Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

A DENGAN DIAGNOSA
MEDIS HEMOROID DI RUANG BEDAH RSUD Dr. DORIS
SYLVANUS PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :

Mia Yohana
(2017.C.09a.0899)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan ini disusun oleh :

Nama : Mia Yohana


NIM : 2017.C.09a.0899
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Diagnosa Hemoroid di Ruang
Bedah Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


Praktik
menyelesaikan Pra Klinik Keperawatan IV Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Meida Sinta Araini , S.Kep.,Ners


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga “Asuhan Keperawatan Hemoroid “ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa
Hemoroid dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Hemoroid
agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penulisan
Asuhan Keperawatan ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan
ini.

Palangka Raya, 21 September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Dasar Penyakit ......................................................................................
1.1.1 Pengertian .....................................................................................................
1.1.2 Anatomi Fisiologi .........................................................................................
1.1.3 Etiologi .........................................................................................................
1.1.4 Klasifikasi ....................................................................................................
1.1.5 Patofisiologi ..................................................................................................
1.1.6 Manifestasi Klinis .........................................................................................
1.1.7 Komplikasi ...................................................................................................
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ................................................................................
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan........................................................................
1.2.1 Pengkajian Keperawatan ................................................................................
1.2.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................................
1.2.3 Intervensi Keperawatan .................................................................................
1.2.4 Implementasi Keperawatan ............................................................................
1.2.5 Evaluasi Keperawatan ....................................................................................
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian ............................................................................................................
2.2 Diagnosa..............................................................................................................
2.3 Intervensi ..............................................................................................................
2.4 Implementasi ........................................................................................................
2.5 Eveluasi ................................................................................................................
BAB 3
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................
3.2 Saran .....................................................................................................................
DAPTAR PUSTAKA
BAB 1
TINJAU PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar


1.1.1 Definisi Hemoroid
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan hemoroid adalah pembesaran
atau pelebaran vena hemoroidalis yang melalui kanal anus atau rektum.
Klasifikasi hemoroid menurut Lumenta (2006) dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Hemoroid Interna
Hemoroid Interna adalah pleksus hemoroidalis superior (bantalan
pembuluh darah) di dalam jaringan selaput lender di atas anus.
2. Hemoroid Eksterna
Hemoroid Eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus
hemoroidalis inferior di sebelah bawah anus.
1.1.2 Anatomi Fisiologi
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang
dari colon sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan
berbentuk lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon
sigmoid bersatu dengan rectum. Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan
dilindungi oleh sfingter eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani
sekitar 15 cm.

gambar 1.1 : usus besar-rectum


Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan
kiri sesuai dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior
memperdarahi belahan bagian kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua pertiga
proksimal colon tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi

1
2

belahan kiri yaitu sepertiga distal colon transversum, colon desendens, sigmoid
dan bagian proksimal rectum. Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui
arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang
dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

gambar 1.2 : arteri - arteri pada rectum

Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem
portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistematik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior,
sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke
dalam vena-vena ini.

gambar 1.3 : vena-vena pada rectum


Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1)kontraksi lamban dan tidak
teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat
beberapa haustra; (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan
3

segmen colon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feces ke depan,


akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan
dirangsang oleh reflek gastrokolik setelah makan pertama masuk pada hari itu.
Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan
merangsang reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan
interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter
eksterna berada di bawah kontrol volunter. Reflek defekasi terintegrasi pada
segmen sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut
parasimpatis mencapai rectum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung
jawab atas kontraksi rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rectum
yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna
dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa
feces. Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intra-abdomen
yang terjadi akibat kontraksi volunter. Otot-otot dada dengan glotis ditutup, dan
kontraksi secara terus menerus dari otot-otot abdomen (manuver atau peregangan
valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-otot sfingter
eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara bertahap akan relaks, dan
keinginan untuk berdefekasi menghilang.
1.1.3 Etiologi
Menurut Mutaqqin (2011), kondisi hemoroid biasanya tidak berhubungan
dengan kondisi medis atau penyalit, namun ada beberapa predisposisi penting
yang dapat meningkatkan risiko hemoroid seperti berikut:
1. Peradangan pada usus, seperti pada kondisi colitis ulseratif atau
penyalitcrohn.
2. Kehamilan, berhubungan dengan banyak masalah anorektal. c. Konsumsi
makanan rendaj serat.
3. Obesitas.
4. Hipertensi portal.
1.1.4 Klasifikasi
Adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior. Diatas garis mukokutan
dan ditutupi oleh mukosa diatas sfingter ani.
4

