(Skripsi)
Oleh
Ahmad Dawami
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2018
IDENTIFICATION AND INTERACTION OF GROWTH CENTER WITH
HINTERLAND AREA IN BANTEN PROVINCE
BY
AHMAD DAWAMI
ABSTRACT
This study aims to determine the centers of growth in Banten Province, the interaction and
its relationship with the hinterland area. Using analysis methods schallogram, a centrality
index, gravity analysis and moran’s I index. The results of the scalogram analysis and the
centrality index shows that South Tangerang City, Serang City and Lebak Regency
became the centers of growth in Banten Province. The result of gravity analysis shows that
the City of Tangerang has the strongest interaction with the growth center area of South
Tangerang City. The results of the moran’s I index analysis globally and locally shows
that there are spatial linkages between regions in Banten Province based on GRDP tertiary
sector.
Oleh
AHMAD DAWAMI
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pusat pertumbuhan di Provinsi Banten dan
interaksi serta keterkaitannya dengan daerah hinterland. Dengan menggunakan analisis
skalogram, indeks sentralitas, analisis gravitasi dan indeks moran’s I. Hasil analisis
skalogram dan indeks sentralitas diperoleh bahwa Kota Tangerang Selatan, Kota Serang
dan Kabupaten Lebak menjadi wilayah pusat pertumbuhan di Provinsi Banten. Hasil
analisis gravitasi menunjukkan bahwa Kota Tangerang memiliki interaksi paling kuat
dengan wilayah pusat pertumbuhan Kota Tangerang Selatan. Hasil analisis indeks
moran’s I secara global maupun secara lokal, menunjukan hasil bahwa terdapat
keterkaitan spasial antar wilayah di Provinsi Banten berdasarkan PDRB sektor tersier-
nya.
Kata Kunci: Indeks moran’s I, Interaksi spasial, Keterkaitan spasial, Pusat pertumbuhan.
Oleh
Ahmad Dawami
Skripsi
Pada
Banten
TUJUI
'embimbing
/Dr. Nair
i, S.E., M.Si.
(IP 1 199003 1 00^“
19660i
\
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi telah ditulis dengan sungguh-
sungguh dan tidak merupakan penjiplakan hasil karya orang lain. Apabila dikemudian hari
terbukti bahwa pemyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima hukuman/sanksi sesuai
Jimad Dawami
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ahmad Dawami lahir di Kartaharja Tulang Bawang Barat, Provinsi
Lampung pada tanggal 28 Februari 1996, sebagai anak pertama dari bapak Dalail dan Ibu
Risminiyati.
2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 02 Kartaraharja tahun 2008. Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di SMPN 01 Marga Kencana Tulang Bawang Barat pada tahun
2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 1 Tumijajar pada tahun 2014.
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung. Pada tahun 2017 penulis mengikuti
“Setiap orang dapat mencapai kejayaan dalam hal apa saja, asalkan ia sangat
(Ariel Noah)
PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
nikmat yang diberikan, ku persembahkan skripsi ini dengan segala ketulusan dan
> Kedua orang tuaku yang sangat kusayangi, Bapak Dalail dan Ibu Risminiyati,
yang telah memberikan kasih sayang, semangat, doa dan cinta. Sehingga anak mu
ini yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.
> Semua Sahabat-sahabat ku (Bima, Budi, Al, Rama, Om Arya dan Yusuf) yang
begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku, dari kalian aku banyak
> Para dosen yang telah begitu berjasa memberikan bimbingan dan ilmu yang
> Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku,
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Identifikasi Dan Interaksi Pusat Pertumbuhan Dengan Daerah
Hinterland Di Provinsi Banten” disusun untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Lampung.
Dalam proses penyelesaian skripsi, penulis mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Sehingga pada kesempatan ini
1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Nairobi, S.E., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.
3. Ibu Emi Maimunah, S.E., M.Si. selaku sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Lampung.
5. Ibu Zulfa Emalia, S.E., M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dengan penuh
kesabaran, memberikan sumbangan pemikiran, perhatian, kritik, saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi sehingga skripsi
6. Ibu Dr. Ida Budiarty. S.E.M.Si dan Dr. Lies Maria Hamzah, S.E, M.E selaku Dosen Pembahas yang telah memberikan bimbingan,
pelajaran, perhatian, motivasi dan masukan yang sangat berharga bagi penulis.
7. Seluruh Bapak Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membimbing dan memberikan bekal ilmu pengetahuan yang
8. Orang tua ku tercinta, Bapak Dalail dan Ibu Risminiyati yang memberikan banyak cinta dan kasih sayang dengan tulus dan penuh
kesabaran, bimbingan dan nasihat, semangat, doa, serta kerja keras yang tak kenal lelah.
9. Teman-teman seperjuangan KKN di Desa Sungai Langka baik kelompok 1 sampai kelompok 4 dan terutama untuk teman-teman
kelompok 1 : Aul, Ismi, Ifah dan Digo. Induk Semang : Mbah Saeno dan Mbah Marsinah. Pak Lurah dan Pak Sekdes, serta
seluruh Masyarakat Desa Sungai Langka, terimakasih atas kesempatan, pengalaman, dan kebersamaannya selama menjalani KKN.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
12. Teman-teman Sariah Adventure Aji, Sule, Rendra, Regis, Hendy, Benny, Hadi, Ferry dan Ikhsan terimakasih atas kebersamaannya
selama ini. Kalian semua membuatku bisa melupakan sejenak tentang tugas-tugas kuliah.
13. Para sahabat konco Bima, Budi, Al, Ari, Om Arya dan Yusuf yang telah tinggal bersama selama masa perkuliahan. Dari kalianlah
saya merasakan arti dari ketulusan sebuah persahabatan dan tak pernah kenal pamrih.
14. Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2014, EP Brother Selon yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk
Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi
para pembaca.
