KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
taufik hidayah dan inayahnya kami dapat menyelesaikan tugas
penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas
tentang Pendidikan Anti Korupsi.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat membantu bagi semua pihak untuk mendalami
Pendidikan Anti Korupsi terutama dalam lingkungan mahasiswa.
Kudus, Maret
2014
Penulis
Pendahuluan
Latar Belakang
Di mata internasional, bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat
dunia, citra buruk akibat korupsi menimbulkan kerugian. Kesan buruk ini
menyebabkan rasa rendah diri saat berhadapan dengan negara lain dan
kehilangan kepercayaan pihak lain. Ketidakpercayaan pelaku bisnis dunia
pada birokrasi mengakibatkan investor luar negeri berpihak ke negara-
negara tetangga yang dianggap memiliki iklim yang lebih baik. Kondisi
seperti ini merugikan perekonomian dengan segala aspeknya di negara
ini. Pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk memerangi korupsi
dengan berbagai cara. KPK sebagai lembaga independen yang secara
khusus menangani tindak korupsi, menjadi upaya pencegahan dan
penindakan tindak pidana. Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar
biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi - yang
terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan dan pencegahan - tidak
akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja
tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu tidaklah
berlebihan jika mahasiswa - sebagai salah satu bagian penting dari
masyarakat yang merupakan pewaris masa depan - diharapkan dapat
terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian korupsi ?
2. Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi ?
3. Bagaimana Strategi dan/atau Upaya dalam Pemberantasan Korupsi ?
Tujuan Pembahasan.
1. Mengetahui Pengertian dari Korupsi .
2. Mengatahui dan Memahami Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi.
3. Mengerti Bagaimana Strategi dan/atau Upaya dalam Pemberantasan
Korupsi.
Metode Penulisan.
Dalam pembuatan makalah ini kami menggunakan menggonakan metode
kepustakaan dimana materi yang kami ambil berasal dari buku-buka
selain itu juga kami menggunakan internet untuk memperluat materi
yang kami tuliskan.
Pembahasan
Pengertian Korupsi
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di
antaranya:
Jika melihat dari pengertian korupsi diatas, bisa disimpulkan jika korupsi
adalah sejenis penghianatan, dalam hal ini adalah penghianatan terhadap
rakyat yang telah memberikan amanah dalam mengemban tugas
tertentu.
Bentuk-Bentuk Korupsi
Penyuapan
Pemerasan (Extorion)
Nepotisme (nepotism)
Kata nepotisme berasal dari kata Latin “nepos” yang berarti “nephew”
(keponakan). Nepotisme berarti memilih keluarga atau teman dekat
berdasarkan pertimbagan hubunga, bukan karena kemamuannya.
Aspek Sosial :
Aspek ekonomi :
Aspek Politis :
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang
dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai
dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan
menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan
kekuasaan negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasikan secara
politik, melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan demikian
instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan
kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.
Aspek Organisasi :
Penutup
Kesimpulan.
kali ini saya akan berbagi tentang contoh makalah pemberantasan korupsi. akhir-akhir ini
kasus korupsi semakin marak saja dan sudah sewajarnya kita melawan dan memberantas
korupsi. makalah ini bisa digunakan sebagai referensi bagi teman-teman yang akan
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi adadisekeliling kita,
mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bias terjadi dirumah, sekolah,
masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan
korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini sangat menghawatirkan,
sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi akan dapat
merusaknyaKorupsi saat sudah mulai menjadi budaya dan hamper di semua lapisan
masyarakat ada yang melakukan korupsi baik dalam skala kecil maupun besar. Tetapi tidak
hanya saat ini saja , dahulu pada masa orde baru penyakit korupsi ini sudah menjangkit
krupsi.kolusi dan nepotisme (KKN) yang mengakar dan menjangkit ada pejaat pemerintah
Negara, sehingga konsekuensinya idenitas nasional saat itu di kenal dengan bangsa yang
“korup”.
Pancasila yang seharusnya sebagai sumber nilai,dasar moral dan etika bagi negara dan
aparat pelaksana Negara dalam kenyataannya digunaka sebagai alat legitimasi politik . Semua
konsekuen.
Sehingga kebijakan yang ada saat itu terlihat berpihk pada rakyat tetapi sebenarnya hanya
untuk mendpatkan keuntungan pribadi oknum tertentu saja tanpa memikirkan nasib para
rakyat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KORUPSI
Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak,
perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak
wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
(Senturia 1993).
undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pengertian “ korupsi “ lebih
ditekankan pada pembuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas atau
- Kolusi ialah perbuatan yang jujur, misalnya memberikan pelicin agar kerja mereka lancar,
namun memberikannya secara sembunyi-senbunyi.
