Anda di halaman 1dari 30

Laporan Praktikum

FARMASI FISIKA
" STABILITAS OBAT "

OLEH :

NAMA : MAGRIFAH ALGEFINA SAIPE

NIM : 821419092

KELAS : C-S1 FARMASI

KELOMPOK : V (LIMA)

ASISTEN : NUR DIANDRA JAHJA

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
Lembar Pengesahan
FARMASI FISIKA
“ Stabilitas Obat ”

OLEH :

NAMA : MAGRIFAH ALGEFINA SAIPE

NIM : 821419092

KELAS : C-S1 FARMASI

KELOMPOK : V (LIMA)

Gorontalo,Oktober 2020 Nilai


Mengetahui,
Asisten

NUR DIANDRA JAHJA


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat
menyelesaikan laporan praktikum ini tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih, kami sampaikan kepada Dosen Pengampuh dan
Asisten Laboratorium, yang telah membimbing kami dengan penuh kesabaran
sampai kami dapat memahami materi dan praktik Farmasi Fisika utamanya yang
berhubungan dengan penugasan tentang Stabilitas Obat.
Kepada rekan-rekan kelompok dan rekan praktikan lainnya yang saling
bahu-membahu dalam memberikan pemahaman akan materi, kami sampaikan
pula terima kasih.
Semoga kita semua diberikan kekuatan dan kepahaman ilmu selama
dalam menenpuh studi hingga selesai nanti, hingga dapat mengabdikan diri untuk
kebaikan kesehatan sesama. Aamiin Yarabbal’Alamin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, 25 Oktober 2020

Magrifah Algefina Saipe


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................2
1.2 Maksud Percobaan....................................................................................2
1.3 Tujuan percobaan......................................................................................2
1.4 Prinsip Percobaan......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Dasar Teori................................................................................................4
2.1.1 Pengertian Stabilitas Obat.........................................................................4
2.1.2 Jenis-jenis Stabilitas Obat..........................................................................4
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Obat...................................4
2.2 Uraian Bahan.............................................................................................5
BAB III METODE KERJA..................................................................................7
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksaan...................................................................7
3.2 Alat dan Bahan..........................................................................................7
3.2.1 Alat.............................................................................................................7
3.2.2 Bahan.........................................................................................................7
3.3 Cara Kerja..................................................................................................7
BAB IV HASIL PENGAMATAN........................................................................9
4.1 Tabel Pengamatan.....................................................................................9
4.2 Perhitungan................................................................................................9
BAB V PEMBAHASAN......................................................................................16
BAB VI PENUTUP..............................................................................................18
6.1 Kesimpulan..............................................................................................18
6.2 Saran........................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan
suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama
dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Banyak faktor yang mempengaruhi
stabilitas produk farmasi, seperti stabilitas dari bahan aktif, interaksi antara bahan
aktif dan bahan tambahan, proses pembuatan, proses pengemasan dan kondisi
lingkungan selama pengangkutan, penyimpanan, dan penanganan serta jangka
waktu produk antara pembuatan hingga pemakaian.
Dalam jangka waktu tertentu suatu bahan kimia atau bahan obat
mengalami perubahan. Perubahan ini dapat disebabkan oleh suhu, pH,
kompleksasi, garam dan ester, mikrobiologi, jenis pelarut, surfaktan, modifikasi
struktur kimia, dan cahaya. Obat yang telah mengalami perubahan ini ada yang
sama sekali sudah tidak berkhasiat lagi atau justru memberikan efek toksis.
Keadaan ini tentu memberikan efek yang sangat fatal, terutama bagi pasien.
Karena peruraian obat ini dapat memberikan pengaruh terhadap khasiat
obat, maka kestabilan suatu obat sangat penting untuk diketahui. Selain itu dengan
mengetahui kestabilan obat atau suatu bahan kimia, maka kita dapat
memperlakukan bahan-bahan obat tersebut dengan sebagaimana mestinya,
terutama dalam hal penyimpanannya untuk mencegah terjadinya peruraian dan
peningkatan stabilitasnya.
Pada percobaan stabilitas obat ini akan ditentukan kestabilan Paracetamol
pada suhu dan jenis pelarut dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan
jenis pelarut alkohol. Menurut Skoog and West (1971), adapun prinsip kerja
spektrofotometer UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh
suatu larutan dengan jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap
memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif.
Penentuan stabilitas obat ini penting untuk efek terapeutik dari obat tersebut.