Halama
n
Ahmad Dawami
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... i
DAFTAR TABEL........................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 12
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 12
i
B. Jenis dan Sumber Data ................................................................................... 32
C. Metode Analisis Data ..................................................................................... 33
i
i
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Tipologi Klassen................................................................................. 51
B. Hasil Analisis Tipologi Klassen........................................................................ 54
C. Analisis Indeks Skalogram Dan Indeks Sentralitas........................................... 56
D. Hasil Analisis Skalogram.................................................................................. 62
E. Hasil Perhitungan Indeks Sentralitas................................................................. 64
F. Hasil Analisis Skala Ordinal............................................................................. 69
G. Hasil Indeks Gravitasi....................................................................................... 71
H. Hasil Indeks Morans’s 1................................................................................... 77
I. Implikasi Hasil Penelitian................................................................................. 85
B. Saran................................................................................................................. 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Di Pulau Jawa.................................... 3
1.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten Tahun 2011-2016............................................................... 5
1.3 Jarak Antar Kabupaten/Kota ke Pusat Kota.................................................. 8
1.4 Data Luas, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Fasilitas
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016......................................... 9
2.1 Matrik Tipologi Daerah.......................................................................................... 18
3.1 Penentuan Skoring Setiap Aspek.................................................................. 41
3.2 Contoh Merangking dalamRangka Pengambilan Keputusan.................................. 41
4.1 Rata-rata PDRB Perkapita Kab/Kota Di Provinsi Banten
Tahun 2011-2016................................................................................................... 51
4.2 Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten Tahun 2011-2016......................................................................... 53
4.3 Hasil Analisis Tipologi Klassen................................................................... 54
4.4 Jumlah Fasilitas Pendidikan (Unit) 2017...................................................... 58
4.5 Jumlah Fasilitas Kesehatan (Unit) 2017....................................................... 59
4.6 Jumlah Fasilitas Peribadatan (Unit) 2017..................................................... 60
4.7 Jumlah Fasilitas Ekonomi Tahun 2017......................................................... 61
4.8 Jumlah Potensi Ekonomi (Unit) 2017.......................................................... 62
4.9 Hasil Analisis Skalogram....................................................................................... 63
4.10 Hasil Perhitungan Indeks Sentralitas.................................................................... 65
4.11 Penentuan Skoring Dari Hasil Analisis Skalogram.............................................. 66
4.12 Penentuan Skoring dari Hasil Perhitungan Indeks Sentralitas.............................. 67
4.13 Skoring Variabel Kepadatan Penduduk................................................................ 68
4.14 Penentuan Rangking (Analisis Skalogram,
Indeks Sentralitas dan Kepadatan Penduduk)......................................................... 69
4.15 Data Kepadatan Penduduk (jiwa/ km2) 2016........................................................ 72
4.16 Jumlah Penduduk Dan Jarak Antar Wilayah Di Provinsi
Banten Tahun 2016................................................................................................ 73
4.17 Hasil Indeks Gravitasi (Interaksi spasial) dan Rangking
dengan Skala Ordinal Kota Tangerang Selatan sebagai
Pusat Pertumbuhan................................................................................................. 74
4.18 Hasil Indeks Gravitasi (Interaksi spasial) dan Rangking
dengan Skala Ordinal Kota Serang sebagai
Pusat Pertumbuhan................................................................................................. 75
4.19 Hasil Indeks Gravitasi (Interaksi spasial) dan Rangking dengan
Skala Ordinal Kabupaten Lebak sebagai Pusat Pertumbuhan................................ 76
4.20 Kriteria Tetangga Queen Contiguity Menurut Kabupaten/kota
Di Provinsi Banten................................................................................................. 87
4.21 Nilai Moran's I Keterkaitan Perekonomian Rata-rata
(PDRB) Periode 20011-2016................................................................................. 78
4.22 Nilai Moran's I Keterkaitan Perekonomian Periode 20011-2016
Berdasarkan Sektor................................................................................................ 78
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
A. Latar Belakang
Konsep pusat pertumbuhan pada dasarnya dilandasi oleh konsep ruang ekonomi (economic space) yang dikemukakan oleh Francois
Perroux. Menurut Perroux dalam Komarovskiy dan Bondaruk (2013) menyatakan bahwa fakta dasar dari perkembangan spasial adalah
sebagaimana halnya dengan perkembangan industri. Pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara
serentak, pertumbuhan terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan dengan intensitas yang berubah-ubah dan perkembangan itu
Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional,
pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki
unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar. Menstimulasi secara
kedalam mempunyai artian bahwa daerah pusat pertumbuhan menstimulasi daerah belakangnya dengan cara menggunakan bahan baku
dari daerah belakangnya. Sedangkan menstimulasi keluar mempunyai artian bahwa daerah pusat pertumbuhan mampu menyediakan
Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas
dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang
menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat
senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada didaerah tersebut, walaupun kemungkinan
tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut. Tidak semua kota generatif dapat
menjalankan bermacam-macam fungsi, baik untuk dirinya sendiri atau untuk daerah
pertumbuhan memiliki empat ciri- ciri, yaitu adanya hubungan intern antara berbagai
macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya multiplier effect (unsur
Penentuan pusat pertumbuhan disuatu wilayah memiliki peranan yang sangat penting
dalam menentukan arah kebijakan dan regulasi bagi pemerintah pusat maupun daerah
dan memaksimalkan pengelolaan potensi dan sumber daya alam yang ada. Pertumbuhan
ekonomi pada pusat pertumbuhan akan berpengaruh pada daerah belakangnya melalui efek
polarisasi (polarization effect), efek penetesan kebawah (trickling down effect) dan
pusat pertumbuhan disuatu wilayah sangat penting untuk dilakukan. Salah satu indikator
keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolak ukur secara makro
ialah pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan dari perubahan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dalam suatu wilayah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
3
Pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa dalam lima tahun terakhir masih sangat besar
di Indonesia. Pulau Jawa berkontribusi sebesar 58,49 persen terhadap produk domestik
bruto (PDB) nasional. Pulau Jawa terdiri dari enam Provinsi, yaitu Provinsi DKI Jakarta,
Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Banten.
Dari keenam Provinsi tersebut, Provinsi DKI Jakarta mempunyai rata-rata pertumbuhan
PDRB yang paling besar, diikuti oleh Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat diurutan kedua
dan ketiga. Sedangkan Provinsi Banten, Jawa Tengah dan DI.Yogyakarta berada dalam
urutan tiga terendah. Berikut data laju pertumbuhan ekonomi enam Provinsi di Pulau Jawa.
Tabel 1.1 memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi di enam Provinsi di Pulau Jawa.
Provinsi dengan laju pertumbuhan tertinggi yaitu Provinsi DKI Jakarta dengan presentase
sebesar 6,27 persen, dimana angka ini berada diatas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi
nasional yang sebesar 5,63 persen. Sedangkan Provinsi dengan laju pertumbuhan ekonomi
terendah yaitu Provinsi DI.Yogyakarta dengan presentase sebesar 5,34 persen, dimana
4
angka ini berada dibawah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi nasional pada Tahun 2011-
Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten dilihat dari nilai rata-ratanya masih berada
diposisi tiga terbawah jika dibandingkan dengan enam Provinsi yang terdapat di pulau
Jawa. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan nilai rata-rata laju pertumbuhan ekonomi
nasional yang sebesar 5,63 persen, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten masih berada
diatasnya. Hal ini menunjukan bahwa Provinsi Banten mempunyai potensi untuk
Potensi yang dimiliki Provinsi Banten dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan laju
lainnya. Letak Provinsi Banten yang sangat strategis, yaitu berdekatan dengan wilayah
Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat, yang mana kedua provinsi tersebut menjadi
dibutuhkan suatu kebijakan pemerintah. Salah satu solusi yang dapat diambil untuk
Serta menggali potensi dan keunggulan daerah dan peningkatan efisiensi dalam penyediaan
infrastruktur. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral
dan regional. Setiap wilayah akan mengembangkan potensi dan keunggulannya melalui
Perekonomian Provinsi Banten secara keseluruhan Tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada
kisaran 5,5 sampai 5,9 persen lebih tinggi dibandingkan Tahun 2016 (Banten Dalam
Angka, 2017). Beberapa faktor yang mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi tersebut
di antaranya adalah optimisme perbaikan ekonomi global dan nasional. Seluruh komponen
PDRB di sisi pengeluaran diperkirakan tumbuh lebih tinggi, begitu pula dengan kinerja
lapangan usaha utama seperti industri pengolahan yang berpotensi tumbuh lebih kuat
seiring dengan membaiknya kinerja korporasi (Banten Dalam Angka, 2017). Berikut data
Provinsi Banten:
Provinsi Banten dari Tahun 2011-2016. Daerah yang memiliki nilai rata-rata pertumbuhan
tertinggi yaitu Kota Tangerang Selatan mencapai 8,5 persen. Sedangkan kabupaten/kota
yang memiliki nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi terendah yaitu Kabupaten Pandeglang
dengan pertumbuhan sebesar 5,3 persen, dan bahkan lebih rendah daripada pertumbuhan
ekonomi yang paling tinggi, hal ini dikarenakan sektor industri dan perdagangan di Kota
Tangerang Selatan berkembang sangat pesat. Seperti real estate, perdagangan serta
mempunyai rata-rata pertumbuhan yang paling rendah, hal ini dikarenakan perekonomian
di Kabupaten Pandeglang masih bergantung pada sektor pertanian (Banten Dalam Angka,
dilakukan.
daerah untuk mengelola sumber daya alam dan potensi ekonomi yang dimiliki (BPS
Provinsi Banten, 2017). Untuk itu diperlukan adanya strategi pembangunan yang tepat
sasaran sehingga dapat menggurangi ketimpangan pembangunan wilayah yang ada. Salah
satu strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
PERDA Provinsi Banten Nomor 4 Tahun 2012-2017, menetapkan bahwa terdapat empat
kawasan pusat pertumbuhan di Provinsi Banten yaitu Kota Tangerang Selatan, Kota
Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten Lebak. Setiap kawasan pusat pertumbuhan yang
yang menjadi kawasan inti pusat pertumbuhan yaitu kawasan Setu, untuk Kota Serang
wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan adalah kawasan Kaseman, untuk Kota Cilegon
yang menjadi kawasan pusat pertumbuhan adalah Kecamatan Cilegon, dan untuk wilayah
7
Kabupaten Lebak yang menjadi inti pusat pertumbuhan adalah kawasan Malingping dan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kabupaten/kota mana saja yang menjadi
pusat pertumbuhan di Provinsi Banten dan apakah daerah yang diidentifikasi sesuai dengan
daerah pusat pertumbuhan, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan
interaksi serta keterkaitan spasial daerah pusat pertumbuhan dengan daerah hinterland-
nya. Penelitian ini mengunakan alat analisis tipologi klassen, analisis skalogram, indeks
Kota Serang adalah ibukota dari Provinsi Banten, dan merupakan pusat kota di Provinsi
Banten. Pada umumnya pusat kota terletak di lokasi yang sangat strategis dan mempunyai
akses yang lebih baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. Perbedaan ini
menyebabkan interaksi yang berbeda-beda disetiap daerah. Bentuk interaksi yang beragam
ini seperti kegiatan pemerintahan, kegiatan ekonomi, kegiatan pendidikan dan lain-lain.