Nepotisme adalah mendahulukan orang dalam atau keluarga dalam menempati suatu jabatan.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencangkup unsure-
-Penyalahgunaan kewenangan
1. Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan
sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang.Bahkan, pada perkembangannya acapkali
kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yangterlibat akan berusaha semaksimal
3. Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksudelemen perizinan
adalah bidang strategis yang dikuasai oleh negaramenyangkut pengembangan usaha tertentu.
6.Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badanhukum publik dan
masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksudsuatu lembaga yang bergerak dalam
semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaanm kedudukan tidak pernah melakukan
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif darikoruptor sendiri.
Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkandi hadapan publik adalah bentuk fungsi
tujuanuntuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak laindia
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance).
Hal yang demikian ini merupakan contoh koupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya.
Mereka lebiah baik menjual sawah, lading, kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar
dirinya biasa lulus menjadi PNS. Hanya orang-orang yang masih berpaham primitiflah yang
mau melakukan hal smacam itu. Sangat merugikjan sekali bagi oramg lain dan dirinya
sendiri, mereka tidak sadar bahwa gajinya itu adalah dari uangnya sendri
dan Pengamalan Pancasila sebagai lampiran dari Tap.No II.MPR/1978. Dibawah ini
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ktakwaannya kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
2.Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
Permusyawaran / Perwakilan
golongan.
1. Tidak menggunakan hak milik unuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
Tindakan korupsi adalah tindakan yang sudah sangat melenceng dari pengamalan sila-
sila dalam pancasila baik sila pertama,kedua,ketiga,keempat dan kelima karena tindakan
korupsi adalah tindakan yang tidak mencerminkan ketuhanan, melanggar hak asasi manusia,
Pancasila merupakan sumber nilai anti korupsi. Korupsi itu terjadi ketika ada niat dan
kesempatan. Kunci terwujudnya Indonesia sebagai Negara hukum adalah menjadikan nilai-
nilai pancasila dan norma-norma agama. Serta peraturan perundang-undangan sebagai acuan
masyarakat. Selain itu penegakan hukum di Indonesia seharusnya lebih professional, tanggap
pengamalan Pancasila sebagai dasar hukum yang harus dipatuhi. Prioritas utama yang harus
dilakukan adalah membenahi sistem penegakan hukum agar lebih baik. Selain itu terjaminnya
keadilan bagi rakyat diwujudkan dengan adanya penegakan hukum yang tidak mementingkan
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam
hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk
Permasalahan mengapa korupsi bisa terjadi karena adanya hal hal diantaranya adalah:
kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan
• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
• Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian
kampanye".
Itu semua adalah masalah yang umum dan yang menjadi masalah utamanya adalalah
Orang-orang yang korupsi mungkin tahu tuhan akan tetapi mereka tidak meyakini dalam
hatinya dan tindakan mereka tidak berorientasi pada akhirat sebab tindakan korupsi tidak
mencerminkan orang pancasila yang salah satu cirinya adalah bertuhan atau mengakui
adanya tuhan. Ini sudah melenceng dari sila pertama pancasila. Jika Para koruptor percaya
akan adanya tuhan mereka pasti tidak akan melakukan korupsi karena mereka juga meyakini
akan adanya akherat, Para koruptor sebenarnya tau jika korupsi adalah perbutan yang
melanggar hukum,merugikan orang lain dan jelas itu perbuatan yang berdosa karena tidak
amanah tetapi mengapa mereka tetap melakukan korupsi ? . Itu karena di dalam hati mereka
tidak percaya akan adanya tuhan, mereka tidak percaya akan adanya akhirat, mereka tidak
meyakini bahwa aka ada kehidupan yang abadi setelah dunia ini berakhir. Orang yang tidak
percaya akhirat maka orang tersebut akan satai saja untuk melakukan kejahatan seperti
korupsi karena dia tidak yakin akan adanya alam setelah kematian. Merega menganggap
maka selesailah kehidupan tapi sebenarnya masih ada kehidupanyang justru lebih abadi dan
semua orang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatanya termasuk para koruptor itu
tadi.. dan para koruptor pasti akan mendapatka siksa yang pedih di neraka jahanam dan itu
pasti terjadi.
Perbuatan korupsi adalah perbuatan yang tidak mengkspresikan pada akhirat dan keluar dari
ajaran ketuhanan karena perbuatan tersebut ingkar terhadap keyakinan akan tuhan.
Kedua ketidak patuhannya kepada aturan. Tuhan adalah kausa pertama yng mutlak
hanya ada satu merupakan asal mula segala sesuatu ,tidak berubah, dan tidak terbatas serta
sang pengatur. Kita semua ada yang menciptakan bukan ada karena sendirinya. Tuhanlah
yang menciptakan kita dan tuhan pula lah yang memberikan aturan kepada kita semua. Jika
menyadari akn ada yang menciptakan maka akan muncul ketaatan kepada aturan yang ada..
