Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
Nama : Debby Nuradelia
NIM : E1A020015
Semester : 1 (satu)
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini yaitu artikel pembelajaran tentang keislaman.
Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas rahmat dan kekuatan-Nya sehingga artikel ini dapat di selesaikan.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang telah
memberi kami masukan yang sangat bermanfaat selama proses pengerjaan sampai
terselesaikannya artikel ini. Terima kasih pula saya sampaikan kepada teman-teman
seperjuangan yang telah mendukung dan memberi semangat sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini.
Besar harapan saya artikel ini akan memberi manfaat bagi banyak orang dan menjadi
pendamping dan pendukung kegiatan belajar untuk meningkatkan ilmu pengetahuan
serta dapat menambah wawasan bagi para pembaca tentunya dalam hal keislaman.
HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR IS
BAB I. . Iman, Islam, Ihsan..............................................................................1
BAB II. Islam dan Sains..................................................................................10
BAB III. Islam daan Penegakan Hukum…………………………………….13
BAB IV. Kewajiban Menegakkan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar................19
BAB V. Fitnah Akhir Zaman ..........................................................................30
Dasar agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Tiap-tiap
tingkatan memiliki rukunrukun yang membangunnya. Jika Islam dan Iman disebut secara
bersamaan, maka yang dimaksud Islam adalah amalan-amalan yang tampak (lahir) dan
mempunyai lima rukun. Sedangkan yang dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang
memiliki enam rukun. Dan jika keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing
menyandang makna dan hukumnya tersendiri.Ketiga konsep di atas, yaitu islam, iman dan
ihsan telah menjadi pokok ajaran agama Islam sendiri yang juga sangat berperang penting
dalam proses pendidikan Islam.
2. Definisi Iman
1
Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja yang ”-امن
ايمانا- ؤمنRR ” ي,(fi’il) mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan tenang.
Imam Al-Ghazali memaknakannya dengan kata tashdiq ( )التصديقyang berarti “pembenaran”.
Pengertian Iman adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan dilakukan
dengan perbuatan. Iman secara bahasa berasal dari kata Asman-Yu’minu-limaanan artinya
meyakini atau mempercayai.
Pembahasan pokok aqidah Islam berkisar pada aqidah yang terumuskan dalam rukun Iman,
yaitu:
1) Iman kepada Allah
2) ImankepadaMalaikat-Nya
3) Imankepadakitab-kitab-Nya
4) Iman kepada Rasul-rasul-Nya
5) Iman kepada hari akhir
6) ImankepadaTakdir Allah
3. Definisi Ihsan
Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi`il) yaitu : فعل الحسن:artinyaاحسن – يحسن
( – احسا نPerbuatan baik). Para ulama menggolongkan Ihsan menjadi 4 bagian yaitu:
1) Ihsan kepada Allah
2) Ihsan kepada diri sendiri
3) Ihsan kepada sesama manusia
4) Ihsan bagi sesama makhluk
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ihsan memiliki satu rukun yaitu
engkau beribadah kepada Allah swt seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.
3
peringkat muslim yang maksimal tadi, maka secara otomatis ia telah menduduki peringkat
mu`min yang minimal. Dengan demikian jelaslah, bahwa dasar dari keimanan seseorang
sangat bergantung pada tingkat keislamannya. Dan seupama pengertian mu`min yang
minimal itu adalah “sifat dermawan dan sabar “, maka sebaik-baiknya mu`min dalam
keimanannya adalah “ mereka yang akhlaknya baik."
Sedangkan mengenai ihsan dalam hadits ini dijelaskan dengan rinci yaitu antara hijrah
sebagai seorang yang dengan kekuatan ibadahnya ia mampu untuk meninggalkan apa yang
telah Allah haramkan atasnya, dimana sebaik-baiknya muhajirtadi, tentulah mereka yang bisa
berjihad di jalan Allah SWT. Oleh karenanya, kelabilan seseorang dalam meninggalkan apa
yang Allah haramkan dan masih setengah-setengahnya dalam melaksanakan perintah-Nya,
akan terus ada apabila ia belum menduduki peringkat ihsan. Namun hal ini tidak berarti
bahwa, seseorang yang belum sampai pada tingkat ihsan tidak boleh untuk berhijrah dan
berjihad.
Hal ini karena bertakwa pada Allah SWT harus dijalankan dalam kadar kemampuhan
yang kita miliki. Allah berfirman, :
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah"
(QS. 64 : 16 )
Dalam kaitannya dengan Islam, Iman dan Ihsan, di sini Ibnu taimiyah lebih jauh
menjelaskan pada kita tentang apa itu Islam, Iman serta Ihsan secara hakiki. Dalam
menafsirkan ketiga kata tersebut, beliau mengutif Firman Allah SWT :
“ Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hambahamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiayai diri mereka sendiri dan
diantara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada yang lebih dahulu dalam
berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang sangat besar.”
( QS. 35 :32 ).