1
Dapat dilihat dari pengulasan diatas bahwa dengan mengetahui kestabilan suatu
obat maka kita dapat menentukan umur penyimpanan dari obat tersebut, sehingga
kita perlu melakukan uji stabilitas obat.
1.2 Maksud Percobaan
1. Mengetahui dan memahami cara kestabilan obat pada jenis pelarut dan
suhu
2. Mengetahui waktu lama penyimpanan suatu sediaan obat
1.3 Tujuan percobaan
1. Menetapkan kestabilan paracetamol pada jenis pelarut alkohol 96% dan
pada suhu yaitu 40°C dan 60°C
2. Melakukan perhitungan waktu lama penyimpanan suatu sediaan obat
melalui metode grafik, penentuan orde reaksi, perhitungan paruh waktu,
dan K pada suhu 25°C
1.4 Prinsip Percobaan
Penentuan stabilitas dari paracetamol pada suhu dan penilaian absorbansi
dengan spektrofotometer UV-Vis berdasarkan nilai konstanta kecepatan (k) dan
waktu paruh yang diperoleh dari grafik yang hubungannya antara waktu dan
konsentrasi, dimana konsentrasi paracetamol ditetapkan dengan metode
pengenceran menggunakan jenis pelarut alkohol 96%.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
1. Pengertian Stabilitas Obat
Suatu obat dapat dikatakan stabil jika kadarnya tidak berkurang dalam
penyimpanan. Adapun ketika obat berubah warna, bau, dan bentuk serta terdapat
cemaran mikroba maka dapat disimpulkan bahwa obat tersebut tidak stabil
(Fitriani, 2015).
Stabilitas obat adalah kemampuan obat atau produk untuk
mempertahankan sifat dan katakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya
pada saat dibuat atau diproduksi. Identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian
dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan
(Joshita, 2008).
Stabilitas diartikan bahwa obat (bahan obat, sediaan obat), disimpan dalam
kondisi penyimpanan dan pengangkutannya tidak menunjukkan perubahan sama
sekali atau berubah dalam batas-batas yang diperoleh (Voigt, 1995).
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu
sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang
lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan. Obat yang disimpan
dalam jangka waktu lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis
yang diterima pasien berkurang. Adanya hasil uraian zat tersebut bersifat toksik
sehingga dapat membahayakan jiwa pasien (Ansel C, 1989).
Stabilitas obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat
yang berkhasiat. Batas kadar obat yang masih tersisa 90% tidak dapat lagi atau
disebut sebagai sub standar waktu diperlukan hingga tinggal 90% disebut umur
obat (Martin, 1993).
Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahakan
sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat
(identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas) dalam batasan yang ditetapkan periode
penyimpanan dan penggunaan (shelf-life) (Kurniawan, D. H, 2009).

3
2.1.2 Jenis-jenis Stabilitas Obat
Beberapa jenis perubahan stabilitas obat atau produk farmasi yang
diperlakukan untuk dipertimbangkan antara lain :
1. Stabilitas kimia meliputi degradasi formulasi obat, kehilangan potensi
(bahan aktif), kehilangan bahan-bahan tambahan (pengawet, antioksidan,
dan lainnya). Stabilitas mikrobiologi meliputi perkembangbiakan
mikroorganisme pada sediaan non steril, sterilisasi, dan perubahan
fektivitas pengawet (Jenkins, 1957).
2. Stabilitas fisika meliputi penampilan, konsistensi, warna, aroma, rasa,
kekerasan, kerapuhan, kelarutan, pengendapan, perubahan berat, adanya
uap, bentuk, dan ukuran partikel (Jenkins, 1957).
3. Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana
tetap sediaan bebas dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas
miroorganisme hingga batas waktu tertentu (Yunus, 2013).
4. Stabilitas terapi adalah kemampuan suatu sediaan untuk menghasilkan
efek terapi yang tidak berubah selama waktu simpan (shelf life) sediaan
(Djajadisastra 2004).
5. Stabilitas toksikologi adalah mengacu pada tidak terjadinya peningkatan
toksisitas yang bermakna selama waktu simpan (Djajadisastra 2004).
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Obat
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain:
panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan-bahan
tambahan yang digunakan dalam formula sediaan obat. Sebagai contoh, senyawa-
senyawa ester merupakan zat yang mudah terhidrolisis dengan adanya lembab
sedangkan vitamin C sangat mudah sekali mengalami oksidasi. Pada umumnya,
penentuan kestabilan suatu obat zat padat dapat dilakukan melalui perhitungan
kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu lama sehingga cukup praktis
digunakan dalam bidang farmasi (Fitrah, 2012).
Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi semua reaksi kimia. Kenaikan suhu
akan mempercepat reaksi kimia suatu obat. Suhu yang terlalu tinggi akan

