KATARAK
DISUSUN
OLEH :
Malang
2020
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN........................................................ 3
1.1 Latar Belakang.................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah................................ ………..3
1.3 Tujuan................................................... .…...….3
BAB II PEMBAHASAN........................................................ 4
2.1 Pengertian......................................................... 4
2.2 Etio;ogi............................................................. 4
2.3 Patogenesis....................................................... 5
2.4 Klasifikasi........................................................ 5
2.5 Manisfestasi Klinis.......................................... 6
2.6 patway…………………………………………..7
2.7 Penatalaksanaan................................................ 6
2.8 Pemeriksaan..................................................... 8
2.9 Komplikas........................................................ 8
2.10 Asuhan Keperawatan..................................... 9
BAB III PENUTUP............................................................ 19
3.1 Kesimpulan................................................... 19
3.2 Saran............................................................ .19
DAFTAR PUSTAKA......................................................... 20
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Puji syukur kehadirat Tuhan atas rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini saya membahas tentang “ Asuhan Keperawatan
Katarak”.
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Mata
Kuliah Teknologi Keperawatan. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak
akan tuntas tanpa adanya bimbingan serta bantuan dari Ns. Duma. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ns. Duma
LumbanTobing, S.Kep, M.Kep,Sp.Kep.J. Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Kritik, saran, dan masukan sangat saya
butuhkan untuk di jadikan pedoman dalam penulisan ke arah yang lebih baik lagi. Akhir kata,
saya ucapkan
Wasalamualaikum Waramatullahi Wabarokatuh
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian katarak
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi katarak
3. Mengetahui apa saja etiologi pada katarak
4. Mengetahui patogenesis terjadinya katarak
5. Mengetahui klasifikasi katarak
6. Mengetahui tanda dan gejala katarak
7. Mengetahui penatalaksanaan katarak
8. Mengetahui pemeriksaan katarak
9. Mengetahui diagnose, kriteria hasil, dan intervensi keperawatan katarak
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Katarak merupakan kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah
gambaran yang diproyeksikan pada retina.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya
(Ilyas, 2010).
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat
terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah
trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarrhakies” yang berarti air terjun. Dalam bahasa
Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti tertutup air terjuan akibat lensa yang
keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya ( Ilyas,1999 cit Anas
Tamsuri, 2011 : 54 ).
2.2 Etiologi
Katarak disebabkan oleh berbagai factor, antara lain:
a. Trauma
b. Terpapar substansi toksik
c. Penyakit predisposisi
d. Genetik dan gangguan perkembangan
e. Iinfeksi virus di masa pertumbuhan janin
f. Usia
Penuaan merupakan penyebab utama dari katarak (95 %) dan 5 % disebsbkan kerusakan
congenital, trauma,keracunan atau penyakjit sistemik.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh katarak dipengaruhi oleh lokasi dan densitas
( kepadatan) dari kekeruhan selain karena umur ,pekerjaan gaya hidup dan tempat tinggal
seseorang.
Menurut etiologinya katarak dibagi menjadi :
1. katarak seni.le ( 95 %) .
katarak ini disebabkan oleh ketuaan (lebih 60 tahun).
Menurut catatan The framinghan eye studi, katarak terjadi 18 % pada usia 65– 74 tahun
dan 45 % pada usia 75 – 84 tahun. Beberapa derajat ktarak diduga terjadi pada semua
orang pada usia 70 tahun.
Ada 4 stadium antara lain :
a. Katarak insipien : stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh bagian lensa
yang masih jernih.
b. Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratip menyerap air.
c. Katarak matur : katarak yang telah menegani seluruh bagian lensa. Katarak ini
dapat diopperasi.
d. Katarak hepermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar dari
kapsul lensa sehingga lensa mnegecil, berwarna kuning dan keringf sertya
terdapat lipatan kapsul lensa (Jounole zin kendor). Jika berlanjut diserrtai kapsul
yang tebal menyebabkan kortek yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar
sehingga berbentuk seperti sekantong susu dengan nucleus yang terbenam yang
disebut katarak Morgageeeni.
2. Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir ( bayi kurang dari 3 bulan).
Katarak congenital digolongkan dalam :
a. Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
b. Katarak lentikuler: merupakan kekeruhan lensa yang tidak mengenai kapsul.
Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada anak usia 3 bln
sampai 9 tahun katarak juvenil .
3. Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma tajam/trauma tumpul,
adanya benda asing pada intra okuler,X Rays yang berlebihan atau bahan radio aktif. Waktu
untuk perkembangan katarak traumatic dapat bervariasi dari jam sampai tahun.
4. Katarak toksik : Setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu
( korticostirot,Klorpromasin/torasin,miotik,agen untuk pengobatan glaucoma).
5. Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM, Hipoparatiroid,Downs sindrom dan
dermatitis atopic dapat menjadi predisposisi bagi individu untuk perkembangan katarak.
Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara kimia dapat mengurangi
alcoholnya yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa impermiabel terhadap gula,alcohol dan
melindungi dari pelepasan. Dalam usaha untuk mengenbalikan pada tingkat osmolaritas
yang normal lensa diletakan pada air (newell, 1986).
6. Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain (kelainan okuler).
Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis pigmentosa, glaucoma dan retina detachement.
Katarak ini biasanya unilateral.
2.3 Faktor Resiko
Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain adalah umur dan jenis
kelamin sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah pekerjaan dan pendidikan yang
berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang, serta faktor
lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan sinat Ultraviolet yang berasal dari sinar
matahari (Sirlan F, 2000)
1. Usia
Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh. Dengan
meningkatnya umur, maka ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-serat
lensa yang baru. Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya, keadaan ini
akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. .Prevalensi katarak meningkat tiga
sampai empat kali pada pasien berusia >65 tahun (Pollreisz dan Schmidt, 2010).
2. Jenis Kelamin
Usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan oleh laki-laki, ini diindikasikan
sebagai faktor resiko katarak dimana perempuan penderita katarak lebih banyak
dibandingkan laki-laki (WHO, 2012)
3. Riwayat Penyakit
Diabetes Melitus (DM) dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan
kemampuan akomodasi. Meningkatnya kadar gula darah, juga akan meningkatkan kadar
gula di aqueous humor. Glukosa dari aqueous akan masuk ke lensa melalui difusi dimana
sebagian dari glukosa ini diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase melalui
jalur poliol, yang tidak dimetabolisme dan tetap tinggal di lensa. Telah terbukti bahwa
akumulasi intraselular sorbitol menyebabkan perubahan osmotic sehingga air masuk ke
lensa, yang akan mengakibatkan pembengkakkan serabut lensa. Penelitian pada hewan
telah menunjukkan bahwa akumulasi poliol intraseluler menyebabkan kolaps dan
likuifaksi(pencairan) serabut lensa, yang akhirnya terjadi pembentukan kekeruhan pada
lensa. (Pollreisz dan Schmidt, 2010)
2.4 Patofisiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut dan pada usia diatas 70 tahun, dapat
diperkirakan adanya katarak dalam berbagai derajat, namun katarak dapat juga diakibatkan oleh
kelainan konginental, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Secara kimiawi, pembentukan
katarak ditandai oleh berkurangnya ambilan oksigen dan bertambahnya kandungan air yang
kemudian diikuti dengan dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan
kandungan kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Lensa yang mengalami katarak tidak
mengandung glutation. Usaha mempercepat atau memperlambat perubahan kimiawi ini dengan
cara pengobatan belum berhasil dan penyebab maupun implikasinya tidak diketahui. Akhir –
akhir ini, peran radiasi sinar ultraviolet sebagai salah satu faktor dalam pembentukan katarak
senil, tampak lebih nyata. Penyelidikan epidemiologi mennjukan bahwa di daerah – daerah yang
spanjan g tahun selalu ada sinar matahari yang kuat, insiden kataraknya meningkat pada usia 65
tahun atau lebih. Pada penelitian lebih lanjut, ternyata sinar ultraviolet memang mempengaruhi
efek terhadap lensa. Pengobatan katarak adalah dengan tindakan pembedahan, lensa diganti
dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraokular. ( Anas Tamsuri, 2011 : 55 –
56 )
2.5 Patogenesis
Katarak senilis adalah penyebab utama gangguan penglihatan pada orang tua. Patogenesis
katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun sel lensa
terus bertumbuh sepanjang hidup, tidak ada sel-sel yang dibuang. Seiring dengan bertambahnya
usia, lensa bertambah berat dan tebal sehingga kemampuan akomodasinya menurun. Saat lapisan
baru dari serabut korteks terbentuk secara konsentris, sel-sel tua menumpuk ke ararh tengah
sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis nuklear).
Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi high-
molecular-weight-protein. Agregasi protein ini menyebabkan fluktuasi mendadak pada index
refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan penurunan transparansi. Perubahan kimia protein
lensa nuklear ini juga menghasilkan pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya usia
lensa menjadibercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya jernih tidak bisa
menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina. Selain itu, terjadi penurunan konsentrasi
Glutathione dan Kalium diikuti meningkatnya konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti
meningkatnya konsentrasi Natrium dan Kalsium.
2.6 Klasifikasi
Ada beberapa jenis klasifikasi yang telah sering digunakan untuk menilai katarak, misalnya
berdasarkan usia timbulnya katarak disebut sebagai: (Skuta,GL. et al. 2010)
1. Katarak kongenital yaitu katarak yang terjadi pada usia dibawah 1 tahun
2. Katarak juvenil yaitu katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senilis yaitu katarak yang terjadi setelah usia 40 tahun
Ada yang membagi berdasarkan kekeruhan lensa yaitu katarak imatur atau matur, dan
pembagian berdasarkan letak kekeruhan lensa yaitu katarak kortikalis, katarak subkapsularis
posterior atau anterior, katarak nuclearis.
Klasifikasi katarak seperti dikemukakan oleh buratto dan kawan-kawan. Buratto membagi
densitas kekerasan lensa menjadi 5 jenis ; dimana grade 1 adalah katarak yang paling lunak dan
grade 5 adalah katarak yang sangat keras.
Klasifikasi katarak menurut burrato adalah sebagai berikut : (Soekardi I. et al. 2005).
Grade 1 : Nukleus lunak.
Pada katarak grade 1 biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak sedikit keruh
dengan warna agak keputihan. Refleks fundus juga masih dengan mudah diperoleh dan
usia penderita juga biasanya kurang dari 50 tahun.
Grade 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan.
Pada katarak jenis ini tampak nukleus mulai sedikit berwarna kekuningan, visus biasanya
antara 6/12 sampai 6/30. Reflek fundus juga masih mudah diperoleh dan katarak jenis ini
paling sering memberikan gambaran katarak subkapsularis posterior.
Grade 3 : Nukleus dengan kekerasan medium.
Katarak ini paling sering ditemukan dimana nukleus tampak berwarna kuning disertai
dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan. Visus biasanya antara 3/60
sampai 6/30 dan bergantung juga dari usia pasien. Semakin tua pasien tersebut maka
semakin keras nukleusnya.
Grade 4 : Nukleus keras.
Pada katarak ini warna nukleus sudah berwarna kuning kecoklatan, dimana usia penderita
biasanya sudah lebih dari 65 tahun. Visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana
reflek fundus maupun keadaan fundus sudah sulit dinilai.
Grade 5 : Nukleus sangat keras.
Pada katarak ini nukleus sudah berwarna kecoklatan bahkan ada yang sampai berwarna
agak kehitaman. Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek dan usia penderita sudah di
atas 65 tahun. Katarak ini sangat keras dan disebut juga brumescent cataract atau black
kataract.
2.9 Penatalaksanaan
Operasi katarak merupakan operasi mata yang sering dilakukan diseluruh dunia, karena
merupakan modalitas utama terapi katarak. Tujuan dilakukan operasi katarak adalah perbaikan
tajam penglihatan sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien (Purnaningrum, 2014)
d) Phacoemulsification.
Merupakan salah satu tehnik ekstraksi katarak ekstrakapsuler yang berbeda dengan
ekstraksi katarak katarak ekstrakapsular standar (dengan ekspresi dan pengangkatan
nukleus yang lebar). Sedangkan fakoemulsifikasi menggunakan insis kecil, fragmentasi
nukleus secara ultrasonik dan aspirasi kortek lensa dengan menggunakan alat
fakoemulsifikasi. Secara teori operasi katarak dengan fakoemulsifikasi mengalami
perkembanagn yang cepat dan telah mencapai taraf bedah refraktif oleh karena
mempunyai beberapa kelebihan yaitu rehabilitasi visus yang cepat, komplikasi setelah
operasi yang ringan, astigmat akibat operasi yang minimal dan penyembuhan luka yang
cepat. Kerugian dari phakoemulsifikasi : Biaya, Peralatan yang sangat mahal,
membutuhkan biaya tambahan untuk tiap jenis peralatan untuk tiap kasus. Latihan,
phakoemulsifikasi merupakan tehnik yang sulit untuk dipelajari, membutuhkan waktu
yang sangat lama untuk latihan.
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf,
penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kontrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit.