Dari ayat itu dapat diketahui, bahwa seorang muslim adalah mereka yang menganiaya dirinya
sendiri, yaitu dengan cara meinggalkan apa yang Allah perintahkan dan melaksanakan apa
yang Allah larang-Nya. Contoh terhadap ini, umpamanya dalam hal berbuat baik kepada
orang tua, adalah merupakan kewajiban yang tak bisa terelakkan karena hal ini diletakkan
sejajar dalam arti menduduki urutan kedua setelah kewajiban dalam mentauhidkan Allah
SWT.
Allah berfirman :
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.…. “ ( QS. 17 : 23 )
4
Dengan berdasarkan pada ayat tersebut, jelaslah bahwa kedudukan berbuat baik pada orang
tua menduduki urutan kedua setelah mentauhidkan Allah SWT. Namun, dengan
pengetahuannya ini orang masih sering menganiayai dirinya dengan cara tidak berbuat baik
kepada kedua orang tuanya.
Adapun mengenai orang mu`min, dengan dasar ayat ini (QS. 35 : 32 ), Ibnu Taimiyah
memberikan pengertian bahwa mereka adalah orang- orang yang sudah terkhususkan dengan
hal-hal yang diwajibkan padanya, dalam arti mereka telah mampu berkomitmen dengan apa
yang telah Allah wajibkan atasnya.
Sedangkan mengenai tingkatan muhsin, adalah mereka yang telah berkomitmen betul
dengan hal-hal yang sunnah apalagi terhadap hal- hal yang wajib ( Ibnu Taimiyah, tt. : 6 )..
Demikian inilah tingkatan-tingkatan amaliah dalam pemahaman keislaman itu. Dari sudut
tinjau hadits ini, Rasulullah memberikan gambaran kepada kita tentang Iman yang kemudian
ditafsirkan oleh para ulama sebagai rukun Islam. Jika kita melihat penerangan mengenai
Islam ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa Islam adalah amaliyah zhahir yang terlihat
secara kasat mata. Sedangkan mengenai pengertian Iman dalam hadits ini lebih condong pada
amaliah batin. Adapun kaitan yang ada diantara keduanya, bahwa iman harus menjadi
landasan tempat tumbuh berkembangnya amaliah zhahir yakni Islam itu sendiri. Oleh karena
itu, kemaslahatan amaliyah zhahir amat bergantung pada tumbuh tidaknya pada amaliyah
batinnya, yakni iman. Dengan demikian, kerancuan amaliyah keagamaan seseorang akan
terjadi ketika ia secara langsung ataupun tidak menyemaikan amaliyah zhahirnya ( amal
islami tadi ) pada lahan orang yang bukan seharusnya ( yakni selain iman ).
1. Iman
Rasulullah SAW menerangkan rukun iman iaitu kepada Allah SWT,
malaikatmalaikatNya, kitab-kitabNya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul, rasul-
5
rasulNya, hari kiamat serta qada’ dan qadar. Semua perkara ini menjadi dasar akidah atau
kepercayaan orang Islam yang di atas dasar-dasar inilah dilaksanakan amal dan ibadah. Ini
kerana, ulama-ulama hadis dan feqh seperti Imam Malik, Imam Syafie dan Imam Ahmad
telah mentakrifkan iman sebagai “…pembenaran dengan hati, ikrar dengan lidah dan beramal
dengan sekelian rukun.” (Mustafa, 2009: 91).
Kaitan antara iman dan ibadah juga dapat ditinjau menerusi fitrah manusia yang
memerlukan Tuhan atau Yang Maha Kuasa untuk menjadi tempat bergantung harap. Di
dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang mengambarkan fitrah manusia yang
memerlukan Tuhan untuk disembah (Al-Zumar, 39: 8; Luqman, 31: 32 dan Al-Isra’, 17: 67).
Firman Allah SWT;
“Dia lah yang menjalankan kamu di darat dan di laut (dengan diberi kemudahan
menggunakan berbagai jenis kenderaan); sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan
bahtera itu pula bergerak laju membawa penumpang-penumpangnya dengan tiupan angin
yang baik, dan mereka pun bersukacita dengannya; tiba-tiba datanglah kepadanya angin ribut
yang kencang, dan mereka pula didatangi ombak menimpa dari segala penjuru, serta mereka
percaya bahawa mereka diliputi oleh bahaya; pada saat itu mereka semua berdoa kepada
Allah dengan mengikhlaskan kepercayaan mereka kepadanya semata-mata (sambil merayu
dengan berkata): "Demi sesungguhnya! jika Engkau (Ya Allah) selamatkan kami dari bahaya
ini, kami tetap menjadi orang-orang yang bersyukur" (Yunus, 10: 22).
Hasil dari kepercayaan kepada rukun-rukun iman ini menyebabkan seorang mukmin
itu mnyerahkan jiwa dan segala urusan kehidupannya hanya kepada Yang Maha Esa agar
selari dengan contoh kehidupan yang dibawa oleh Baginda Rasulullah SAW. Mukmin yang
sejati akan mengatakan “kami dengar dan kami taat” kepada setiap perintah dan larangan
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT terutama yang bersifat amal perubuatan. Keimanan
yang mereka punyai ini dapat mengeluarkan mereka dari ketundukan terhadap hawa nafsu
kepada ketaatan yang mutlak kepada Allah SWT (AlQardhawi, 1995: 63).