1.1.4.1 Hemoroid internal dikelompokkan dalam 4 derajat :


1) Derajat I
Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri sewaktu
defekasi. Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan terlihat menonjol dalam
lumen.
2) Derajat II
Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan ringan tetapi
dapat masuk kembali secara spontan.
2) Derajat III
Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali sesudah
defekasi.
3) Derajat IV
Hemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong masuk
kembali.
1.1.4.2 Hemoroid Eksternal
Adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat
didorong masuk. Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu:
1) Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir
anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut sebagai hemoroid
trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
2) Kronik
Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan kulit anus
yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.

gambar 1.4 : formation of hemorroidh


5

1.1.5 Patofisiogi
Menurut Nugroho (2011) hemoroid dapat disebabkan oleh tekanan
abdominal yang mampu menekan vena hemoroidalis sehingga menyebabkan
dilatasi pada vena. dilatasi tersebut dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Interna (dilatasi sebelum spinter)
1) Bila membesar baru nyeri
2) Bila vena pecah, BAB
berdarah anemia
2. Eksterna (dilatasi sesudah
spingter)
1) Nyeri
2) Bila vena pecah, BAB berdarah-trombosit-inflamasi
Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid umumnya
menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan, atau
prollaps. Diet rendah serat menyebabkan bentuk feses menjadi kecil, yang
bias, mengakibatkan kondisi mengejan selama BAB. Peningkatan tekanan ini
menyebabkan pembengkakan dari hemoroid., kemungkinan gengguan oleh
venous return (Muttaqin, 2011).
6

Patway Hemoroid
7

1.1.6 Mnisfetasi Kiniis ( Tanda dan Gejala)


1.1.6.1 Tanda
1) Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feces
yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan
feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar
karena kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.
2) Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna
dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.
1.1.6.2 Gejala
1. Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
2. Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat
tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri
setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak
dapat dimasukkan.
3. Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam merupakan
ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap
4. Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus
rangsangan mucus.
1.1.7 Komplikasi
Komplikasi hemoroid antara lain :
1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan
dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin memperberat
luka di anus.
2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin
sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk.
(Dermawan, 2010)
8

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1.1.8.1 Inspeksi
1. Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung
thrombus.
2. Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang
tertutup mukosa.
3. Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
1.1.8.2 Rectal touch
1. Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba
bila sudah ada fibrosis
2. Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
recti.
3. Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang
belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur
vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.
1.1.9 Penatalaksanaan Medis
Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu untuk
derajat I dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab, misalnya
saat konstipasi dengan menghindari mengejan berlebihan saat BAB. Memberi
nasehat untuk diit tinggi serat, banyak makan sayur, buah dan minum air putih
paling sedikit 2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara teratur, serta kurangi
makan makanan yang merangsang dan daging, menjaga hygiene daerah anorektal
dengan baik, jika ada infeksi beri antibiotika peroral. Bila terdapat nyeri yang
terus-menerus dapat diberikan suppositoria, untuk melancarkan defekasi, dapat
diberikan cairan parafin atau larutan magnesium sulfat 10%. Bila dengan
pengobatan di atas tidak ada perbaikan, diberikan terapi skleroting (sodium
moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan dilakukan antara mukosa dan varices, dengan
harapan timbul fibrosis dan hemoroid mengecil. Kontraindikasi pengobatan ini
adalah hemoroid eksterna, radang dan adanya fibrosis hebat di sekitar hemoroid
interna.
Pada hemoroid derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara
9

