ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksut untuk

memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak

terputus) dalam seminggu yang lalu (BPS, 2020). Data yang digunakan

dalam jutaan orang.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah Vector Auto Regression (VAR) jika

data yang digunakan adalah stasioner dan tidak terkointegrasi, atau dilanjutkan

dengan Vector Error Correction Model (VECM) jika data yang digunakan adalah

stasioner namun terdapat kointegrasi. Dengan metode VAR kita dapat

menggunakannya untuk mengamati pergerakan dan respon antar variabel pada

63
Universitas Sumatera Utara
periode masa kini dan peramalan kondisi variabel jika timbul shock atau

perubahan dari suatu variabel. Pengujian ini disebut sebagai Impulse Response

Function. Selain itu metode VAR bisa membantu kita untuk melakukan

forecasting atau peramalan terhadap persentase kontribusi suatu variabel terhadap

variasi perubahan suatu variabel saat terjadi shock atau inovasi dalam variabel

(Enders, 2004).

Ada tiga macam bentuk VAR, yakni VAR tanpa restriksi, VAR terestriksi

(VECM), dan struktural VAR (S-VAR). Metode Vector Error Correction Model

(VECM) pertama kali dipopulerkan oleh Engle dan Granger untuk mengkoreksi

ketidakseimbangan (disequilibrium) jangka pendek terhadap jangka panjangnya.

Vector Error Correction Model (VECM) merupakan Vector Autoregressive

(VAR) yang dirancang untuk digunakan pada data tidak stasioner yang diketahui

memiliki hubungan kointegrasi. Adanya kointegrasi pada model VECM membuat

model VECM disebut sebagai VAR yang terestriksi. Model VECM melihat

hubungan prilaku jangka panjang antar variabel yang ada agar konvergen ke

dalam hubungan kointegrasi tetapi tetap membiarkan adanya perubahan-

perubahan dinamis di dalam jangka pendek. Terminologi kointegrasi ini disebut

sebagai korelasi kesalahan (error correction) karena jika terjadi deviasi terhadap

keseimbangan jangka panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian

parsial jangka pendek (Widarjono: 2007).

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Povt = α1+ α11Povt-i + α12 Inv t-i + α13Lab t-i + α14Gwrt t-i +µ1t

64
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
Pov = Poverty sebagai tingkat kemiskinan
Inv = Investment sebagai investasi
Lab = Labor sebagai jumlah tenaga kerja
Gw = bentuk Growth sebagai pertumbuhan ekonomi
t-i = nilai lag dari masing-masing variabel

3.6 Langkah-Langkah Analisis Data

3.6.1 Uji Stasioneritas Data

Uji Stasioneritas data masing-masing variabel merupakan tahap awal yang

harus dilalui untuk mendapatkan estimasi VAR yang digunakan dalam data time

series. Data yang stasioner adalah data yang memiliki kecendrungan untuk

mendekati nilai rata-ratanya dan berfluktuasi di sekitar rata-ratanya. Dickey dan

Fuller mengenalkan suatu uji formal untuk menstasionerkan data yang dikenal

dengan “Unit Root Test” atau uji akar unit. Variabel yang stasioner ditandai

dengan t-statistik yang lebih kecil dibanding nilai kritis pada berbagai tingkat

kepercayaan. Jika variabel yang diuji tidak stasioner, dilakukan tahap level

differential.

3.6.2 Penentuan Panjang Lag

Penentuan panjang lag sangat penting karena jika lag terlalu panjang

akan mengakibatkan lebih banyak parameter yang harus diduga. Ini akan

mengurangi kemampuan untuk menolak H0 karena tambahan parameter yang

terlalu banyak akan mengurangi degrees of freedom (derajat kebebasan). Dan

sebaliknya apabila panjang lagnya terlalu kecil akan membuat model tersebut

tidak dapat dapat digunakan karena kurang mampu menjelaskan

hubungannya. Penentuan jumlah lag yang akan digunakan dapat ditentukan

65
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information

Criterion (SC) ataupun Hannan Quinnon (HQ).

Gujarati(2004) memberikan pedoman dalam melihat nilai AIC, bila

nilai AIC terendah yang didapatkan dari hasil estimasi VAR dengan berbagai

lag menunjukkan bahwa panjang lag tersebut yang paling baik untuk

digunakan. Selain itu pengujian panjang lag optimal sangat berguna untuk

menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR, sehingga dengan

digunakannya lag optimal diharapkan tidak lagi muncul masalah autokorelasi.

(Nugroho, 2009).

3.6.3 Pengujian Stabilitas Model

Hasil estimasi seharusnya mempunyai tingkat validitas yang tinggi dengan

model persamaan yang digunakan mempunyai stabilitas. Stabilitas dapat diartikan

jika model diperpanjang periode waktunya maka hasil estimasinya akan

mendekati nol. Uji stabilitas bertujuan untuk melihat apakah model yang

digunakan stabil atau tidak. Jika model VAR yang digunakan tidak stabil, maka

hasil estimasi tidak akan mempunyai stabilitas yang tinggi. Sebuah model

dikatakan mempunyai stabilitas yang tinggi jika inverse akar karateristiknya

mempunyai modulus tidak lebih dari satu dan semua berada dalam unit circle.

Jika kebanyakan modulusnya di dalam lingkaran maka model tersebut cukup

stabil. Namun sebaliknya, jika kebanyakan modulus berada diluar lingkaran maka

model kurang stabil.

66
Universitas Sumatera Utara
3.6.4 Uji Kointegrasi Model

Tes kointegrasi dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya hubungan

jangka panjang dan jangka pendek antar variabel. Tes kointegrasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi Johansen. Metode ini didasarkan pada

hubungan antar rank dari sebuah matrik dengan akar karateristiknya yang akan

dihasilkan nilai trace statistic yang dibandingkan dengan critical value. Jika pada

hipotesa nol misalkan 1, dan jika nilai trace statistic lebih besar dari critical value

maka kesimpulannya adalah terdapat paling tidak dua hubungan kointegrasi

antara variabelnya.

Terdapat beberapa keunggulan menggunakan uji kointegrasi teknik

Johansen. Pertama, menguji kointegrasi antar variabel dengan multivariate model.

Kedua, mengidentifikasi apakah terdapat trend pada data kemudian menganalisa

variabel apakah harus masuk ke dalam kointegrasi atau tidak. Ketiga, menguji

variabel eksogen yang lemah. Keempat, menguji hipotesis linier pada hubungan

kointegrasi (Harris, 1995). Untuk melihat terdapat kointegrasi atau tidaknya dapat

dilihat dari nilai trace statistic dan maximum dibandingkan dengan critical value

dengan tingkat signifikansi 5%.

3.6.5 Estimasi Model Vector Auto Regression (VAR)

Jika data time series dalam penelitian ini telah terbukti tidak terdapat

hubungan kointegrasi, maka model VAR lah yang akan digunakan. Sebaliknya

jika terdapat kointegrasi antar variabel maka yang digunakan adalah Vector Auto

Regression Model ( VECM). Metode VAR menjelaskan bahwa setiap variabel

yang terdapat dalam model tergantung pada pergerakan masa lalu variabel itu

sendiri dan pergerakan masa lalu variabel lain yang terdapat dalam sistem

67
Universitas Sumatera Utara
persamaan. Analisis VAR dapat digunakan untuk mengetahui hubungan sebab

akibat antar variabel (Granger Causality Test), mendeteksi respon setiap variabel

baik pada saat ini maupun masa depan akibat adanya perubahan atau shock suatu

variabel tertentu (Impulse Rerponse Function. Serta mampu memprediksi

kontribusi persentase varian setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel

tertentu (Forecast Error Decomposition of Variance).

3.6.6 Uji Impluse Response Function (IRF)

Uji Impluse Response Function (IRF) menggambarkan tingkat laju dari shock

suatu variabel terhadap variabel lainnya pada suatu periode tertentu. Fungsi

Impulse Response Function (IRF) yaitu dapat melihat lamanya pengaruh dari

shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau

kembali ke titik keseimbangan. Impulse Response adalah hasil estimasi VAR yang

digambarkan dalam bentuk grafik untuk menggambarkan seberapa besar respon

variabel terhadap kejutan/goncangan sebesar satu standar deviasi dari variabel-

variabel di dalam model

3.6.7 Uji Variance Decomposition

Variance Decomposition atau sering disebut forecast error variance

decompositions merupakan perangkat pada model VAR yang akan memisahkan

variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi komponen-komponen

shock akan menjadi variabel innovation dengan asumsi bahwa variabel-variabel

innovation tidak saling berkorelasi. Selanjutnya variance decompositions akan

memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada

68
Universitas Sumatera Utara
sebuah variabel terhadap shock variabel yang lain pada periode saat ini dan

periode yang akan datang.

Tahap 1:
Uji stasioneritas: Augmented Dickey
Analisa Graf dan Uji
Fuller Test
Root Test (URT)

Tahap 2:
Penentuan Panjang
Lag

Tahap 3: Johansens
Uji Kointegrasi Cointegration

Tahap 4:
Uji Stabilitas Model

Tahap 5:
Estimasi Persamaan
VAR

Tahap 6: Tahap 7:
Analisis IRF (Impulse Analisis VD
Response Function) (Variance
Decomposition

Tahap 8:
Kesimpulan dan Saran
Sumber: Agus Tri Basuki

Gambar 3.1 Tahapan Analisis Data

69
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara yang berada di

Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa yang berada diantara benua Asia

dan Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia

terletak pada garis lintang 60 LU sampai 110 LS dan 950 BT sampai 1410 BT.

Letak inilah yang menyebabkan Indonesia memiliki tiga daerah waktu, yaitu:

Waktu Indonesia bagian Barat (WIB); Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA);

dan Waktu Indonesia bagian Timur (WIT). Indonesia merupakan negara dengan

pulau terbesar di dunia yaitu 16.056 pulau pada tahun 2019 menurut Badan Pusat

Statistik.

Sumber: Zona Referensi


Gambar 4.1 Peta Indonesia

Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dengan

populasi sebanyak 268.583.016 jiwa pada Juni 2020. Indonesia memiliki luas

70
Universitas Sumatera Utara
secara keseluruhan adalah 9.790.754 km2. Luas itu terdiri dari daratan 1.890.754

km2 dan luas perairan 7.900.000 km2. Indonesia memiliki 34 provinsi dengan 98

kota, 7.024 kecamatan dan 81.626 desa.

Tabel 4.1
Daftar Provinsi, Ibu Kota, dan Luas Wilayah Indonesia Tahun 2019

No Nama Provinsi Ibukota Luas (km2) Jumlah Kepadatan


Penduduk(ribu) Penduduk
(jiwa/km2)
1 Aceh Banda Aceh 57.956,00 5.371,5 93
2 Sumatera Utara Medan 72.981,23 14.562,5 200
3 Sumatera Barat Padang 42.012,89 5.441,2 130
4 Riau Pekanbaru 87.023,66 6.971,7 80
5 Kepulauan Riau Tanjung Pinang 8.201,72 2.189,7 267
6 Jambi Jambi 50.058,16 3.624,6 72
7 Bengkulu Bengkulu 19.919,33 1.991,8 100
8 Sumatera Selatan Palembang 91.592,43 8.470,7 92
9 Kepulauan Bangka Belitung Pangkalpinang 16.424,06 1.488,8 91
10 Lampung Banda Lampung 34.623,80 8.447,7 244
11 Banten Serang 9.662,92 12.927,3 1338
12 Jawa Barat Bandung 35.377,76 49.316,7 1394
13 DKI Jakarta Jakarta 664,01 10.557,8 15900
14 Jawa Tengah Semarang 32.800,69 34.718,2 1058
15 DI Yogyakarta Yogyakarta 3.133,15 3.842,9 1227
16 Jawa Timur Surabaya 47.803,49 39.698,6 831
17 Bali Denpasar 5.780,06 4.336,9 750
18 Nusa Tenggara Barat Mataram 18.572,32 5.070,4 273
19 Nusa Tenggara Timur Kupang 48.718,10 5.456,2 112
20 Kalimantan Utara Tanjungselor 75.467,70 742,2 10
21 Kalimantan Barat Pontianak 147.307,00 5.069,1 34
22 Kalimantan Tengah Palangkaraya 153.564,50 2.714,9 18
23 Kalimantan Selatan Banjarmasin 38.744,23 4.244,1 110
24 Kalimantan Timur Samarinda 129.066,64 3.721,4 29
25 Gorontalo Gorontalo 11.257,07 1.202,6 107
26 Sulawesi Utara Manado 13.892,47 2.507,0 181
27 Sulawesi Barat Mamaju 16.787,18 1.380,3 82
28 Sulawesi Tengah Palu 61.841,29 3.054,0 49
29 Sulawesi Selatan Makassar 46.717,48 8.851,2 189

71
Universitas Sumatera Utara
30 Sulawesi Tenggara Kendari 38.067,70 2.704,7 71
31 Maluku Utara Sofifi 31.982,50 1.255,8 39
32 Maluku Ambon 46.914,03 1.802,9 38
33 Papua Barat Manokwari 102.955,15 959,6 9
34 Papua Jayapura 319.036,05 3.379,3 11
35 Indonesia Jakarta 1.916 906,77 268 074,6 140

Tabel di atas adalah daftar nama-nama ke 34 provinsi, ibu kota, luas wilayah,

jumlah penduduk serta kepadatan penduduk provinsi-provinsi di Indonesia. Dari

angka kepadatan penduduk, maka provinsi DKI Jakarta adalah yang terpadat yaitu

15900 jiwa/km2 melebihi kepadatan penduduk Indonesia sendiri yaitu sebesar

140 jiwa/km2. Sedangkan provinsi dengan kepadatan penduduk terendah adalah

provinsi Papua Barat yang hanya 9 jiwa/km2.