Hubungan iman dan kesihatan jiwa dapat dilihat dari perspektif Islam dengan
merenungi ayat-ayat yang menyatakan bahawa orang yang beriman dapat merasakan
keamanan, ketenangan dan kebahagiaan (Al-An’am, 6: 82; Al-Ra’d, 13: 28 dan AlTagabun,
64:11).
Dalam hal ini, keimanan kepada Allah SWT dapat menghindarkan dan menyembuhkan diri
manusia dari penyakit-penyakit jiwa dan memberi rasa aman dan tenteram. Selain itu,
seorang mukmin juga terhindar diri dari rasa bimbang dan sedih yang mengakibatkan jiwanya
sakit. Peranan iman yang menghasilkan rasa keamanan dan ketenangan apabila segala
6
harapan, sandaraan, pertolongan, penjagaan dan perlindungan diserahkan hanya kepada Allah
SWT, Tuhan sekelian alam, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha
Mendengar dan Yang Maha Melihat (W. Hussein Azmi, 1994: 52).
2. Islam
Rukun Islam ada lima perkara yaitu mengucap dua kalimah syahadah, mendirikan
solat lima waktu, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji di
Baitullah. Jika seseorang manusia dapat memenuhi kelima-lima rukun ini maka sempurnalah
Islamnya dan dia terpelihara dari kemurkaan Allah SWT sekiranya ditunaikan rukun-rukun
tersebut serta hukum-hukum yang bertalian dengan syariat Islam itu sendiri (Mustafa, 2009:
76).
Maka ibadah yang terangkum di dalam rukun Islam ini menjadi dasar yang menjadi
medium perhubungan antara mahkluk dan Khaliknya. Secara sistematiknya, seorang muslim
diperintahkan untuk sentiasa berhubung dengan Allah SWT pada setiap saat dan ketika,
tempat dan ruang yang dapat memenuhi setiap detik kehidupannya. Ini kerana kelima-lima
ibadah ini telah tersusun bermula dengan syahadah, solat lima waktu yang wajib dikerjakan
sehari semalam lima kali, zakat setiap tahun, puasa di bulan Ramadhan selama sebulan dan
menunaikan haji sekurang-kurangnya seumur hidup sekali tertakluk kepada kemampuan
sesorang.
Tujuan ibadah yang paling utama adalah untuk mengabdikan diri hanya kepada Allah
SWT dan mengesakanNya. Sebagaimana yang disebut oleh Imam Al-Shatibi bahawa ibadah
mempunyai tujuan asal yaitu mengesakan Allah SWT; dan tujuan-tujuan sampingan seperti
mendapatkan kebaikan jiwa dan menghasilkan sifat-sifat utama padanya (Al-Qardhawi, 1986:
54).
Antara contoh kesan, hikmah dan kesan ibadah khusus seperti solat solat adalah
ibadah yang menunjukkan wujudnya ikatan yang kuat antara hamba dengan tuhanNya. Ini
kerana dalam solat, seseorang hamba seolah-olah berada di hadapan Tuhannya yang dengan
penuh kesungguhan memohon berbagai keperluan dan permintaan di samping rasa merendah
diri, hina, ketaatan dan cinta kepadaNya. Mengerjakan solat dengan penuh keyakinan dan
khusu’ dapat menimbulkan kejernihan spiritual, ketenangan hati dan keamanan diri sewaktu
mengerahkan semua emosi dan anggota tubuh berserah kepada Allah SWT (Al-Zahrani &
Insani., 2005: 481).
Menurut (Anas, 2012: 157), dua syarat perlu dilaksanakan agar solat dapat berperanan
kepada penyucian dan kesihatan jiwa. Pertama, melakukan solat dengan sempurna, rapi
7
perbuatannya, menjaga waktunya, tidak lalai, ikhlas dan menepati kaedah berdasarkan Al-
Quran dan Sunnah. Kedua, mendirikan solat dengan penuh khusyu’ dan penuh penghayatan.
Ini kerana solat yang tidak khusyu’ seumpama jasad tanpa roh. Ia kosong dan tidak
memberikan kesan kepada penycian jiwa.
3. Ihsan
Memunculkan klassifikasi ilmu-ilmu lengkap dengan hirarkinya.Menurut pengertian
ihsan seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW menerusi hadis Abu Hurairah ini, iaitu
seseorang menyembah Allah SWT seolah-olah dia melihatNya. Jika dia tidak berupaya untuk
melihat Allah SWT, maka sesungguhnya Allah SWT melihat segala amal perbuatannya.
Menyembah Allah SWT bererti mengabdikan diri kepadanya dengan ibadah menurut kaedah
dan cara yang sebaikbaiknya sama ada pada zahir (perbuatan lahiriah) atau batin iaitu ikhlas
pada niat.
Menurut (Ibn Manzur, t.th: 13/114), lawan perkataan ihsan adalah keburukan. Dalam
konteks ini, ihsan hendaklah dilakukan dengan berserta rasa keihklasan yaitu syarat kepada
sahnya iman dan Islam. Setiap amal yang tidak ikhlas, tidak dinamakan ihsan dan keimanan
yang tidak disertakan dengan ikhlas, belum dinamakan beriman.