4
menyebabkan stabilitas obat menjadi berkurang dan akhirnya menyebabkan penurunan
kadar dari obat tersebut. Adapun pH dapat mempengaruhi tingkat dekomposisi
obat,. Obat biasanya stabil pada pH 4 sampai 8. Dengan adanya penambahan asam
ataupun basa dapat menyebabkan penguraian larutan obat menjadi dipercepat dan
menyebabkan obat menjadi tidak stabil. (Gokani, H. Rina D, N. Kinjal, 2012).
2.2 Uraian Bahan
1. Alkohol (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
RM : C2H5OH
BM : 46,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap


dan mudah bergerak; bau khas, rasa panas, mudah
terbakar, dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan kloroform P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya,
ditempat sejuk jauh dari nyala api
Kegunaan : Sebagai zat pelarut
Khasiat : Antiseptik
2. Paracetamol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama Lain : Acetaminophen
RM : C8H9 NO2
BM : 151,16 g/mol

Rumus struktur :

5
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidakberba
u, rasa pahit.
Kelarutan : Larut  dalam  70  bagian air, dalam 7 bagian
  etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P,
dalam 40  bagian gliserol P dan dalam 9 bagian
   propilenglikol P; larut dalam larutanalkali
  hidroksida.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindungdari
cahaya.
Kegunaan : Zat aktif
Khasiat : Analgetikum, antipiretikum.

6
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksaan
Waktu pelaksanaan praktikum pada Kamis 22 oktober 2020 di
Laboratorium teknologi farmasi kampus 1 Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum antara lain batang
pengaduk, botol vial 6 buah, gelas ukur, gelas beaker, kertas perkamen, lumpang
dan alu, neraca analitik, oven, pipet micron, pot salep, sudip, stopwatch, dan
spektrofotometer UV-Vis.
3.2.2 Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum antara alkohol 70%, alkohol 96%,
dan paracetamol 500mg, dan tissu.
3.3 Cara Kerja
1. Disiapkan dan dibersihkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dimasukkan paracetamol kedalam lumpang, lalu digerus.
3. Ditimbang paracetamol sebanyak 0,01 gr.
4. Dimasukkan paracetamol yang sudah ditimbang kedalam pot salep.
5. Dilarutkan paracetamol dengan alkohol 96% sebanyak 10 ml untuk
membuat pengenceran 1000 ppm.
6. Dipipet 2 ml dan dimasukkan kedalam vial dari larutan 1000 ppm dan
ditambahkan alkohol 96% sebanyak 20 ml untuk membuat larutan stok
100 ppm.
7. Dipipet 1 ml dari larutan stok dan ditambahkan alkohol 96% sebanyak 10
ml untuk membuat pengenceran 10 ppm.
8. Dipipet 2 ml dari larutan stok dan ditambahkan alkohol 96% sebanyak 10
ml untuk membuat pengenceran 20 ppm.
9. Dipipet 3 ml dari larutan stok dan ditambahkan alkohol 96% sebanyak 10
ml untuk membuat pengenceran 30 ppm.

7
10. Dipipet 4 ml dari larutan stok dan ditambahkan alkohol 96% sebanyak 10
ml untuk membuat pengenceran 40 ppm.
11. Dimasukkan keempat hasil pengenceran kedalam vial.
12. Dimasukkan larutan blangko dan keempat hasil pengenceran kedalam
kuvet.
13. Diukur serapan absorbansi sampel menggunakan spektofotometer UV-Vis.
14. Diambil larutan sampel yang mendekati range 0,2-0,8, yaitu sampel 2 ppm
dimana hasilnya adalah 2,409 nm.
15. Dibagi dua dan masing-masing dimasukkan kedalam vial yang berbeda.
16. Dimasukkan kedalam oven pada suhu 40°C dan 60°C.
17. Dikeluarkan sampel dalam oven pada menit ke 10 dan 20.
18. Diukur nilai absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-
Vis.
19. Dilakukan perbandingan absorbansi yang didapatkan.