4.2 Deskripsi Data Penelitian

4.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia

Setiap negara mempunyai permasalahan yang sama yaitu belum tercapai

kesejahteraan masyarakatnya secara merata. Kesejahteraan yang merata dimana

jumlah kemiskinan sedikit mungkin bahkan ditiadakan. Kemiskinan yang rendah

adalah bukti bahwa masyarakat di negara tersebut sudah sejahtera.

Tingkat Kemiskinan
13.33
14 12.36
11.66 11.47 11.13
10.96 10.7
12 10.12 9.66 9.22
10
Persen (%)

8
6
4
2
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: BPS (data diolah)


Gambar 4.2 Tingkat Kemiskinan di Indonesia 1998-2019

72
Universitas Sumatera Utara
Tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2010-2019 cenderung

menurun kecuali pada tahun 2015. Pada tahun 2015 tingkat kemiskinan

meningkat yaitu, peningkatan tersebut disebakan karena kenaikan harga barang

kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak. Pada

tahun 2016 sampai 2019 tingkat kemiskinan terus menurut sampai di angka

9,22%, angka tersebut setara dengan 24,97 juta jiwa.

4.2.2 Pertumbuhan Investasi di Indonesia

Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi sangat penting untuk mengetaskan

kemiskinan yaitu salah satunya bersumber dari investasi. Investasi yang tinggi

mampu menurunkan tingkat kemiskinan. Ketika suatu negara meningkatkan

investasi secara terus menerus maka ini akan meningkatkan kegiatan ekonomi.

Kegiatan ekonomi yang dilakukan disuatu negara akan melibatkan masyarakat,

masyarakat yang terlibat tersebut akan mendapatkan balasan jasa sehingga mereka

mampu memenuhi kebutuhannya, meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan

melepaskannya dari ikatan kemiskinan. Investasi berasal dari penanaman modal

dalam negeri dan juga penanaman modal asing. Investasi tersebut akan dijadikan

modal untuk menambah produk barang dan jasa di Indonesia.

73
Universitas Sumatera Utara
Investasi
900
800 753.27 778.63
699.13
700
583.32 605.39
Triliun Rupiah

600 511.03
476.97
500
400 329.72
300 252.59
206.41
200
100
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: BPS (data diolah)


Gambar 4.3 Pertumbuhan Investasi di Indonesia 2010-2019
Gambar 4.3 menunjukkan jumlah investasi di Indonesia pada tahun 2010

sampai 2019. Gambar tersebut menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir

terjadi pertumbuhan investasi yang cenderung naik. Pada tahun 2010 jumlah

investasi Indonesia sebesar Rp.206,41 triliun meningkat menjadi Rp.252,59 triliun

pada tahun 2011. Jumlah investasi terus mengalami peningkatan sampai pada

tahun 2019, namun peningkatan yang paling signifikan terjadi pada tahun 2013

yaitu sebesar Rp. 476,97 triliun dari Rp.329.72 triliun pada tahun 2012.

Peningkatan investasi secara terus menerus mampu menurunkan jumlah

kemiskinan di Indonesia. Pada tahun 2018 pertama kali tingkat kemiskinan

tinggal satu digit yaitu sebesar 9,74% dan pada tahun 2019 lebih turun lagi dengan

tingkat kemiskinan sebesar 9,22% sehingga Negara Indonesia masuk ke dalam

salah satu negara dari 15 negara terbaik yang mampu menurunkan tingkat

kemiskinan menurut databoks tahun 2019.

74
Universitas Sumatera Utara
Investasi 2019
Jawa Barat,
137.5

Lainnya, 381.5 DKI Jakarta,


123.9

Jawa Tengah,
59.5
Jawa Timur,
Banten, 48.7 58.5
Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah Jawa Timur Banten Lainnya

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, (diolah)


Gambar 4.4 Perkembangan Realisasi Investasi Berdasarkan Lokasi Tahun
2019 (Triliun)
Grafik pada gambar 4.4 menggambarkan perkembangan realisasi investasi

baik Investasi Penanaman Modal Asing maupun Investasi Penanaman Modal

Dalam Negeri berdasarkan lokasi tahun 2019. Provinsi Jawa Barat merupakan

realisasi investasi tertinggi diantara 34 provinsi yaitu sebesar 137,5 triliun,

kemudian diikuti oleh provinsi DKI Jakarta sebesar 123,9 triliun. Provinsi

selanjutnya adalah Jawa Tengah sebesar 59,5 triliun kemudian diikuti oleh Jawa

Timur sebesar 58,5 triliun dan provinsi urutan kelima tertinggi dalam realisasi

investasi adalah Banten sebesar 48,7 triliun. Sisanya sebesar 381,5 triliun

direalisasikan di provinsi lainnya .

4.2.3 Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia

Salah satu cara untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat Indonesia

adalah dengan memberikan pekerjaan bagi mereka yang terjebak dalam lingkaran

kemiskinan. Penyediaan lapangan kerja yang meningkat setiap tahunnya

diharapkan akan mampu mengejar pertambahan angkatan kerja. Angkatan kerja

75
Universitas Sumatera Utara
yang bekerja adalah salah satu faktor produksi yang mampu meningkatkan jumlah

output sehingga tenaga kerja juga adalah salah satu investasi besar yang

menentukan pembangunan ekonomi suatu negara. Berikut ini adalah

perkembangan tenaga kerja di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir.

Tenaga Kerja
130000000

125000000

120000000
Juta Jiwa

115000000

110000000

105000000

100000000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: BPS (data diolah)


Gambar 4.5 Pertumbuhan Tenaga Kerja di Indonesia 2010-2019
Pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia

yang bekerja memiliki peningkatan setiap tahunnya kecuali pada tahun 2011.

Pada tahun 2010, jumlah angkatan kerja yang bekerja adalah 108.207.767 jiwa

turun menjadi 107.416.309 tahun 2011. Penurunan tersebut diringi dengan

angkatan kerja yang menurun juga, sehingga jika diambil persentasenya maka

penyerapan tenaga kerja tahun 2011 tidak menurun karena 92,52% penduduk

yang bekerja dari jumlah total angkatan kerja. Persentase tenaga kerja yang

terserap tertinggi selama sepuluh tahun terakhir terjadi pada tahun 2019 yaitu

92,93% dengan jumlah 128.755.271 jiwa. Peningkatan tenaga kerja tersebut

diharapkan dapat terjadi di tahun tahun mendatang sehingga jumlah pengangguran

menurun, masyarakat mendapat kesejahteraan dan pada akhirnya masalah

76
Universitas Sumatera Utara
kemiskinan dapat teratasi.

Persentase Penyerapan Tenaga Kerja 2019


1.06 0.73 0.32 0.26
3.98 1.53 1.38 1.31 0.24
4.02
29.46
4.91
5.1

5.89

6.8
18.92
14.09

Pertanian
Perdagangan
Industri Pengolahan
Akomodasi dan Makan Minum
Konstruksi
Jasa Pendidikan
Jasa Lainnya
Trasportasi
Administrasi Pemerintahan

Sumber: BPS (data diolah)


Gambar 4.6 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama 2019
Pada gambar 4.6 di atas menunjukan persentase penduduk yang bekerja

menurut lapangan pekerjaan utama pada Februari 2019. Jumlah penduduk yang

bekerja setiap kategori lapangan pekerjaan menunjukkan kemampuan dalam

penyerapan tenaga kerja. Struktur penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan

pada Februari 2019 masih didominasi oleh tiga lapangan pekerjaan utama, yaitu

pertanian, kehutaan dan perikanan sebesar 29,46%; perdagangan sebesar 18,92%;

dan Industri Pengolahan sebesar 14,09%. Dilihat berdasarkan tren lapangan

pekerjaan selama Februari 2018-Februari 2019, persentase penduduk yang bekerja

di sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 1%, administrasi Pemerintahan

0,23% serta informasi dan komunikasi sebesar 0,06%. Penyebab penurunan

77
Universitas Sumatera Utara
jumlah tenaga kerja dibidang tersebut diharapkan segera diatasi, khususnya di

sektor pertanian sehingga penggunaan tenaga kerja pada sektor pertanian makin

efesien dan produktif. Meningkatnya produktifitas tenaga kerja pada sektor

pertanian juga diikuti oleh membaiknya pemerataan pendapatan atau menurunkan

ketimpangan pendapatan.

4.2.4 Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Pertumbuhan ekonomi suatu negara mencerminkan maju atau tidaknya

negara tersebut. Dalam pembangunan suatu negara pertumbuhan ekonomi

menjadi salah satu tolak ukurnya. Pertumbuhan ekonomi bisa terjadi karena

kenaikan produksi barang dan jasa (Gross Domestic Product), melalui

peningkatan GDP tersebut perekonomian masyarakat akan berkembang, yang

mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, dengan demikian kesejahteraan

masyaraka secara otomatis akan mengalami peningkatan. Jumlah masyarakat yang

dulunya hidup dibawah garis kemiskinan akan menurun karena mereka sekarang

sudah mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan sudah sejahtera.

Pertumbuhan Ekonomi
7
6.22 6.17 6.03
6 5.56
5.01 5.03 5.07 5.17 5.02
4.88
5
Persen (%)

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: BPS (data diolah)


Gambar 4.7 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2010-2019

78
Universitas Sumatera Utara
Dilihat dari gambar 4.7, trend pertumbuhan ekonomi sepuluh tahun terakhir

maka pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh melambat menjadi sekitaran 5%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi yaitu 6,22% pada tahun 2010. Namun

dari segi jumlah Produk Domestik Bruto (PDB), mengalami peningkatan setiap

tahunnya. PDB menurut harga konstan pada tahun 2010 Rp.6.864.133,10

meningkat menjadi Rp.10.949.243,70. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019

turun menjadi 5,02% dari pencapaian 2018 sebesar 5,17% ini disebabkan karena

pertumbuhan sektor industri pengolahan melemah. Sektor industri pengolahan

adalah penyumbang terbesar terhadap perekonomian Indonesia. Dari pertumbuhan

5,02%, sektor industri menyumbang 0,8%. Selain sektor industri pengolahan, ada

tiga sektor lain yang turun yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia

yaitu sektor perdagangan, pertanian dan kontruksi. Sektor perdagangan turun dari

4,97% pada 2018, menjadi 4,62% pada 2019. Sementara sektor pertanian turun

dari 3,88% menjadi 3,64%. Terakhir adalah sektor konstruksi, turun dari 6,09%

menjadi 5,76%.