Pada umumnya kekuatan interaksi antara daerah pusat pertumbuhan dengan daerah
hinterland-nya ditentukan oleh jarak antar wilayah. Berikut data jarak antar wilayah di
Tabel 1.3 memperlihatkan jarak antar kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten ke pusat
8
kota. Kabupaten/kota yang memiliki jarak terjauh ke pusat kota yaitu Kota Tangerang
Selatan dengan jarak sejauh 75 km. Sedangkan kabupaten/kota yang memiliki jarak
terdekat dengan pusat kota yaitu Kabupaten Serang dengan jarak 9 km. Jarak antar wilayah
yang berbeda-beda akan mempengaruhi kuat atau lemahnya interaksi spasial maupun
keterkaitan spasial yang akan terjadi di wilayah- wilayah tersebut. Misalnya kota A dan
Kota B mempunyai jarak yang berjauhan, maka jarak akan mempengaruhi keinginan orang
untuk bepergian dan mobilitas barang dan jasa dari kota A ke kota B begitu juga
sebaliknya. Karena untuk menempuh jarak tersebut diperlukan waktu, tenaga, dan biaya.
Semakin jauh jarak yang memisahkan lokasi keduanya, akan mengurangi interaksi spasial
dan keterkaitan spasial yang terjadi. Keterkaitan spasial terbentuk karena adanya mobilitas
faktor produksi antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Ada daerah yang berperan
sebagai pemasok faktor-faktor produksi dan ada juga daerah yang berperan sebagai
penerima fakor produksi. Hal ini memungkinkan backwash effect akan menjadi lebih
kuat dari spread effect yang ditandai dengan adanya penyerapan ekonomi wilayah
Secara geografis pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang memiliki banyak fasilitas dan
kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) yang menyebabkan
berbagai usaha tertarik untuk berlokasi di tempat tersebut dan masyarakat senang datang
memanfaatkan fasilitas yang ada. Kemudahan akses yang ada dapat menjadi daya tarik
Dengan segala fasilitas yang dimiliki dan kemudahan yang ada, daerah tersebut lebih
berpeluang untuk menjadi wilayah pusat pertumbuhan, hal ini karena wilayah pusat
pertumbuhan akan lebih berkembang jika mempunyai konsentrasi geografis yang tinggi
(Tarigan, 2005:162). Berikut data luas, kepadatan dan fasilitas yang terdapat di Provinsi
9
Banten.
Tabel 1.4 Data Luas, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Fasilitas Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten Tahun 2016
No Kabupaten Luas Kepadatan Jumlah Fasilitas (Unit)
/Kota (km2) Penduduk Fasilitas Fasilitas Fasilitas
(per km2) Pendidikan Kesehatan Peribadatan
Kab
1 Pandeglang 2746.89 435 1970 1857 4278
2 Kab Lebak 3426.56 371 1890 2038 2799
Kab
3 Tangerang 1011.86 3331 2929 2622 5142
4 Kab Serang 1734.28 850 1705 1654 3740
Kot
5 Tangerang 153.93 13299 1708 1195 2287
6 Kota Cilegon 1 75.5 2348 495 446 455
Tabel 1.4 menunjukan jumlah data luas, kepadatan penduduk dan jumlah fasilitas
dalam tabel tersebut menggunakan jumlah data fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan
fasilitas peribadatan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa Kota Tangerang
memiliki nilai kepadatan penduduk tertinggi yaitu dengan jumlah kepdatan sebesar 13.229
km2. Sedangkan kabupaten yang memiliki nilai kepadatan penduduk terendah yaitu
Kabupaten Lebak dengan jumlah kepadatan penduduk sebesar 3.71 km 2. Untuk daerah
yang memiliki fasilitas tertinggi adalah Kabupaten Tangerang dengan jumlah 9.713 yang
terdiri dari 2.929 fasilitas pendidikan, 2.622 fasilitas kesehatan dan 5.142 fasilitas
peribadatan. Sedangkan daerah yang memiliki jumlah fasilitas terendah adalah Kota
Cilegon dengan jumlah fasilitas sebanyak 1.396 unit yang terdiri dari 495 fasilitas
Perbedaan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh suatu daerah akan mempengaruhi kepadatan
penduduknya, hal ini terjadi karena setiap orang ingin mencari kehidupan yang lebih baik
dengan tinggal di daerah yang memiliki kemudahan dalam akses pelayanan seperti daerah
yang memiliki kelengkapan fasilitas. Sesuai dengan analisis skalogram dan indeks
fasilitas akan menjadi wilayah pusat pelayanan sedangkan wilayah dengan fasilitas yang
relatif kurang akan menjadi daerah belakang (hinterland). Menurut Respati dalam Farida
(2017) dalam analisis skalogram yang dilakukan, tidak hanya digunakan untuk mengetahui
jumlah fasilitas-fasilitas yang ada dan kemampuan daerah dalam memberikan pelayanan.
Interaksi spasial terjadi karena suatu daerah tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri,
tentang penentuan pusat pertumbuhan sudah banyak dilakukan sebelumnya, salah satu
contohnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Liang Hua, Zhao Yong dan Yuan Wei
dengan menggunakan metode penelitian Analisis LQ, Indeks Gravitasi, Shift Share,
pembangunan pusat kota dan pertumbuhan skala, mengelola industri khusus untuk
pertumbuhan yang ada dengan daerah belakangnya dan menggunakan teknologi informasi
penelitian ini terdapat pada lokasi penelitian dan untuk mencari interaksi spasial dan
keterkaitan spasial mengunakan indeks gravitasi dan indeks moran juga dilakukan skoring
dengan skala ordinal untuk memperoleh urutan rangking (penentuan prioritas) kekuatan
interaksi .
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat diambil rumusan
1. Kabupaten atau kota mana saja yang berperan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
di Provinsi Banten, dan apakah sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam RPJMD?
2. Kabupaten atau kota mana yang mempunyai nilai interaksi spasial tertinggi dengan
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kabupaten atau kota mana yang menjadi pusat pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Banten, dan apakah sudah sesuai dengan yang ditetapkan
dalam RPJMD.
2. Untuk mengetahui kabupaten atau kota mana yang memiliki nilai interaksi spasial
3. Untuk mengetahui keterkaitan spasial antar kabupaten atau kota di Provinsi Banten .
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis sebagai salah satu syarat kelulusan Strata 1 (S1) di Fakultas Ekonomi dan
2. Bagi Fakultas dan pembaca sebagai referensi untuk mengetahui teoritis ekonomi
regional.
3. Dapat menjadi masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
sejenis.
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Secara Fungsional, adalah suatu konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang
2. Secara Geografis, adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan
sehingga menjadi daya tarik (pole of attraction) yang menyebabkan berbagai macam
usaha tertarik untuk berlokasi disuatu tempat tanpa adanya hubungan antara usaha-
usaha tersebut.
1. Adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan. Keterkaitan antara satu sektor
dengan sektor lain akan saling mendorong pertumbuhan, karena keterkaitan yang
dimiliki.
akan menciptakan produksi baik sektor tersebut maupun sektor yang terkait akhirnya
akan menjadi akumulasi modal. Unsur efek penggadaan sangat berperan dalam
3. Adanya konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa
4. Bersifat mendorong dari belakang. Terdapat hubungan yang harmonis antara Kota dan
wilayah yang ada berada dibelakangnya. kota membutuhkan bahan baku dari wilayah
mengembangkan dirinya.
Menurut Perroux, kutub pertumbuhan adalah pusat-pusat dalam arti keruangan yang
terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara serentak, pertumbuhan terjadi
pada titik-titik atau kutub perkembangan dengan intensitas yang berubah-ubah dan
perkembangan itu menyebar sepanjang saluran- saluran yang beraneka ragam dan dengan
pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama
dalam pembangunan suatu daerah. Keterkaitan antar industri sangat erat, maka
1. Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri
15
penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Keterkaitan industri sangat erat,
3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (unggulan)
dengan industri yang relatif pasif atau industri yang tergantung industri unggulan.
Poetra (2010), memberikan definisi pusat pertumbuhan sebagai berikut: “A growth pole
Dari definisi tersebut Richardson menjabarkan empat karakteristik utama sebuah pusat
pertumbuhan, yaitu:
dalam perekonomian.
3. Terdapat keterkaitan input dan output yang kuat antara sesama kegiatan ekonomi pada
pusat tersebut.
4. Dalam kelompok kegiatan ekonomi tersebut terdapat sebuah industri induk yang
Kesimpulan dari Richardson adalah jika kegiatan ekonomi yang saling berkaitan
bersangkutan akan meningkat lebih cepat dibanding jika kegiatan ekonomi tersebut
Menurut Myrdal dalam Muta’ali (2003:36), pertumbuhan ekonomi dalam suatu wilayah
tertentu bergantung pada lokasi dari sumberdaya alam dan keuntungankeuntungan lokasi
lainnya. Pertumbuhan ini akan terjadi pada daerah belakangnya melalui melalui efek
kumulatif yaitu efek sebar (spread effect) dan efek serap (backwash effect). Prinsip
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh adanya industri propulsive tertentu,
cenderung hanya akan menarik modal dari daerah sekitarnya, karena keuntungan lokasi
pada wilayah tersebut. Hal ini memungkinkan backwash effect akan menjadi lebih kuat
dari spread effect yang ditandai dengan adanya penyerapan ekonomi wilayah sekitarnya
dari suatu mekanisme pasar maka pertumbuhan ekonomi ini akan menimbulkan
pertumbuhan wilayah yang timpang dan cenderung akan terkonsentrasi dibeberapa wilayah
perbedaan struktur ekonomi. Perbedaan ini dipengaruhi antara lain oleh adanya perbedaan
latar belakang historis dan potensi sumber daya manusia pada wilayah-wilayah tersebut.
Untuk dapat menyebarkan pertumbuhan ekonomi dari pusat ke daerah belakangnya, maka
pemilihan lokasi pusat atau kutub pertumbuhan yang dapat mendorong efek kumulatif
f) Teori Pusat Pertumbuhan Ekonomi Menurut Rondinelli dan Unwin Teori pusat
Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas
melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan
pedesaan.
2. Tipologi Klassen
Analisis tipologi wilayah digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur
membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan
pendapatan perkapita masing-masing daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat
3. Interaksi Spasial
18
yang saling berpengaruh antara dua wilayah atau lebih yang dapat menimbulkan gejala,
kenampakan, atau permasalahan baru. Kuat lemahnya interaksi sangat dipengaruhi oleh
tiga faktor utama, yaitu adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi (regional
serta adanya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (spatial transfer ability)
(Ermawati, 2010).
Para ahli banyak yang mengembangkan teori interaksi spasial, seperti K.J. Kansky dan
prasarana transportasi yang dapat membuka keterasingan suatu wilayah dari wilayah lain,
dan kemajuan informasi serta teknologi. Contoh teori interaksi keruangan antara lain
Teori gravitasi pertama kali diperkenalkan dalam disiplin ilmu fisika oleh (Sir Issac
Newton 1687). Inti dari teori ini adalah bahwa dua buah benda yang memiliki masa
tertentu akan memiliki gaya tarik menarik antara keduanya yang dikenal sebagai gaya
gravitasi. Kekuatan gaya tarik menarik ini akan berbanding lurus dengan hasil kali kedua
massa benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua benda
Menurut Schoenmaker (1984), model interaksi dalam peranannya (Daljoeni, 1997: 204)
1. Semakin besar atau semakin kecil jarak antaranya, daya tarik semakin kecil dan
semakin besar ini berarti apabila jarak antaranya mengecil (lebih cepat dan murah
untuk mencapainya), maka daya tariknya akan semakin besar dan sebaliknya apabila
jarak antaranya semakin besar (makin lama dan mahal menempuhnya), daya tariknya
19
4. Analisis Skalogram
Analisis skalogram pertama kali diperkenalkan oleh Guttman (1950) sehingga analisis ini
sering disebut sebagai analisis skala Guttman. Analisis skalogram didefinisikan oleh
Guttman sebagai salah satu skala satu dimensi yang menggambarkan respon subyek
terhadap obyek tertentu menurut tingkatan yang sempurna, orang yang mampu menjawab
semua pertanyaan dengan baik akan lebih baik dibandingkan dengan yang mampu
1. Differentiation adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi. Fasilitas ini
jumlah dan tipe fasilitas komersial akan menunjukkan derajat ekonomi kawasan/kota
2. Solidarity adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas sosial. Fasilitas ini
tersebut masih dimungkinkan jika fungsi sosialnya relatif lebih besar dibandingkan
3. Centrality adalah fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, politik dan
sistem kota atau komunitas. Sentralitas ini diukur melalui perkembangan hierarki dari
20
institusi sipil, misalnya kantor pos, sekolahan, kantor pemerintahan dan sejenisnya.
Salah satu tujuan menetapkan orde perkotaan adalah agar dapat diperkirakan luas wilayah
pengaruh dari kota tersebut dan dengan demikian dapat diperkirakan jenis dan tingkat atau
mutu fasilitas kepentingan umum apa saja yang perlu dibangun di kota tersebut, baik untuk
melayani penduduk kota itu sendiri maupun penduduk wilayah belakangnya yang sering
datang ke kota tersebut. Di sisi lain, hal ini dapat dipergunakan untuk memperkirakan
apakah fasilitas yang telah ada di kota tersebut akan dimanfaatkan secara penuh oleh
5. Indeks Sentralitas
Indeks sentralitas merupakan bagian dari matriks fungsi wilayah atau yang sering disebut
dengan analisis fungsi yang merupakan analisis terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang
yang ada dalam suatu wilayah perencanaan pembangunan, seberapa banyak fungsi yang
ada, berapa jenis fungsi dan berapa jumlah penduduk yang dilayani serta seberapa besar
frekuensi keberadaan suatu fungsi dalam satu satuan wilayah permukiman. Frekuensi
keberadaan fungsi menunjukkan jumlah fungsi sejenis yang ada dan tersebar di wilayah
dapat dilakukan oleh suatu fungsi tertentu di wilayah tertentu (Riyadi, 2003:56).
