Anda di halaman 1dari 35

KAJIAN ISLAM

1. IMAN, ISLAM, IHSAN


2. ISLAM dan SAINS
3. ISLAM dan PENEGAKAN HUKUM
4. KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MA’RUF dan NAHI MUNKAR
5. FITNAH AKHIR ZAMAN

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:
Nama : Debby Nuradelia
NIM : E1A020015
Semester : 1 (satu)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini yaitu artikel pembelajaran tentang keislaman.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas rahmat dan kekuatan-Nya sehingga artikel ini dapat di selesaikan.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang telah
memberi kami masukan yang sangat bermanfaat selama proses pengerjaan sampai
terselesaikannya artikel ini. Terima kasih pula saya sampaikan kepada teman-teman
seperjuangan yang telah mendukung dan memberi semangat sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini.

Besar harapan saya artikel ini akan memberi manfaat bagi banyak orang dan menjadi
pendamping dan pendukung kegiatan belajar untuk meningkatkan ilmu pengetahuan
serta dapat menambah wawasan bagi para pembaca tentunya dalam hal keislaman.

Penyusun, Mataram, 16 Oktober 2020

Nama : Debby Nuradelia


NIM : E1A020015
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR IS
BAB I. . Iman, Islam, Ihsan..............................................................................1
BAB II. Islam dan Sains..................................................................................10
BAB III. Islam daan Penegakan Hukum…………………………………….13
BAB IV. Kewajiban Menegakkan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar................19
BAB V. Fitnah Akhir Zaman ..........................................................................30

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 32


LAMPIRAN.
BAB 1
IMAN, ISLAM, IHSAN

Dasar agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Tiap-tiap
tingkatan memiliki rukunrukun yang membangunnya. Jika Islam dan Iman disebut secara
bersamaan, maka yang dimaksud Islam adalah amalan-amalan yang tampak (lahir) dan
mempunyai lima rukun. Sedangkan yang dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang
memiliki enam rukun. Dan jika keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing
menyandang makna dan hukumnya tersendiri.Ketiga konsep di atas, yaitu islam, iman dan
ihsan telah menjadi pokok ajaran agama Islam sendiri yang juga sangat berperang penting
dalam proses pendidikan Islam.

A. Pengertian Iman, Islam, Ihsan


1. Definisi Islam
Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata Yang .‫ اسالما‬- ‫اسلم – يسلم‬
kerja secara etimologi mengandung makna “Sejahtera, tidak cacat, selamat”. Seterusnya kata
salm dan silm, mengandung arti : Kedamaian, kepatuhan, dan penyerahan diri. Dari kata-kata
ini, dibentuk kata salam sebagai istilah dengan pengertian: Sejahtera, tidak tercela, selamat,
damai, patuhdan berserah diri.
Dari uraian kata-kata itu pengertian Islam dapat dirumuskan taat atau patuh dan
berserah diri kepada Allah. Pengertian Islam menurut istilah yaitu, sikap penyerahan diri
(kepasrahan, ketundukan, kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya dengan senantiasa
melaksanakan perintahNya dan menjauhilaranganNya, demi mencapai kedamaian dan
keselamatan hidup di dunia maupun di akhirat.
Islam sebagai agama, maka tidak dapat terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya yaitu
berupa rukun Islam, yaitu:
1) Membaca dua kalimat Syahadat
2) Mendirikan shalat lima waktu
3) Menunaikan zakat
4) Puasa Ramadhan
5) Haji ke Baitullah jika mampu

2. Definisi Iman

1
Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja yang ”-‫امن‬
‫ ايمانا‬- ‫ؤمن‬RR‫ ” ي‬,(fi’il) mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan tenang.
Imam Al-Ghazali memaknakannya dengan kata tashdiq ( ‫ )التصديق‬yang berarti “pembenaran”.
Pengertian Iman adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan dilakukan
dengan perbuatan. Iman secara bahasa berasal dari kata Asman-Yu’minu-limaanan artinya
meyakini atau mempercayai.
Pembahasan pokok aqidah Islam berkisar pada aqidah yang terumuskan dalam rukun Iman,
yaitu:
1) Iman kepada Allah
2) ImankepadaMalaikat-Nya
3) Imankepadakitab-kitab-Nya
4) Iman kepada Rasul-rasul-Nya
5) Iman kepada hari akhir
6) ImankepadaTakdir Allah
3. Definisi Ihsan
Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi`il) yaitu : ‫ فعل الحسن‬:artinya‫احسن – يحسن‬
‫( – احسا ن‬Perbuatan baik). Para ulama menggolongkan Ihsan menjadi 4 bagian yaitu:
1) Ihsan kepada Allah
2) Ihsan kepada diri sendiri
3) Ihsan kepada sesama manusia
4) Ihsan bagi sesama makhluk
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ihsan memiliki satu rukun yaitu
engkau beribadah kepada Allah swt seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.

B. Korelasi Islam, Iman, dan Ihsan.


Secara teori iman, Islam, dan ihsan dapat dibedakan namun dari segi prakteknya tidak
dapat dipisahkan. Satu dan lainnya saling mengisi, iman menyangkut aspek keyakinan dalam
hati yaitu kepercayaan atau keyakinan, sedangkan Islam artinya keselamatan, kesentosaan,
patuh, dan tunduk dan ihsan artinya selalu berbuat baik karena merasa diperhatikan oleh
Allah.
Beribadah agar mendapatkan perhatian dari sang Khaliq, sehingga dapat diterima olehnya.
Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya saja, melainkan berusaha
bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah
2
disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari Tuhan, sebisa
mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan
ridhoNya. Inilah hakikat dari ihsan.

C. Kaitan antara Iman, Islam, Ihsan


Dari pengertian Islam, Iman dan Ihsan, Ibnu Taimiyah (1392 H : 2 ) lebih melihat
pada saling menopangnya antara ke 3 faktor tadi. Menurutnya, Islam ini merupakan tahapan
pertama, sedangkan tahapan kedua adalah iman dan yang terakhir adalah ihsan. Dalam hal
ini, memang ada beberapa hadits yang menjelaskan hal tersebut :
“Dari Umar bin Abasah katanya, ; « Aku menemui Rasulullah saw dan bertanya padanya,
Wahai Rasulullah siapa yang mengikutimu dalam urusan ini ? » Beliau menjawab, « Seorang
yang merdeka ( atau ) seorang hamba. » Aku bertanya lagi, « Apa itu Islam ? » Beliau
menjawab, « Baiknya ucapan dan gemar memberi makan. » Aku bertanya, « Apa itu iman ?
Beliau menjawab, “ Sifat sabar dan dermawan.” Aku bertanya lagi, « Islam mana yang paling
baik ? » Beliau menjawab,” Yaitu orang yang seluruh kaum muslimin selamat dari gangguan
lisan dan tangannya. » Aku bertanya lagi, “ Iman mana yang paling baik ? » beliau
menjawab, «Baiknya akhlak.” Aku bertanya , “ Shalat mana yang paling baik ?” Beliau
menjawab,”Lamanya berdiri. » Aku bertanya lagi, » Hijrah mana yang paling baik ?” Beliau
menjawab, “ Yaitu engkau berhijrah dari apa yang dibenci oleh Tuhanmu.” Aku bertanya
lagi, “ Jihad mana yang paling baik ?” Beliau menjawab, “ Yaitu orang yang kemurahannya
dilukai dan yang tercurah darahnya.” Aku bertanya ,” Waktu kapan yang paling baik ?”
Beliau menjawab, “ Kelamnya malam yang terakhir.” ( HR. Ahmad )
Dari hadits itu, dapat kita lihat bahwa Islam menjadi dasar dari iman dan iman
menjadi dasar dari Ihsan. Dengan demikian, hadits inipun, setidaknya menurut hemat penulis,
dapat memberikan gambaran kongkrit tentang batasan- batasan minimal dan maksimal dari
apa itu islam, iman dan ihsan.
Ketika Rasulullah ditanya tentang Islam, maka beliau saw menjawab, bahwa Islam
ialah baiknya ungkapan dan gemar memberi makan ( . Dari definisi ini, pengertian Islam
menjadi sandaran terbentuknya pengertian Iman, karena ternyata seutama-utamanya kaum
muslimin dalam keislamannya berkaitan dengan keimananannya. Dalam hal ini, Rasulullah
menjelaskan bahwa, iman adalah “ sifat sabar dan dermawan”. Dengan demikian jelaslah,
tanpa adanya “ baiknya ungkapan dan gemar memberikan makan” sebagai pengertian Islam
yang minimal tak mungkin terwujud adanya sifat “ dermawan dan sabar sebagai pengertian
Islam yang maksimal.Karena itu, Ketika seseorang muslim telah mampu menduduki