4.3 Analisis Data

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Vector Auto

Regression (VAR), yaitu memproyeksi setiap variabel dalam runtuk waktu

maupun wilayah dan menganalisa setiap dampak dari faktor gangguan yang

terdapat dalan variabel tersebut. Data yang digunakan dalam variabel ini adalah

time series. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan, yaitu

tahun 1990 sampai dengan tahun 2019.

79
Universitas Sumatera Utara
4.3.1 Uji Stasioneritas Data

Uji stasioner ini dilakukan untuk melihat data sekunder yang peneliti

gunakan apakah mengandung akat-akar unit atau tidak. Data yang tidak

mengandung akar unit adalah data yang bersifat stasioner berarti data tersebut

memiliki ragam yang tidak terlalu besar atau mendekati nilai rata-ratanya.

Sebaliknya, jika data tersebut mengandung akar unit maka data tidak stasioner

yang mengakibatkan hasil estimasi yang dihasilkan tidak akurat. Dalam uji

stasioneritas data dapat dilakukan menggunakan ADF pada derjat yang sama (

level atau different) hingga memperoleh data yang stasioner. Berikut adalah hasil

uji stasioneritas data terhadap INV, LAB, GWRT, dan POV dengan menggunakan

metode ADF.

Tabel 4.2 Hasil Uji Stasioneritas Data Variabel Penelitian


Variabel Level First Difference Keterangan
t-stat Prob t-stat Prob
POV -0.798057 0.8036 -5.097881 0.0003 Stasioner
INV 1.814687 0.9996 -5.167845 0.0002 Stasioner
LAB 0.955317 0.9949 -6.398175 0.0000 Stasioner
GWRT -3.854587 0.0065 -3.088311 0.0410 Stasioner
Sumber: Data Sekunder diolah (2021)
Keterangan: INV (Invesment); LAB (Labor); GWRT (Growth); POV (Poverty)
Berdasarkan Tabel 4.2 bahwa hasil uji stasioneritas data POV, INV, LAB,

dan GWRT, belum stasioner pada tingkat level. Hal ini dapat dilihat pada saat

orde 0 (level), p-value untuk masing-masing variabel lebih besar dari α = 5%, ini

artinya menerima hipotesis H0 yaitu terdapat akar unit pada data atau data tidak

stasioner. Akibatnya, semua data perlu di diferensiasi agar mendapatkan stasioner.

Setelah dilakukan diferensiasi pada variabel POV, INV, LAB, dan GWRT maka

stasioner pada orde I (first difference). Hal ini dapat dilihat bahwa p-value untuk

80
Universitas Sumatera Utara
masing-masing variabel lebih kecil dari α = 5% artinya adalah menolak hipotesis

H0 yaitu tidak terdapat akar unit pada data atau data sudah stasioner.

4.3.2 Penentuan Panjang Lag

Penentuan panjang lag sangat penting dalam pendekatan model VAR karena

jika lag optimal yang dimasukkan terlalu pendek maka tidak dapat menjelaskan

kedinamisan data secara menyeluruh. Sebaliknya, jika lag optimal yang terlalu

panjang maka akan menghasilkan estimasi yang tidak efesien karena berkurang

degree of freedom (Basuki,2016). Jadi, tujuan dari penentuan panjang lag adalah

untuk mendapatkan model yang tepat, yang nantinya akan mengestimasi actual

error secara tepat.

Tabel 4.3 Hasil Uji Lag Optimal

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -314.6385 NA 518810.9 24.51065 24.70420* 24.56639

1 -297.5186 27.65522 485237.9 24.42451 25.39227 24.70319

2 -271.7543 33.69176* 253015.5* 23.67341 25.41539 24.17503*

3 -255.3154 16.43883 322091.4 23.63965* 26.15584 24.36422

Sumber: Data Sekunder (diolah), 2021


Keterangan: tanda * lag optimal yang diajukan

Tabel 4.3 menggambarkan bahwa Lag 2 memiliki nilai Final Prediction

Error (FPE) sebesar 253015.5 dan Hannan-Quinn Information (HQ) sebesar

24.17503. Angka tersebut adalah angka yang terkecil. Artinya pengaruh

optimal variabel terhadap variabel lain terjadi dalam horizon waktu 2 periode.

Hal ini menunjukkan bahwa lag 2 akan digunakan untuk proses estimasi

parameter Vector Auto Regression (VAR).

81
Universitas Sumatera Utara
4.3.3. Uji Stabilitas Model
Langkah selanjutnya adalah pengujian stabilitas model. Pengujian terhadap

stabilitas VAR/VECM penelitian ini menggunakan Root of Characteristic

Polymonial. Nilai Root Modulus Polymonial kurang dari 1(<1) berarti variabel

tersebut adalah stabil.

Tabel 4.4 Hasil Uji Stabilitas VAR

Root Modulus

0.221552 - 0.618533i 0.657015


0.221552 + 0.618533i 0.657015
0.654278 0.654278
-0.596094 - 0.204880i 0.630321
-0.596094 + 0.204880i 0.630321
-0.258484 - 0.455191i 0.523462
-0.258484 + 0.455191i 0.523462
0.309329 0.309329

No root lies outside the unit circle.


VAR satisfies the stability condition.
Sumber: Data Sekunder (diolah), 2021
Dari tabel 4.4 terlihat bahwa nilai akar karateristik atau modulus semuanya

menunjukkan kurang dari 1. Sedangkan dari gambar 4.7 terlihat titik Inverse

Roots of AR Characteritic Polynomial semua sudah dalam lingkaran. Sehingga

berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.4 dan gambar 4.7 dapat disimpulkan

bahwa model VAR nya sudah stabil. Jika model yang digunakan sudah stabil

maka hasil analisis IRF (Impulse Response Funtion) dan VDC ( Variance

Decomposition) adalah valid.

82
Universitas Sumatera Utara
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5

Gambar 4.8 Hasil Uji Stabilitas VAR

4.3.4 Uji Kointegrasi Metode Johansen Fisher

Uji Kointegrasi dilakukan untuk mengetahui apakah akan terjadi

keseimbangan dalam jangka panjang, yaitu apakah ada atau tidak kesamaan

pergerakan dalam stabilitas hubungan antar variabel-variabel. Uji kointegrasi

dalam penelitian ini menggunakan Johansen Fisher Panel Cointegration Test.

Persamaan tersebut dikatakan kointegrasi jika pada nilai probability yang

dihasilkan At most 1, At most 2, dan At most 3 dengan ketentuan apabila nilai

probability lebih kecil dari 0.05 berarti terdapat kointegrasi antar variabel.

Sebaliknya jika nilai probability lebih besar dari 0.05 berarti tidak terdapat

kointegrasi antar variabel.

83
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Hasil Uji Kointegrasi Johansen Panel Cointegration
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05


No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None 0.692733 46.73387 47.85613 0.0635


At most 1 0.328300 16.05287 29.79707 0.7085
At most 2 0.107108 5.706327 15.49471 0.7299
At most 3 0.100742 2.760806 3.841466 0.0966

Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level


* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)

Hypothesized Max-Eigen 0.05


No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.692733 30.68100 27.58434 0.0194


At most 1 0.328300 10.34654 21.13162 0.7116
At most 2 0.107108 2.945521 14.26460 0.9503
At most 3 0.100742 2.760806 3.841466 0.0966

Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level


* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: Data Sekunder (diolah), 2021
Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hasil uji Johansen Fisher Cointegration

Test pada POV, INV, LAB, dan GWRT menunjukkan nilai probability untuk

masing-masing persamaan tersebut lebih besar dari 0.05 artinya tidak terdapat

hubungan jangka panjang atau kointegrasi antara variabel yaitu antara tingkat

kemiskinan, investasi, tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Adanya

kointegrasi bisa juga dilihat dengan membandingkan nilai Max-Eigen dan Trace

nya. Jika nilai Max-Eigen dan nilai Trace nya lebih besar dari nilai kritisnya,

maka data tersebut terkointegrasi. Dapat dilihat bahwa hasil uji kointegrasi

terhadap model antara POV, INV, LAB, dan GWRT, nilai Trace statistic dan nilai

Max-Eigen statistik lebih kecil dari Critical value. Dari temuan tersebut dapat

84
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini tidak

mengandung hubungan jangka panjang.

4.3.5 Estimasi VAR

TABEL 4. 6 Hasil Estimasi Vector Autoregression


D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)
D(POV(-1)) 1.008118 -5.136869 0.219854 -2.798538
(0.34039) (9.78231) (0.43965) (0.52860)
[ 2.96167] [-0.52512] [ 0.50007] [-5.29429]

D(POV(-2)) -0.437549 -5.761025 0.010555 1.297399


(0.22936) (6.59150) (0.29624) (0.35618)
[-1.90769] [-0.87401] [ 0.03563] [ 3.64256]

D(INV(-1)) 0.003476 0.075240 -0.000852 -0.016322


(0.00702) (0.20163) (0.00906) (0.01090)
[ 0.49540] [ 0.37316] [-0.09403] [-1.49808]

D(INV(-2)) -0.003632 0.274396 0.001904 0.002432


(0.00663) (0.19044) (0.00856) (0.01029)
[-0.54805] [ 1.44086] [ 0.22243] [ 0.23638]

D(LAB(-1)) -0.221659 4.498406 -0.170154 -0.174650


(0.19745) (5.67445) (0.25503) (0.30662)
[-1.12261] [ 0.79275] [-0.66720] [-0.56959]

D(LAB(-2)) 0.214641 -6.753578 0.116127 -0.189346


(0.24456) (7.02824) (0.31587) (0.37978)
[ 0.87767] [-0.96092] [ 0.36764] [-0.49857]

D(GWRT(-1)) 0.200343 -3.183234 0.053007 -1.215649


(0.14523) (4.17382) (0.18759) (0.22554)
[ 1.37945] [-0.76267] [ 0.28258] [-5.39005]

D(GWRT(-2)) 0.175107 -7.407840 0.051141 -0.527594


(0.13302) (3.82270) (0.17180) (0.20656)
[ 1.31643] [-1.93786] [ 0.29767] [-2.55415]

C -0.003441 16.85548 2.106052 0.615538


(0.72240) (20.7607) (0.93306) (1.12182)
[-0.00476] [ 0.81189] [ 2.25715] [ 0.54869]

R-squared 0.557017 0.339661 0.068638 0.771861


Adj. R-squared 0.360136 0.046177 -0.345300 0.670466
Sum sq. resids 51.93457 42893.23 86.64019 125.2428
S.E. equation 1.698604 48.81554 2.193933 2.637790
F-statistic 2.829206 1.157342 0.165817 7.612402
Log likelihood -47.14234 -137.8149 -54.05135 -59.02598
Akaike AIC 4.158692 10.87518 4.670471 5.038961
Schwarz SC 4.590637 11.30712 5.102416 5.470907
Mean dependent -0.180741 25.55259 1.957778 -0.053333
S.D. dependent 2.123480 49.98323 1.891532 4.595046

Sumber:D(POV(-1)) 1.008118
Data Sekunder (diolah), 2021 -5.136869 0.219854 -2.798538

85
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 Hasil Estimasi VAR Antara INV, LAB, dan GWRT terhadap POV

Koefisien Std Error t-statistics

Konstanta -0.003441 0.72240 -0.00476

D(POV(-1)) 1.008118 0.34039 2.96167

D(INV(-2)) -0.003632 0.00663 -0.54805

D(LAB(-1)) -0.221659 0.19745 -1.12261

D(GWRT(-2)) 0.175107 0.13302 1.31643

R-square= 55,7%
Adj R-square=36%
t tabel= 1,706
Dari hasil pengujian estimasi dengan Vector Auto Regression maka dapat

persamaan pada tabel 4.7 diatas, bahwa variabel INV, LAB, dan GWRT mampu

menjelaskan keragaman POV sebanyak 55,7%, dengan persamaan:

D(POV)= -0.003441 + 1.008118 D(POV(-1)) - 0.003632 D(INV(-2))-0.221659

D(LAB(-1)) + 0.175107 D(GWRT(-2))

Persamaan diatas memberikan penjelasan antara lain sebagai berikut:

Koefisien D(POV(-1)) sebesar 1.008118 artinya tingkat kemiskinan periode lalu

berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan periode sekarang, yaitu ketika

tingkat kemikinan periode lalu naik sebesar 1% maka akan menaikkan tingkat

kemiskinan periode sekarang sebesar 1,0 % dengan asumsi variabel lain dianggap

konstan. Jadi, tingkat kemiskinan tinggi akan menyebabkan kenaikan tingkat

kemiskinan di periode berikutnya.