bertahap. Apabila terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan


operasi. Pada derajat III dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain yang
dapat dilakukan adalah operasi, bila ada peradangan diobati dahulu. Teknik
operasi pada hemoroid antara lain :
1. Prosedur ligasi pita-karet
Prosedur ligasi pita-karet dengan cara melihat hemoroid melalui anoscop
dan bagian proksimal diatas garis mukokutan di pegang dengan alat. Kemudian
pita karet kecil diselipkan diatas hemoroid yang dapat mengakibatkan bagian
distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas.
Tindakan ini memuaskan pada beberapa pasien, namun pasien yang lain
merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan menyebabkan hemoroid
sekunder dan infeksi perianal.
2. Hemoroidektomi kriosirurgi
Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid dengan jalan membekukan
jaringan hemoroid selama beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu.
Tindakan ini sangat kecil sekali menimbulkan nyeri. Prosedur ini tidak terpakai
luas karena menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka
yang ditimbulkan lama sembuh.
3. Laser Nd: YAG
Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama
hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses
jarang menjadi komplikasi pada periode pasca operatif.
4. Hemoroidektomi
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat
semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur operatif
selesai, selang kecil dimasukkan melaui sfingter untuk memungkinkan keluarnya
flatus dan darah.
Untuk Terapi setelah operasi dapat dilakukan dengan cara suppositoria yang
mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan astrigent. Tiga hari post operasi
diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB. Jika sebelum tiga hari ingin BAB,
tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat (37oC) dengan perbandingan
1:4000 selama 15-20 menit. Setelah BAB, lalu dipasang lagi tampon baru. Jika
10

setelah tiga hari post operasi pasien belum BAB diberi laxantia. Berikan
rendaman duduk dengan larutan PK hangat (37oC), perbandingan 1:4000 selama
15-20 menit sampai dengan 1-2 minggu post operasi.
Pada penatalaksanaan hemoroid tingkat IV dapat dilakukan dengan istirahat
baring dan juga operasi. Bila ada peradangan diobati dahulu..
1.2 Manajemen Keperawatan
1.2.1 Pengkajiaan
1.2.1.1 Identitas
1. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, tanggal
mrs, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. rekam medik).
2. Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, umur)
1.2.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
a) Keluhan utama
Suhu tubuh pasien terlalu dingin.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, natal, neonatal,
posnatal)
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit lainnya.
d) Pemeriksaan Fisik
Bentuk dada (barrel atau cembung), kesimetrisan, adanya insisi,
selang dada atau penyimpangan lain. Pada klien dengan asfiksia akan
mengalami usaha bernapas yang lambat sehingga gerakan cuping
hidung mudah terlihat. Terkadang pernapsannya tak teratur bahkan
henti napas. Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan paru
yang adekuat. Bayi dengan penyakit congenital/bawaan perkembangan
paru tidak baik atau hipoplasia. Sering terjadi di paru bagian kiri. Suara
perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak. Suara napas
menurun sampai menghilang. Bunyi napas tak teratur bahkan lambat.
11

1. Blood/B2
Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis normal
yang berada pada ICS 5 pada linea medio calviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya pergeseran jantung.
Palpasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung (heart rate) dan harus
memperhatikan kedalaman dan teratur atau tidaknya denyut jantung. Selain itu,
perlu juga memperhatikan adanya thrill (getaran ictus cordis). Memeriksa nadi
lengan dengan meletakkan telunjuk dan jari tengah anda di bagian dalam siku bayi
di sisi yang paling dekat dengan tubuh. Tindakan perkusi dilakukan untuk
menentukan batas jantung (area yang bersuara pekak). Hal ini untuk menentukan
adanya pergeseran jantung karena desakan diafragma bila terjadi kasus hernia
diafragmatika. Auskultasi dilakukan dengan menentukan bunyi jantung I dan II
tunggal atau gallop, bunyi jantung III merupakan gejala payah jantung, murmur
yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah. Penderita asfiksia
neonatal denyut jantung kurang dari 100/menit atau tidak terdengar sama sekali.
2. Brain/B3
Ketika melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji dengan skala
GCS. Fungsi sensorik seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan. Penderita asfiksia berat tidak akan menunjukkan respon GCS
3. Bladder/B4
Pengukuran volume input/output urine dilakukan dalam hubungannya
dengan intake cairan. Oleh karena itu perlu ditinjau adanya oliguria atau tidak
karena dapat menjadi pertanda awal adanya syok.
4. Bowel /B5
Ketika inspeksi dilihat bentuk abdomen yang membuncit/datar, tepi perut
menonjol/tidak, umbilicus menonjol/tidak, ada benjolan massa/tidak. Pada
klien biasanya didapatkan indikasi mual, muntah, penurunan nafsu makan,
penurunan berat badan.
5. Bone/ B6
Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya edema peritibial, pemeriksaan
capillary refill time, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat
12

perfusi perifer. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk


dibandingkan antara bagian kiri dan kanan.
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d. adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.
2. Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi.
13