8
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil Pengamatan


a.
Konsentrasi (ppm) Absorbansi (nm)

a = 1,638 10 1,738
20 3,062
b = 0,04677
30 3,167
40 3,262
r  = 0,8415

b.
Waktu (menit) Suhu 40°C Suhu 60°C
10 0,001 0,076
20 -0,287 -0,093

4.2 Kurva Baku

Kurva Baku Paracetamol


4,000
3,000 f(x) = 46.77 x + 1638
Absorban

R² = 0.71 Y-Values
2,000
Linear (Y-Values)
1,000
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Konsentrasi

4.3 Perhitungan
1. Rumus pengenceran = M1 . V1 = M2 .V2
a. 1.000.000 ppm 1000 ppm larutkan 10 ml alkohol
M1 . V1 = M2 .V2
1.000.000.V1 = 1000 . 10
10.000
V1 =
1.000.000
V1 = 0,01 ml = 0,01 g

9
b. 1000 ppm 100 ppm larutkan 20 ml alkohol
M1 . V1 = M2 .V2
1000.V1 = 100 . 20
2000
V1 =
1000
V1 = 2 ml
c. 100 ppm 10 ppm larutkan 10 ml alkohol
M1 . V1 = M2 .V2
100.V1 = 10 . 10
100
V1 =
100
V1 = 1 ml ad 10 ml alkohol
d. 100 ppm 20 ppm larutkan 10 ml alkohol
M1 . V1 = M2 .V2
100.V1 = 20 . 10
200
V1 =
100
V1 = 2 ml ad 10 ml alkohol
e. 100 ppm 30 ppm larutkan 10 ml alkohol
M1 . V1 = M2 .V2
100.V1 = 30 . 10
300
V1 =
100
V1 = 3 ml ad 10 ml alkohol
f. 100 ppm 40 ppm larutkan 10 ml alkohol
M1 . V1 = M2 .V2
100.V1 = 40 . 10
400
V1 =
100
V1 = 4 ml ad 10 ml alkohol

10
1) Untuk suhu 40°C

a. Waktu 10 menit
y = a + bx
0,001 = 1,638 + 0,0467 x
0,001 – 1,638 = 0,0467x
-1,637 = 0,0467x
−1,637
x =
0,0467
x = -35,05

b. Waktu 20 menit
y = a + bx
-0,287 = 1,638 + 0,0467 x
-0,287 – 1,638 = 0,0467x
-1,925 = 0,0467x
−1,925
x =
0,0467
x = -41,22
2) Untuk suhu 60°C
a. Waktu 10 menit
y = a + bx
0,076 = 1,638 + 0,0467 x
0,076 – 1,638 = 0,0467x
-1,562 = 0,0467x
−1,562
x =
0,0467
x = -33,44
b. Waktu 20 menit
y = a + bx
-0,093 = 1,638 + 0,0467 x
-0,093 – 1,638 = 0,0467x

11
-1,731 = 0,0467x
−1,731
x = x = -37,06
0,0467

Waktu Suhu
(menit) 40°C 60°C
10 -35,05 -33,44
20 -41,22 -37,06
2. Perhitungan Koefisien Korelasi
1. Untuk suhu 40°C

Waktu (menit) Konsentrasi Log C 1/C


10 -35,05 -1,544 -0,028
20 -41,22 -1,615 -0,024
2. Untuk suhu 60°C
Waktu (menit) Konsentrasi Log C 1/C
10 -33,44 -1,524 -0,029
20 -37,06 -1,568 -0,026
3. Penentuan Orde Reaksi
1. Suhu 40°C

Orde Regresi Hasil


A -28,88
0 B -0,617
R -1
A -1,473
1 B -0,0071
R -1
A -0,032
2 B 0,0004
R 1

2. Suhu 60°C
Orde Regresi Hasil
0 A -29,82
B -0,362

12
R -1
A -1,48
1 B -0,0044
R -1
A -0,032
2 B 0,0003
R 1

Suhu
Orde
40°C 60°C
0 -1 -1
1 -1 -1
2 1 1

Suhu B K
40°C 0,0004 -0,00092
60°C 0,0003 -0,00069
3. Penentuan nilai K pada suhu 25°C dan usia simpan
Keterangan : suhu (K) = 273 + suhu (°C)
1. Untuk suhu 40°C
T = 273 + 40
T = 313 K
2. Untuk suhu 60°C
T = 273 + 60
T = 333 K
3. Untuk suhu 25°C
T = 273 + 25
T = 298 K
a) Untuk nilai 1/T (x)
1. Untuk suhu 40°C
1
x= = 0,0031
313