Ibadah yang dilaksanakan menurut hakikat ihsan hanya ditumpukan dan dikeranakan
oleh Allah SWT semata-mata. Tidak disertakan niat kerana tujuan-tujuan lain atau untuk
sesyatu yang lain. Kesan dari sikap ihsan ini menyebabkan seseorang merasa lebih
bertanggungjawab di atas ibadahnya sehingga dia melakukan sesuatu ibadah dengan penuh
kejujuran sama ada ketik berada di khalayak ramai atau ketika bersendirian. Ini kerana dia
merasa yakin bahawa segala yang dikerjakannya itu dilihat oleh Allah SWT yang
menyebabkannya merasa malu jika ibadah yang dilakukannya itu sekadar melepaskan
tanggungjawab di dunia sahaja (Mustafa, 2009: 112-113).
Jika diperhatikan, ayat-ayat di dalam Al-Quran yang menyebut tentang ihsan adalah
bertemakan kepada berbuat baik dalam konteks yang sangat luas. Al-Qurtubi menjelaskan
bahawa ketika ayat 90 surah Al-Nahl diturunkan dan dibacakan kepada Ali bin Abi Talib,
beliau lantas berkata bahawa “Demi Allah, sesungguhnya Dia mengutusan Rasulullah SAW
dengan akhlak yang mulia.” Ini mengisyaratkan bahawa ihsan mempunyai pengertian yang
amat luas tetapi termasuk di dalam lingkungan berbuat baik dan melakukan kebaikan.
Maka dapat difahami di sini dua perkara. Pertama, ihsan dalam ibadah adalah
melakukan sesuatu ibadah dengan penuh ikhlas, bersungguh dan memenuhi rukun, cara,
kaedah yang telah ditetapkan oleh syarak. Kedua, ihsan dalam makna yang lebih luas adalah
8
melakukan kebaikan kepada diri dan orang lain yang merentasi kesempurnaan dan kemuliaan
akhlak seperti yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW.
9
BAB 2
ISLAM DAN SAINS
12
BAB 3
ISLAM & PENEGAKAN HUKUM
14
Dari fungsi amar ma'ruf nahi munkar ini akan tercapai rujuan hukum Islam yaitu
mendatangkan (menciptakan) kemaslahatan dan menghindarkan kemudaratan di dunia dan
akhirat.
3. Fungsi Zawajir
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina. Yang disertai dengan
ancaman hukuman alau sanksi hukum. Qisas diyat dilerapkan untuk tindak pidana tcrhadap
jiwa/badan. hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian. perzinaan). dan ta 'zir tindak
pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Ta'zir juga diterapkan untuk pelanggaran
terhadap hukum Islam yang lidak ada ketentuan sanksi hukumnya dalam Al-Quran dan al-
Hadits. Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa
yang melindungi warga masyarakat dari segala ancaman serta perbualan yang
membahayakan.
4. Fungsi Tanzim Wa Islah al-Ummah
Fungsi hukum Islam keempal adalah sebagai sarana untuk mengalur sebaik mungkin
dan memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis.
aman dun sejahtera . Dalam hal-hal terlenlu hukum Islam menetapkan aluran yang cukup
rinci dan mendetall sebagaimana terlihat dalam hukum yang berkenaan dengan masalah
perkawinan dan kewarisan. Sedangkan dalam masalah-masalah yang lain yakni masalah
muamalah pada umumnya hukum Islam hanya menetapkan aturan pokok dan nitai-nilai
dasarnya. Perinciannya diserahkan kepada para ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada
bidang masing-masing. dengan tetap memperhatikan dan berpegang teguh pada aturan pokok
dan nital dasar tersebut.
Keempat fungsi hukum Islam tersebut tidak bisa dipilah-pilah begihl saja untuk
bidang hukum tenenhl. Keempatnya saling berkait.
C. Keadilan
Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum dan keadilan
sosial. Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum artinya setiap orang harus
diperlakukan sama di hadapan hukum. Dengan kata lain hukum harus diterapkan secara adil.
Keadilan hukum ternyata sangat erat kaitannya dengan implementasi hukum di tengah
masyarakat. Untuk mencapai penerapan dan pelaksanaan hukum secara adil diperlukan
kesadaran hukum bagi para penegak hukum.
Keadilan hukum sangat didambakan oleh siapa saja termasuk penjahat (pembunuh,
pemerkosa, dan koruptor). Jika dalam suatu negara ada yang cenderung bertindak tidak adil
15
secara hukum, termasuk hakim, maka pemerintah harus bertindak mencegahnya. Keadilan
sosial terdapat dalam kehidupan masyarakat, terdapat saling tolong-menolong sesamanya
dalam berbuat kebaikan. Terdapat naluri saling ketergantungan satu dengan yang lain dalam
kehidupan sosial (interdependensi). Keadilan sosial itu diwujudkan dalam bentuk upah yang
seimbang, untuk mencegah diskriminasi ekonomi. Keadilan sosial adalah persamaan
kemanusiaan, suatu penyesuaian semua nilai, nilai-nilai yang termasuk dalam pengertian
keadilan.