1.2.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosis Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri b.d. adanya Setelah dilakuakan asuhan keperawatan 1. Kaji skala nyeri pasien
pembengkakan, trombus selama 1x7 jam diharapkan pasien 2. Anjurkan untuk menarik nafas dalam setiap kali
pembuluh darah pada anus. menunjukkan tidak ada nyeri dengan kriteria timbul nyeri.
hasil: 1. 3. Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan
1. Nyeri pada anus berkurang dengan keinginan pasien.
skala nyeri 0-1, wajah pasien tampak 4. Observasi tanda-tanda vital
rileks. 5. Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.
2. Resti perdarahan b.d. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 1. Observasi Tanda-tanda vital
penekanan pada vena 1x7 jam diharapkan tidak terjadi 2. Monitor tanda-tanda hipovolemia.
hemoroidal akibat konstipasi pendarahan. 3. Observasi tingkat kesadaran
Kriteria Hasil : 4. Periksa daerah rectal setiap 2 jam/setelah
1. Tidak terjadi perdarahan yang ditandai BAB.oksigen >94%
dengan: tanda-tanda vital dalam batas 5. Beri air minum 2-3 liter/hari.
normal, tidak timbul perdarahan pada 6. Anjurkan untuk segera berespon bila ada
feces dalam waktu 1-2 hari. rangsangan BAB.
7. Kolaborasi untuk pemberian laxantia dan analgetik
14

1.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan
untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang
muncul dikemudian hari.Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi
keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai
kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal,
dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi
harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi.

1.1.4 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yg menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat dapat memonitor kealpaan yg
terjadi selama tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, dan pelaksanaan
tindakan.
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Ny.A tiba diruang IGD RSUD Dr.Doris Sylvanus dengan keluhan nyeri
dibagian Anus. Pasien mengatakan nyeri nya sangat sakit sekali sampai pasien
tidak dapat tidur dengan tenang. 2 bulan yang lalu Ny.A di diagnosa terkena
hemoroid. Hasil lab menunjukan : Hb: 9,7 gula sewaktu :8,5. Hasil TTV
didapatkan hasil TD :120/80 mmHg,N: 90x/menit,S:37,50 C,RR :24X/menit.
2.1 Pengkajian
2.1.1 Pre Operasi/Pre Medikasi
1. Serah terima pasien
Ny.A mengeluh nyeri dibagian anus dan mengatakan nyeri nya sangat sakit sekali
sampai tidak dapat tidur dengan tenang. Dari hasil pengkajian nyeri dengan PQRST
didapatkan hasil P (karena ada benjolan pada anus),Q (nyeri seperti terbakar), R(nyeri
pada bagian anus dan tidak menyebar), S(skala nyeri 5), T(nyeri hilang timbul). Ny.A
mengatakan merasa khawatir karena akan menjalani operasi dan pasien tidak mengerti
tentang prosedur operasi, pasien menanyakan tentang tindakan yang akan dilakukan.
Keadaan pasien composmentis GCS 15 (normal) , E : 4 (Pasien dapat membuka
mata dengan spontan), V : 5 (pasien dapat berbicara dengan jelas), M : 6 (pasien
dapat mengerakan tubuhnya dengan bebas), pasien terpasang infus RL disebalah
tangan kiri (20 tpm ), gelang pasien Sebelah kiri (berwarna merah).
2. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 50 Tahun
Alamat : Jl. Borneo 2
Diagnosa Medis : Hemoroid
Tindakan Op : Hemoroidektomi
3. Pemeriksaan Fisik/Psikologi
TTV : Tekanan Darah : 120/80mmhg, suhu: 37,5 derajat celcius,
Respirasi Rate : 24x/menit, Nadi: 90x/menit.
Reaksi Fisik : Pasien tampak lemas dan lapar (pasien puasa jam 12 malam)
Reaksi Psikologi : Pasien tampak gelisah
Persiapan Operasi :
Informed Concent/Ijin : Anestesi  Puasa  Cukur
Pemeriksaan Penunjang : Lab  Radiologi  EKG
Pre Medikasi :
Jenis Obat Dosis Rute Indikasi
Nacl 500 ml Intravena Untuk pemenuhan
kebutuhan cairan
dalam tubuh.
Ketorolac 30 mg/ml Intraven Golongan obat
antiinflamasi
nonsteroid untuk
meredakan nyeri dan
perdangan
Asam 3x500 mg Oral Untuk
Tranexamat mengatasi/meredakan
pendaraaha