Koefisien D(INV(-2)) sebesar -0.003632 artinya investasi 2 periode lalu

berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan periode sekarang, yaitu ketika

investasi 2 periode lalu naik sebesar 1 triliun rupiah, maka akan menurunkan

0,003% tingkat kemiskinan periode saat ini dengan asumsi variabel lain dianggap

86
Universitas Sumatera Utara
konstan. Ini bermakna bahwa ketika investasi meningkat maka akan menurunkan

tingkat kemiskinan.

Koefisien D(LAB(-1)) sebesar -0.221659 artinya tenaga kerja periode lalu

berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan periode sekarang, yaitu ketika

tenaga kerja periode lalu naik 1 juta maka akan menurunkan tingkat kemiskinan

periode sekarang sebesar 0,22% dengan asumsi variabel lain dianggap konstan.

Ini artinya bahwa ketika jumlah tenaga kerja meningkat akan mampu menurunkan

laju kemiskinan.

Koefisien D(GWRT(-2)) sebesar 0.175107 artinya pertumbuhan ekonomi 2

periode lalu berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan sekarang, yaitu

ketika pertumbuhan ekonomi 2 periode lalu naik sebesar 1% akan menaikkan

tingkat kemiskinan periode sekarang sebesar 0,17% dengan asumsi variabel lain

dianggap konstan. Ini bermakna bahwa dalam jangka pendek ketika pertumbuhan

ekonomi meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin.

4.3.6 Hasil Analisis Impulse Response Function (IRF)

Salah satu kelebihan metode VAR dibandingkan dengan metode estimasi lain

adalah dapat dilakukan peramalan terhadap kondisi jika terjadi perubahan error.

Analisis impulse response ini digunakan untuk melacak respon dari variabel

endogen atau variabel itu sendiri karena adanya goncangan (shock) atau

perubahan di dalam variabel gangguan dalam periode sekarang maupun pada

periode yang akan datang. Secara mendasar dalam analisis ini akan diketahui

respon positif atau negatif dari suatu variabel ke variabel lainnya. Jika Impulse

Response menunjukkan pergerakan yang semakin mendekati titik keseimbangan

(convergence) atau kembali ke keseimbangan sebelumnya bermakna respon suatu

87
Universitas Sumatera Utara
variabel suatu kejutan makin lama akan menghilang sehingga kejutan tersebut

tidak meninggalkan pengaruh permanen terhadap variabel tersebut (Basuki,

2016).

Untuk memudahkan interpretasi, hasil analisis yang disajikan dalam bentuk

grafik dengan 10 periode. Hasil pengujian ini berupa grafik dimana respon

tersebut akan menunjukkan respon positif atau respon negatif dari variabel yang

digunakan. Hasil Impulse Response Function (IRF) dapat dilihat pada berikut:

Res pons e of D(POV ) to D(POV)

2 2

1 1

0 0

-1 -1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sumber : DataRes
Sekunder
pons(diolah),
e of 2021
D(INV) to D(P OV )
60 Gambar 4. 9 Respon Tingkat Kemiskinan Terhadap Tingkat 60
Kemiskinan
40 Dari gambar 4.9 dapat dilihat respon tingkat kemiskinan itu sendiri terhadap 40

20 20
guncangan tingkat kemiskinan. Guncangan yang terjadi antara tingkat kemiskinan
0 0
terhadap tingkat kemiskinan itu sendiri cenderung positif. Pada periode pertama
-20 -20

sampai periode ketiga memberikan pengaruh positif, namun pada perode ke tiga
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

akhir sampai periode ke lima respon tingkat kemiskinan terhadap tingkat


Res pons e of D(LAB) to D(POV )
kemiskinan itu sendiri adalah negatif. Kemudian, pada periode ke enam kembali
2 2

merespon positif dan periode kedelapan sampai seterusnya respon yang diberikan
1 1

mendekati garis keseimbangan. Mendekati garis keseimbangan artinya efek


0 0

negatif dari tingkat kemiskinan itu sendiri tidak memberikan pengaruh yang
-1 -1

permanen.1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Res pons e of D(GW RT ) to D(POV )


4 4

88
2 Universitas Sumatera Utara 2

0 0
R es ponse to C holes ky One S.D . (d.f . adj

) Res pons e of D(POV) to D(INV)

2 2

1 1

0 0

-1 -1

9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1

Sumber : Data Sekunder (diolah), 2021


Res pons e of D(INV) to D(INV)
60 Gambar 4.10 Respon Investasi Terhadap Tingkat Kemiskinan 60

40 Gambar 4.10 diatas dapat menjelaskan bahwa respon tingkat kemiskinan 40

terhadap
20 guncangan investasi cenderung memberikan respon yang negatif dan 20

0
mendekati garis keseimbangan. Pada periode pertama dan ke dua respon tingkat 0

-20 -20
kemiskinan terhadap investasi adalah mendekati garis keseimbangan, namun

9 10 periode ke1 tiga dan


2 ke empat
3 respon
4 yang diberikan
5 6 7 adalah
8 negatif.
9 Pada
10periode 1

ke lima sampai periode kesepuluh respon tingkat kemiskinan terhadap guncangan


) Res pons e of D(LAB) to D(INV)

investasi adalah mendekati garis keseimbangan. Mendekati garis keseimbangan


2 2
artinya efek perubahan investasi sendiri tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan.
1 1
Ini berarti investasi yang ditanamkan di Indonesia tidak menjangkau daerah
0 0
penduduk miskin atau investasi tersebut tidak dominan di labor intensive namun
-1 -1
kepada capital intensive sehingga jumlah penduduk yang menganggur tidak
9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1
terserap banyak. Respon negatif artinya pada periode tertentu ketika investasi

V) mengalami peningkatan
Res ponsmakae tingkat
of D(GWkemiskinan
RT ) tomengalami
D(INV) penurunan. Ini
4 4
terjadi jika realisasi investasi dilaksanakan di kantong kantong kemiskinan atau
2 2
daerah yang belum ditersentuh sehingga investasi tersebut mampu memperbaiki
0 0
kehidupan masyarakat miskin.

-2 -2

89
9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 Universitas
9 Sumatera Utara
10 1
One S.D . (d.f . adjusted) Innov ations ± 2 S.E.

V) Res pons e of D(POV) to D(LAB)

2 2

1 1

0 0

-1 -1

9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1

Sumber : Data Sekunder (diolah), 2021


) Res
Gambar 4.11 pons
Respon e of D(INV)
Tenaga to D(LAB)
Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan
60 60
Pada gambar 4.11 dapat dilihat respon tingkat kemiskinan terhadap
40 40
guncangan tenaga kerja. Guncangan yang terjadi pada periode pertama sampai
20 20
periode ke tiga negatif, selanjutnya periode ke empat dan ke lima respon yang
0 0

diberikan adalah positif. Namun, periode ke enam kembali negatif, sedangkan


-20 -20

periode ke tujuh sampai ke sepuluh respon tingkat kemiskinan terhadap


9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1

guncangan tenaga kerja adalah mendekati garis keseimbangan. Respon negatif


) Res pons e of D(LAB) to D(LAB)
artinya selama periode tertentu ketika tenaga kerja mengalami peningkatan maka

akan2 menurunkan tingkat kemiskinan. Hal ini terjadi ketika tenaga kerja yang 2

diserap
1 memiliki keterampilan dan memiliki SDM yang tinggi, sehingga tenaga 1

kerja0 tersebut produktif dalam menghasilkan barang dan jasa, mereka akan 0

memproleh
-1 pendapatan dan ini akan melepaskan mereka dari lingkaran -1

9 10 kemiskinan.
1 Sebaliknya
2 3 ketika
4 respon
5 yang
6 diberikan
7 adalah9 positif
8 10 artinya 1

selama periode tertentu ketika tenaga kerja mengalami peningkatan maka tingkat
V) Res pons e of D(GW RT ) to D(LAB)
4 4
kemiskinan juga mengalami peningkatan. Ini mengindikasikan bahwa

penambahan
2 jumlah tenaga kerja tidak dibarengi dengan kualitas SDM para 2

pekerjanya,
0 tenaga kerja tersebut tidak produktif, pendapatan yang diperoleh 0

masih
-2
rendah sehingga meskipun bekerja tetapi tidak mengubah nasip para -2

9 10 1 2 3 4 5 90 6 7 8 9 10 1
Universitas Sumatera Utara
pekerja, mereka masih tetap hidup dalam lingkaran kemiskinan. Mendekati garis

keseimbangan artinya efek positif dari tenaga kerja itu sendiri tidak memberikan

pengaruh yang permanen.


.

Res pons e of D(POV) to D(GW RT )

-1

10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber : Data Sekunder (diolah), 2021

Gambar Res pons e of D(INV) to D(GW RT )


4.12 Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat
60 Kemiskinan
Dari gambar 4.12 diatas dapat dilihat respon tingkat kemiskinan terhadap
40

guncangan pertumbuhan ekonomi pada periode satu sampai ke tiga adalah positif
20

namun pada periode ke empat sampai ke lima respon yang diberikan sudah
0

negatif. Selanjutnya pada periode ke enam sampai periode ke sepuluh respon


-20

tingkat kemiskinan terhadap guncangan pertumbuhan ekonomi sudah berada di


10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

garis keseimbangan. Respon negatif artinya selama periode tertentu ketika


Res pons e of D(LAB) to D(GW RT )
pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan maka akan menurunkan tingkat

2
kemiskinan sebaliknya ketika respon yang diberikan positif artinya selama

periode
1 tertentu ketika pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan maka

tingkat kemiskinan juga mengalami peningkatan. Mendekati garis keseimbangan


0

artinya respon tingkat kemiskinan terhadap guncangan pertumbuhan ekonomi


-1

tidaklah permanen.
10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Res pons e of D(GW RT ) to D(GW RT )


4

91
2 Universitas Sumatera Utara
4.3.7 Hasil Analisis Varian Decomposition (VD)

Analisis Varian Decomposition (VD) bertujuan untuk mengukur komposisi

atau kontribusi pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel

dependen. Hasil dari Variance Decomposition secara berurutan diakibatkan oleh

guncangan variabel itu sendiri atau akibat guncangan varibel lain.

Tabel 4.8 Varian Dekomposisi Tingkat Kemiskinan

Persentase varian prediksi suatu variabel yang bersumber dari


variabel inovasi
Varian Dekomposisi Tingkat Kemiskinan
Period S.E. D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)

1 1.698604 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000


2 2.328760 92.66764 0.036595 4.994689 2.301072
3 2.361610 91.82294 0.393977 4.862248 2.920836
4 2.519989 90.84660 0.837153 5.254794 3.061453
5 2.528655 90.37488 0.831596 5.747806 3.045719
6 2.546958 90.23611 0.821291 5.933512 3.009086
7 2.552424 90.23610 0.820465 5.923636 3.019804
8 2.552719 90.22393 0.829330 5.925008 3.021728
9 2.554417 90.21683 0.830886 5.933512 3.018769
10 2.554603 90.21296 0.831613 5.936250 3.019176
1 1.698604
Sumber : Data 100.0000
Sekunder (diolah), 2021 0.000000 0.000000 0.000000

Tabel 4.8 diatas menunjukkan prediksi pengaruh masing-masing variabel

investasi, tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan.

Pada periode pertama variabel tingkat kemiskinan dipengaruhi variabel tingkat

kemiskinan itu sendiri (100%). Pada periode kedua tingkat kemiskinan sekitar

92,67% varian prediksi bersumber dari variabel tingkat kemiskinan itu sendiri.