12. A-scan ultrasound (echography).
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
2.10 Komplikasi
Komplikasi pembedahan katarak dapat terjadi pada waktu yang berbeda, terbagi dari ; pada
saat operasi, dan setelah operasi. Oleh karena itu perlu untuk mengevaluasi pasien post operasi
katarak selama 1 hari, 1 minggu, 1 bulan dan 3 bulan. (Soekardi I. et al. 2005)
Komplikasi awal pembedahan adalah setiap kejadian klinis yang terjadi baik selama operasi
maupun 48 jam setelah operasi. Komplikasi lanjut adalah setiap kejadian klinis yang terjadi
dalam 4-6 minggu setelah operasi. (Skuta GL. et al. 2010).
Asuhan Keperawatan
Pre-Operasi
Diagnosa Pre-Operasi
No Diagnosa
1. Gangguan persepsi sensori b.d penurunan tajam pengelihatan
2. Ansietas b.d stressor : tindakan pembedahan
3. Defisiensi pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan
Data Fokus
- GDS : 300
Data tambahan :
3. Optalmoschope terlihat adanya
1. Klien mengatakan takut menjalani pengembunan seperti mtiara keabuan pada
operasi untuk pertama kalinya pupil
2. Klien mengatakan sangat 4. Klien direncanakan untuk dilakukan
khawatirdengan kondisinya saat ini operasi katarak
3. Klien mengatakan sulit mengambil 5. Diagnose medis klien adalah katarak
barang karena mata buram
Analisis Data
Data Fokus Problem Etiologi
DS : Gangguan Persepsi Sensori Penurunan tajam
1. Klien mengeluh pengelihatan
penglihatan kabur dan
sering silau.
2. Klien mengatakan
sulit mengambil barang
karena mata buram
3. Klien pernah
melukai dirinya saat
memasak karena mata
buram
DO :
1. Optalmoschope
terlihat adanya
pengembunan seperti
mutiara keabuan pada
pupil
2. Klien direncanakan
untuk dilakukan
operasi katarak
3. Diagnose medis
klien adalah katarak
DS : Ansietas Stressor : tindakan
1. Klien mengatakan pembedahan
takut menjalani operasi
untuk pertama kalinya
2. Klien mengatakan
sangat khawatirdengan
kondisinya saat ini
DO :
1. Klien tampak cemas
2. Klien tampak gelisah
Klien terlihat sesekali
melamun
DS : Defisiensi pengetahuan Kurang sumber pengetahuan
1. Klien dan keluarga
bertanya kenapa bias
terjadi penyakit ni
DO :
1. Klien tampak
bingung saat
didiagnosa mengenai
penyakit terkait
Intervensi
Tgl. Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
27/05/ Gangguan Setelah dilakukan tindakan
2017 Persepsi Sensori keperawatan 1 x 24 jam, 1. Kaji fungsi penglihatan klien
b.d penurunan masalah risiko cedera tidak 2. Jaga kebersihan mata
tajam terjadi. Dengan kriteria hasil :3. Monitor penglihatan mata
pengelihatan 1. Tidak terdapat 4. Monitor fungsi lapang
pengembunan pada mata pandang, pengelihatan, visus
2. Pandangan tidak kabur klien
3. Pandangan tidak buram 5. Orientasikan pasien akan
Lapangaan pandang normal lingkungan fisik sekitarnya
6. Cegah sinar yang menyilaukan
7.