2.1.2 Intra Operasi


1. Kelengkapan Tim Operasi :
- Bedah : Bedah Minor
- Anestesi : Lumbal
- Jenis Anestesi: Anastesi Spinal
2. Tanda daerah operasi: Di Dubur/ Anus
3. Kelengkapan Anestesi: IV Line: Cairan Nacl 20 tpm
Obat-obatan:
- Katerolak
- asam traneksamat
- Bunascan spinal 0,5% bupivacaine HCL 5mg, setelah itu diberi
ondensetron 1 ampul dan fentalin 1 ampul.
4. Riwayat asma/alergi: Asma (-), Alergi (-)
5. Posisi operasi: Supine (terlentang)
6. Rencana dilakukan tindakan: Hemoroidektomi
7. Observasi tindakan operasi :
17

1. Persiapan meminta informed consent.


2. Mengatur posisi pasien
3. Lakukan prosedur aseptik, bersihkan tangan dan pakai sarung tangan.
4. Lakukan digital rectal examination (DRE) dan tempatkan anoskopi.
5. Memilih kompleks hemoroid yang terbesar.
6. Tempatkan tabung ligator pada tempat hemoroid. Pakai forsep bergagang
panjang dan tahan dalam posisi inversi untuk melihat hemoroid melalui
tabung ligasi atau bila menggunakan ligator penyedot maka gunakan
penyedot untuk melihat hemoroid ke dalam tabung ligasi. Lakukan ligasi
1-2 cm proksimal dari linea dentata agar tidak menimbulkan rasa nyeri.
7. Tekan tabung ligasi terhadap hemoroid dan penarikan dilakukan dengan
forsep atau pergunakan penyedot sehingga dapat melihat hemoroid di
dalam tabung.
8. Lepaskan pegangan ligator dan masukkan karet pengikat pada leher
hemoroid. Jangan mengikat terlalu ke dalam untuk menghindari risiko
perforasi dan nekrosis. Dua ikatan dilakukan dalam waktu yang terpisah.
9. Umumnya satu ikatan hemoroid dipasang pada satu sesi.
10. Prosedur selesai dan bantu pasien kembali seperti keadaan semula.
8. Observasi tindakan anestesi :
1. Memastikan infus pasien menetes dengan lancar.
2. Mempersiapkan alat intubasi dan obat anastesi didalam bak instrumen.
3. Dokter anestesi memberikan suntikan yang terdiri atas (bunascan spinal
0,5% bupivacaine HCL 5mg, setelah itu diberi ondensetron 1 ampul dan
fentalin 1 ampul).
9. Pemeriksaan kelengkapan:
Kasa: Kasa Basah dan Kasa Kering ( Kasa Steril) Jarum: Instrumen:
Gunting jaringan, pisau bedah, klem, pinset, dan kom kecil.
10. Pemeriksaan cairan/jaringan tubuh : Ada  Tidak ada
Pengeluaran cairan/darah kurang lebih 200 ml
2.1.3 Post Operasi/Pasca Anestesi
1. Air way :
Tidak ditemukan adanya sumbatan jalan nafas, tidak ada
18