Sisanya, bersumber 0,03 % dari investasi, 5% dari tenaga kerja, dan 2,30% dari

pertumbuhan ekonomi. Dan selanjutnya, pada horizon prediksi 10 periode tingkat

kemiskinan, sebesar 90,21% bersumber dari tingkat kemiskinan itu sendiri, dan

sisanya sebesar 0,83% dari investasi, 5,94% bersumber dari tenaga kerja dan

92
Universitas Sumatera Utara
3,02% bersumber dari pertumbuhan ekonomi.

Tabel 4.9 Varian Dekomposisi Investasi


Persentase varian prediksi suatu variabel yang bersumber dari
variabel investasi
Varian Dekomposisi Investasi
Period S.E. D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)

1 48.81554 0.262411 99.73759 0.000000 0.000000


2 50.82420 1.211700 93.48837 4.080305 1.219626
3 54.77530 4.630285 85.51590 6.641185 3.212629
4 56.12646 4.425471 83.58214 6.985824 5.006563
5 58.20651 7.505078 77.73868 7.948999 6.807241
6 59.23590 7.335451 76.03218 10.00278 6.629585
7 59.69627 7.363730 74.87039 11.17180 6.594079
8 59.81255 7.337961 74.78140 11.31079 6.569850
9 59.83677 7.332061 74.72219 11.37882 6.566930
10 59.85387 7.351865 74.69846 11.38475 6.564924

Sumber : Data Sekunder (diolah), 2021

Tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa horizon periode kedua sekitar 93,49%

bersumber dari variabel investasi itu sendiri, sisanya sebesar 4,08% bersumber

dari tenaga kerja, 1,22% bersumber dari pertumbuhan ekonomi, dan 1,21% dari

tingkat kemiskinan. Selanjutnya, pada horizon prediksi 10 periode, investasi

sebesar 74,70% varian prediksi investasi bersumber dari investasi itu sendiri,

sisanya sebesar 11,39% bersumber dari tenaga kerja, 6,56% dari pertumbuhan

ekonomi dan 7,35% dari tingkat kemiskinan.

93
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Varian Dekomposisi Tenaga Kerja
Persentase varian prediksi suatu variabel yang bersumber dari variabel inovasi
Varian Dekomposisi Tenaga Kerja
Period S.E. D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)

1 2.193933 7.047351 6.063082 86.88957 0.000000


2 2.260402 9.288883 6.067511 84.47263 0.170972
3 2.270707 9.205196 6.372218 84.21714 0.205448
4 2.272066 9.218327 6.448585 84.11775 0.215339
5 2.272347 9.220433 6.464207 84.10007 0.215285
6 2.272468 9.219514 6.464965 84.09149 0.224027
7 2.272654 9.221274 6.464588 84.08031 0.233832
8 2.272841 9.222232 6.464939 84.07492 0.237911
9 2.272965 9.221297 6.465417 84.07476 0.238530
10 2.273022 9.221049 6.465582 84.07470 0.238670

Sumber : Data Sekunder (diolah), 2021

Tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa pada prediksi 2 periode tenaga kerja,

sekitar 84,47% dari variabel tenaga kerja itu sendiri, sisanya sebesar 6,07% dari

investasi, 0,17% bersumber dari pertumbuhan ekonomi dan 9,29% bersumber dari

tingkat kemiskinan. Selanjutnya pada horizon 10 periode tenaga kerja, sebesar

84,07% varian prediksi bersumber dari tenaga kerja itu sendiri dan sisanya sebesar

6,47% bersumber dari investasi, 0,24% dari pertumbuhan ekonomi serta 9,22%

dari tingkat kemiskinan.

94
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11 Varian Dekomposisi Pertumbuhan Ekonomi
Persentase varian prediksi suatu variabel yang bersumber dari variabel inovasi
Varian Dekomposisi Pertumbuhan Ekonomi
Period S.E. D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)

1 2.637790 53.69241 0.009503 1.614267 44.68382


2 4.216923 51.88109 4.151329 0.645828 43.32175
3 4.975055 55.28688 6.053754 5.188058 33.47131
4 5.417105 51.39799 5.493164 14.72854 28.38031
5 5.505825 51.27762 5.384357 15.85401 27.48401
6 5.522468 51.46183 5.450363 15.75870 27.32911
7 5.523623 51.45342 5.459166 15.76646 27.32095
8 5.525886 51.48942 5.454772 15.75654 27.29927
9 5.527530 51.50479 5.452267 15.75972 27.28322
10 5.527644 51.50365 5.452041 15.75986 27.28445

Sumber : Data Sekunder (diolah), 2021

Tabel 4.11 diatas menunjukkan bahwa pada horizon prediksi 2 periode

pertumbuhan ekonomi sekitar 43.32% varian dari prediksi bersumber dari

pertumbuhan ekonomi itu sendiri, sisanya sebesar 0,65% bersumber dari tenaga

kerja, 4,15% dari investasi dan 51,88% dari tingkat kemiskinan. Selanjutnya pada

horizon prediksi 10 periode pertumbuhan ekonomi, sebesar 27,29% varian

prediksi pertumbuhan ekonomi bersumber dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri,

dan sisanya sebesar 15,76% bersumber dari tenaga kerja, 5,45% dari investasi dan

51,50% dari tingkat kemiskinan.

95
Universitas Sumatera Utara
4.4 Pembahasan

4.4.1 Pengaruh Investasi Terhadap Tingkat Kemiskinan

Koefisien D(INV(-2)) sebesar -0,003 dengan nilai t-statistics lebih kecil dari t-

tabel yaitu -0,548 <1,706, ini artinya Investasi (X1) berpengaruh negatif terhadap

Tingkat Kemiskinan (Y). Hal ini memiliki makna bahwa dengan semakin

meningkatnya investasi yang ditanamkan di Indonesia maka akan mengakibatkan

menurunnya penduduk miskin. Penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia

disebabkan karena adanya investasi, baik investasi berupa Penanaman Modal

Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA).

Berdasarkan hasil impulse response menunjukkan bahwa apabila terjadi

perubahan jumlah investasi maka tingkat kemiskinan akan merespon negatif.

Respon negatif ini menunjukkan bahwa kenaikan investasi akan memberikan

respon pada tingkat kemiskinan berupa penurunan jumlah penduduk miskin.

Respon negatif ini dikarenakan semakin besar jumlah investasi yang ditanamkan

maka sumber modal untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi dan

pendapatan dimasa mendatang pun semakin meningkat, jika pendapatan

masyarakat meningkat maka masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan

akan berkurang. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Sukirno (2000) bahwa

kegiatan investasi yang dilakukan oleh masyarakat secara terus menerus akan

meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan

nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber

dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni; (1) investasi merupakan

salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan

meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja;

96
Universitas Sumatera Utara
(2) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas

produksi; (3) investasi akan selalu diikuti oleh perkembangan tekonologi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yolanda Pateda

dkk, (2017) yang menyatakan bahwa investasi berpengaruh negatif terhadap

tingkat kemiskinan dengan koefisien sebesar -10,075. Berbeda dengan penelitian

yang dilakukan oleh Seri Jefry A.W (2016) yang menyatakan bahwa investasi

tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Kegiatan investasi

sebaiknya dilakukan tidak hanya bersifat fisik tetapi non fisik seperti investasi

sumber daya manusia dibidang pendidikan. Investasi dibidang pendidikan akan

mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang akan mendorong

keterampilan. Peningkatan pengetahuan dan keahlian akan mendorong

produktifitas seseorang, sehingga perusahan akan memberikan gaji yang lebih

tinggi bagi tenaga kerja yang produktif. Ini akan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan menolong mereka keluar dari lingkaran kemiskinan.

Hasil perkiraan error variance dari periode satu sampai periode ke sepuluh

menunjukkan bahwa variabel investasi memiliki kontribusi terhadap perubahan

tingkat kemiskinan pada periode tertentu sebesar 0.83%. Variabel ini memiliki

kontribusi paling kecil diantara variabel lainnya.

4.4.2 Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan

Koefisien D(LAB(-1)) sebesar -0,221 dengan nilai t-statistics lebih kecil dari

t-tabel yaitu -1,122<1,706, ini artinya Tenaga Kerja (X2) berpengaruh negatif

terhadap Tingkat Kemiskinan (Y). Hal ini berarti setiap kenaikan tenaga kerja

maka kemiskinan akan mengalami penurunan. Hasil penelitian ini sesuai dengan

hasil penelitian yang di kemukakan oleh Gusti dkk, (2017) yang menyatakan

97
Universitas Sumatera Utara
bahwa tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat

kemiskinan. Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agus Budi

Purnomo dkk (2019) yang menyatakan bahwa penyerapan tenaga kerja

berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin.

Hasil impulse reponse menunjukkan bahwa ketika tenaga kerja mengalami

guncangan maka respon tingkat kemiskinan cenderung negatif. Respon negatif

menunjukkan bahwa peningkatan jumlah tenaga kerja akan menurunkan jumlah

penduduk miskin. Hasil ini sesuai dengan teori Sukirno (2004) bahwa pendapatan

masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh

dapat terwujud, sehingga apabila tidak bekerja maka akan mengurangi pendapatan

dan hal ini akan mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai sehingga

dapat menimbulkan buruknya kesejahteraan masyarakat. Tenaga kerja di

Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Struktur penduduk bekerja menurut

lapangan pekerjaan di Indonesia pada tahun 2019 masih didominasi tiga lapangan

pekerjaan utama, yaitu: Pertanian sebesar 27,33%; Perdagangan sebesar 18,81%;

dan Industri Pengolahan sebesar 14,96%.

Berdasarkan hasil uji variance decomposition menunjukkan bahwa besar

kontribusi variabel tenaga kerja terhadap tingkat kemiskinan adalah sebesar

5,94%. Nilai kontribusi tenaga kerja ini merupakan nilai tertinggi diantara

variabel yang lainnya. Industri pertanian rakyat terbukti membuka kesempatan

kerja yang sangat luas, dan dapat menjangkau sampai ke pelosok pedesaan. Oleh

karena itu, revitalisasi pertanian rakyat sangat penting dilakukan. Selain itu, untuk

meningkatkan penyerapan tenaga kerja di industri pertanian adalah dengan

membangun Agriculture War Room (AWR) dan komando strategis Pembangunan

98
Universitas Sumatera Utara
Pertanian (Konstra Tani) untuk mendorong petani menerapkan inovasi teknologi

berbasis digitalisasi, penggunaan benih varietas unggul baru, serta perbaikan

manajemen pemupukan dan pengarian. Program tersebut akan mendorong

penggunaan alat mesin pertanian ( alsintan dan red) secara efesien serta

masyarakat harus memanfaatkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk

mendorong pembangunan pertanian ke depannya.

4.4.3 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan

Koefisien D(GWRT(-2)) sebesar 0,175 dengan nilai t-statistics lebih kecil

dari t-tabel yaitu 1,316<1,706, ini artinya Pertumbuhan Ekonomi (X3)

berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan (Y). Ada

faktor-faktor yang diperkirakan menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi kurang

optimal dalam menurunkan jumlah penduduk miskin. Yang pertama,

pertumbuhan ekonomi yang terjadi relatif belum tinggi, sehingga efeknya belum

dirasakan secara signifikan oleh penduduk miskin. Kedua, pertumbuhan ekonomi

di kawasan kantong kemiskinan relatif lambat, sehingga jumlah penduduk miskin

susah untuk diturunkan. Ketiga, masih lemahnya keterkaitan antar sektor satu

dengan sektor lainnya yang belum mampu memperkokoh perekonomian

Indonesia. Yang terakhir adalah pertumbuhan ekonomi sebagian besar ditopang

oleh sektor konsumsi, sehingga peningkatan pendapatan cenderung dinikmati oleh

sebagian kelompok masyarakat. Hasil ini sesuai dengan teori Simon Kuznet

dalam Tulus Tambunan (2001) bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki korelasi

yang kuat terhadap kemiskinan, pertumbuhan ekonomi pada tahap awal

menyebabkan tingkat kemiskinan cenderung meningkat namun pada saat

mendekati tahap akhir terjadi pengurangan tingkat kemiskinan secara

99
Universitas Sumatera Utara
berkesinambungan. Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan

kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari

penambahan pendapatan tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akan

menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan

kemiskinan. Respon negatif yang ditimbulkan oleh pertumbuhan ekonomi

terhadap tingkat kemiskinan sesuai dengan penelitian Novegya (2018) bahwa

pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan baik

secara parsial maupun secara simultan.