3
peringkat muslim yang maksimal tadi, maka secara otomatis ia telah menduduki peringkat
mu`min yang minimal. Dengan demikian jelaslah, bahwa dasar dari keimanan seseorang
sangat bergantung pada tingkat keislamannya. Dan seupama pengertian mu`min yang
minimal itu adalah “sifat dermawan dan sabar “, maka sebaik-baiknya mu`min dalam
keimanannya adalah “ mereka yang akhlaknya baik."
Sedangkan mengenai ihsan dalam hadits ini dijelaskan dengan rinci yaitu antara hijrah
sebagai seorang yang dengan kekuatan ibadahnya ia mampu untuk meninggalkan apa yang
telah Allah haramkan atasnya, dimana sebaik-baiknya muhajirtadi, tentulah mereka yang bisa
berjihad di jalan Allah SWT. Oleh karenanya, kelabilan seseorang dalam meninggalkan apa
yang Allah haramkan dan masih setengah-setengahnya dalam melaksanakan perintah-Nya,
akan terus ada apabila ia belum menduduki peringkat ihsan. Namun hal ini tidak berarti
bahwa, seseorang yang belum sampai pada tingkat ihsan tidak boleh untuk berhijrah dan
berjihad.
Hal ini karena bertakwa pada Allah SWT harus dijalankan dalam kadar kemampuhan
yang kita miliki. Allah berfirman, :
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah"
(QS. 64 : 16 )
Dalam kaitannya dengan Islam, Iman dan Ihsan, di sini Ibnu taimiyah lebih jauh
menjelaskan pada kita tentang apa itu Islam, Iman serta Ihsan secara hakiki. Dalam
menafsirkan ketiga kata tersebut, beliau mengutif Firman Allah SWT :
“ Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hambahamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiayai diri mereka sendiri dan
diantara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada yang lebih dahulu dalam
berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang sangat besar.”
( QS. 35 :32 ).
Dari ayat itu dapat diketahui, bahwa seorang muslim adalah mereka yang menganiaya dirinya
sendiri, yaitu dengan cara meinggalkan apa yang Allah perintahkan dan melaksanakan apa
yang Allah larang-Nya. Contoh terhadap ini, umpamanya dalam hal berbuat baik kepada
orang tua, adalah merupakan kewajiban yang tak bisa terelakkan karena hal ini diletakkan
sejajar dalam arti menduduki urutan kedua setelah kewajiban dalam mentauhidkan Allah
SWT.
Allah berfirman :
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.…. “ ( QS. 17 : 23 )
4
Dengan berdasarkan pada ayat tersebut, jelaslah bahwa kedudukan berbuat baik pada orang
tua menduduki urutan kedua setelah mentauhidkan Allah SWT. Namun, dengan
pengetahuannya ini orang masih sering menganiayai dirinya dengan cara tidak berbuat baik
kepada kedua orang tuanya.
Adapun mengenai orang mu`min, dengan dasar ayat ini (QS. 35 : 32 ), Ibnu Taimiyah
memberikan pengertian bahwa mereka adalah orang- orang yang sudah terkhususkan dengan
hal-hal yang diwajibkan padanya, dalam arti mereka telah mampu berkomitmen dengan apa
yang telah Allah wajibkan atasnya.
Sedangkan mengenai tingkatan muhsin, adalah mereka yang telah berkomitmen betul
dengan hal-hal yang sunnah apalagi terhadap hal- hal yang wajib ( Ibnu Taimiyah, tt. : 6 )..
Demikian inilah tingkatan-tingkatan amaliah dalam pemahaman keislaman itu. Dari sudut
tinjau hadits ini, Rasulullah memberikan gambaran kepada kita tentang Iman yang kemudian
ditafsirkan oleh para ulama sebagai rukun Islam. Jika kita melihat penerangan mengenai
Islam ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa Islam adalah amaliyah zhahir yang terlihat
secara kasat mata. Sedangkan mengenai pengertian Iman dalam hadits ini lebih condong pada
amaliah batin. Adapun kaitan yang ada diantara keduanya, bahwa iman harus menjadi
landasan tempat tumbuh berkembangnya amaliah zhahir yakni Islam itu sendiri. Oleh karena
itu, kemaslahatan amaliyah zhahir amat bergantung pada tumbuh tidaknya pada amaliyah
batinnya, yakni iman. Dengan demikian, kerancuan amaliyah keagamaan seseorang akan
terjadi ketika ia secara langsung ataupun tidak menyemaikan amaliyah zhahirnya ( amal
islami tadi ) pada lahan orang yang bukan seharusnya ( yakni selain iman ).

D. Kaitan Iman, Islam, Ihsan dalam kesehatan jiwa.


Ibadah adalah makanan rohani manusia. Kesan ibadah tidak terlihat pada anggota
jasad manusia tetapi ia memberi kesan kepada jiwa manusia yang taat beribadah dan ikhlas
kerana Allah SWT semata-mata. Kemuliaan manusia terletak pada unsur rohnya yang dapat
hidup dan meningkat nilai kejiwaannya ketika bermunajat kepada Allah SWT. Justeru itu,
ibadah yang dilakukan adalah satu-satu jalan yang dapat menyediakan makanan dan bahan
penyuburan kepada roh manusia, serta memberi bekalan kekuatan jiwa yang tidak akan
lenyap dan habis (Al-Qardhawi, 1995: 4).

1. Iman
Rasulullah SAW menerangkan rukun iman iaitu kepada Allah SWT,
malaikatmalaikatNya, kitab-kitabNya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul, rasul-
5
rasulNya, hari kiamat serta qada’ dan qadar. Semua perkara ini menjadi dasar akidah atau
kepercayaan orang Islam yang di atas dasar-dasar inilah dilaksanakan amal dan ibadah. Ini
kerana, ulama-ulama hadis dan feqh seperti Imam Malik, Imam Syafie dan Imam Ahmad
telah mentakrifkan iman sebagai “…pembenaran dengan hati, ikrar dengan lidah dan beramal
dengan sekelian rukun.” (Mustafa, 2009: 91).
Kaitan antara iman dan ibadah juga dapat ditinjau menerusi fitrah manusia yang
memerlukan Tuhan atau Yang Maha Kuasa untuk menjadi tempat bergantung harap. Di
dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang mengambarkan fitrah manusia yang
memerlukan Tuhan untuk disembah (Al-Zumar, 39: 8; Luqman, 31: 32 dan Al-Isra’, 17: 67).
Firman Allah SWT;
“Dia lah yang menjalankan kamu di darat dan di laut (dengan diberi kemudahan
menggunakan berbagai jenis kenderaan); sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan
bahtera itu pula bergerak laju membawa penumpang-penumpangnya dengan tiupan angin
yang baik, dan mereka pun bersukacita dengannya; tiba-tiba datanglah kepadanya angin ribut
yang kencang, dan mereka pula didatangi ombak menimpa dari segala penjuru, serta mereka
percaya bahawa mereka diliputi oleh bahaya; pada saat itu mereka semua berdoa kepada
Allah dengan mengikhlaskan kepercayaan mereka kepadanya semata-mata (sambil merayu
dengan berkata): "Demi sesungguhnya! jika Engkau (Ya Allah) selamatkan kami dari bahaya
ini, kami tetap menjadi orang-orang yang bersyukur" (Yunus, 10: 22).
Hasil dari kepercayaan kepada rukun-rukun iman ini menyebabkan seorang mukmin
itu mnyerahkan jiwa dan segala urusan kehidupannya hanya kepada Yang Maha Esa agar
selari dengan contoh kehidupan yang dibawa oleh Baginda Rasulullah SAW. Mukmin yang
sejati akan mengatakan “kami dengar dan kami taat” kepada setiap perintah dan larangan
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT terutama yang bersifat amal perubuatan. Keimanan
yang mereka punyai ini dapat mengeluarkan mereka dari ketundukan terhadap hawa nafsu
kepada ketaatan yang mutlak kepada Allah SWT (AlQardhawi, 1995: 63).
Hubungan iman dan kesihatan jiwa dapat dilihat dari perspektif Islam dengan
merenungi ayat-ayat yang menyatakan bahawa orang yang beriman dapat merasakan
keamanan, ketenangan dan kebahagiaan (Al-An’am, 6: 82; Al-Ra’d, 13: 28 dan AlTagabun,
64:11).
Dalam hal ini, keimanan kepada Allah SWT dapat menghindarkan dan menyembuhkan diri
manusia dari penyakit-penyakit jiwa dan memberi rasa aman dan tenteram. Selain itu,
seorang mukmin juga terhindar diri dari rasa bimbang dan sedih yang mengakibatkan jiwanya
sakit. Peranan iman yang menghasilkan rasa keamanan dan ketenangan apabila segala
6
harapan, sandaraan, pertolongan, penjagaan dan perlindungan diserahkan hanya kepada Allah
SWT, Tuhan sekelian alam, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha
Mendengar dan Yang Maha Melihat (W. Hussein Azmi, 1994: 52).