Dan jika kita melanggar aturan tuhan seperti para koruptor maka terserah tuhan kita akan di
apakan karena dia yang mereka semua diberikan siksa yang amat padih.. ingatlah
sesungguhnya tuhan menciptakan aturan atau larangan untuk kita tidak lain untuk kenikmatan
manusia karena jika tidak ada aturan maka kehidupan akan kacau dan tidak ada kenyamanan
dalam hidup.
Jadi, masalah pokok yang sebenarnya mengapa korupsi marak di Negara ini adalah
Kunci kebahagiaan itu bukan hanya melimpahnya harta yang kita miliki, bukan pula
tingginya kekuasaan yang bias kita duduki, namun seberapa jauh harta dan kekuasaan
yang kita miliki itu memberi makna dan manfaat untuk orang-orang di sekitar kita.
2.4 SOLUSI PEMBERANTASAN KORUPSI
Merubah perilaku dan sifat-sifat yang buruk dari diri kita sendiri agar kita jauh dari sifat jidak
jujur, tidak amanah sehingga kita akna jauh dari sifat korupsi.
Menanamkan sikap untuk menghindari korupsi sejak dini dan pencegahan korupsi dapat
Selalu berpedoman pada motivasi yang sesungguhnya yatu akhirat dan tuhan yang maha esa
sehingga semangat akan terus terpacu untuk berbuat kebaikan karena motifasi yang
bersumber pada pada Tuhan YME tidak akan pernah kering karena kita telah berpedoman
Yang paling utama adalah senantiasa membentengi hati kita dengan iman dan takwa yang
kuat sehingga perbuatan kita selalu berorientasi pada akhirat yang berujung pada perbuata
Pahamilah, jika kita melakukan hal yang baik maka kita juga aka mendapatkan sesuatu yang
2.5 HARAPAN
Harapan saya mempelajari ini supaya tidak ada lagi korupsi di Negara tercinta ini dan bersih
Para koruptor dapat sadar bahwa perbuatan yang mereka lakukan melanggar hukum dan
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan seputar korupsi di atas, dapat diberi kesimpulan yaitu:
1. Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk memperkaya diri
2. Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelangaran
3. Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya
kepercayaan
Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa korupsi
timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang mengatakan bahwa
korupsi ibarat penyakit kanker “ganas” yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga akut. Ia
menggerogoti perekonomian sebuah negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini
menempel pada semua aspek bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk
diberantas.
Upaya yang paling tepat memberantas korupsi adalah dengan memberikan pidana
atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Jika memang demikian, bidang hukum
khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk
memberantas korupsi. Benarkah demikian?
Kebijakan penanggulanagn kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah politik
kriminal (criminal politics) oleh G. Peter Hoefnagels dibedakan sebagai berikut (Arief, 2008):
kejahatan dapat dibagi menjadi dua yaitu jalur penal (menggunakan hukum pidana) dan jalur
non-penal (diselesaikan di luar hukum pidana dan sarana-sarana non-penal). Secara kasar
menurut Arief upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan
pada sifat repressive (penumpasan/penindasan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi.
Sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan).
Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga dapat dilihat sebagai tindakan
preventif dalam arti luas.
Sifat preventif memang bukan menjadi fokus kerja aparat penegak hukum. Namun
untuk pencegahan korupsi sifat ini dapat ditemui dalam salah satu tugas dari KPK yang
memiliki Deputi Bidang Pencegahan yang di dalamnya terdapat Direktorat Pendidikan dan
Pelayanan Masyarakat.
Sasaran utama upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non-penal adalah
menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (dalam hal ini korupsi).
Faktor-faktor kondusif berpusat pada masalah atau kondisi politik, ekonomi, maupun sosial
yang secara langsung atau tak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan
kejahatan (korupsi). Dengan demikian upaya non-penal seharusnya menjadi kunci ataum
memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal.
Upaya penal dilakukan dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana atau
dengan menghukum atau memberi pidana atau memberikan penderitaan bagi pelaku
korupsi. Ada hal penting yang patut dipikirkan dalam menggunakan upaya penal. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa sarana penal memiliki “keterbatasan” dan
mengandung beberapa “kelemahan” (sisi negatif) sehingga fungsinya seharusnya hanya
digunakan secara “subsidair”. Pertimbangan tersebut adalah (Arief, 1998):
Dilihat secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam dalam
bidang hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimatum remedium (obat terakhir
apabila cara lain atau bidang hukum lain sudah tidak dapat digunakan lagi)
Dilihat secara fungsional (pragmatis), operasionalisasi, dan aplikasinya menuntut biaya
yang tinggi
Sanksi pidana mengandung sifat kontradiktif/pradoksal yang mengandung efek sampingan
negatif. Hal ini dapat dilihat dari kondisi overload Lembaga Permasyarakatan
Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan ‘kurieren
am symptom’ (menyembuhkan gejala). Hanya merupakan obat simptomatik bukan
pengobatan kausatif karena sebab-sebab kejahatan demikian kompleks dan berada di luar
jangkauan hukum pidana
Hukum pidana lainnya yang tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai masalah
kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks
Sistem pemidanaan bersifat framentair dan individual/personal; tidak bersifat struktural atau
fungsional
Efektivitas pidana (hukuman) bergantung pada banyak faktor dan masing sering
diperdebatkan opleh para ahli.