2. Untuk suhu 60°C

13
1
x= = 0,0030
333

3. Untuk suhu 25°C


1
x= = 0,0033
298

Suhu Suhu (kl) 1/T (x) K Log k


40°C 313 0,0031 -0,00092 -3,036
60°C 333 0,0030 -0,00069 -3,161
25°C 298 0,0033
4. Perhitungan untuk 25°C pada orde 1 dan 2
Untuk dapat nilai K pada suhu 25°C, maka diregresikan antara x dan
log K, didapatkan nilai :
a = -6,911
b = 1250
r =1
y = a+ bx
= -6,911 + (1250 x 0,0033)
= -6,911 + 4,125
= -2,786
y = log K
k = anti log y
k = anti log -2,786 = 0,00163
Pada hasil didapatkan mengikuti orde dan orde. Jadi didapatkan hasil untuk paruh
waktu pada suhu 25°C
Co = 0,01 gr / 20 ml
= 500 ppm
a. Untuk orde reaksi 1
1 0,693
t =
2 k
0,693
= = 425,15 menit
0,00163
b. Untuk orde reaksi 2

14
1 1
t =
2 CoK
1 1
= =
500.0,00163 0,815
= 1,22 menit
Waktu lama penyimpanan
0,105
t90 =
K
0,105
=
0,00163
= 64,41 menit
= 1,0735 jam
= 0,0447 hari
= 0,00149 bulan
1 Co
t90 = x
9 K
1 500 500
= x =
9 0,00163 0,001467
= 34081,62 menit
= 5680,52 jam
= 236,68 hari
= 7,88 bulan

15
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini, pada percobaan stabilitas obat, dilakukan
pengujian stablitas yang dipengaruhi oleh jenis pelarut dan suhu. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui pada suhu berapa obat dapat stabil dengan baik
dan pada suhu berapa waktu lama penyimpanan suatu sediaan obat.
Pada praktikum stabilitas obat ini, bahan yang digunakan adalah
paracetamol. Dimana dilakukan penentuan stabilitas obat paracetamol
menggunakan metode grafik berdasarkan nilai konstanta kecepatan reaksi, waktu
paruh (t1/2), dan T90 (waktu kadaluwarsa) untuk penentuan umur simpan sediaan
tablet paracetamol dan menggunakan spektrofotometer untuk mengukur serapan
absorbansi, juga menggunakan oven dengan beberapa suhu seperti 40°C dan 60°C.
Sebelum melakukan praktikum, alat-alat yang akan digunakan disterilkan
terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol 70% agar terbebas dari benda-benda
asing yang menempel di permukaan alat-alat tersebut. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Pratiwi (2008), alkohol 70% berfungsi sebagai antiseptik sehingga alat
yang dibersihkan dengan alkohol 70% berkurang kumannya.
Langkah awal yang akan dilakukan yaitu menggerus paracetamol dan
ditimbang sebanyak 0,01 gr menggunakan neraca analitik. Dilarutkan paracetamol
yang sudah ditimbang menggunakan alkohol 96% sebanyak 10 ml. Menurut
Rohman (2007), Ethanol 96% digunakan sebagai pelarut karena bersifat polar,
universal, dan mudah didapat, juga pelarut pengekstraksi yang terpilih untuk
pembuatan ekstrak sebagai bahan baku sediaan herbal medicine.
Larutan yang sudah diencerkan tadi, untuk membuat pengenceran 1000
ppm. Larutan 1000 ppm tersebut dipipet 2 ml lalu dimasukkan kedalam vial dan
ditambahkan alkohol 96% sebanyak 20 ml untuk membuat larutan stok 100 ppm.
Digunakannya pelarut ethanol 96% sesuai dengan pendapat Shadmani (2004),
semakin tinggi konsentrasi ethanol maka semakin baik pula tingkat kepolaran
pelarutnya. Larutan stok dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pengambilan
bahan-bahan kimia khususnya yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, tak perlu
sering menimbang karena hal ini kurang praktis.