lendir/dahak menutupi jalan nafas dan tidak ada secret, tidak ada polip,
penciuman tidak terganggu, terpasang O2 nasal kanul 3 liter/menit lidah
tidak menutupi jalan nafas.
2. Breathing:
Pasien tidak tampak sesak Respiration rate : 24x/menit, irama pernapasan
teratur, tidak ada suara nafas tambahan, tipe pernafasan dada dan perut.
3. Cirkulasi: Tekanan Darah: 110/70 mmHg, Frekuensi Nadi: 90x/menit,
Suhu : 36 C, CRT <2 detik.
4. Observasi RR ( Recovery Room )
Steward Scor Aldrete Scor  Bromage Scor
Pasien masih tampak lemah, pucat, karena pengaruh anestesi, kesadaran
pasien composmenthis, Eye: 4 (membuka mata dengan spoontan), verbal:
5 (berbicara dengan jellas dan baik ), motorik: 2 (tidak dmampu fleksi
lutut). Total nilai GCS: 11 ( somnolen), TTV terakhir setelah observasi
Tekanan Darah: 110/70mmHg, N: 98x/menit, RR : 21x/menit, S : 36 C,
terpasang infus RL 20 tpm pasien terpasang oksigen nasal 3lpm, terpasang
infu RL 20 tpm, terpasang selang kateter, ,terdapat luka post op
Hemoroidektomi..
5. Serah terima pasien :
Pasien masih tampak lemah, pucat karena pengaruh anestesi,
kesadaran pasien cmposmentis, Eye: 4 (membuka mata dengan spontan),
verbal: 5 (dapat berbicara dengan jela ), motorik: 6(pasien dapat
mengerakan tubuhnya dengan bebas). Total nilai GCS: 15 ( normal), TTV
terakhir setelah observasi, Tekanan Darah: 120/90mmHg, N: 95x/menit,
RR : 22x/menit, S : 36,5 C, terpasang infus RL 20 tpm pasien terpasang
oksigen nasal 3lpm, terpasang infu RL 20 tpm, terpasang selang kateter,
terdapat luka post op Hemoroidektomi
19

2.1.4 Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Pre Operatif Hemoroid Ansietas
DS :
- Pasien mengatakan sedikit Tindakan pembedahan
takut untuk menjalani
operasi Psikologis

Ketakutan
DO:
- Pasien tampak diam dan Ansietas
tegang.
- Pasien tampak pucat.
- TTV:
S : 37,50C
N : 90x/mt
RR : 24x/mt
TD :120/80mmHg
Intra Operatif

Post Operatif Luka insisi post op Nyeri Akut


DS :
- Klien mengatakan nyeri Terputusnya kontinuitas
pada daerah anusnya. jaringan
- P : Ketika aktivitas
- Q: Nyeri senut-senut Mengeluarkan mediator
seperti ditusuk jarum kimia
- R : nyeri di daerah anus (histamine, bradikinin,
post op prostaglandin)
- S : 50C
- T : Nyeri dirasakan selama Merangsang ujung-ujung
3-5 mnt syaraf tepi

DO : Dihantarkan ke hipotalamus
- Klien tampak meringis
- Klien tampak lemas Dikembalikan lagi ke
- Klien hanya berbaring syaraf afferent
- TTV:
TD : 110/70 mmHg Nyeri akut
N : 90 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 350C
SpO2 : 100%
20

2.1.5 Intervensi, Implementasi & Evaluasi Asuhan Keperawatan


Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Pre Operasi Setelah dilakukan 1. Berikan support mental 1. Menganjurkan klien untuk S:
tindakan keperawatan dan psikis pada klien berdoa sebelum operasi - Klien mengatakan sudah
Ansietas (D
selama 1 x 10 menit 2. Beri pengetahuan tentang dimulai dan Mengajarkan tidak cemas lagi
0080) b/d
diharapkan pasien prosedur dan tindakan klien nafas dalam - Klien mengatakan siap
tindakan operasi
tidak merasa cemas yang akan dilakukan 2. Memberikan support dan menjalani operasi
yang akan
lagi dengan KH: 3. Anjurkan klien untuk semangat kepada klien O:
dilakukan
1. Klien tampak siap selalu berdoa 3. Berkolaborasi dengan - Klien selalu membaca
menjalani operasi 4. Ajarkan teknik relaxsasi perawat memberikan doa
2. Klien tidak tegang nafas dalam penjelasan tentang prosedur - Klien tampak tenang
5. Damping dan dengarkan tindakan yang dilakukan - S : 37,50C
ps mengungkapkan 4. Mengajarkan klien untuk - N : 90x/mt
perasaannya. membayangkan hal yang - RR : 24x/mt
menyenangkan - TD :120/80mmHg
5. Mendampingi klien ketika A : Masalah Teratasi
tindakan pembedahan P : Lanjutkan pada prosedur
dilakukan tindakan operatif
21