17
pentingnya pengetahuan (keahlian) seseorang dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya, sebagaimana firman-Nya surah Al-Isra' (17) ayat 36 yang artinya :
"Dan janganlah kamu mengikuti (menyelesaikan) apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatam dan hati, semua itu akan
diminta pertanggung jawab."
Menelaah makna yang terkandung pada ayat diatas, menunjukkan pentingnya
sumberdaya yang handal terhadap suatu persoalan yang dihadapi, sehingga Rasulullah SAW
menegaskan kembali dalam sabdanya yang artinya : " Apabila suatu persoalan diserahkan
kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran".
Mencermati makna yang terkandung pada hadits di atas, mengingatkan bangsa
Indonesia atas kekurangan-kekurangan yang dimiliki, sehingga mereka merasa berkewajiban
meningkatkan kualitas diri demi terciptanya supremasi hukum di Indonesia. Namun
peningkatan kualitas sumber daya tersebut tidak mungkin tercapai jika tidak ada kepedulian
dari pemerintah.
F. Alternatif Pendekatan.
Agama dan moral (aqidah dan akhlaq) tidak dapat terpisah dalam pengamalan hukum,
karena agama tanpa moral tidak dapat dilaksanakan dengan baik, sebaliknya moral tanpa
agama tidak akan dapat terkendali. Dengan kata lain, perlunya keseimbangan antara zikir,
fikir dan amaliyah. Sebab dengan agama akan terbentuk kualitas moral (moral intelligent)
seseorang seperti sabar, jujur, adil, berani, bertanggung jawab, ikhlas.
Selanjutnya melalui moral tersebut mendorong seseorang untuk melaksanakan
perintah Allah SWT, secara baik dan benar sebagai pengabdian kepada-Nya, karena dengan
demikianlah seseorang dapat mengendalikan diri dari segala pengaruh kehidupan
materialistik, yang mendorong untuk melakukan pelanggaran hukum. Karena itu, melalui
pendekatan agama dan moral seseorang dapat memotivasi dirinya untuk menjauhi segala
perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti korupsi, kolusi, nepotisme,
membunuh, memberontak, minum-minuman keras dan merusak lingkungan. penegakan
hukum dapa tercapai jika dalam pelaksanaannya dilandasi nilai-nilai agama dan moral,
walaupun masyarakat Indonesia miskin jika agama dan moral baik, tidak akan berbuat
kejahatan, katakanlah lebih baik krisis ekonomi daripada krisis agama dan moral. Sebab
pelanggaran seseorang terhadap hukum tidak hanya karena faktor sanksi atau hukuman, tetapi
yang utama adalah faktor konsekuensi (dosa).
18
BAB 4
KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MA’RUF dan NAHI MUNKAR
19
Jadi, amar ma’ruf nahi munkar merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Karena kalimat tersebut suatu istilah yang di pakai dalam Al-Qur’an dari berbagai
aspek, oleh karena it boleh jadi pengertiannya cenderung kea rah pemikiran iman, fiqih, dam
akhlak.
2. Secara Terminologis
Salman al-audiah mengemukakan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah segala
sesuatu yang di ketahui oleh hati dan jiwa tentram kepadanya, segala sesuatu yang dicintai
oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar adalah yang di benci oleh jiwa, tidak di sukai dan
di kenalkan serta sesuatu yang di kenal keburukannya secara syar’I dan akal.
Sedangkan imam besar Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah
merupakan tuntunan yang di turunkan Allah dalam kitab-kitabnya, di sampaikan rasul-
rasulnya, dan merupakan bagian dari syarat islam. Adapun pengertian nahi munkar menurut
Ibnu Taimiyyah adalah mengharamkan segala bentuk kekejian, sedangkan amar ma’ruf
berarti menghalalkan semua yang baik, karena itu yang mengharapkan yangbaik termasuk
larangan Allah.
Perintah melakukan sesuatu yang baik dan melarang semua yang keji akan terlaksanat
secara sempurna, karena diutusnya Rasulullah SAW oleh Allah SWT, untuk menyempunakan
akhlak mulia bagi umatnya. Dalam surat al-Maidah ayat 3 dijelaskan, bahwa:
“pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa
karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
Dalam surah Ali Imran ayat 110 juga di jelaskan bahwa :
“kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untik manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka: di antaranya mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Ayat ini mengedepankan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran atas
iman, padahal iman merupakan dasar bagi setiap amal shalih, sebagai isyarat tentang
pentingnya mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, dimana umat
Islam dikenal dengannya, bahkan ia merupakan ciri utama yang membedakannya dari umat-
umatlain, dan dilahirkan bagi umat manusia untuk melaksanakan kewajiban mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sesungguhnya Allah yang maha tinggi dan maha
kuasa mengingatkan umat Islam agar tidak lupa pada tugas utamanya dalam kehidupan ini,
20
atau bermalasmalasan dalam melaksanakannya, yaitu mengajak kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran.