C = (t/T)
Keterangan:
6. Skala Ordinal
Skala ordinal adalah angka yang diberikan di mana angka-angka tersebut mengandung
pengertian tingkatan. Ukuran skala ordinal hanya untuk mengurutkan objek atau data dari
yang terendah sampai tertinggi atau sebaliknya. Skala ordinal hanyalah memberikan nilai
urutan atau rangking dan tidak mengambarkan nilai absolut (Suharyadi, 2008). Skala
ordinal dalam penelitian ini digunakan untuk merangking atau mengurutkan masing-
masing kabupaten/kota yang akan menjadi prioritas wilayah pusat pertumbuhan dari hasil
analisis skalogram, indeks sentralitas dalam rangka penentuan wilayah pusat pertumbuhan
dan analisis gravitasi untuk menentukan kekuatan interaksi antara daerah pusat
bahwa hendaknya matriks fungsi dengan metode skalogram ini dilengkapi dengan data-
data yang disusun melalui matriks fungsi lainya, dimana data-data yang dihitung secara
rangking dan sebagainaya. Sehingga dalam penelitian ini analisis skalogram dan Indeks
Sentralitas yang mengunakan variabel jenis fungsi (fasilitas dan potensi ekonomi) dan
Menurut Anselin dalam Yuriantari (2017), autokorelasi spasial atau keterkaitan spasial
adalah korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang atau bisa
dikatakan kemiripan objek dalam suatu ruang, baik jarak, waktu ataupun wilayah. Besaran
analisis yang digunakan adalah wilayah baik itu berupa desa, kota, kabupaten, provinsi
22
atau bahkan suatu negara. supaya kajian kewilayahan ini memiliki arti empiris secara
Interaksi yang terjadi antar wilayah dapat berupa di bidang ekonomi contohnya adalah
aliran barang dan jasa, migrasi tenaga kerja, aliran pendapatan masuk transfer dan
pengiriman uang. Interaksi juga dapat terjadi di bidang teknologi yaitu, terjadinya difusi
teknologi dari wilayah yang memiliki teknologi lebih tinggi ke wilayah yang memiliki
teknologi lebih rendah. Selain itu, situasi politik di suatu wilayah akan mempengaruhi
2011).
Besarnya keterkaitan antar wilayah dapat berbeda-beda tergantung dari intensitas dan
kualitas interaksinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah letak suatu wilayah
dengan wilayah lain (tetangga). Semakin dekat letak suatu wilayah terhadap wilayah lain
memungkinkan tingkat interaksi yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah yang
letaknya lebih jauh. Hal ini sesuai dengan hokum Tobler I bahwa segala sesuatu berkaitan
satu sama lain, namun sesuatu yang dekat memiliki keterkaitan yang lebih erat
Pola distribusi spasial secara umum terbagi menjadi tiga (Briggs, 2007):
lain dan ada area besar yang berisi sedikit titik yang sepertinya ada jarak yang tidak
bermakna.
b) Menyebar (Dispersed) yaitu setiap titik berjauhan satu sama lain atau secara jarak
Menurut Kosfield dalam Wuyandari (2014), pengukuran autokorelasi spasial untuk data
spasial dapat dihitung menggunakan metode Moran’s Index (Indeks Moran), Geary’s C,
dan Tango’s excess. Pada penelitian ini metode analisis hanya dibatasi pada metode
Moran’s Index (Indeks Moran). Indeks Moran ( Moran’s I) merupakan metode yang
paling banyak digunakan untuk menghitung autokorelasi spasial secara global. Metode ini
dapat digunakan untuk mendeteksi permulaan dari keacakan spasial. Keacakan spasial ini
terhadap ruang.
8. Indeks M o r a n ’ s I
Uji indeks moran’s I dalam penelitian ini menggunakan data rata-rata PDRB dan data
rata-rata PDRB berdasarkan sektor. Indeks Moran’s I adalah sebuah tes statistik lokal
untuk melihat nilai autokorelasi spasial, yang mana digunakan untuk mengidentifikasi
suatu lokasi dari pengelompokan spasial atau autokorelasi spasial. Indeks Moran’s I juga
dapat digunakan untuk menganalisis keterkaitan spasial bukan hanya di bidang ekonomi
saja tetapi juga di segala macam bidang kajian seperti, pertanian, kesehatan, lingkungan,
spasial W, dengan elemen-elemennya Wij. Matrik pembobot dapat dibedakan menurut tipe
data spasial, yaitu tipe titik dan tipe area. Matrik pembobot spasial dapat ditentukan dengan
beragam metode. Dalam penelitian ini mengggunakan matriks pembobot spasial queen
contiguity (persinggungan sudut). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam metode-
metode yang dikemukakan oleh LeSage (1999), metode itu antara lain adalah sebagai
berikut:
24
mendefinisikan Wij = 1 untuk wilayah yang bersinggungan di tepi kiri dan kanan
wilayah yang menjadi titik perhatian dan Wij= 0 untuk wilayah lainnya yang tidak
(common side) dengan wilayah yang menjadi titik perhatian dan untuk wilayah
wilayah yang menjadi titik perhatian dan Wij = 0 untuk wilayah lain yang bertemu
titik sudutnya.
26
mendefinisikan Wij = 1 untuk wilayah yang bersisian atau titik sudutnya bertemu
dengan wilayah yang menjadi titik perhatian dan Wij = 0 untuk wilayah lain yang
\ /
\//
y_
'
✓ \
2. Rook Contiquity 3.Bishop Contiquity
4.Queen Contiquit
27
B. Tinjauan Empiris
Judul
Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di Kalimantan:
Studi Empiris di 55 Kabupaten/Kota, 2000-2012 Maria Christina
Penulis Jenis
Yuli Pratiwi Data Sekunder
Data Model
Variabel yang digunakan yaitu PDRB non-minyak dan gas (non-
dan Alat
migas), pertumbuhan ekonomi, dan jumlah penduduk. Alat analisis
Analisis
yang digunakan yaitui analisis kuantitatif deskriptif dengan beberapa
alat analisis, yaitu Tipologi Kabupaten/Kota, Analisis Overlay,
Transformasi Struktural Kesimpulan yang dapat ditarik
berdasarkan hasil
kesimpulan
analisis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut. Pertama, berdasarkan hasil analisis tipologi kabupaten/kota
dan autokorelasi spasial Moran’s I diperoleh bahwa sebagian besar
kabupaten/kota di bagian timur Pulau Kalimantan termasuk dalam
daerah cepat maju tumbuh. Konsentrasi pertumbuhan ekonomi di
Pulau Kalimantan tersebar di bagian timur dan barat. Klaster di
bagian timur Pulau Kalimantan, meliputi Kabupaten Malinau,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Bontang, Kabupaten Kutai
Timur, dan Kabupaten Berau memiliki konsentrasi pertumbuhan hot
spot (klasterisasi tinggi).
28
Judul
Analisis Penentuan Pusat-Pusat Pertumbuhan Ekonomi Di
Kabupaten Simalungun
Penulis Pandapotan T.P Nainggolan
Jenis Data Time Series
Judul
Interaksi Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Jember dan
Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2004-
2008
Penulis Haris Susanto (2014)
Jenis Data Data Sekunder
Model Dan Variabel yang digunakan variabel jumlah penduduk dan jarak
Alat Analisis
antar wilayah. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Gravitasi,
Skalogram dan Indeks Sentralitas
Kesimpulan
Hasil analisis gravitasi menunjukkan kecamatan yang ada di Kabupaten
Jember pada umumnya memiliki interaksi yang cukup tinggi terhadap
wilayah pusat pertumbuhan ditingkat kecamatan. Sedangkan tingkat
kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap total penerimaan
Pendapatan Asli Daerah rata-rata mengalami kenaikan di tiap tahunya
walaupun memiliki proporsi kontribusi yang cukup kecil terhadap total
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
29
Judul
Peran Dan Fungsi Ibu Kota Kecamatan Lasem Sebagai Pusat
Pertumbuhan Di Kabupaten Rembang
Penulis Dita Hestuadiputri (2007)
Jenis Data Data Primer dan Data Sekunder
Model Dan Variabel yang digunakan dalam peneltian ini yaitu Aktivitas
Alat Analisis
penduduk, jarak fasilitas, fasilitas pelayanan. Alat analisis yang
digunakan Indeks sentralis berbobot, identifikasi, mean centre, standart
distance
Kesimpulan
Analisis wilayah pengaruh dan analisis interaksi pusat pertumbuhan
dengan wilayah belakangnya menunjukkan bahwa peran IKK Lasem
sebagai pusat pertumbuhan telah mampu menjadi penarik tandingan
bagi pusat pertumbuhan di Kecamatan Rembang.
Judul
Analisis Penentuan Pusat-Pusat Pertumbuhan Ekonomi dan Interaksi
antar Kecamatan di Kabupaten Pringsewu
Penulis Ade Pratama Poetra (2016)
Jenis Data Data Sekunder
kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis skalogram, indeks sentralitas dan skala
ordinal yang dilakukan dengan menggunakan 40 jenis fasilitas yang
dijadikan sebagai indikator terdapat 1 kecamatan yang ditetapkan
sebagai kecamatan pusat pertumbuhan yaitu Kecamatan Pringsewu,
karna memiliki hierarki dan skor tertinggi.
C. Kerangka Pemikiran
Setiap wilayah mempunyai daerah yang menjadi pusat pertumbuhan bagi daerah- daerah
30
menjadi pusat pertumbuhan dalam penelitian ini yaitu langkah pertama melakukan analisis
tipologi klassen, tipologi klasen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang kondisi
perekonominan diatasnya.
Tahapan selanjutnya yaitu menggunakan alat analisis skalogram dan indeks sentralitas
dengan mengunakan variabel fasilitas dan potensi ekonomi yang terdapat pada masing-
potensi ekonomi yang digunakan yaitu (pariwisata, perikanan dan industri) serta variabel
kepadatan penduduk. Setelah hasil analisis skalogram dan indeks sentralitas ditemukan,
selanjutnya dari hasil tersebut akan ditentukan prioritas atau rangking dari masing-masing
Setelah wilayah pusat pertumbuhan di temukan tahapan selanjutnya yaitu mencari interaksi
Untuk mencari interaksi spasial antara wilayah pusat pertumbuhan dengan daerah
seberapa besar nilai interaksi pusat pertumbuhan dengan wilayah sekitarnya. Nilai interaksi
yang paling tinggi menunjukan antar daerah tersebut memiliki interaksi spasial yang kuat,
variabel yang digunakan dalam analisis indeks gravitasi ini mengunakan variabel jumlah
penduduk dengan jarak antar wilayah. Hasil dari indeks gravitasi ini juga akan dilakukan
dengan skala ordinal. Tidak hanya interaksi spasial saja yang dicari, namun dalam
penelitian ini juga dicari keterkaiatan spasial antara daerah pusat pertumbuhan dengan
F . Hipotesis
1. Diduga Kota Tangerang Selatan yang memiliki jumlah fasilitas dan jumlah
kepadatan penduduk yang relatif tinggi akan menjadi wilayah pusat pertumbuhan
2. Diduga Kota Tangerang memiliki nilai interaksi spasial tertinggi dengan wilayah
3. Diduga terdapat keterkaitan spasial antar kabupaten atau kota di Provinsi Banten.
III. METODE PENELITIAN
Wilayah yang menjadi daerah penelitian adalah wilayah Provinsi Banten, yang secara administratif terdiri dari 4
kabupaten dan 4 kota, untuk wilayah kabupaten diantaranya kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglang dan untuk wilayah kota diantaranya Kota Tangerang Selatan, Kota Serang, Kota Cilegon
dan Kota Tangerang. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data runtun waktu ( t i m e s e r i e s ) tahun
2011-2016.
Jenis penelitian ini berupa penelitian deskriptif kuantitatif, karena penelitian ini disajikan dengan angka-angka.
Penelitian kuantitatif merupakan tipe penelitian yang mempergunakan data penelitian berupa angka-angka dan analisis
menggunakan statistik. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti akan menyajikan hasil perhitungan dan menjelaskan
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah
dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2009).
Data sekunder yang digunakan diperoleh dari statistik ekonomi seperti BPS Provinsi Banten dan instansi terkait.
33
C. Metode AnalisisData
1. Alat Analisis Untuk Mengetahui Gambaran dan Kondisi Struktur Pertumbuhan Ekonomi Di
Provinsi Banten
Analisis tipologi klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang kondisi dan
diatasnya, dalam penelitian ini yang menjadi wilayah referensi adalah Provinsi Banten dan
wilayah analisisnya adalah masing-masing kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten dan
a) Kuadran pertama adalah daerah cepat maju dan cepat tumbuh yaitu daerah yang
memiliki tingkat PDRB perkapita dan laju pertumbuhan yang lebih unggul
b) Kuadran kedua adalah daerah maju tapi tertekan yaitu daerah yang memiliki tingkat
PDRB perkapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah referensinya, tetapi
c) Kuadran ketiga adalah daerah berkembang cepat, daerah ini memiliki tingkat PDRB
d) Kuadran keempat adalah daerah relatif tertinggal yaitu daerah yang memiliki tingkat
PDRB perkapita dan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih kecil dibandingkan
wilayah referensinya.
Data yang digunakan dalam analisis tipologi klassen, yaitu data rata-rata laju pertumbuhan
ekonomi (PDRB) kabupaten/kota Provinsi Banten atas dasar harga berlaku tahun 2010.
34
pendapatan dari satu waktu tertentu terhadap waktu sebelumnya, diperoleh dengan cara
mengurangi nilai PDRB (ADHK 2010) pada tahun ke-n (tahun dasar) terhadap nilai pada
tahun ke n-1(tahun sebelumnya) dibagi dengan niali PDRB tahun ke n-1, dikali 100. Dengan
menjumlahkan hasil perhitungan pada setiap tahun dan di bagi banyaknya tahun maka
Analisis sklagoram ini sering juga disebut sebagai metode analisis skala Guttman . Dalam
jurnal Gaffara (2015) menerangkan bahwa metode analisis skala Guttman merupakan suatu
teknik skala, yang memiliki sedikit perbedaan dengan teknik- teknik skala lainnya, yaitu
metode yang menuliskan ada atau tidaknya suatu fungsi (fasilitas dan potensi ekonomi) di
suatu wilayah, dengan mengisikan angka 1 bila suatu fungsi tersebut terdapat pada suatu
Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran hierarki atau urutan peringkat wilayah
berdasarkan jenis dan jumlah unit prasarana pembangunan dari yang paling banyak sampai
paling sedikit. Sehingga analisis skalogram dalam penelitian ini juga menggunakan metode
menuliskan ada atau tidaknya fasilitas dan potensi ekonomi di suatu wilayah, yaitu dengan
mengisikan angka 1 bila fasilitas dan potensi ekonomi tersebut terdapat pada suatu wilayah
dan mengisikan anggka 0 bila jika tidak ada. Semua jumlah fasilitas dan potensi ekonomi yang
dimiliki setiap unit wilayah disusun dalam suatu tabel dan kemudian dicari hierarki atau
Kelemahan dari analisis skalogram adalah tidak mempertimbangkan frekuensi setiap jenis
35
hanya berdasarkan keberadaan setiap jenis fasilitasnya tetapi juga dengan mempertimbangan
skalogram ini dilengkapi dengan data- data yang disusun melalui matriks fungsi lainnya
dimana data-data yang disampaikan dihitung secara lebih detail dengan menggunakan teknik
pembobotan (indeks sentralitas), pemberian ranking dan sebagainya (Riyadi dalam Poetra,
2016).
Tahapan penyusunan analisis skalogram menurut Rondinelli dan Budi harsono dalam Mulyadi
a) Membuat urutan kabupaten atau kota berdasarkan jumlah dari semua fasilitas (pendidikan,
kesehatan, peribadatan) dan potensi ekonomi yang digunakan pada pada bagian atas tabel
b) Membuat urutan fasilitas yang ditentukan berdasarkan frekuensi pada bagian kiri tabel.
c) Menggambar garis kolom dan baris sehingga lembar kerja tersebut membentuk matriks
yang menampilkan fasilitas yang ada pada masing-masing wilayah kabupaten atau kota.
d) Mengunakan tanda (1) pada sel yang menyatakan keberadaan suatu fasilitas pada suatu
wilayah dan tanda (0) pada sel yang tidak memiliki fasilitas. Wilayah
36
e) dengan jumlah tanda (1) terbanyak akan menjadi wilayah yang memiliki
kelengkapan fasilitas.
f) Mengalikan kolom-kolom yang telah disusun dengan nilai indeks sentralitas masing-
masing.
diinterpretasikan berdasarkan nilai keberadaan fasilitas pada suatu wilayah. Semakin tinggi
h) Menyusun ulang baris dan kolom berdasarkan frekuensi keberadaan fasilitas, semakin
banyak fasilitas yang ada pada suatu wilayah kota, maka wilayah tersebut berada di kolom
sebelah kiri, semakin banyak wilayah yang memiliki fasilitas tersebut, maka jenis fasilitas
Rumus untuk mencari banyaknya kelas dari tiap-tiap kabupaten atau kota sebagai
3,3 log n
Keterangan:
k = banyaknya kelas
n = banyaknya kecamatan
/= A- B k
Keterangan:
A = jumlah fasilitas tertinggi B =
jumlah fasilitas terendah k =
banyaknya kelas
37
Setelah orde didapatkan maka selanjutnya menentukan hierarki dengan menggunakan orde
terkecil sebagai hierarki tertinggi. Jika orde yang lebih tinggi didapat tapi tidak ada daerah
yang memenuhi keriteria tersebut maka daerah dengan orde yang lebih rendah akan
Indeks sentralitas (Centrality Indeks Analysis) merupakan langkah lanjutan dari analisis
skalogram yang dalam analisisnya tidak hanya berdasarkan jumlah fungsi atau fasilitas
pelayanan yang ada pada suatu wilayah, tetapi juga berdasarkan frekuensi keberadaan fungsi
atau fasilitas tersebut pada wilayah yang ditinjau. Frekuensi keberadaan fungsi menunjukan
jumlah fungsi sejenis yang ada dan tersebar di wilayah tertentu (Muta’ali, 2003).
Menurut Riyadi dalam Ermawati (2010) perbedaan indeks sentralitas dan skalogram adalah
pada indeks sentralitas dilakukan penilaian berdasarkan bobot dari setiap jenis fungsi yang
ada, sehingga disebut juga dengan indeks sentralitas berbobot. Pengukuran tingkat sentralitas
didasarkan pada jumlah fungsi atau fasilitas pelayanan pada suatu wilayah berdasarkan
frekuensi keberadaan fungsi atau fasilitas tersebut pada suatu wilayah terkait. Fungsi alat
analisis indeks sentralitas ini sama dengan analisis skalogram, yaitu digunakan untuk
mengetahui struktur atau hierarki pusat pertumbuhan ekonomi yang ada dalam suatu wilayah
dengan menghitung berapa jumlah fungsi yang ada, berapa jenis fungsi serta seberapa besar
Oleh karena itu, untuk mengetahui pusat pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dalam
tersebut.
selanjutnya disusun ulang urutannya berdasarkan fungsi dari kabupaten/kota dengan nilai
_t_T
Keterangan:
dalam sistem
3. Skala Ordinal
Skala ordinal dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan prioritas atau rangking dalam
sampai yang terendah dari analisis skalogram dan indeks sentralitas. Dilakukan dengan cara
memberikan skor pada masing-masing analisis kemudian skor tersebut ditotal dan dilakukan
perangkingan, yang memeperoleh skor terbanyak akan memperoleh rangking yang pertama
dan sebaliknya. Besarnya kelas interval diperoleh dari selisih aspek tertinggi-terendah dibagi
Berikut ini langkah-langkah dalam analisis skalogram dan indeks sentralitas dengan skala
ordinal:
1. Kolom pertama diisi dengan jenis fungsi (jenis fasilitas dan potensi ekonomi) yang terdiri
dari 33 jenis fungsi, pengisian kolom jenis fungsi diisi dengan nilai
40
1 jika ada fasilitas dan potensi ekonomi tersebut di suatu wilayah atau 0 jika tidak ada.
2. Kolom selanjutnya adalah kolom yang diisi nama-nama 8 kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Banten.
3. Pada baris total fungsi (jenis fasilitas dan potensi ekonomi) diisi dengan menjumlahkan
4. Pada kolom jumlah jenis fungsi diisi dengan menjumlahkan jenis fungsi yang ada dari
5. Setelah total fungsi ditemukan, selanjutnya akan dicari tingkat/kelompok hierarki wilayah,
dalam menentukan kelompok hierarki terlebih dahulu harus dicari jumlah kelas dan
2015).
k = 1 + 3,3 Log n
Keterangan:
banyaknya kabupaten/kota.
6. Setelah banyaknya kelas dan besarnya interval kelas ditemukan, hierarki wilayah dapat
ditentukan wilayah yang memiliki hierarki kecil misalnya hierarki I merupakan wilayah
yang menjadi tingkat hierarki tertinggi berarti memiliki kelas interval yang tertinggi juga
8. Setelah analisis skalogram selesai selanjutnya dari hasil analisis tersebut akan dilakukan
skoring mengunakan skala ordinal, jumlah skor yang diberikan berdasarkan besarnya
kelas interval dan jumlah kelas yang harus dicari terlebih dahulu seperti dalam
9. Selanjutnya akan mencari nilai indeks sentralitas. Dengan cara membuat tabel baru yang
sama seperti cara analisis skalogram dan mengalikan setiap kolom dan baris yang
berisikan dengan angka 1 dan 0 dengan jumlah frekunsi masing- masing fungsi.
10. Setelah itu jumlah frekuensi masing-masing fungsi dicari nilai bobot sentralitasnya
11. Setelah itu pada baris total fungsi dan jumlahkan nilai bobot sentraliats tersebut pada
setiap masing-masing jenis fungsi yang ada pada setiap wilayah (setiap baris). Pada kolom
jumlah jenis fungsi diisi dengan menjumlahkan jenis fungsi yang ada dari seluruh
sentralitas.
12. Dari nilai indeks tersebut kemudian akan ditentukan hierarki pusat pertumbuhan ekonomi
13. Setelah nilai indeks sentralitas diperoleh, selanjutnya hasil analisis tersebut akan
dilakukan skoring mengunakan skala ordinal dan variabel kepadatan penduduk juga akan
42
dilakukan skoring, jumlah skor yang diberikan berdasarkan besarnya kelas interval dan
jumlah kelas yang harus dicari terlebih dahulu seperti dalam menentukan tingkatan
14. Semua hasil skoring kemudian direkap dalam satu tabel dan akan dilakukan perangkingan
Data-data yang digunakan dalam analisis indeks skalogram dan indeks sentralitas meliputi
data fasilitas-fasilitas, data kepadatan penduduk, data jumlah penduduk yang ada di
pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas ekonomi dan potensi ekonomi.
4. Alat Analisis Untuk Mencari Nilai Kekuatan Interaksi Spasial Antar Wilayah 4.1 Analisis
Gravitasi
Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya
tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini sering digunakan untuk
melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut.
Dalam perencanaan wilayah, model ini sering dijadikan alat untuk melihat apakah lokasi
berbagai fasilitas kepentingan umum telah berada pada tempat yang benar. Selain itu juga
model ini dapat digunakan untuk menentukan lokasi yang optimal dalam pembangunan
fasilitas baru. Itulah sebabnya model gravitasi berfungsi ganda, yaitu sebagai teori lokasi dan
Dari beberapa alat ukur tersebut yang sering digunakan adalah jumlah penduduk, hal ini
dikarenakan data jumlah penduduk mudah didapatkan, selain itu juga jumlah penduduk sangat
terkait langsung dengan berbagai ukuran lain yang dikemumukan diatas. Faktor kedua yang
43
mempengaruhi interaksi itu adalah jarak antara kota A dan B. Jarak mempengaruhi keinginan
orang untuk bepergian karena untuk menempuh jarak tersebut diperlukan waktu, tenaga, dan
biaya. Semakin jauh jarak yang memisahkan kedua lokasi, semakin rendah keinginan orang
untuk berpergian.
T = k PiP
ii J k
d .. b
d
ij
T
j = PlP2 d 2
Keterangan :
=2
Konsep dasar dari alat analisis gravitasi dalam penelitian ini adalah membahas mengenai
ukuran jarak wilayah antara pusat pertumbuhan dengan daerah sekitarnya, sampai seberapa
jauh sebuah daerah yang menjadi pusat pertumbuhan mempengaruhi dan berinteraksi dengan
Hubungan interaksi tersebut berupa hubungan ekonomi antar wilayah dan sosial
hubungan interaksi spasial yang kuat antara pusat pertumbuhan dengan daerah sekitarnya,
Keterkaitan spasial adalah taksiran dari korelasi antar nilai amatan yang berkaitan dengan
lokasi spasial pada variabel yang sama. Karekteristik dari autokorelasi spasial (Kosfeld dalam
a. Jika terdapat pola sistematis pada distribusi spasial dari variabel yang diamati, maka
b. Jika kedekatan atau ketetanggaan antar daerah lebih dekat, maka dapat dikatakan ada
d. Pola acak dari data spasial menunjukkan tidak ada autokorelasi spasial.
wilayah tertentu yang menunjukkan adanya aliran atau distribusi barang, bahan baku dan
tenaga kerja. Keterkaitan perekonomian antar wilayah dapat terjadi secara langsung dan tidak
langsung. Keterkaitan langsung berupa aliran faktor- faktor produksi yang meliputi bahan
Keterkaitan tidak langsung berupa transaksi pengeluaran para pekerja sektor basis
Data yang digunakan untuk melihat keterkaitan antar wilayah di Provunsi Banten
adalah data rata-rata PDRB dan data PDRB berdasarkan sektor (sektor primer,
sekunder dan tersier). Alasan penggunaan data PDRB berdasarkan sektor yaitu karena
setiap kabupaten atau kota di Provinsi Banten mempunyai kontribusi sektor yang
45
berbeda satu sama lain. Keterkaitan antar sektor ekonomi dapat berupa keterkaitan
2013).
1) Indeks moran global (Asosiasi spasial global) merupakan statistik yang digunakan
untuk mengetahui keterkaitan wilayah secara umum. Perhitungan indeks moran global
sebagai berikut:
x
j n^i=i^j=iwijixj—x- ')( j-x~>)
Yi'jl=i(xj-x- )2
dengan:
I : Indeks Moran n : banyaknya lokasi
kejadian x { . nilai pada lokasi i x f . nilai
pada lokasi j
x : rata-ratadari jumlah variabel atau nilai
W * j : elemen pada pembobot tak terstandarisasi antara daerah i dan j
W j : elemen pada pembobot terstandarisasi antara daerah i dan j
Rentang nilai dari Indeks Moran dalam kasus matriks pembobot spasial terstandarisasi
adalah -1 < I < 1. Nilai -1 < I < 0 menunjukkan adanya autokorelasi spasial negatif,
sedangkan nilai 0 < I < 1 menunjukkan adanya autokorelasi spasial positif, nilaiIndeks
Moran bernilai nol mengindikasikan tidak berkelompok. Nilai indeks moran tidak
pembobot tak terstandarisasi. Rumus tersebut akan menghasilkan satu nilai indeks,
signifikansi dari nilai Indeks Moran dapat diketahui menggunakan pendekatan uji
ZI = 1—^L~N(0,1)
Var (I)
Dimana:
1
EI =-
n- 1
Var I =
50
=1U1]=1 Wij
51 = \Tl=iT}=i(Wij + W i j ) 2
S 2= z u a ^ w i j + r j ^ w j i v
Jika Z(I) > Z1-a maka H0 ditolak (terdapat autokorelasi spasial positif).
yang digunakan untuk mengetahui keterkaitan wilayah secara khusus. Anselin (1995)
( Yi-Y)Y?j= 1 Wi j (Y j - y )
' = Yf [ = 1( Y j - Y) 2 j N
49
Jika nilai Ii positif dan signifikan maka pengelompokan wilayah yang terjadi di sekitar
wilayah i. Sebaliknya, nilai Ii negatif dan signifikan maka pengelompokan wilayah yang
3) Moran’s Scaterplot
Kuadran III (Low-Low), menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai amatan rendah
dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan rendah dan termasuk kedalam
wilayah c o l d - s p o t .
pendekatan yaitu persinggungan batas wilayah dan jarak. Penulis akan menggunakan
Wilayah
Wilayah yang
Bersinggungan
Batas
A C
B C
C A,B,D
D E,F
E D
F D
G H,C
H G,H
Keterangan angka :
A : Kota Cilegon
E : Kota Tangerang F : Kota
B : Kota Serang
Tangerang Selatan G : Kab.
C : Kab. Serang
Lebak
52
Gambar 3.2 disajikan untuk menghitung koefisien Moran yang berasaldari wilayah
Provinsi Banten. Penataan ruang pada Gambar 3.2 ditarik kesimpulan bahwa wilayah B
dan C bersinggungan batas satu sama lain, itulah sebabnya mengapa dalam matriks
bobot W* menambahkan 1 untuk elemen (B,C) dan (C,B) melanjutkan sesuai yang
Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan dalam penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka pada
bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran sebagai berikut ini :
A. Kesimpulan
1. Kota Tangerang Selatan, Kota Serang dan Kabupaten Lebak menjadi wilayah pusat pertumbuhan di Provinsi Banten
dan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam RPJMD Provinsi Banten. Namun ada satu wilayah yang berdasarkan
RPJMD yang tidak sesuai dengan hasil penelitian yaitu Kota Cilegon. Akan tetapi, pemerintah Provinsi Banten
mempunyai pertimbangan dan beberapa alasan terhadap penetapan Kota Cilegon sebagai wilayah pusat pertumbuhan
diantaranya Kota Cilegon mempunyai letak wilayah yang sangat strategis yaitu sebagai pintu gerbang antara Pulau
Sumatera dan Pulau Jawa, Kota Cilegon mempunyai akses jalan yang baik dan di Kota Cilegon juga terdapat pelabuhan
Merak.
2. Hasil analisis Interaksi/Gravitasi, Kota Tangerang Selatan memiliki nilai interaksi spasial tertinggi dengan Kota
Tangerang. Kota Serang memiliki nilai interaksi tertinggi dengan Kabupaten Serang. Sedangkan Kabupaten Lebak
3. Secara global maupun secara lokal, hasil perhitungan indeks moran’s memberikan hasil tidak terjadi keterkaitan spasial
dan Kota Tangerang yang signifikan pada a = 5%. Hal ini membuktikan bahwa
wilayah tersebut mempunyai kesamaan karakteristik satu sama lain dan saling
B. Saran
empat wilayah dan dari hasil analis penelitian ini ada satu wilayah yang tidak
termasuk yaitu wilayah Kota Cilegon. Untuk itu pemerintah Provinsi Banten
h i n t e r l a n d masing-masing.
92
Farida, Isti . 2017. Identifikasi Dan Interaksi Pusat Pertumbuhan Dengan Daerah Hinterland Di Provinsi Banten.
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Lampung.
Gulo, Yarman. 2015. Identifikasi Pusat-pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pendukungnya Dalam Pengembangan Wilayah
Kabupaten Nias. Dinas Tata Ruang, Perumahan, dan Kebersihan Kabupaten Nias.
Lee, J. dan Wong, D. W. S. (2001). S t a t i s t i c a l A n a l y s i s w i t h A r c v i e w G I S . New York: John Wiley and Sons.
Perobelli, F. S., dan Haddad, E. (2003). Brazilian Interregional Trade (1985-1996): An Exploratory Spatial Data Analysis.
Pratama, Ade. 2016. Analisis Penentuan Pusat-pusat Pertumbuhan Ekonomi dan Interaksi antar Kecamatan di
Kabupaten Pringsewu. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, Lampung.
Sjafrizal. 2014. Perencanaan Pembangunan Dearah Dalam Era Otonomi. Rajawali Pers, Jakarta.
Suchaini, Udin. 2013. Industrial District Fenomena Aglomerasi dan Karakteristik Lokasi Industri. Dapur Buku. Jakarta.
Sugiyanto dan Sukesi. 2010. P e n e l i t i a n P e n g e m b a n g a n P u s a t - P u s a t P e r t u m b u h a n E k o n o m i d i
K a b u p a t e n L a m a n d a u . Fakultas Ekonomi Universitas Dr. Soetomo, Surabaya.
Suharyadi & Purwanto. 2008. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta: Salemba Empat.
2017.html
http://rtrw.bappeda.bantenprov.go.id/
www.bantenprov.go.id/upload/PPID_RPJMD_2012_2017.pdf
www.bantenprov.go.id/upload/buku_analisa_SHLD_2014.pdf