Anda di halaman 1dari 40

Makalah Pendidikan AntiKorupsi 

Berikut ini kutipan dari makalah pendidikan antikorupsi, pendidikan


antikorupsi untuk perguruan tinggi / sekolah, pendidikan
antikorupsi yang pernah saya susun dan dikutip dr berbagai sumber.

KATA PENGANTAR 

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
taufik hidayah dan inayahnya kami dapat menyelesaikan tugas
penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas
tentang Pendidikan Anti Korupsi.

Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat membantu bagi semua pihak untuk mendalami
Pendidikan Anti Korupsi terutama dalam lingkungan mahasiswa.

                                                                                   Kudus,  Maret 
2014

                                                                                            Penulis

Pendahuluan

Latar Belakang
Di mata internasional, bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat
dunia, citra buruk akibat korupsi menimbulkan kerugian. Kesan buruk ini
menyebabkan rasa rendah diri saat berhadapan dengan negara lain dan
kehilangan kepercayaan pihak lain. Ketidakpercayaan pelaku bisnis dunia
pada birokrasi mengakibatkan investor luar negeri berpihak ke negara-
negara tetangga yang dianggap memiliki iklim yang lebih baik. Kondisi
seperti ini merugikan perekonomian dengan segala aspeknya di negara
ini. Pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk memerangi korupsi
dengan berbagai cara. KPK sebagai lembaga independen yang secara
khusus menangani tindak korupsi, menjadi upaya pencegahan dan
penindakan tindak pidana. Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar
biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi - yang
terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan dan pencegahan - tidak
akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja
tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu tidaklah
berlebihan jika mahasiswa - sebagai salah satu bagian penting dari
masyarakat yang merupakan pewaris masa depan - diharapkan dapat
terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak


pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak
hukum. Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya
pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya antikorupsi di
masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen
perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat.
Untuk dapat berperan aktif, mahasiswa perlu dibekali dengan
pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan
pemberantasannya. Yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif
mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai antikorupsi
dalam kehidupan sehari-hari.Upaya pembekalan mahasiswa dapat
ditempuh dengan berbagai cara antara lain melalui kegiatan sosialisasi,
kampanye, seminar atau perkuliahan. Untuk keperluan perkuliahan
dipandang perlu membuat sebuah Buku Ajar yang berisikan materi dasar
mata kuliah Pendidikan Antikorupsi bagi mahasiswa . Pendidikan
Antikorupsi bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan
yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta
menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Tujuan jangka panjangnya adalah
menumbuhkan budaya antikorupsi di kalangan mahasiswa dan
mendorong mahasiswa untuk dapat berperan serta aktif dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.

Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian korupsi ?
2. Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi ?
3. Bagaimana Strategi dan/atau Upaya dalam Pemberantasan Korupsi ?
Tujuan Pembahasan.
1. Mengetahui Pengertian dari Korupsi .
2. Mengatahui dan Memahami Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi.
3. Mengerti Bagaimana Strategi dan/atau Upaya dalam Pemberantasan
Korupsi.

Metode Penulisan.
Dalam pembuatan makalah ini kami menggunakan menggonakan metode
kepustakaan dimana materi yang kami ambil berasal dari buku-buka
selain itu juga kami menggunakan internet untuk memperluat materi
yang kami tuliskan.

Pembahasan

Pengertian Korupsi 

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus” .


Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”,
suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian
dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan
“corruptie/korruptie” (Belanda). Dari asal usul bahasanya korupsi
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok)
adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri,
serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar
dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan
kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

1. Perbuatan melawan hukum;


2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di
antaranya:

1. Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);


2. Penggelapan dalam jabatan;
3. Pemerasan dalam jabatan;
4. Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara
negara);
5. Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). 

Jika melihat dari pengertian korupsi diatas, bisa disimpulkan jika korupsi
adalah sejenis penghianatan, dalam hal ini adalah penghianatan terhadap
rakyat yang telah memberikan amanah dalam mengemban tugas
tertentu. 

Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi

Bentuk-Bentuk Korupsi

 Penyuapan 

Penyuapan merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan


sejumlah pemberian kepada seorang dengan sedemikian rupa sehingga
bertentangan dengan tugas dan tanggungjawabnya. Sesuatu yang
diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang, tapi bisa berupa barang
berharga, rujukan hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji tindakan,
suara atau pengaruh seseorang dalam sebuah jabatan public.

 Penggelapan (embezzlement) dan pemalsuan atau


penggelembungan (froud).

Penggelapan merupakan suatu bentuk korupsi yang melibatkan pencurian


uang, properti, atau barang berharga. Oleh seseorang yang diberi amanat
untuk menjaga dan mengurus uang, properti atau barang berharga
tersebut. Penggelembungan menyatu kepada praktik penggunaan
informasi agar mau mengalihkan harta atau barang secara suka rela.

 Pemerasan (Extorion)

Pemerasan berarti penggunaan ancaman kekerasan atau penampilan


informasi yang menghancurkan guna membujuk seseorang agar mau
bekerjasama. Dalam hal ini pemangku jabatan dapat menjadi pemeras
atau korban pemerasan.

 Nepotisme (nepotism)

Kata nepotisme berasal dari kata Latin “nepos” yang berarti “nephew”
(keponakan). Nepotisme berarti memilih keluarga atau teman dekat
berdasarkan pertimbagan hubunga, bukan karena kemamuannya.

Faktor Penyebab Korupsi

FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PENYEBAB KORUPSI

Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks.


Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi
bisa juga bisa berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi
seseorang untuk melakukan korupsi. Dengan demikian secara garis besar
penyebab korupsi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.
Faktor internal, merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri,
yang dapat dirinci menjadi:

Aspek Perilaku Individu :

Sifat tamak/rakus manusia. Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan


karena mereka membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan orang
profesional yang rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai
hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada
pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan
rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya. 

Moral yang kurang kuat. Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung


mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari
atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang
memberi kesempatan untuk itu.

Gaya hidup yang konsumtif. Kehidupan di kota-kota besar sering


mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak
diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang
seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi
hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

Aspek Sosial :

Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris


mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan
dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang
yang sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah
memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang
ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.

Faktor eksternal, pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di


luar diri pelaku. 

Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi :

Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang


dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini
pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh
karena itu sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi
terjadi karena : 

Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa


ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai
seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali
membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana
kekayaan itu didapatkan.

Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah


masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa
korupsi, sosok yang paling dirugikan adalah negara. Padahal bila negara
merugi, esensinya yang paling rugi adalah masyarakat juga, karena
proses anggaran pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari
perbuatan korupsi.

Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap


perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang
disadari oleh masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa
terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka
namun tidak disadari.

Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan


diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan
pemberantasan. Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa
masalah korupsi adalahtanggung jawab pemerintah semata. Masyarakat
kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila
masyarakat ikut melakukannya.

Aspek ekonomi :

Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada


kemung-kinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi.
Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan
pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

Aspek Politis :

Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang
dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai
dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan
menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan
kekuasaan negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasikan secara
politik, melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan demikian
instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan
kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.

Aspek Organisasi :

Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan. Posisi pemimpin dalam suatu


lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi
bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di
hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan
besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan
atasannya.

Tidak adanya kultur organisasi yang benar. Kultur organisasi biasanya


punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi
tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak
kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan
negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.

Kurang memadainya sistem akuntabilitas. Institusi pemerintahan


umumnya pada satu sisi belum dirumuskan dengan jelas visi dan misi
yang diembannya, dan belum dirumuskan tujuan dan sasaran yang harus
dicapai dalam periode tertentu guna mencapai hal tersebut. Akibatnya,
terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi
tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut
adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang
dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk
praktik korupsi.

Kelemahan sistim pengendalian manajemen. Pengendalian manajemen


merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam
sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen
sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi
anggota atau pegawai di dalamnya.

Lemahnya pengawasan. Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua,


yaitu pengawasan internal (pengawasan fungsional dan pengawasan
langsung oleh pimpinan) dan pengawasan bersifat eksternal (pengawasan
dari legislatif dan masyarakat). Pengawasan ini kurang bisa efektif karena
beberapa faktor, diantaranya adanya tumpang tindih pengawasan pada
berbagai instansi, kurangnya profesional pengawas. 