a. Membentuk lembaga independen yang khusus menangani korupsi. Di Hongkong bernama
Independent Commission Against Corruption (ICAC), di Malaysia the Anti-Corruption
Agency (ACA), dan di Indonesia: KPK
b. Memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
dan Lembaga Permasyarakatan. Pengadilan adalah jantung penegakan hukum yang harus
bersikat imparsial (tidak memihak), jujur, dan adil. Banyak kasus korupsi tidak terjerat hukum
karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerja buruk karena tidak mampu
(unable) mungkin masih bisa dimaklumi karena berarti pengetahuan dan keterampilannya
perlu ditingkatkan. Bagaimana bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak punya keinginan
kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi? Dimana lagi kita akan mencari
keadilan?
c. Di tingkat departemen kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat Jenderal harus
ditingkatkan. Ada kesan lembaga ini sama sekali tidak punya ‘gigi’ ketika berhadapan
dengan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi
d. Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara mencegah
korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin
banyak pula kemungkinan terjadinya korupsi
e. Hal lain yang krusial untuk mengurangi resiko korupsi adalah dengan memperbaiki dan
memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan umumnya
semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Pada waktu itu korupsi besar-besaran
umumnya terjadi di Ibukota Negara. Dengan otonomi, kantong korupsi tidak terpusat hanya
di ibukota negara tapi berkembanga ke berbagai daerah
f. Dalam berbagai pemberitaan di media-media, ternyata korupsi juga banyak dilakukan oleh
anggota parlemen baik di pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD). Alih-alih menjadi wakil
rakyat dan berjuang untuk kepentingan rakyat, anggota parlemen justru melakukan korupsi
yang “dibungkus” rapi.
b. Pengadaan barang atau kontrak pekerjaan di pemerintahan pusat dan daerah maupun
militer sebaiknya melalui lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat diberi akses
untuk dapat memantau dan memonitor hasil pelelangan tersebut.
c. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekrutan pegawai negeri dan anggota TNI-Polri baru.
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sering terjadi dalam proses rekrutmen tersebut. Sebuat
sistem yang transparan dan akuntabel dalam hal perekrutan perlu dikembangkan.
d. Sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang menitik-beratkan pada proses (process
oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan
budaya kerja dan motivasi kerjanya, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu diber
insentif.
a. Salah satu upaya memberantas korupsi adalah dengan memberi hak kepada masyarakat
untuk mendapatkan akses terhadap informasi. Perlu dibangun sistem dimana masyarakat
(termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi sehubungan dengan kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
b. Isu mengenai public awareness atau kesadaran dan kepedulian publik terhadap bahaya
korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu bagian penting upaya
pemberantasan korupsi. Salah satu cara meningkatkan public awareness adalah dengan
melakukan kampanye tentang bahaya korupsi.
c. Menyediakan sarana untuk melaporkan kasus korupsi. Misalnya melalui telepon, surat,
faksimili (fax), atau internet.
d. Di beberapa negara pasal mengenai ‘fitnah’ dan ‘pencemaran nama baik’ tidak dapat
diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi, dengan pemikiran bahwa
bahaya korupsi lebih besar daripada kepentingan individu.
e. Pers yang bebas adalah salah satu pilar demokrasi. Semakin banyak informasi yang diterima
masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi
f. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingkat lokal maupun internasional
juga memiliki peran penting untuk mencegah dan memberantas korupsi. Sejak era
Reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti Korupsi banyak bermunculan. LSM
memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik. Contoh LSM
lokal adal ICS (Indonesian Corruption Watch).
g. Cara lain untuk mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menggunakan
perangkat electronic surveillance. Alat ini digunakan untuk mengetahui dan mengumpulkan
data dengan menggunakan peralatan elektronik yang dipasang di tempat-tempat tertentu.
Misalnya kamera video (CCTV).
h. Melakukan tekanan sosial dengan menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan
tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.