16
Larutan stok tersebut dipipet 1, 2, 3, dan 4 ml dan dimasukkan kedalam
masing-masing vial, lalu ditambahkan alkohol 96% sebanyak 10 ml kedalam
masing-masing vial guna untuk membuat larutan 10, 20, 30, dan 40 ppm.
Keempat vial dan larutan blangko tersebut dimasukkan kedalam kuvet guna untuk
mengukur serapan absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Larutan sampel yang mendekati range 0,2-0,8 diambil lalu dibagi dua dan
dimasukkan kedalam vial masing-masing. Terdapat sampel 2 ppm dimana
hasilnya adalah 2,409 nm. Larutan tersebut dimasukkan kedalam oven dengan
waktu 10 dan 20 menit di suhu 40°C dan 60°C.
Larutan yang telah dioven dikeluarkan dan diukur nilai absorbansinya
dengan menggunakan spektrofotometer. Digunakannya spektrofotometer sesuai
dengan pendapat Sastrohamidjojo (2007), spektrofotometer merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan
panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca yang disebut kuvet yang
sebagian dari cahaya tersebut akan di serap dan sisanya akan dilewatkan sehingga
nilai absorbansi dari cahaya yang di serap sebanding dengan konsentrasi larutan di
dalam kuvet. Setelah itu, dilakukan juga perbandingan absorbansi yang
didapatkan dengan metode metode kurva, penentuan orde reaksi, perhitungan
paruh waktu, dan K pada suhu 25°C.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil mengikuti orde 1
dan 2. Jadi didapatkan hasil untuk paruh waktu pada suhu 25°C. Waktu lama
penyimpanan pada orde reaksi 1 adalah 64,41 menit dan 1,0735 jam. Sedangkan
waktu lama penyimpanan pada orde reaksi 2 adalah 340831,62 menit dan 5680,52
jam.

17
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Kami dapat mengetahui ketetapan kestabilan paracetamol pada jenis pelarut
alkohol 96% dan pada suhu yaitu 40°C dan 60°C.
2. Kami dapat mengetauhi cara perhitungan waktu lama penyimpanan suatu
sediaan obat melalui metode grafik, penentuan orde reaksi, perhitungan paruh
waktu, dan K pada suhu 25°C.
6.2 Saran
6 Saran untuk Jurusan
Saran saya untuk jurusan farmasi agar bisa menjaga kebersihan disekitaran
lingkungan farmasi, dan juga mengingat aturan protokol, karena mengingat
pandemi yang masih terus berlanjut hingga saat ini.
6.2.2 Saran untuk Laboratorium
Untuk laboratorium agar diperlengkap lagi alat-alat yang akan digunakan
pada saat melakukan praktikum. Dan juga jika terdapat alat-alat yang sudah rusak,
dimohon agar segara diperbaiki karena mengingat banyak percobaan yang akan
dilakukan di laboratorium teknologi farmasi ini.
6.2.3 Saran untuk Asisten
Saran saya untuk asisten farmasi fisika secara keseluruhan yaitu agar lebih
mengetahui kemampuan setiap praktikannya. Dan untuk saran asisten terutama
yang memegang percobaan stabilitas obat ini, selain saran diatas, sebenarnya saya
tidak mempunyai saran untuk asisten percobaan ini karena terlalu baik hati untuk
diberi saran.
6.2.4 Saran untuk Praktikan
Belajar lebih giat lagi agar bisa memahami setiap percobaan yang akan
dilakukan di laboratorium dan bukan hanya di praktikum, tetapi pada teori juga.

18
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat,
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Ditjen POM, (1995), ”Farmakope Indonesia”, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta, 95.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : DEPKES RI

Fitrah, Muh., dkk. 2012. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. UIN Alauddin
Makassar : Makassar.

Fitriani, Y.N., INHS. Cakra., Yuliati, N., Aryantini. D. 2015. Formulasi


and Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi Ubi Cilembu (Ipomea batatas L.)
dengan Suspending Agent CMC Na dan PGS Sebagai
Antihiperkolesterol.Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan. Volume 2. Nomor
1.Hal. 22-26. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Gokani., Desai., N. Kinjal., Rina. H. 2012. Stability Study : Regulatory
Requirenment. International Journal of Advances in Pharmaceutical
Analysis. Vol 2. No 3 : 62-67.
Jenkins. 1957. Farmasi Fisika. Yogyakarta : UGM Press

Joshita. 2008. Obat-Obat untuk Paramedis. Jakarta : UI Press

Kurniawan, D. H. dan Sulaiman, T. N. S., 2009, Teknologi Sediaan Farmasi, 92-


97, Graha Ilmu : Yogyakarta.