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Post Operatif Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Memasang bedsite S : Pasien mengatakan
Nyeri akut (D tindakan keperawatan durasi, monitor merasa nyeri setelah
0077) b/d luka selama 1x10 menit frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Menjaga dan dioperasi
incisisi post diharapkan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri memberikan P : Ketika menggerakan
operasi. berkurang dengan KH: 3. Identifikasi respon nyeri non pengaman pada badan
1. Keluhan nyeri verbal tempat tidur pasien Q : nyeri seperti ditusuk
menurun 4. Kontrol lingkungan yang 3. Mengkaji tingkat jarum
2. Meringis menurun memperberat nyeri klien R : nyeri di daerah anus
3. Sikap protektif rasa nyeri (mis.suhu ruangan, 4. Menganjurkan nafas S:5
menurun pencahayaan, dalam ketika terasa T : nyeri dirasakan
4. Gelisah menurun kebisingan) nyeri selama
5. Kesulitan tidur 5. Fasilitasi istirahat dan tidur. \ 5. Memantau TTV 2-5 menit
menurun 6. Jelaskan penyebab, periode, dan sebelum dipindah ke O:
6. Menarik diri pemicu ruangan - Klien tampak meringis
menurun nyeri. 6. Berkolaborasi dengan kesakitan
7. Jelaskan strategi meredakan nyeri tim medis pemberian - Klien tampak lemas
8. Mengajarkan teknik terapi selanjutnya - Klien hanya berbaring
nonfarmakologis / Memindahkan klien - TTV:
mengajarkan teknik relaksasasi secara aman dan hati- TD : 110/70 mmHg
nafas dalam hati N : 90 x/menit
untuk mengurangi rasa nyeri RR : 24 x/menit
S : 350C
SpO2 : 100%
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adalah pelebaran varises satu segmen / lebih pembuluh darah vena
hemoroidales (bacon) pada poros usus dan anus yang disebabkan karena otot &
pembuluh darah sekitar anus / dubur kurang elastis sehingga cairan darah
terhambat dan membesar (Daldiyono).
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis. Beberapa factor etiologi telah digunakan, termasuk
konstipasi/diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran
prosfat; fibroma arteri dan tumor rectum.
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri dan sering menyebabkan
perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal
dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan
oleh trombosis.
3.2 Saran
Sebagai perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit
Hemoroid. Dalam menyusun Asuhan Keperawatan ini, penulis berharap pembaca
dapat mengetahui tentang penyakit hemoroid, dan untuk para mahasiswa
keperawatan semoga dapat menjadi penuntun dalam membuat askep-askep sesuai
dengan proses keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Moyet dan Lynda Juall. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Alih
Bahasa
Yasmin Asih. Editor Monika Ester. Edisi 10. Jakarta: EGC, 2006.
Grace, Pierce A. dan Neil R. Borley. At a Glance Ilmu Bedah . Alih Bahasa dr.
Vidia
Umami. Editor Amalia S. Edisi 3. Jakarta: Erlangga, 2006.
Kurnia, Hendrawan. Kiat Jitu Tangkal Penyakit Orang Kantoran. Yogyakarta :
Best Publisher, 2009.
Lumenta, Nico A., Kenali Jenis Penyakit dan Cara Penyembuhannya :
Manajemen
Hidup Sehat. Jakarta : Gramedia, 2006
Mitchell, Kumar,Abbas,Fausto. buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Alih
Bahasa
Andry Harsono. Editor Inggrid Tania, et al. Edisi 7. Jakarta: EGC, 2008.
Muttaqin, Arif Dan Kumala Sari. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi
Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika, 2011.
NANDA, 2007 Diagnosa Nanda ( NIC dan NOC ). Jakarta: Perima
Medika.
Nugroho, Taufan. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit
Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika, 2011.
Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC, 2010.

Anda mungkin juga menyukai