D. Andhi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2011) menjelaskan bahwa
dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi ke depan terdapat empat hal bisa
dijadikan bahan renungan dan pemikiran:
2. Revitalisasi dan reaktualisasi peran dan fungsi aparatur penegak hukum yang menangani
perkara korupsi
4. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri sendiri dari hal-hal yang kecil
dan mulai hari ini agar setiap daerah terbebas dari korupsi (Miranis, 2012).
Pengalaman di negara lain yang sukses maupun gagal dapat dijadikan bahan
pertimbangan ketika memilih cara, strategi, upaya, maupun program permberantasan
korupsi di negara tertentu.
Upaya lain yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi adalah melakukan kerjasama
internasional baik dengan negara lain maupun dengan International NGOs. Sebagai contoh
di tingkat internasional, Transparency International (TI) membuat program National Integrity
Sistem. OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) yang didukung
oleh PBB untuk mengambil langkah baru dalam memerangi korupsi di tingkat internasional
membuat program the Ethics Infrastructure dan World Bank membuat program A
Framework for Integrity.
http://jeyysiska.blogspot.co.id/2013/07/pencegahan-dan-upaya-pemberantasan.html
___________________________________________________________________________
OLEH :
MUHAMMAD YUDIL KHAIRI, S. Sos
ABSTRAK
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma
sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara,
tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri
yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada
masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol
sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi.
Dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya
usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber daya alam yang baru,
maka semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negeri untuk
melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan.
Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan
yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang
atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan-imbalan
dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok).
Meningkatnya tindak pidana korupsi baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang
begitu rapi telah menyebabkan terpuruknya perekonomian Indonesia. Korupsi di Indonesia
bagaikan gurita. Penyimpangan ini bukan saja merasuki kawasan yang sudah dipersepsi
publik sebagai sarang korupsi, tapi juga menyusuri lorong-lorong instansi yang tak
terbayangkan sebelumnya bahwa ada korupsi.
Satu persatu skandal keuangan di berbagai instansi terbongkar. Mahkamah Konstitusi
(MK) yang dipenuhi akademisi, pakar hukum dan guru besar pun tak steril dari wabah
korupsi, bahkan Kementerian Agama yang notabenenya adalah orang-orang yang tahu
tentang ilmu agama juga tidak lepas dari praktek-praktek korupsi. Belum lagi praktek-
praktek korupsi yang dilakukan oleh anggota legislatif, Gubernur, Walikota/Bupati, dan
kepolisian.
Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik,
terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Akan tetapi walau
bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak kepemerintahan.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh transparency.org, sebuah badan independen,
dari 146 negara, tercatat bahwa Indonesia menduduki posisi ke-5 sebagai negara terkorup
di dunia pada tahun 2013. Ini membuktikan bahwa Indonesia telah mencetak sebuah
prestasi yang luar biasa yang dapat memancing respon negatif dari berbagai negara.
Namun nampaknya respon negatif tidak datang dari luar saja,tetapi masyarakat dalam
negeri juga akan melakukan hal yang sama. Bagaimana tidak, pemimpin yang selama ini
mereka beri kepercayaan malah memanfaatkan kekuasaan demi meraih kekayaan.
Berbagai upaya yang selama ini di terapkan tidak mampu menanggulangi tindakan
korupsi.
Terlalu banyaknya praktek korupsi yang telah terjadi di negara kita, mau tidak mau
kita sebagai warga Negara Indonesia tentu harus mengetahui apa yang dimaksud dengan
korupsi, hal-hal yang menyebabkan terjadinya korupsi dan bagaimana cara atau strategi
yang dapat digunakan untuk memberantas atau menghilangkannya.
Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut, maka makalah/artikel ini diberi
judul Korupsi, Penyebab dan Strategi Pemberantasannya.
B. Identifikasi Masalah
Merebaknya praktek korupsi yang terjadi dimana – mana merupakan fakta yang
sudah jelas terbukti. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh transparency.org,
sebuah badan independen, dari 146 negara, tercatat bahwa Indonesia menduduki posisi ke-
5 sebagai negara terkorup di dunia pada tahun 2013. Coba kita renungkan. Mengapa hal
itu bisa terjadi dan bagaimana cara untuk mengatasi hal tersebut, dan apabila korupsi tidak
diatasi, Bagaimana jadinya Negara Indonesia nanti ?
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang dirumuskan dalam
makalah/artikel ini adalah :
Korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang berarti kerusakan atau
kebobrokan.. Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat
disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, materil,
mental, dan umum.
Korupsi juga mencakup nepotisme atau sifat suka memberi jabatan kepada kerabat
dan famili saja, serta penggelapan uang negara. Dalam kedua hal ini terdapat “perangsang
dengan pertimbangan tidak wajar.” Jadi korupsi, sekalipun khusus terkait dengan penyuapan
dan penyogokan, adalah istilah umum yang mencakup penyalahgunaan wewenang sebagai
hasil pertimbangan demi mengejar keuntungan pribadi, keluarga dan kelompok.