Hasil impulse response menunjukkan bahwa respon tingkat kemiskinan

terhadap guncangan pertumbuhan ekonomi cenderung positif dan mendekati garis

keseimbangan. Hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari variabel pertumbuhan

ekonomi yang meningkat pada periode tersebut dan diikuti oleh penurunan

standar deviasi variabel tingkat kemiskinan. Berdasarkan hasil uji variance

decomposition menunjukkan bahwa besar kontribusi variabel pertumbuhan

ekonomi terhadap tingkat kemiskinan adalah sebesar 3,02%. Nilai kontribusi

pertumbuhan ekonomi lebih besar dari pada variabel investasi. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan masyarakat lebih cepat pengaruhnya

dibandingkan dengan investasi berupa modal yang lebih memerlukan waktu yang

lama untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat tersebut.

100
Universitas Sumatera Utara
4.5 Implikasi Kebijakan

Implikasi dalam pengetasan kemiskinan di Indonesia dapat dilakukan

melalui pengembangan daerah tertinggal. Investasi sebagai penyumbang

pertumbuhan harus dilakukan dalam bentuk mempercepat industrialisasi

pertanian/pedesaan. Provinsi Papua adalah Provinsi dengan tingkat kemiskinan

tertinggi. Papua berpotensi besar untuk menjadi penggerak ekonomi Indonesia

bagian Timur melalui kelimpahan SDA diberbagai sektor baik perikanan,

pertanian/perkebunan, industri agro dan pangan, pariwisata bahari dan alam

maupun pertambangan. Namun, investasi yang ada di Indonesia belum mampu

menjangkau daerah Papua tersebut. Untuk meningkatkan penanaman investasi di

Provinsi Papua yang perlu dilakukan adalah mempromosikan potensi daerah

tersebut untuk mempercepat pembangunan sehingga kemitraan dengan banyak

pihak dapat terjadi. Pembangunan infrastruktur untuk menembus keterisolasian

dan memperluas akses transportasi, rekomunikasi dan informasi. Pengembangan

konektivitas wilayah dengan membangun jembatan Trans Papua, Jalan Strategis

Nasional serta jalan perbatasan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat untuk

meningkatkan akses dan konektivitas antar Provinsi, Kabupaten/Kota, distrik dan

kampung. Ini akan memicu terciptanya pusat-pusat pertumbuhan baru,

pengembangan ekonomi lokal yang didukung dengan kerja sama antara

pemerintah pusat, pemerintah daerah dan melibatkan pihak swasta, karena pada

kenyataannya kawasan yang sudah berkembang akan menarik banyak investor

daripada kawasan yang belum berkembang.

Kedua, yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan adalah peningkatan

jumlah tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja dapat dilakukan dengan

101
Universitas Sumatera Utara
memprioritaskan pengembangan industri manufaktur padat pekerja dan

meningkatkan keahlian serta kompetensi tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja

tertinggi didominasi oleh sektor pertanian. Untuk memajukan sektor pertanian,

pemerintah berupaya melakukan; (i)bantuan sarana dan prasarana produksi (benih,

mesin pertanian dan pupuk), (ii)subsidi pupuk yang lebih tepat sasaran,

(iii)peningkatan luas lahan tanam, (iv)peningkatan indeks pertanaman melalui

program irigasi yang lebih terintegrasi antar kementerian, lembaga dan daerah,

(v)peningkatan perikanan budidaya (melalui revitalisasi tambak yang belum

operasional dan peningkatan pakan ikan) dan pengolahan produk-produk olahan

rumput laut, (vi)penggantian alat untuk perikanan tangkap, (vii)revitalisasi Hutan

Tanaman Industri (HTI), serta (viii)valuasi jasa kehutanan.

Ketiga, untuk menurunkan tingkat kemiskinan adalah melalui peningkatan

pertumbuhan ekonomi berkualitas dan merata. Petumbuhan ekonomi yang tinggi

tidak menjamin pengurangan jumlah penduduk miskin, seperti fenomena yang

terjadi di Provinsi Papua Barat memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi

secara nasional (11,27% per tahun) namun persentase penduduk miskin di

provinsi tersebut menduduki posisi nomor dua (35,77%) atau setelah provinsi

Papua. Fenomena ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang tidak berpihak

pada penduduk miskin. hal ini disebabkan karena adanya ketimpangan. Untuk

mengatasi ketimpangan tersebut yang perlu dilakukan adalah: (i)perbaikan akses

yang menunjang kegiatan ekonomi produktif, termasuk akses kepemilikan lahan

dan permodalan, (ii)peningkatan keterampilan terutama bagi pekerja rentan dan

perluasan kesempatan kerja agar kesejahteraannya terus meningkat dan

berkelanjutan, (iii)perlindungan sosial bagi kelompok miskin dan rentan, termasuk

102
Universitas Sumatera Utara
bila terjadi guncangan terkait kesehatan, lapangan pekerjaan, sosial dan ekonomi,

(iv)pemberantasan korupsi dan perbaikan tata kelola program-program

pembangunan secara konsisten, agar manfaat pembangunan dapat lebih dirasakan

oleh seluruh lapisan masyarakat, dan (v)reformasi fiskal dan reformasi sektor

keuangan terutama sektor perbankan dan pasar modal.

103
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis tentang pengaruh investasi, tenaga kerja, dan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yang telah diuraikan pada bab sebelumnya

maka dihasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis menggunakan uji estimasi VAR, investasi di

Indonesia pada 2 periode sebelumya berpengaruh negatif namun kecil

terhadap tingkat kemiskinan saat ini. Ini sesuai dengan uji IRF yang

memperlihatkan respon tingkat kemiskinan terhadap investasi adalah

negatif namun periode berikutnya sudah mendekati garis keseimbangan.

Hasil ini juga sesuai dengan analisa Variance Decomposition yang

menunjukkan bahwa komposisi investasi terhadap tingkat kemiskinan

hanya 0,03%.

2. Berdasarkan analisis menggunakan uji estimasi VAR, tenaga kerja di

Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap tingkat

kemiskinan saat ini. Pengaruh tenaga kerja terhadap tingkat kemiskinan ini

cukup besar sesuai dengan komposisi pada uji Variance Decomposition

yaitu 5%. Uji IRF juga menunjukkan respon tingkat kemiskinan terhadap

tenaga kerja adalah negatif.

3. Berdasarkan analisis menggunakan uji estimasi VAR, pertumbuhan

ekonomi di Indonesia periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap

tingkat kemiskinan saat ini. Hasil ini sesuai dengan uji Variance

Decomposition yang menunjukkan komposisi pertumbuhan ekonomi

adalah sebesar 2,3% terhadap tingkat kemiskinan. Uji menggunakan IRF

104
Universitas Sumatera Utara
juga menunjukan bahwa periode awal tingkat kemiskinan berespon positif

terhadap pertumbuhan ekonomi tetapi tahap selanjutnya sudah negatif dan

mendekati garis keseimbangan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut, maka disarankan:

1. Bagi Pemerintah hendaknya menciptakan iklim investasi yang kondusif

dan mendukung masuknya investasi asing ke Indonesia, meningkatkan

produktifitas tenaga kerja di berbagai sektor melalui pemberian latihan

keterampilan kepada tenaga kerja Indonesia, fokus dalam peningkatan

SDM, serta perbaikan infrastruktur yang ada di Indonesia. Pemerintah

hendaknya mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan

berkeadilan untuk mengurangi tingkat kemiskinan serta efektif dalam

meredistribusi manfaat pertumbuhan ekonomi tersebut.

2. Bagi investor sebaiknya menanamkan modalnya dengan memprioritaskan

pada kantong-kantong kemiskinan, dan merealisasikan modal tersebut

yang mengutamakan sektor pertanian, perdagangan dan industri

pengolahan sehingga sektor tersebut akan menyerap tenaga kerja dengan

optimal.

3. Bagi pengusaha hendaknya meningkatkan kinerja perusahaan tiap

tahunnya agar mampu bersaing dalam memperoleh kepercayaan dari

investor sehingga memudahkan untuk memperoleh modal dari luar

perusahaan serta percepatan industrialisasi di sektor perekonomian di

daerah pedesaan untuk menyerap banyak tenaga kerja.

105
Universitas Sumatera Utara
4. Bagi para tenaga kerja agar membekali diri dengan meningkatkan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pelatihan kerja dan pendidikan,

memprioritaskan pekerjaan serta produktif dalam bekerja.

5. Bagi peneliti selanjutnya agar mempertimbangkan dan menambah

variabel lainnya, yang berhubungan dengan tingkat kemiskinan dan

menambah periode data penelitian, sehingga hasil penelitiannya menjadi

lebih relevan untuk dijadikan acuan dalam menurunkan tingkat

kemiskinan di Indonesia.

106
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Agustini, Yetti. 2017. Pengaruh Investasi PMDN, PMA, dan Penyerapan Tenaga
Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin
Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Barat, Jurnal Ekonomi Bisnis
dan Kewirausahaan, Vol.6 (2), pp 97-119.

Agus B.P dan Sri K. 2019. Pengaruh Investasi, PDRB dan Penyerapan Tenaga
Kerja Terhadap Jumlah Penduduk Miskin. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Airlangga, November, Vol. 29 (2), pp 79-93

Anita. 2020. 100 Negara Termiskin di Dunia Versi World Bank dan IMF. Daftar
Informasi Dunia.
https://www.daftarinformasi.com/negara-termiskin-di-dunia/

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima.Yogyakarta: STIM


YKPN.

Badan Pusat Statistik. Pengertian Kemiskinan. 2000.

Basuki, A. T. (2016). Analisis Regresi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Bambang, Junaidi. 2012. Ekonometrika Deret Waktu: Teori dan Aplikasi. Bogor:
IPB Press.

Barimbing Y.R dan Karmini N.L. 2015. Pengaruh PAD, Tenaga Kerja, dan
Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali. Jurnal
Ekonomi Ekonomi Pembangunan, Mei, Vol.4 (5), pp 434-450

Chairul N, Abubakar M dan Sofyan S. 2013. Pengaruh Investasi dan Tenaga


Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Hubungannya Terhadap
Tingkat Kemiskinan di Indonesia, Jurnal Ilmu Ekonomi, Vol.1, pp 1-8

Gusti A.P, Made S.U dan Nyoman M.Y. 2017. Pengaruh Investasi, Pengeluaran
Pemerintah, Tenaga Kerja Terhadap Produk Domestik Regional Bruto dan
Tingkat Kemiskinan Pada Wilayah Sarbagita di Provinsi Bali, Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Vol. 6(1), pp 29-54

Gumala F, dan Anis A. 2019. Pengaruh Korupsi, Kualitas Pembangunan Manusia


dan Penawaran Modal Asing (FDI) terhadap Kemiskinan di ASEAN,
Jurnal Ilmu Ekonomi, Mei, Vol.1 (2), pp 541-552.

Iman, Mustafa. 2020. 100 Negara Termiskin di Dunia. Good News From
Indonesia.
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/08/07/nyatanya-penduduk-
miskin-di-indonesia-jumlahnya-terus-menurun

107
Universitas Sumatera Utara
Jhingan, M.L. 1999. “ Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”, edisi Keenam
Belas, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Jonaidi, Arius. 2012. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di


Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi. Vol 1, No 1.

Kuncoro, Mudrajad. 2010. Ekonomi Pembangunan: Masalah, Kebijakan, dan


Politik. Jakarta: Erlangga.

Kusnandar, Viva B. 2020. 15 Negara dengan Penurunan Kemiskinan Ekstrem


Terbesar sekitar Tahun 2000-2015. Databoks..
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/11/15/inilah-15-negara-
dengan-penurunan-kemiskinan-ekstrem-terbesar-2000-2015

Murthy, S.A. 2017 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat


Kemiskinan Kota Semarang 1996-2014 [Skripsi]. Jawa Tengah: Ekonomi
Pembangunan FEB Universitas Muhammadyah Surakarta.