2. Islam
Rukun Islam ada lima perkara yaitu mengucap dua kalimah syahadah, mendirikan
solat lima waktu, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji di
Baitullah. Jika seseorang manusia dapat memenuhi kelima-lima rukun ini maka sempurnalah
Islamnya dan dia terpelihara dari kemurkaan Allah SWT sekiranya ditunaikan rukun-rukun
tersebut serta hukum-hukum yang bertalian dengan syariat Islam itu sendiri (Mustafa, 2009:
76).
Maka ibadah yang terangkum di dalam rukun Islam ini menjadi dasar yang menjadi
medium perhubungan antara mahkluk dan Khaliknya. Secara sistematiknya, seorang muslim
diperintahkan untuk sentiasa berhubung dengan Allah SWT pada setiap saat dan ketika,
tempat dan ruang yang dapat memenuhi setiap detik kehidupannya. Ini kerana kelima-lima
ibadah ini telah tersusun bermula dengan syahadah, solat lima waktu yang wajib dikerjakan
sehari semalam lima kali, zakat setiap tahun, puasa di bulan Ramadhan selama sebulan dan
menunaikan haji sekurang-kurangnya seumur hidup sekali tertakluk kepada kemampuan
sesorang.
Tujuan ibadah yang paling utama adalah untuk mengabdikan diri hanya kepada Allah
SWT dan mengesakanNya. Sebagaimana yang disebut oleh Imam Al-Shatibi bahawa ibadah
mempunyai tujuan asal yaitu mengesakan Allah SWT; dan tujuan-tujuan sampingan seperti
mendapatkan kebaikan jiwa dan menghasilkan sifat-sifat utama padanya (Al-Qardhawi, 1986:
54).
Antara contoh kesan, hikmah dan kesan ibadah khusus seperti solat solat adalah
ibadah yang menunjukkan wujudnya ikatan yang kuat antara hamba dengan tuhanNya. Ini
kerana dalam solat, seseorang hamba seolah-olah berada di hadapan Tuhannya yang dengan
penuh kesungguhan memohon berbagai keperluan dan permintaan di samping rasa merendah
diri, hina, ketaatan dan cinta kepadaNya. Mengerjakan solat dengan penuh keyakinan dan
khusu’ dapat menimbulkan kejernihan spiritual, ketenangan hati dan keamanan diri sewaktu
mengerahkan semua emosi dan anggota tubuh berserah kepada Allah SWT (Al-Zahrani &
Insani., 2005: 481).
Menurut (Anas, 2012: 157), dua syarat perlu dilaksanakan agar solat dapat berperanan
kepada penyucian dan kesihatan jiwa. Pertama, melakukan solat dengan sempurna, rapi
7
perbuatannya, menjaga waktunya, tidak lalai, ikhlas dan menepati kaedah berdasarkan Al-
Quran dan Sunnah. Kedua, mendirikan solat dengan penuh khusyu’ dan penuh penghayatan.
Ini kerana solat yang tidak khusyu’ seumpama jasad tanpa roh. Ia kosong dan tidak
memberikan kesan kepada penycian jiwa.

3. Ihsan
Memunculkan klassifikasi ilmu-ilmu lengkap dengan hirarkinya.Menurut pengertian
ihsan seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW menerusi hadis Abu Hurairah ini, iaitu
seseorang menyembah Allah SWT seolah-olah dia melihatNya. Jika dia tidak berupaya untuk
melihat Allah SWT, maka sesungguhnya Allah SWT melihat segala amal perbuatannya.
Menyembah Allah SWT bererti mengabdikan diri kepadanya dengan ibadah menurut kaedah
dan cara yang sebaikbaiknya sama ada pada zahir (perbuatan lahiriah) atau batin iaitu ikhlas
pada niat.
Menurut (Ibn Manzur, t.th: 13/114), lawan perkataan ihsan adalah keburukan. Dalam
konteks ini, ihsan hendaklah dilakukan dengan berserta rasa keihklasan yaitu syarat kepada
sahnya iman dan Islam. Setiap amal yang tidak ikhlas, tidak dinamakan ihsan dan keimanan
yang tidak disertakan dengan ikhlas, belum dinamakan beriman.
Ibadah yang dilaksanakan menurut hakikat ihsan hanya ditumpukan dan dikeranakan
oleh Allah SWT semata-mata. Tidak disertakan niat kerana tujuan-tujuan lain atau untuk
sesyatu yang lain. Kesan dari sikap ihsan ini menyebabkan seseorang merasa lebih
bertanggungjawab di atas ibadahnya sehingga dia melakukan sesuatu ibadah dengan penuh
kejujuran sama ada ketik berada di khalayak ramai atau ketika bersendirian. Ini kerana dia
merasa yakin bahawa segala yang dikerjakannya itu dilihat oleh Allah SWT yang
menyebabkannya merasa malu jika ibadah yang dilakukannya itu sekadar melepaskan
tanggungjawab di dunia sahaja (Mustafa, 2009: 112-113).
Jika diperhatikan, ayat-ayat di dalam Al-Quran yang menyebut tentang ihsan adalah
bertemakan kepada berbuat baik dalam konteks yang sangat luas. Al-Qurtubi menjelaskan
bahawa ketika ayat 90 surah Al-Nahl diturunkan dan dibacakan kepada Ali bin Abi Talib,
beliau lantas berkata bahawa “Demi Allah, sesungguhnya Dia mengutusan Rasulullah SAW
dengan akhlak yang mulia.” Ini mengisyaratkan bahawa ihsan mempunyai pengertian yang
amat luas tetapi termasuk di dalam lingkungan berbuat baik dan melakukan kebaikan.
Maka dapat difahami di sini dua perkara. Pertama, ihsan dalam ibadah adalah
melakukan sesuatu ibadah dengan penuh ikhlas, bersungguh dan memenuhi rukun, cara,
kaedah yang telah ditetapkan oleh syarak. Kedua, ihsan dalam makna yang lebih luas adalah

8
melakukan kebaikan kepada diri dan orang lain yang merentasi kesempurnaan dan kemuliaan
akhlak seperti yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW.

9
BAB 2
ISLAM DAN SAINS

A. Pembahasan Islam dan Sains.


Ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, para pemikir keilmuan dan ilmuwan Muslim
di masa-masa awal membagi ilmu-ilmu pada intinya kepada dua bagian yang diibaratkan
dengan dua sisi dari satu mata koin; jadi pada esesnsinya tidak bisa dipisahkan. Yang
pertama, adalah al-„ulûm al-naqliyyah, yakni ilmu-ilmu yang disampaikan Tuhan melalui
wahyu, tetapi melibatkan penggunaan akal. Yang kedua adalah al-„ulûm al-„aqliyyah, yakni
ilmu-ilmu intelek, yang diperoleh hampir sepenuhnya melalui penggunaan akal dan
pengalaman empiris. Kedua bentuk ilmu ini secara bersama-sama disebut al-„ulûm al-
hushuli, yaitu ilmu-ilmu perolehan. Isitilah terakhir ini digunakan untuk membedakan dengan
“ilmu-ilmu” (ma‟rifat) yang diperoleh melalui ilham (kasyf).
Walau terdapat integralisme keilmuan seperti ini, setidaknya pada tingkat konseptual,
tetapi pada tingkat lebih praktis, tak jarang terjadi disharmoni antara keduanya, atau lebih
tegas lagi antara wahyu dan akal, atau antara “ilmu-ilmu agama”dengan sains. Untuk
mengatasi disharmoni ini berbagai pemikir dan ilmuwan Muslim memunculkan klassifikasi
ilmu-ilmu lengkap dengan hirarkinya.
Istilah sains dalam Islam, sebenarnya berbeda dengan sains dalam pengertian Barat
modern saat ini, jika sains di Barat saat ini difahami sebagai satu-satunya ilmu, dan agama di
sisi lain sebagai keyakinan, maka dalam Islam ilmu bukan hanya sains dalam pengertian
Barat modern, sebab agama juga merupakan ilmu, artinya dalam. Islam disiplin ilmu agama
merupakan sains.
Untuk memahami posisi sains atau ilmu dalam Islam, kita harus memahaminya secara
bahasa. Terdapat hubungan yang erat antara ilmu („ilm), alam („alam), dan al-KhÉliq. Untuk
menggambarkan secara singkat hal ini, marilah kita lihat kata „ilm, sebuah istilah yang
digunakan dalam bahasa Arab untuk menunjukkan ilmu. Kata „ilm yang berasal dari akar
kata yang terdiri dari 3 huruf, „a-l-m, atau „alam. Arti dasar yang terkandung dalam akar kata
ini adalah „alÉmah, yang berarti “petunjuk arah”. Al-Raghib al-Isfahani (1997, s.v. “„a-l-m”)
menjelaskan bahwa al-„alam adalah “jejak (atau tanda) yang membuat sesuatu menjadi
diketahui‟ (“the trace (or mark) by wich something is known” atau ”al-atsar alladzi yu‟lam
bihii syai‟”).
Pandangan Islam tentang sains, dan adanya keselarasan atau kesepadanan antara kitab
yang diturunkan dengan kitab ciptaan akan memberikan dampak dan akibat, baik secara
10
teoretis maupun praktis, terhadap tujuan utama pendidikan dan pembelajaran sains dalam
suatu masyarakat Muslim. Inilah mengapa para saintis muslim, seperti yang sudah kita ulas di
atas, menjadikan aktivitas ilmiahnya sebagai ibadah, bukan hanya suatu jargon dan basa-basi
belaka, namun dilandasi suatu pemahaman mendalam.