Berdasarkan latar belakang sejarahnya, pengertian korupsi itu sangat berkaitan erat
dengan sistem kekuasaan dan pemerintahan di zaman dulu maupun di zaman modern ini.
Adapun pengertian korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan pertama kali dipopulerkan oleh
E. John Emerich Edwards Dalberg Acton, yang mengatakan: “The Power tends to corrupt,
but absolute power corrupts absolutely” (Kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan
yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula).
Korupsi, secara teori bisa muncul dengan berbagai macam bentuk. Dalam kasus di
Indonesia, korupsi menjadi terminology yang akrab bersamaan dengan kata kolusi dan
nepotisme. Dua kata terakhir dianggap sangat lekat dengan korupsi yang kemudian
dinyatakan sebagai perusak perekonomian bangsa.
Pelaku korupsi disebut koruptor. Koruptor sendiri dibagi dua, pertama koruptor yang
berbuat korupsi karena dipikat oleh orang lain agar melakukannya; kedua, koruptor yang
berbuat korupsi dan memikat orang lain agar bersama-sama dengannya melakukan korupsi.
Nampaknya koruptor kategori yang kedua ini yang lebih rusak daripada koruptor yang
pertama.
Menurut analisis Syed Hussain Alatas (1987:120), korupsi yang melanda segenap
negara dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Perang Dunia II. Mengutip
Laporan Komite Shantanam, ia mengatakan, peperangan yang meluas yang menguras
pengeluaran pemerintah dalam jumlah besar untuk pengadaan dan persediaan logistik,
telah memberi peluang bagi korupsi. Bahkan di sebuah negara yang sedikit saja
dipengaruhi oleh mobilitas seperti itu, seperti Saudi Arabia, korupsi juga ada. Dalam
hal Asia Tenggara, pendudukan Jepang menimbulkan korupsi yang membengkak
secara mendadak. Kelangkaan barang dan makanan bersamaan dengan inflasi yang
tinggi karena lemahnya pengawasan pemerintah, menjadikan korupsi sebagai jalan
menutup kekurangan pendapatan. Jelas bahwa situasi perang melahirkan masalah
korupsi.
Faktor lain yang ikut menyebabkan terjadinya korupsi adalah pemerintahan
Kolonial. Karena korupsi terhadap pemerintahan Kolonial dianggap sebagai patriotik
karena merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajah. Contoh di India, semasa
penjajahan Inggris, menipu pemerintah umumnya dianggap perbuatan patriotik.
Mencopoti bola lampu dan perlangkapan lain di kereta api, melindungi para pelnggar
hukum dari tangkapan polisi, semua itu dianggap sebagai perbuatan yang bertujuan
agar pemerintahan Kolonial tidak merampas uang rakyat India. Setelah kemerdekaan
pada tahun 1947, kebiasaan bersikap tidak jujur kepada pemerintah terus berlanjut.
Sebab-sebab korupsi lainnya ialah bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan
cepat, dengan akibat gaji mereka menjadi sangat kurang. Hal itu selanjutnya
mengakibatkan perlunya pendapatan tambahan. (Wertheim, 1970). Pengaruh koruptif
masa perang, bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan cepat, bertambah luasnya
kekuasaan dan kesempatan birokrasi dibarengi dengan lemahnya pengawasan dari
atas dan pengaruh partai-partai politik menjadikan lahan subur bagi korupsi. Terhadap
birokrasi yang rapuh itulah dunia usaha dan industri memperkenalkan metode “semir”
(pelicin). Padahal birokrasi itu sendiri sudah lama mengidap penyakit “semir”,
apalagi ditambah rangsangan sari faktor luar, maka semakin marak saja praktik
korupsi berlangsung.
Korupsi juga bisa disebabkan oleh sistem birokrasi patrimonial. Menurut Max
Weber (1968), kelemahan jabatan patrimonial adalah terutama tidak mengenal
perbedaan birokrasi antara lingkup “pribadi” dan lingkup “dinas”. Juga pelaksanaan
pemerintahan dianggap sebagai urusan pribadi sang penguasa. Dengan demikian
tingkah laku kekuasaannya sama sekali bebas, tidak dibatasi campur tangan tradisi
suci yang kukuh. Dalam masalah-masalah politik, hak penguasa menghilangkan batas
yurisdiksi para pejabat. Batas-batas di antara berbagai fungsi jabatan sangat tipis.
Menurut Weber, hal itu merupakan gambaran kekanak-kanakan orang Asia. Sedang
dalam birokrasi modern, di Barat, pejabat mempunyai lingkup yurisdiksi, suatu jenis
kegiatan yang teratur, dan seperangkat peraturan yang menata kegiatan birokrasi.