27/05 Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan Pengurangan kecemasan (5820) :
2017 Stressor : keperawatan 1 x 24 jam, 1. Gunakan pendekatan yang
tindakan masalah ansietas dapat teratasi. tenang dan meyakinkan
pembedahan Dengan kriteria hasil : 2. Jelaskan semua prosedur
1. Tidak terjadi ketakutan termasuk sensasi yang akan
sebelum melakukan operasi dirasakan yang mungkin akan
2. Klien tidak terlihat cemas dialami klien selama prosedur
Klien tidak erlihat gelisah (dilakukan)
3. Berada di sisi klien untuk
menngkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
4. Dorong keluarga untuk
mendampingi klien dengan cara
yang tepat
5. Kaji untuk tanda verbal dan
non verbal kecemasan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat anti
ansietas
Kolaborasi dengan psikiater
dalam mengatasi ansietas
27/05 Defisiensi Setelah dilakukan tindakan Pengajaran: Proses Penyakit
2017 pengetahuan b.d keperawatan 1 x 24 jam, (5602)
kurang sumber masalah defisiensi pengetauan1. Beri pendidikan tentang
pengetahuan dapat teratasi. Dengan kriteria katarak
hasil : 2. Beri penyuluhan tentang
1. Klien dan keluarga paham pengobatan katarak
mengenai tindakan operasi 3. Jelaskan kepada keluarga dan
yang akan dilakukan pasien bagaimana katarak dapat
2. Klien dan keluarga paham terjadi
mengenai proses penyakit 4. Jelaskan kepada klien dan
keluarga cara membersihkan mata
dengan benar
5. Berikan edukasi tentang
operasi katarak
· Post-Operasi
Diagnosa Post-Operasi
No Diagnosa
1. Nyeri akut b.d Agens cedera fisik : prosedur bedah
2. Resiko infeksi
3. Risiko cedera
4. Risiko perlambatan pemulihan pasca bedah
Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
1. Pasien mengatakan nyeri skala 5 1. Pasien tampak meringis
2. Pasien mengatakan nyeri seperti 2. Pasien merupakan post operasi katarak
tertusuk 3. Pasien tampak lemah
3. Pasien mengatakan nyeri daerah bekas4. Pasien tampak berbaring terus
operasi 5. Hasil laboratorium : GDS: 250mg/dl
4. Pasien mengatakan nyeri terus – 6. TTV :
menerus setelah bius hilang nadi 110 x/ menit
5. Pasien mengatakan memiliki riwayat RR : 27 x/menit
DM TD : 130/100 mmHg
6. Pasien mengatakan pusing setelah Suhu : 37 C
operasi 7. Pengkajian nyeri :
7. Pasien mengatakan badan terasa P : pasca operasi katarak
lemah Q : nyeri seperti ditusuk
8. Pasien mengatakan bila pasien R : sekitar tempat operasi
mangalami luka, lukanya sukar sembuh S : skala 5
T : nyeri setelah bius hilang
Analisis Data
Data Fokus Problem Etiologi
DS : Nyeri akut Agens cedera fisik :
1. Pasien mengatakan prosedur bedah
nyeri skala 5
2. Pasien mengatakan
nyeri seperti tertusuk
3. Pasien mengatakan
nyeri daerah bekas
operasi
4. Pasien mengatakan
nyeri terus – menerus
setelah bius hilang
DO:
1. Pasien tampak
meringis
2. Pasien merupakan
post operasi katarak
3. TTV :
nadi 110 x/ menit
RR : 27 x/menit
TD : 130/100 mmHg
Suhu : 37
4. Pengkajian nyeri :
P : pasca operasi
katarak
Q : nyeri seperti
ditusuk
R : sekitar tempat
operasi
S : skala 5
DO :
1. Pasien merupakan
post operasi katarak
2. Hasil laboratorium :
GDS: 250mg/dl
3. TTV :
nadi 110 x/ menit
RR : 27 x/menit
TD : 130/100 mmHg
Suhu : 37 C
Intervensi
Tgl. Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
27/05/ Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri :
2017 agens cedera keperawatan 1 x 24 jam, 1. Lakukan pengkajian nyeri
fisik : prosedur masalah nyeri akut dapat komprehensi yang meliputi
bedah teratasi sebagian. Dengan lokasi, karakteristrik, onset atau
kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
1. Nyeri berkurang dengan intensitas atau beratnya nyeri dan
skala 3 factor pencetus
2. Klien tidak tampak 2. Gali bersama pasien faktor-
meringis faktor yang dapat menurunkan
3. Klien tidak mengeluh atau memperberat nyeri
nyeri 3. Kendalikan faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
4. Dukung istirahat yang adekuat
untuk menurunkan nyeri
5. Libatkan keluarga dalam
modalitas penurunan nyeri, jika
memungkinkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasikan dengan dokter
dalam pemberian analgesic
27/05/ Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi (6540)
2017 keperawatan 1 x 24 jam,
masalah risiko infeksi tidak 1. Observasi area yang
terjadi. Dengan kriteria dapat menjadi port
hasil : d’entry kuman
1. Klien tidak menunjukkan 2. Pastikan lingkungan
adanya tanda-tanda infeksi sekitar tempat tidur klien
bersih dan tidak banyak
benda-benda yang tidak
dibutuhkan
3. Anjurkan pasien
mengenai teknik mencuci
tangan dengan tepat
4. Edukasi klien dan
keluarganya untuk
melakukan hand hygiene
5. Lakukan tindakan-
tindakan pencegahan
yang universal
Kolaborasi :