Dari beberapa hadist jga di jelaskan bahwa di wajiban bagi setiap muslim melakukan
amar ma’ruf nahi munkar. Dikeluarkan oleh (takhrifi oleh Muslim dari hadits Ibnu Mas'ud Ra
dari Nabi Saw. Yang menjelaskan bahwa:
“Tiadalah dari seorang Nabi yang diutus AIIah kepada suatu umat sebelum aku melainkan
dari umatnya ia mempunyai penolong (hawairyyum) dan sahabat yang mereka berpegang
teguh pada sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian sesudah mereka muncul
generasi-generasi penerus yang mereka mengatakan sesuatu yang mereka sendiri
tidakmelakukannya, dan melakukan sesuatu yang mereka tidak diperintahkan. Maka bagi
yang berjihad terhadap mereka dengan tangannya, ia seorang yang beriman dan siap yang
berjihad terhadap mereka dengan lisannya, ia adalah seorang yang beriman, dan siapa yang
berjihad terhadap mereka dengan hatinya, ia juga seorang yang beriman. Dan sesudah itu
tidak ada sebesar biji sawipun iman. "
Hadits-hadits tersebut dan banyak hadits-hadits lain yang semakna - menunjukkan
bahwa wajibnya menentang kemungknran (al-munkar)hanyalah menurut kemampuan yang
ada. Tetapi penentangan dengan hati adalah keharusan. Maka jika hati tidak mau menentang,
itu ertanda hilangnya iman dari orang yang bersangkutan.
Diriwayatkan oleh Abu Juhaifah, ia menceritakan: Ali Ra pernah berkata:
"sesungguhnya jihad pertama yang harus diatasi adalah jihad dengan tangan kalian, kemudian
jihad dengan lisan, lalu dengan hati. Barang siapa hatinya tidak mengetahui kebaikan (al-
ma'ruf) dan menentang kemunkaran (almunkar), maka ia jungkir balik, yang di atas menjadi
di bawah."
Terdapat 10 ayat Al-quran yang menggunakan kalimat Amar ma'ruf dan nahi
munkar, 8 ayat menggunakan fi'il mudhari muruna atau ta’ murina dan dua lainnya
menggunakan fi'il amr ( kata perintah ), ayat-ayat tersebut sebagai berikut:
21
Artinya :
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa hendaknya ada segolongan umat atau
kelompok dari orang mukmin yang dapat melaksanakan fungsi dakwah yaitu sekelompok
orang yang dapat menjadi teladan dan didengar nasehatnya yang mengajak orang lain
secara terus-menerus kepada kebajikan, menyuruh kepada orang Ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar
Sebagian ulama memahami kata mikum dalam ayat diatas dengan makna sebagian
ini berarti bahwa perintah dakwah sebagaimana dipesankan dalam arti ayat di atas tidak
dibebankan kepada setiap orang, melainkan sebagiannya saja. Adapun Sebagian ulama
yang lain seperti Ahmad Mustofa al-maraghi mengartikan kata mikum sebagai penjelasan,
sehingga perintah berdakwah menjadi beban setiap orang mukmin, hanya saja setiap orang
dalam melaksanakan tugas dakwah berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya.
Kata Yud’auna Yang artinya mengajak dalam ayat di atas dikaitkan dengan Al
Khoir, Sedangkan kata ya muruna yang artinya memerintahkan dikaitkan dengan Al
Ma'ruf. kebanyakan mufassir memaknai kata Al Khoir dan Al Ma'ruf sama yaitu
bermakna segala bentuk kebajikan. hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Al Razi dalam
tafsirnya bahwa Yud’auna Ila Al Khoirmencakup dua hal, yaitu memerintahkan kepada
kebaikan dan melarang kepada segala bentuk keburukan.
Dalam hal ini beliau memaknai sebagai nilai-nilai kebajikan yang sifatnya
mendasar dan universal yang diajarkan oleh Al-quran dan hadist. Sedangkan al-ma'ruf
adalah sesuatu yang baik menurut kesepakatan atau pandangan umum suatu masyarakat
selama sejalan dengan Al Khoir. ini berarti bahwa al-ma'ruf meliputi segala kebaikan yang
sifatnya dinamis baik itu Sesuai dengan kesepakatan masyarakat maupun karena
22
mengikuti perkembangan zaman, selama sesuai dengan nilai-nilai kebaikan universal (al
khoir). Dengan kata lain, Al Khoir adalah nilai-nilai ilahiah yang Sifatnya tetap dan
universal sedangkan al-ma'ruf adalah nilai-nilai kebajikan yang bersifat lokal dan
temporer. Demikian pula dengan al-munkar yang merupakan lawan dari kata Al Ma'ruf,
berarti semua nilai-nilai yang dianggap buruk oleh suatu masyarakat (lokal) dalam suatu
waktu (t emporer),Juga dianggap buruk menurut Syar'i.
2. Q.S Ali Imran/3:110
Artinya :
“kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena
kamu) menyuruh (berbuat) yang Ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman
kepada Allah. sekiranya ahli kitab beriman, Man tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di
di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.
Dari arti ayat di atas Allah Swt menjelaskan sifat-sifat dasar yang dimiliki oleh umat yang
diungkapkan Al-quran sebagai umat terbaik, yaitu:
Artinya :
“Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang Ma'ruf, dan
mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan)berbagai kebajikan, mereka
termasuk orang-orang yang Saleh”.