Termasuk pula di dalamnya penggunaan file dan catatan-catatan secara teratur.
Korupsi juga sering terjadi karena sikap solidaritas kekeluargaan dan kebiasaan
saling memberi hadiah. Pemberian hadiah di kalangan birokrasi bahkan telah
melembaga, meskipun pada awalnya tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi
keputusan. Menurut penelitian Alatas (1987:132), bahwa korupsi bagaikan benalu
yang merayap ke segenap lingkungan yang cocok untuk tumbuh, dan lingkungan yang
paling subur untuk tempat tumbuhnya benalu itu adalah lembaga hadiah. Memang ada
yang mengatakan bahwa hadiah dan suap itu berbeda seperti halnya perkawinan dan
pelacuran. Meskipun secara lahiriah beberapa perilaku tertentu dari perkawinan dan
pelacuran itu sama, tetapi secara fenomenologis keduanya berbeda. Tetapi faktor
hadiah diakui oleh banyak penulis, bisa menjerumuskan pelakunya kepada korupsi.
Korupsi juga terjadi karena lemahnya disiplin pemerintah dalam mengendalikan
kekuasaan negara, yang menurut Gunnar Myrdal (1968), seperti dikutip Alatas
(1987:126), disebut sebagai negara yang lembek. Negara yang lembek ialah negara
yang tidak memiliki disiplin sosial, di mana pemerintah menuntut sangat sedikit
kepada warga negaranya, dan sedikit kewajiban yang tidak dilakukan secara memadai
pula. Weber mengaitkan negara yang lembek dengan otak yang lembek. Otak yang
lembek adalah otak yang kesadaran etisnya lemah, yang tidak berkemampuan
memberlakukan sanksi etis, dan yang tidak mampu membedakan urusan
pemerintahan dengan urusan pribadi. Mereka yang mengelola negara dengan lembek
pastilah orang yang berotak lembek, seperti halnya orang-orang yang korup pastilah
berpikir korup.
Korupsi terjadi karena kerakusan, kekejaman dan nafsu mengeruk keuntungan
para penguasa yang mengenggam kekuasaan untuk jangka waktu yang lama. Jadi
dalam hal ini korupsi lebih disebabkan faktor kepribadian pemimpin. Tetapi faktor
sosial, seperti pranata budaya, kemiskinan, penderitaan yang luar biasa, perubahan
politik besar-besaran, peperangan, sistem hukum yang tidak sempurna; pengaruh yang
berasal dari luar diri individu, semuanya bisa menjadi sebab-sebab terjadinya korupsi.
Gunner Myrdal sebagaimana yang dikutip oleh Jur. Andi Hamzah (2006 : 247)
menyebutkan bahwa jalan untuk memberantas korupsi di negara-negara berkembang
ialah :
1. Menaikkan gaji Pegawai rendah (dan menengah)
2. Menaikkan moral pegawai tinggi;
3. Legitimasi pungutan liar menjadi pendapatan resmi atau legal
4. Elit kekuasaan harus memberi keteladanan bagi yang di bawah.
Solusi untuk menanggulangi korupsi juga dapat dilihat dari dua sisi yaitu :
1. Preventif
Upaya ini bersifat mencegah agar jangan sampai terjadi korupsi atau untuk
meminimalkan penyebab korupsi.
upaya preventif yang dapat dilakukan yaitu :
1) Keteladanan orang tua dalam keluarga (tidak melakukan korupsi).
2) Penerapan pendidikan anti korupsi dalam pendidikan karakter disekolah dan
mata kuliah Korupsi Perguruan Tnggi.
3) Siraman Rohani oleh tokoh agama mengenai Korupsi. Para tokoh agama
dalam khotbah ibadah kepada umatnya menjelaskan bahwa korupsi adalah
dosa dan hukuman berat.
4) Sosialisasi mengenai korupsi dimedia massa maupun media sosial (internet).
5) Membuat sistem kontrol korupsi dan SOP yang jelas di perusahaan swasta
dan instansi pemerintah (birokrat).
6) Penerapan budaya malu bila korupsi.
7) Keteladanan Pemimpin, tokoh masyarakat dan wakil rakyat.
8) Menerapkan sistem renumerasi yang layak di perusahaan swasta dan
instansi pemerintah.
9) Menerapkan Transparansi dan Akuntabilitas laporan keuangan sektor
pemerintah.
10) Usaha preventif lainnya dengan melakukan perencanaan dan monitoring
secara terus menerus.
2. Represif
Upaya ini bersifat menekan, menahan atau mengekang korupsi. Usaha
Represif ini merupakan strategi yang diarahkan agar setiap korupsi yang
diindentifikasi dapat diperiksa dan disidik secara tepat dan akurat sehingga
diketahui duduk persoalan sebenarnya, untuk memudian diberikan sanksi yang
tepat dengan mengikuti prosedur yang berlaku.