Martin,A, dkk., 1993, “Farmasi Fisika”, UI – Press, Jakarta.

Pratiwi, S.T., 2008. Mikrobiologi farmasi. Erlangga, Jakarta.

Shadmani, A., I. Azhar, F. Mazhar, M.M. Hassan, S.W. Ahmed, I. Ahmad, K.


Usmanghani dan S. Shamim. 2004. Kinetic studies on Zingiber offcinale.
Journal of Pharmaceutical Sciences. Fakultas Kedokteran UKM :
Bandung.

Skoog, D.A. and D.M. WEST 1971. Principles of instrumental analysis. Holt,
Rinehart and Winston, Inc., New York.
Trifani, 2012. Fisiologi Mikroba. Jakarta : Penerbit PT Bumi Aksara

Voigt,R., (1995), ”Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, UGM Press, Yogyakarta.

Yunus, Fitri Khoiruni. 2013. Farmasi fisik: Bagian Larutan dan Sistem
Dispersi . Gadjah Mada University Press: Jogjakarta.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : Alat dan Bahan
1. Alat
No. Nama Alat Gambar Fungsi
1. Batang pengaduk Sebagai pengaduk
larutan

2. Botol vial Sebagai wadah untuk


larutan sampel

3. Gelas ukur Untuk mengukur


larutan

4. Gelas beaker Untuk menaru larutan


uji atau sampel
5. Lumpang dan alu Untuk menghaluskan
sampel

6. Kertas perkamen Untuk menaru sampel

7. Neraca analitik Untuk menimbang


berat sampel

8. Oven Untuk memanaskan


sampel
9. Pipet micron Untuk mengambil
larutan dengan ukuran
ml tertentu

10. Pot salep Sebagai wadah sampel

11. Sudip Untuk mengambil sisa-


sisa sampel di mortir

12. Spektrofotometer Untuk mengukur


serapan absorbansi

2. Bahan
No. Nama Bahan Gambar Fungsi
1. Alkohol 70% Sebagai desinfektan
untuk membersihkan alat

2. Alkohol 96% Sebagai zat pelarut

3. Paracetamol 500 Sebagai sampel


mg

4. Tissu Untuk membersihkan


alat

Lampiran 2 : Diagram Alir


METODE PENGENCERAN
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Dibersihkan alat yang digunakan dengan menggunakan
alkohol 70% sebagai desinfektan yaitu untuk membunuh
mikroorganisme yang ada pada benda mati
Ditimbang paracetamol sebanyak 0,01 gr
Dimasukkan paracetamol yang sudah ditimbang kedalam
pot salep
Dilarutkan paracetamol dengan alkohol 96% sebanyak 10
ml untuk membuat pengenceran 1000 ppm.
Dipipet 2 ml dan dimasukkan kedalam vial dari larutan
1000 ppm dan ditambahkan alkohol 96% sebanyak 20 ml
untuk membuat larutan stok.
Dipipet 1 ml dari larutan stok dan ditambahkan alkohol
96% sebanyak 10 ml untuk membuat pengenceran 10 ppm
Dipipet 2 ml dari larutan stok dan ditambahkan alkohol
96% sebanyak 10 ml untuk membuat pengenceran 20 ppm
Dipipet 3 ml dari larutan stok dan ditambahkan alkohol
96% sebanyak 10 ml untuk membuat pengenceran 30 ppm.
Dipipet 4 ml dari larutan stok dan ditambahkan alkohol
96% sebanyak 10 ml untuk membuat pengenceran 40 ppm
Dimasukkan keempat hasil pengenceran kedalam vial
Dimasukkan larutan blangko dan keempat hasil
pengenceran kedalam kuvet
Diukur serapan absorbansi sampel menggunakan
spektofotometer UV-Vis

Diambil larutan sampel yang mendekati range 0,2-0,8,


yaitu sampel 2 ppm dimana hasilnya adalah 2,409 nm.
Dibagi dua dan masing-masing dimasukkan kedalam vial
yang berbeda.
Dimasukkan kedalam oven pada suhu 40°C dan 60°C
Dikeluarkan sampel dalam oven pada menit ke 10 dan 20
Diukur nilai absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
Dilakukan perbandingan absorbansi yang didapatkan

Hasil

Anda mungkin juga menyukai