Berbagai Strategi dan/atau Upaya Pemberantasan Korupsi

Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan


untuk memberantas korupsi : 

1. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi 

1. Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan


membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani
korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara di-dirikan lembaga
yang dinamakan Ombudsman. Lembaga ini pertama kali didirikan
oleh Parlemen Swedia dengan nama Justitieombudsmannen pada
tahun 1809. Peran lembaga ombudsman --yang kemudian
berkembang pula di negara lain--antara lain menyediakan sarana
bagi masyarakat yang hendak mengkomplain apa yang dilakukan
oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya. Selain itu lembaga ini
juga memberikan edukasi pada pemerintah dan masyarakat serta
mengembangkan standar perilaku serta code of conduct bagi
lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan.
Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan
kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka
untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai
pemerintah (UNODC : 2004). Di Hongkong dibentuk lembaga anti
korupsi yang bernama Independent Commission against Corruption
(ICAC); di Malaysia dibentuk the Anti-Corruption Agency (ACA). Kita
sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk
memberantas korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
2. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja
lembaga peradilan baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Pengadilan adalah
jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap imparsial (tidak
memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat
oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk.
Bila kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih
dapat dimaklumi. Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat
penegak hukum harus ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah
bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak memiliki keinginan
yang kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi, atau
justru terlibat dalam berbagai perkara korupsi. Tentunya akan
menjadi malapetaka bagi bangsa ini bukan? Dimana lagi kita
mencari keadilan ?

2. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

1. Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan


mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan
jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum maupun sesudah
menjabat. Dengan demikian masyarakat dapat memantau tingkat
kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya
apabila ada peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat.
Kesulitan timbul ketika kekayaan yang didapatkan dengan
melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya kepada orang lain
misalnya anggota keluarga. 
2. Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di
pemerintahan pusat, daerah maupun militer, salah satu cara untuk
memperkecil potensi korupsi adalah dengan melakukan lelang atau
penawaran secara terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas atau
akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil dari pelelangan
atau penawaran tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem
yang dapat memberi kemudahan bagi masyarakat untuk ikut
memantau ataupun memonitor hal ini
3. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekruitan pegawai negeri dan
anggota militer baru. Korupsi, kolusi dan nepotisme sering terjadi
dalam kondisi ini. Sebuah sistem yang transparan dan akuntabel
dalam hal perekruitan pegawai negeri dan anggota militer juga
perlu dikembangkan.

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak pada


masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to
information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada masyarakat
(termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang berkaitan
dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang
banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk
membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan.Pemerintah
memiliki kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai
kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan.

4. Pencegahan dengan memasukan pendidikan anti korupsi di sekolah /


perguruan tinggi.

Pendidikan antikorupsi bagi siswa mengarah pada pendidikan nilai, yaitu


nilai-nilai kebaikan. Suseno (dalam Djabbar, 2009) berpendapat bahwa
pendidikan yang mendukung orientasi nilai adalah pendidikan yang
membuat orang merasa malu apabila tergoda untuk melakukan korupsi,
dan marah bila ia menyaksikannya. Menurut Suseno, ada tiga sikap moral
fundamental yang akan membuat orang menjadi kebal terhadap godaan
korupsi. Ketiga sikap moral fundamental tersebut adalah kejujuran, rasa
keadilan, dan rasa tanggung jawab.

Melaui pendidikan karakter antikorupsi inilah yang pertama, para siswa


sejak usia dini sudah mengetahui tentang seluk-beluk praktek korupsi
sekaligus konsekuensi yang akan diterima oleh para pelaku. Yang kedua,
juga memberikan proses pembelajaran tentang kepakaan terhadap
praktek-praktek korupsi yang ada disekitar kita. Ketiga, mendidik para
siswa dari usia dini tentang akhlak atau moral yang sesuai dengan ajaran-
ajaran sosial keagamaan. Keempat, menciptakan generasi penerus yang
bersih dari perilaku penyimpangan, dan Kelima, membantu seluruh cita-
cita warga bangsa dalam menciptakan clean and good-goverment demi
masa depan yang lebih baik dan beradab.

Penutup

Kesimpulan.

Dari berbagai penjelasan diatas kami menarik kesimpulan bahwa korupsi


adalah kejahatan yang sangat merugikan public. Korupsi adalah
penghianatan, dalam hal ini adalah penghianatan terhadap rakyat yang
telah memberikan amanah dalam mengemban tugas tertentu. 

Korupsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah


umum yang berlaku di masyarakat. Korupsi di Indonesia telah dianggap
sebagai kejahatan luar biasa. Melihat realita tersebut timbul public
judgement bahwa korupsi adalah manisfestasi budaya bangsa. Telah
banyak usaha yang dilakukan untuk memberantas korupsi. Namun
walaupun begitu dengan upaya apapun memang harus terus dilakukan
untuk memberantas korupsi .
Seperti yang sekarang ini kita lakukan di lingkungan mahasiswa
,memasukan Pendidikan Anti korupsi guna mengoptimalkan intelektual,
sifat kritis dan etika integritas mahasiswa agar kedepannya bisa
menghasilkan sosok sosok pembangun bangsa yang berjiwa anti korupsi
tentunya.

Contoh Makalah upaya pemberantasan Korupsi serta

strategi dalam memberantas korupsi yang ada di

indonesia serta akibat adanya korupsi yang merajarela

dan konsep menghilangkan korupsi yang semakin marak.

kali ini saya akan berbagi tentang contoh makalah pemberantasan korupsi. akhir-akhir ini

kasus korupsi semakin marak saja dan sudah sewajarnya kita melawan dan memberantas

korupsi. makalah ini bisa digunakan sebagai referensi bagi teman-teman yang akan

menyusun makalah tentang korupsi . bisa juga di kaitkan dengan makalah anti

korupsi.   monggo di pelajari contoh makalah korupsi  ini semoga bermanfaat.


BAB I

PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang 

Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi adadisekeliling kita,

mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bias terjadi dirumah, sekolah,

masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan

korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini sangat menghawatirkan,

sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi akan dapat

merusaknyaKorupsi saat sudah mulai menjadi budaya dan hamper di semua lapisan

masyarakat ada yang melakukan korupsi baik dalam skala kecil maupun besar. Tetapi tidak

hanya saat ini saja , dahulu pada masa orde baru penyakit korupsi ini sudah menjangkit

bangsa Indonesia. Saat itu sangat memperihatikan karena berkembangnya budaya

krupsi.kolusi dan nepotisme (KKN) yang mengakar dan menjangkit ada pejaat pemerintah

Negara, sehingga konsekuensinya idenitas nasional saat itu di kenal dengan bangsa yang

“korup”.

            Pancasila yang seharusnya sebagai sumber nilai,dasar moral dan etika bagi negara dan

aparat pelaksana Negara dalam kenyataannya digunaka sebagai alat legitimasi politik . Semua

kebijakan dan tindakan penguasa mengatasnamakan pancasila bahkan kebijakan yang

bertentangan sekalipun di istilahkan sebagai pelaksanaan pancasila yang murni dan

konsekuen.

 Sehingga kebijakan yang ada saat itu terlihat berpihk pada rakyat tetapi sebenarnya hanya
untuk mendpatkan keuntungan pribadi oknum tertentu saja tanpa memikirkan nasib para

rakyat.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1    KORUPSI

A.  Pengertian Korupsi

     Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak,

menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah

perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak

wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,

dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

     Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara,perusahaan,untuk

kepentingan pribadi atau orang lain. (KBRI 2002)

      Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan pemerintahuntuk keuntungan pribadi.

(Senturia 1993).

B.    Pengertian Korupsi Secara Hukum

     Merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuanperaturan perundang-

undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pengertian “ korupsi “ lebih

ditekankan pada pembuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas atau

kepentingan pribadi atau golongan.

Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)

- Korupsi yaitu menyelewengkan kewajiban yang bukan hak kita.

- Kolusi ialah perbuatan yang jujur, misalnya memberikan pelicin agar kerja mereka lancar, 
namun memberikannya secara sembunyi-senbunyi.

 Nepotisme adalah mendahulukan orang dalam atau keluarga dalam menempati suatu jabatan.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencangkup unsure-

unsur sebagai berikut;

-Perbuatan melawan hokum

-Penyalahgunaan kewenangan

-Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

C. Ciri-ciri korupsi, antara lain:

1. Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan

sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang.Bahkan, pada perkembangannya acapkali

dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.

 2. Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukandalam koridor

kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yangterlibat akan berusaha semaksimal

mungkin menutupi apa yang telahdilakukan.

3. Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksudelemen perizinan

adalah bidang strategis yang dikuasai oleh negaramenyangkut pengembangan usaha tertentu.

Misalnya izin mendirikanbangunan, izin perusahaan,dan lain-lain.

4. Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.

5. Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memilikipengaruh.

Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agarberpihak padanya.

Mengutamakan kepentingannya dan melindungisegala apa yang diinginkan.

6.Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badanhukum publik dan

masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksudsuatu lembaga yang bergerak dalam

pelayanan publik atau penyediabarang dan jasa kepentingan publik.

7. Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketikaseseorang berjuang meraih


kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akanmelakukan hal yang terbaik untuk kepentingan

semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaanm kedudukan tidak pernah melakukan

apayang telah dijanjikan.

8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif darikoruptor sendiri.

Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkandi hadapan publik adalah bentuk fungsi

ganda yang kontradiktif. Di satupihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan

tujuanuntuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak laindia

menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi tawarannya.

D.    Dampak Negative Korupsi yang Ditimbulkan.

 Korupsi menunjukkan tantangan serius terhadap pembangunan didalam dunia politik ,

korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance).

E.   Contoh Kasus Korupsi Dalam Kehidupan Sehari-hari

-         Nyogok agar lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Hal yang demikian ini merupakan contoh koupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya.

Mereka lebiah baik menjual sawah, lading, kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar

dirinya biasa lulus menjadi PNS. Hanya orang-orang  yang masih berpaham primitiflah yang

mau melakukan hal smacam itu. Sangat merugikjan sekali bagi oramg lain dan dirinya

sendiri, mereka tidak sadar bahwa gajinya itu adalah dari uangnya sendri

F.     Akibat Dari Korupsi

1.    Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintahan.

2.    Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat.

3.    Menurunya pendapatan Negara.

4.    Hukum tidak lagi dihormati.

2.2     PENGAMALAN PANCASILA


   Petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila itu tertuang pada naskah Pedoman

dan Pengamalan Pancasila sebagai lampiran dari Tap.No II.MPR/1978. Dibawah ini

Disarikan isi dari naskah tersebut:

Sila Kesatu: Ketuhanan Yang Masa Esa

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ktakwaannya kepada Tuhan Yang Maha

Esa.

2.Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan

penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sila Kedua: Kemanusiaan Yang Adil Beradap

1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa

membeda-bedakan suku,keturunana,agama,kepercayaan,jenis kelamin,kedudukan social,

warna kulit dsb.

2. Mengembangkan sikap saling mencintai sesame manusia.

Sila Ketiga: Persatuan Indonesia

1.Mampu menempatkan persatuan,kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan

Negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.

2. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air.

Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaran / Perwakilan

1. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

2. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan

golongan.

Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

1. Tidak menggunakan hak milik unuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.

2.Mengembangkan sikap adil pada sesame.

        Tindakan korupsi adalah tindakan yang sudah sangat melenceng dari pengamalan sila-

sila dalam pancasila baik sila pertama,kedua,ketiga,keempat dan kelima karena tindakan

korupsi adalah tindakan yang tidak mencerminkan ketuhanan, melanggar hak asasi manusia,

mengutamakan kepentingan andividu di atas kepentingan Negara, tidak mengutamakan

musyawarah dan tidak adil kepada sesama manusia.

Pancasila merupakan sumber nilai anti korupsi. Korupsi itu terjadi ketika ada niat dan

kesempatan. Kunci terwujudnya Indonesia sebagai Negara hukum adalah menjadikan nilai-

nilai pancasila dan norma-norma agama. Serta peraturan perundang-undangan sebagai acuan

dasar untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Adanya tindak korupsi di Indonesia balum menunjukkan pengamalan Pancasila di kehidupan

masyarakat. Selain itu penegakan hukum di Indonesia seharusnya lebih professional, tanggap

dan lebih mementingkan negara. Dalam pelaksanaannya hendaknya dibarengi dengan

pengamalan Pancasila sebagai dasar hukum yang harus dipatuhi. Prioritas utama yang harus

dilakukan adalah membenahi sistem penegakan hukum agar lebih baik. Selain itu terjaminnya

keadilan bagi rakyat diwujudkan dengan adanya penegakan hukum yang tidak mementingkan

kepentingan pribadinya saja.


2.3      PERMASALAHAN ADANYA KORUPSI

     Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,

terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti

penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam

hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk

membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.

Permasalahan mengapa korupsi bisa terjadi karena adanya hal hal diantaranya adalah:

• Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung

kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.

• Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah

• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan

politik yang normal.

• Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.

• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".

• Lemahnya ketertiban hukum.

• Lemahnya profesi hukum.

• Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.

• Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

• Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian

yang cukup ke pemilihan umum.

• Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan

kampanye".

Itu semua adalah masalah yang umum dan yang menjadi masalah utamanya adalalah

                  Pertama, korupsi dapat merajarela karena ketidakmampuan mewujudkan

pengamalan pancaila yaitu bagaimaa nilai-nilai pancasila yang abstrak,umum,dan universal


tersebut di jabarkadalam bentuk norma-norma yag jelah dalam kaitannya dengan tingkahlaku

sesame warga Negara dan masyarakat.

Orang-orang yang korupsi mungkin tahu tuhan akan tetapi mereka tidak meyakini dalam

hatinya  dan tindakan mereka tidak berorientasi pada akhirat sebab tindakan korupsi tidak

mencerminkan orang pancasila yang salah satu cirinya adalah bertuhan atau mengakui

adanya tuhan. Ini sudah melenceng dari sila pertama pancasila. Jika Para koruptor percaya

akan adanya tuhan mereka pasti tidak akan melakukan korupsi karena mereka juga meyakini

akan adanya akherat, Para koruptor sebenarnya tau jika korupsi adalah perbutan yang

melanggar hukum,merugikan orang lain dan jelas itu perbuatan yang berdosa karena tidak

amanah tetapi mengapa mereka tetap melakukan korupsi ? . Itu karena di dalam hati mereka

tidak percaya akan adanya tuhan, mereka tidak percaya akan adanya akhirat, mereka tidak

meyakini bahwa aka ada kehidupan yang abadi setelah dunia ini berakhir. Orang yang tidak

percaya akhirat maka orang tersebut akan satai saja untuk melakukan kejahatan seperti

korupsi karena dia tidak yakin akan adanya alam setelah kematian. Merega menganggap

maka selesailah kehidupan tapi sebenarnya masih ada kehidupanyang justru lebih abadi dan

semua orang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatanya termasuk para koruptor itu

tadi.. dan para koruptor pasti akan mendapatka siksa yang pedih di neraka jahanam dan itu

pasti terjadi.

Perbuatan korupsi adalah perbuatan yang tidak mengkspresikan pada akhirat dan keluar dari

ajaran ketuhanan karena perbuatan tersebut ingkar terhadap keyakinan akan tuhan.

                Kedua ketidak patuhannya kepada aturan. Tuhan adalah kausa pertama yng mutlak

hanya ada satu merupakan asal mula segala sesuatu ,tidak berubah, dan tidak terbatas serta

sang pengatur.  Kita semua ada yang menciptakan bukan ada karena sendirinya. Tuhanlah

yang menciptakan kita dan tuhan pula lah yang memberikan aturan kepada kita semua. Jika

menyadari akn ada yang menciptakan maka akan muncul ketaatan kepada aturan yang ada..
Dan jika kita melanggar aturan tuhan seperti para koruptor maka terserah tuhan kita akan di

apakan karena dia yang  mereka semua diberikan siksa yang amat padih.. ingatlah

sesungguhnya tuhan menciptakan aturan atau larangan untuk kita tidak lain untuk kenikmatan

manusia karena jika tidak ada aturan maka kehidupan akan kacau dan tidak ada kenyamanan

dalam hidup.

Jadi, masalah pokok yang sebenarnya mengapa korupsi marak di Negara ini adalah

ketidakyaiknannya akan adanya tuhan yang maha esa… 

Kunci kebahagiaan itu bukan hanya melimpahnya harta yang kita miliki, bukan pula

tingginya kekuasaan yang bias kita duduki, namun seberapa jauh harta dan kekuasaan

yang kita miliki itu memberi makna dan manfaat untuk orang-orang di sekitar kita.
2.4   SOLUSI PEMBERANTASAN KORUPSI

  Merubah perilaku dan sifat-sifat yang buruk dari diri kita sendiri agar kita jauh dari sifat jidak

jujur, tidak amanah sehingga kita akna jauh dari sifat korupsi.

  Menanamkan sikap untuk menghindari korupsi sejak dini dan pencegahan korupsi dapat

dimulai dari hal yang kecil.

   Selalu berpedoman pada motivasi yang sesungguhnya yatu akhirat dan tuhan yang maha esa

sehingga semangat akan terus terpacu untuk berbuat kebaikan karena motifasi yang

bersumber pada pada Tuhan YME  tidak akan pernah kering karena kita telah berpedoman

pada sumber dari segala sumber motivasi.

  Yang paling utama adalah senantiasa membentengi  hati kita dengan iman dan takwa yang

kuat sehingga perbuatan kita selalu berorientasi pada akhirat yang berujung pada perbuata

yang terpuji jauh dan dari korupsi.

  Membekali diri dengan sifat jujur dan semangat.

Pahamilah, jika kita melakukan hal yang baik maka kita juga aka mendapatkan sesuatu yang

baik-baik pula, begitupun sebaliknya.

2.5  HARAPAN

   Harapan saya mempelajari ini supaya tidak ada lagi korupsi di Negara tercinta ini dan bersih

seutuhnya, agar kehidupan kita sejahtera.

  Para koruptor dapat sadar bahwa perbuatan yang mereka lakukan melanggar hukum dan

merugikan orang lain serta dapat menghentikan korupsinya .

  
BAB III

PENUTUP
3.1    KESIMPULAN
  Dari pembahasan seputar korupsi di atas, dapat diberi kesimpulan yaitu:

1.  Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk memperkaya diri
2.  Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelangaran
3.  Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya
kepercayaan

     terhadap pemerintah


http://auxeleri.blogspot.co.id/2013/10/makalah-pemberantasan-korupsi-di.html

PENCEGAHAN DAN UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI 12


PENCEGAHAN DAN UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

1.         Konsep Pemberantasan Korupsi

Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa korupsi
timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang mengatakan bahwa
korupsi ibarat penyakit kanker “ganas” yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga akut. Ia
menggerogoti perekonomian sebuah negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini
menempel pada semua aspek bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk
diberantas.

Sebelum melangkah lebih jauh mengenai upaya pemberantasan korupsi, berikut


pernyataaan Fijnaut dan Huberts (2002) mengenai strategi atau upaya pemberantasan
korupsi:

It is always necessary to relate anti-corruption strategies to characterictics of the actor


involved (and the environment they operate in). there is no single concept and program of
good governance for all countries and organization, there is no “one right way”. There are
many initiatives and most are tailored to specifics contexts. Societies and organizations will
have to seek their own solutions.
            Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa penting untuk
menghubungkan strategi atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik
dari berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan dimana mereka bekerja atau beroperasi.
Tidak ada jawaban, konsep, atau program tunggal untuk setiap negara atau organisasi. Ada
begitu banyak strategi, cara, atau upaya yang kesemuanya perlu disesuaikan dengan
konteks, masyarakat, maupun organisasi yang dituju. Setiap negara, masyarakat, maupun
organisasi perlu mencari cara mereka sendiri untuk menemukan solusinya.

            Upaya yang paling tepat memberantas korupsi adalah dengan memberikan pidana
atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Jika memang demikian, bidang hukum
khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk
memberantas korupsi. Benarkah demikian?

2.         Upaya Penanggulangan Kejahatan (Korupsi) dengan Hukum Pidana

Kebijakan penanggulanagn kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah politik
kriminal (criminal politics) oleh G. Peter Hoefnagels dibedakan sebagai berikut (Arief, 2008):

1.    Kebijakan penerapan hukum pidana (criminal law application)

2.    Kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without punishment)

3.    Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan


pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass
media) ataupun melalui media lainnya seperti penyuluhan dan pendidikan.

Melihat perbedaan tersebut, secara garis besar upaya penanggulangan

kejahatan dapat dibagi menjadi dua yaitu jalur penal (menggunakan hukum pidana) dan jalur
non-penal (diselesaikan di luar hukum pidana dan sarana-sarana non-penal). Secara kasar
menurut Arief upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan
pada sifat repressive (penumpasan/penindasan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi.
Sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan).
Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga dapat dilihat sebagai tindakan
preventif dalam arti luas.

            Sifat preventif memang bukan menjadi fokus kerja aparat penegak hukum. Namun
untuk pencegahan korupsi sifat ini dapat ditemui dalam salah satu tugas dari KPK yang
memiliki Deputi Bidang Pencegahan yang di dalamnya terdapat Direktorat Pendidikan dan
Pelayanan Masyarakat.
            Sasaran utama upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non-penal adalah
menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (dalam hal ini korupsi).
Faktor-faktor kondusif berpusat pada masalah atau kondisi politik, ekonomi, maupun sosial
yang secara langsung atau tak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan
kejahatan (korupsi). Dengan demikian upaya non-penal seharusnya menjadi kunci ataum
memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal.

            Upaya penal dilakukan dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana atau
dengan menghukum atau memberi pidana atau memberikan penderitaan bagi pelaku
korupsi. Ada hal penting yang patut dipikirkan dalam menggunakan upaya penal. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa sarana penal memiliki “keterbatasan”  dan
mengandung beberapa “kelemahan” (sisi negatif) sehingga fungsinya seharusnya hanya
digunakan secara “subsidair”. Pertimbangan tersebut adalah (Arief, 1998):

         Dilihat secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam dalam
bidang hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimatum remedium (obat terakhir
apabila cara lain atau bidang hukum lain sudah tidak dapat digunakan lagi)

         Dilihat secara fungsional (pragmatis), operasionalisasi, dan aplikasinya menuntut biaya
yang tinggi

         Sanksi pidana mengandung sifat kontradiktif/pradoksal yang mengandung efek sampingan
negatif. Hal ini dapat dilihat dari kondisi overload Lembaga Permasyarakatan

         Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan ‘kurieren
am symptom’ (menyembuhkan gejala). Hanya merupakan obat simptomatik bukan
pengobatan kausatif karena sebab-sebab kejahatan demikian kompleks dan berada di luar
jangkauan hukum pidana

         Hukum pidana lainnya yang tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai masalah
kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks

         Sistem pemidanaan bersifat framentair dan individual/personal; tidak bersifat struktural atau
fungsional

         Efektivitas pidana (hukuman) bergantung pada banyak faktor dan masing sering
diperdebatkan opleh para ahli.

3.         Berbagai Strategi dan Upaya Pemberantasan Korupsi


United Nations mengembangkan berbagai upaya atau strategi untuk memberantas
korupsi yang dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk
United Nations Anti-Corruption Toolkits (UNODC, 2004):

3.1.      Pembentukan Lembaga Anti Korupsi

a.    Membentuk lembaga independen yang khusus menangani korupsi. Di Hongkong bernama
Independent Commission Against Corruption (ICAC), di Malaysia the Anti-Corruption
Agency (ACA), dan di Indonesia: KPK

b.    Memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
dan Lembaga Permasyarakatan. Pengadilan adalah jantung penegakan hukum yang harus
bersikat imparsial (tidak memihak), jujur, dan adil. Banyak kasus korupsi tidak terjerat hukum
karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerja buruk karena tidak mampu
(unable) mungkin masih bisa dimaklumi karena berarti pengetahuan dan keterampilannya
perlu ditingkatkan. Bagaimana bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak punya keinginan
kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi? Dimana lagi kita akan mencari
keadilan?

c.    Di tingkat departemen kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat Jenderal harus
ditingkatkan. Ada kesan lembaga ini sama sekali tidak punya ‘gigi’ ketika berhadapan
dengan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi

d.    Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara mencegah
korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin
banyak pula kemungkinan terjadinya korupsi

e.    Hal lain yang krusial untuk mengurangi resiko korupsi adalah dengan memperbaiki dan
memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan umumnya
semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Pada waktu itu korupsi besar-besaran
umumnya terjadi di Ibukota Negara. Dengan otonomi, kantong korupsi tidak terpusat hanya
di ibukota negara tapi berkembanga ke berbagai daerah

f.     Dalam berbagai pemberitaan di media-media, ternyata korupsi juga banyak dilakukan oleh
anggota parlemen baik di pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD). Alih-alih menjadi wakil
rakyat dan berjuang untuk kepentingan rakyat, anggota parlemen justru melakukan korupsi
yang “dibungkus” rapi.

3.2.      Pencegahan Korupsi di Sektor Publik


a.    Salah satu cara mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik melaporkan
dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum dan sesudah menjabat.
Masyarakat ikut memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai
menjabat. Kesulitan timbul ketika kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi
dialihkan kepemilikannya ke orang lain.

b.    Pengadaan barang atau kontrak pekerjaan di pemerintahan pusat dan daerah maupun
militer sebaiknya melalui lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat diberi akses
untuk dapat memantau dan memonitor hasil pelelangan tersebut.

c.    Korupsi juga banyak terjadi dalam perekrutan pegawai negeri dan anggota TNI-Polri baru.
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sering terjadi dalam proses rekrutmen tersebut. Sebuat
sistem yang transparan dan akuntabel dalam hal perekrutan perlu dikembangkan.

d.    Sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang menitik-beratkan pada proses (process
oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan
budaya kerja dan motivasi kerjanya, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu diber
insentif.

3.3.      Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

a.    Salah satu upaya memberantas korupsi adalah dengan memberi hak kepada masyarakat
untuk mendapatkan akses terhadap informasi. Perlu dibangun sistem dimana masyarakat
(termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi sehubungan dengan kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

b.    Isu mengenai public awareness atau kesadaran dan kepedulian publik terhadap bahaya
korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu bagian penting upaya
pemberantasan korupsi. Salah satu cara meningkatkan public awareness adalah dengan
melakukan kampanye tentang bahaya korupsi.

c.    Menyediakan sarana untuk melaporkan kasus korupsi. Misalnya melalui telepon, surat,
faksimili (fax), atau internet.

d.    Di beberapa negara pasal mengenai ‘fitnah’ dan ‘pencemaran nama baik’ tidak dapat
diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi, dengan pemikiran bahwa
bahaya korupsi lebih besar daripada kepentingan individu.

e.    Pers yang bebas adalah salah satu pilar demokrasi. Semakin banyak informasi yang diterima
masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi
f.     Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingkat lokal maupun internasional
juga memiliki peran penting untuk mencegah dan memberantas korupsi. Sejak era
Reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti Korupsi banyak bermunculan. LSM
memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik. Contoh LSM
lokal adal ICS (Indonesian Corruption Watch).

g.    Cara lain untuk mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menggunakan
perangkat electronic surveillance. Alat ini digunakan untuk mengetahui dan mengumpulkan
data dengan menggunakan peralatan elektronik yang dipasang di tempat-tempat tertentu.
Misalnya kamera video (CCTV).

h.    Melakukan tekanan sosial dengan menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan
tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.

D. Andhi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2011) menjelaskan bahwa
dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi ke depan terdapat empat hal bisa
dijadikan bahan renungan dan pemikiran:

1.    Harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam rangka pencegahan dan


pemberantasan korupsi

2.    Revitalisasi dan reaktualisasi peran dan fungsi aparatur penegak hukum yang menangani
perkara korupsi

3.    Reformulasi fungsi lembaga legislatif

4.    Pemberantasan tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri sendiri dari hal-hal yang kecil
dan mulai hari ini agar setiap daerah terbebas dari korupsi (Miranis, 2012).

3.4.      Pengembangan dan Pembuatan Berbagai Instrumen Hukum yang Mendukung


Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Dukungan terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak cukup hanya


mengandalkan satu instrumen hukum yaitu Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Berbagai peraturan perundang-undangan atau instrumen hukum lain perlu
dikembangkan. Perlu peraturan perundang-undangan yang mendukung pemberantasan
korupsi yaitu Undang-Undang Tindak Pidana Money Laundering atau pencucian uang.
Untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana korupsi, perlu instrumen hukum berupa
Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Untuk memberdayakan pers, perlu UU
yang mengatur pers yang bebas. Perlu mekanisme untuk mengatur masyarakat yang akan
melaporkan tindak pidana korupsi dan penggunaan elektronic surveillance agar tidak
melanggar privacy seseorang. Hak warganegara untuk secara bebas menyatakan
pendapatnya juga perlu diatur. Selain itu, untuk mendukung pemerintahan yang bersih, perlu
instrumen kode etik yang ditujukan kepada semua pejabat publik, baik pejabat eksekutif,
legislatif, maupun code of conduct bagi aparat lembaga peradilan (kepolisian, kejaksaan,
dan peradilan).

            3.5.      Pemantauan dan Evaluasi

Perlu pemantauan dan evaluasi terhadap seluruh pekerjaan atau kegiatan


pemberantasan korupsi agar diketahui capaian yang telah dilakukan. Melalui pemantauan
dan evaluasi dapat dilihat strategi atau program yang sukses dan gagal. Program yang
sukses sebaiknya silanjutkan, sementara yang gagal dicari penyebabnya.

Pengalaman di negara lain yang sukses maupun gagal dapat dijadikan bahan
pertimbangan ketika memilih cara, strategi, upaya, maupun program permberantasan
korupsi di negara tertentu.

            3.6.      Kerjasama Internasional

Upaya lain yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi adalah melakukan kerjasama
internasional baik dengan negara lain maupun dengan International NGOs. Sebagai contoh
di tingkat internasional, Transparency International (TI) membuat program National Integrity
Sistem. OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) yang didukung
oleh PBB untuk mengambil langkah baru dalam memerangi korupsi di tingkat internasional
membuat program the Ethics Infrastructure dan World Bank membuat program A
Framework for Integrity. 

http://jeyysiska.blogspot.co.id/2013/07/pencegahan-dan-upaya-pemberantasan.html

KORUPSI, PENYEBAB dan STRATEGI PEMBERANTASANNYA

___________________________________________________________________________

KORUPSI, PENYEBAB dan


STRATEGI PEMBERANTASANNYA
 

OLEH :
MUHAMMAD YUDIL KHAIRI, S. Sos

ABSTRAK

Muhammad Yudil Khairi, 2014. Korupsi, Penyebab dan Strategi Pemberantasannya

Kata Kunci : Korupsi, Penyebab, Strategi Pemberantasannya

Merebaknya praktek korupsi yang terjadi dimana – mana merupakan fakta


yang sudah jelas terbukti. tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas di
masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah
kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas
tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki
seluruh aspek kehidupan masyarakat. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh
transparency.org, sebuah badan independen, dari 146 negara, tercatat bahwa
Indonesia menduduki posisi ke-5 sebagai negara terkorup di dunia pada tahun 2013.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana
tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan
sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi
masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat
digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar
biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasan tidak lagi dilakukan secara biasa, tetapi
dituntut cara-cara yang luar biasa. Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang
dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan karena keuntungan status atau uang yang
menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri). Korupsi terjadi
karena kerakusan, kekejaman dan nafsu mengeruk keuntungan para penguasa yang
mengenggam kekuasaan untuk jangka waktu yang lama. Jadi dalam hal ini korupsi
lebih disebabkan faktor kepribadian pemimpin. Faktor politik, faktor yuridis dan
faktor budaya adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya korupsi. Strategi
program percepatan pemberantasan korupsi salah satunya tertuang dalam Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan
korupsi. Melawan praktek korupsi adalah tanggung jawab setiap orang.
Pencegahannya memerlukan usaha yang terkoordinasi dari tingkat individu,
komunitas dan negara. Sehingga korupsi lambat laun dapat akan terkikis dan
berkurang secara signifikan.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma
sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara,
tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri
yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada
masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol
sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi.
 
Dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya
usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber daya alam yang baru,
maka semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negeri untuk
melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan.
Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan
yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang
atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan-imbalan
dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok).
Meningkatnya tindak pidana korupsi baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang
begitu rapi telah menyebabkan terpuruknya perekonomian Indonesia. Korupsi di Indonesia
bagaikan gurita. Penyimpangan ini bukan saja merasuki kawasan yang sudah dipersepsi
publik sebagai sarang korupsi, tapi juga menyusuri lorong-lorong instansi yang tak
terbayangkan sebelumnya bahwa ada korupsi.
Satu persatu skandal keuangan di berbagai instansi terbongkar. Mahkamah Konstitusi
(MK) yang dipenuhi akademisi, pakar hukum dan guru besar pun tak steril dari wabah
korupsi, bahkan Kementerian Agama yang notabenenya adalah orang-orang yang tahu
tentang ilmu agama juga tidak lepas dari praktek-praktek korupsi. Belum lagi praktek-
praktek korupsi yang dilakukan oleh anggota legislatif, Gubernur, Walikota/Bupati, dan
kepolisian.
Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik,
terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Akan tetapi walau
bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak kepemerintahan.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh transparency.org, sebuah badan independen,
dari 146 negara, tercatat bahwa Indonesia menduduki posisi ke-5 sebagai negara terkorup
di dunia pada tahun 2013. Ini membuktikan bahwa Indonesia telah mencetak sebuah
prestasi yang luar biasa yang dapat memancing respon negatif dari berbagai negara.
Namun nampaknya respon negatif tidak datang dari luar saja,tetapi masyarakat dalam
negeri juga akan melakukan hal yang sama. Bagaimana tidak, pemimpin yang selama ini
mereka beri kepercayaan malah memanfaatkan kekuasaan demi meraih kekayaan.
Berbagai upaya yang selama ini di terapkan tidak mampu menanggulangi tindakan
korupsi.
Terlalu banyaknya praktek korupsi yang telah terjadi di negara kita, mau tidak mau
kita sebagai warga Negara Indonesia tentu harus mengetahui apa yang dimaksud dengan
korupsi, hal-hal yang menyebabkan terjadinya korupsi dan bagaimana cara atau strategi
yang dapat digunakan untuk memberantas atau menghilangkannya.
Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut, maka makalah/artikel ini diberi
judul Korupsi, Penyebab dan Strategi Pemberantasannya.
B.  Identifikasi Masalah
Merebaknya praktek korupsi yang terjadi dimana – mana merupakan fakta yang
sudah jelas terbukti. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh transparency.org,
sebuah badan independen, dari 146 negara, tercatat bahwa Indonesia menduduki posisi ke-
5 sebagai negara terkorup di dunia pada tahun 2013. Coba kita renungkan. Mengapa hal
itu bisa terjadi dan bagaimana cara untuk mengatasi hal tersebut, dan apabila korupsi tidak
diatasi, Bagaimana jadinya Negara Indonesia nanti ?
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang dirumuskan dalam
makalah/artikel ini adalah :

1.      Apa yang menjadi penyebab terjadinya korupsi ?


2.      Strategi apa yang digunakan dalam upaya percepatan pemberantasan korupsi ?
D. Tujuan Penulisan
Mengacu pada rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah/artikel ini
adalah untuk :

1.      Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya korupsi.


2.      Untuk mengetahui strategi yang digunakan dalam upaya percepatan pemberantasan korupsi.
 
ISI
 
A.    Kerangka Teoritis
Pengertian korupsi

Korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang berarti kerusakan atau
kebobrokan.. Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat
disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, materil,
mental, dan umum.

Webster’s Third New International Dectionary (1961) memberi definisi tentang


korupsi sebagai “perangsang (seorang pejabat pemerintah) berdasarkan itikad buruk (seperti
suap) agar ia melakukan pelanggaran kewajibannya”. Lalu suap (sogokan) diberi definisi
sebagai “hadiah, penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau
dijanjikan, dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama dari seorang
dalam kedudukan terpercaya (sebagai pejabat pemerintah).”

Korupsi juga mencakup nepotisme atau sifat suka memberi jabatan kepada kerabat
dan famili saja, serta penggelapan uang negara. Dalam kedua hal ini terdapat “perangsang
dengan pertimbangan tidak wajar.” Jadi korupsi, sekalipun khusus terkait dengan penyuapan
dan penyogokan, adalah istilah umum yang mencakup penyalahgunaan wewenang sebagai
hasil pertimbangan demi mengejar keuntungan pribadi, keluarga dan kelompok.

Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999


yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi merupaka tindakan
melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah
korporasi) , yang secara langusng maupun tidak langsung merugikan keuangan atau
prekonomian negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang sejarahnya, pengertian korupsi itu sangat berkaitan erat
dengan sistem kekuasaan dan pemerintahan di zaman dulu maupun di zaman modern ini.
Adapun pengertian korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan pertama kali dipopulerkan oleh
E. John Emerich Edwards Dalberg Acton, yang mengatakan: “The Power tends to corrupt,
but absolute power corrupts absolutely” (Kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan
yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula).

Korupsi, secara teori bisa muncul dengan berbagai macam bentuk. Dalam kasus di
Indonesia, korupsi menjadi terminology yang akrab bersamaan dengan kata kolusi dan
nepotisme. Dua kata terakhir dianggap sangat lekat dengan korupsi yang kemudian
dinyatakan sebagai perusak perekonomian bangsa.

Pelaku korupsi disebut koruptor. Koruptor sendiri dibagi dua, pertama koruptor yang
berbuat korupsi karena dipikat oleh orang lain agar melakukannya; kedua, koruptor yang
berbuat korupsi dan memikat orang lain agar bersama-sama dengannya melakukan korupsi.
Nampaknya koruptor kategori yang kedua ini yang lebih rusak daripada koruptor yang
pertama.

B.     Temuan dan Pembahasan

1.      Penyebab Terjadinya Korupsi

Menurut analisis Syed Hussain Alatas (1987:120), korupsi yang melanda segenap
negara dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Perang Dunia II. Mengutip
Laporan Komite Shantanam, ia mengatakan, peperangan yang meluas yang menguras
pengeluaran pemerintah dalam jumlah besar untuk pengadaan dan persediaan logistik,
telah memberi peluang bagi korupsi. Bahkan di sebuah negara yang sedikit saja
dipengaruhi oleh mobilitas seperti itu, seperti Saudi Arabia, korupsi juga ada. Dalam
hal Asia Tenggara, pendudukan Jepang menimbulkan korupsi yang membengkak
secara mendadak. Kelangkaan barang dan makanan bersamaan dengan inflasi yang
tinggi karena lemahnya pengawasan pemerintah, menjadikan korupsi sebagai jalan
menutup kekurangan pendapatan. Jelas bahwa situasi perang melahirkan masalah
korupsi.
Faktor lain yang ikut menyebabkan terjadinya korupsi adalah pemerintahan
Kolonial. Karena korupsi terhadap pemerintahan Kolonial dianggap sebagai patriotik
karena merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajah. Contoh di India, semasa
penjajahan Inggris, menipu pemerintah umumnya dianggap perbuatan patriotik.
Mencopoti bola lampu dan perlangkapan lain di kereta api, melindungi para pelnggar
hukum dari tangkapan polisi, semua itu dianggap sebagai perbuatan yang bertujuan
agar pemerintahan Kolonial tidak merampas uang rakyat India. Setelah kemerdekaan
pada tahun 1947, kebiasaan bersikap tidak jujur kepada pemerintah terus berlanjut.
Sebab-sebab korupsi lainnya ialah bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan
cepat, dengan akibat gaji mereka menjadi sangat kurang. Hal itu selanjutnya
mengakibatkan perlunya pendapatan tambahan. (Wertheim, 1970). Pengaruh koruptif
masa perang, bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan cepat, bertambah luasnya
kekuasaan dan kesempatan birokrasi dibarengi dengan lemahnya pengawasan dari
atas dan pengaruh partai-partai politik menjadikan lahan subur bagi korupsi. Terhadap
birokrasi yang rapuh itulah dunia usaha dan industri memperkenalkan metode “semir”
(pelicin). Padahal birokrasi itu sendiri sudah lama mengidap penyakit “semir”,
apalagi ditambah rangsangan sari faktor luar, maka semakin marak saja praktik
korupsi berlangsung.
Korupsi juga bisa disebabkan oleh sistem birokrasi patrimonial. Menurut Max
Weber (1968), kelemahan jabatan patrimonial adalah terutama tidak mengenal
perbedaan birokrasi antara lingkup “pribadi” dan lingkup “dinas”. Juga pelaksanaan
pemerintahan dianggap sebagai urusan pribadi sang penguasa. Dengan demikian
tingkah laku kekuasaannya sama sekali bebas, tidak dibatasi campur tangan tradisi
suci yang kukuh. Dalam masalah-masalah politik, hak penguasa menghilangkan batas
yurisdiksi para pejabat. Batas-batas di antara berbagai fungsi jabatan sangat tipis.
Menurut Weber, hal itu merupakan gambaran kekanak-kanakan orang Asia. Sedang
dalam birokrasi modern, di Barat, pejabat mempunyai lingkup yurisdiksi, suatu jenis
kegiatan yang teratur, dan seperangkat peraturan yang menata kegiatan birokrasi.
Termasuk pula di dalamnya penggunaan file dan catatan-catatan secara teratur.
Korupsi juga sering terjadi karena sikap solidaritas kekeluargaan dan kebiasaan
saling memberi hadiah. Pemberian hadiah di kalangan birokrasi bahkan telah
melembaga, meskipun pada awalnya tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi
keputusan. Menurut penelitian Alatas (1987:132), bahwa korupsi bagaikan benalu
yang merayap ke segenap lingkungan yang cocok untuk tumbuh, dan lingkungan yang
paling subur untuk tempat tumbuhnya benalu itu adalah lembaga hadiah. Memang ada
yang mengatakan bahwa hadiah dan suap itu berbeda seperti halnya perkawinan dan
pelacuran. Meskipun secara lahiriah beberapa perilaku tertentu dari perkawinan dan
pelacuran itu sama, tetapi secara fenomenologis keduanya berbeda. Tetapi faktor
hadiah diakui oleh banyak penulis, bisa menjerumuskan pelakunya kepada korupsi.
Korupsi juga terjadi karena lemahnya disiplin pemerintah dalam mengendalikan
kekuasaan negara, yang menurut Gunnar Myrdal (1968), seperti dikutip Alatas
(1987:126), disebut sebagai negara yang lembek. Negara yang lembek ialah negara
yang tidak memiliki disiplin sosial, di mana pemerintah menuntut sangat sedikit
kepada warga negaranya, dan sedikit kewajiban yang tidak dilakukan secara memadai
pula. Weber mengaitkan negara yang lembek dengan otak yang lembek. Otak yang
lembek adalah otak yang kesadaran etisnya lemah, yang tidak berkemampuan
memberlakukan sanksi etis, dan yang tidak mampu membedakan urusan
pemerintahan dengan urusan pribadi. Mereka yang mengelola negara dengan lembek
pastilah orang yang berotak lembek, seperti halnya orang-orang yang korup pastilah
berpikir korup.
Korupsi terjadi karena kerakusan, kekejaman dan nafsu mengeruk keuntungan
para penguasa yang mengenggam kekuasaan untuk jangka waktu yang lama. Jadi
dalam hal ini korupsi lebih disebabkan faktor kepribadian pemimpin. Tetapi faktor
sosial, seperti pranata budaya, kemiskinan, penderitaan yang luar biasa, perubahan
politik besar-besaran, peperangan, sistem hukum yang tidak sempurna; pengaruh yang
berasal dari luar diri individu, semuanya bisa menjadi sebab-sebab terjadinya korupsi.

Menurut Alatas (1986:46), penyebab-penyebab korupsi khususnya di Indonesia,


bisa diidentifikasi sebagai berikut:

1. Ketiadaan atau kelemahan pemimpin dalam posisi-posisi kunci yang mampu


memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
2. Kelemahan pengamalan ajaran-ajaran agama dan etika.
3. Akibat kolonialisme atau suatu pengaruh pemerintahan asing tidak menggugah
kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
4. Kurang dan lemahnya pengaruh pendidikan.
5. Kemiskinan yang bersifat struktural.
6. Sanksi hukum yang lemah.
7. Kurang dan terbatasnya lingkungan anti korupsi.
8. Struktur pemerintahan yang lunak.
9. Perubahan radikal sehingga terganggunya kestabilan mental dan korupsi muncul
sebagai penyakit tradisional.
10. Kondisi masyarakat, karena korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberikan
cerminan keadaan masyarakat secara keseluruhan.
 
Dari beberapa faktor penyebab korupsi yang telah diuraikan, secara garis besar
dapat diklasifikasi menjadi 3 faktor saja yaitu :
1.      Faktor Politik
Faktor politik sebagai penyebab korupsi telah banyak terjadi di berbagai negara. Para
penguasa adalah pihak yang paling memiliki kesempatan untuk melakukan korupsi
dengan kekuasaannya. ”Power tends to corrupt, but absolute power corrupts
absolutely” (kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan
mengakibatkan korupsi berlebihan pula” (Lord Acton, 1834-1902).
2.      Faktor Yuridis
Faktor yuridis di sini ialah lemahnya sanksi hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Dalam hal ini ada dua aspek: (a) peranan hakim dalam menjatuhkan putusan; (b)
sanksi yang memang lemah berdasarkan bunyi pasal-pasal dan ayat-ayat pada
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. (Lihat:
UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU
Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
3.      Faktor Budaya
Sebagaiamana telah dijelaskan, bahwa budaya korupsi merupakan warisan budaya
kolonial, dan ketika pemerintahan kolonial sudah berakhir praktik korupsi masih terus
berjalan. Termasuk dalam kategori ini adalah adanya praktik pemberian hadiah yang
sudah melembaga, budaya pemerintahan patrimonial yang menganggap bahwa
kekuasaan adalah miliknya, budaya nepotisme yaitu mengakomodasi kepentingan
keluarga dalam pemerintahan secara tidak wajar, dan sebagainya.
 

2.      Strategi Pemberantasan Korupsi

Dalam pengantar Penjelasan atas UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi


PemberantasanTindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa tindak pidana korupsi di
Indonesia sudah meluas di masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun
ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara
maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta
lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa
bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang
meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-
hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi
dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan
luar biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasan tidak lagi dilakukan secara biasa,
tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.
Penegakan hukum untuk memberantas korupsi yang dilakukan secara
konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan
metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus
yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun
dalam pelaksanaannya dilakukan secara optimal, insentif, efektif, profesional serta
berkesinambungan.
Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah
meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana
korupsi. Berbagai kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-
undangan, antara lain dalam TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Berwibawa dan Bebas KKN, UU Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan UU 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk mencegah terjadinya korupsi besar-besaran, bagi pejabat yang
menduduki jabatan yang rawan korupsi seperti bidang pelayanan masyarakat,
pendapatan negara, penegak hukum, dan pembuat kebijaksanaan harus didaftar
kekayaannya sebelum menjabat jabatannya sehingga mudah diperiksa pertambahan
kekayaannya dibandingkan dengan pendapatannya yang resmi.
Menurut Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah (2005:248) “bahwa pembalikan beban
pembuktian terbatas bidang perdata”, seperti halnya Counter Corruption Act
Thailand, dapat diterapkan di Indonesia. Artinya, pegawai negeri atau pejabat yang
tidak dapat membuktikan asal-usul kekayaannya yang tidak seimbang dengan
pendapatannya yang resmi dapat digugat langsung secara perdata oleh penuntut
umum berdasarkan perbuatan melanggar hukum. Dengan demikian harus ada sistem
pendaftaran kekayaan pejabat sebelum dan sesudah menjabat sehingga dapat dihitung
pertambahan kekayaannya.
Penentuan pidana hanya mempunyai fungsi sebagai obat yang terakhir. Jelas
korupsi tidak bisa terberantas hanya dengan menjatuhkan pidana yang berat saja tanpa
suatu prevensi yang lebih efektif.
Pidana mati sekalipun, seperti diterapkan di RRC ternyata belum mampu
menghapus koruspi. Satu hal yang kurang diperhatikan ialah peningkatan kesadaran
hukum di kalangan masyarakat. Selalu penegak hukum saja yang diancam dengan
tindakan keras, tetapi jika rakyatnya sendiri menoleransi korupsi, yang setiap saat
memerlukan pelayanan selalu menyediakan “imbalan” tersembunyi, dan setiap kena
perkara langsung mencari siapa penyidik, penuntut atau hakimnya untuk disogok.
Kalau demikian, maka “lingkaran setan” praktik korupsi tidak pernah terputus.
Hamzah (2005:249) menyarankan penerapan strategi pemberantasan korupsi
di Indonesia dengan ”Prevention”, yaitu pencerahan untuk pencegahan, sedangkan
pada sisi kanan dan kiri masing-masing ”Publik Education”, yaitu pendidikan
masyarakat untuk menjauhi korupsi dan ”Punishment”, yaitu pemidanaan atas
pelanggaran tindak pidana korupsi.
Strategi program percepatan pemberantasan korupsi salah satunya tertuang
dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang percepatan
pemberantasan korupsi, yang terdiri atas:
1.        Kepada seluruh Pejabat Pemerintah yang termasuk dalam kategori penyelenggara
Negara sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang belum melaporkan
harta kekayaannya untuk segera melaporkan kepada komisi Pemberantasan Korupsi
2.        Membantu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rangka penyelenggaraan
pelaporan, pendaftaran, pengumuman, dan pemeriksaan laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara di lingkungannya.
3.        Membuat penetapan kinerja dengan Pejabat di bawahnya secara berjenjang, yang
bertujuan untuk mewujudkan suatu capaian kinerja tertentu dengan sumber daya
tertentu, melalui penerapan target kinerja serta indikator kinerja yang
menggambarkan keberhasilan pencapaiannya baik berupa hasil maupun manfaat.
4.        Meningkatkan kualitas pelayanan publik baik dalam bentuk jasa ataupun perizinan
melalui transparansi dan standarisasi pelayanan yang meliputi persyaratan-
persyaratan, target waktu penyelesaian, dan tarif biaya yang harus dibayar oleh
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan tersebut sesuai peraturan perundang-
undangan dan penghapusan pungutan-pungutan liar.
5.        Menetapkan program dan wilayah yang menjadi lingkungan tugas, wewenang dan
tanggung jawabnya sebagai program dan wilayah bebas korupsi.
6.        Melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah secara konsisten untuk mencegah berbagai macam
Kebocoran dan pemborosan penggunaan keuangan negara yang berasal dari
Anggaran pendapatan dan belanja negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
7.        Menerapkan kesederhanaan baik dalam kedinasan maupun dalam kehidupan pribadi
serta penghematan pada penyelenggaraan kegiatan yang berdampak langsung pada
keuangan negara.
8.        Memberikan dukungan maksimal terhadap upaya-upaya penindakan korupsi yang
dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik
Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan cara mempercepat pemberian
informasi yang berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi dan mempercepat
pemberian izin pemeriksaan terhadap saksi/ tersangka.
9.        Melakukan kerjasama dengan komisi Pemberantasan korupsi untuk melakukan
penelaahan dan pengkajian terhadap sistem-sistem yang berpotensi menimbulkan
tindak pidana korupsi dalam ruang lingkup tugas, wewenang dan tanggung jawab
masing-masing.
10.    Meningkatkan upaya pengawasan dan pembinaan aparatur untuk meniadakan
perilaku koruptif di lingkungannya.
11.    Khusus kepada Menteri-menteri pembantu Presiden:
(1) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan dan Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasiona/Kepala BAPPENAS melakukan kajian
dan uji coba untuk pelaksanaan sistem E-procurement yang dapat digunakan bersama
oleh Instansi Pemerintah;
(2) Menteri Keuangan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan
perpajakan, kepabeanan dan cukai, penerimaan bukan pajak, dan anggaran untuk
menghilangkan kebocoran dalam penerimaan keuangan negara, serta mengkaji
berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keuangan negara
yang dapat membuka peluang terjadinya praktik korupsi, dan sekaligus menyiapkan
rancangan peraturan perundang-undangan penyempurnaannya;
(3) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS
menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan Korupsi tahun 2004-2009
berkoordinasi dengan Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait
dengan unsur masyarakat serta Komisi Pemberantasan Korupsi;
(4) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara :
a. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik
b. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam rangka penyusunan penetapan kinerja dari para
pejabat pemerintahan.
c. Menyiapkan rumusan kebijakan untuk penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan
yang baik pada Pemerintahan Daerah, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan
Departemen.
d. Melakukan pengkajian bagi perbaikan sistem kepegawaian negara
e. Mengkoordinasikan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan instruksi Presiden ini.
(5) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: (a) Menyiapkan rumusan amandemen
undang-undang dalam rangka sinkronisasi dan optimalisasi upaya pemberantasan
korupsi; (b) Menyiapkan rancangan peraturan perundang-undangan yang
diperlukan untuk pelaksanaan undang-undang yang terkait dengan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
(6) Menteri BUMN, memberikan petunjuk dan mengimplementasikan penerapan
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik pada badan usaha milik negara
(7) Menteri Pendidikan Nasional, menyelenggarakan pendidikan yang berisikan
substansi penanaman semangat dan perilaku anti korupsi pada setiap jenjang
pendidikan baik formal maupun nonformal.
(8) Menteri Negara Komunikasi dan Informasi, menggerakkan dan mensosialisasikan
pendidikan anti korupsi dan kampanye anti korupsi kepada masyarakat
(9) Jaksa Agung Republik Indonesia: (a) Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan
dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan
menyelamatkan uang negara; (b) Mencegah dan memberikan sanksi tegas
terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum
dalam rangka penegakan hukum; (c) Meningkatkan kerjasama dengan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan,
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Instansi Negara yang
terkait dengan upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan
negara akibat tindak pidana korupsi.
(10) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia: (a) Mengoptimalkan upaya-upaya
penyidikan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan
menyelamatkan uang negara; (b) Mencegah dan memberikan sanksi tegas
terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam rangka penegakan hukum; (c) Meningkatkan
kerjasama dengan Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan
Instansi Negara yang terkait dengan upaya penegakan hukum dan pengembalian
kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.
(11)Gubernur dan Bupati/Walikota: (a) Menerapkan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik di lingkungan pemerintahan daerah; (b)
Meningkatkan pelayanan publik dan meniadakan pungutan liar dalam
pelaksanaannya; (c) Bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadi kebocoran keuangan
negara baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Strategi program percepatan pemberantasan korupsi ini diharapkan


dilaksanakan lembaga eksekutif dimana Presiden sebagai pimpinan tertingginya dari
tingkat pemerintah pusat, pemerintah provinsi sampai pada pemerintah
kabupaten/kota.

Gunner Myrdal sebagaimana yang dikutip oleh Jur. Andi Hamzah (2006 : 247)
menyebutkan bahwa jalan untuk memberantas korupsi di negara-negara berkembang
ialah :
1. Menaikkan gaji Pegawai rendah (dan menengah)
2. Menaikkan moral pegawai tinggi;
3. Legitimasi pungutan liar menjadi pendapatan resmi atau legal
4. Elit kekuasaan harus memberi keteladanan bagi yang di bawah.
Solusi untuk menanggulangi korupsi juga dapat dilihat dari dua sisi yaitu : 
1.      Preventif
Upaya ini bersifat mencegah agar jangan sampai terjadi korupsi atau untuk
meminimalkan penyebab korupsi.
upaya preventif yang dapat dilakukan yaitu :
1)      Keteladanan orang tua dalam  keluarga (tidak melakukan korupsi).
2)      Penerapan pendidikan anti korupsi dalam pendidikan karakter disekolah dan
mata kuliah  Korupsi Perguruan Tnggi.
3)     Siraman Rohani oleh tokoh agama mengenai Korupsi. Para tokoh agama
dalam khotbah ibadah kepada umatnya menjelaskan bahwa korupsi adalah
dosa  dan hukuman berat.
4)      Sosialisasi mengenai korupsi dimedia massa maupun media sosial (internet).
5)      Membuat sistem kontrol korupsi dan SOP yang jelas  di perusahaan swasta
dan instansi pemerintah (birokrat).
6)      Penerapan budaya  malu  bila korupsi.
7)      Keteladanan Pemimpin, tokoh masyarakat  dan wakil rakyat.
8)     Menerapkan  sistem renumerasi yang layak di perusahaan swasta dan
instansi pemerintah.
9)     Menerapkan Transparansi dan Akuntabilitas laporan keuangan sektor
pemerintah.
10)  Usaha preventif lainnya dengan melakukan perencanaan dan monitoring
secara terus menerus. 
 

2.      Represif
Upaya ini bersifat menekan, menahan atau mengekang korupsi. Usaha
Represif ini merupakan strategi yang diarahkan agar setiap korupsi yang
diindentifikasi dapat diperiksa dan disidik secara tepat dan akurat sehingga
diketahui duduk persoalan sebenarnya, untuk memudian diberikan sanksi yang
tepat dengan mengikuti prosedur yang berlaku.
      Upaya Represif  yang dapat dilakukan yaitu :
1)      Memberitakan dan menayangkan wajah koruptor dimedia massa, media
elektronik maupun media sosial (internet)
2)      Mendorong partisipasi masyarakat pada gerakan anti korupsi.
3)      Penegakan hukum yang tegas dengan menjatuhkan sanksi (hukuman)
yang berat kepada koruptor.
4)      Kerjasama aktif antara LSM, para penggiat anti korupsi dan civil society
dengan KPK dalam memerangi korupsi
5)     Memberikan kesempatan KPK untuk bekerja Independen dibawah
pengawasan masyarakat.
6)     Penerapan aturan larangan menerima hadiah, grafitikasi, suap dan
pemerasan.
7)     Pelaporan terhadap kekayaan pejabat.
8)     Memberikan reward (award) bagi pelapor tindak korupsi  dan penggiat 
anti korupsi
 
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1.         Korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruption yang berarti suatu perbuatan
busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari
kesucian, dan kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
2.         Penyebab terjadinya korupsi antara lain ialah bertambahnya jumlah pegawai negeri
dengan cepat, dengan akibat gaji mereka menjadi sangat kurang. Hal itu selanjutnya
mengakibatkan perlunya pendapatan tambahan. Pengaruh koruptif masa perang,
bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan cepat, bertambah luasnya kekuasaan
dan kesempatan birokrasi dibarengi dengan lemahnya pengawasan dari atas dan
pengaruh partai-partai politik menjadikan lahan subur bagi korupsi. Korupsi juga
bisa disebabkan oleh sistem birokrasi patrimonial. Kelemahan jabatan patrimonial
adalah terutama tidak mengenal perbedaan birokrasi antara lingkup “pribadi” dan
lingkup “dinas”. Juga pelaksanaan pemerintahan dianggap sebagai urusan pribadi
sang penguasa.
3.         Salah satu strategi program percepatan pemberantasan korupsi tertuang dalam
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang percepatan
pemberantasan korupsi. Strategi program percepatan pemberantasan korupsi ini
diharapkan dilaksanakan lembaga eksekutif dimana Presiden sebagai pimpinan
tertingginya dari tingkat pemerintah pusat, pemerintah provinsi sampai pada
pemerintah kabupaten/kota. Dengan dilaksanakannya Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tersebut maka diharapkan praktek korupsi tidak akan
terjadi lagi dinegara Indonesia.
 
B.     Rekomendasi
Setelah membahas secara utuh tentang korupsi, penyebab dan strategi
pemberantasannya, maka rekomendasi yang dapat diberikan, yaitu :
1.      Pada hakikatnya, praktik korupsi berakar pada lemahnya pengawasan. Tak ada
mekanisme yang memberikan efek jera. Untuk memberantas praktik korupsi, fungsi
pengawasan pada tataran nasional dan regional harus berjalan baik dan efektif. Praktik
kongkalikong hingga pemerasan harus diberantas tuntas.
2.      Diperlukannya partisipasi aktif dari masyarakat dalam melakukan pengawasan.
Kesadaran untuk mengawasi tidak hanya dari kampanye yang masif dan kontinyu,
tetapi juga melalui edukasi. Kesadaran yang berawal dari kearifan lokal untuk hidup
jujur dan bersih. Kiranya di tahun 2014, seluruh pejabat dan warga masyarakat
berkomitmen untuk konsekuen dalam satu tekad, memutuskan rantai setan praktik
korupsi.
3.      Melawan praktek korupsi adalah tanggung jawab setiap orang. Pencegahannya
memerlukan usaha yang terkoordinasi dari tingkat individu, komunitas dan negara.
Sehingga korupsi lambat laun dapat akan terkikis dan berkurang secara signifikan.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 

Alatas, Syed Hussein. 1990. Corruption : Its Nature, Causes and Consequences, aldershot,
Brookfield, Vt: Avebury.

Azra, Azyumardi. 2003. Agama dan Pemberantasan Korupsi. Kompas, 5 Oktober 2003.

Hamzah, Jur Andi. 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mcwalters, Ian. 2006. Memerangi Korupsi, Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia. Jawa Pos
Group, Surabaya.

Suradi. 2006. Korupsi dalam sektor pemerintah dan swasta, Mengurai Pengertian Korupsi,
Pendeteksian, Pencegahannya dan Etika Bisnis. Gava Media. Yogyakarta.

Zainuri, Achmad. 2006. Korupsi Berbasis Tradisi, Akar Kultural Penyimpangan Kekuasaan
di Indonesia. Poligon Graphic. Tangerang.

Makalah Menteri Dalam Negeri RI Dalam Pengarahan Rakor Peningkatan Pemberantasan


Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 2002. Denpasar.

Makalah Markas Besar Kepolisian RI. Upaya Peningkatan Pemberantasan Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme. 2002.

UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Inpres RI Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.


http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=147

Anda mungkin juga menyukai