Upaya Represif yang dapat dilakukan yaitu :
1) Memberitakan dan menayangkan wajah koruptor dimedia massa, media
elektronik maupun media sosial (internet)
2) Mendorong partisipasi masyarakat pada gerakan anti korupsi.
3) Penegakan hukum yang tegas dengan menjatuhkan sanksi (hukuman)
yang berat kepada koruptor.
4) Kerjasama aktif antara LSM, para penggiat anti korupsi dan civil society
dengan KPK dalam memerangi korupsi
5) Memberikan kesempatan KPK untuk bekerja Independen dibawah
pengawasan masyarakat.
6) Penerapan aturan larangan menerima hadiah, grafitikasi, suap dan
pemerasan.
7) Pelaporan terhadap kekayaan pejabat.
8) Memberikan reward (award) bagi pelapor tindak korupsi dan penggiat
anti korupsi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruption yang berarti suatu perbuatan
busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari
kesucian, dan kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
2. Penyebab terjadinya korupsi antara lain ialah bertambahnya jumlah pegawai negeri
dengan cepat, dengan akibat gaji mereka menjadi sangat kurang. Hal itu selanjutnya
mengakibatkan perlunya pendapatan tambahan. Pengaruh koruptif masa perang,
bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan cepat, bertambah luasnya kekuasaan
dan kesempatan birokrasi dibarengi dengan lemahnya pengawasan dari atas dan
pengaruh partai-partai politik menjadikan lahan subur bagi korupsi. Korupsi juga
bisa disebabkan oleh sistem birokrasi patrimonial. Kelemahan jabatan patrimonial
adalah terutama tidak mengenal perbedaan birokrasi antara lingkup “pribadi” dan
lingkup “dinas”. Juga pelaksanaan pemerintahan dianggap sebagai urusan pribadi
sang penguasa.
3. Salah satu strategi program percepatan pemberantasan korupsi tertuang dalam
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang percepatan
pemberantasan korupsi. Strategi program percepatan pemberantasan korupsi ini
diharapkan dilaksanakan lembaga eksekutif dimana Presiden sebagai pimpinan
tertingginya dari tingkat pemerintah pusat, pemerintah provinsi sampai pada
pemerintah kabupaten/kota. Dengan dilaksanakannya Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tersebut maka diharapkan praktek korupsi tidak akan
terjadi lagi dinegara Indonesia.
B. Rekomendasi
Setelah membahas secara utuh tentang korupsi, penyebab dan strategi
pemberantasannya, maka rekomendasi yang dapat diberikan, yaitu :
1. Pada hakikatnya, praktik korupsi berakar pada lemahnya pengawasan. Tak ada
mekanisme yang memberikan efek jera. Untuk memberantas praktik korupsi, fungsi
pengawasan pada tataran nasional dan regional harus berjalan baik dan efektif. Praktik
kongkalikong hingga pemerasan harus diberantas tuntas.
2. Diperlukannya partisipasi aktif dari masyarakat dalam melakukan pengawasan.
Kesadaran untuk mengawasi tidak hanya dari kampanye yang masif dan kontinyu,
tetapi juga melalui edukasi. Kesadaran yang berawal dari kearifan lokal untuk hidup
jujur dan bersih. Kiranya di tahun 2014, seluruh pejabat dan warga masyarakat
berkomitmen untuk konsekuen dalam satu tekad, memutuskan rantai setan praktik
korupsi.
3. Melawan praktek korupsi adalah tanggung jawab setiap orang. Pencegahannya
memerlukan usaha yang terkoordinasi dari tingkat individu, komunitas dan negara.
Sehingga korupsi lambat laun dapat akan terkikis dan berkurang secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Syed Hussein. 1990. Corruption : Its Nature, Causes and Consequences, aldershot,
Brookfield, Vt: Avebury.
Azra, Azyumardi. 2003. Agama dan Pemberantasan Korupsi. Kompas, 5 Oktober 2003.
Hamzah, Jur Andi. 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Mcwalters, Ian. 2006. Memerangi Korupsi, Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia. Jawa Pos
Group, Surabaya.
Suradi. 2006. Korupsi dalam sektor pemerintah dan swasta, Mengurai Pengertian Korupsi,
Pendeteksian, Pencegahannya dan Etika Bisnis. Gava Media. Yogyakarta.
Zainuri, Achmad. 2006. Korupsi Berbasis Tradisi, Akar Kultural Penyimpangan Kekuasaan
di Indonesia. Poligon Graphic. Tangerang.
Makalah Markas Besar Kepolisian RI. Upaya Peningkatan Pemberantasan Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme. 2002.