Prakoso, Adrian T. 2009. Analisis Hubungan Perdagangan Internasional dan FDI


Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia [Skripsi]. Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

Prasetyo, Adit Agus. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat


Kemiskinan di Jawa Tengah (Studi Kasus 35 Kabupaten/kota Di Jawa
Tengah Tahun 2003-2007). Program Magister Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro

Primandari, Novegya R. 2018. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan


Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan, Jurnal Ekonomi
Pembangunan, April, Vol.16 (1), pp 1-10.

Reksoprayitno, Soediyono. 2000. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Keenam.


Yogyakarta: BPFE

Robiansyah. 2015. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Dan Penyerapan Angkatan


Kerja Terhadap Kemiskinan Dengan Pendapatan Perkapita Sebagai
Variabel Pemoderasi, Jurnal Kinerja, Vol. 12 (2).

Rosadi, Dedi. 2000. Analisis Ekonometrika & Runtuk Waktu Terapan dengan R:
Aplikasi Untuk Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan. Yogyakarta: Andi
Offset.

Seri, Jefry. A.Waruwu, 2016.Analisis pengaruh pertumbuhan ekonomi


pengangguran belanja pemerintah dan investasi terhadap tingkat
kemiskinan di Indonesia [Skripsi], Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.

108
Universitas Sumatera Utara
Subanti S, Hakim A R.2013. Ekonometri. Ungaran: Graha Ilmu.

Sudiharta, Putu Seruni Pratiwi dan Ketut Sutrisna. 2014. “Pengaruh PDRB Per
Kapita, Pendidikan dan Produktivitas Tenaga Kerja Terhadap Kemiskinan
Di Provinsi Bali”. Jurnal Ekonomi. Universitas Udayana. Bali.

Sukirno, Sadono, 2006. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT.Raja


Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono, 2000. Makro Ekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran Dari


Klasik Hingga Keynesian Baru, Ed. 1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sulistiana I, Hidayati et al. 2017. Model Vector Auto Regression (VAR) and
Vector Error Correction Model (VECM) Approach for Inflasion Relations
Analysis, Gross Regional Domestic Product (GNP), World Tin Price, Bi
Rate and Rupiah Exchange Rate, Integrated Journal of Business and
Economics.

Tambunan, Tulus T.H. 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia: Teori dan


Penemuan Empiris, Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Empat.

Tanjung, Ahmad. 2019. The Impact of Monetary and Fiscal Policy on Poverty in
Indonesia. Journal of Applied Economic Sciences XIV

Tanjung, Ahmad., Dkk 2017. Relationship Between Monetary Policy, Fiscal,


Country Risk and Macroeconomic Variable in Indonesia. International
Journal of Economic Research Vol.14 (15)

Todaro, Michael, dan Smith, Stephen. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia


Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Todaro, Michael. P. 1997. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid 1 & 2.


Jakarta: Erlangga.

Widjaya, Rai. 2010. Penanaman Modal. Jakarta: PT Pratnya Paramita.

Yolanda P, Vecky A.J dan Tri O. Pengaruh Investasi, Pertumbuhan Ekonomi dan
Pengeluaran Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan di Gorontalo.
Jurnal Ilmu Ekonomi.

109
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Data Tingkat Kemiskinan, Investasi, Tenaga Kerja, dan


Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1990-2019

TAHUN POVERTY INVESTMENT LABOR (Juta GROWTH(%)


(%) (Triliun Jiwa)
Rupiah)
1990 15.1 3.75 73.1 7.24
1991 14.6 5.59 73.91 6.95
1992 14.1 88.71 75.89 6.46
1993 13.7 20.19 76.71 6.5
1994 13 21.06 79.68 7.54
1995 11.9 27.01 85.84 8.22
1996 11.3 29.64 83.55 7.82
1997 17.47 34.84 85.04 4.7
1998 24.23 55.14 87.29 -13.13
1999 23.43 74.82 88.81 0.79
2000 19.14 128.92 89.83 4.92
2001 18.41 46.43 90.8 3.64
2002 18.2 40.13 91.64 4.5
2003 17.42 58.34 92.81 4.78
2004 16.66 57.69 93.72 5.03
2005 15.97 118.36 93.96 5.69
2006 17.75 74.56 95.45 5.5
2007 16.58 132.29 99.93 6.35
2008 15.42 183.2 102.55 6.01
2009 14.15 139.46 104.87 4.63
2010 13.33 206.41 108.2 6.22
2011 12.36 252.59 107.41 6.17
2012 11.66 329.72 112.5 6.03
2013 11.47 476.97 112.76 5.56
2014 10.96 511.03 114.63 5.01
2015 11.13 583.32 114.81 4.88
2016 10.7 605.39 118.41 5.03
2017 10.12 699.13 121.02 5.07
2018 9.66 753.27 126.28 5.17
2019 9.22 778.63 128.75 5.02

110
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2: Hasil Uji Stasionesitas Data
1. Level
a. Tingkat Kemiskinan

Null Hypothesis: POV has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.798057 0.8036


Test critical values: 1% level -3.699871
5% level -2.976263
10% level -2.627420

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(POV)
Method: Least Squares
Date: 02/12/21 Time: 18:22
Sample (adjusted): 1993 2019
Included observations: 27 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

POV(-1) -0.084191 0.105495 -0.798057 0.4330


D(POV(-1)) 0.613021 0.173812 3.526918 0.0018
D(POV(-2)) -0.480295 0.194568 -2.468514 0.0214
C 1.090794 1.620680 0.673047 0.5076

R-squared 0.422651 Mean dependent var -0.180741


Adjusted R-squared 0.347345 S.D. dependent var 2.123480
S.E. of regression 1.715498 Akaike info criterion 4.053237
Sum squared resid 67.68745 Schwarz criterion 4.245213
Log likelihood -50.71870 Hannan-Quinn criter. 4.110322
F-statistic 5.612421 Durbin-Watson stat 1.774383
Prob(F-statistic) 0.004878

b. Investasi

Null Hypothesis: INV has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic 1.814687 0.9996


Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

111
Universitas Sumatera Utara
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INV)
Method: Least Squares
Date: 02/12/21 Time: 18:02
Sample (adjusted): 1991 2019
Included observations: 29 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

INV(-1) 0.071547 0.039427 1.814687 0.0807


C 12.51435 11.81472 1.059216 0.2989

R-squared 0.108708 Mean dependent var 26.72000


Adjusted R-squared 0.075697 S.D. dependent var 49.56712
S.E. of regression 47.65417 Akaike info criterion 10.63229
Sum squared resid 61314.84 Schwarz criterion 10.72659
Log likelihood -152.1682 Hannan-Quinn criter. 10.66182
F-statistic 3.293087 Durbin-Watson stat 2.421270
Prob(F-statistic) 0.080698

c. Tenaga Kerja

Null Hypothesis: LAB has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic 0.955317 0.9949


Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(LAB)
Method: Least Squares
Date: 02/12/21 Time: 18:23
Sample (adjusted): 1991 2019
Included observations: 29 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LAB(-1) 0.022001 0.023030 0.955317 0.3479


C -0.206306 2.250707 -0.091663 0.9276

R-squared 0.032696 Mean dependent var 1.918966


Adjusted R-squared -0.003130 S.D. dependent var 1.835167
S.E. of regression 1.838037 Akaike info criterion 4.121745
Sum squared resid 91.21626 Schwarz criterion 4.216042
Log likelihood -57.76531 Hannan-Quinn criter. 4.151278
F-statistic 0.912631 Durbin-Watson stat 2.555283
Prob(F-statistic) 0.347893

112
Universitas Sumatera Utara
d. Pertumbuhan Ekonomi
Null Hypothesis: GWRT has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.854587 0.0065


Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(GWRT)
Method: Least Squares
Date: 02/12/21 Time: 18:25
Sample (adjusted): 1991 2019
Included observations: 29 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

GWRT(-1) -0.702943 0.182365 -3.854587 0.0006


C 3.396471 1.124393 3.020715 0.0055

R-squared 0.354960 Mean dependent var -0.076552


Adjusted R-squared 0.331069 S.D. dependent var 4.428829
S.E. of regression 3.622259 Akaike info criterion 5.478545
Sum squared resid 354.2605 Schwarz criterion 5.572841
Log likelihood -77.43890 Hannan-Quinn criter. 5.508077
F-statistic 14.85784 Durbin-Watson stat 1.924072
Prob(F-statistic) 0.000649

2. First difference
a. Tingkat Kemiskinan

Null Hypothesis: D(POV) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.097881 0.0003


Test critical values: 1% level -3.699871
5% level -2.976263
10% level -2.627420

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(POV,2)
Method: Least Squares
Date: 02/12/21 Time: 18:23

113
Universitas Sumatera Utara
Sample (adjusted): 1993 2019
Included observations: 27 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(POV(-1)) -0.965070 0.189308 -5.097881 0.0000


D(POV(-1),2) 0.554110 0.169878 3.261817 0.0033
C -0.175171 0.329481 -0.531656 0.5999

R-squared 0.522354 Mean dependent var 0.002222


Adjusted R-squared 0.482550 S.D. dependent var 2.366712
S.E. of regression 1.702471 Akaike info criterion 4.006478
Sum squared resid 69.56179 Schwarz criterion 4.150460
Log likelihood -51.08745 Hannan-Quinn criter. 4.049291
F-statistic 13.12318 Durbin-Watson stat 1.816334
Prob(F-statistic) 0.000141

b. Investasi

Null Hypothesis: D(INV) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.167845 0.0002


Test critical values: 1% level -3.689194
5% level -2.971853
10% level -2.625121

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(INV,2)
Method: Least Squares
Date: 02/12/21 Time: 18:03
Sample (adjusted): 1992 2019
Included observations: 28 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(INV(-1)) -1.008739 0.195195 -5.167845 0.0000


C 27.84251 10.99590 2.532080 0.0177

R-squared 0.506703 Mean dependent var 0.840000


Adjusted R-squared 0.487730 S.D. dependent var 71.52976
S.E. of regression 51.19600 Akaike info criterion 10.77795
Sum squared resid 68146.80 Schwarz criterion 10.87311
Log likelihood -148.8913 Hannan-Quinn criter. 10.80704
F-statistic 26.70662 Durbin-Watson stat 1.908835
Prob(F-statistic) 0.000022

114
Universitas Sumatera Utara
c. Tenaga Kerja

Null Hypothesis: D(LAB) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.398175 0.0000


Test critical values: 1% level -3.689194
5% level -2.971853
10% level -2.625121

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(LAB,2)
Method: Least Squares
Date: 02/12/21 Time: 18:24
Sample (adjusted): 1992 2019
Included observations: 28 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(LAB(-1)) -1.218021 0.190370 -6.398175 0.0000


C 2.372656 0.502371 4.722913 0.0001

R-squared 0.611573 Mean dependent var 0.059286


Adjusted R-squared 0.596633 S.D. dependent var 2.905883
S.E. of regression 1.845559 Akaike info criterion 4.132191
Sum squared resid 88.55833 Schwarz criterion 4.227349
Log likelihood -55.85068 Hannan-Quinn criter. 4.161282
F-statistic 40.93664 Durbin-Watson stat 1.979197
Prob(F-statistic) 0.000001

d. Pertumbuhan Ekonomi

Null Hypothesis: D(GWRT) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 4 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.088311 0.0410


Test critical values: 1% level -3.737853
5% level -2.991878
10% level -2.635542

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(GWRT,2)
Method: Least Squares

115
Universitas Sumatera Utara
Date: 02/12/21 Time: 18:25
Sample (adjusted): 1996 2019
Included observations: 24 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(GWRT(-1)) -2.703134 0.875279 -3.088311 0.0063


D(GWRT(-1),2) 1.232393 0.748035 1.647508 0.1168
D(GWRT(-2),2) 0.729526 0.591603 1.233134 0.2334
D(GWRT(-3),2) 0.396704 0.405895 0.977358 0.3413
D(GWRT(-4),2) 0.127073 0.233136 0.545061 0.5924
C -0.264675 0.981104 -0.269773 0.7904