Sebagaimana dalam ayat 110 sebelumnya, Lewat ayat ini Allah swt ingin menegaskan
kepada ciri-ciri orang sholeh dan menjadi umat terbaik, yaitu itu orang-orang yang tidak
23
hanya beriman dan meyakini dengan hati, akan tetapi yang termasuk orang soleh adalah
orang-orang yang membuktikan keyakinannya tersebut dengan mengerjakan hal yang
Ma'ruf dan senantiasa ingin merealisasikannya di kalangan masyarakat serta berusaha
untuk mencegah dirinya sendiri dan orang lain untuk berbuat kemungkaran.
4. QS. An Nisa/4:114
Artinya :
“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka kecuali pembicaraan
rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, demikian
karena mencari keridhaan Allah, maka kelak kami akan memberikannya pahala yang
besar.”
5. QS. Al-Maidah/5:78-79
Artinya :
“Orang-orang kafir Dari Bani Israil telah dilaksanakan melalui lisan (ucapan) Daud dan
Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui
batas. Mereka tidak mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh
sangat buruk apa yang mereka perbuat.”
Sebagian ulama berpendapat bahwa kata yatanahauna semestinya berarti jika ada
kemungkaran, maka haruslah ada yang lain yang melarang atau mencegahnya, begitu
seterusnya selalu ada timbal balik. namun orang kafir Bani Israil tidak melakukan hal
tersebut.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa dapat dipahami dalam arti berhenti,
sehingga
24
penambahan huruf lah menunjukkan bahwa para kafir Bali Israil tidak berhenti dan terus-
menerus melakukan kemungkaran sehingga mendapat laknat.
6.QS. Al-A’raf:7/157
Artinya :
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, nabi ( tidak bisa baca tulis) yang ( namanya)
Mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh
mereka berbuat yang Ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan
segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan
membebaskan beban beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-
orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya
yang terang yang diturunkan kepada (Al-quran), itulah orang-orang beruntung.”
7. QS. At-Taubah:9/67
Artinya :
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama),
mereka menyuruh ( berbuat) yang mungkar dan mencegah perbuatan yang Ma'ruf dan
mereka menggenggam kan tangannya ( kikir ). mereka telah melupakan Allah, maka
Allah melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang
yang fasik.”
25
ketiadaan iman, kebejatan moral, tipu daya dan takut menghadapi kebenaran. perilaku
Mereka pun sama, senantiasa menyuruh kepada kemungkaran baik dengan lisannya
maupun perbuatan dan mencegah dari segala hal yang ma’ruf.
8. QS. Al-Taubah/9:71
Artinya ;
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang Ma'ruf, dan
mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada
Allah dan rasul-Nya. jika akan diberi Rahmat oleh Allah sungguh Allah maha perkasa
Maha bijaksana.”
Dalam ayat ini, lagi-lagi Allah SWT. menjadikan kebiasaan menyuruh kepada
yang Ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar sebagai salah satu ciri orang yang beriman.
di sini berarti semua hal yang dianggap baik oleh syar'i dan akal, sedangkan munkar
berarti kebalikannya.
9. QS. Al-Taubah/9:112
Artinya :
“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, beribadah, memuji Allah, mengembara
( demi ilmu dan agama), ruku’, sujud, menyuruh berbuat Ma'ruf dan mencegah dari
mungkar, dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan gembirakanlah orang-orang
yang beriman.”
26
Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu ) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
bantuan kepada kerabat, dan dia melarang ( melakukan ) perbuatan keji, kemungkaran,
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada-mu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.”
Kesepuluh ayat diatas menggunakan kalimat Amar ma'ruf dan nahi mungkar
secara jelas. Jika menilik penafsiran masing-masing ayat maka dapat diketahui bahwa
penggunaan kalimat Amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam ayat-ayat di atas bermakna
sama, yaitu perintah untuk senantiasa mengerjakan semua hal yang dianggap baik oleh
syar'i dan adat istiadat masyarakat dan mencegah dari segala hal yang dipandang buruk
oleh syar'i dan tradisi masyarakat. Sifat sifat inilah yang menjadi ciri penting orang-
orang Mukmin untuk menjadi satu umat yang terbaik.
Adapun kata Ma'ruf dengan makna lain dapat dilihat dalam QS. An Nisa/4:5,
namun makna pun tak jauh dari makna kebahasaannya yaitu sesuatu yang baik, yang
dikenali, yang sudah diketahui oleh banyak orang sehingga menjadi suatu kebiasaan.
Begitu juga kata mungkar, penggunaan kata kata yang seakar dengan nya bisa dilihat
pada QS. Al-Mujadalah/58:2, namun sama halnya dengan Ma'ruf, maknanya tidak
menyimpang dari makna kebahasaannya yaitu sesuatu yang tidak dikenali dan tidak biasa
sehingga diingkari oleh orang banyak.
Amar ma'ruf nahi munkar tidak hanya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
pokok-pokok agama saja atau ideologi Semata. Amar ma'ruf nahi munkar juga bisa saja
berkaitan dengan kehidupan sosial, politik budaya maupun hukum. Contohnya, Ketika
seseorang menyarankan temannya yang masih membujang untuk segera menikah, berarti
orang tersebut telah melakukan Amar Ma'ruf. Comtoh lain, ketika seorang pemimpin
27
berusaha untuk memberantas korupsi, maka pemimpin tersebut telah ber nahi munkar,
Dan seterusnya.