B. Perkembangan, Stagnasi dan Kebangkitan


Awal kemunculan dan perkembangan sains di dunia Islam tidak dapat dipisahkan dari
sejarah ekspansi Islam itu sendiri. Dalam tempo lebih kurang 25 tahun setelah wafatnya Nabi
Muhammad Saw. (632 M), kaum Muslim telah berhasil menaklukkan seluruh jazirah Arabia
dari selatan hingga utara. Ekspansi dakwah yangdiistilahkan „pembukaan negeri-negeri‟
(futuh al-buldan) itu berlangsung pesat tak terbendung. Bagai diterpa gelombang tsunami,
satu persatu, kerajaan demi kerajaan dan kota demi kota berhasil ditaklukkan. Maka tak
sampai satu abad, pada 750 M, wilayah Islam telah meliputi hampir seluruh luas jajahan
Alexander the Great di Asia (Kaukasus) dan Afrika Utara (Libya, Tunisia, Aljazair, dan
Marokko), mencakup Mesopotamia (Iraq), Syria, Palestina, Persia (Iran), Mesir, plus
semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugis) dan India.
Dalam proses interaksi , kaum Muslim pun terdorong untuk mempelajari dan
memahami tradisi intelektual negeri-negeri yang ditaklukkannya. Ini dimulai dengan
penerjemahan karya-karya ilmiah dari bahasa Yunani (Greek) dan Suryani (Syriac) ke dalam
bahasa Arab pada zaman pemerintahan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, Syria.
Pelaksananya adalah para cendekiawan dan paderi yang juga dipercaya sebagai pegawai
pemerintahan. Akselerasi terjadi setelah tahun 750 M, menyusul berdirinya Daulat
Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad. Khalifah al-Ma‟mūn (w. 833 M) mendirikan sebuah
pusat kajian dan perpustakaan yang dinamakan Bayt al-Hikmah. Menjelang akhir abad ke-9
Masehi, hampir seluruh korpus saintifik Yunani telah berhasil diterjemahkan, meliputi
berbagai bidang ilmu pengetahuan, dari kedokteran, matematika, astronomi, fisika, hingga
filsafat, astrologi dan alchemy. Muncullah orang-orang seperti Abu Bakr al-Razi (Rhazes),
Jabir ibn Hayyan (Geber), al-Khawarizm (Algorithm), Ibn Sina (Avicenna) dan masih banyak
sederetan nama besar lainnya.

C. Keselarasan Islam dan Sains


Keselarasan Islam dan sains dapat dibuktikan dengan banyak hal. Salah satunya
dengan produk berupa tokoh-tokoh Islam yang cemerlang dan memiliki kontribusi dalam
bidang sains. Beberapa nama terkenal Islam tersebut diantaranya Ibnu Sina yang memiliki
11
kontribusi dalam banyak bidang seperti kedokteran, filsafat, dan lain sebagainya. Selain itu
juga, ayat-ayat al-Qur’an, sumber utama dalam Islam, memiliki keselarasan dengan
penemuan-penemuan sains masa kini. Beberapa diantaranya seperti ayat-ayat tentang bulan,
bintang, dan matahari. Al-Qur’an telah lama memuat ayat-ayat yang berbicara tentang hal
tersebut, dan telah dibuktikan kebenarannya oleh sains modern.

D. Hubungan Islam dengan Sains.


Hubungan antara Islam dan sains dapat diketahui melalui banyak sudut pandang.
Keduanya ini mempunyai pengaruh pada manusia, diantaranya: Islam dan Sains sama-sama
memberikan kekuatan, sains memberi manusia peralatan dan mempercepat laju kemajuan,
Islam menetapkan maksud tujuan upaya manusia dan sekaligus mengarahkan upaya tersebut.
Sains membawa revolusi lahiriah (material), Islam membawa revolusi batiniah (spiritual).
Sains memperindah akal dan pikiran, Islam memperindah jiwa dan perasaan. Sains
melindungi manusia dari penyakit, banjir, badai, dan bencana alam lain. Islam melindungi
manusia dari keresahan, kegelisahan dan rasa tidak nyaman. Sains mengharmoniskan dunia
dengan manusia dan Islam menyelaraskan dengan dirinya.

12
BAB 3
ISLAM & PENEGAKAN HUKUM

A. Pengertian Islam dan Hukum


Islam adalah ajaran Allah yang diturunkan melalui wahyu kepada nabi Muhammad
saw untuk disampaikan kepada ummat manusia, sebagai pedoman hidup demi kebahagiaan
mereka di dunia dan di akhirat. Ajaran [slam menurut Mahmud Syaltut, dapat dibagi ke
dalam dua kelompok besar, akidah dan syariat, atau seperti dalam bukunya yang lain dibagi
menjadi akidah, ahkam (hukum syariat), dan ahlak. Dari pembagian ini jelas bahwa hukum
Islam merupakan bag ian dari totalitas ajaran Islam yang bersumber dari wahyu. Oalam
kajian Ushul Fiqih yang dimaksud hukum Islam adalah seperangkat aturan yang ditetapkan
secara Iangsung dan tegas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokoknya untuk mengatur
hubungan antara manusia dan Tuhannya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan
alam semesta.
Hukum merupakan pranata sosial dalam suatu masyarakat guna menjamin
pelaksanaan hak dan kewajiban antar anggota masyarakat, baik dalam hubungan dengan
individu maupun dengan negara. Hukum juga merupakan alat perekayasa sosial menuju
kesejahteraan sosial. Demikian halnya dengan hukum Islam.
Hukum Islam merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemahan dari al-fiqh al-
Islami, istilah ini dalam wacana ahli hukum Barat digunakan Islamic Law. Dalam Alquran
maupun As-Sunnah tidak dijumpai, yang digunakan adalah kata syari’ah yang dalam
penjabarannya kemudian lahir istilah fiqh. Antara syariah dan fiqh memiliki hubungan yang
sangat erat. Karena fiqh formula yang dipahami dari syariah. Syariah tidak dapat dipahami
dengan baik, tanpa melalui fiqh atau pemahaman yang memadai, dan diformulasikan secara
baku. Fiqh sebagai hasil usaha memadai, sangat dipengaruhi oleh tuntutan ruang dan waktu
yang meliputi faqih (jamak fuqaha yang memformulasikannya. Karena itulah, sangat wajar
jika kemudian terdapat perbedaan dalam rumusan mereka.
Hukum Islam telah ada sejak manusia (masyarakat) ada (qadim) karena ia adalah
firman Allah yang tidak berhuruf dan tidak bersuara. Oleh karena hukum itu dibuat untuk
manusia, Allah menurunkan sesuatu yang berfungsi untuk mengerahui hukum tersebut, yang
dalam Ushul Fiqh dikenal dengan istilah dalil , yang terdiri dari dua yaitu bersifat qath'i dan
manlli. Oleh karena itu hukum Islam pun ada dua macam. Pertama, hukum Islam yang
ditetapkan secara langsung dan tegas oleh Allah , yaitu hukum-hukum yang diturunkan dari
dalil yang qath 'j, Hukum ini jumlahnya tidak banyak dan dalam perkembangannya dikenal
13
dengan syariah. Kedua, hukum yang ditetapkan pokok-pokoknya saja, maksudnya ialah
hukum yang ditetapkan oleh dalil yang zhalllli. Hukum jenis ini jumlahnya sangat banyak,
dan dapat atau perlu dikembangkan dengan ijtihad. Hasil pengembangannya itulah yang
kemudian dikenal dengan istilah fiqih.
Hukum Islam kategori syariat bersifat tsabat (konstan, tetap), lartinya tetap berlaku
universal di sepanjang zaman, tidak mengenal perubahan dan tidak boleh disesuaikan dengan
situasi dan kondisi. Situasi dan kondisilah yang harus menyesuaikan diri dengan syariat.
Sedangkan hukum Islam kategori fiqih bersifat murunah (fleksibel, elastis), tidak (harus)
berlaku universal, mengenal peru bahan, serta dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Patokan Hukum Islam adalah kebenaran dan keadilan (Q.S. 2:176. 213, 4: 170, 9:45, 4:58,
135, 5:8, 6:52). Kedua nilai lersebul harus dikembangkan dalam sikap. ucapan, perilaku, dan
pengambilan kepulusan. Kedua nilai ini harus diberlakukan unluk semua orang, sekalipun ia
musuh. Kewajiban-kewajiban yang dituntut hukum Islam dari setiap manusia adalah
kewajiban individual, namun disamping itu dilumut juga kewajiban bersama untuk
memenuhi kepentingan bersama dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Fungsi Hukum Islam


1. Fungsi Ibadah
Fungsi paling utama hukum Islam adalah untuk beribadah. Hukum Islam adalah
ajaran Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang
sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang. Sebagai implementasinya, setiap
pelaksanaan hukum Islam diberi pahala, sedangkan setiap pelanggarnya diancam siksaan.
2. Fungsi Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi dalam hal proses
pengharamannya. Riba dan khamar tidak diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap.
Penetap hukum menyadari bahwa hukum tidak bersifat elitis dan melangit. Ketika suatu
hukum lahir, yang terpenting adalah bagaimana agar hukum tersebut dipatuhi clan
dilaksanakan dengan kesadaran penuh. Penetap hukum sangat menyadari bahwa cukup riskan
bila riba dan khamar diharamkan secara sekaligus bagi masyarakat pecandu riba dan khamar.
Hukum Islam tidak hanya untuk hukum Islam. Hukum juga memperhatikan kondisi
masyarakat agar hukum tidak dilecehkan dan tali kendali sosial terlepas. Secara langsung
akibat buruk riba dan khamar memang hanya menimpa para pelakunya, namun secara tidak
langsung lingkunganpun ikut terancam bahaya tersebut.

14
Dari fungsi amar ma'ruf nahi munkar ini akan tercapai rujuan hukum Islam yaitu
mendatangkan (menciptakan) kemaslahatan dan menghindarkan kemudaratan di dunia dan
akhirat.
3. Fungsi Zawajir
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina. Yang disertai dengan
ancaman hukuman alau sanksi hukum. Qisas diyat dilerapkan untuk tindak pidana tcrhadap
jiwa/badan. hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian. perzinaan). dan ta 'zir tindak
pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Ta'zir juga diterapkan untuk pelanggaran
terhadap hukum Islam yang lidak ada ketentuan sanksi hukumnya dalam Al-Quran dan al-
Hadits. Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa
yang melindungi warga masyarakat dari segala ancaman serta perbualan yang
membahayakan.
4. Fungsi Tanzim Wa Islah al-Ummah
Fungsi hukum Islam keempal adalah sebagai sarana untuk mengalur sebaik mungkin
dan memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis.
aman dun sejahtera . Dalam hal-hal terlenlu hukum Islam menetapkan aluran yang cukup
rinci dan mendetall sebagaimana terlihat dalam hukum yang berkenaan dengan masalah
perkawinan dan kewarisan. Sedangkan dalam masalah-masalah yang lain yakni masalah
muamalah pada umumnya hukum Islam hanya menetapkan aturan pokok dan nitai-nilai
dasarnya. Perinciannya diserahkan kepada para ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada
bidang masing-masing. dengan tetap memperhatikan dan berpegang teguh pada aturan pokok
dan nital dasar tersebut.
Keempat fungsi hukum Islam tersebut tidak bisa dipilah-pilah begihl saja untuk
bidang hukum tenenhl. Keempatnya saling berkait.

C. Keadilan
Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum dan keadilan
sosial. Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum artinya setiap orang harus
diperlakukan sama di hadapan hukum. Dengan kata lain hukum harus diterapkan secara adil.
Keadilan hukum ternyata sangat erat kaitannya dengan implementasi hukum di tengah
masyarakat. Untuk mencapai penerapan dan pelaksanaan hukum secara adil diperlukan
kesadaran hukum bagi para penegak hukum.
Keadilan hukum sangat didambakan oleh siapa saja termasuk penjahat (pembunuh,
pemerkosa, dan koruptor). Jika dalam suatu negara ada yang cenderung bertindak tidak adil
15
secara hukum, termasuk hakim, maka pemerintah harus bertindak mencegahnya. Keadilan
sosial terdapat dalam kehidupan masyarakat, terdapat saling tolong-menolong sesamanya
dalam berbuat kebaikan. Terdapat naluri saling ketergantungan satu dengan yang lain dalam
kehidupan sosial (interdependensi). Keadilan sosial itu diwujudkan dalam bentuk upah yang
seimbang, untuk mencegah diskriminasi ekonomi. Keadilan sosial adalah persamaan
kemanusiaan, suatu penyesuaian semua nilai, nilai-nilai yang termasuk dalam pengertian
keadilan.

D. Hukum dan Keadilan dalam Islam.


Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu penegasan,
ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyatanyata berlaku dalam kehidupan
manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat berkembang maju dalam
berjama’ah (Society).
Man is born as a social being. Hidup perorangan dan hidup bermasyarakat berjalin,
yang satu bergantung pada yang lain. Kita mahluk sosial harus berhadapan dengan berbagai
macam persoalan hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, berantara negara, berantar agama dan sebagainya, semuanya problematika hidup
duniawi yang bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad Saw, meletakkan beberapa
kaidah yang memberi ketentuan-ketentuan pokok guna memecahkan persoalan-persoalan.
hadapan hukum semuanya sama, mulai dari masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan
tertinggi dalam Negara.
“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu tidak berlaku
adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah
karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS.5:8).
“Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan hukum atasmu seseorang
budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama dijalankannya hukum Allah Swt”.
(H.R.Buchori dari Anas).

E. Faktor yang Mepengaruhi Penegakan Hukum.


1. Kualitas Hidup Masyarakat
Banyak orang melakukan pelanggaran hukum, seperti mencuri untuk
mempertahankan kehidupan keluarga mereka, padahal mereka telah memahami bahwa
mencuri adalah suatu pelanggaran dalam hukum islam yang ditetapkan Allah SWT.
Sebagaimana dalam firman-Nya surah Al-Maidah ayat 38 yang artinya:
16
"Laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah tangan keduanya sebagai balasan perbuatan
keduanya."
Pada ayat tersebut menetapkan bahwa pencuri harus dihukum potong tangan, namun
dalam kenyataannya khalifah Umar bin Khattab tidak melaksanakan hukum potong tangan,
bahkan beliau mengampuninya dengan alasan mereka dalam keadaan terdesak untuk
memenuhi kepentingan hidupnya yang bersifat "dharuriyah".
2. Rumusan masalah
Salah satu faktor yang mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia adalah rumusan
hukum itu sendiri, lemahnya suatu rumusan hukum menjadi salah satu kendala untuk
mencapai supremasi hukum. Kualitas suatu peraturan tidak hanya dilihat dari segi
substansinya, tetapi juga harus dilihat dari segi struktur dan budayanya.
Rumusan hukum yang bersifat simbolis tidak mungkin mempunyai dampak positif
untuk mencapai supremasi hukum, sebab hukum mempunyai pengaruh yang besar terhadap
tingkah laku masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan Joseph (dalam Ahmad Ali).
Pengaruh aturan hukum terhadap sikap warga masyarakat tergantung pula untuk tujuan apa
aturan hukum bersangkutan dibuat, yang pada dasarnya dapat dibedakan pada dua tujuan
yaitu:
a. Tujuan aturan hukum yang bersifat simbolis, yaitu tidak tergantung pada penerapannya
agar aturan hukum tadi mempunyai efek tertentu. Misalnya larangan untuk meminum
minuman keras, efek simbolis aturan hukum itu ada kalau warga masyarakat sudah yakin
bahwa meminum minuman keras, tidak jadi soal, yang penting ia sudah mengetahui bahwa
perbuatannya salah.
b. Tujuan aturan hukum yang bersifat instrumental, suatu aturan hukum yang bersifat
instrumental apabila tujuan terarah pada suatu sikap perilaku konkrit, sehingga efek hukum
tadi akan kecil sekali apabila tidak diterapkan dalam kenyataannya. Jadi suatu aturan hukum
mengenai larangan meminum minuman keras barulah mempunyai efek instrumental jika
warga masyarakat berhenti minum minuman keras, tanpa memperdulikan apakah ia berhenti
karena salah ataukah ia berhenti karena merasa takut dikenakan sanksi hukum.
3. Kualitas Sumber Daya Manusia (Masyarakat)
Berkenaan dengan penegakan hukum di Indonesia, peranan masyarakat sangat diharapkan
keterlibatannya. Keterlibatan masyarakat tersebut memerlukan pengetahuan yang cukup
memadai dalam melaksanakan aktivitas mereka sesuai bidang masing-masing. Dalam ajaran
Islam dengan berdasarkan pada Al-Qur'an dan Hadist Rasullullah SAW. Menegaskan

17
pentingnya pengetahuan (keahlian) seseorang dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya, sebagaimana firman-Nya surah Al-Isra' (17) ayat 36 yang artinya :
"Dan janganlah kamu mengikuti (menyelesaikan) apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatam dan hati, semua itu akan
diminta pertanggung jawab."
Menelaah makna yang terkandung pada ayat diatas, menunjukkan pentingnya
sumberdaya yang handal terhadap suatu persoalan yang dihadapi, sehingga Rasulullah SAW
menegaskan kembali dalam sabdanya yang artinya : " Apabila suatu persoalan diserahkan
kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran".
Mencermati makna yang terkandung pada hadits di atas, mengingatkan bangsa
Indonesia atas kekurangan-kekurangan yang dimiliki, sehingga mereka merasa berkewajiban
meningkatkan kualitas diri demi terciptanya supremasi hukum di Indonesia. Namun
peningkatan kualitas sumber daya tersebut tidak mungkin tercapai jika tidak ada kepedulian
dari pemerintah.

F. Alternatif Pendekatan.
Agama dan moral (aqidah dan akhlaq) tidak dapat terpisah dalam pengamalan hukum,
karena agama tanpa moral tidak dapat dilaksanakan dengan baik, sebaliknya moral tanpa
agama tidak akan dapat terkendali. Dengan kata lain, perlunya keseimbangan antara zikir,
fikir dan amaliyah. Sebab dengan agama akan terbentuk kualitas moral (moral intelligent)
seseorang seperti sabar, jujur, adil, berani, bertanggung jawab, ikhlas.
Selanjutnya melalui moral tersebut mendorong seseorang untuk melaksanakan
perintah Allah SWT, secara baik dan benar sebagai pengabdian kepada-Nya, karena dengan
demikianlah seseorang dapat mengendalikan diri dari segala pengaruh kehidupan
materialistik, yang mendorong untuk melakukan pelanggaran hukum. Karena itu, melalui
pendekatan agama dan moral seseorang dapat memotivasi dirinya untuk menjauhi segala
perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti korupsi, kolusi, nepotisme,
membunuh, memberontak, minum-minuman keras dan merusak lingkungan. penegakan
hukum dapa tercapai jika dalam pelaksanaannya dilandasi nilai-nilai agama dan moral,
walaupun masyarakat Indonesia miskin jika agama dan moral baik, tidak akan berbuat
kejahatan, katakanlah lebih baik krisis ekonomi daripada krisis agama dan moral. Sebab
pelanggaran seseorang terhadap hukum tidak hanya karena faktor sanksi atau hukuman, tetapi
yang utama adalah faktor konsekuensi (dosa).

18
BAB 4
KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MA’RUF dan NAHI MUNKAR

A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar


1. Secara Etimologis
Pada hakikatnya Amar maruf nahi Munkar terdapat empat penggalan kata yang
apabila dipisahkan satu sama lain mengandung pengertian sebagai berikut: ‫ امر‬: amar, ‫معرف‬
maruf, ‫ هي‬: nahi, dan :‫ منكر‬Munkar. Manakala keempat kata tersebut digabungkan, artinya
menyuruh yang baik dan melarang yang buruk.
Sedangkan menurut DR.Ali Hasbullah mendefinisikan Amar sebagai berikut:
‫و ادنى منهفعال‬RR‫ه اال على ممن ه‬RR‫ظ يطلب ب‬RR‫“ االمرهو لف‬Amar ialah suatu tuntutan perbuatan dari pihak
yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya”
Selanjutnya ma’ruf kata ini berasal dari kata: ‫ معرفة‬- ‫ا‬RRR‫ا ن‬RRR‫رف – يعرفعرف‬RRR‫ ع‬- dengan arti
(mengetahui) bila berubah menjadi isim, maka kata ma’ruf secara harfiah berarti terkenal
yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh karena itu juga diakui dalam konteks
kehidupan sosial umum, tertarik kepada pengertian yang dipegang oleh agama islam, maka
pengertian maruf ialah, semua kebaikan yang dikenal oleh jiwa manusia dan membuat
hatinya tentram, sedangkan munkar adalah lawan dari ma’ruf yaitu durhaka, perbuatan
munkar adalah perbuatan yang menyuruh kepada kedurhakaan.
Nahi menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadz yang digunakan
untuk meninggalkan suatu perbuatan, sedangkan menurut ushul fiqih adalah, lafadz yang
menyuruh kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang
lebih tinggi dari kita.
Dapat disimpulkan bahwa Allah berupa iman dan amal saleh. “AMAR” adalah suatu
tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah
kedudukannya. Selanjutnya kata “MA’RUF” mempunyai arti “mengetahui” bila berubah
menjadi isim katama’ruf maka secara harifah berarti terkenal yaitu apa yang dianggap
sebagai terkenal dan oleh karena itu juga diakui dalam konteks kehidupan namun ditarik
dalam pengertian yang dipegang oleh agama islam.
Sedangkan Nahi menurut bahasa adalah larangan, menurut istilah adalah suatu lafad
yang digunakan untuk meninggalkan suatu perbuatan sedangkan menurut ushul fiqh adalah
lafads yang menyuruh kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintah oleh orang
yang lebih tinggi dari kita.

19
Jadi, amar ma’ruf nahi munkar merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Karena kalimat tersebut suatu istilah yang di pakai dalam Al-Qur’an dari berbagai
aspek, oleh karena it boleh jadi pengertiannya cenderung kea rah pemikiran iman, fiqih, dam
akhlak.
2. Secara Terminologis
Salman al-audiah mengemukakan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah segala
sesuatu yang di ketahui oleh hati dan jiwa tentram kepadanya, segala sesuatu yang dicintai
oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar adalah yang di benci oleh jiwa, tidak di sukai dan
di kenalkan serta sesuatu yang di kenal keburukannya secara syar’I dan akal.
Sedangkan imam besar Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah
merupakan tuntunan yang di turunkan Allah dalam kitab-kitabnya, di sampaikan rasul-
rasulnya, dan merupakan bagian dari syarat islam. Adapun pengertian nahi munkar menurut
Ibnu Taimiyyah adalah mengharamkan segala bentuk kekejian, sedangkan amar ma’ruf
berarti menghalalkan semua yang baik, karena itu yang mengharapkan yangbaik termasuk
larangan Allah.
Perintah melakukan sesuatu yang baik dan melarang semua yang keji akan terlaksanat
secara sempurna, karena diutusnya Rasulullah SAW oleh Allah SWT, untuk menyempunakan
akhlak mulia bagi umatnya. Dalam surat al-Maidah ayat 3 dijelaskan, bahwa:
“pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa
karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
Dalam surah Ali Imran ayat 110 juga di jelaskan bahwa :
“kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untik manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka: di antaranya mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Ayat ini mengedepankan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran atas
iman, padahal iman merupakan dasar bagi setiap amal shalih, sebagai isyarat tentang
pentingnya mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, dimana umat
Islam dikenal dengannya, bahkan ia merupakan ciri utama yang membedakannya dari umat-
umatlain, dan dilahirkan bagi umat manusia untuk melaksanakan kewajiban mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sesungguhnya Allah yang maha tinggi dan maha
kuasa mengingatkan umat Islam agar tidak lupa pada tugas utamanya dalam kehidupan ini,
20
atau bermalasmalasan dalam melaksanakannya, yaitu mengajak kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran.
Dari beberapa hadist jga di jelaskan bahwa di wajiban bagi setiap muslim melakukan
amar ma’ruf nahi munkar. Dikeluarkan oleh (takhrifi oleh Muslim dari hadits Ibnu Mas'ud Ra
dari Nabi Saw. Yang menjelaskan bahwa:
“Tiadalah dari seorang Nabi yang diutus AIIah kepada suatu umat sebelum aku melainkan
dari umatnya ia mempunyai penolong (hawairyyum) dan sahabat yang mereka berpegang
teguh pada sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian sesudah mereka muncul
generasi-generasi penerus yang mereka mengatakan sesuatu yang mereka sendiri
tidakmelakukannya, dan melakukan sesuatu yang mereka tidak diperintahkan. Maka bagi
yang berjihad terhadap mereka dengan tangannya, ia seorang yang beriman dan siap yang
berjihad terhadap mereka dengan lisannya, ia adalah seorang yang beriman, dan siapa yang
berjihad terhadap mereka dengan hatinya, ia juga seorang yang beriman. Dan sesudah itu
tidak ada sebesar biji sawipun iman. "
Hadits-hadits tersebut dan banyak hadits-hadits lain yang semakna - menunjukkan
bahwa wajibnya menentang kemungknran (al-munkar)hanyalah menurut kemampuan yang
ada. Tetapi penentangan dengan hati adalah keharusan. Maka jika hati tidak mau menentang,
itu ertanda hilangnya iman dari orang yang bersangkutan.
Diriwayatkan oleh Abu Juhaifah, ia menceritakan: Ali Ra pernah berkata:
"sesungguhnya jihad pertama yang harus diatasi adalah jihad dengan tangan kalian, kemudian
jihad dengan lisan, lalu dengan hati. Barang siapa hatinya tidak mengetahui kebaikan (al-
ma'ruf) dan menentang kemunkaran (almunkar), maka ia jungkir balik, yang di atas menjadi
di bawah."

B. Ayat-ayat Al-Qur,an yang berbicara mengenai amar ma’ruf nahi munkar.

Terdapat 10 ayat Al-quran yang menggunakan kalimat Amar ma'ruf dan nahi
munkar, 8 ayat menggunakan fi'il mudhari muruna atau ta’ murina dan dua lainnya
menggunakan fi'il amr ( kata perintah ), ayat-ayat tersebut sebagai berikut:

1. Q.S Ali Imran/3:104 :

21
Artinya :
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.

Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa hendaknya ada segolongan umat atau
kelompok dari orang mukmin yang dapat melaksanakan fungsi dakwah yaitu sekelompok
orang yang dapat menjadi teladan dan didengar nasehatnya yang mengajak orang lain
secara terus-menerus kepada kebajikan, menyuruh kepada orang Ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar

Sebagian ulama memahami kata mikum dalam ayat diatas dengan makna sebagian
ini berarti bahwa perintah dakwah sebagaimana dipesankan dalam  arti ayat di atas tidak
dibebankan kepada setiap orang, melainkan  sebagiannya saja. Adapun Sebagian ulama
yang lain seperti Ahmad Mustofa al-maraghi mengartikan kata mikum sebagai penjelasan,
sehingga perintah berdakwah menjadi beban setiap orang mukmin, hanya saja setiap orang
dalam melaksanakan tugas dakwah berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya.