R-squared 0.700010 Mean dependent var -0.034583


Adjusted R-squared 0.616680 S.D. dependent var 7.744419
S.E. of regression 4.794790 Akaike info criterion 6.185255
Sum squared resid 413.8203 Schwarz criterion 6.479768
Log likelihood -68.22306 Hannan-Quinn criter. 6.263389
F-statistic 8.400415 Durbin-Watson stat 2.025537
Prob(F-statistic) 0.000303

Lampiran 3: Hasil Uji Lag Optimal

VAR Lag Order Selection Criteria


Endogenous variables: D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)
Exogenous variables: C
Date: 02/12/21 Time: 18:27
Sample: 1990 2019
Included observations: 26

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -314.6385 NA 518810.9 24.51065 24.70420* 24.56639


1 -297.5186 27.65522 485237.9 24.42451 25.39227 24.70319
2 -271.7543 33.69176* 253015.5* 23.67341 25.41539 24.17503*
3 -255.3154 16.43883 322091.4 23.63965* 26.15584 24.36422

* indicates lag order selected by the criterion


LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion

116
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4: Hasil Uji Kointegrasi

Date: 02/12/21 Time: 18:36


Sample (adjusted): 1994 2019
Included observations: 26 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)
Lags interval (in first differences): 1 to 2

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05


No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None 0.692733 46.73387 47.85613 0.0635


At most 1 0.328300 16.05287 29.79707 0.7085
At most 2 0.107108 5.706327 15.49471 0.7299
At most 3 0.100742 2.760806 3.841466 0.0966

Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level


* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)

Hypothesized Max-Eigen 0.05


No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.692733 30.68100 27.58434 0.0194


At most 1 0.328300 10.34654 21.13162 0.7116
At most 2 0.107108 2.945521 14.26460 0.9503
At most 3 0.100742 2.760806 3.841466 0.0966

Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level


* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I):

D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)


0.487887 -0.002771 0.752186 1.108458
-1.545265 -0.018721 0.127442 -1.400398
0.159223 0.026453 0.667183 0.095355
-1.032246 0.013095 -1.131834 -0.392327

Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha):

D(POV,2) 1.035239 0.318747 0.188104 0.098868


D(INV,2) 10.33569 8.573856 -9.160064 1.097274
D(LAB,2) -0.394579 -0.573679 -0.189359 0.425830
D(GWRT,2) -2.121740 0.452822 -0.092553 -0.021183

1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -263.3419

Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)


D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)

117
Universitas Sumatera Utara
1.000000 -0.005679 1.541723 2.271959
(0.01152) (0.45103) (0.29067)

Adjustment coefficients (standard error in parentheses)


D(POV,2) 0.505079
(0.13429)
D(INV,2) 5.042644
(3.98352)
D(LAB,2) -0.192510
(0.21840)
D(GWRT,2) -1.035169
(0.20064)

2 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -258.1686

Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)


D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)
1.000000 0.000000 1.023355 1.836088
(0.31598) (0.20428)
0.000000 1.000000 -91.27710 -76.75052
(30.0314) (19.4150)

Adjustment coefficients (standard error in parentheses)


D(POV,2) 0.012531 -0.008836
(0.42693) (0.00499)
D(INV,2) -8.206234 -0.189148
(12.7667) (0.14910)
D(LAB,2) 0.693977 0.011833
(0.68716) (0.00803)
D(GWRT,2) -1.734898 -0.002598
(0.64064) (0.00748)

3 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -256.6959

Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)


D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)
1.000000 0.000000 0.000000 1.193320
(0.27538)
0.000000 1.000000 0.000000 -19.41950
(19.3431)
0.000000 0.000000 1.000000 0.628099
(0.26755)

Adjustment coefficients (standard error in parentheses)


D(POV,2) 0.042482 -0.003860 0.944813
(0.42210) (0.00843) (0.26273)
D(INV,2) -9.664726 -0.431460 2.755586
(12.2743) (0.24519) (7.63999)
D(LAB,2) 0.663826 0.006824 -0.496244
(0.68615) (0.01371) (0.42709)
D(GWRT,2) -1.749634 -0.005047 -1.599984
(0.64262) (0.01284) (0.39999)

118
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5: Hasil Uji Stabilitas Vector Autoregression (VAR)

1. Grafik

Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial


1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5

2.Tabel

Roots of Characteristic Polynomial


Endogenous variables: D(POV) D(INV)
D(LAB) D(GWRT)
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 2
Date: 02/12/21 Time: 18:30

Root Modulus

0.221552 - 0.618533i 0.657015


0.221552 + 0.618533i 0.657015
0.654278 0.654278
-0.596094 - 0.204880i 0.630321
-0.596094 + 0.204880i 0.630321
-0.258484 - 0.455191i 0.523462
-0.258484 + 0.455191i 0.523462
0.309329 0.309329

No root lies outside the unit circle.


VAR satisfies the stability condition.

119
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6: Hasil Estimasi Vector Autoregression (VAR)

Vector Autoregression Estimates


Date: 02/12/21 Time: 18:47
Sample (adjusted): 1993 2019
Included observations: 27 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]

D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)

D(POV(-1)) 1.008118 -5.136869 0.219854 -2.798538


(0.34039) (9.78231) (0.43965) (0.52860)
[ 2.96167] [-0.52512] [ 0.50007] [-5.29429]

D(POV(-2)) -0.437549 -5.761025 0.010555 1.297399


(0.22936) (6.59150) (0.29624) (0.35618)
[-1.90769] [-0.87401] [ 0.03563] [ 3.64256]

D(INV(-1)) 0.003476 0.075240 -0.000852 -0.016322


(0.00702) (0.20163) (0.00906) (0.01090)
[ 0.49540] [ 0.37316] [-0.09403] [-1.49808]

D(INV(-2)) -0.003632 0.274396 0.001904 0.002432


(0.00663) (0.19044) (0.00856) (0.01029)
[-0.54805] [ 1.44086] [ 0.22243] [ 0.23638]

D(LAB(-1)) -0.221659 4.498406 -0.170154 -0.174650


(0.19745) (5.67445) (0.25503) (0.30662)
[-1.12261] [ 0.79275] [-0.66720] [-0.56959]

D(LAB(-2)) 0.214641 -6.753578 0.116127 -0.189346


(0.24456) (7.02824) (0.31587) (0.37978)
[ 0.87767] [-0.96092] [ 0.36764] [-0.49857]

D(GWRT(-1)) 0.200343 -3.183234 0.053007 -1.215649


(0.14523) (4.17382) (0.18759) (0.22554)
[ 1.37945] [-0.76267] [ 0.28258] [-5.39005]

D(GWRT(-2)) 0.175107 -7.407840 0.051141 -0.527594


(0.13302) (3.82270) (0.17180) (0.20656)
[ 1.31643] [-1.93786] [ 0.29767] [-2.55415]

C -0.003441 16.85548 2.106052 0.615538


(0.72240) (20.7607) (0.93306) (1.12182)
[-0.00476] [ 0.81189] [ 2.25715] [ 0.54869]

R-squared 0.557017 0.339661 0.068638 0.771861


Adj. R-squared 0.360136 0.046177 -0.345300 0.670466
Sum sq. resids 51.93457 42893.23 86.64019 125.2428
S.E. equation 1.698604 48.81554 2.193933 2.637790
F-statistic 2.829206 1.157342 0.165817 7.612402
Log likelihood -47.14234 -137.8149 -54.05135 -59.02598
Akaike AIC 4.158692 10.87518 4.670471 5.038961
Schwarz SC 4.590637 11.30712 5.102416 5.470907
Mean dependent -0.180741 25.55259 1.957778 -0.053333
S.D. dependent 2.123480 49.98323 1.891532 4.595046

Determinant resid covariance (dof adj.) 89167.03

120
Universitas Sumatera Utara
Determinant resid covariance 17613.24
Log likelihood -285.2268
Akaike information criterion 23.79458
Schwarz criterion 25.52236
Number of coefficients 36

Lampiran 7: Hasil Impulse Response Function (IRF)


Response to Cholesky One S.D. (d.f . adjusted) Innov ations ± 2 S.E.

Response of D(POV) to D(POV) Response of D(POV) to D(INV) Response of D(POV) to D(LAB) Response of D(POV) to D(GWRT)

2 2 2 2

1 1 1 1

0 0 0 0

-1 -1 -1 -1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of D(INV) to D(POV) Response of D(INV) to D(INV) Response of D(INV) to D(LAB) Response of D(INV) to D(GWRT)
60 60 60 60

40 40 40 40

20 20 20 20

0 0 0 0

-20 -20 -20 -20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of D(LAB) to D(POV) Response of D(LAB) to D(INV) Response of D(LAB) to D(LAB) Response of D(LAB) to D(GWRT)

2 2 2 2

1 1 1 1

0 0 0 0

-1 -1 -1 -1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of D(GWRT) to D(POV) Response of D(GWRT) to D(INV) Response of D(GWRT) to D(LAB) Response of D(GWRT) to D(GWRT)
4 4 4 4

2 2 2 2

0 0 0 0

-2 -2 -2 -2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

121
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8: Hasil Varian Decomposition (VD)

Variance
Decompositi
on of
D(POV):
Period S.E. D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)

1 1.698604 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000


2 2.328760 92.66764 0.036595 4.994689 2.301072
3 2.361610 91.82294 0.393977 4.862248 2.920836
4 2.519989 90.84660 0.837153 5.254794 3.061453
5 2.528655 90.37488 0.831596 5.747806 3.045719
6 2.546958 90.23611 0.821291 5.933512 3.009086
7 2.552424 90.23610 0.820465 5.923636 3.019804
8 2.552719 90.22393 0.829330 5.925008 3.021728
9 2.554417 90.21683 0.830886 5.933512 3.018769
10 2.554603 90.21296 0.831613 5.936250 3.019176

Variance
Decompositi
on of D(INV):
Period S.E. D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)

1 48.81554 0.262411 99.73759 0.000000 0.000000


2 50.82420 1.211700 93.48837 4.080305 1.219626
3 54.77530 4.630285 85.51590 6.641185 3.212629
4 56.12646 4.425471 83.58214 6.985824 5.006563
5 58.20651 7.505078 77.73868 7.948999 6.807241
6 59.23590 7.335451 76.03218 10.00278 6.629585
7 59.69627 7.363730 74.87039 11.17180 6.594079
8 59.81255 7.337961 74.78140 11.31079 6.569850
9 59.83677 7.332061 74.72219 11.37882 6.566930
10 59.85387 7.351865 74.69846 11.38475 6.564924

Variance
Decompositi
on of
D(LAB):
Period S.E. D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)

1 2.193933 7.047351 6.063082 86.88957 0.000000


2 2.260402 9.288883 6.067511 84.47263 0.170972
3 2.270707 9.205196 6.372218 84.21714 0.205448
4 2.272066 9.218327 6.448585 84.11775 0.215339
5 2.272347 9.220433 6.464207 84.10007 0.215285
6 2.272468 9.219514 6.464965 84.09149 0.224027
7 2.272654 9.221274 6.464588 84.08031 0.233832
8 2.272841 9.222232 6.464939 84.07492 0.237911
9 2.272965 9.221297 6.465417 84.07476 0.238530
10 2.273022 9.221049 6.465582 84.07470 0.238670

Variance
Decompositi
on of
D(GWRT):
Period S.E. D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)

1 2.637790 53.69241 0.009503 1.614267 44.68382

122
Universitas Sumatera Utara
2 4.216923 51.88109 4.151329 0.645828 43.32175
3 4.975055 55.28688 6.053754 5.188058 33.47131
4 5.417105 51.39799 5.493164 14.72854 28.38031
5 5.505825 51.27762 5.384357 15.85401 27.48401
6 5.522468 51.46183 5.450363 15.75870 27.32911
7 5.523623 51.45342 5.459166 15.76646 27.32095
8 5.525886 51.48942 5.454772 15.75654 27.29927
9 5.527530 51.50479 5.452267 15.75972 27.28322
10 5.527644 51.50365 5.452041 15.75986 27.28445

Cholesky Ordering: D(POV) D(INV) D(LAB) D(GWRT)

123
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai