Anda di halaman 1dari 17

DEPARTEMEN KONSERVASI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
Terjemahan Jurnal

Sementasi Pasak Fiber dan Pembuatan Inti Pasak dalam Satu Tahap Kerja
pada Gigi yang Telah Dirawat Secara Endodontik: Sebuah Laporan Kasus
Klinis
(One-step fiber post cementation and core build-up in endodontically treated
tooth: A clinical case report)

Oleh:
Nama : Hanindira
NIM : J014 19 2057
Pembimbing : drg. Noor Hikmah, Sp.KG(K)
Sumber : J Esthet Restor Dent. 2020; 32(5).
Hari, Tanggal Baca : Rabu, 30 September 2020

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN KONSERVASI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
Sementasi Pasak Fiber dan Pembuatan Inti Pasak dalam Satu Tahap Kerja
pada Gigi yang Telah Dirawat Secara Endodontik: Sebuah Laporan Kasus
Klinis

José Mauricio dos Santos Nunes Reis DDS, MS, PhD1


Carlos R. de Moura Oliveira DDS, MS1 | Erica GJ Reis DDS, MS, PhD2 |
Bruno A. Mascaro DDS1 | Filipe de Oliveira Abi-Rached DDS, MS, PhD1
1
Department of Dental Materials and Prosthodontics, Araraquara Dental School, Sao
Paulo State University (UNESP), Araraquara, Sao Paulo, Brazil
2
Endodontics Professor at Brazilian Association of Dental Surgeons (ABCD), Campo
Grande, Mato Grosso do Sul, Brazil

Abstrak
Objektif: Laporan kasus klinis ini membahas tentang tahapan kerja sistem “core-
and-post” yang menggunakan hanya satu jenis komposit resin untuk sementasi
pasak fiber sekaligus untuk pembuatan inti pasak pada gigi insisivus sentralis kiri
rahang atas.
Pertimbangan Klinis: Literatur ini membahas beberapa bahan dan metode
restorasi untuk gigi yang telah mendapatkan perawatan secara endodontik dengan
kerusakan bagian koronal yang membutuhkan pasak fiber intra-radikuler sebagai
fondasi pembuatan inti pasak. Laporan kasus ini menjelaskan inti dan pasak atau
teknik “monoblok”. Bahan komposit resin high-filled dual-cured (Core-X Flow;
Dentsply DeTrey) dan semen digunakan untuk luting pasak fiber (Blue X-Post)
dan membuat struktur inti pasak dengan pengaplikasian yang mudah.
Kesimpulan: Teknik “core-and-post” yang menggunakan hanya satu bahan
meminimalkan penggunaan bahan, tahapan kerja, dan durasi pengerjaan bila
dibandingkan dengan teknik konvensional.
Signifikansi Klinis: Penggunaan bahan yang berbeda untuk sementasi pasak dan
pembuatan inti pasak membutuhkan lebih banyak langkah, yang meningkatkan
waktu pengerjaan dan jumlah bahan. Adanya teknik “monoblok” ini dengan hanya
menggunakan satu bahan, sehingga dapat mempersingkat prosedur klinis, serta
menghemat waktu dan bahan. Selain itu, teknik berdasarkan sistem “core-and-
post” mudah diterapkan, fleksibel, dan estetis, serta dapat diaplikasikan pada gigi
posterior dan anterior.
Kata Kunci:
pembuatan inti pasak, sistem “core-and-post”, kedokteran gigi restoratif,
mahkota gigi

1. PENDAHULUAN
Gigi yang telah dirawat secara endodontik yang menunjukkan
kerusakan struktur mahkota dan telah direstorasi ekstensif biasanya dibuat
kembali dengan pasak dan inti diikuti dengan restorasi mahkota prostetik. 1,2
Di antara beberapa teknik, pasak, dan bahan untuk sementasi dan pembuatan
inti pasak yang dilaporkan dalam literatur, 3-6 cetakan pasak dan inti sudah
biasa digunakan karena kekuatan mekaniknya yang tinggi dan sesuai dengan
yang diinginkan pada saluran akar.7,8 Namun, gigi yang direstorasi dengan
sistem seperti itu dapat terjadi fraktur oblik/horizontal yang lebih sering pada
sepertiga tengah akar,9,10 atau fraktur vertikal akar yang disebabkan oleh
peningkatan konsentrasi tegangan di regio apikal pasak dan adanya perbedaan
modulus Young antara dentin dan logam.1 Inti dan pasak yang ideal
meningkatkan stabilitas biomekanik gigi penyangga yang mencegah
debonding dan fraktur akar atau fraktur gigi penyangga.11 Oleh karena itu,
selama beberapa dekade terakhir, pasak prefabricated glass fiber telah
digunakan sebagai alternatif untuk pasak logam customized.12,13
Karena adanya peningkatan dalam teknik adhesif, inti komposit resin
dan pasak fiber glass menjadi semakin umum.2 Modulus Young komposit
resin, berbeda dengan modulus pasak dan inti, namun lebih sebanding dengan
dentin, yang menghasilkan penurunan konsentrasi tegangan di bawah tekanan
oklusal dan mencegah fraktur akar katastropik.7,14 Selain itu, lapisan semen
yang lebih besar pada interface adhesif pasak/dentin dapat menyerap tekanan
oklusal, yang mengurangi terjadinya fraktur akar.15 Fraktur biasanya terjadi
pada sepertiga servikal dari akar dan inti, dan, dalam beberapa kondisi klinis,
dapat diperbaiki.9,10 Kebanyakan kegagalan yang terkait dengan pasak fiber
disebabkan oleh debonding antara interface pasak-semen, bukan semen-
dentin, atau terkait dengan kegagalan kohesif semen.16 Menurut beberapa
penulis, kejadian fraktur pasak fiber lebih rendah dan tingkat ketahanan serta
keberhasilannya lebih tinggi dibandingkan dengan gigi yang direstorasi tanpa
pasak,17 atau dengan cetakan pasak dan inti.18
Komposit bulk-fill telah menjadi alternatif yang menarik untuk rekonstruksi
gigi dengan kerusakan mahkota yang luas, karena komposit ini
memungkinkan penumpatan secara inkremental,19,20 yang mengurangi waktu
klinis dan sensibilitas teknis.20 Lebih lanjut, bahan tersebut menunjukkan
penyusutan polimerisasi yang serupa atau lebih rendah dibandingkan dengan
resin komposit konvensional dan/atau flowable,21 dan kekuatan fraktur yang
serupa dengan resin komposit nanohibrid, serta dapat digunakan dalam
restorasi gigi yang dirawat secara endodontik dengan kehilangan struktur
yang luas.22,23 Terlepas dari perkembangan bahan dan teknik baru selama
beberapa tahun terakhir, tantangan dan kontroversi utama terkait restorasi gigi
yang dirawat secara endodontik masih tetap ada, terutama ketika akar
semakin lemah dan ferrule terbatas, atau bahkan tidak ada.14
Laporan kasus ini membahas penggunaan klinis dari sistem “core-and-
post” etch-and-rinse (XP Bond + Core-X Flow; Dentsply DeTrey, Konstanz,
Jerman) yang menggunakan bahan tunggal untuk sementasi pasak fiber dan
pembuatan inti pasak pada gigi dengan tinggi ferrule minimal 2,0 mm. Kasus
klinis yang disajikan menjelaskan langkah-langkah teknis dan membahas
manfaat bahan dalam kaitannya dengan prosedur konvensional yang banyak
digunakan.

2. LAPORAN KLINIS
Seorang pasien wanita berusia 24 tahun dirawat di klinik gigi
Conventional and Implant-Supported Fixed Prosthesis Araraquara Dental
School – Sao Paulo State University (UNESP), mengeluhkan estetika bentuk
dan warna gigi insisivus sentralis kiri rahang atas. Pemeriksaan klinis
intraoral menunjukkan gangguan estetik yang berhubungan dengan direct
resin composite veneer yang sudah lama yang mencakup daerah
interproksimal dan full contour dari sepertiga tengah hingga insisal akibat
fraktur sebelumnya. Pemeriksaan juga mendeteksi adanya akses endodontik
yang direstorasi dengan komposit resin, peningkatan sensitivitas terhadap
perkusi vertikal, dan kondisi periodontal yang baik. Veneer resin
menunjukkan reproduksi aspek kromatik yang tidak adekuat dan restorasi
marginal yang retak. Setelah pemeriksaan klinis dan radiografi (Gambar 1
dan 2), perawatan ulang endodontik disarankan, karena diamati adanya
rongga dan pengisian saluran akar yang tidak homogen. Berkurangnya jumlah
struktur gigi yang tersisa di sepertiga tengah/insisal tidak mengganggu ferrule
minimum 2,0 mm yang diinginkan dengan penggunaan pasak prefabricated
dan direkomendasikan oleh produsen dari bahan yang digunakan. Untuk
menentukan ferrule, gigi biasanya harus dipreparasi sebelum memilih pasak
dan sementasi untuk memfasilitasi pengamatan struktur gigi yang sehat. Di
sisi lain, dalam beberapa kondisi, seperti dalam laporan kasus klinis ini,
pemeriksaan klinis dan radiografi memungkinkan operator melihat struktur
gigi yang sehat, terutama di sepertiga servikal. Terlepas dari keterbatasan
gambar dua dimensi dalam menunjukkan luas struktur gigi, radiografi
periapikal/interproksimal penting untuk mengamati perluasan perawatan
restoratif sebelumnya. Sehubungan dengan pemeriksaan klinis (pemeriksaan
yang menentukan dan terpenting), dan mempertimbangkan data anamnesis
yang terkait dengan fraktur gigi di sepertiga tengah hingga insisal, kami
memutuskan untuk memilih dan melakukan sementasi pasak fiber sebelum
preparasi gigi, karena kehadiran ferrule sudah diketahui sebelumnya. Hal ini
memudahkan prosedur endodontik dan adhesif di bawah isolasi rubber dam.

Gambar 1 Kondisi klinis awal. Restorasi komposit resin yang ekstensif di insisivus
sentralis kiri rahang atas, termasuk permukaan bukal, mesial, distal, dan insisal.
Perhatikan retakan pada restorasi sebelumnya dan gangguan estetik.
Gambar 2 Radiografi periapikal sebelum perawatan ulang endodontik. Perhatikan
keberadaan rongga, pengisian saluran akar yang tidak homogen, dan restorasi
komposit resin yang ekstensif

Sepertiga mahkota gigi direkonstruksi dengan sistem “core-and-post”


(XP BOND/Self Cure Activator + Blue X-Post #3 + Core-X Flow; Dentsply
DeTrey, Konstanz, Jerman), diikuti oleh mahkota all-ceramic. Setelah
prosedur adhesi, pasak fiber disementasi ke dalam saluran akar dan inti dibuat
menggunakan Core-X Flow tunggal, yang merupakan komposit resin dual-
cure highly filled (70% berat) yang dimasukkan menggunakan dual-barreled
syringe, yang pengaplikasiannya intraoral direk dan akurat. Gigi lalu
dipreparasi dengan margin rounded shoulder. Mahkota all-ceramic dibuat
dengan pressable lithium disilicate ceramic (IPS e.max Press, Ivoclar
Vivadent, Schaan, Liechtenstein), di-veneer dengan veneer porselen
nanofluorapatit (IPS e.max Ceram; Ivoclar Vivadent, Schaan, Liechtenstein).
Gambar 3 Radiografi periapikal setelah perawatan ulang saluran akar

2.1 Langkah Teknis


2.1.1 Langkah 1: Preparasi saluran akar
Setelah perawatan ulang endodontik (Gambar 3), saluran akar diakses
menggunakan plugger Rhein yang dipanaskan (Golgran Ind., Sao Paulo,
SP, Brazil). Gutta-percha diangkat menggunakan #2 Largo Peeso Reamer
dan sealing apikal dipertahankan. Terakhir, saluran akar dipreparasi
dengan #3 drill pasak (Gambar 4).

Gambar 4 Preparasi saluran akar menggunakan Maillefer Precision Drill #3


2.1.2 Langkah 2: Memilih pasak fiber dan persiapan luting adhesif
Setelah pengangkatan gutta-percha dan preparasi saluran akar, radiografi
periapikal digunakan untuk memeriksa kualitas preparasi dan untuk
memilih ukuran pasak fiber, sesuai dengan dimensi anatomis saluran akar.
Pasak fiber yang dipilih (Blue X-Post #3) diberi batas (Gambar 5),
direduksi sampai panjang yang adekuat dengan bur high-speed diamond
dengan water-cooling dan dibersihkan dengan alkohol. Pasak fiber benar-
benar dibasahi oleh sistem bonding campuran XP BOND/Self Cure
Activator (Dentsply DeTrey, Konstanz, Jerman) dan bahan pelarut
dihilangkan dengan semprotan udara ringan setidaknya selama 5 detik. X-
post dilindungi dari cahaya sampai prosedur sementasi.

Gambar 5 Try-in pasak fiber (Blue X-Post #3) dan pemberian batas untuk pemotongan

2.1.3 Langkah 3: Prosedur adhesif saluran akar


Dentin dinding saluran akar dietsa menggunakan asam fosfat 36% selama
15 detik. Asam lalu dibersihkan menggunakan semprotan air selama 20
detik dan dinding akar dikeringkan menggunakan paper point dengan hati-
hati sebelum prosedur bonding. Sistem bonding self-cure XP BOND/Self
Cure Activator diaplikasikan ke dalam dinding saluran akar (Gambar 6)
selama 20 detik. Adhesif yang berlebih dibersihkan dengan paper point
dan bahan pelarut dikeringkan dengan semprotan udara ringan selama 5
detik.
Gambar 6 Aplikasi XP BOND/Self Cure Activator

2.1.4 Langkah 4: Sementasi pasak fiber dan pembuatan inti pasak


Lepaskan penutup syringe Core-X Flow dan buang sedikit. Core-X Flow
langsung diaplikasikan ke permukaan pasak fiber dan ke dalam saluran
dan ruang pulpa (Gambar 7), lalu pasak fiber segera ditempatkan ke posisi
akhir dan distabilkan. Setelah itu lakukan light-curing selama 40 detik
dengan intensitas radiasi 1200 mW/cm 2 (Radii, SDI, Victoria, Australia).
Bahan yang berlebih dibersihkan dengan bur diamond lalu radiografi
periapikal diambil untuk memastikan adaptasi pasak fiber dan sealing akar
(Gambar 8).

Gambar 7 Penumpatan saluran akar dan dinding mahkota menggunakan Core-X Flow
Gambar 8 Radiografi periapikal setelah sementasi pasak fiber dan penumpatan mahkota

2.1.5 Langkah 5: Preparasi gigi, pencetakan dan sementasi mahkota penuh


Gigi dipreparasi untuk menerima veneered lithium disilicate crown
(Gambar 9 dan 10). Dilakukan pencetakan two-step putty-wash dengan
polyvinyl siloxane (Gambar 11). Mahkota (Gambar 12) di-luting dengan
semen resin self-adhesive (RelyX U200, 3M ESPE AG, Seefeld, Jerman).

Gambar 9 Insisivus sentralis kiri rahang atas setelah preparasi mahkota menggunakan
desain margin rounded shoulder
Gambar 10 Perhatikan dentin pada sepertiga servikal yang menandai tinggi ferrule yang
adekuat (panah hitam) dan batas-batas komposit resin pada batas sepertiga bagian tengah
servikal (garis putus-putus merah)

Gambar 11 Cetakan fisiologis

Gambar 12 Veneered lithium disilicate crown setelah sementasi


3. DISKUSI
Teknik “monoblok” atau inti dan pasak menyederhanakan restorasi
pasak dan inti, karena dapat digunakan untuk sementasi pasak dan pembuatan
inti pasak.24,25 Selama beberapa dekade terakhir, komposit resin diperkuat
dengan partikel anorganik telah dikembangkan dan digunakan, dan kadang-
kadang direkomendasikan oleh pabrik untuk digunakan sebagai bahan
sementasi dan tumpatan inti.25 Protokol dalam laporan kasus ini menunjukkan
cara yang dapat diprediksi dan mudah untuk merestorasi gigi yang telah
dirawat secara endodontik. Seluruh sistem bekerja secara harmonis untuk
memperkuat gigi yang membutuhkan sementasi pasak dan pembuatan inti
pasak. Oleh karena itu, penggunaan hanya satu bahan untuk dua indikasi
memungkinkan terciptanya ikatan interface “monoblok” antara pasak-dentin-
inti, yang menghasilkan rekonstruksi kohesif dari kekuatan dan kekokohan
yang impresif dari waktu ke waktu.
Bitter et al.26 mengevaluasi kekuatan ikatan push-out dan morfologi
interface resin-dentin dengan mikroskop scanning laser confocal dari sistem
“core-and-post” yang berbeda. Core-X Flow menunjukkan kekuatan ikatan
yang mirip dengan MultiCore Flow (Ivoclar-Vivadent) dan lebih rendah dari
Luxacore Z (DMG) dan Rebilda DC (Voco). Namun, penulis menyimpulkan
bahwa semua sistem menunjukkan pembentukan lapisan hibrid yang
homogen dan penetrasi ke dalam tubulus dentinalis, oleh karena itu, adhesi
yang efektif dan berhasil ke dinding saluran akar dan kinerja klinis yang
memuaskan. Mereka juga menyoroti tidak seperti sistem konvensional yang
menggunakan satu bahan untuk sementasi pasak dan satu lagi untuk
pembuatan inti pasak, penggunaan hanya satu sistem inti dan pasak yang
diproduksi dapat menghilangkan kemungkinan ketidaksesuaian di antara
bahan yang berbeda dan memberikan potensi penuh dari setiap sistem.
Sterzenbach dkk.27 mengamati bahwa kekuatan ikatan dari pasak fiber yang
di-luting secara adhesif ke dentin saluran akar secara signifikan lebih tinggi
ketika semen resin self-adhesive, atau bahan inti dan pasak Core-X Flow
etch-and-rinse digunakan, dibandingkan dengan sistem “core-and-post”
DentinBond/DentinBuild (Komet) etch-and-rinse dan self-etch adhesif/semen
resin EDPrimer II/Panavia F 2.0 (Kuraray Medical Inc.). Menurut penulis
Sterzenbach et al.27 komponen filler tampaknya memberikan sedikit pengaruh
terkait dengan kinerja kekuatan ikatan untuk bahan-bahan tersebut. Marigo
dkk.28 mengevaluasi kekuatan ikatan push-out dari dua sistem self-adhesive
dan dua sistem luting etch-and-rinse setelah artificial aging dan mengamati
perbedaan yang signifikan dalam kekuatan ikatan total di antara semen. Core-
X Flow menghasilkan nilai rata-rata tertinggi, diikuti oleh Cement-One
(Dentalica) dan Axia Core Dual (Dentalica). SmartCem 2 (Dentsply)
memberikan hasil terendah. Tidak ada perbedaan signifikan yang terdeteksi
pada semen di bagian tengah atau apikal; namun, di zona tengah, Core-X
Flow menunjukkan nilai tertinggi dan SmartCem 2 memberikan nilai
terendah. Axia Core Dual dan Core-X Flow menunjukkan kekuatan ikatan
yang lebih homogen di berbagai lokasi anatomi (servikal, tengah, dan apikal).
Mazzoni dkk.29 menyelidiki pengaruh thermocycling pada kekuatan ikatan
pasak fiber yang disementasi dengan luting yang berbeda. Thermocycling
secara signifikan mempengaruhi kekuatan ikatan baik self-etch adhesif/resin
semen (Panavia F 2.0) dan semen self-adhesive (RelyX Unicem; 3M ESPE)
dibandingkan dengan spesimen kontrol yang diinkubasi dalam saliva buatan
dalam periode waktu yang sama. Meskipun sistem etch-and-rinse (XP
Bond/Core-X Flow) menunjukkan sedikit penurunan kekuatan ikatan, tidak
ada perbedaan yang signifikan yang terdeteksi dibandingkan dengan kontrol.
Selain itu, Core-X Flow menunjukkan kekuatan ikatan yang lebih tinggi
daripada Panavia F 2.0 dan RelyX Unicem setelah artificial aging (40.000
cycles), yang menurut penulis mewakili fungsi klinis sekitar 4 tahun.
Teknik yang dijelaskan dalam laporan ini dapat direplikasi tanpa
langkah atau bahan tambahan, yang memungkinkan operator melakukan
prosedur tersebut dengan waktu dan tenaga yang lebih sedikit. Bahan yang
dikeluarkan melalui syringe memberikan sifat pencampuran yang baik dan
pencampuran di ujung saluran akar yang berbentuk panjang dan sempit. Oleh
karena itu, sistem dapat langsung diterapkan ke dalam saluran akar, yang
menghindari pencampuran secara manual dengan tangan dan meminimalkan
terbentuknya gelembung. Beberapa filosofi dapat diterapkan untuk
pembuatan inti pasak, dan teknik saat ini juga dapat digunakan bersama-sama
dengan teknik konvensional, karena beberapa klinisi menolak penerapan
protokol dan bahan baru.

4. KESIMPULAN
1. Teknik “monoblok” yang didasarkan pada sistem “post-and-core” hanya
menggunakan satu bahan untuk sementasi pasak sekaligus pembuatan inti
pasak.
2. Dengan penggunaan satu bahan saja akan mempermudah tahapan
pengerjaan dan mempercepat prosedur tindakan dengan teknik yang
minimal.
3. Operator dapat meminimalkan waktu pengerjaan untuk tahapan sementasi
pasak fiber dan pembuatan inti pasak dengan memilih sistem yang dapat
mengurangi tahapan kerja dan penggunaan bahan, dengan prediksi hasil
yang baik.

REFERENSI
1. Okamoto K, Ino T, Iwase N, et al. Three-dimensional finite element analysis
of stress distribution in composite resin cores with fiber posts of varying
diameters. Dent Mater J. 2008;27(1):49-55.
2. Ishikawa Y, Komada W, Inagaki T, et al. The effects of post and core
material combination on the surface strain of the 4-unit zirconia fixed partial
denture margins. Dent Mater J. 2017;36(6):798-808.
3. Hikita K, Van Meerbeek B, De Munck J, et al. Bonding effectiveness of
adhesive luting agents to enamel and dentin. Dent Mater. 2007;23: 218-225.
4. Zicari F, De Munck J, Scotti R, et al. Factors affecting the cement-post
interface. Dent Mater. 2012;28(3):287-297.
5. Skupien JA, Sarkis-Onofre R, Cenci MS, et al. A systematic review of factors
associated with the retention of glass fiber posts. Braz Oral Res.
2015;29(1):1-8.
6. Soejima H, Takemoto S, Hattori M, et al. Effect of adhesive system on
retention in posts comprising fiber post and core resin. Dent Mater J.
2013;32(4):659-666.
7. Fraga RC, Chaves BT, Mello GS, et al. Fracture resistance of endodontically
treated roots after restoration. J Oral Rehabil. 1998;25(11):809-813.
8. Rezaei Dastjerdi M, Amirian Chaijan K, Tavanafar S. Fracture resistance of
upper central incisors restored with different posts and cores. Restor Dent
Endod. 2015;40(3):229-235.
9. Qing H, Zhu Z, Chao Y, Zhang WQ. In vitro evaluation of the fracture
resistance of anterior endodontically treated teeth restored with glass fiber
and zircon posts. J Prosthet Dent. 2007;97(2):93-98.
10. Ni CW, Chang CH, Chen TY, et al. A multiparametric evaluation of post-
restored teeth with simulated bone loss. J Mech Behav Biomed Mater.
2011;4(3):322-330.
11. Mamoun J. Post and core build-ups in crown and bridge abutments: bio-
mechanical advantages and disadvantages. J Adv Prosthodont.
2017;9(3):232-237.
12. Marchi GM, Mitsui FH, Cavalcanti AN. Effect of remaining dentine structure
and thermal mechanical aging on the fracture resistance of bovine roots with
different post and core systems. Int Endod J. 2008;41(11):969-976.
13. Zogheib LV, Pereira JR, do Valle AL, et al. Fracture resistance of weakened
roots restored with composite resin and glass fiber post. Braz Dent J.
2008;19(4):329-333.
14. Silva GR, Santos-Filho PC, Simamoto-Júnior PC, et al. Effect of post type
and restorative techniques on the strain and fracture resistance of flared
incisor roots. Braz Dent J. 2011;22(3):230-237.
15. Zhou L, Wang Q. Comparison of fracture resistance between casts posts and
fiber posts: a meta-analysis of literature. J Endod. 2013;39(1):11-15.
16. Kulkarni K, Godbole SR, Sathe S, et al. Evaluation of the mode failure of
glass fiber oosts: an in vitro study. Int J Sci Stud. 2016;3(12):34-39.
17. Guldener KA, Lanzrein CL, Guldener BES, et al. Long-term clinical
outcomes of endodontically treated teeth restored with or without fiber post-
retained single-unit restorations. J Endod. 2017;43(2):188-193.
18. Wang X, Shu X, Zhang Y, Yang B, Jian Y, Zhao K. Evaluation of fiber posts
vs metal posts for restoring severely damaged endodontically treated teeth: a
systematic review and meta-analysis. Quintessence Int. 2019;50(1):8-20.
19. Alrahlah A, Silikas N, Watts DC. Post-cure depth of cure of bulk fill dental
resin-composites. Dent Mater. 2014;30(2):149-154.
20. Li X, Pongprueksa P, Van Meerbeek B, et al. Curing profile of bulk-fill resin-
based composites. J Dent. 2015;43(6):664-672.
21. Ilie N, Hickel R. Investigations on a methacrylate-based flowable composite
based on the SDR technology. Dent Mater. 2011;27(4):348-355.
22. Atalay C, Yazici AR, Horuztepe A, et al. Fracture resistance of
endodontically treated teeth restored with bulk fill, bulk fill flowable, fiber-
reinforced, and conventional resin composite. Oper Dent. 2016;41(5):131-
140.
23. Kemaloglu H, Emin Kaval M, Turkun M, et al. Effect of novel restoration
techniques on the fracture resistance of teeth treated endodontically: an in
vitro study. Dent Mater J. 2015;34(5):618-622.
24. Panitiwat P, Salimee P. Effect of different composite core materials on
fracture resistance of endodontically treated teeth restored with FRC posts. J
Appl Oral Sci. 2017;25(2):203-210.
25. Bitter K, Schubert A, Neumann K, Blunck U, Sterzenbach G, Rüttermann S.
Are self-adhesive resin cements suitable as core buildup materials? Analyses
of maximum load capability, margin integrity, and physical properties. Clin
Oral Investig. 2016;20(6):1337-1345.
26. Bitter K, Gläser C, Neuman K, et al. Analysis of resin-dentin interface
morphology and bond strength evaluation of core materials for one stage
post-endodontic restorations. PLoS ONE. 2014;9(2):e86294.
27. Sterzenbach G, Karajouli G, Naumann M, Peroz I, Bitter K. Fiber post
placement with core build-up materials or resin cements-an evaluation of
different adhesive approaches. Acta Odontol Scand. 2012;70(5):368-376.
28. Marigo L, D'arcangelo C, De Angelis F, Cordaro M, Vadini M, Lajolo C.
Evaluation of in vitro push-out bond strengths of different post-luting systems
after artificial aging. Minerva Stomatol. 2017;66(1):20-27.
29. Mazzoni A, Marchesi G, Cadenaro M, et al. Push-out stress for fibre posts
luted using different adhesive strategies. Eur J Oral Sci. 2009; 117(4):447-
453.

Anda mungkin juga menyukai