Selanjutnya dalam rangka perintah berdakwah, Allah Subhanahu Wa Ta'ala


menggunakan dua kata yang berbeda, yaitu Yud’auna  yang artinya mengajak dan
ya’murina artinya memerintahkan. Penggunaan dua kata yang berbeda ini menurut Sayyid
qutub menunjukkan keharusan adanya dua kelompok dakwah dalam masyarakat Islam,
yakni kelompok pertama yang bertugas mengajak dan kelompok kedua yang bertugas
memerintah.

Kata Yud’auna Yang artinya mengajak dalam ayat di atas dikaitkan dengan Al
Khoir, Sedangkan kata ya muruna  yang artinya memerintahkan dikaitkan dengan Al
Ma'ruf. kebanyakan mufassir memaknai kata Al Khoir dan Al Ma'ruf sama yaitu
bermakna segala bentuk kebajikan. hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Al Razi dalam
tafsirnya bahwa Yud’auna  Ila Al Khoirmencakup dua hal, yaitu memerintahkan kepada
kebaikan dan melarang kepada segala bentuk keburukan.

Dalam hal ini beliau memaknai sebagai nilai-nilai kebajikan yang sifatnya
mendasar dan universal yang diajarkan oleh Al-quran dan hadist. Sedangkan al-ma'ruf
adalah sesuatu yang baik menurut kesepakatan atau pandangan umum suatu masyarakat
selama sejalan dengan Al Khoir. ini berarti bahwa al-ma'ruf meliputi segala kebaikan yang
sifatnya dinamis baik itu Sesuai dengan kesepakatan masyarakat maupun karena

22
mengikuti perkembangan zaman, selama sesuai dengan nilai-nilai kebaikan universal (al
khoir). Dengan kata lain, Al Khoir adalah nilai-nilai ilahiah  yang Sifatnya tetap dan
universal sedangkan al-ma'ruf adalah nilai-nilai kebajikan yang bersifat lokal dan
temporer. Demikian pula dengan al-munkar yang merupakan lawan dari kata Al Ma'ruf,
berarti semua nilai-nilai yang dianggap buruk oleh suatu masyarakat (lokal) dalam suatu
waktu (t emporer),Juga dianggap buruk menurut Syar'i. 
2. Q.S Ali Imran/3:110

Artinya :

“kamu (umat Islam)  adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena
kamu)  menyuruh (berbuat) yang Ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman
kepada Allah.  sekiranya ahli kitab beriman, Man tentulah itu lebih baik bagi mereka.  Di 
di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.

Dari arti ayat di atas Allah Swt  menjelaskan sifat-sifat dasar yang dimiliki oleh umat yang
diungkapkan Al-quran sebagai umat terbaik,  yaitu:  

1).  senantiasa menyuruh kepada yang Ma'ruf,

2). senantiasa mencegah dari yang munkar dan

3). senantiasa beriman kepada Allah swt. 


3. Q.S Ali Imran/3:114

Artinya :

“Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang Ma'ruf, dan
mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan)berbagai kebajikan, mereka
termasuk orang-orang yang Saleh”.

Sebagaimana dalam ayat 110 sebelumnya, Lewat ayat ini Allah swt  ingin menegaskan
kepada ciri-ciri orang sholeh dan menjadi umat terbaik, yaitu itu orang-orang yang tidak

23
hanya beriman dan meyakini dengan hati, akan tetapi yang termasuk orang soleh adalah
orang-orang yang membuktikan keyakinannya tersebut dengan mengerjakan hal yang
Ma'ruf dan senantiasa ingin  merealisasikannya di kalangan masyarakat serta berusaha
untuk mencegah dirinya sendiri dan orang lain untuk berbuat kemungkaran.

4. QS. An Nisa/4:114

Artinya :

“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka kecuali pembicaraan
rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, demikian
karena mencari keridhaan Allah, maka kelak kami akan memberikannya pahala yang
besar.”

5. QS. Al-Maidah/5:78-79

Artinya :

“Orang-orang kafir Dari Bani Israil telah dilaksanakan melalui lisan (ucapan) Daud dan
Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui
batas.  Mereka tidak mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat.  Sungguh
sangat buruk apa yang mereka perbuat.”

Sebagian ulama berpendapat bahwa kata yatanahauna semestinya berarti jika ada
kemungkaran, maka haruslah ada yang lain yang melarang atau mencegahnya, begitu
seterusnya selalu ada timbal balik. namun orang kafir Bani Israil tidak melakukan hal
tersebut.

Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa dapat dipahami dalam arti berhenti,
sehingga

24
penambahan huruf lah menunjukkan bahwa para kafir Bali Israil tidak berhenti dan terus-
menerus melakukan kemungkaran sehingga mendapat laknat. 

6.QS. Al-A’raf:7/157

Artinya :

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, nabi (  tidak bisa baca tulis) yang ( namanya)
Mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh
mereka berbuat yang Ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan
segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan
membebaskan beban beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-
orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya
yang terang yang diturunkan kepada (Al-quran), itulah orang-orang beruntung.”

7. QS. At-Taubah:9/67

Artinya :

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama),
mereka menyuruh ( berbuat)  yang mungkar dan mencegah perbuatan yang Ma'ruf dan
mereka menggenggam kan tangannya ( kikir ).  mereka telah melupakan Allah, maka
Allah melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang
yang fasik.”

Dalam ayat ini ini AllahSWT. menerangkan mengenai perihal orang-orang


munafik, yakni mereka semua sama baik laki-laki ataupun perempuan. Ucapan  dan
perbuatannya boleh jadi berbeda, sumber ucapan dan perbuatan tersebut sama yaitu

25
ketiadaan iman,  kebejatan moral, tipu daya dan takut menghadapi kebenaran. perilaku
Mereka pun sama, senantiasa menyuruh kepada kemungkaran baik dengan lisannya
maupun perbuatan dan mencegah dari segala hal yang ma’ruf.

8. QS. Al-Taubah/9:71

Artinya ;

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang Ma'ruf,  dan
mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada
Allah dan rasul-Nya. jika akan diberi Rahmat oleh Allah sungguh Allah maha perkasa
Maha bijaksana.”

  Dalam ayat ini, lagi-lagi Allah SWT. menjadikan kebiasaan menyuruh kepada
yang Ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar sebagai salah satu ciri orang yang beriman.
di sini berarti semua hal yang dianggap baik oleh syar'i dan akal,  sedangkan  munkar
berarti kebalikannya.

9. QS. Al-Taubah/9:112

Artinya :

“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, beribadah, memuji Allah, mengembara
( demi ilmu dan agama), ruku’, sujud, menyuruh berbuat Ma'ruf dan mencegah dari
mungkar, dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan gembirakanlah orang-orang
yang beriman.”

10. QS. Al-Nahl: 16/90

26
Artinya :

“Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu  ) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
bantuan kepada kerabat, dan dia melarang ( melakukan ) perbuatan keji, kemungkaran,
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada-mu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.” 

Kesepuluh ayat diatas menggunakan kalimat Amar ma'ruf dan nahi mungkar
secara jelas. Jika  menilik penafsiran masing-masing ayat maka dapat diketahui bahwa
penggunaan kalimat Amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam ayat-ayat di atas bermakna
sama, yaitu perintah untuk senantiasa mengerjakan semua hal yang dianggap baik oleh
syar'i dan adat istiadat masyarakat dan mencegah dari segala hal yang dipandang buruk
oleh syar'i dan tradisi masyarakat. Sifat  sifat inilah yang  menjadi ciri penting orang-
orang Mukmin untuk menjadi satu umat yang terbaik.

Adapun kata Ma'ruf dengan makna lain dapat dilihat dalam QS. An Nisa/4:5,
namun makna pun tak jauh dari makna kebahasaannya yaitu sesuatu yang baik, yang
dikenali, yang sudah diketahui oleh banyak orang sehingga menjadi suatu kebiasaan.
Begitu  juga kata  mungkar, penggunaan kata kata yang seakar dengan nya bisa dilihat
pada QS. Al-Mujadalah/58:2, namun sama halnya dengan Ma'ruf, maknanya tidak
menyimpang dari makna kebahasaannya yaitu sesuatu yang tidak dikenali dan tidak biasa
sehingga diingkari oleh orang banyak.

C. Amar ma’ruf Nahi Munkar dalam Kehidupan Manusia

Amar ma'ruf nahi munkar tidak hanya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
pokok-pokok agama saja atau ideologi Semata. Amar ma'ruf nahi munkar juga bisa saja
berkaitan dengan kehidupan sosial, politik budaya maupun hukum. Contohnya, Ketika
seseorang menyarankan temannya yang masih membujang untuk segera menikah, berarti
orang tersebut telah melakukan Amar Ma'ruf. Comtoh  lain, ketika seorang pemimpin

27
berusaha untuk memberantas korupsi, maka pemimpin tersebut telah ber nahi munkar,
Dan seterusnya.

1.  Aspek Sosial

Pada aspek ini, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran


merupakan ciri utama masyarakat orang-orang yang beriman, setiap kali Alquran
memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang benar, dan menjelaskan
risalahnya dalam kehidupan ini, kecuali ada perintah yang jelas, atau anjuran dan
dorongan bagi orang-orang beriman untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran, maka tidak heran jika masyarakat muslim menjadi masyarakat yang
mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, kan karena kebaikan negara dan
rakyat Tidak sempurna.

Amar ma'ruf nahi mungkar termasuk kewajiban terpenting dalam kemasyarakatan


muslim, selain salat dan zakat, terutama di waktu umat Islam berkuasa di muka bumi, dan
menang atas musuh, bahkan kemenangan tidak datang dari Allah, kecuali bagi orang-
orang yang tahu bahwa mereka termasuk orang-orang yang melakukannya.

Dalam masyarakat muslim Amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan hak dan
kewajiban bagi mereka, Ia merupakan salah satu prinsip politik dan sosial, Alquran dan
hadis nabi telah menjelaskan hal itu dan memerintah orang untuk memberikan nasihat atau
kritik bagi pemangku kekuasaan dalam masyarakat, dan minta penjelasan hal-hal yang
menjadi kemaslahatan rakyat, atau mengingkari hal-hal yang tidak menjadi maslahat bagi
orang atau rakyat.

Amar ma'ruf merupakan tawaran konsep dan tatanan sosial yang baik, sebagai
solusi yang baik berupa contoh yang sudah ada maupun berupa usulan ketika kita
mengadakan nahimunkar yang merupakan tindakan pencegahan atau penghapusan akan
hal-hal yang jelek atau salah. Sudah  untuk hal-hal tertentu dalam menjalankan nahi
munkar atau bukan juga Amar ma'ruf diperlukan kemauan politik setidaknya dorongan
politik mereka yang mempunyai otoritas. hal ini ibarat kepastian hukum terhadap para
pelaku kriminal lebih-lebih kriminal dalam hal sosial.

2. Aspek Politik

Konsep Amar ma'ruf nahi munkar dalam bidang hukum merupakan gagasan, cita-
cita penegakan hukum dan keadilan serta penanggulangan atau pencegahan kejahatan.
penegakan hukum sangat tergantung kemauan politik penyelenggaraan negara pada
28
umumnya dan profesi penegakan hukum pada khususnya yang terdiri dari polisi, jaksa,
penasihat hukum dan Hakim. Reformasi dan sosialisasi konsep Amar ma'ruf nahi munkar
dalam bidang hukum berarti penegakan hukum dalam masyarakat dan negara dalam
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Amar ma'ruf nahi munkar merupakan statemen tanpa terkecuali baik laki-laki
maupun perempuan, yang miskin atau yang kaya,  seorang pemimpin atau yang bawahan,
kulit hitam maupun kulit putih, buruh maupun pengusaha, dan seterusnya. Amar ma'ruf
nahi munkar memiliki Kekuatan penegakan terhadap prinsip-prinsip keadilan, ke
kejujuran, dan perlu berdasarkan  Sidiq, amanah, Fathonah, tabligh, dan istiqomah serta
sabar. hal ini hendaknya mampu menghilangkan rasa riya’ sum’ah. ujub,dengki, munafik,
kufur dan lain sebagainnya.

29
BAB 5

FITNAH AKHIR ZAMAN

Fitnah maknanya adalah cobaan dan ujian di akhir zaman akan bermunculan
berbagai macam fitnah yang semakin beragam dan semakin berat. Sehingga manusia yang
berada pada zaman tersebut akan merasakan ujian kehidupan yang tidak ringan. Fitnah
membawa banyak kemusnahan kepada dunia, khususnya umat Islam sendiri. Nabi Yusuf
a.s. juga pernah menjadi mangsa fitnah istri kepada raja Mesir ketika itu. 

Di antara fitnah yang muncul di akhir zaman adalah :

1 . banyaknya praktik kesyirikan

Merupakan dosa besar yang terbesar. semakin jauhnya manusia dari masa
kenabian, menjadikan manusia semakin berani menyisihkan petunjuk nabi. sehingga
pelan-pelan manusia akan terseret ke dalam jurang kesyirikan tanpa ia sadari.

 Allah berfirman :

“Maka hendaklah takut orang-orang yang menyisihkan perintah Rasul mereka akan
ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang Pedih.”

2.  banyak terjadi perpecahan\

Di akhir zaman akan muncul perpecahan di kubu kaum muslimin. sehingga dengan
perpecahan tersebut akan mengurai kekuatan kaum muslimin dan akan banyak energi
yang terbuang. diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata Rasulullah bersabda :

“ dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan.”

3. Banyaknya pembunuhan

Di akhir zaman nyawa manusia menjadi murah harganya. terkadang karena


permasalahan yang sepele darah ditumpahkan. Selain itu pula banyak terjadi peperangan
di akhir zaman. diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda :

“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga banyaknya AL-Harju.  para sahabat bertanya,  “apa
yang dimaksud denganAl-Harju,  wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda, “‘
pembunuhan pembunuhan.” 

4. Munculnya syubhat ( kesamaran )

30
Di akhir zaman banyak tulisan dan buku-buku. di merupakan. namun namun disisi
lain, jika tulis tidak berdasarkan, maka justru akan menimbulkan syubhat atau kesamaran
bagi pembaca. sehingga akan menjadi samar pula antara kebenaran dengan kebatilan.

5. Tersebarnya fitnah wanita

Jumlah wanita di akhir zaman mengalahkan jumlah laki-laki. dan banyak diantara
mereka yang tidak mengerti Bagaimana seharusnya berhijab secara Sari, sehingga akan
menimbulkan fitnah yang besar bagi kaum laki-laki. 

6. Terbukanya lumbung lumbung harta

Perhatian utama sebagian besar manusia akhir zaman adalah harta. Hal inilah yang
menjadikan maraknya perdagangan di akhir zaman. Padahal bukanlah yang ditakutkan
oleh Rasulullah akan menimpa umat ini, akan tetapi yang ditakutkan oleh Rasulullah
adalah ketika dibukakannya lumbung harta, sehingga manusia akan berlomba-lomba
untuk memperebutkan nya. 

31
DAFTAR PUSTAKA

Sumarna, Elan. 2020. Kaitan antara Iman, Islam, dan Ihsan.


Mohd Nasir Masroom, Siti Norlina Muhammad, & Siti Aisyah Panatik. (2013). Iman,
Islam dan Ihsan: Kaitannya dengan Kesihatan Jiwa. In Semianar Pendidikan &
Penyelidikan Islam Kali Pertama (pp. 582–590). Johor Bahru: Assosiation of Islamic
Education Scholars.
Nazim, M., & Noor, M. (2010). Kaitan antara Iman, Islam dan Ihsan.
Hadi, Nur. 2019. Jurnal Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman
https://ejournal.iai-tribakti.ac.id/index.php/intelektual
Asrin, Ahmad. 2019. Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam
Sari, R. M. (2017). Keselarasan Islam dan Sains. Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin, 3(2), 1-
26.
Abduh, M. (2013). Peradaban Sains dalam islam.
Hasyim, B. (2013). Islam Dan Ilmu Pengetahuan (Pengaruh Temuan Sains terhadap
Perubahan Islam). Jurnal Dakwah Tabligh, 14(1), 127-139.
Aqidah, M. K. HUBUNGAN ISLAM DENGAN SAINS.
Mizan; Jurnal Ilmu Syariah, FAI Universitas Ibn Khaldun (UIKA) BOGOR Vol. 1 No. 2
(2013), pp. 143-148, link: https://www.academia.edu/31651189
Julijanto, M. (2012). Implementasi Hukum Islam di Indonesia Sebuah Perjuangan Politik
Konstitusionalisme.
Handayani, T. (2018). Alternatif Penegakan Hukum dalam Perspektif Islam. JURNAL
IQTISAD, 4(1).
Wirdyaningsih, Nunung. HUKUM ISLAM DAN PELAKSANAANNYA
DI INDONESIA.
Sabir, M. (2018). AMAR MA’RUF DAN NAHI MUNKAR (Suatu Pendekatan Hadis
Dakwah dalam Perubahan Sosial). Potret Pemikiran, 19(2).
Munzir, M. (2016). Implementasi Amar Makruf dan Nahi Mungkar (Studi Analitis terhadap
Hadis Nabi ‫من رأى منكم منكرا‬ (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar).
Zainuddin, Nurkhamimi.
https://www.researchgate.net/publication/335339304_Fitnah_Akhir_Zaman

https://albayyinatulilmiyyah.files.wordpress.com/2015/03/110-fitnah-akhir-zaman-pdf.pdf

32

Anda mungkin juga menyukai