Dalam masyarakat muslim Amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan hak dan
kewajiban bagi mereka, Ia merupakan salah satu prinsip politik dan sosial, Alquran dan
hadis nabi telah menjelaskan hal itu dan memerintah orang untuk memberikan nasihat atau
kritik bagi pemangku kekuasaan dalam masyarakat, dan minta penjelasan hal-hal yang
menjadi kemaslahatan rakyat, atau mengingkari hal-hal yang tidak menjadi maslahat bagi
orang atau rakyat.
Amar ma'ruf merupakan tawaran konsep dan tatanan sosial yang baik, sebagai
solusi yang baik berupa contoh yang sudah ada maupun berupa usulan ketika kita
mengadakan nahimunkar yang merupakan tindakan pencegahan atau penghapusan akan
hal-hal yang jelek atau salah. Sudah untuk hal-hal tertentu dalam menjalankan nahi
munkar atau bukan juga Amar ma'ruf diperlukan kemauan politik setidaknya dorongan
politik mereka yang mempunyai otoritas. hal ini ibarat kepastian hukum terhadap para
pelaku kriminal lebih-lebih kriminal dalam hal sosial.
2. Aspek Politik
Konsep Amar ma'ruf nahi munkar dalam bidang hukum merupakan gagasan, cita-
cita penegakan hukum dan keadilan serta penanggulangan atau pencegahan kejahatan.
penegakan hukum sangat tergantung kemauan politik penyelenggaraan negara pada
28
umumnya dan profesi penegakan hukum pada khususnya yang terdiri dari polisi, jaksa,
penasihat hukum dan Hakim. Reformasi dan sosialisasi konsep Amar ma'ruf nahi munkar
dalam bidang hukum berarti penegakan hukum dalam masyarakat dan negara dalam
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Amar ma'ruf nahi munkar merupakan statemen tanpa terkecuali baik laki-laki
maupun perempuan, yang miskin atau yang kaya, seorang pemimpin atau yang bawahan,
kulit hitam maupun kulit putih, buruh maupun pengusaha, dan seterusnya. Amar ma'ruf
nahi munkar memiliki Kekuatan penegakan terhadap prinsip-prinsip keadilan, ke
kejujuran, dan perlu berdasarkan Sidiq, amanah, Fathonah, tabligh, dan istiqomah serta
sabar. hal ini hendaknya mampu menghilangkan rasa riya’ sum’ah. ujub,dengki, munafik,
kufur dan lain sebagainnya.
29
BAB 5
Fitnah maknanya adalah cobaan dan ujian di akhir zaman akan bermunculan
berbagai macam fitnah yang semakin beragam dan semakin berat. Sehingga manusia yang
berada pada zaman tersebut akan merasakan ujian kehidupan yang tidak ringan. Fitnah
membawa banyak kemusnahan kepada dunia, khususnya umat Islam sendiri. Nabi Yusuf
a.s. juga pernah menjadi mangsa fitnah istri kepada raja Mesir ketika itu.
Merupakan dosa besar yang terbesar. semakin jauhnya manusia dari masa
kenabian, menjadikan manusia semakin berani menyisihkan petunjuk nabi. sehingga
pelan-pelan manusia akan terseret ke dalam jurang kesyirikan tanpa ia sadari.
Allah berfirman :
“Maka hendaklah takut orang-orang yang menyisihkan perintah Rasul mereka akan
ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang Pedih.”
Di akhir zaman akan muncul perpecahan di kubu kaum muslimin. sehingga dengan
perpecahan tersebut akan mengurai kekuatan kaum muslimin dan akan banyak energi
yang terbuang. diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata Rasulullah bersabda :
3. Banyaknya pembunuhan
“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga banyaknya AL-Harju. para sahabat bertanya, “apa
yang dimaksud denganAl-Harju, wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda, “‘
pembunuhan pembunuhan.”
30
Di akhir zaman banyak tulisan dan buku-buku. di merupakan. namun namun disisi
lain, jika tulis tidak berdasarkan, maka justru akan menimbulkan syubhat atau kesamaran
bagi pembaca. sehingga akan menjadi samar pula antara kebenaran dengan kebatilan.
Jumlah wanita di akhir zaman mengalahkan jumlah laki-laki. dan banyak diantara
mereka yang tidak mengerti Bagaimana seharusnya berhijab secara Sari, sehingga akan
menimbulkan fitnah yang besar bagi kaum laki-laki.
Perhatian utama sebagian besar manusia akhir zaman adalah harta. Hal inilah yang
menjadikan maraknya perdagangan di akhir zaman. Padahal bukanlah yang ditakutkan
oleh Rasulullah akan menimpa umat ini, akan tetapi yang ditakutkan oleh Rasulullah
adalah ketika dibukakannya lumbung harta, sehingga manusia akan berlomba-lomba
untuk memperebutkan nya.
31
DAFTAR PUSTAKA
https://albayyinatulilmiyyah.files.wordpress.com/2015/03/110-fitnah-akhir-zaman-pdf.pdf
32